FEMINISME LIBERAL DALAM WACANA FENOMENA...
Transcript of FEMINISME LIBERAL DALAM WACANA FENOMENA...
FEMINISME LIBERAL DALAM WACANA FENOMENA
KORUPTOR PEREMPUAN PADA RUBRIK TOPIK KITA DI
MAJALAH NOOR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
Aulia Rahmi
NIM. 1110051100055
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H / 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Denganinisayamenyatakanbahwa:
1. Skripsiinimerupakanhasilkaryasaya yang
diajukanuntukmemenuhisalahsatupersyaratanmemperolehgelarStara 1 (S1)
UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
2. Semuasumber yang sayagunakandalampenulisanini,
telahsayacantumkansesuaidenganketentuan yang belaku di UIN
SyarifHidayatullah Jakarta.
3. Jikakemudianhariterbuktibahwakaryainihasilplagiatatauhasiljiplakankarya
orang lain, makasayabersediamenerimasanksi yang berlaku di UIN
SyarifHidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 Desember 2014
AuliaRahmi
ABSTRAK
Aulia Rahmi
Feminisme Liberal DalamWacana Fenomena Koruptor Perempuan Pada
Rubrik Topik Kita di Majalah Noor.
Majalah merupakan salah satu media komunikasi massa dalam
menyampaikan pesan kepada khalayak dengan sangat terperinci karena memiliki
karkteristik yang berbeda dari media cetak lainnya. Pemberitaan di majalah
dihadirkan dalam bentuk yang menarik dan isinya yang lebih imajinatif. Salah
satu pemberitaan yang menjadi topik hangat di media cetak beberapa waktu lalu
adalah kasus korupsi yang melibatkan banyak pejabat perempuan. Namun,
diantara beberapa media, baik media elektronik maupun media cetak yang
memuat berita mengenai fenomena koruptor perempuan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana teks yang dibangun
oleh majalah Noor mengenai fenomena koruptor perempuan ?Bagaimana kognisi
sosial yang melatar belakangi wacana yang dibentuk pada rubrik topik kita di
majalah Noor? Bagaimana pula kontekssosial yang melatar belakangi wacana
dalam pemberitaan mengenai fenomena koruptor perempuan pada rubrik topik
kita di majalah Noor?
Teori yang digunakan dalam instrument penelitian ini adalah teori
feminisme liberal yang diuraikan dalam buku Feminist Thought karya Rosmarie
Putnam Tong, dimana penganut aliran feminisme liberal menekankan bahwa
keadilan gender menuntut kita untuk membuat aturan permainan yang adil, yang
didalamnya perempuan dapat merasakan hak yang sama dengan laki-laki baik
dalam memperoleh pendidikan dan bermanfaat di ruang publik. Karena itu,
penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif untuk menjelaskan keterikatan
antara teori feminisme liberal dengan permasalahan mengenai koruptor
perempuan menggunakan pisau analisis wacana kritis milik Teun. A. Van Dijk.
Metodologi penelitian ini menggunakan paradigm kritis dengan
pendekatan kualitatif. Paradigma kritis bersumber pada bagaimana berita tersebut
diproduksi dan bagaimana kedudukan wartawan dan media bersangkutan dalam
keseluruhan proses produksi berita. Metode ini menekankan pada level teks,
kognisi sosial, dan konteks sosial yang berhubungan dengan berita yang
ditampilkan pada rubrik topic kita di majalah Noor agar menjadi sebuah
pembelajaran untuk dapat menyampaikan pesan komunikasi dengan baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada berita terdapat makna teks yang
meliputi enam struktur teks. Selain itu terdapat kognisi sosial yang meliputi empat
skema berupa skema person, skema diri, skema peran, dan skema peristiwa.
Pemberitaan tersebut juga dilatarbelakangi oleh konteks sosial berupa praktik
kekuasaan dan akses yang mempengaruhi wacana di dalamnya.
Kata kunci: Media cetak, Feminisme liberal, Rubrik topik kita, Koruptor
perempuan.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’aalamiin. Segala puji bagi Allah SWT ., Tuhan
semesta alam yang senantiasa melimpahkan nikmat, karunia, dan ridhoNya .
Shalawat serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada baginda Rasulullah
Muhammad SAW, beserta para sahabat dan keluarganya, yang telah menjadi
panutan yang baik bagi umat Muslim di seluruh dunia. Serta hidayah dan
inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Selama kurang lebih enam bulan lamanya, akhirnya peneliti dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Wacana Kritis Citra Koruptor
Perempuan Pada Rubrik Topik Kita di Majalah Noor”, yang disusun guna
memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Strata 1 (S1) pada
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Program Studi Jurnalistik, Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Terselesaikannya skripsi ini juga berkat doa, bantuan, dan dukungan dari
berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu peneliti bermaksud untuk
mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah berjasa dalam
penyelesaian skripsi ini. Mereka adalah:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, M.A. Wakil Dekan I
Bidang Akademik, Dr. Suparto, M. Ed, Ph.D. Wakil Dekan II Bidang
Administrasi Umum, Drs. Jumroni, M.Si, serta Wakil Dekan III
Bidang Kemahasiswaan, H. Sunandar, M.A.
ii
2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si. serta Sekretaris
Konsentrasi Jurnalistik, Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. yang telah
meluangkan waktunya untuk sekedar berkonsultasi dan meminta
bantuan dalam hal perkuliahan. Tak lupa penulis haturkan terima
kasih kepada Ketua dan Sekretaris terdahulu, Rubiyanah, MA. dan
Ade Rina Farida, serta Dosen Pembimbing Akademik Dr. Rully
Nasrullah, atas bantuan dan petuahnya kepada peneliti selama ini.
3. Dosen Pembimbing, Wati Nilamsari, M. Si., yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan,
memberikan banyak pelajaran, baik dari segi keilmuan maupun
tulisan, dan selalu memotivasi peneliti agar dapat menyelesaikan
skripsi dengan baik. Semoga Ibu selalu dilimpahkan karunia dan
nikmat serta senantiasa selalu mendapat perlindungan dari Allah
SWT.
4. Seluruh dosen pengajar dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan
Komunikasi yang telah memberikan ilmu-ilmu yang sangat
bermanfaat bagi penulis, .
5. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Komunikasi yang telah menyediakan buku serta fasilitas lainnya
sehingga penulis mendapat banyak referensi dalam penelitian ini.
6. Narasumber Penelitian, Pemimpin Redaksi Majalah Noor, Jetti R.
Hadi, Wartawan Penulis Badriyah Fayumi, serta Sekretaris Redaksi
iii
Majalah Noor, Riri atas bantuannya guna melengkapi syarat
penelitian ini.
7. Orangtua tercinta, Ayahanda Drs. Gustiri MAK dan Ibunda Ende Juju
Julaeha serta keluarga besar yang tiada henti menyemangati peneliti
agar dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu, serta memberikan
dukungan berupa doa, moril, dan materil yang tak terhingga
jumlahnya. Semoga Allah senantiasa memberikan mereka nikmat
sehat dan umur panjang agar bisa menjadi saksi hingga anaknya
menjadi pribadi yang sukses serta berguna bagi nusa dan bangsa.
8. Fajar Febrianto, yang senantiasa membantu peneliti dalam hal
apapun, termasuk dalam doa, semangat, serta tidak pernah lelah
mengingatkan peneliti agar menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan
bermanfaat. Terima kasih atas segala perhatian yang telah diberikan.
Semoga Allah membalas budi baikmu.
9. Sahabat terbaikku yang senantiasa menjadi pelipur lara, Norma
Gustiany, Athifa Rahmah, Dea Nuva, Bella Stevany, Ira Wati,
Latifah, Ika Suci Agustin, Revalia Ayunda, Alica, Faradilla Nurul
Rahma, Vera. Terima kasih kalian selalu berhasil membuat saya
tertawa bahagia.
10. Teman-teman seperjuangan Konsentrasi Jurnalistik 2010, Jurnalistik
A, Septinia, Tezar Aditya, beserta teman Najua lainnya, teman-teman
Jurnalistik C, dan khususnya Jurnalistik B, Ntep, Diyah, Damar, Tyo,
Damar, Bunbun, Nissa, Sri, Fauziah dan teman-teman JB lainnya
yang tidak dapat peneliti tuliskan satu-persatu. Terima kasih untuk
iv
kenangan selama empat tahun lamanya, dalam belajar, berkarya,
berimajinasi, dan belajar bersama menjadi calon Jurnalis yang baik
11. Keluarga besar Radio Dakwah dan Komunikasi (RDK FM), yang
telah memberikan banyak pelajaran berharga. Terima kasih telah
memberikan pengalaman yang terbaik bagi peneliti untuk terus
belajar dan belajar.
