pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

87
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan Bali merupakan salah satu sentra bisnis di Indonesia. Banyak industri dan bisnis fashion yang didirikan di Bali salah satunya berupa pusat perbelanjaan. Pusat perbelanjaan bukan lagi tempat untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari seperti pada awal berdiri. Perkembangan industri pakaian diikuti dengan meningkatnya jumlah pusat perbelanjaan yang menjual produk fashion mengalami perkembangan pesat selama beberapa dekade terakhir. Mal Bali Galeria, Tiara Dewata, Discovery Shopping Mall, Matahari Duta Plaza, Carefour Express Kuta, Matahari Kuta Square, Denpasar Junction dan Ramayana Robinson Mall merupakan beberapa pusat perbelanjaan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung (www.e-kuta.com). Lokasinya yang mudah dijangkau dari Kota Denpasar dan Kabupaten Badung merupakan tempat untuk melakukan beragam aktivitas santai, bermain, menikmati makanan ringan maupun makanan berat dan yang pasti tempat belanja segala kebutuhan dan keinginan keluarga yang mempunyai gaya hidup modern menjadikan pusat perbelanjaan ramai dikunjungi. Sebagian besar pusat perbelanjaan ini menawarkan konsep one stop shopping di bawah satu atap membuat konsumen yang awalnya hanya ingin berekreasi atau menonton di bioskop atau sebelumnya hanya untuk melihat-lihat (window shopping) pada akhirnya terdorong untuk berbelanja produk fashion.

Transcript of pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

Page 1: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan Bali merupakan

salah satu sentra bisnis di Indonesia. Banyak industri dan bisnis fashion yang

didirikan di Bali salah satunya berupa pusat perbelanjaan. Pusat perbelanjaan

bukan lagi tempat untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari seperti pada awal

berdiri. Perkembangan industri pakaian diikuti dengan meningkatnya jumlah

pusat perbelanjaan yang menjual produk fashion mengalami perkembangan pesat

selama beberapa dekade terakhir.

Mal Bali Galeria, Tiara Dewata, Discovery Shopping Mall, Matahari Duta

Plaza, Carefour Express Kuta, Matahari Kuta Square, Denpasar Junction dan

Ramayana Robinson Mall merupakan beberapa pusat perbelanjaan di Kota

Denpasar dan Kabupaten Badung (www.e-kuta.com). Lokasinya yang mudah

dijangkau dari Kota Denpasar dan Kabupaten Badung merupakan tempat untuk

melakukan beragam aktivitas santai, bermain, menikmati makanan ringan maupun

makanan berat dan yang pasti tempat belanja segala kebutuhan dan keinginan

keluarga yang mempunyai gaya hidup modern menjadikan pusat perbelanjaan

ramai dikunjungi. Sebagian besar pusat perbelanjaan ini menawarkan konsep one

stop shopping di bawah satu atap membuat konsumen yang awalnya hanya ingin

berekreasi atau menonton di bioskop atau sebelumnya hanya untuk melihat-lihat

(window shopping) pada akhirnya terdorong untuk berbelanja produk fashion.

Page 2: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

2

Menurut O’Cass (2004) dewasa ini kebutuhan manusia akan pakaian telah

bergeser, mereka membeli pakaian yang tidak hanya berdasarkan pada kebutuhan

semata dengan model yang biasa, namun bergeser pada mode yang terjadi pada

masyarakat. Selain sebagai kebutuhan, orientasi konsumen pada pakaian adalah

untuk menunjang penampilan atau sebagai identitas diri serta yang berhubungan

dengan gaya hidup yang disebut sebagai fashion. Produk fashion yang dimaksud

disini merupakan bentuk identifikasi segmen gaya hidup dalam berbusana, seperti

pakaian pesta, pakaian kantor, kaos, celana, rok, baju, dan lain sebagainya

(Gutman dan Mills, 1982 dalam Park dan Burns, 2005).

Melakukan pembelian bukan merupakan hal yang baru, namun sudah

menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan masing-masing individu memiliki

perilaku yang berbeda-beda dalam hal pembelian. Tiap-tiap individu dapat

memilih berbagai macam keputusan pembeliannya. Hampir setiap orang

dihadapkan pada suatu pilihan untuk menentukan pengambilan keputusan

pembelian. Keputusan pembelian biasanya dibuat melalui suatu proses dari

pengenalan kebutuhan hingga evaluasi setelah pembelian. Sebelum melakukan

pembelian suatu produk biasanya konsumen selalu merencanakan terlebih dahulu

tentang barang apa yang akan dibelinya, jumlah, anggaran, tempat pembelian, dan

lain sebagainya. Namun, ada kalanya proses pembelian yang dilakukan oleh

konsumen timbul begitu saja saat melihat suatu barang atau jasa, karena

ketertarikannya, selanjutnya konsumen melakukan pembelian pada barang atau

jasa yang bersangkutan. Tipe pembelian tersebut dinamakan tipe pembelian yang

tanpa direncanakan atau pembelian impulsif.

Page 3: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

3

Dewasa ini, perilaku pembelian semakin komplek dimana seringkali

konsumen membeli produk tidak sebagai rutinitas melainkan sebagai pembelian

berdasarkan situasi yang terjadi pada saat itu. Keputusan di bidang pemasaran

dimulai dengan menganalisa perilaku pembelian dalam situasi yang tepat,

sehingga dapat mempengaruhi kesediaan konsumen untuk membeli barang dan

jasa yang ditawarkan, dengan kata lain bahwa faktor situasi dapat mempengaruhi

pembelian konsumen terhadap kategori produk tertentu (Anic dan Radas, 2006

dalam Mihic dan Kursan, 2010). Keinginan membeli suatu produk dapat datang

secara tiba-tiba karena berbagai alasan situasional (Sutisna, 2001: 156).

Terdapat lima karakteristik pengaruh situasional yang dapat

mempengaruhi perilaku pembelian konsumen, yaitu: pertama, lingkungan fisik

(physical surrounding) merupakan fitur situasi yang paling terlihat. Lingkungan

fisik ini meliputi lokasi, dekorasi, suara, aroma, pencahayaan, cuaca, serta

konfigurasi barang dagangan atau material lain yang berada di sekeliling

rangsangan produk. Kedua, lingkungan sosial (social surrounding) merupakan

individu yang hadir selama proses konsumsi, yang meliputi faktor-faktor seperti:

kehadiran orang lain, karakteristik orang-orang yang hadir pada situasi tersebut,

peranan nyata orang-orang yang hadir, dan interaksi interpersonal. Ketiga,

pespektif waktu (temporal perspective) merupakan dimensi situasi yang dapat

dispesifikasikan kedalam unit waktu dari situasi, misal kejadian tertentu ketika

perilaku pembelian terjadi (hari, bulan, musim). Waktu juga dapat diukur secara

relatif pada kejadian di masa lalu atau di masa mendatang, misal waktu ketika

pembelian terakhir. Keempat, definisi tugas (task definition) merupakan alasan

Page 4: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

4

mengapa aktivitas konsumsi oleh konsumen berlangsung, dan dapat dikatakan

sebagai tujuan atau sasaran yang dimiliki konsumen dalam situasi tertentu.

Dengan kata lain. dapat juga dikatakan bahwa hal ini merupakan maksud atau

prasyarat untuk memilih, berbelanja atau mendapatkan informasi mengenai

pembelian umum atau spesifik. Kelima, pernyataan anteseden (antecendent state)

merupakan perasaan (mood) sementara, seperti rasa cemas atau gembira atau

kondisi yang dibawa konsumen ke dalam situasi, seperti kondisi pada saat

memegang uang tunai (Belk, 1975 dalam Mihic dan Kursan, 2010). Situasi dalam

toko yang menarik diharapkan dapat merangsang perilaku pembelian, khususnya

yang mengarah pada situasi pembelian impulsif (Abratt dan Goodey, 1990 dalam

Jalan, 2006).

Pembelian impulsif merupakan bagian dari pola pembelian konsumen

dimana keputusan pembelian dilakukan pada saat berada didalam toko dan pada

saat itu konsumen mengalami perasaan tiba-tiba, merasakan perasaan yang sangat

kuat dan berkeras hati terhadap dorongan emosional untuk membeli sesuatu

dengan segera (Belk, 1995 dalam Dittmar, 2005). Perilaku pembelian impulsif

yang dilakukan secara berulang menyebabkan orang berperilaku kompulsif.

Pembelian kompulsif merupakan proses pengulangan yang sering berlebihan

dalam berbelanja yang dikarenakan oleh rasa ketagihan, tertekan, atau rasa bosan

(Solomon, 2002 dalam Shoham dan Brencic, 2003).

Perilaku pembelian kompulsif merupakan salah satu bagian dari konsumsi

kompulsif yang merupakan sisi negatif dari sebuah perilaku konsumsi (Mowen

dan Minor, 2002: 130). Konsumen yang kompulsif adalah konsumen yang merasa

Page 5: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

5

ketagihan, dalam beberapa kondisi mereka berlaku diluar kontrol dan sikap

mereka dapat berdampak buruk bagi diri sendiri maupun orang lain. Perilaku

berbelanja yang tidak terkontrol, berjudi, merokok, kecanduan narkoba, dan

pecandu alkohol merupakan beberapa contoh dari konsumsi kompulsif (Schiffman

dan Kanuk, 2007: 119).

Pembeli kompulsif adalah konsumen yang keranjingan belanja atau

cenderung suka membelanjakan uang untuk membeli barang meskipun barang

tersebut tidak mereka butuhkan. Untuk beberapa pelaku kompulsif, uang dan harta

benda telah menggantikan keberadaan teman, keluarga bahkan “tempat ibadah”.

Pusat perbelanjaan telah menjadi pengganti “tempat ibadah” dan berbelanja

menjadi “ritualnya” (Boundy, 2000 dalam Yang, 2006).

Hasil penelitian Koran, dkk., (2006) terhadap 2.500 orang responden

mempertegas bahwa fenomena pembelian kompulsif sudah sedemikian parah

terjadi pada masyarakat baik pada kaum wanita maupun kaum pria bahkan

pembelian kompulsif akan menyebabkan penderitaan psikologis dan dampak

serius pada kehidupan individu seperti berhutang (Dittmar, 2005). Pembelian

kompulsif terjadi karena ketegangan psikologi yang menyebabkan meningkatnya

keinginan seseorang untuk melakukan pembelian saat itu juga (Roberts dan Pirog

III, 2004).

Kecenderungan pembelian kompulsif mengalami peningkatan selama

sepuluh tahun terakhir (Neuner, dkk., 2005 dalam Xu, 2008). Peningkatan

perilaku pembelian kompulsif dipicu oleh peranan materialisme (Dittmar, 2005).

Page 6: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

6

Materialisme merupakan tingkat dimana seseorang dianggap

“materialistis” (Schiffman dan Kanuk, 2007: 117). Konsumen dengan nilai

materialisme yang tinggi menyakini bahwa pendapatan dan benda materi

sangatlah penting untuk hidup mereka yang selanjutnya menjadi sebuah indikator

dari kesuksesan dan diperlukan untuk mencapai kepuasan dalam hidup bahkan

tingkat konsumsi yang tinggi akan membuat mereka merasa lebih bahagia.

Konsumen yang materialistis menganggap kepemilikan barang dan materi

sebagai pusat dari kehidupan mereka, menilai kesuksesan sebagai kualitas harta

seseorang dan melihat harta sebagai bagian yang penting dalam mencapai

kebahagian dan kesejahteraan dalam hidup (Fitzmaurice, 2008). Seseorang yang

materialistis cenderung untuk menganggap berbelanja sebagai tujuan hidup utama

sama halnya dengan mencapai kebahagian dan kepuasan dalam hidup (Xu, 2008).

Seseorang yang materalistis sangatlah tertarik pada produk pakaian sehingga

seseorang dengan materialisme tinggi cenderung akan melakukan pembelian

kompulsif yang tinggi pada produk fashion (Browne dan Kaldenberg, 1997;

Yurchisin dan Johnson, 2004 dalam O’Cass, 2004).

Hal tersebut juga sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh

Krugger (1998 dalam Park dan Burn, 2005) yang menyatakan bahwa orang yang

berperilaku kompulsif cenderung untuk sangat peduli akan penampilannya dan

selalu terlibat dalam pencaharian sesuatu yang tanpa henti terutama terkait dengan

pakaian. Kecenderungan seseorang untuk memiliki penampilan yang menarik

menyebabkan orang tersebut sering melakukan pembelian tanpa direncanakan

untuk produk fashion. Hal ini diperparah lagi saat seseorang secara finansial

Page 7: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

7

memiliki kemampuan untuk membeli produk tersebut. Salah satu indikasi

kemampuan finansial adalah kepemilikan kartu kredit. Kartu kredit memberikan

fasilitas kepada konsumen untuk mempermudah proses pembelian baik yang

direncanakan maupun pembelian impulsif pada berbagai produk termasuk produk

fashion. Selain itu, kartu kredit juga memberikan kemudahan bagi konsumen

karena konsumen dapat mencicil tagihan yang dibebankan kepada konsumen dan

juga memberikan jangka waktu yang lebih panjang bagi konsumen untuk

membayar tagihan kartu kreditnya. Kartu kredit bahkan telah menjadi alat

pembayaran barang dan jasa yang diterima secara luas dan sangat nyaman untuk

digunakan dan menjadi alat transaksi yang patut dimiliki oleh semua orang

bahkan pengguna kartu kredit bisa membelanjakan uang masa depannya hari ini

juga (Lie, dkk., 2010). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku belanja kompulsif

pada produk fashion akan menjadi lebih tinggi apabila difasilitasi oleh

kepemilikan kartu kredit.

Penelitian yang dilakukan oleh Park dan Burns (2005) menemukan bahwa

penggunaan kartu kredit oleh masyarakat Korea dalam beberapa tahun terakhir

menunjukkan peningkatan yang dramatis. Bahkan pada akhir tahun 2002,

terdapat lebih dari 100 juta kartu kredit dikeluarkan oleh perusahaan penerbit

kartu kredit karena konsumen lebih memilih membayar menggunakan kartu kredit

(Kim, 2002 dalam Park dan Burns, 2005).

Hal yang serupa juga terjadi di Indonesia. Peningkatan jumlah peredaran

kartu kredit ternyata diiringi dengan peningkatan transaksi dengan kartu kredit,

seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 1 (www.bi.go.id). Di Jakarta berdasarkan

Page 8: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

8

pengamatan perilaku belanja pengguna kartu kredit sebuah bank, 57 persen

transaksi disumbangkan dari pembelanjaan pakaian (fashion), sepatu, dan

aksesori. Data pada tahun 2009 ini menunjukkan belanja kartu kredit untuk

fashion menduduki ranking pertama, diikuti oleh makanan dan minuman,

peralatan elektronik, dan sisa porsi lainnya diberikan untuk produk-produk yang

sifatnya jarang digunakan (www.female.kompas.com).

Menurut Santosa (2009: 5) kehadiran mesin merchant kartu kredit

(Electonic Data Capture) di pusat perbelanjaaan menjadikan kartu kredit sebagai

media pembayaran yang lazim digunakan dan disinilah konsumen yang memiliki

ciri konsumsi kompulsif seringkali menggunakan kartu kredit dalam melakukan

pembelian karena konsumen memiliki alternatif pembayaran selain tunai dan

kartu debit (Sunarto, 2003: 186). Pengetahuan tentang perilaku pembelian

konsumen sangat penting dalam praktek pemasaran. Keputusan pemasaran yang

sukses oleh organisasi bisnis memerlukan pemahaman tentang perilaku pembelian

konsumen.

Penelitian ini menguji pengaruh faktor situasional pusat perbelanjaan dan

materialisme konsumen terhadap perilaku pembelian kompulsif produk fashion

dengan penggunaan kartu kredit sebagai pemoderasi. Pentingnya kajian ini karena

dapat menggambarkan fenomena yang sering terjadi di masyarakat. Di satu sisi

dampak positif dari perilaku pembelian kompulsif dalam jangka pendek adalah

kepuasan yang langsung dapat dirasakan dari aktivitas pembelian tersebut.