12. Keluarga besar Unity Agency, khususnya Terry Sintawati Latif yang
telah banyak memberikan peneliti waktu untuk dapat menyelesaikan
skripsi dengan baik. Terima kasih atas motivasi dan pelajaran yang
selalu diberikan.
13. Teman-teman KKN SIMFONI 2013 Tanjakan Mekar. Terima kasih
atas pengalaman hidup selama satu bulan, dan canda tawa yang kita
lalui bersama dengan penuh rasa kekeluargaan.
Pada penulisan skripsi ini, peneliti sadar masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kata sempurna. Namun, peneliti telah semaksimal mungkin
berupaya agar dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga skripsi ini
menjadi manfaat bagi yang membacanya. Aamiin.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Jakarta, 12 Desember 2014
Aulia Rahmi
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR…………………………………………………....…........i
DAFTAR ISI……………………………………………………………....…..…v
DAFTAR TABEL……………………………………………………….….....viii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………...................ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………….....1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………..………...6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………...7
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian……………………….…..…8
2. Pendekatan Penelitian………………................…9
3. Metode Penelitian………………………….….....11
4. Teknik Pengumpulan Data………….…………....11
5. Teknik Analisis Data……………………….....…14
6. Subjek dan Objek Penelitian…………................15
7. Waktu dan Tempat Penelitian……….………......15
vi
E. Tinjauan Pustaka……………………………….…..…...15
F. Sistematika Penulisan……………………..………..…..17
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Landasan Teori
1. Feminisme……………………………………….19
a. Feminisme Liberal………………………......23
2. Analisis Wacana………………………………....25
a. Analisis Wacana Kritis Van Dijk……….......28
B. Kerangka Konseptual
1. Korupsi
a. Pengertian Korupsi……………….……….…35
b. Korupsi di Indonesia………………….……..38
2. Perempuan dalam Perspektif Islam……………..40
3. Media Massa
a. Pengertian Media Massa……………..….…..45
b. Fungsi Sosial Media Massa………………....48
c. Media Cetak……………………………..….49
BAB III GAMBARAN UMUM MAJALAH NOOR
A. Gambaran Umum Majalah Noor……………...…...53
1. Visi dan Misi Majalah Noor……………......…56
2. Logo Majalah Noor………………………........57
3. Struktur Redaksi Majalah Noor……….....…....57
vii
B. Gambaran Umum Rubrik Topik Kita
1. Rubrik Topik Kita…………………..……..…...59
2. Karakteristik Pembaca Majalah Noor…...…......60
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Struktur Teks Berita……………………….………62
1. Analisis Teks Berita “Agar Perempuan Tak
Rentan”…….............................................................63
2. Analisis Teks Berita “Peta Identitas Perempuan: Menyikapi
Fenomena Koruptor Perempuan (31/12/2013)….…......74
B. Analisis Level Kognisi Sosial………………………........…88
C. Analisis Level Konteks Sosial……………………………....93
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………97
B. Saran…………………………………………………….....99
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………100
LAMPIRAN…………………………………………………………………..103
viii
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
Tabel 1: Struktur Teks Analisis Wacana Van Dijk……………………………...31
Tabel 2: Elemen Teks pada Wacana Teun A. Van Dijk………………………...32
Tabel 3: Skema pada Level Kognisi Sosial……………………………………..33
Tabel 4: Struktur Redaksi Majalah Noor……………………………...………..58
Tabel 5: Analisis Level Teks Berita Berjudul “Agar Perempuan Tak Rentan”....70
Tabel 6: Analisis Level Teks Berita Berjudul Peta “Identitas Perempuan:
Menyikap Fenomena Koruptor Perempuan”……………………………………82
ix
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
Gambar 1: Logo Majalah Noor………………………………………………….32
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Realitas dunia tidak bisa hanya diamati melalui mata dan telinga
saja, perlu pihak ketiga yaitu media massa.1 Media massa memiliki peran
penting dalam komunikasi. Media massa itu sendiri sebagai alat yang
berfungsi untuk menyampaikan pesan kepada khalayak. Media massa
adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran
informasi secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal.2
Sedangkan komunikasi massa merupakan komunikasi melalui media
massa (media cetak dan elektronik). Pada awal perkembangannya,
komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass
communication (media komuniksi massa) yang dihasilkan oleh teknologi
modern.3
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, teknologi komunikasi
media massa mengalami kemajuan yang pesat. Kemajuan teknologi
tersebut telah mengantarkan masyarakat agar semakin mudah dalam
berhubungan antara satu dengan lainnya. Seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi, beredar surat kabar sebagai sumber informasi
media cetak pertama kali. Media cetak adalah berita-berita yang disiarkan
1Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h.2.
2 Burhan Bungin, Sosiologi komunikasi (Jakarta: Kencana, 2008), h.72.
3 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, h.3
2
melalui benda cetak.4 Keberadaan surat kabar sebagai media cetak pertama
kali dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Gutenberg di
Jerman. Sedangkan keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan
perjalanan panjang melalui lima periode, yakni masa penjajahan Belanda,
masa penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan dan awal kemerdekaan,
serta zaman orde lama dan orde baru.
Setelah beredarnya surat kabar di Indonesia, munculah komunikasi
berupa tulisan yang lebih beragam konten beserta isinya, yaitu majalah.
Majalah merupkan salah satu media komunikasi massa dalam
menyampaikan pesan kepada khalayak dengan sangat terperinci karena
memiliki karakteristik yang berbeda dari media cetak lainnya.
Karakteristik dari majalah dapat dilihat dari isi pesan yang disajikan.
Dalam penyajian pesannya, majalah menyajikan pesan lebih banyak serta
memiliki cover/sampul sebagai daya tarik.
Majalah terbit secara berkala dan isinya meliputi beragam liputan
jurnalistik, pandangan tertentu, topik aktual yang layak diketahui
konsumen pembaca, artikel, dan sastra. Penerbitan majalah dibedakan atas
majalah mingguan, bulanan, dan sebagainya. Menurut pengkhususan
isinya, majalah dibedakan atas majalah wanita, berita, remaja, olahraga,
sastra, dan ilmu pengetahuan tertentu. Dan segmentasi pembacanya pun
berbeda-beda. Salah satu majalah wanita yang ada di Indonesia yaitu
majalah Noor.
4 Zaenudin HM, the journalist (Jakarta: Prestasi Pusta Karya, 2007), h.12
3
Majalah Noor adalah majalah wanita yang terbit bulanan, dimana
di dalam majalah ini terdapat beberapa rubrik yang dapat menjadi inspirasi
bagi para pembacanya seperti info kesehatan, perjalanan, karier,
kecantikan dan berbagai hal menarik di dalamnya. Majalah yang
mempunyai tagline “Yakin Cerdas Bergaya” ini merupakan majalah yang
bernafaskan Islam. Konten yang terdapat didalamnya terdiri dari 11 rubrik.
Salah satu rubrik yang menarik dan membedakan majalah Noor dengan
majalah lainnya adalah rubrik Topik Kita. Rubrik topik kita merupakan
rubrik tentang pengetahuan yang didalamnya terdapat pandangan Islam.
Rubrik topik kita hadir di setiap edisi majalah Noor dengan ulasan tema
yang berbeda-beda setiap bulannya.
Salah satu tema yang dihadirkan dalam rubrik topik kita yaitu
tentang fenomena koruptor perempuan pada majalah Noor edisi Vol X th.
XI/2013. Dalam rubrik edisi tersebut membahas tentang persoalan politik
yang kian ramai diperbincangkan. Dan tidak hanya dituliskan tentang
fenomena yang sedang terjadi, tetapi dijelaskan juga mengenai pandangan
dalam Islam terhadap perempuan.
Perempuan merupakan makhluk yang sangat dimuliakan. Hal
tersebut yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, dimana beliau
sangat menghormati ibunya. Pada hakikatnya, perempuan tercipta untuk
menjadi makmum (orang yang berdiri di belakang imam), tetapi seiring
berkembangnya zaman, perempuan tidak hanya menjadi seorang pengikut
laki-laki dan berproses menjadi seorang pemimpin layaknya kaum pria.