Compulsive buyers tidak melakukan pembelian semata-mata hanya untuk

mendapatkan suatu produk tertentu, melainkan lebih kepada hasrat untuk

Page 9: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

9

mencapai kepuasan melalui proses pembelian itu sendiri, disisi lainnya perilaku

pembelian kompulsif merupakan suatu perilaku abnormal dan sebuah aspek

negatif dari perilaku konsumen karena perilaku ini menyebabkan terjadinya

peningkatan hutang kartu kredit dan rendahnya dana yang bisa ditabung, dan dari

sisi pemasar, perilaku kompulsif merupakan aspek yang dapat meningkatkan

penjualan (Faber dan O’Guinn, 1992 dalam Shoham dan Brencic, 2003;

Schiffman dan Kanuk, 2007: 130, dan Kinney, 2009).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, dapat dirumuskan

beberapa masalah penelitian yaitu :

1) Apakah faktor situasional berpengaruh terhadap perilaku pembelian

kompulsif?

2) Apakah materialisme berpengaruh terhadap perilaku pembelian

kompulsif?

3) Apakah penggunaan kartu kredit berperan signifikan sebagai variabel

pemoderasi dalam hubungan antara materialisme dengan perilaku

pembelian kompulsif?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah :

Page 10: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

10

1) Untuk mengetahui apakah faktor situasional berpengaruh terhadap

perilaku pembelian kompulsif

2) Untuk mengetahui apakah materialisme berpengaruh terhadap perilaku

pembelian kompulsif

3) Untuk mengetahui apakah penggunaan kartu kredit berperan signifikan

sebagai variabel pemoderasi dalam hubungan antara materialisme dengan

perilaku pembelian kompulsif

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa

pihak, antara lain:

1) Manfaat Teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan studi

empiris yang lebih kaya khususnya mengenai faktor situasional pusat

perbelanjaan, materialisme dan perilaku pembelian kompulsif para

pengguna kartu kredit terhadap pembelian produk fashion.

2) Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada pihak

pemasar produk fashion, para manager pusat-pusat perbelanjaan maupun

perusahaan penerbit kartu kredit untuk menerapkan strategi-strategi

perusahaan agar tepat sasaran dan memberikan perlakuan khusus kepada

para pengguna kartu kredit dalam hal melakukan pembelian produk

fashion.

Page 11: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Pembelian Kompulsif

Perilaku pembelian kompulsif merupakan komponen perilaku negatif

konsumen. Mowen dan Minor (2002: 280) mendifinisikan perilaku pembelian

kompulsif sebagai suatu pembelian yang tidak terencana dan konsumen terlibat

dalam perilaku ini karena mereka sangat berhasrat untuk memperoleh perasaan

atau kesenangan tertentu.

Konsep dasar perilaku pembelian kompulsif adalah konsumsi yang

berlebihan pada suatu barang (Stones IV, 2001 dalam Shoham dan Brencic,

2003). Pembelian kompulsif merupakan suatu perilaku pembelian yang tanpa

direncanakan dan dilakukan secara berulang-ulang dan merupakan suatu perilaku

yang negatif (O'Guinn dan Faber, 1992; Solomon, 2002 dalam Shoham dan

Brencic, 2003). Banyak peneliti yang mengkategorikan perilaku pembelian

kompulsif sebagai gangguan terhadap kontrol pembelian impulsif (Black, dkk.,

1998; Christenson, dkk., 1992; Faber, 1992; McElroy dkk., 1991; O’Guinn dan

Faber, 1989; Schlosser, dkk., 1994 dalam Yang, 2006).

Pembelian impulsif adalah tidak direncanakan dan tidak diatur sebelum

memasuki toko (Hawkin, dkk.,1998: 590). Ketika konsumen tidak terlibat akan

suatu produk, mereka cenderung melakukan pengambilan keputusan pembelian di

dalam toko, dimana tidak terdapat motivasi yang cukup untuk melakukan rencana

pembelian (Assael, 2004: 103).

Page 12: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

12

Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen mengalami dorongan tiba-

tiba, keinginan yang kuat untuk membeli sesuatu dengan segera (Engel, dkk.,

1995: 159). Pembelian impulsif dapat dijelaskan sebagai dorongan untuk membeli

sesuatu yang tiba-tiba, tanpa ada niat atau rencana, bertindak atas dorongan tanpa

mempertimbangkan tujuan jangka panjang atau cita-cita. Konsumen yang

memanfaatkan kognisi akan lebih cenderung untuk membuat pembelian dan

keputusan rasional juga melakukan pembelian dengan sedikit dorongan

sedangkan konsumen yang lebih emosional akan lebih cenderung melakukan

pembelian impulsif .

Menurut Rooks dalam Engle, dkk., (1995: 159) ciri pembelian impulsif

yang dikemukan oleh adalah sebagai berikut:

1) Keinginan mendadak dan spontan untuk bertindak disertai dengan urgensi

2) Keadaan ketidakseimbangan psikologis di mana seseorang dapat berada di

luar kendali

3) Rendahnya evaluasi objektif, sementara pertimbangan emosional lebih

dominan

4) Kurang memperhatikan konsekuensi yang ditimbulkan

Sementara itu jenis atau tipe pembelian impulsif dapat digolongkan dalam

beberapa bentuk. Blythe (1997) dalam Shoham dan Brencic (2003) menggolongkan

jenis pembelian impulsif menjadi empat jenis, yaitu:

1) Pure impulsive. Pembelian yang dilakukan murni tanpa rencana atau

terkesan mendadak. Biasanya terjadi setelah melihat barang yang dipajang

di toko dan muncul keinginan untuk membelinya saat itu juga.

Page 13: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

13

2) Reminder impulsive. Pembelian yang dilakukan tanpa rencana terjadi

setelah diingatkan karena melihat iklan atau brosur yang ada di pusat

perbelanjaan.

3) Suggestion impulsive. Pembelian yang dilakukan tanpa rencana pada saat

berbelanja di pusat perbelanjaan. Pembelian dilakukan pada saat di pusat

perbelanjaan, setelah pembeli terpengaruh dan diyakinkan oleh tenaga

sales atau teman yang ditemuinya pada saat berbelanja, yang menawarkan

produknya dengan meyakinkan.

4) Planned impulsive. Pembelian yang dilakukan sebenarnya sudah

direncanakan, tetapi karena barang yang dimaksud habis atau tidak sesuai

dengan yang diinginkan, maka yang dilakukan adalah membeli jenis

barang yang sama tetapi dengan merek atau ukuran yang berbeda.

Menurut Rindfleisch et al., 1997; Roberts, 1998; Roberts, 2000; Dittmar,

2005a, dalam Xu, 2008, terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong

terjadinya pembelian impulsif dan kompulsif yaitu faktor internal dan eksternal.

Faktor eksternal mencakup karakteristik produk dan karakteristik pemasaran,

sedangkan faktor internal mencakup karakteristik-karakteristik konsumen yang

muncul sehubungan dengan pembelian yang dilakukan konsumen, yang didapat

dijelaskan sebagai berikut:

1) Karakteristik produk meliputi:

a) harga yang rendah

b) adanya sedikit kebutuhan dengan produk tersebut

c) siklus kehidupan produknya pendek

Page 14: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

14

d) ukuranya kecil dan ringan

e) mudah disimpan

2) Faktor marketing, diantaranya:

a) distribusi massa pada self servise terhadap pemasangan iklan besar-

besaran dan material yang akan didiskon. Ketersediaan informasi

seperti melalui pemasangan iklan, website, penjaga toko, adalah

sumber utama informasi konsumen.

b) posisi pajangan produk dan lokasi toko yang menonjol turut

mempengaruhi pembelian impulsif. Selain itu, jumlah, lokasi dan

jarak toko mempengaruhi jumlah kunjungan konsumen ke toko

sebelum pembelian. Kunjungan ke toko membutuhkan energi,

uang,waktu dan jarak kedekatan seringkali meningkatkan aspek ini

dari pencarian dari luar.

3) Karakteristik konsumen seperti:

a) kepribadian konsumen

b) demografis meliputi usia, jenis kelamin, pendapatan, dan

sebagainya

Perilaku impulsif yang dilakukan berkali-kali dan dalam jangka waktu

yang lama menimbulkan suatu perilaku pembelian yang diberi nama perilaku

pembelian kompulsif. Definisi pembelian kompulsif harus mencakup dua kriteria

yaitu: (1) perilakunya harus berulang ulang, dan (2) perilakunya harus

problematik untuk individu (O’Guinn dan Faber, 1989 dalam Shoham dan

Brencic, 2003). Perilaku pembelian kompulsif sangat erat terkait dengan perilaku

Page 15: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

15

obsesif pelanggan yang berorientasi pada pikiran mereka untuk mendapatkan

produk atau jasa tertentu (Rajagopal, 2008). Compulsive buyer biasanya memiliki

tingkat kepercayaan diri yang rendah, tingkat berhayal, depresi, kecemasan, dan

obsesi yang tinggi.

Studi tentang pembelian kompulsif merupakan studi yang penting karena

perilaku tersebut dapat menyebabkan kekacauan pada individu dan atau orang

disekitarnya. Bahkan dalam beberapa kasus ekstrim, pembeli kompulsif mampu

menghabiskan uang lebih banyak dari yang mereka miliki, menghancurkan hidup

mereka bahkan kehidupan keluarga (d’Astous, 1990; Faber dan O’Guinn, 1992;

Rindfeisch, Borroughs dan Denton, 1997 dalam Kwak, dkk., 2003).

Pembeli kompulsif dapat berasal dari semua golongan ekonomi.

Seseorang yang kompulsif adalah seorang yang pemboros yang dicirikan sebagai

seseorang yang menghabiskan uang dengan cepat, mengemudikan mobil mewah,

rumah yang mahal walaupun uang yang dimiliki tidak dapat menutupi segala

keinginannya. Bahkan mereka membentuk citra diri bahwa orang lain harus

mengagumi mereka dengan segala yang dimilikinya. Untuk beberapa pelaku

kompulsif, uang dan harta benda telah menggantikan keberadaan teman, keluarga

bahkan tempat ibadah. Pusat perbelanjaan telah menjadi pengganti tempat ibadah

dan berbelanja menjadi ritualnya (Boundy, 2000 dalam Yang, 2006).

Menurut Dittmar, 2000 dalam Yang, 2006 menemukan bahwa konsumen

yang kompulsif berbelanja diatas batas kemampuan yang termotivasi oleh

tingginya keinginan mereka untuk memiliki harta benda dan menganggap bahwa

Page 16: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

16

kepemilkan harta benda merupakan tolok ukur identitas diri, keberhasilan, dan

kebahagiaan dalam hidup.

2.2 Faktor Situasional

Faktor situasional adalah faktor-faktor eksternal yang berasal dari lingkungan

berbelanja ketika konsumen tertarik akan rangsangan visual tertentu (produk atau

promosi) yang menciptakan pembelian yang tidak direncanakan. Saat itu

konsumen mungkin merasa perlu tiba-tiba untuk membeli produk tertentu yang

telah menarik perhatiannya (Youn, 2000 dalam Mihic dan Kursan, 2010).

Pengaruh situasional merupakan kondisi sementara atau setting yang terjadi pada

lingkungan pada lingkungan dan tempat yang spesifik (Assael: 2004, 122). Belk

mengidentifikasi lima karakteristik pembelian dan konsumsi situasional yang

mempengaruhi pembelian konsumen yaitu (Belk dalam Sutisna, 2001: 159):

(1) Lingkungan fisik (Physical Surrounding) yaitu aspek-aspek lingkungan

fisik dan ruang yang nyata yang mencangkup aktivitas konsumen seperti

warna, suara, cahaya, cuaca dan pengaturan ruangan.

(2) Lingkungan sosial (Social Surrounding) yaitu pengaruh orang lain

terhadap aktivitas konsumen, individu yang hadir selama proses konsumsi,

yang meliputi faktor-faktor seperti: kehadiran orang lain, karakteristik

orang-orang yang hadir pada situasi tersebut, peranan nyata orang-orang

yang hadir, dan interaksi interpersonal

(3) Definisi tugas (Task Definition) yaitu alasan kebutuhan konsumen untuk

membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa. Dengan kata lain dapat

Page 17: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

17

juga dikatakan bahwa hal ini merupakan maksud atau prasyarat untuk

memilih, berbelanja atau mendapatkan informasi mengenai pembelian

umum atau spesifik.

(4) Waktu (Time) adalah situasi yang dapat dispesifikasikan kedalam unit

waktu dari situasi, misal kejadian tertentu ketika perilaku pembelian

terjadi (hari, bulan, musim). Waktu juga dapat diukur secara relatif pada

kejadian di masa lalu atau di masa mendatang, misal waktu ketika

pembelian terakhir

(5) Pernyataan anteseden (Antecendent state) merupakan perasaan (mood)

sementara, seperti rasa cemas atau gembira atau kondisi yang dibawa

konsumen ke dalam situasi, seperti kondisi pada saat memegang uang

tunai.

Keterbatasan pilihan konsumen dalam pengambilan keputusan untuk

pembelian dan pengkonsumsian suatu produk akan dipengaruhi oleh faktor-faktor

situasi. Beberapa tipe situasi yang mempengaruhi keputusan konsumen menurut

Assael (2004, 122) dibedakan dalam 3 jenis yaitu:

(1) Situasi konsumsi merupakan salah satu situasi yang mana konsumen

menggunakan merek atau kelompok produk tertentu. Pemasar harus

mengidentifikasikan situasi konsumsi yang relevan terhadap kategori

produk

(2) Situasi pembelian merupakan situasi yang mempengaruhi keputusan

konsumen. Situasi ini dapat dipengaruhi oleh strategi pemasaran dengan

mendesain lingkungan di dalam toko. Situasi ini dibagi menjadi tiga

Page 18: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

18

bagian, yaitu: pertama, situasi di lingkungan toko berkaitan dengan tata

letak barang di rak, suasana ramai di dalam toko, ketersediaan produk,

perubahan harga, dan pelayanan pramuniaga. Kedua, situasi pembelian

yang berkaitan dengan tujuan. Situasi ini menyangkut tujuan konsumen

dalam berbelanja barang-barang yang akan dikonsumsi, misal konsumen

membeli barang untuk hadiah atau dirinya sendiri, berbelanja bersama

keluarga dan teman atau berbelanja sendiri. Ketiga, situasi pembelian

berkaitan dengan mood, misal perasaan gembira atau sedih. Situasi ini sulit

diantisipasi oleh pemasar.

(3) Situasi komunikasi merupakan setting dimana konsumen tidak

menyembunyikan informasi terhadap orang lain. Situasi ini berkaitan

dengan perspektif waktu, ditunjukkan oleh aktivitas yang dilakukan oleh

konsumen. Situasi ini dapat terjadi dari orang ke orang atau impersonal

misalnya dari iklan atau informasi di dalam toko.

Situasi merupakan keseluruhan faktor pada suatu waktu dan tempat

tertentu dari pengamatan yang tidak berasal dari pengetahuan personal (intra-

individu) dan atribut rangsangan (pilihan alternatif), serta mempunyai pengaruh

yang terlihat dan sistematis terhadap perilaku saat ini.

2.3 Materialisme

Salah satu komponen konsep diri yang penting adalah hubungan seseorang

dengan dunia material. Peneliti melihat perbedaan individu berkaitan dengan

bagaimana konsumen menilai kepemilikan mereka. Tendensi untuk mencapai

Page 19: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

19

kebahagiaan melalui kepemilikan benda tertentu disebut materialisme (Mowen

dan Minor, 2002: 280).

Para peneliti menemukkan ciri orang yang dapat di kategorikan

materialistik yaitu: (1) Orang yang mengutamakan menghargai dan memamerkan

kepemilikan, (2) umumnya mereka egois dan terpusat pada diri sendiri, (3)

mereka mencari gaya hidup yang penuh dengan kepemilikan, contohnya: mereka

menginginkan untuk mempunyai tidak hanya ”sesuatu”, tetapi lebih dari sebuah

gaya hidup yang biasa dan sederhana, (4) yang mereka miliki sekarang tidak dapat

memberikan kepuasan yaitu seseorang yang selalu mengharapkan kepemilikan

yang lebih tinggi agar mendapatkan kebahagian yang lebih besar (Schiffman dan

Kanuk, 2007: 129). Konsumen dengan nilai materialistik yang tinggi sangat

didorong untuk mengkonsumsi lebih banyak dari konsumen lainnya (Wong, 1997

dalam Phau, 2009).

Dalam kamus bahasa Inggris Oxford, materialisme didefinisikan sebagai

sebuah pengabdian untuk keinginan dan kebutuhan material dan mengabaikan

hal-hal rohani, sebuah cara hidup, pendapat, atau kecenderungan didasarkan

sepenuhnya pada kepentingan materi. Beragam definisi materialisme yang

dikemukakan oleh beberapa peneliti seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Definisi Materialisme menurut Beberapa Peneliti

No Definisi Materialisme Sumber

1 Bagaimana konsumen memberikan perhatian pada kepemilikan duniawi yang dianggap sebagai hal penting dalam kehidupan

Mowen dan Minor, 2002: 280

Page 20: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

20

2 Orientasi yang menganggap barang-barang materi dan uang sebagai hal yang penting untuk kebahagiaan baik secara pribadi maupun sosial

Ward dan Wackman, 1971 dalam Yang, 2006

3 Materi dianggap sebagai nilai kehidupan yang penting

Richins dan Dawson 1992, Kasser dan Ryan 1993; Mick 1996 dalam Choi, dkk., 2007

4 Materi merupakan sumber kepuasan dan ketidakpuasan

Belk, 1984; Mowen dan Minor, 2002: 280 dalam Hung, dkk., 2007

5

Seorang konsumen menempatkan kepemilikan duniawi untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup sehingga kepemilikan duniawi sebagi sebuah tujuan hidup

Belk (1985) dalam Sangkhawasi dan Johri (2007)

6 Seperangkat keyakinan yang terpusat akan pentingnya harta dalam hidup seseorang

Richins dan Dawson 1992 dalam Xu, 2008

Materialisme mengacu pada orientasi konsumsi berbasis

pencapaian kebahagiaan (Inglehart, 1981 dalam Hung, dkk, 2007). Pada

suatu kondisi, harta diasumsikan menjadi posisi sentral dalam kehidupan

seorang, dan merupakan sumber kepuasan dan ketidakpuasan

(Belk, 1984 dalam Hung, dkk, 2007). Menurut Richin dan Dawson (1994 dalam

Schiffman dan Kanuk, 2007:192), materialisme dibagi menjadi tiga dimensi yaitu:

Dimensi pentingnya harta dalam hidup seseorang (acquisition centrallity)

bertujuan untuk mengukur derajat keyakinan seseorang yang menganggap bahwa

harta dan kepemilikan sangat penting dalam kehidupan seseorang. Dimensi

kepemilikian merupakan ukuran kesuksesan hidup (possession defined success)

untuk mengukur keyakinan seseorang tentang kesuksesan berdasarkan pada

Page 21: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

21

jumlah dan kualitas kepemilikanya, sedangkan dimensi kepemilikan dan harta

benda merupakan sumber kebahagian (acquisition as the pursuit of happiness)

untuk mengukur keyakinan apakah seseorang memandang kepemilikan dan harta

merupakan hal yang penting untuk kesejahteraan dan kebahagiaan dalam hidup.

Skala materialisme Richin dan Dawson ini telah diadopsi oleh beberapa

peneliti sebelumnya seperti Wong (1997), Mick (1997), Evrardand Boff (1998),

Burroughs dan Rindfleisch (2002), Shrum, Burroughs dan Rindfleisch (2003)

dan telah diaplikasikan dibeberapa negara seperti Selandia Baru (Watson, 1998),

Brazil, (Evard dan Boff, 1998), China (Eastman et al., 1997; Sirgy et al., 1998;

Zhou, Xue, dan Zhou, 2002), Mexico (Eastman et al., 1997), Turkey, Canada, dan

Australia (Sirgy et al., 1998).

Materialisme secara positif berpengaruh terhadap perilaku pembelian

kompulsif (Roberts, 2001; Dittmar, 2005 dalam Xu, 2008). Konsep nilai

materialisme dan pembelian kompulsif perlu dipelajari karena menimbulkan

berbagai konsekuensi negatif terhadap kesejahteraan psikologis (well-being)

individu seperti: menurunnya tingkat kepuasan hidup (Richins dan Dawson, 1992

dalam Burroughs dan Rindfleisch, 2002), menurunnya tingkat kebahagiaan

(Belk,1985 dalam Burroughs dalam Rindfleisch, 2002), serta meningkatnya

tingkat depresi (Kasser dan Ryan, 1993 dalam Burroughs dan Rindfleisch, 2002).

Berbagai konsekuensi negatif tersebut tentunya tidak berkesesuaian dengan tujuan

awal dari individu dalam mengejar materi yakni sebagai cara untuk menunjukkan

keberhasilan mereka dalam hidup, mencari kebahagiaan dan meraih apa yang

disebut sebagai "good life". Materialisme juga dapat mempengaruhi perilaku

Page 22: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

22

konsumsi konsumen, penggunaan kartu kredit dan berhutang. Seseorang dengan

derajat materalisme yang tinggi akan diikuti pula oleh pengeluaran dan keinginan

berhutang yang tinggi (Watson, 1998 dalam Yang, 2006)

Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa seseorang yang

materialistis cenderung untuk menjadi pembeli yang kompulsif (Dittmar, 1996;

Mowen dan Spears, 1999;O’Guinn dan Faber, 1989; Yurchisin dan Johnson, 2004

dalam Johnson dan Attman, 2009). Sebagai tambahan, para peneliti juga

menemukan bahwa seseorang yang materialis memiliki keterlibatan yang tinggi

pada produk pakaian (Browne dan Kaldenberg, 1997; Yurchisin dan Johnson,

2004 dalam Johnson dan Attman, 2009). Oleh karenanya, sangatlah beralasan

bahwa seseorang dengan nilai materialistik yang tinggi akan memiliki tingkat

pembelian kompulsif pakaian yang tinggi. Konsumen dengan tendensi

materialistik yang kuat akan menggunakan fashion untuk membuat suatu kesan,

hal ini akan lebih mengarah pada keterlibatan yang lebih tinggi. Semakin

seseorang menganggap suatu kepemilikan sebagai suatu yang berharga maka

orang tersebut semakin materialistik, demikian juga sebaliknya (Browne dan

Kaldenberg, 1997 dalam O’Cass, 2004).

2.4 Penggunaan Kartu Kredit

Dewasa ini kartu kredit sudah menjadi media pembayaran lazim terutama

di kota-kota besar, bahkan pola hidup konsumtif mendorong orang untuk

memiliki lebih dari satu kartu kredit dari pihak penerbit kartu kredit yang berbeda.

Page 23: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

23

Kecenderungan pola hidup yang semakin konsumtif ini dibungkus rasa bangga

apabila memiliki kartu kredit.

Kartu kredit adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK)

yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaraan atas kewajiban yang timbul

dari suatu kegiatan ekonomi, dalam hal ini termasuk transaksi pembelanjaan dan/

atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pemegang kartu kredit

dipenuhi terlebih dahulu oleh aquiser atau pihak penerbit dan pemegang kartu

kredit berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati

(Santosa, 2009: 5) dan tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia 11/ 11 /PBI/2009

dalam http://www.bi.go.id).

Kartu kredit merupakan salah satu alat pembayaran dengan cara kredit,

dimana konsumen dapat berbelanja meskipun pada saat itu tidak mempunyai

uang. Prinsipnya, konsumen berbelanja dengan cara utang. Lebih dari itu,

konsumen diperkenankan membayar utang itu dengan mencicil sejumlah

minimum tertentu dari total transaksi. Jumlah pembayaran minimum itu biasanya

sebesar 10 sampai 20 persen dari saldo tagihan. Tetapi, konsekuensinya terhadap

sisa kredit yang belum dilunasi akan dikenakan bunga yang besarnya tergantung

pada penerbit kartu (issuer).

Kepemilikan dan penggunaan kartu kredit menyebabkan peralihan

penggunaan uang tunai bahkan kartu kredit menyebabkan peningkatan perilaku

pembelian kompulsif (Roberts dan Jones, 2001). Menurut Park dan Burn (2004)

penelitian mengenai kartu kredit relatif cukup sedikit, beberapa peneliti yang

meneliti mengenai pengunaan kartu kredit misalnya Feinberg (1986), Pinto dan

Page 24: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

24

Parente (2000); Roberts dan Jones (2001); Till dan Hand (2003). Peningkatan

dramatis dari pemakaian kartu kredit oleh konsumen beberapa tahun belakangan

ini telah mempercepat perubahan status konsumen menjadi masyarakat konsumtif.

Hal ini berkaitan dengan strategi pemasaran dan pengembangan pasar yang

agresif oleh perusahaan-perusahaan penerbit kartu kredit. Kenyamanan dalam

menggunakan kartu kredit, meningkatkan jumlah pengguna kartu kredit untuk

berbelanja. Kemudahan bertransaksi dengan menggunakan kartu kredit yang

dapat memberikan keleluasaan secara finansial kepada konsumen dalam

berbelanja memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan perilaku belanja

kompulsif. Konsumen menjadi lebih sering berbelanja dengan menggunakan

fasilitas kartu kredit yang mereka miliki.

Page 25: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

25

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Pengetahuan tentang perilaku pembelian konsumen sangat penting dalam

praktek pemasaran. Keputusan pemasaran yang sukses oleh organisasi bisnis

memerlukan pemahaman tentang perilaku pembelian konsumen. Keputusan di

bidang pemasaran dimulai dengan menganalisa perilaku pembelian dalam situasi

yang tepat, sehingga dapat mempengaruhi kesediaan konsumen untuk membeli

barang dan jasa yang ditawarkan. Dalam mengembangkan strategi pemasaran,

organisasi bisnis perlu mendasarkan keputusannya pada beberapa hal yang dapat

mempengaruhi perilaku konsumen yaitu adanya interaksi antara situasi toko,

produk itu sendiri dan konsumen, yang akan mempengaruhi perilaku pembelian

konsumen (Belk, 1975 dalam Sutisna, 2001: 156).

Hampir setiap hari orang dihadapkan pada suatu pilihan untuk menentukan

pengambilan keputusan pembelian. Keputusan pembelian yang dibuat biasanya

dilakukan melalui suatu proses dari pengenalan kebutuhan hingga evaluasi setelah

pembelian. Model pengambilan keputusan pembelian tersebut merupakan jenis

pengambilan keputusan pembelian yang terencana. Namun dalam kenyataannya,

banyak sekali keputusan pembelian yang dilakukan tanpa melalui proses tersebut

yang disebut sebagai pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau

pembelian impulsif. Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen mengalami

dorongan tiba-tiba, keinginan yang kuat untuk membeli sesuatu dengan segera

Page 26: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

26

(Engel, dkk., 1995: 159). Tipe pembelian impulsif kebanyakan muncul ketika

seorang konsumen terpengaruh oleh situasi di dalam toko (O'Guinn dan Faber,

1992; Solomon, 2002 dalam Shoham dan Brencic, 2003). Keinginan membeli

suatu produk dapat datang secara tiba-tiba karena berbagai alasan situasional

(Sutisna, 2001: 156). Pemasar dapat menciptakan situasi pembelian khususnya di

dalam toko dengan memberikan kenyamanan berbelanja bagi konsumen, sehingga

merangsang konsumen untuk melakukan pembelian impulsif.

Perilaku impulsif yang dilakukan berkali-kali dan dalam jangka waktu

yang lama menimbulkan suatu perilaku pembelian yang diberi nama perilaku

pembelian kompulsif. Definisi pembelian kompulsif harus mencakup dua kriteria

yaitu: (1) perilakunya harus berulang ulang, dan (2) perilakunya harus

problematik untuk individu (O’Guinn dan Faber, 1989 dalam Shoham dan

Brencic, 2003).

Meskipun konseptualisasi membeli kompulsif bervariasi, secara umum

dicirikan sebagai perilaku pembelian yang impulsif, berlebihan, dan tidak

terkendali (Dittmar, 2005). Di antara berbagai penjelasan tentang penyebab

kompulsif, perilaku pembelian kompulsif ditemukan secara positif berkaitan

dengan materialisme (Dittmar 2005; Yurchisin dan Johnson 2004 dalam Choi,

2007).

Materialisme didefinisikan sebagai bagaimana konsumen memberikan

perhatian pada masalah kepemilikan duniawi sebagai hal penting (Mowen dan

Minor, 2002: 280). Konsumen dengan nilai materialisme yang tinggi meyakini

bahwa pendapatan sangatlah penting untuk hidup mereka yang menjadi sebuah

Page 27: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

27

tolok ukur dari kesuksesan dan diperlukan untuk kepuasan mereka dan tingkat

konsumsi yang tinggi akan membuat mereka merasa lebih bahagia sehingga

menyebabkan pula pada peningkatan pembelian konsumen (Xu, 2008).

Hal ini diperparah lagi saat seseorang secara finansial memiliki

kemampuan untuk membeli suatu produk. Salah satu indikasi kemampuan

finansial adalah kepemilikan kartu kredit. Kartu kredit memberikan fasilitas

kepada konsumen untuk mempermudah proses pembelian baik yang direncanakan

maupun pembelian impulsif pada berbagai produk. Produk yang umumnya dibeli

secara kompulsif adalah perhiasan, pakaian, kosmetik, sepatu, dan barang-barang

otomotif (Dittmar, 2005; Black, 1996 dalam Jalan, 2006).

Berdasarkan fenomena sosial itu, maka permasalahannya dikaji dengan

pendekatan teori serta kajian empiris penelitian ini dapat digambarkan dalam

bentuk kerangka konsep penelitian seperti yang digambarkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Konsep Penelitian

Faktor Situasional

Perilaku Pembelian Kompulsif

Penggunaan Kartu Kredit

Materialisme

Page 28: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

28

3.2 Hipotesis

Konsumen yang banyak melakukan pembelian secara spontan dan

memutuskan secara mendadak atau impulsif di dalam toko ataupun pusat

perbelanjaan, akan cenderung menunjukan perilaku pembelian kompulsif

(Schiffman dan Kanuk, 2007: 128). Perilaku pembelian kompulsif dapat terjadi

pada segala jenis produk, salah satu produk yang sering dibeli konsumen tanpa

direncana adalah pakaian. Pakaian sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia

selain pangan dan papan mendapat porsi yang lebih banyak dibandingkan kategori

produk lainnya. Penelitian ini berfokus pada produk pakaian karena pakaian

merupakan salah satu kebutuhan primer dan pakaian merupakan sarana untuk

menunjang penampilan atau sebagai identitas diri serta yang berhubungan dengan

gaya hidup yang disebut sebagai fashion. Oleh karenanya, konsumen berusaha

untuk selalu mengikuti mode produk-produk fashion yang selanjutnya akan

berdampak pada perilaku konsumtif (O’Cass, 2004). Kecenderungan seseorang

untuk memiliki penampilan yang menarik menyebabkan orang sering melakukan

pembelian tanpa direncanakan untuk jenis produk fashion.

Lebih lanjut, semakin tinggi tingkat pembelian impulsif akan berakibat

pada kecenderungan pembelian kompulsif (Shoham dan Brencic, 2003).

Keinginan untuk membeli produk fashion di suatu pusat perbelanjaan bisa muncul

secara tiba-tiba karena berbagai alasan faktor situasional. Faktor situasional

merupakan faktor eksternal yang muncul karena seseorang melakukan kontak

dengan lingkungan dan produk yang nantinya dapat menyebabkan pembelian

impulsif dan pembelian impulsif yang berulang akan menyebabkan terjadinya

Page 29: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

29

perilaku pembelian kompulsif (Mihic dan Kursan, 2010). Faktor situsional

membuat konsumen melakukan pengambilan keputusan di dalam toko pada saat

itu juga (Gor, 2002). Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diajukan hipotesis

sebagai berikut:

H1: Faktor situasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku

pembelian kompulsif.

Pembelian kompulsif dewasa ini menjadi salah satu topik yang menarik

bagi sejumlah peneliti dibidang konsumsi maupun bidang pemasaran karena

dianggap sebagai akibat dari materialisme dan dampak buruk dari konsumerisme.