4
Dalam fikih siyasah (politik) maupun fikih munakahah
(pernikahan), kaum perempuan dipandang tak berhak menjadi pemimpin
sebagai kepala pemerintahan maupun kepala keluarga.5 Realitanya, banyak
kaum perempuan yang didaulat sebagai seorang pemimpin. Dimulai dari
hal kecil, kedudukan ketua kelas yang semula hanya dipimpin oleh kaum
lelaki, sekarang perempuan pun bisa menjadi seorang ketua kelas. Dalam
sejarah politik Indonesia, tercatat Indonesia pernah memiliki seorang
pemimpin Negara dari kaum perempuan yaitu Megawati Soekarno Putri.
Dan kini semakin marak perempuan yang mencalonkan dirinya sebagai
pemimpin penyalur aspirasi rakyat Indonesia.
Menjadi seorang pemimpin bukan hal yang mudah karena
bertanggung jawab atas banyak jiwa. Tetapi banyak diantara pemimpin
wanita yang mencalonkan dirinya untuk menunggang popularitas saja.
Dalam suatu Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan: “Dari Ibnu
Umar ra., ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarga, dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Isteri adalah pemimpin di
rumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya. Pelayan adalah pemimpin dalam mengelola harta
tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Oleh karena itu, kalian sebagai pemimpin akan dimintai
5 Nasarudin Umar, Fikih Wanita untuk Semua, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010),
h.169
5
pertanggungjawaban kalian atas kepemimpinannya.”6 Dalil tersebut
menjelaskan bahwa apabila sudah diberi amanat berupa jabatan yang baik
lalu tidak dapat mempertanggungjawabkannya dengan baik seperti berbuat
curang yaitu dengan melakukan tindak pidana korupsi, maka Allah akan
meminta pertanggungjawabannya kelak di akhirat.
Meskipun tindak korupsi merupakan tindakan terlarang baik secara
hukum maupun agama, tidak sedikit pemimpin yang melakukannya.
Fenomena koruptor di Indonesia kian merajalela, dan pelakunya bukan
hanya dari kalangan pria, tetapi juga wanita. Wanita yang terdaftar sebagai
koruptor di Indonesia, beberapa diantaranya ialah Angelina Sondakh,
Miranda Goeltom, Nunun Nurbaeti, Siti Hartati Murdaya,dan Gubernur
Banten Ratu Atut Chosiyah.
Menurut survey yang dilakukan oleh pihak Transparency
International Indonesia (TII), Indonesia menempati urutan ke-118 dalam
urutan Negara terkorup. Pihak TII juga melansir Indonesia berada di empat
Negara terbawah dalam urutan tingkat korupsi dengan kondisi yang
semakin memburuk.7 Kondisi tersebut membuat tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap institusi-institusi Negara dalam upaya pemberantasan
korupsi menurun.
Melihat realitas yang ada, menimbulkan ketertarikan bagi penulis
untuk meneliti fenomena koruptor perempuan di Indonesia dalam rubrik
6 Imam Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin Jilid Satu, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), h.
604. 7 Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, Membasmi Kanker Korupsi,
(Jakarta Pusat, T. Np, 2005), h. 223.
6
topik kita di majalah Noor yang akan diteliti dengan cara mencari makna
tersembunyi (latent) pada suatu teks di media yang menjadi rujukan utama
dalam penelitian. Untuk menganalisis sebuah makna yang terkandung
dalam sebuah teks dapat diteliti melalui sebuah studi analisis data
kualitatif, berupa analisis wacana.
Penelitian ini difokuskan pada pemberitaan mengenai koruptor
perempuan tentang Fenomena Koruptor Perempuan dan Agar Perempuan
Tak Rentan edisi Desember 2013, karena melihat pada bulan tersebut isu
ini sedang ramai diperbincangkan. Maka Penelitian ini mengangkat judul
“Feminisme Liberal dalam Wacana Fenomena Koruptor Perempuan
Pada Rubrik “Topik Kita” di Majalah Noor.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar lebih fokus dalam penelitian ini, maka penulis membatasi
masalah Analisis wacana pada fenomena koruptor perempuan pada
majalah Noor yaitu dalam rubrik Topik kita di majalah Noor edisi Vol X
th. XI/2013.
Terdapat kurang lebih tiga berita mengenai hal ini dalam majalah
Noor pada bulan Desember 2013. Namun, peneliti fokus pada dua berita.
Dari pembatasan masalah tersebut perumusan masalah penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana teks yang dibangun oleh majalah Noor mengenai fenomena
koruptor perempuan?
7
2. Bagaimana kognisi sosial yang melatarbelakangi wacana yang
dibentuk majalah Noor mengenai fenomena koruptor perempuan?
3. Bagaimana konteks sosial yang melatarbelakangi wacana dalam
pemberitaan fenomena koruptor perempuan di majalah Noor?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang tertulis di atas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui makna teks yang terdapat pada rubrik topik kita di
majalah Noor tentang fenomena koruptor perempuan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui kognisi sosial ditinjau dari analisis wacana terhadap
majalah Noor mengenai fenomena koruptor perempuan dalam rubrik
topik kita.
3. Untuk mengetahui konteks sosial ditinjau dari analisis wacana
terhadap majalah Noor mengenai fenomena koruptor perempuan dalam
rubrik topik kita
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
positif bagi pengembangan wacana keilmuan tentang gejala sosial yang
tengah terjadi di masyarakat. Seperti hal-hal yang enggan dan dianggap
tabu untuk diberitakan, sama halnya dengan apa yang terjadi ditengah
masyarakat Indonesia khususnya dalam kancah politik.
8
2. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif
khususnya pada bidang ilmu komunikasi, terutama dalam konteks analisis
wacana, serta rubrik yang terkait dengan bidang sosial, ekonomi dan
politik.
3. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi peneliti,
praktisi komunikasi, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tim
redaksi majalah, dan berbagai konten masyarakat lainnya bahwa dalam
produksi suatu berita, teks tidak berdiri secara netral. Namun, banyak
aspek yang ikut mempengaruhi di dalam memproduksi sebuah berita.
Termasuk kondisi kognisi wartawan dan pandangan masyarakat dalam
melihat suatu isu yang ditampilkan oleh suatu media. Penelitian ini juga
guna menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam mempelajari
praktik karya jurnalistik.
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
kritis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap
media dan teks berita yang dihasilkan. Paradigma kritis bersumber pada
bagaimana berita tersebut diproduksi dan bagaimana kedudukan wartawan
9
dan media bersangkutan dalam keseluruhan proses produksi berita.8 Dalam
pandangan kritis, realitas merupakan kenyataan semu yang telah terbentuk
oleh proses kekuatan sosial, politik, dan ekonomi.
Analisis wacana dalam pandangan kritis menekankan pada
konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi
makna.9 Analisis wacana kritis tidak dipusatkan pada benar atau tidaknya
struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada analisis
konstruktivisme, karena pada paradigma kritis kelompok dominan sangat
berperan dan terlihat ingin menunjukan diri mereka dengan mengemas
sebuah wacana untuk selanjutnya dilemparkan ke publik sehingga
dianggap sebagai nilai yang dapat diterima bersama oleh khalayak.
2. Pendekatan penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum
yang mendasari suatu perwujudan makna dari gejala-gejala sosial di
masyarakat.10
Dalam penerapannya, pendekatan kualitatif menggunakan
metode pengumpulan data dan analisis yang bersifat non-kuantitatif.
Karena dalam melakukan penelitian kualitatif adalah dengan
menggunakan instrumen wawancara mendalam dan pengamatan.
Dalam melakukan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif,
terdapat beberapa kriteria, diantaranya ialah kredibilitas yang digunakan
8 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h.
31. 9 Eriyanto, Analisis Wacana, h.48
10Eriyanto, Analisis Wacana, h.302.
10
untuk mendeskripsikan/memahami fenomena yang menarik perhatian dari
suatu sudut pandang. Kedua, transferabilitas yang merujuk pada tingkat
kemampuan hasil penelitian kualitatif yang dapat masuk akal. Ketiga,
dependabilitas yang secara esensial berhubungan dengan kemungkinan
memperoleh hasil yang sama sesuai dengan pengamatan yang dilakukan.