Dari penelitian ditemukan bahwa materialisme mempengaruhi perilaku pembelian

kompulsif (O’Guinn dan Faber, 1989, Dittmar, dkk., 1996; Mowen and Spears,

1999; Yurchisin and Johnson, 2004 dalam Jonshon, 2009). Seseorang yang

materialis memiliki keterlibatan yang tinggi pada produk pakaian (Browne dan

Kaldenberg, 1997; Yurchisin dan Johnson, 2004 dalam Johnson dan Attman,

2009). Oleh karenanya, sangatlah beralasan bahwa seseorang dengan nilai

materialistik yang tinggi akan memiliki tingkat pembelian kompulsif pakaian

yang tinggi.

H2: Materialisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian

kompulsif.

Penelitian yang dilakukan oleh Park dan Burns (2005) yang merupakan

pengembangan dari penelitian Gutman dan Mills (1982) menambahkan konstruk

penggunaan kartu kredit sebagai konstruk yang meningkatkan pembelian

kompulsif. Dalam penelitiannya, Park dan Burns (2005) menyatakan bahwa

Page 30: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

30

pembelian kompulsif akan menjadi lebih tinggi saat seorang individu memiliki

kemampuan secara finansial dalam bentuk kepemilikan kartu kredit. Beberapa

studi telah mengidentifikasi bahwa kartu kredit yang memainkan peran penting

yang mendorong untuk pembelian kompulsif sebagai akibat dari tekanan sosial

dan kurangnya kontrol diri (Baumeister, 2000; Roberts dan Jones, 2001 dalam

Rutherford, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku belanja kompulsif pada

produk fashion akan menjadi lebih tinggi dengan penggunaan kartu kredit.

Seseorang yang materialistis adalah seorang pemboros dan memiliki

keinginan yang kuat untuk berhutang (Fitzmurice, 2006). Seseorang yang

menganut nilai materialisme cenderung untuk menganggap harta, materi sebagai

tolok ukur status dalam masyarakat dan produk fashion dianggap sebagai salah

satu parameternya. Konsumen yang menaruh perhatian tinggi terhadap produk

fashion cenderung menggunakan kartu kredit lebih tinggi karena mungkin mereka

tidak dapat membeli tanpa kartu kredit dan mereka diberi kemudahan untuk “beli

sekarang, bayar kemudian” (Richin, 1994 dan Rindfleisch, dkk, 1997 dalam Park

dan Burn, 2005). Kartu kredit mempermudah proses pembelian tanpa

direncanakan pada produk fashion. Dengan kata lain, perilaku pembelian impulsif

dan kompulsif akan meningkatkan sejalan dengan peningkatan penggunaan kartu

kredit, karena kartu kredit digunakan sebagai alternatif pembayaran non tunai

seperti yang terjadi pada mahasiswa di Korea dan Amerika (Park dan Forney,

2004). Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

Page 31: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

31

H3: Penggunaan kartu kredit berperan signifikan sebagai variabel pemoderasi

yang memperkuat pengaruh materialisme terhadap perilaku pembelian

kompulsif.

Page 32: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

32

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Ruang Lingkup Penelitian

4.1.1 Jenis penelitian

Penelitian ini termasuk dalam kategori riset eksplanatori dengan tujuan

utamanya adalah memperoleh penjelasan mengenai hubungan sebab-akibat

(kausal). Malhotra (2007 : 85) menyatakan bahwa riset kausal sebagai salah satu

jenis riset konklusif yang dapat dimanfaatkan untuk maksud-maksud sebagai

berikut: (1) memahami variabel mana yang mempengaruhi dan variabel mana

yang merupakan variabel akibat pada fenomena tertentu, dan (2) menentukan

sifat hubungan antara variabel independen dan pengaruhnya yang akan

diperkirakan.

4.1.2 Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung

karena (1) adanya keterbatasan dana, waktu, tenaga, (2) Kota Denpasar dan

Kabupaten Badung merupakan pusat perbelanjaan di Provinsi Bali. Penelitian ini

dimulai dari bulan November 2010 dan selesai pada bulan Juni 2011.

4.2 Variabel Penelitian

4.2.1 Identifikasi variabel

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh faktor situasional

pusat perbelanjaan dan materialisme konsumen terhadap perilaku pembelian

Page 33: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

33

kompulsif dimana penggunaan kartu kredit merupakan variabel moderasi dalam

hubungan ini. Berdasarkan pokok permasalahan dan hipotesis yang diajukan,

variabel-variabel dalam analisis ini dapat diidentifikasi secara garis besar sebagai

berikut :

1). Variabel independen (X)

Seluruh indikator yang mengidentifikasi variabel faktor situasional

diadopsi dari dari penelitian Mihic dan Kursan (2010) yang telah dimodifikasi

dan disesuaikan dengan konteks penelitian yang disajikan lebih rinci pada

Tabel 4.1. Sedangkan, seluruh indikator yang mengidentifikasi variabel

materialisme diadopsi dari penelitian Richins dan Dawson, 1994 dalam

Schiffman dan Kanuk, 2007: 192 yang telah dimodifikasi dan disesuaikan

dengan konteks penelitian yang disajikan lebih rinci pada Tabel 4.2.

2). Variabel dependen (Y)

Variabel dependen dalam penelitian yaitu: perilaku pembelian kompulsif.

Seluruh indikator yang mengidentifikasi variabel perilaku pembelian kompulsif

diadopsi dari penelitian Faber dan O’Guinn, 1992 dalam Shoham dan Brencic,

2003; Roberts dan Pirog III, 2004; Park dan Burn, 2005 yang telah

dimodifikasi dan disesuaikan dengan konteks penelitian yang disajikan lebih

rinci pada Tabel 4.3.

3). Variabel moderasi (Z)

Variabel moderasi dalam penelitian yaitu: penggunaan kartu kredit.

Seluruh indikator yang mengidentifikasi variabel penggunaan kartu kredit

diadopsi dari penelitian Roberts dan Jones, 2001; Park dan Burn, 2005 yang

Page 34: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

34

telah dimodifikasi dan disesuaikan dengan konteks penelitian yang disajikan

lebih rinci pada Tabel 4.4.

4.2.2 Definisi operasional variabel

(a) Faktor situasional (X1), adalah faktor-faktor eksternal yang berasal dari

lingkungan berbelanja ketika konsumen tertarik akan rangsangan visual

tertentu.

1) Saya sering melakukan pembelian yang tidak terencana (X1.1) adalah

perilaku seseorang yang sering melakukan pembelian diluar daftar

belanja yang direncanakan.

2) Saya berbelanja lebih banyak daripada yang direncanakan sebelumnya

ketika berbelanja dengan teman (X1.2) adalah perilaku seseorang yang

melakukan pembelian lebih banyak dari yang direncanakan sebelumnya

ketika berbelanja dengan teman.

3) Pengaturan toko yang menarik membuat saya berbelanja diluar rencana

sebelumnya (X1.3) adalah perilaku seseorang yang keputusan

pembeliannya terpengaruh oleh pengaturan barang di dalam toko.

4) Pramuniaga yang ramah membuat saya membeli produk diluar rencana

sebelumnya (X1.4) adalah perilaku pembelian seseorang yang

dipengaruhi oleh pelayanan yang diberikan oleh pramuniaga.

5) Alunan musik membuat saya berbelanja diluar rencana sebelumnya

(X1.5) adalah perilaku pembelian seseorang yang terpengaruh oleh

alunan musik di dalam pusat perbelanjaan.

Page 35: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

35

6) Aroma ruangan yang harum membuat saya diluar rencana sebelumnya

(X1.6) adalah perilaku pembelian seseorang yang terpengaruh oleh

aroma ruangan yang harum.

7) Lokasi pusat perbelanjaan yang mudah dijangkau merangsang saya

untuk berbelanja (X1.7) adalah perilaku seseorang yang melakukan

pembelian karena lokasi pusat perbelanjaan yang strategis dan mudah

dijangkau misal berada di pusat kota, dekat dengan rumah atau dekat

dengan kantor.

8) Kegiatan promosi merangsang saya untuk melakukan pembelian diluar

rencana sebelumnya (X1.8) adalah perilaku seseorang yang melakukan

pembelian karena terpengaruh dengan promosi yang dilakukan oleh

pusat perbelanjaan misal potongan harga, beli satu gratis satu, iklan

spanduk, banner, iklan di media massa dan sebagainya.

9) Display yang menarik merangsang saya untuk melakukan pembelian

diluar rencana sebelumnya (X1.9) adalah perilaku pembelian seseorang

yang terpengaruh karena display atau pajangan yang menarik.

10) Kemasan produk yang menarik merangsang saya untuk melakukan

pembelian diluar rencana sebelumnya (X1.10) adalah perilaku pembelian

seseorang dalam membeli produk fashion terpengaruh oleh kemasan

yang menarik.

11) Penempatan produk yang mudah dijangkau mempengaruhi saya untuk

melakukan pembelian diluar rencana sebelumnya (X1.11) adalah

perilaku pembelian seseorang dalam membeli produk fashion

Page 36: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

36

terpengaruh oleh kemudahan dalam menjangkau penempatan produk

fashion.

12) Merek yang terkenal merangsang saya untuk melakukan pembelian

diluar rencana sebelumnya (X1.12) adalah perilaku pembelian seseorang

yang dipengaruhi oleh karena ketertarikanya akan suatu merek fashion

yang sudah familiar atau dikenal sebelumnya.

(b) Materialisme (X2) yaitu terdiri atas tiga dimensi yaitu:

(1). Dimensi pentingnya harta dalam hidup seseorang/ acquisition

centrality (X3) adalah persepsi seseorang yang menganggap bahwa harta

benda sangatlah penting dalam kehidupan seseorang dan harta

ditempatkan sebagai posisi sentral atau utama dalam kehidupan seseorang.

1) Saya sering membeli sesuatu yang tidak saya butuhkan (X3.1) adalah

perilaku seseorang yang menggunakan uangnya untuk membeli barang-

barang yang tidak dibutuhkan dalam hidupnya.

2) Saya menyukai kemewahan (X3.2) adalah adalah perilaku seseorang

yang menyukai kemewahan dalam hidup.

3) Membeli sesuatu memberikan kesenangan bagi saya (X3.3) adalah

perasaan bahagia seseorang apabila mampu membeli barang yang

diinginkannya dalam hal ini produk fashion.

(2) Dimensi kepemilikian merupakan ukuran kesuksesan hidup/ possession

defined success(X4) adalah persepsi seseorang bahwa kepemilikan harta

benda merupakan suatu ukuran untuk menilai kesuksesan sesorang.

Page 37: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

37

Semakin banyak harta benda yang dimiliki, semakin sukses pula orang

tersebut.

1) Saya sangat mengagumi orang lain yang memiliki barang-barang yang

mahal (X4.1) adalah perilaku seseorang yang mengagumi orang lain

yang memiliki barang-barang yang mahal yang dijadikan sebagai salah

satu tolok ukur keberhasilan seseorang dalam hidup.

2) Jumlah materi yang dimiliki seseorang merupakan ukuran sebuah

kesuksesan (X4.2) adalah persepsi seseorang yang menganggap bahwa

kesuksesan dalam hidup ditentukan oleh kepemilikan harta benda.

3) Saya senang memiliki sesuatu yang dapat membuat orang lain terkesan

(X4.3) adalah perasaan senang dikarenakan memiliki barang yang

mampu membuat orang lain terkesan.

(3) Dimensi kepemilikan dan harta benda merupakan sumber kebahagian

acquisition as the pursuit of happiness (X5) adalah persepsi bahwa

kepemilikan harta benda merupakan hal yang sangat penting dalam

mencapai kebahagiaan, kesejahteraan dan kepuasan dalam hidup. Semakin

banyak harta benda yang dimiliki, seseorang akan semakin berbahagia.

1) Memiliki barang yang saat ini belum saya miliki membuat saya bahagia

(X5.1) adalah persepsi seseorang yang menganggap bahwa hidupnya

akan lebih bahagia apabila mampu memiliki segala barang yang belum

dimiliki.

Page 38: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

38

2) Membeli banyak barang membuat saya bahagia (X5.2) adalah persepsi

seseorang bahwa hidupnya akan lebih bahagia apabila memiliki

kemampuan (uang) untuk membeli barang dan materi .

3) Saya merasa resah saat tidak sanggup membeli barang yang saya sukai

(X5.3) adalah persepsi seseorang bahwa akan mengalami kegelisahan

apabila tidak dapat membeli harta benda yang diinginkan.

(c) Penggunaan kartu kredit (Z) adalah satu alat pembayaran dengan cara kredit,

di mana konsumen dapat berbelanja meskipun pada saat itu tidak mempunyai

uang.

1) Tagihan kartu kredit saya mencapai batas kredit maksimum (Z1.1)

adalah perilaku seseorang yang menggunakan fasilitas kartu kreditnya

sampai dengan batas maksimum yang diberikan oleh pihak penerbit

kartu kredit.

2) Saya tidak khawatir dengan harga produk fashion ketika menggunakan

kartu kredit (Z1.2) adalah perilaku seseorang yang tidak merasa khawatir

akan harga produk fashion ketika menggunakan kartu kredit yang

memberikan fasilitas untuk membelanjakan uang masa depannya

sekarang.

3) Saya sering melakukan pembelian tanpa direncanakan ketika berbelanja

produk fashion dengan menggunakan kartu kredit(Z1.3) adalah ketika

berbelanja produk fashion, perilaku pembelian tanpa direncanakan

dengan menggunakan kartu kredit menjadi lebih tinggi.

Page 39: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

39

4) Saya berbelanja produk fashion lebih banyak ketika menggunakan kartu

kredit (Z1.4) adalah perilaku seseorang dalam berbelanja produk fashion

menjadi lebih banyak baik secara nominal maupun volume ketika

menggunakan kartu kredit.

5) Saya sering berbelanja produk fashion melebihi batas kredit yang saya

dapatkan (Z1.5) adalah perilaku seseorang dalam melakukan pembelian

produk fashion melebihi batas kredit maksimum yang diperoleh dari

bank penerbit.

6) Saya sering mengambil uang tunai menggunakan kartu kredit saya

untuk berbelanja produk fashion (Z1.6) adalah perilaku seseorang yang

sering menarik tunai dari kartu kredit dan selanjutnya digunakan untuk

berbelanja produk fashion.

7) Saya menggunakan lebih dari satu kartu kredit (Z1.7) adalah perilaku

seseorang memiliki dan menggunakan lebih dari satu kartu kredit.

d) Perilaku pembelian kompulsif (Y) yaitu suatu perilaku pembelian yang tanpa

direncanakan dan dilakukan secara berulang-ulang pada produk fashion akibat

rasa ketagihan, bosan, tertekan terhadap pakaian pesta, pakaian kantor, kaos,

celana, rok, baju, dan lain sebagainya.

1) Saat memilki uang lebih pada akhir bulan, saya sering menghabiskan

uang tersebut untuk membeli produk fashion (Y1.1) adalah perilaku

seseorang yang menghabiskan sisa uangnya untuk membeli produk

fashion saat memiliki uang lebih pada akhir bulan.

Page 40: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

40

2) Orang lain akan heran jika mereka tahu kebiasaan saya dalam

berbelanja produk fashion yang saya inginkan (Y1.2) adalah perasaan

seseorang bahwa perilaku belanja produk fashionnya mampu membuat

orang lain merasa heran.

3) Saya sering membeli produk fashion meskipun saat ini belum memiliki

kemampuan membayar (Y1.3) adalah perilaku seseorang yang saat ini

membeli produk fashion dengan cara bukan tunai salah satunya dengan

menggunakan kartu kredit.

4) Saya berusaha mencari pinjaman uang dari orang lain demi membeli

produk fashion (Y1.4) adalah perilaku seseorang yang rela meminjam

uang dari orang lain untuk membeli produk fashion yang diinginkan.

5) Saya membeli produk fashion agar saya merasa senang (Y1.5) adalah

perilaku seseorang yang merasa senang setelah melakukan pembelian

produk fashion.

6) Saya merasa terganggu ketika tidak berbelanja produk fashion yang

saya inginkan (Y1.6) adalah perasaan seseorang yang merasa gelisah

ketika tidak berbelanja produk fashion yang diinginkan.

7) Saya sering melakukan pembayaran kartu kredit dalam jumlah

minimum untuk produk fashion yang saya beli (Y1.7) adalah perilaku

seseorang yang hanya melakukan pembayaran minimum pada tagihan

kartu kreditnya, biasanya berkisar antara 5-10 persen dari total tagihan.