Keempat, konfirmabilitas yang berasumsi bahwa setiap peneliti membawa
perspektif yang unik ke dalam penelitian.11
Selain kriteria, hal yang juga
sangat penting dalam penelitian kualitatif adalah objek analisis.
Objek analisis dalam pendekatan kualitatif ialah makna dari gejala-
gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari
masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai
kategorisasi tertentu.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penulis
menyandingkan dengan pisau analisis wacana yang dikemukakan Teun A.
Van Dijk. Analisis wacana diartikan sebagai suatu upaya pengungkapan
maksud tersembunyi dari subjek yang mengemukakan suatu pernyataan.
Terdapat perbedaan antara analisis wacana dengan analisis isi kualitatif
yaitu analisis wacana lebih melihat kepada bagaimana (how) dari suatu
pesan atau teks komunikasi, sedangkan analisis isi lebih menekankan pada
pernyataan apa (what) dalam sebuah teks.12
11
Prof. Dr. Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data (Jakarta: Raja Grafindo, 2009), h.
12 Alex Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung: Rosdakarya, 2001), h.68.
11
3. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif model Analisis Wacana Kritis. Dalam penelitian ini,
teori yang digunakan adalah teori milik Teun A. Van Dijk, dimana teks
memiliki ideologi dan kecenderungan tertentu terhadap suatu pemberitaan.
Dalam menganalisis menggunakan Analisis Wacana Kritis model Van
Dijk diperlukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana
tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat.13
Analisis wacana berfokus pada pencarian makna terhadap suatu
pesan yang sifatnya tersembunyi (latent). Dalam perangkat wacana milik
Van Dijk, jika ada suatu teks yang memarjinalkan wanita, dibutuhkan
suatu penelitian lebih dalam untuk melihat bagaimana produksi teks itu
bekerja, kenapa teks itu memarjinalkan wanita. Dan penelitian ini sangat
khas Van Dijk karena melibatkan suatu proses yang disebut sebagai
kognisi sosial.14
4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya adalah sebagai berikut:
13
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001),
h. 201 14
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001),
h. 221.
12
a. Observasi Non Partisipan
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi non
partisipan. Observasi berupa pengamatan langsung dilakukan
kepada teks yang akan diteliti yaitu teks berita mengenai fenomena
koruptor perempuan pada rubrik Topik Kita di Majalah Noor edisi
Desember 2013. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
penelitian non partisipan dimana peneliti mengobservasi tanpa
bantuan dari partisipan.15
b. Wawancara Mendalam
Wawancara adalah teknis dalam upaya menghimpun data
yang akurat untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan
masalah tertentu yang sesuai dengan data.16
Wawancara yang
dilakukan pada penelitian ini menggunakan wawancara mendalam
kepada narasumber terkait yaitu Jetti Rosilla Hadi (Pemimpin
Redaksi Majalah Noor) dan Badriyah Fayumi (Penulis dan
Redaktur rubrik Topik Kita).
Wawancara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu wawancara
terstruktur dan wawancara tak terstruktur (wawancara secara
mendalam). Wawancara terstruktur adalah wawancara yang
pertanyaannya telah ditetapkan sebelumnya dan telah disediakan
pilihan jawabannya, sedangkan wawancara tak terstruktur disebut
15
John W. Creswell, Research Design. (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), h. 268. 16
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian dan Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:
Bhineka Cipta, 1996), cet ke-10, h.72.
13
sebagai wawancara mendalam (intensif) yang bertujuan untuk
mendapatkan bentuk-bentuk informasi dari semua responden yang
disesuaikan dengan cirri-ciri setiap responden.17
Wawancara dalam penelitian kualitatif berlangsung dari
alur umum ke alur khusus. Wawancara pada tahap pertama
biasanya hanya bertujuan untuk memberikan deskripsi dan
orientasi awal periset perihal masalah dan subjek yang dikaji.
Tema-tema yang muncul kemudian diperdalam, dikonfirmasikan
pada wawancara berikutnya, dan demikian seterusnya hingga
mencapai titik jenuh. Periset kualitatif dalam melakukan
wawancara dapat melakukan loncatan materi wawancara kepada
responden yang secara natural memiliki informasi yang lebih
banyak dan menjadi informan yang lebih penting.18
c. Dokumentasi
Dokumentasi berupa data tertulis yang berisikan keterangan
dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang bersifat
aktual.19
Dokumentasi pada penelitian ini berupa foto, arsip,
dokumen, dan catatan-catatan yang terdapat di majalah Noor.
d. Studi Pustaka
17
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda Karya, 2001), h.
103. 18
Agus Salim MS, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2006), h. 17. 19
Kunto, Prosedur Penulisan Suatu Pendekatan Praktek, h. 77.
14
Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data-data
dari beberapa buku, jurnal, kamus, dan artikel media lain yang
berhubungan dengan penelitian.
5. Teknik analisis data
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan analisis
wacana Teun A. Van Dijk. Analisis wacana oleh Van Dijk digambarkan
sebagai analisis yang mempunyai tiga dimensi didalamnya, yaitu: level
teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Kesimpulan dari analisis ini adalah
menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut kedalam satu kesatuan
analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks
dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu.
Pada level kognisi sosial, dipelajari proses produksi teks berita yang
melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga
mempelajari bangunan wacana yang berkembang di masyarakat dalam
suatu masalah.20
Setelah data terkumpul secara rapi dan lengkap, data yang
didapatkan adalah hasil dari wawancara, arsip-arsip serta dokumentasi
majalah Noor yang kemudian dikelompokkan sesuai dengan tujuan
penelitian yaitu dianalisis dan diberikan interpretasi dengan cara
mengklasifikasikannya dengan kerangka teori dan dibuat kesimpulan.
6. Subjek dan objek penelitian
20
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001),
h. 224.
15
Subjek yang diteliti adalah pihak redaksi majalah Noor, sedangkan
objek penelitiannya adalah teks berita dengan judul “Menyingkap
Fenomena Koruptor Perempuan” dan “Agar Perempuan Tak Rentan”
pada rubrik topik kita edisi Vol X th. XI/2013 di majalah Noor.
7. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di kantor Majalah Noor yang terletak di Jalan
Karang Pola VI No. 7A, Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540
dan waktu penelitian dilaksanakan pada 07 Mei – 16 Juni 2014.
8. Pedoman Penulisan
Pedoman penulisan ini mengacu pada buku pedoman penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang
diterbitkan oleh CeQDA (Centre for Quality Development and Assurance)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
9. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini, penulis mengdakan tinjauan
pustaka ke perpustakaan yang berada di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi dan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dan dari hasil pencarian, penulis belum menemukan judul yang sama
persis dengan judul yang akan diteliti. Hanya terdapat beberapa judul yang
hampir sama dengan menemukan persamaan dan perbedaan yang terdapat
di dalamnya. Skripsi yang dimaksud diantaranya ialah sebagai berikut:
16
a. Analisis Wacana Citra Perempuan dalam Tabloid Nova Edisi
Khusus Kecantikan Tanggal 21-27 November 2011 yang ditulis
oleh Tiara Mustika mahasiswa Jurusan Konsentrasi Jurnalistik
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi angkatan 2012.
Pada skripsi ini terdapat kesamaan yaitu menggunakan analisis
teks yang sama yaitu analisis wacana dengan model analisis
wacana Teun A. Van Djik. Dan perbedaan yang terdapat di
dalamnya adalah teori yang digunakan yaitu teori labeling, dan
skripsi ini menggunakan tabloid Nova sebagai subjek dalam
penelitiannya.
b. Analisis Wacana Karakteristik Islam Rubrik Mutiara Dakwah
pada majalah Ummi Edisi Maret-Juni 2009 yang ditulis oleh
Erma Mulyana mahasiswa Jurusan konsentrasi Jurnalistik
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2004. Pada skripsi ini tidak
dijelaskan paradigma apa yang digunakan penulis, apakah
paradigm positivis, konstruktivisme, ataupun kritis. Selain itu,
media yang digunakan dalam penelitian adalah majalah UMMI
dan lebih menekankan kepada penelitian karakteristik
keislamannya.
Dari beberapa skripsi tersebut, maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa belum ada mahasiswa yang meneliti judul skripsi Analisis Wacana
Teun A. Van Dijk pada rubrik topik kita mengenai fenomena koruptor
perempuan di majalah Noor.
17
F. Sistematika Penulisan
Agar penelitian skripsi ini lebih sistematis, penulisan ini disusun
dengan lima bab, yang masing-masing terdiri dari beberapa sub bab, yaitu:
BAB I
Penulis akan menjabarkan tentang Latar Belakang Masalah ,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat
Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustka, dan Sistematika
Penulisan.
BAB II
Penulis akan menjelaskan pengertian umum tentang Teori
Feminisme, Feminisme Liberal, Analisis Wacana, Analisis Wacana
Kritis Van Dijk, Korupsi, Media Massa, serta perempuan dalam
pandangan Islam.
BAB III
Menggambarkan secara umum tentang profil majalah Noor,
sekilas tentang rubrik topik kita yang didapat dalam wawancara
dengan tim redaksi.
BAB IV
Bab ini berisi hasil temuan dari hasil penelitian yang diperoleh
penulis pada saat penelitian.
18
BAB V
Bab ini berisi tentang kesimpulan atas analisis penelitian juga
kritik dan saran dari permasalahan yang diangkat disertai dengan
beberapa lampiran yang didapat.
19
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Landasan Teori
1. Feminisme
Feminisme merupakan istilah yang digunakan oleh para kaum feminis
kultural untuk mendeskripsikan ideologi superioritas wanita. Secara umum,
istilah „feminisme‟ merujuk pada pengertian ideologi pembebasan wanita,
karena yang melekat dalam semua pendekatannya ialah bentuk keyakinan
bahwa wanita mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya.21
Feminisme
pada umumnya adalah tentang bagaimana pola relasi laki-laki dan perempuan
dalam masyarakat, serta bagaimana hak, status, dan kedudukan perempuan di
sektor domestik dan publik.
Rosmarie Putnam Tong dalam bukunya yang berjudul Feminist
Thought menyebutkan bahwa teori feminisme terbagi menjadi beberapa jenis,
di antaranya adalah feminisme liberal, feminisme radikal libertarian dan
radikal kultural, feminisme marxis dan sosialis, feminisme psikoanalisis dan
gender, feminisme ektensialis, feminisme postmodern, feminisme
multikultural dan global, serta feminisme ekofeminisme.22
Feminisme radikal menekankan bahwa budaya patriarkal ditandai oleh
adanya kuasa, dominasi, hirarki, dan kompetisi.23
Laki-laki hanya diizinkan
untuk menunjukkan karakteristik maskulin, sedangkan perempuan
21
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Wanita dalam Iklan, (Yogyakarta: T.pn.,
2008), h. 73. 22
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada
Aliran Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h. 1-10. 23
20
karakteristiknya hanya feminin saja. Maka feminisme radikal-liberal berfokus
pada seks, gender, reproduksi. Seks, gender, dan reproduksi yang dimaksud
Tong disini adalah jenis kelamin, sifat maskulin/feminin, dan apa yang
dihasilkan perempuan dan laki-laki. Seperti, laki-laki tidak bisa melahirkan,
menyusui layaknya seorang perempuan.24
Berbeda dengan Feminisme radikal-libertarian, feminisme radikal-
kultural bersifat ekslusifitas seksual di mana laki-laki dan perempuan tidak
bisa dipersatukan. Dalam pandangan Tong, ekslusif seksual adalah perempuan
termasuk dalam golongan yang tidak diizinkan untuk menikah dengan laki-
laki. Bahkan untuk bekerja di ruang publik sekalipun, tidak diperbolehkan.
Hal yang ingin diperjuangkan dalam gerakan feminisme ini adalah
mengembalikan hak-hak kebebasan perempuan yang sangat mendasar.25
Gerakan feminisme marxis dan sosialis terbentuk karena adanya
tuntutan ekonomi sehingga perempuan terpaksa terjun ke ranah publik untuk
menghasilkan uang dan akhirnya hanya menguntungkan pihak laki-laki.
Tujuan dari gerakan feminisme marxis dan sosialis adalah agar ada kesetaraan
antara laki-laki dan perempuan sehingga kepentingan laki-laki tidak terlalu
diutamakan atas kepentingan perempuan.26
Berbeda dengan feminisme marxis dan sosialis, dalam feminisme
psikoanalisis dan gender, laki-laki menganggap bahwa dirinya sebagai
24
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h. 3.
25 Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada
Aliran Utama Pemikiran Feminis, h. 5. 26
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h. 188.
21
maskulin dan perempuan menganggap bahwa dirinya sebagai feminin.
Padahal dalam realitanya, laki-laki juga memiliki sifat feminin dalam dirinya,
hal tersebut terbukti dari tingkat emosional yang laki-laki miliki. Sementara
perempuan juga memiliki sifat pemberani dalam dirinya seperti laki-laki.
Tujuan gerakan feminisme ini adalah untuk menuju masyarakat yang
androgini, yaitu perempuan memiliki kedua sifat tersebut, feminin dan
maskulin.27
Contohnya, laki-laki juga bisa menangis saat kehilangan
seseorang yang disayang. Sedangkan perempuan single parent yang mampu
menghidupi anak, baik sebagai ibu maupun sebagai seorang ayah, yaitu
mengasuh anak dan mencari nafkah yang seharusnya menjadi tugas suami.
Aliran feminisme yang lain yaitu, feminisme eksistensialis. Menurut
Beauvoir, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan perempuan dalam
mencapai suatu perubahan. Pertama, perempuan bisa bekerja di lingkungan
yang kebanyakan adalah laki-laki. Kedua, perempuan bisa membuat
perubahan dengan cara pandangannya sendiri dalam suatu pekerjaan. Ketiga,
perempuan dapat bekerja untuk mencapai perubahan sosial khususnya di
masyarakat.28
Gerakan selanjutnya yaitu feminisme posmodern yang ditujukan untuk
mencapai kebebasan perempuan dari perbedaan ras, kelas, kecenderungan
seksual, etnisitas, kebudayaan, umur, agama, dan sebagainya. Feminisme
posmodern berkaitan dengan pemikiran posmodernisme yang secara garis
27
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h. 190.
28 Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada
Aliran Utama Pemikiran Feminis, h. 274-275.
22
besar menekankan bahwa perempuan bisa mengeskpresikan dirinya sebagai
perempuan, karena perempuan dan laki-laki berbeda. 29
Sedangkan pada feminisme multikultural dan global cenderung
menekankan pada perbedaan antara perempuan kulit hitam dan perempuan
kulit putih. Beberapa perempuan diuntungkan hanya karena ras dan kelas
mereka. Di mana perempuan kulit hitam hanya boleh berbicara atau
mengemukakan pendapat atas perempuan kulit hitam lainnya, dan begitu pula
dengan perempuan kulit putih. Sedangkan feminisme global menekankan pada
bergantung apakah seorang perempuan dalam menghadapi perannya sebagai
warga negara.30
Aliran feminisme yang selanjutnya adalah ekofeminisme. Ekofeminis
berpendapat ada hubungan konseptual, simbolik, dan linguistik antara feminis
dan isu ekologi. Dalam ekofeminisme, terdapat hubungan antara perempuan
dengan alam. Di mana laki-laki dianggap yang paling dominan dalam merusak
alam, sehingga adanya gerakan ini untuk mencapai kesetaraan baik laki-laki
maupun perempuan dalam memperbaiki lingkungan tanpa adanya dominasi
dari kedua belah pihak.31
Dari berbagai macam aliran feminisme yang ada,
aliran feminisme yang digunakan dalam penelitian ini adalah feminism liberal.
29
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h. 283.
30 Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada
Aliran Utama Pemikiran Feminis, h. 309. 31
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, h. 359.
23
a. Feminisme Liberal
Feminisme liberal merupakan aliran yang ada sejak abad ke-18. Akar
feminisme liberal berawal dari pemikiran Alison Jaggar pada abad ke-18 dan
ke-19 yang mengamati pemikiran politis liberal yang mempunyai konsepsi
atas sifat manusia, yang menempatkan keunikan kita sebagi manusia dalam
kapasitas untuk bernalar.32
Pada abad ke-18, pekerjaan produktif (pekerjaan
yang menghasilkan pendapatan untuk menghidupi sebuah keluarga) telah
dilakukan di sekitaran rumah, baik perempuan maupun laki-laki. Tetapi
kemudian kekuatan kapitalisme industri mulai menarik tenaga kerja keluar
rumah, dan kemudian memasuki ruang kerja publik.