Page 41: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

41

Page 42: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

42

Page 43: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

43

Page 44: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

44

4.3 Pengumpulan Data

4.3.1 Jenis data

4.3.1.1 Data berdasarkan sifatnya

Berdasarkan sifatnya, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini

dikategorikan ke dalam data kualitatif dan data kuantitatif yang dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1) Data Kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka. Yang

termasuk data kuantitatif dalam penelitian ini adalah data hasil kuesioner yang

telah diberi angka dan pada masing-masing jawaban yang diperoleh dari

penyebaran kuesioner dan pengeluaran per bulan.

2) Data Kualitatif adalah data yang tidak dinyatakan dalam bentuk angka,

seperti lokasi penelitian, karakteristik responden (nama, jenis kelamin,

pendidikan, dan pekerjaan), dan nama-nama daftar bank penerbit kartu kredit

di Indonesia

4.3.1.2 Data berdasarkan sumbernya

Adapun sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1) Data Primer

Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya dimana dicatat

untuk pertama kalinya dan masih perlu diolah lebih lanjut agar bisa

memberi hasil bagi penelitian.

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner

kepada responden yang telah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Page 45: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

45

2) Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dan dihimpun oleh pihak lain dan perlu diolah

kembali. Data sekunder dalam penelitian ini antara jumlah transaksi

dengan kartu kredit dari tahun 2008 sampai tahun 2009.

4.3.2 Penentuan populasi dan sampel penelitian

4.3.2.1 Populasi

Populasi adalah kumpulan dari objek yang akan diteliti (Sugiyono,

2005:73). Dalam penelitian ini, populasi dimaksudkan sebagai seluruh konsumen

yang pernah melakukan pembelian produk fashion dengan menggunakan kartu

kredit di berbagai pusat perbelanjaan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung

yang jumlahnya tidak diketahui secara pasti.

4.3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2005:73). Cooper dan Schnider dalam Kuncoro

(2003:109) mengemukakan penentuan sampel dengan mempertimbangkan (1)

harus besar agar dapat mewakili populasi; (2) harus mengandung hubungan

proporsional terhadap ukuran populasi. Bila populasi besar dan tidak mungkin

mempelajari semua yang ada dalam populasi, misalnya karena keterbatasan dana,

tenaga dan waktu maka dapat digunakan sampel yang diambil dari populasi

tersebut.

Berikutnya adalah pemilihan tehnik sampling, yaitu merupakan upaya

penelitian untuk mendapatkan sampel yang representatif yang dapat

menggamarkan populasi. Pengambilan sampel akan dilakukan dengan teknik

Page 46: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

46

purposive sampling yang bertujuan untuk memilih responden yang terseleksi oleh

peneliti sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan. Kriteria sampel pada

penelitian ini adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan minimal

Sekolah Menengah Atas/ Sederajat, responden saat ini sudah bekerja, responden

memiliki kartu kredit utama dan responden pernah melakukan pembelian tidak

terencana produk fashion dengan menggunakan kartu kredit utama minimal

sebanyak 3 kali dalam 12 bulan terakhir di berbagai pusat perbelanjaan di Kota

Denpasar dan Kabupaten Badung. Dipilihnya responden yang memiliki tingkat

pendidikan minimal Sekolah Menengah Atas/ Sederajat karena dengan

karakterstik ini ini responden dianggap mampu memahami dan menjawab

pertanyaan pada kuesioner secara objektif. Dipilihnya responden saat ini sudah

bekerja karena responden telah memiliki penghasilan, responden memiliki kartu

kredit utama karena pihak penerbit kartu kredit umumnya mensyaratkan

kepemilikan kartu kredit utama apabila telah memiliki penghasilan sendiri.

Sedangkan dipilihnya berbagai pusat perbelanjaan di Kota Denpasar dan

Kabupaten Badung sebagai objek dari penelitian ini karena sebagian besar pusat

perbelanjaan berada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.

Roscoe dalam Sugiyono (2005:90) memberikan saran untuk pengambilan

sampel penelitian apabila jumlah populasi tidak diketahui secara pasti yaitu:

ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.

Lebih lanjut menurut Ferdinand (2002:75) adalah ukuran sampel yang

representatif antara 100-200 sampel atau tergantung pada jumlah parameter yang

digunakan dalam seluruh variabel laten, yaitu jumlah parameter dikalikan 5

Page 47: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

47

sampai 10. Dalam penelitian ini jumlah indikator adalah sebanyak 35 indikator,

sehingga sampel yang digunakan adalah sebanyak 175 responden.

4.4 Instrumen Penelitian

4.4.1 Metode pengumpulan data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari jawaban atas kuesioner yang

dibagikan kepada responden dengan kriterianya telah ditetapkan sebelumnya.

Kuesioner yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara membuat daftar

pertanyaan tertulis untuk kemudian dibagikan kepada responden dengan beberapa

alternatif jawaban yang telah disediakan (Sugiyono, 2005:129). Jenis kuesioner

yang digunakan adalah kuesioner dengan daftar pernyataan tertutup, artinya

responden hanya bisa menjawab satu atau beberapa pilihan jawaban yang telah

disiapkan oleh peneliti.

Kuesioner dalam penelitian ini terdiri atas pertanyaan mengenai faktor

situasional, materialisme, penggunaan kartu kredit dan perilaku pembelian

kompulsif. Untuk mendapatkan responden sesuai dengan kriteria yang telah

ditetapkan maka terlebih dahulu diberikan screening quetions. Pertama, jika calon

responden memiliki tingkat pendidikan minimal Sekolah Menengah Atas/

Sederajat, maka wawancara dilanjutkan, namun jika calon responden memiliki

tingkat pendidikan dibawah Sekolah Menengah Atas/ Sederajat, maka wawancara

selesai. Kedua, jika calon responden saat ini sudah bekerja, maka wawancara

dilanjutkan namun jika tidak bekerja, maka wawancara selesai. Ketiga, jika calon

responden memiliki kartu kredit utama maka wawancara dilanjutkan, namun jika

Page 48: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

48

tidak memiliki kartu kredit utama, maka wawancara selesai. Keempat, jika calon

responden pernah melakukan pembelian tidak terencana produk fashion dengan

menggunakan kartu kredit minimal sebanyak 3 kali dalam 12 bulan terakhir di

berbagai pusat perbelanjaan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung maka

wawancara dilanjutkan namun jika dalam 12 bulan terakhir responden hanya

menggunakan kartu kredit untuk membeli produk fashion kurang dari 3 kali maka

wawancara selesai, wawancara pun selesai jika pembelian tersebut merupakan

pembelian terencana.

Kuesioner disebarkan di beberapa pusat-pusat perbelanjaan, bank,

kampus, perkantoran di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Provinsi Bali.

Kuesioner tetap disebarkan hingga didapatkan responden sesuai dengan sampel

penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.

4.4.1 Skala pengukuran

Untuk mengetahui evaluasi variabel faktor situasional, materialisme,

penggunaan kartu kredit dan perilaku pembelian kompulsif pada produk fashion,

maka skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini diukur dengan

menggunakan skala Likert dengan lima tingkatan. Dalam hal ini menggunakan

asumsi bahwa skala Likert menghasilkan pengukuran variabel dalam skala

interval. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang skala sosial di mana jawaban setiap

pertanyaan memiliki sejumlah kategori yang berturut-turut dari yang paling positif

sampai yang paling negatif. Pada skala Likert kemungkinan jawaban tidak hanya

Page 49: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

49

sekedar setuju dan tidak setuju atau jenis jawaban lain yang hanya memiliki dua

alternatif melainkan dibuat dengan lebih banyak jawaban.

Alasan lain pemilihan skala Likert dengan lima tingkatan ini antara lain:

kesesuaian dengan berbagai penelitian sebelumnya, memperbesar variasi jawaban

bila dibandingkan empat skala, dan agar terlihat kecenderungan pemilihan

responden terhadap variabel. Masing-masing alternatif jawaban pada variabel

faktor situasional, materialisme, dan penggunaan kartu kredit diberi skor numerik:

sangat setuju (5), setuju (4), netral (3), tidak setuju (2) dan sangat tidak setuju (1);

variabel perilaku pembelian kompulsif akan diberi skor numerik sebagai berikut:

sangat sering (5), sering (4), kadang-kadang (3), jarang (2), dan tidak pernah (1).

4.5 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan bantuan komputer dengan

program SPSS 16. Adapun teknik analisa yang digunakan adalah sebagai berikut:

4.5.1 Statistik deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis

data dengan cara mendeskripsikan atau menganalisis data yang terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk

umum atau generalisasi. Analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui

karakteristik dan tanggapan responden terhadap item-item pertanyaan dalam

kuesioner. Pada teknik analisis ini seluruh variabel yang diteliti dideskripsikan

dengan menggunakan nilai rata-rata dan persentase dari skor jawaban responden.

Page 50: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

50

4.5.2 Uji kualitas data

Data yang dihasilkan pada penelitian ini akan dievaluasi melalui uji

validitas dan reliabilitas. Uji ini akan dilakukan untuk mengetahui konsistensi dan

akurasi data yang dikumpulkan dari hasil penelitian (Ghozali, 2001: 47) .

Metode statistik yang digunakan untuk menguji validitas variabel dari

analisis faktor dapat dilihat pada Tabel 4.5. Berdasarkan Tabel 4.5, analisis faktor

dapat digunakan apabila besarnya KMO minimal 0,5 dan jika nilai KMO di

bawah 0,5 maka analisis faktor tidak bisa digunakan. Di samping itu, faktor yang

dipertimbangkan bermakna adalah bilamana varian kumulatifnya minimal 50

persen, signifikan pada maksimal 0,05 dan apabila item indikatornya mempunyai

loading faktor di atas 0,50 maka dinyatakan valid.

Tabel 4.5 Nilai Validitas dalam Analisis Faktor

Nilai Validitas Cut-off Value KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) ≥ 0,50 Significance Probability ≤ 0,05 Varians Kumulatif ≥ 50 persen Faktor Loading ≥ 0,50

Sumber : Utama, 2009

Sedangan uji reliabilitas menunjukkan konsistensi dan stabilitas dari suatu

skor (skala pengukuran). Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika

jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke

waktu dengan kata lain bahwa reliabilitas menunjukan apakah suatu pengukuran

dapat memberikan hasil yang konsisten apabila dilakukan pengukuran kembali

terhadap subjek yang sama. Teknik yang digunakan untuk menguji reliabilitas

butir pertanyan dalam penelitian ini adalah metode uji reliabilitas cronbach alpha

Page 51: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

51

dengan standar nilai reliabilitas instrumen adalah lebih besar atau sama dengan

0.6.

4.5.3 Uji asumsi klasik

Dalam penelitian ini menggunakan alat uji regresi linier berganda.

Sebelum model regresi digunakan, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi

klasik untuk mengetahui keberartian hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen (Ghozali, 2006: 211). Penelitian ini menggunakan tiga uji

asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedatisitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi, resedual

mempunyai distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Resedual berdistribusi normal apabila

tingkat signifikasinya menunjukan nilai yang lebih besar dari 0,05.

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Multikolinearitas dapat dilihat

dari tolerance atau variance inflatation factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih

dari 10 % atau VIF kurang dari 10 dikatakan tidak ada multikolinearitas.

c. Uji Heteroskedatisitas

Uji heteroskedatisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan

variance resedual suatu pengamatan ke pengamatan ke pengamatan lain. Untuk

mendeteksi heteroskedatisitas dengan menggunakan uji Glejeser. Suatu model

Page 52: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

52

dikatakan tidak mengandung heteroskedatisitas apabila signifikasinya diatas

0,05.

4.5.4 Analisis regresi linier berganda

Alat uji regresi linier berganda dimaksudkan untuk melihat seberapa besar

pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen.

Model regresi berganda dalam penelitian ini yaitu:

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + e ................................................................ (1)

Penelitian ini juga dilakukan untuk menguji pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat menggunakan variabel pemoderasi. Variabel pemoderasi

ini memperkuat atau memperlemah hubungan variabel bebas dan variabel terikat.

Model regresi yang dapat digunakan untuk menguji pengaruh variabel pemoderasi

uji nilai selisih mutlak. Alasan menggunakan uji nilai selisih mutlak adalah karena

model ini mampu mengatasi masalah multikolinearitas yang umumnya terjadi

sangat tinggi apabila menggunakan uji interaksi (Utama, 2009: 131).

Y = β0 + β1 X1 + β2X2 +β3Z +β4 I X2-Z I + e

Menurut Frucot dan Shearon (1991 dalam Utama, 2009: 131), untuk

menghindari excluded variable pada pengujian statistik maka dilakukan

standardized score pada variabel-variabel independen sehingga model tersebut

menjadi:

Y = β0 + β1Z X1 + β2 ZX2 + β3Zz + β4 I ZX2-Zz I +e ................ (2)

Keterangan:

β0 : Konstanta

β1, β2, β3, β4 : Koefisien Regresi

Page 53: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

53

Y : Perilaku pembelian kompulsif

ZX1 : Faktor situasional yang distandardized

ZX2 : Materialisme yang distandardized

Zz : Penggunaan Kartu Kredit yang distandardized

I ZX2-Zz I : Interkasi yang diukur dengan nilai absolut perbedaan

antara ZZ dan ZX2

E : Error

Langkah yang dilakukan setelah variabel distandardized scored adalah

menentukan apakah variabel penggunaan kartu kredit (Zz) merupakan variabel

pemoderasi atau bukan. Hal ini dapat dilihat dari apapun nilai β2 (signifikan atau

tidak, postif atau negatif), asalkan β4 signifikan berarti penggunaan kartu kredit

(Zz) merupakan variabel moderating (Utama, 2009: 128). Setelah itu, untuk

menentukan apakah variabel moderasi memperkuat pengaruh variabel dependen

terhadap variabel independen. Dalam persamaan ini, jika β4 signifikan,

selanjutnya dilacak apakah variabel Zz memperkuat atau memperlemah pengaruh

X2 terhadap Y, yaitu:

a) Jika β2 positif, signifikan atau tidak dan β4 positif signifikan, maka Zz

sebagai variabel moderating yang memperkuat pengaruh ZX2 terhadap Y

(pengaruh positifnya bertambah)

b) Jika β2 negatif, signifikan atau tidak dan β4 negatif signifikan, maka Zz

sebagai variabel moderating yang memperkuat pengaruh ZX2 terhadap Y

(pengaruh negatifnya bertambah)

Page 54: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

54

c) Jika β2 positif, signifikan atau tidak dan β4 negatif signifikan, maka Zz

sebagai variabel moderating yang memperlemah pengaruh ZX2 terhadap Y

(pengaruh positifnya berkurang)

d) Jika β2 negatif, signifikan atau tidak dan β4 positif signifikan, maka Zz

sebagai variabel moderating yang memperlemah pengaruh ZX2 terhadap Y

(pengaruh negatifnya berkurang)

4.5.5 Uji hipotesis

Ketepatan fungsi regresi untuk pengujian hipotesis dalam menaksir nilai aktual

dapat diukur dari goodness of fit. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari

nilai statistik uji signifikansi parameter individual, nilai statistik F, dan nilai

koefisien determinasi (Ghozali, 2006: 211). Untuk lebih rinci, dapat dijabarkan

sebagai berikut:

a. Uji Signifikansi Parameter Individual

Uji signifikansi parameter individual menunjukkan seberapa jauh pengaruh

satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

dependen. Apakah variabel independen berpengaruh secara nyata atau tidak.

Untuk menentukan tingkat signifikansi secara parsial antara variabel-variabel

bebas dan variabel terikat, maka hipotesis harus diuji pada taraf signifikan 5%

atau 0,05 secara dua arah (two tail). Selanjutnya diambil suatu keputusan,

diterima atau ditolak suatu hipotesis, yaitu dengan cara membandingkan Beta

hitung (nilai Unstandardized Coefficients pada Tabel Coefficients) dengan Beta

tabel dengan kriteria atau dengan membandingkan nilai signifikan yang

Page 55: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

55

diperoleh dari hasil uji statistik dengan nilai signifikan yang telah ditentukan.