Pada mulanya, proses ini bergerak perlahan dan tidak teratur, dan
meninggalkan dampaknya yang paling besar pada perempuan borjuis yang
sudah menikah.33
Perempuan kelompok ini tidak intensif bekerja di luar rumah
karena rata-rata menikah dengan seorang pengusaha kaya raya. Sedangkan
perempuan kelas menengah juga tidak mempunyai kebebasan, bahkan dalam
hal bernalar sekalipun. Wollstonecraft menegaskan bahwa jika nalar adalah
kapasitas yang membedakan manusia dari binatang, yakni masyarakat wajib
memberikan pendidikan kepada perempuan, seperti halnya juga dengan laki-
laki. Karena setiap manusia berhak mendapat kesempatan yang setara untuk
mengembangkan kapasitas nalar dan moralnya.
32
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada
Aliran Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h.15. 33
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada
Aliran Utama Pemikiran Feminis, h. 18.
24
Pada abad ke-19, John Stuart Mill dan Hariet Taylor (Mill),
memandang nalar tidak saja secara moral, namun sebagai kapasitas untuk
mengambil keputusan secara otonom, tetapi juga melalui pemikiran yang hati-
hati. Mill dan Taylor mengklaim cara yang dapat memaksimalkan kegunaan
yang total (kebahagiaan/kenikmatan), adalah dengan membiarkan setiap
individu untuk mengejar apa yang mereka inginkan.34
Jika masyarakat ingin
mencapai kesetaraan seksual, dan keadilan gender, maka masyarakat harus
membiarkan perempuan hak politik dan kesempatan, seta pendidikan yang
sama dengan laki-laki.
Mill berpendapat bahwa setelah perempuan mendapat pendidikan
penuh dan hak pilih, kebanyakan dari mereka akan memilih untuk tetap berada
di dalam lingkungan ranah pribadi untuk “mempercantik diri” dan bukan
untuk “mendukung” kehidupan. Sebaliknya, Taylor berpendapat dalam tulisan
berjudul Enfranchisment of Women bahwa tugas perempuan dan laki-laki
adalah sama-sama untuk “mendukung” kehidupan.35
Perempuan seharusnya
tidak hanya mencari kesempatan untuk membaca buku dan memasukkan suara
dalam pemilu. Mereka juga harus dapat menjadi partner laki-laki dalam
usaha, keuntungan, risiko, dan pendapatan dari industri produktif. Taylor
bersikeras, bahwa secara psikologis, sangatlah penting bagi seorang
perempuan untuk bekerja, tidak masalah apakah pekerjaan yang dilakukan
akan menghasilkan kegunaan atau tidak.
34
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada
Aliran Utama Pemikiran Feminis, h. 23. 35
Rosemarie Putnam tong, Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada
Aliran Utama Pemikiran Feminis, h.24.
25
Mill juga menyampaikan bahwa salah satu perbedaan yang terdapat
pada perempuan dan laki-laki terdapat pada pencapaian intelektualnya, di
mana laki-laki lebih lengkap menerima pendidikan dibandingkan perempuan,
dan posisi laki-laki yang lebih diuntungkan.
2. Analisis Wacana
Istilah wacana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kontemporer
mencakup tiga hal. Pertama, percakapan, ucapan, dan tutur kata. Kedua,
keseluruhan tutur atau cakapan yang merupakan suatu kesatuan. Ketiga,
satuan bahasa terbesar, terlengkap yang terealisasi pada bentuk karangan yang
utuh seperti novel, buku, dan artikel.36
Ismail Marahimin mengartikan wacana
sebagai “kemampuan untuk maju (dalam pembahasan menurut urut-urutan
yang teratur dan semestinya, serta komunikasi buah pikiran, baik lisan
maupun tulisan yang resmi dan teratur”.37
Menurut Riyono Pratiko, proses berpikir seseorang sangat erat
kaitannya dengan ada tidaknya kesatuan dan koherensi dalam tulisan yang
disajikannya.38
Semakin baik cara atau pola berpikir seseorang, pada
umumnya makin terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu.
Kajian terhadap wacana tersebut sering disebut sebagai analisis
wacana. Menurut pandangan Littlejohn, terdapat beberapa rangkaian tentang
36
Peter Y Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer,
(Jakarta: Modern English Press, 2002), h.1709 37
Ismail Muhaimin, Menulis Secara Populer, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), h.26. 38
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika dan Analisis Framing, (cet ke-5; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h.10.
26
analisis wacana. Pertama, seluruhnya tentang analisis wacana disusun, prinsip
yang digunakan oleh komunikator untuk menghasilkan dan memahami
percakapan atau tipe-tipe pesan lainnya. Kedua, wacana dipandang sebagai
aksi, yaitu dengan cara melakukan segala hal, biasanya dengan kata-kata. Ahli
analisis wacana berasumsi bahwa pengguna bahasa mengetahui bukan hanya
aturan tata bahasa kalimat, namun juga aturan-aturan untuk mengetahui unit
yang lebih besar dalam menyelesaikan tujuan-tujuan pragmatic dalam situasi
sosial. Ketiga, analisis wacana adalah suatu pencarian prinsip-prinsip yang
digunakan oleh komunikator aktual melalui perspektif mereka seperti, ia tidak
memedulikan ciri atau sifat psikologis tersembunyi atau fungsi otak, namun
terhadap problema percakapan sehari-hari yang dikelola dan dipecahkan.39
Analisis wacana muncul sebagai suatu reaksi terhadap suatu linguistik
murni yang tidak bisa mengungkap hakikat bahasa yang sempurna. Analisis
wacana mengkaji bahasa secara terpadu, dalam arti tidak terpisah-pisah seperti
unsur bahasa terikat pada konteks pemakaian. Berdasarkan analisisnya, ciri
dan sifat wacana itu dapat dikemukakan antara lain: Analisis wacana
membahas kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat, analisis wacana
merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks, dan situasi,
analisis wacana merupakan suatu pemahaman rangkaian tuturan melalui
interpretasi semantik, analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa
dalam berbahasa, analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa
secara fungsional.40
Dari kelima ciri dan sifat wacana berdasarkan analisisnya,
39
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 40
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika dan Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 49-50
27
dapat disimpulkan bahwa analisis wacana berkaitan pada bahasa untuk
mencari makna yang terdapat pada teks.
Dari beragam ciri dan sifatnya, analisis wacana memiliki tiga
pandangan mengenai bahasa. Pandangan pertama diwakili oleh kaum
positivisme-empiris.41
Oleh penganut aliran ini, bahasa dilihat sebagai
jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Maksudnya ialah
adanya pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya,
konsekuensi logis dari pemikiran ini adalah orang tidak perlu mengetahui
makna subjektif dari sebuah teks, karena yang terpenting ialah apakah
pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan
semantik. Oleh karena itu, tata bahasa, kebenaran sintaksis merupakan bidang
utama dari aliran positivism-empiris tentang wacana.
Pandangan kedua disebut sebagai pandangan konstrutivisme.
Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi.42
Aliran ini
adalah kebalikan dari aliran positivism-empiris, karena di dalam pandangan
kostruktivisme, subjek dan objek bahasa tidak dapat dipisahkan.
Konstruktivisme menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan
wacana serta hubungan-hubungan sosialnya.
Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Pandangan ini
mencoba mengoreksi pandangam konstruktivisme yang kurang sensitif pada
proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun
41
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001),
h.4. 42
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 5.
28
institusional.43
Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada
konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pandangan yang ketiga yaitu
pandngan kritis atau analisis wacana kritis.
a. Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk
Analisis Wacana Kritis dibangun oleh sekelompok pengajar Universitas
East Angelia pada tahun 1970-an. Dalam Analisis Wacana Kritis, wacana
tidak dipahami semata-mata sebagai suatu studi bahasa. Bahasa dianalisis
bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga
menghubungkan dengan konteks yang ada.44
Dalam analisis wacana kritis,
bahasa dilihat sebagai suatu faktor yang penting, yakni bagaimana bahasa
digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan yang terjadi dalam suatu
masyarakat.
Terdapat beberapa Analisis Wacana dengan Paradigma kritis,
beberapa diantaranya yaitu Fairclough dan Wodak, serta Teun A. Van Dijk.