Pada penelitian ini akan menggunakan signifikansi 5% atau 0,05.

b. Uji F

Sehubungan dengan uji regresi linier berganda, uji hipotesis ditentukan dengan

menggunakan Uji F. Pengujian ini dilakukan dengan menentukan signifikansi

pengaruh-pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat.

Pengujian ini akan membandingkan nilai signifikan dari hasil pengujian data

dengan membandingkan nilai signifikan yang telah ditetapkan. Pada penelitian

ini akan menggunakan signifikansi 5% atau 0,05.

c. Koefisien Determinasi

Koefisien deteminasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam

menerangkan variasi variabel terikat. Apabila hanya terdapat satu variabel

independen maka R2 yang dipakai. Tetapi apabila terdapat dua atau lebih

variabel independen maka Adjusted R2 yang digunakan. Setiap tambahan suatu

variabel bebas, maka R2 pasti meningkat. Sedangkan nilai Adjusted R2 dapat

naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam suatu

model.

Page 56: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

56

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 175 orang

pengguna kartu kredit utama dengan kriteria yang telah disebutkan sebelumnya

yaitu responden yang memiliki tingkat pendidikan minimal Sekolah Menengah

Atas/ Sederajat, responden saat ini sudah bekerja, responden memiliki kartu kredit

utama dan responden pernah melakukan pembelian tidak terencana produk

fashion dengan menggunakan kartu kredit minimal sebanyak 3 kali dalam 12

bulan terakhir di berbagai pusat perbelanjaan di Kota Denpasar dan Kabupaten

Badung. Karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.1

(Lampiran 4).

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap karakteristik responden dalam

Tabel 5.1 (Lampiran 4) yang dikelompokan menjadi 4 kategori yaitu:

1) Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan Tabel 5.1 terdapat 73 responden atau sebesar 41,70 persen

responden berjenis kelamin pria, sedangkan selebihnya sebanyak 102 responden

atau sebesar 58,30 persen merupakan responden berjenis kelamin wanita. Dengan

demikian, maka dapat dikatakan bahwa responden wanita lebih dominan

jumlahnya daripada responden pria.

Page 57: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

57

Tabel 5.1 Karakteristik Responden

No Karakteristik Responden Jumlah

Orang Kontribusi (%)

Berdasarkan Jenis Kelamin

1 Pria 73 41.70

2 Wanita 102 58.3

Total 175 100

Berdasarkan Kelompok Usia

1 >21 - 25 tahun 53 30.30

2 26 - 35 tahun 70 40.00

3 36 - 45 tahun 42 24.00

4 46 - 55 tahun 10 5.70

Total 175 100

Berdasarkan Profesi

1 Wiraswasta 27 15.40

2 Karyawan BUMN/BUMD 76 37.70

3 Pegawai Negeri 35 20.00

4 Pegawai Swasta 40 22.90

5 Lain-lain 7 4.00

Total 175 100

Berdasarkan Pengeluaran Individu Perbulan

1 ≤ Rp 3.000.000 33 18.86

2 Rp 3.000.001-Rp 3.500.000 62 35.43

3 Rp 3.500.001-Rp 4.000.000 65 37.14

4 Rp 4.000.001-Rp 4.500.000 14 8.00

5 > Rp 4.500.000 1 0,60

Total 175 100 Sumber: Hasil Penelitian, Lampiran 4

Page 58: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

58

2) Karakteristik Responden berdasarkan Kelompok Usia

Usia responden dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu (1) kelompok

usia >21-25 tahun, (2) kelompok usia 26-35 tahun, (3) kelompok usia 36-45 tahun,

(4) kelompok usia 46-55 tahun dan (5) kelompok usia >55 tahun.

Berdasarkan hasil pengolahan data dalam Tabel 5.1 karakteristik responden

dari segi usia, maka dapat diketahui bahwa responden dalam kelompok usia 26

hingga 35 tahun merupakan yang paling banyak jumlahnya yaitu sebanyak 70

orang atau sebesar 40 persen, hal ini dikarenakan kisaran usia tersebut merupakan

usia produktif dan keinginan untuk tampil mengikuti trend akan busana fashion

lebih besar daripada reponden dengan kelompok usia 46 hingga 55 tahun yang

hanya sebanyak 10 orang atau sebesar 5,70 persen

3) Karakteristik Responden berdasarkan Profesi

Berdasarkan Tabel 5.1, responden berdasarkan profesi digolongkan dalam 5

kelompok, yaitu (1) responden berprofesi sebagai wiraswasta, (2) responden

berprofesi sebagai karyawan BUMD/BUMN, (3) responden berprofesi sebagai

pegawai negeri, (4) responden berprofesi sebagai pegawai swasta, dan (5)

kelompok profesi lain-lain (diluar kelima profesi diatas).

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa karakteristik responden berdasarkan profesi

didominasi oleh responden yang berprofesi sebagai karyawan BUMN/BUMD yaitu

sebanyak 76 orang atau sebesar 37,70 persen, dan yang paling sedikit adalah lain-

lain yaitu sebesar 7 orang atau 4 persen, hal ini disebabkan karena responden yang

berprofesi sebagai karyawan BUMN/BUMD dituntut untuk selalu menjaga

penampilan agar selalu tetap menarik dan rapi.

Page 59: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

59

4) Karakteristik Responden berdasarkan Pengeluaran Individu per Bulan

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan

jumlah pengeluaran individu perbulan Rp. 3.500.001 hingga Rp. 4.000.000,- adalah

yang terbanyak yaitu 65 orang atau sebesar 37,14 persen, selanjutnya adalah

respoden dengan pengeluaran individu sebulan Rp. 3.000.001 hingga Rp.

3.500.000,- sebanyak 62 orang atau sebesar 35,43 persen. Terbanyak ketiga adalah

responden dengan pengeluaran individu perbulan ≤ Rp. 3.000.001,- yaitu sebanyak

33 orang atau sebesar 18,86 persen, kemudian terbanyak keempat adalah responden

dengan pengeluaran Rp. 3.000.000,- sebanyak 33 orang atau sebesar 18,86 persen,

dan responden dengan pengeluaran individu antara Rp 4.000.001-Rp 4.500.000

sebanyak 14 orang atau 8 persen dan terakhir adalah responden dengan pengeluaran

>Rp 4.500.000 sebanyak 1 orang atau 0,6 persen.

5.2 Hasil Analisis Deskriptif

Staristik deskriptif digunakan untuk mengetahui tanggapan responden

terhadap masing-masing indikator dari variabel, dengan mendeskripsikan data

melalui tabel distribusi frekuensi jawaban responden terhadap pernyataan yang

diajukan. Menurut Umar (2005: 137), untuk mengetahui penilaian responden baik

atau tidak baik digunakan rata-rata skor yang dibagi menjadi lima klasifikasi dari

skala 1 (yang terendah) sampai skala 5 (yang tertinggi) dengan kriteria sebagai

berikut:

Rs = m ( n-1) (n.m)

Page 60: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

60

Rs = =

Keterangan :

m = Jumlah responden

n = Jumlah skala

dengan demikian, klasifikasi penilaian terhadap variabel penelitian secara

menyeluruh akan dilihat dari rata-rata skor dengan kriteria sebagai berikut :

1,00 – 1,80 = sangat rendah

1,81 – 2,60 = rendah

2,61 – 3,40 = cukup

3,41 – 4,20 = tinggi

4,21 – 5,00 = sangat tinggi

5.2.1 Variabel faktor situasional

Variabel faktor situasional dalam hal ini diukur dengan dua belas item

pernyataan. Tabel 5.2 menjelaskan deskripsi variabel yang berkaitan dengan

faktosr situasional yang merupakan hasil penelitian terhadap 175 responden.

Berdasarkan Tabel 5.2, skor rata-rata persepsi responden terhadap faktor

situasional adalah 2,73 (Lampiran 5). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa

faktor situasional berada dalam kategori cukup. Hal ini berdasarkan pada skor

rata-rata persepsi responden terhadap masing-masing indikator faktor situasional

yang keseluruhannya berada dalam kategori cukup.

Page 61: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

61

Tabel 5.2 Distribusi Skor Rata-rata Persepsi Responden terhadap Variabel Faktor Situasional

No. Indikator Variabel

Frekuensi Pernyataan Responden

Total Skor

Jumlah Responden

Rata-rata Skor Ket.

SS S N TS STS

5 4 3 2 1

1.

Saya sering melakukan pembelian yang tidak terencana 29 55 42 38 11 578 175 3,30 Cukup

2.

Saya berbelanja lebih banyak daripada yang direncanakan sebelumnya ketika berbelanja dengan teman

20 54 43 48 10 476 175 2,72 Cukup

3.

Pengaturan toko yang menarik membuat saya berbelanja diluar rencana sebelumnya 16 61 41 45 12 490 175 2,8 Cukup

4.

Pramuniaga yang ramah membuat saya membeli produk diluar rencana sebelumnya 27 54 40 47 7 469 175 2,68 Cukup

5.

Alunan musik membuat saya berbelanja diluar rencana sebelumnya 21 59 39 44 12 479 175 2,74 Cukup

6.

Aroma ruangan yang harum membuat saya berbelanja diluar rencana sebelumnya 11 53 42 47 22 470 175 2,69 Cukup

7. Lokasi pusat perbelanjaan yang mudah dijangkau merangsang saya untuk berbelanja 15 50 43 47 20 463 175 2,65 Cukup

8. Kegiatan promosi merangsang saya untuk melakukan pembelian diluar rencana sebelumnya

11 45 41 59 19 456 175 2,61 Cukup

9. Display yang menarik merangsang saya untuk melakukan pembelian diluar rencana sebelumnya

12 44 36 62 21 446 175 2,55 Cukup

10. Kemasan produk yang menarik merangsang saya untuk melakukan pembelian diluar rencana sebelumnya

23 47 47 46 12 461 175 2,63 Cukup

11. Penempatan produk yang mudah dijangkau mempengaruhi saya untuk melakukan pembelian tidak terencana

27 68 29 42 9 484 175 2,77 Cukup

12. Merek yang terkenal merangsang saya untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya

26 52 46 40 11 468 175 2,67 Cukup

Total 32,80

Rata-rata 2,73 Cukup

Sumber: Hasil Penelitian, Lampiran 5

Page 62: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

62

5.2.2 Variabel materialisme

Variabel materialisme dalam hal ini diukur dengan tiga dimensi yaitu

acquisition centrality terdiri atas tiga item pernyataan, possession defined success

terdiri atas tiga item pernyataan, dan acquisition as the pursuit of happiness tiga

item pernyataan. Tabel 5.3 (Lampiran 5) menjelaskan deskripsi variabel yang

berkaitan dengan variabel materialisme yang merupakan hasil penelitian terhadap

175 responden.

Tabel 5.3 Distribusi Skor Rata-rata Persepsi Responden terhadap Dimensi Variabel Materialisme

No.

Indikator Variabel

Frekuensi Pernyataan Responden

Total Skor

Jumlah Responden

Rata-rata Skor Ket.

SS S N TS STS

Dimensi 5 4 3 2 1

1.

acquisition centrality (X3)

Saya sering membeli sesuatu yang tidak saya butuhkan

16 41 41 51 26 495 175 2,83 Cukup

2.

acquisition centrality (X3)

Saya menyukai kemewahan

31 53 47 35 9 587 175 3,35 Cukup

3.

acquisition centrality (X3)

Membeli sesuatu memberikan kesenangan bagi saya

38 60 40 29 8 469 175 2,68 Cukup

4.

possession defined success (X4)

Saya sangat mengagumi orang lain yang memiliki barang-barang yang mahal

20 47 50 43 15 539 175 3,08 Cukup

5.

possession defined success (X4)

Jumlah materi yang dimiliki seseorang merupakan ukuran sebuah kesuksesan

34 46 41 38 16 438 175 2,50 Cukup

6.

possession defined success (X4)

Saya ingin memiliki barang-barang yang dapat mengesankan orang lain

32 56 43 37 7 594 175 3,39 Cukup

Page 63: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

63

No.

Indikator Variabel

Frekuensi Pernyataan Responden

Total Skor

Jumlah Responden

Rata-rata Skor Ket.

SS S N TS STS

Dimensi 5 4 3 2 1

7.

acquisition as the pursuit of happiness (X5)

Memiliki barang yang saat ini belum saya miliki membuat saya bahagia

22 62 42 34 15 484 175 2,77 Cukup

8.

acquisition as the pursuit of happiness (X5)

Membeli banyak barang membuat saya bahagia

21 52 49 40 13 474 175 2,71 Cukup

9.

acquisition as the pursuit of happiness (X5)

Saya merasa resah saat tidak sanggup membeli barang yang saya sukai

21 66 40 36 12 494 175 2,82 Cukup

Total 26,14

Rata-rata 2,90 Cukup

Sumber: Hasil Penelitian, Lampiran 5

Berdasarkan Tabel 5.3, skor rata-rata persepsi responden terhadap

materialisme adalah 2,90 (Tabel 5.3). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa

materialisme berada dalam kategori cukup. Hal ini berdasarkan pada skor rata-

rata persepsi responden terhadap masing-masing indikator materialisme yang

keseluruhannya berada dalam kategori cukup.

5.2.3 Variabel penggunaan kartu kredit

Variabel penggunaan kartu kredit dalam hal ini diukur dengan tujuh item

pernyataan. Tabel 5.4 menjelaskan deskripsi variabel yang berkaitan dengan

penggunaan kartu kredit yang merupakan hasil penelitian terhadap 175 responden.

Berdasarkan Tabel 5.4, skor rata-rata persepsi responden terhadap

penggunaan kartu kredit adalah 3,21 (Lampiran 5). Dengan demikian dapat

dinyatakan bahwa penggunaan kartu kredit berada dalam kategori cukup. Hal ini

Page 64: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

64

berdasarkan pada skor rata-rata persepsi responden terhadap masing-masing

indikator penggunaan kartu kredit yang keseluruhannya berada dalam kategori

cukup.

Tabel 5.4 Distribusi Skor Rata-rata Persepsi Responden terhadap Variabel Penggunaan Kartu Kredit

No. Indikator Variabel

Frekuensi Pernyataan Responden Total Skor

Jumlah Responden

Rata-rata Skor

Ket. SS S N TS STS

5 4 3 2 1

1.

Tagihan kartu kredit saya mencapai limit maksimum 24 90 27 30 4 625 175 3,57 Baik

2.

Saya tidak khawatir dengan harga produk fashion ketika menggunakan kartu kredit 14 80 39 32 10 581 175 3,32 Cukup

3.

Saya sering melakukan pembelian tanpa direncanakan ketika berbelanja produk fashion dengan menggunakan kartu kredit

47 67 24 29 8 458 175 2,62 Cukup

4.

Saya berbelanja produk fashion lebih banyak ketika menggunakan kartu kredit 43 63 33 29 7 631 175 3,61 Baik

5.

Saya sering berbelanja produk fashion melebihi batas kredit yang saya dapatkan 33 76 33 31 2 505 175 2,89 Cukup

6.

Saya sering mengambil uang tunai menggunakan kartu kredit saya untuk berbelanja produk fashion

37 71 30 32 5 628 175 3,59 Baik

7. Saya menggunakan lebih dari satu kartu kredit 28 81 28 29 9 508 175 2,90 Cukup

Total 22,49

Rata-rata 3,21 Cukup

Sumber: Hasil Penelitian, Lampiran 5

5.2.4 Variabel perilaku pembelian kompulsif

Variabel perilaku pembelian kompulsif dalam hal ini diukur dengan tujuh

item pernyataan. Tabel 5.5 menjelaskan deskripsi variabel yang berkaitan dengan

perilaku pembelian kompulsif yang merupakan hasil penelitian terhadap 175

responden.

Page 65: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

65

Berdasarkan Tabel 5.5, skor rata-rata persepsi responden terhadap

perilaku pembelian kompulsif adalah 3,04 (Lampiran 5). Dengan demikian dapat

dinyatakan bahwa perilaku pembelian kompulsif berada dalam kategori cukup.

Hal ini berdasarkan pada skor rata-rata persepsi responden terhadap masing-

masing indikator perilaku pembelian kompulsif yang keseluruhannya berada

dalam kategori cukup.

Tabel 5.5 Distribusi Skor Rata-rata Persepsi Responden terhadap Variabel Perilaku Pembelian Kompulsif

No. Indikator Variabel

Frekuensi Pernyataan Responden Total Skor

Jumlah Responden

Rata-rata Skor Ket. SS S KK H TP

5 4 3 2 1

1.

Saat memilki uang lebih pada akhir bulan, saya sering menghabiskan uang tersebut untuk membeli produk fashion

29 61 32 43 10 581 175 3,32 Cukup

2.

Orang lain akan heran jika mereka tahu kebiasaan saya dalam berbelanja produk fashion yang saya inginkan

35 57 39 32 12 596 175 3,41 Baik

3.

Saya sering membeli produk fashion meskipun saat ini belum memiliki kemampuan membayar

28 59 33 39 16 462 175 2,64 Cukup

4.

Saya berusaha mencari pinjaman uang demi membeli produk fashion yang saya inginkan

29 50 43 43 10 570 175 3,26 Cukup

5.

Saya sering membeli produk fashion agar merasa senang 28 65 41 32 9 489 175 2,79 Cukup

6.

Saya merasa gelisah ketika tidak berbelanja produk fashion yang saya inginkan

34 62 38 30 11 603 175 3,45 Baik

7. Saya sering melakukan pembayaran kartu kredit dalam jumlah minimum untuk produk fashion yang saya beli

35 43 38 44 15 429 175 2,45 Cukup

Total 21,31

Rata-rata 3,04 Cukup

Sumber: Hasil Penelitian, Lampiran 5

Page 66: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

66

5.3 Uji Kualitas Data

5.3.1 Uji validitas

Metode statistik yang digunakan untuk menguji validitas variabel dari

analisis faktor adalah dengan melihat besarnya KMO minimal 0,5 dan jika nilai

KMO di bawah 0,5 maka analisis faktor tidak bisa digunakan. Di samping itu,

faktor yang dipertimbangkan bermakna adalah bilamana varian kumulatifnya

minimal 50 persen, signifikan pada maksimal 0,05 dan apabila item indikatornya

mempunyai loading faktor di atas 0,50 maka dinyatakan valid, seperti tertuang

pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Nilai Validitas dalam Analisis Faktor

Nilai Validitas Cut-off Value KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) ≥ 0,50 Significance Probability ≤ 0,05 Varians Kumulatif ≥ 50 persen Faktor Loading ≥ 0,50

Sumber: Utama: 2009

Untuk menjaga keakurasian hasil analisis, digunakan alat bantu komputer

dengan program SPSS versi 16. Berikut ini disajikan hasil analisis data dan

pembahasan hasil analisis data yang telah dilakukan.

Tabel 5.7 Nilai Validitas Variabel Faktor Situasional

Variabel Dimensi Indikator KMO X2 Significance Probability

Varians Kumulatif

Anti Image

Faktor Situasional (X1) - X1.1 0.872 1.117.939 0.000 35.297 0.872

X1.2 59.597 0.861

X1.3 0.878

X1.4 0.880

X1.5 0.915

Variabel Dimensi Indikator KMO X2 Significance Probability

Varians Kumulatif

Anti Image

Page 67: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

67

Faktor Situasional (X1) - X1.6 0.907

X1.7 0.903

X1.8 0.820

X1.9 0.806

X1.10 0.861

X1.11 0.843

X1.12 0.917

Sumber: Hasil Penelitian, Lampiran 6

Tabel 5.8 Nilai Validitas Dimensi Acquisition Centrality

Variabel Dimensi Indikator KMO Significance Probability

Total Varians

Kumulatif

Loading Faktor Keterangan

Materialisme (X2)

acquisition centrality (X3) X3.1 0.665 0.000 62.485 0.698 Valid

X3.2 0.668 Valid

X3.3 0.638 Valid

Sumber: Hasil Penelitian, Lampiran 6

Tabel 5.9 Nilai Validitas Dimensi Possession Defined Success

Variabel Dimensi Indikator KMO Significance Probability

Total Varians

Kumulatif

Loading Faktor Keterangan

Materialisme (X2)

possession defined success(X4) X4.1 0.674 0.000 65.197 0.673 Valid

X4.2 0.643 Valid

X4.3 0.718 Valid

Sumber: Hasil Penelitian, Lampiran 6

Tabel 5.10 Nilai Validitas Dimensi Acquisition as the Pursuit of Happiness

Variabel Dimensi Indikator KMO Significance Probability

Total Varians

Kumulatif

Loading Faktor Keterangan

Materialisme (X2)

acquisition as the pursuit of

happiness (X5) X5.1 0.603 0.000 59.332 0.580 Valid

X5.2 0.574 Valid

X5.3 0.753 Valid

Sumber : Hasil Penelitian, Lampiran 6

Page 68: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

68

Tabel 5.11 Nilai Validitas Variabel Penggunaan Kartu Kredit

Variabel Dimensi Indikator KMO Significance Probability

Total Varians

Kumulatif

Loading Faktor Keterangan

Penggunaan Kartu Kredit (Z)

- Z1.1 0.867 0.000 63.168 0.891 Valid

Z1.2 0.857 Valid

Z1.3 0.873 Valid

Z1.4 0.845 Valid

Z1.5 0.846 Valid

Z1.6 0.876 Valid

Z1.7 0.898 Valid

Sumber : Hasil Penelitian, Lampiran 6

Tabel 5.12 Nilai Validitas Variabel Perilaku Pembelian Kompulsif

Variabel Dimensi Indikator KMO Significance Probability

Varians Kumulatif

Loading Faktor Keterangan

Perilaku Pembelian Kompulsif (Y)

- Y1.1 0.861 0.000 60.029 0.879 Valid

Y1.2 0.873 Valid

Y1.3 0.781 Valid

Y1.4 0.916 Valid

Y1.5 0.869 Valid

Y1.6 0.819 Valid

Y1.7 0.895 Valid

Sumber : Hasil Penelitian, Lampiran 6

Hasil uji validitas pada Tabel 5.7, Tabel 5.8, Tabel 5.9, Tabel 5.10, Tabel

5.11 dan Tabel 5.12 (Lampiran 6), dapat diketahui bahwa, semua variabel

memiliki nilai Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) Measure of Sampling Adequacy

(MSA) ≥ 0.05, signifikan pada ≤ 0,05, total varians komulatif ≥ 50% dan nilai

factor loading ≥ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh data dari

variabel-variabel penelitian ini adalah valid atau sahih.

Page 69: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

69

5.3.2 Uji reliabilitas

Setelah diketahui bahwa hasil olah data dari indikator-indikator mengenai

variabel-variabel penelitian ini valid, maka langkah berikutnya adalah menguji

reliabilitasnya. Ringkasan hasil uji reliabilitas adalah sebagai berikut:

Tabel 5.13 Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Dimensi Alpha Cronbach

Standard Alpha

Cronbach Keterangan

Faktor Situasional - 0.904 0.60 Reliabel

Materialisme acquisition centrality 0.698 0.60 Reliabel

possession defined success 0.733 0.60 Reliabel

acquisition as the pursuit of happiness 0.651 0.60 Reliabel

Penggunaan Kartu Kredit - 0.900 0.60 Reliabel

Perilaku Pembelian Kompulsif - 0.888 0.60 Reliabel

Sumber: Hasil Penelitian, Lampiran 7

Data yang reliabel diperoleh dari hasil pengukuran suatu alat pengukur

yang mampu menunjukkan adanya konsistensi atas hasil-hasilnya ketika

mengukur gejala yang sama. Suatu instrumen yang mampu menghasilkan data

yang reliabel tersebut jika memiliki nilai Alpha Cronbach lebih dari 0,60.

Hasil uji reliabilitas ini dilakukan pada 175 orang responden penelitian

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach seperti yang

disajikan pada Tabel 5.13 (Lampiran 7) menunjukkan bahwa koefisien Alpha

Cronbach masing-masing variabel lebih dari 0,60 sehingga data dari semua

variabel penelitian ini dapat dinyatakan reliabel.

Page 70: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

70

5.4 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk menghasilkan suatu analisis data yang

akurat, suatu persamaan regresi sebaiknya terbebas dari asumsi-asumsi yang harus

dipenuhi yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedatisitas

Pengujian yang dilakukan atas data penelitian secara keseluruhan pada variabel

independen terdiri atas variabel faktor situasional dan variabel materialisme,

variabel moderating yaitu penggunaan kartu kredit dan variabel dependen yaitu

perilaku pembelian kompulsif.

Adapun persamaan yang dilakukan uji asumsi klasik yaitu:

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + e ................................................................ (1)

Y = β0 + β1Z X1 + β2 ZX2 + β3ZZ + β4 I ZX2-ZZ I +e ..................... (2)

Keterangan: β0 : Konstanta

β1, β2, β3, β4 : Koefisien Regresi

Y : Perilaku pembelian kompulsif

X1 : Faktor situasional

ZX1 : Faktor situasional yang distandardized

X2 : Materialisme

ZX2 : Materialisme yang distandardized

ZZ : Penggunaan Kartu Kredit distandardized

I ZX2-ZZ I : Interkasi yang diukur dengan nilai absolut

perbedaan antara ZZ dan ZX2

e : Error

Page 71: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

71

Model persamaan satu dan dua menggunakan tiga uji asumsi klasik yaitu

uji normalitas, uji multikoliearitas, dan uji heteroskedatisitas yang dijabarkan

sebagai berikut:

3) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi,

resedual mempunyai distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Resedual berdistribusi normal apabila

tingkat signifikasinya menunjukan nilai yang lebih besar dari 0,05. Hasil dari

penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 5.14 Uji Normalitas Data dengan Uji Kolmogorov-Smirnov Persamaan Pertama

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

175.00000005.126398

.058

.055-.058.763.605

NMeanStd. Deviation

Normal Parameters a,b

AbsolutePositiveNegative

Most ExtremeDifferences

Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)

Residual

Test distribution is Normal.a.

Calculated from data.b.

Sumber : Hasil Penelitian, Lampiran 8

Berdasarkan Tabel 5.14 (Lampiran 8) dapat dilihat bahwa pengaruh variabel

faktor situasional dan variabel materialisme terhadap variabel perilaku pembelian

kompulsif berdistribusi normal karena nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov

Z sebesar 0,763 signifikan pada 0,605 yang berarti lebih besar dari 0,05. Hal ini

menunjukan bahwa data berdistribusi normal.

Page 72: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

72

Tabel 5.15 Uji Normalitas Data dengan Uji Kolmogorov-Smirnov Persamaan Kedua

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

175.11117663.945557

.101

.068-.1011.333

.057

NMeanStd. Deviation

Normal Parameters a,b

AbsolutePositiveNegative

Most ExtremeDifferences

Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)

Residual

Test distribution is Normal.a.

Calculated from data.b.

Sumber : Hasil Penelitian, Lampiran 9

Begitu pula dari hasil penelitian pada Tabel 5.15 (Lampiran 9) dapat

dilihat bahwa pengaruh variabel faktor situasional dan variabel materialisme

terhadap variabel perilaku pembelian kompulsif dengan penggunaan kartu kredit

sebagai pemoderasi, data berdistribusi normal karena nilai signifikansi uji

Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 1,333 signifikan pada 0,507 yang berarti lebih

besar dari 0,05. Hal ini menunjukan bahwa data berdistribusi normal.

4) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Multikolinearitas dapat dilihat

dari tolerance atau variance inflatation factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih

dari 10 % atau VIF kurang dari 10 dikatakan tidak ada multikolinearitas.

Page 73: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

73

Tabel 5.16 Uji Multikolinearitas Persamaan Pertama

Coefficientsa

7.145 1.674 4.269 .000 3.841 10.449.277 .064 .413 4.353 .000 .151 .403 .587 .315 .265 .410 2.442.188 .079 .225 2.374 .019 .032 .345 .543 .178 .144 .410 2.442

(Constant)SituasionalMaterialisme

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig. Lower BoundUpper Bound95% Confidence Interval for B

Zero-order Partial PartCorrelations

Tolerance VIFCollinearity Statistics

Dependent Variable: Kompulsifa.

Sumber : Hasil Penelitian, Lampiran 8

Tabel 5.17 Uji Multikolinearitas Persamaan Kedua

Coefficientsa

22.421 .504 44.507 .000 21.426 23.4151.279 .549 .199 2.328 .021 .195 2.363 .587 .176 .114 .327 3.0631.070 .496 .166 2.157 .032 .091 2.049 .543 .163 .105 .400 2.4993.461 .376 .538 9.205 .000 2.719 4.203 .715 .577 .449 .697 1.4361.095 .487 .116 2.248 .026 .134 2.057 .034 .170 .110 .898 1.114

(Constant)ZSituasionalZMaterialismeZKartu KreditAbs ZMatZKK

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval for B

Zero-order Partial PartCorrelations

Tolerance VIFCollinearity Statistics

Dependent Variable: Kompulsifa.

Sumber : Hasil Penelitian, Lampiran 9

Berdasarkan Tabel 5.16 (Lampiran 8) dan Tabel 5.17 (Lampiran 9), dapat

dilihat bahwa model penelitian ini tidak terjadi gejala multikolinearitas, di mana

nilai tolerance lebih dari 10 % atau VIF kurang dari 10, ini berarti tidak ada

hubungan yang kuat antar variabel bebas.

5) Uji Heteroskedatisitas

Uji heteroskedatisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi

ketidaksamaan variance resedual suatu pengamatan ke pengamatan ke

pengamatan lain. Untuk mendeteksi heteroskedatisitas dengan menggunakan uji

Glejeser. Suatu model dikatakan tidak mengandung heteroskedatisitas apabila

signifikasinya diatas 0,05.

Page 74: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

74

Tabel 5.18 Uji Heteroskedatisitas dengan Uji Glejeser Persamaan Pertama

Coefficientsa

6.837 1.088 6.282 .000-.026 .041 -.073 -.626 .532-.069 .052 -.156 -1.337 .183

(Constant)SituasionalMaterialisme

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig.

Dependent Variable: Abs Unst Residuala.

Sumber : Hasil Penelitian, Lampiran 8

Tabel 5.19 Uji Heteroskedatisitas dengan Uji Glejeser Persamaan Kedua

Coefficientsa

2.608 .307 8.500 .000.192 .334 .076 .575 .566

-.396 .302 -.156 -1.311 .192.368 .229 .145 1.607 .110.496 .297 .133 1.672 .096

(Constant)ZSituasionalZMaterialismeZKartu KreditAbs ZMatZKK

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig.

Dependent Variable: Abs Unst Residuala.

Sumber : Hasil Penelitian, Lampiran 9

Berdasarkan Tabel 5.18 (Lampiran 8) dan Tabel 5.19 (Lampiran 9) dapat

dilihat bahwa semuanya signifikan diatas 0.05, sehingga seluruh model dalam

penelitian ini tidak mengandung heteroskedatisitas

5.5 Uji Hipotesis

5.5.1 Uji hipotesis pertama dan kedua

Pada regresi ini, yang bertindak sebagai variabel dependen adalah perilaku

pembelian kompulsif, sedangkan yang menjadi variabel independen adalah faktor

situasional.

Page 75: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

75

Tabel 5.20 Uji Signifikansi Parameter Individual Hipotesis Satu dan Dua

Coefficientsa

7.145 1.674 4.269 .000 3.841 10.449.277 .064 .413 4.353 .000 .151 .403 .587 .315 .265 .410 2.442.188 .079 .225 2.374 .019 .032 .345 .543 .178 .144 .410 2.442

(Constant)SituasionalMaterialisme

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval for B

Zero-order Partial PartCorrelations

Tolerance VIFCollinearity Statistics

Dependent Variable: Kompulsifa.

Sumber: Hasil Penelitian, Lampiran 8

Tabel 5.21 Uji Simultan atau Uji Anova atau Uji F Test Hipotesis Satu dan Dua

ANOVAb

2626.626 2 1313.313 49.400 .000a

4572.712 172 26.5867199.337 174

RegressionResidualTotal

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Materialisme, Situasionala.

Dependent Variable: Kompulsifb.

Sumber: Hasil Penelitian, Lampiran 8

Tabel 5.22 Koefisien Determinasi Hipotesisis Satu dan Dua

Model Summaryb

.604a .365 .357 5.156 .365 49.400 2 172 .000 2.194Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

R SquareChange F Change df1 df2 Sig. F Change

Change StatisticsDurbin-Watson

Predictors: (Constant), Materialisme, Situasionala.