Menurut Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis menyelidiki bagaimana
melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan
versinya masing-masing.45
Analisis Wacana Kritis milik Fairclough dan
Wodak melihat wacana pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai
43
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 6. 44
Aris Badara, Analisis Wacana; Teori, Metode, dan Penerapannya Pada Wacana
Media, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h.27-28. 45
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001),
h.7
29
bentuk dari praktik sosial.46
Praktik sosial dimaksudkan sebagai pihak yang
memiliki kekuasaan dalam memaknai suatu teks bahasa.
Dalam Analisis Wacana Kritis, terdapat lima karakteristik diantanya
sebagai berikut:47
Pertama, tindakan, prinsip pertama wacana ditandai sebagai
sebuah tindakan, dimana seseorang menulis, berbicara, dan menggunakan
bahasa untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Kedua,
konteks, wacana dalam analisis wacana kritis dipandang diproduksi,
dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Ketiga, historis, wacana
baru akan dipahami apabila kita bisa memberikan konteks historis di mana
teks itu diciptakan. Keempat, kekuasaan, dalam analisis wacana kritis terdapat
elemen kekuasaan di dalam analisisnya. Karena di setiap wacana yang muncul
dalam analisis wacana kritis dipandang sebagai sesuatu yang bersifat alamiah,
wajar, dan netral, tetapi juga merupakan bentuk pertarungan kekuasaan.
Kelima, ideologi. Ideologi dalam analisis wacana kritis dibangun oleh
kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi
dominasi mereka. Pandangan semacam ini, wacana tidak dipahami sebagai
sesuatu yang netral dan berlangsung secara alamiah, karena dalam setiap
wacana selalu terkandung ideologi untuk mendominasi dan berebut pengaruh.
Kekuatan yang dimiliki Analisis Wacana Kritis (AWK) adalah
kemampuannya dalam melihat dan membongkar politik ideologi di dalam
media. Hal tersebut menjadi sangat penting karena dalam wacana yang
bersifat kritis diyakini bahwa teks merupakan bentuk dari praktik ideologi atau
46
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 7. 47
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, h. 8-14.
30
peencerminan ideologi tertentu.48
Dalam buku “Analisis Wacana Pengantar
Analisis Teks Media” karangan Eriyanto, didalamnya terdapat tokoh-tokoh
yang mengembngkan analisis wacana. Tokoh-tokoh yang terkenal dan
dikemukakan oleh Eriyanto tersebut, di antaranya Roger Fowler dkk (1979),
Norman Fairclough (1998) yaitu mengenai wacana tentang ideologi, Sara
Mills (1992) yang menitikberatkan perhatian kepada wacana mengenai
feminism, Theo Van Leeuwen (1986) adalah analisis yang diperuntukkan
untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang
yang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Dari banyaknya tokoh
yang mengembangkan analisis wacana, model van Dijk adalah model yang
paling sering digunakan dalam berbagai penelitian teks media. Meski pada
umumnya penelitian Van Dijk mengenai rasialisme namun tidak menutup
kemungkinan terhadap objek penelitian atau teks berita lainnya untuk diteliti.
Teun A. Van Dijk memiliki tiga kerangka analisis, diantaranya sebagai
berikut:
1. Dimensi Teks
Dalam melihat suatu teks, Van Dijk memiliki beberapa
struktur/tingkatan masing-masing yang saling mendukung. Tingkatan
tersebut terdiri atas 3 (tiga) bagian, meliputi: struktur makro, superstruktur,
dan struktur mikro. Jika digambarkan maka struktur teks adalah sebagai
berikut:
48
Aris Badara, Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya dalam Wacana
Media, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 7-8.
31
Tabel 1.49
Struktur Teks Analisis Wacana Van Dijk
Struktur Makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari
topik/tema yang diangkat oleh suatu teks.
Superstruktur
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi,
penutup, dan kesimpulan.
Struktur mikro
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari
pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai oleh suatu
teks.
Dalam dimensi teks ini, teks tidak semata dipahami melalui suatu
teks berita, tetapi juga elemen yang nembentuk teks berita, kata, kalimat,
paragraf, dan proposisi. Sehingga bisa diketahui lebih dalam maknanya,
seperti bagaimana cara media dalam menyampaikan pesan tersebut, dan
retorika seperti apa yang digunakan.50
Dalam pandangannya Van Dijk
menilai, bahwa segala teks dapat dianalisis dengan menggunakan elemen
teks ini. Meski terdiri atas berbagai elemen, semua elemen itu merupakan
kesatuan, saling berhubungan, dan mendukung satu sama lainnya.
Terdapat 15 elemen yang mendasari wacana Van Dijk, diantaranya
yaitu tematik, skematik, latar, detil, maksud, koherensi, koherensi
kondisional, koherensi pembeda, pengingkaran, bentuk kalimat, kata ganti,
leksikon, praanggapan, grafis, dan metafora. Semua elemen tersebut
sangat berkaitan dengan struktur wacana khususnya dimensi teks, dimana
49
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001),
h. 227. 50
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika dan Analisis Framing, (cet ke-5; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h.74
32
semuanya adalah bagian dari struktur wacana makro, superstruktur, dan
struktur mikro.
Tabel 2.51
Elemen Teks pada Wacana Teun A. Van Dijk
Struktur Wacana Hal yang Diamati Elemen
Struktur Makro Tematik
Tema/topik yang
dikedepankan dalam
suatu berita.
Topik
Superstruktur Skematik
Bagaimana bagian dan
urutan berita diskemakan
dalam teks berita utuh.
Skema
Srtuktur Mikro Semantik
Makna yang ingin
ditekankan dalam teks
berita. Misalnya, dengan
member detil pada satu
sisi atau membuat
eksplisit dan mengurangi
detil sisi lain.
Latar, Detil,
Maksud, Pra-
anggapan,
Nominalisasi.
Struktur Mikro Sintaksis
Bagaimana kalimat
(bentuk, susunan) yang
dipilih.
Bentuk kalimat,
Koherensi, Kata
ganti.
Struktur Mikro Stilistik
Bagaimana pilihan kata
yang dipakai dalam teks
berita.
Leksikon
Struktur Mikro Retoris
Bagaimana dan dengan
cara penekanan
dilakukan.
Grafis, Metafora,
Ekspresi
2. Kognisi Sosial
Dalam kerangka analisis Van Dijk, dimensi kognisi sosial sangat
penting karena ada peran wartawan di dalamnya. Kesadaran mental
51
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 228-229.
33
wartawan membentuk makna dari suatu teks tersebut. Setiap teks pada
dasarnya terbentuk lewat kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau
pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa. Peristiwa dipahami berdasarkan
skema atau model. Skema dikonseptualisasikan sebagai struktur mental
yang di dalamnya terdapat cara pandang terhadap manusia, peranan sosial,
dan peristiwa. Beberapa skema atau model yang digunakan dalam analisis
kognisi sosial digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.52
Skema Pada Level Kognisi Sosial
Skema person (Person Schemas)
Skema ini menggambarkan bagaimana seseorang
menggambarkan dan memandang orang lain.
Skema Diri (Self Schemas)
Skema ini berhubungan dengan bgaimana diri sendiri
dipandang, dipahami, dan digambarkan oleh seseorang.
Skema Peran (Role Schemas)
Skema ini berhubungan dengan bagaimana seseorang
memandang dan menggambarkan peranan dan posisi yang
ditempati seseorang dalam masyarakat.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Skema ini merupakan skema yang paling sering digunakan,
karena setiap hari selalu ada peristiwa yang terjadi. Dan dari
setiap peristiwa tersebut selalu dapat ditafsirkan dan dimaknai
dalam skema tertentu.
Dalam dimensi kognisi sosial dijelaskan bagaimana cara
wartawan dalam mempresentasikan kepercayaan atau prasangka dan
pengetahuan strategi dalam pembentun teks peristiwa yang spesifik dan
52
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 260.
34
tercermin melalui berita. Dan skema yang tersedia menunjukan bahwa kita
menggunakan struktur mental untuk menyeleksi dan memproses informasi
yang dating dari lingkungan sekitar.
3. Konteks Sosial
Dalam analisis sosial model Van Dijk mengenai masyarakat ini,
ada dua poin yang penting, yaitu: kekuasaan (power), dan akses (access).
Berikut akan dijelaskan beberapa faktor tersebut:
a. Praktik kekuasaan
Teun A. Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai kepemilikan
yang dimiliki oleh suatu kelompok untuk mengontrol kelompok dari
kelompok lain. Selain berupa control yang sifatnya langsung dan tidak
langsung, kekuasaan juga dipahami Van Dijk yang berbentuk persuasif
yang secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi
kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap, dan pengetahuan.