Dependent Variable: Kompulsifb.

Sumber: Hasil Penelitian, Lampiran 8

Berdasarkan Tabel 5.20 diperoleh persamaan:

Y = 7,145 + 0.277X1 + 0.188X2+e

Beta = 0,413 0,225

Sig = 0,000 0,019

Adjusted R2 = 0,357

Page 76: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

76

F = 49,400

Persamaan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

Berdasarkan hasil uji signifikansi parameter individual yang dapat dilihat

pada Tabel 5.20 (Lampiran 8) kolom Unstandardized Coefficient, menunjukkan

bahwa faktor situasional berpengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian

kompulsif di mana koefisien parameter faktor situasional bernilai 0,277 dengan

tingkat signifikansi 0,000. Materialisme juga secara parsial berpengaruh

signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif dengan nilai koefisien

parameter sebesar 0,188 pada signifikansi 0,019. Hasil data secara statistik pada

Tabel 5.20 juga menunjukkan bahwa Standardized Coefisien Beta variabel faktor

situasional adalah 0,413 dan Standardized Coefisien Beta variabel materialisme

adalah 0,225. Dari hasil analisis data tersebut maka dapat dilihat bahwa variabel

yang nilai koefisien Beta-nya tertinggi adalah variabel faktor situasional dengan

demikian bahwa faktor situasional merupakan variabel yang berpengaruh paling

dominan terhadap perilaku pembelian kompulsif. Hal ini menunjukkan bahwa

dalam melakukan pembelian secara kompulsif konsumen lebih dipengaruhi oleh

faktor situasional

Berdasarkan hasil Uji F pada Tabel 5.21 (Lampiran 8), didapat F hitung

sebesar 49,400 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,000. Maka dapat dikatakan

bahwa faktor situasional dan materialisme secara bersama-sama berpengaruh

terhadap perilaku pembelian kompulsif.

Tabel 5.22 (Lampiran 8) menunjukan bahwa koefisien determinasi yakni

nilai Adjusted R2 sebesar 0.357 atau 35,7 % berarti bahwa persentase sumbangan

Page 77: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

77

variabel independen yaitu faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku

pembelian kompulsif sebesar nilai koefisien determinasi yang ada yaitu 35.7%.

Sedangkan sisanya sebesar 64,3% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain

yang tidak dimasukan dalam model ini.

Ini berarti bahwa hipotesis pertama didukung, yaitu faktor situasional

berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif, begitu

pula hipotesis kedua yaitu materialisme berpengaruh postif dan signifikan

terhadap perilaku pembelian kompulsif.

5.5.2 Uji hipotesis ketiga

Pada regresi ini, yang bertindak sebagai variabel dependen adalah perilaku

pembelian kompulsif, sedangkan yang menjadi variabel independen adalah

materialisme dan variabel penggunaan kartu kredit sebagai variabel moderasi.

Tabel 5.23 Uji Signifikansi Parameter Individual Hipotesis Tiga

Coefficientsa

22.421 .504 44.507 .000 21.426 23.4151.279 .549 .199 2.328 .021 .195 2.363 .587 .176 .114 .327 3.0631.070 .496 .166 2.157 .032 .091 2.049 .543 .163 .105 .400 2.4993.461 .376 .538 9.205 .000 2.719 4.203 .715 .577 .449 .697 1.4361.095 .487 .116 2.248 .026 .134 2.057 .034 .170 .110 .898 1.114

(Constant)ZSituasionalZMaterialismeZKartu KreditAbs ZMatZKK

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig. Lower BoundUpper Bound95% Confidence Interval for B

Zero-order Partial PartCorrelations

Tolerance VIFCollinearity Statistics

Dependent Variable: Kompulsifa.

Sumber: Hasil Penelitian, Lampiran 9

Page 78: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

78

Tabel 5.24 Uji Simultan atau Uji Anova atau Uji F Test Hipotesis Tiga

ANOVAb

4287.017 4 1071.754 62.561 .000a

2912.320 170 17.1317199.337 174

RegressionResidualTotal

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Abs ZMatZKK, ZKartu Kredit, ZMaterialisme, ZSituasionala.

Dependent Variable: Kompulsifb.

Sumber: Hasil Penelitian, Lampiran 9

Tabel 5.25 Koefisien Determinasi Hipotesisis Tiga

Model Summaryb

.772a .595 .586 4.139 .595 62.561 4 170 .000 1.851Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

R SquareChange F Change df1 df2 Sig. F Change

Change StatisticsDurbin-Watson

Predictors: (Constant), Abs ZMatZKK, ZKartu Kredit, ZMaterialisme, ZSituasionala.

Dependent Variable: Kompulsifb.

Sumber: Hasil Penelitian, Lampiran 9

Berdasarkan Tabel 5.23 diperoleh persamaan:

Y = 22,421+1,279 ZX1+1,070 ZX2+3,461 Zz +1,095 I ZX2-Zz I + e

Sig = 0, 021 0,032 0,000 0,026

Adjusted R2 = 0,586

F = 62,561

Tabel 5.23 (Lampiran 9) kolom Unstandardized Coefficient menunjukan

bahwa variabel penggunaan kartu kredit merupakan variabel pemoderasi. Hal ini

dapat dilihat dari koefisien β4 yang benilai positif yaitu 1,095 dan signifikan pada

0,026 menunjukan bahwa penggunaan kartu kredit merupakan variabel moderasi.

Selanjutnya dilacak adalah menentukan apakah variabel moderasi memperkuat

pengaruh variabel dependen terhadap variabel independen. Dalam persamaan ini,

Page 79: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

79

β4 postif dengan nilai 1,095 signifikan pada 0,026, β2 positif dengan nilai 1,070

dan signifikan pada 0,000, maka penggunaan kartu kredit sebagai variabel

moderating memperkuat pengaruh faktor situasional terhadap Y perilaku

pembelian kompulsif. Selain itu, kolom Unstandardized Coefficient

menunjukkan bahwa secara individu variabel faktor situasional memberikan nilai

koefisien 1,279 dengan signifikansi 0,021; variabel materalisme memberikan nilai

koefisien 1,070 dengan signifikansi 0,032; variabel penggunaan kartu kredit

memberikan nilai koefisien 3,461 dengan signifikansi 0,000; dan variabel

moderasi yaitu selisih absolut materialisme dan penggunaan kartu kredit

memberikan nilai koefisien 1,095 dengan signifikansi 0,026.

Berdasarkan hasil Uji F Tabel 5.24 (Lampiran 9), didapat F hitung sebesar

62,561 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,000. Maka dapat dikatakan bahwa

faktor situasional, materialisme, penggunaan kartu kredit, selisih absolut

materialisme dan penggunaan kartu kredit dan secara bersama-sama berpengaruh

terhadap perilaku pembelian kompulsif.

Tabel 5.25 (Lampiran 9) menunjukkan nilai Adjusted R2 sebesar 0.586

atau 58,6 % berarti bahwa 58,6 % variasi perilaku pembelian kompulsif dapat

dijelaskan oleh variabel faktor situasional, materialisme, penggunaan kartu kredit,

dan selisih absolut materialisme dan penggunaan kartu kredit. Sedangkan sisanya

sebesar 41,4% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak

dimasukan dalam model ini.

Page 80: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

80

Ini berarti bahwa hipotesis ketiga didukung, yaitu bahwa variabel

penggunaan kartu kredit sebagai pemoderasi yang memperkuat pengaruh variabel

materialisme terhadap variabel perilaku pembelian kompulsif.

5.6 Pembahasan Hipotesis

Hipotesis pertama mendukung bahwa faktor situasional berpengaruh

secara positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif. Hasil

penelitian ini mendukung temuan Mihic dan Kursan (2010) yaitu faktor

situasional merupakan faktor eksternal yang muncul karena seseorang melakukan

kontak dengan lingkungan dan produk yang nantinya dapat menyebabkan

pembelian impulsif dan pembelian impulsif yang berulang akan menyebabkan

terjadinya perilaku pembelian kompulsif.

Hipotesisi kedua mendukung bahwa materialisme berpengaruh secara

positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif. Hasil penelitian ini

mendukung temuan O’Guinn dan Faber, 1989; Dittmar, dkk., 1996; Mowen and

Spears, 1999; Yurchisin dan Johnson, 2004 (Jonshon, 2009) yang menyatakan

bahwa materialisme mempengaruhi perilaku pembeli kompulsif. Seseorang yang

materialis memiliki keterlibatan yang tinggi pada produk pakaian (Browne dan

Kaldenberg, 1997; Yurchisin dan Johnson, 2004 dalam Johnson dan Attman,

2009). Oleh karenanya, sangatlah beralasan bahwa seseorang dengan nilai

materialistik yang tinggi akan memiliki tingkat pembelian kompulsif pakaian

yang tinggi

Page 81: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

81

Hipotesis ketiga mendukung bahwa penggunaan kartu kredit sebagai

pemoderasi yang memperkuat pengaruh materialisme terhadap perilaku

pembelian kompulsif. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Park dan Forney

(2004) yang menemukan bahwa, perilaku pembelian kompulsif mahasiswa Korea

dan Amerika meningkatkan sejalan dengan peningkatan penggunaan kartu kredit,

karena kartu kredit digunakan sebagai alternatif pembayaran non tunai.

5.7 Implikasi Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan implikasi baik secara

teoritis maupun praktis. Berikut ini adalah implikasi dari hasil penelitian kali ini :

5.7.1 Implikasi Teoritis

Implikasi teoritis yang dapat diberikan dari temuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Temuan penelitian ini telah memperkuat penelitian-penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh beberapa peneliti seperti dukungan terhadap pengaruh

baik secara langsung maupun dengan pemoderasi dari variabel-variabel

yang ada, terutama mengenai variabel faktor situasional pusat

perbelanjaan, materialisme dan perilaku pembelian kompulsif para

pengguna kartu kredit terhadap pembelian produk fashion.

5.7.2 Implikasi Praktis

Implikasi praktis yang dapat diberikan dari temuan penelitian ini adalah

sebagai berikut.

Page 82: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

82

a. Kajian ini dapat dijadikan sebagai model dasar untuk melakukan evaluasi

strategi penjualan oleh pemasar dengan memperhatikan pengaruh faktor

situasional, materialisme dan penggunaan kartu kredit, sehingga pihak

pemasar produk fashion, manager pusat perbelanjaan maupun perusahaan

penerbit kartu kredit dapat mengubah strategi ke arah yang lebih baik,

dengan memaksimalkan indikator-indikator variabel faktor situasional,

materialisme konsumen dan penggunaan kartu kredit.

b. Berdasarkan karekteristik responden, pihak pemasar produk fashion,

manager pusat perbelanjaan maupun pihak penerbit kartu kredit dapat

mengetahui konsumen yang lebih banyak melakukan pembelian kompulsif

adalah wanita yang usianya berkisar antara 26-35 tahun, di mana

pekerjaannya adalah karyawan BUMN/BUMD, dengan pengeluaran

individu berkisar antara Rp 3.500.001-Rp 4.000.000,-. Pihak pemasar

produk fashion, manager pusat perbelanjaan maupun pihak penerbit kartu

kredit dapat mempengaruhi perilaku pembelian kompulsif konsumen

dengan memperhatikan karakteristiknya. Lebih lanjut, pihak pemasar

produk fashion, manager pusat-pusat perbelanjaan maupun perusahaan

penerbit kartu kredit hendaknya dapat saling bekerjasama untuk

memberikan perlakuan khusus bagi para pengguna kartu tidak hanya dari

kalangan wanita, berusia 26-35 tahun, karyawan BUMN/BUMD, dengan

pengeluaran individu berkisar antara Rp 3.500.001-Rp 4.000.000.

Page 83: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

83

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan bab-bab sebelumnya, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut.

(1) Faktor situasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku

pembelian kompulsif. Ini berarti bahwa semakin baik faktor situasional

maka semakin tinggi pula perilaku pembelian kompulsif konsumen.

(2) Materialisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku

pembelian kompulsif. Ini berarti bahwa konsumen yang semakin

berorientasi pada materi akan meningkatkan perilaku pembelian

kompulsifnya karena kuputusan konsumen untuk melakukan pembelian

dilakukan untuk menunjang penampilannya.

(3) Penggunaan kartu kredit secara signifikan berperan sebagai pemoderasi

yang memperkuat pengaruh antara materialisme terhadap perilaku

pembelian kompulsif. Ini berarti bahwa kehadiran kartu kredit

meningkatkan hubungan materialisme dengan perilaku pembelian

kompulsif. Dengan adanya kartu kredit, keinginan untuk melakukan

pembelian produk-produk fashion yang tidak terencana dapat dipermudah

karena dapat dibayar dikemudian hari.

Page 84: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

84

6.2 Saran

Terdapat beberapa saran yang bisa diberikan kepada pihak pemasar produk

fashion, manager pusat-pusat perbelanjaan maupun perusahaan penerbit kartu

kredit sehubungan dengan hasil penilitian ini sekaligus sebagai implikasi

manajerial, antara lain:

(1) Faktor situasional pembelian oleh pemasar dapat dimanfaatkan untuk

mengembangkan kreativitas dalam melakukan segala aktivitas sehingga

mereka dapat bersaing dalam dunia bisnis yang semakin komplek.

Pemasar dapat menciptakan situasi pembelian khususnya di dalam toko

dengan memberikan kenyamanan berbelanja bagi konsumen, sehingga

pengalaman konsumen dalam berbelanja dapat digunakan kembali untuk

melakukan pembelian ulang terhadap produk dan jasa yang ditawarkan.

Secara spesifik beberapa hal yang dapat dilakukan seperti menjaga aroma

ruangan, mengatur alunan musik, mengatur display, dan penempatan

produk di tempat yang mudah dilihat dan dijangkau.

(2) Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa materialisme berpengaruh positif

dan signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif. Hasil ini, jika

dilihat dari sisi bisnis seharusnya ditindaklanjuti dengan upaya

meningkatkan materialisme konsumen. Namun demikian, dari sisi

tanggung jawab sosial perusahaan, upaya-upaya tersebut dapat dikatakan

kurang etis karena bisa mempengaruhi konsumen untuk berbelanja diluar

kemampuanya. Dalam hal ini pemasar bisa bekerjasama dengan lembaga

Page 85: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

85

swadaya masyarakat untuk memberikan edukasi kepada konsumen agar

menggunakan kartu kredit secara proporsional dan bijaksana.

(3) Kartu kredit akan mewujudkan keinginan konsumen untuk memiliki

produk fashion dengan cara berhutang. Hal yang dapat dilakukan oleh

pihak perusahaan penerbit kartu kredit maupun perusahaan fashion adalah

dengan saling bekerja sama dalam mempromosikan produk kartu kredit

dan produk fashion dalam satu kesatuan melalui media cetak maupun

elektronik. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan promosi discount

atau potongan harga terhadap konsumen yang membeli produk fashion

dengan kartu kredit.

6.3 Saran bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan atau kelemahan dan

terdapat beberapa saran yang bisa diterapkan untuk penelitian dikemudian hari

antara lain.

(1) Penelitian ini memilih responden yang hanya melakukan pembelian pada

pusat perbelanjaan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Provinsi

Bali, sehingga memberi potensi keterbatasan generalisasi dari hasil

penelitian. Penelitian selanjutnya diharapkan memperluas sampel

penelitian, tidak hanya pada pusat perbelanjaan di Kota Denpasar dan

Kabupaten Badung, namun pada beberapa daerah lainnya di Indonesia.

(2) Penelitian ini menggunakan objek produk fashion di mana umumnya

wanita memiliki ketertarikan yang lebih tinggi pada produk tersebut. Pada

Page 86: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

86

penelitian ini tidak dilakukan analisis perbedaan jenis kelamin terhadap

pengaruh perilaku konsumsi produk fashion. Pada penelitian selanjutnya

diharapkan akan menaruh perhatian pada perbedaan antara pria dan wanita

dalam hal perilaku konsumsi produk fashion.

(3) Objek penelitian ini terbatas pada produk fashion, sehingga memberi

potensi keterbatasan generalisasi dari hasil penelitian. Penelitian

selanjutnya dapat dilakukan pada objek lain seperti produk elektronika,

otomotif dan kosmetik.

Page 87: pengaruh faktor situasional dan materialisme terhadap perilaku ...

87