Analisis wacana memberikan perhatian yang besar terhadap apa
yang disebut dominasi. Dominasi direproduksi oleh pemberian akses yang
khusus pada suatu kelompok dibandingkan kelompok lain (diskriminasi).
b. Akses mempengaruhi wacana
Dalam buku milik Eriyanto dijelaskan bahwa Van dijk
mendefinisikan kekuasaan sebagai alat kontrol yang bersifat langsung dan
fisik, serta berbentuk persuasif, yaitu kepercayaan, sikap, dan
pengetahuan. Sedangkan akses adalah jalan masuk antara masing-masing
35
kelompok dalam suatu masyarakat. Pada umumnya, kelompok elit
memiliki akses yang lebih besar dibandingakan kelompok yang tidak
berkuasa.53
Oleh karena itu, kelompok elit mempunyai kesempatan yang
lebih besar dalam mempengaruhi khalayak melalui akses media yang
dimiliki.
Struktur teks, kognisi sosial, maupun konteks sosial adalah bagian
yang integral dalam kerangka analisis wacana milik Van Dijk. Dan akses
yang lebih besar bukan hanya memberi kesempatan untuk mengontrol
kesadaran khalayak lebih besar, tetapi juga menentukan topik apa dan isi
wacana apa yang dapat disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak.54
B. Kerangka Konseptual
1. Korupsi
a. Pengertian Korupsi
Korupsi merupakan permasalahan serius di banyak negara Asia.
Perkembangan korupsi mengakibatkan terancamnya stabilitas dan
keamanan masyarakat nasional dan internasional, melemahkan institusi
dan nilai-nilai demokrasi dan keadilan serta membahayakan pembangunan
berkelanjutan dan penegakan hukum. Di Indonesia, dari waktu ke waktu
tindak pidana korupsi sudah begitu meluas dalam masyarakat. Perluasan
itu tidak hanya dalam jumlah kerugian keuangan negara dan kualitas
tindak pidana yang dilakukan, tetapi korupsi semakin sistematis dan
meluas sehingga menimbulkan bencana terhadap perekonomian nasional
53
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 272-273. 54
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 274.
36
dan juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak
ekonomi masyarakat.
DR. Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul Patologi Sosial
menyatakan bahwa korupsi adalah tingkah laku yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mendapat keuntungan pribadi yang
merugikan kepentingan umum dan negara.55
Dan semakin hari tingkat
praktik korupsi semakin meningkat.
Praktik korupsi sudah banyak meruak di Indonesia. Melihat kondisi
tersebut, dalam tiga tahun terakhir lembaga riset Political and Economic
Risk Consultancy (PERC) selalu menempatkan Indonesia sebagai juara
korupsi di Asia. Predikat tersebut juga datang dari Transparency
International yang selalu menempatkan Indonesia sebagai salah satu
Negara terkorup di dunia.56
Akibatnya negara Indonesia yang seharusnya
dapat menjadi negara yang bersih dari praktik korupsi masih menjadi
wacana yang hingga kini belum terealisasikan karena banyaknya peluang
di pemerintahan untuk para pejabat melakukan tindak pidana korupsi.
Korupsi dapat terjadi jika ada peluang, keinginan, dan bobroknya
system pengawasan dalam waktu bersamaan. Korupsi dapat dimulai dari
mana saja: suap ditawarkan pada seorang pejabat, atau sebaliknya seorang
pejabat meminta (atau bahkan dengan cara memaksa) dengan uang
pelican. Orang menawarkan sesuatu karena ingin memperebutkan apa
yang bukan haknya (uang rakyat). Namun kasus korupsi yang terjadi tidak
55
DR. Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003), h. 80. 56
Masyarakat Transparansi Indonesia, Di balik Palu Mahkamah Konstitusi, Jakarta: T.
Np, 2005.
37
pandang dia laki-laki ataupun perempuan. Semakin banyaknya kasus
korupsi di Indonesia yang melibatkan perempuan di dalamnya membuat
Indonesia membenah diri dengan sistem hukumnya.
Sistem hukum yang wajib dibenahi dan dikaji lebih dalam lagi,
dimaksudkan agar Indonesia tidak kehilangan peran hukum di dalamnya.
Hilangnya peran hukum yang adil dalam kehidupan sosial politik di
berbagai Negara modern mengakibatkan perjalanan bangsanya terganggu,
tidak terarah, dan menimbulkan korupsi dengan berbagai corak dan
variasinya.57
Korupsi politik tidak hanya terjadi di negara Asia, tetapi juga
di Timur Tengah, Afrika, Eropa, Amerika Latin, maupun Amerika Utara.
Korupsi di dunia politik tidak terlepas dari faktor kekuasaan, struktur
sosial politik yang tidak adil dan lemahnya kontrol sosial, kontrol politik,
dan kontrol hukum.
Sedangkan terjadinya korupsi disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya ialah sebagai berikut58
:
1. Adanya nafsu politik untuk mempertahankan dan
memperluas kekuasaan, karena kekuasaan adalah
kewenangan untuk mengatur kehidupan kewarganegaraan.
Terutama kewenangan dalam mendistribusikan ekonomi
dan sumber daya alam, serta kekuasaan untuk
melaksanakan kebijakan politik.
57
Artidjo Alkostar, Korupsi Politik di Negara Modern, Yogyakarta: FH UII Press, 2008,
hal.382. 58
Artidjo Alkostar, Korupsi Politik di Negara Modern, hal. 383.
38
2. Tersedianya sarana dan prasarana ekonomi dan politik yang
steril dari budaya dialogis.
3. Tidak adanya kontrol yang efektif dari rakyat.
4. Faktor iklim sosial dan politik yang krisis akan keteladanan
dan kevakuman moral.
5. Faktor iklim penegakan hukum yang tragikomis, dimana
kredibilitas penegak hukum merosot, karena adanya krisis
institusi dan mental dari aparat penegak hukum itu sendiri.
b. Korupsi di Indonesia
Pada 29 November 2002, terbentuklah RUU mengenai
pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang
terdiri atas 12 bab dan 17 pasal didalamnya dan telah disetujui oleh DPR.59
Terbentuknya RUU mengenai pembetukan KPK cukup membantu dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia yang dinilai sebagai salah satu negara
terkorup di dunia. Korupsi di Indonesia semakin menjadi saat negeri ini
beranjak menuju demokratisasi. Pasca lengsernya rezim otoriter Soeharto,
kasus korupsi merebak dimana-mana, dan dilakukan oleh berbagai
kalangan. Semua lembaga pemerintah yang dibentuk untuk kepentingan
publik terjangkiti korupsi.60
Padahal, pembahasan mengenai korupsi sudah
dilakukan juga oleh semua kalangan.
59
Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, Membasmi Kanker
Korupsi (Jakarta Pusat: T.pn., 2004), h. 211. 60
Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, Membasmi Kanker
Korupsi, h. 223.
39
Di Indonesia, sudah banyak membuat perangkat hukum dengan
tujuan untuk memberantas korupsi. Seperti UU No. 3/1971 tentang
pemberantasan korupsi. Bahkan, jauh sebelum itu pada tahun 1950-an dan
1960-an juga sudah muncul peraturan-peraturan yang terkait dengan upaya
pemberantasan korupsi. Tap. MPR No. XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, dan UU No.
31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Antikorupsi).
Terakhir, UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juga sudah ditetapkan.61
Namun, peraturan-peraturan tersebut
tampaknya belum terlihat bukti jelasnya, terbukti skala korupsi semakin
tinggi.
Korupsi kian menjadi-jadi karena beberapa hal, diantaranya yaitu
sistem pemerintahan/negara yang memberi peluang untuk korupsi,
rendahnya moralitas dan kesadaran masyarakat, serta tidak ada kontrol
yang ketat dan serius baik dari masyarakat maupun pihak yang berwenang.
Dan sebab korupsi lainnya adalah pandangan dunia (mind-set) sebagian
masyarakat yang keliru, yang terpengaruh oleh nilai-nilai agama dan
budaya yang tidak kondusif bagi kehidupan yang bersih tanpa korupsi.62
Ada sebab, pasti ada akibat atau dampak dari perilaku tindak pidana
korupsi. Dampaknya tidak hanya bersifat ekonomis dan politik seperti
high cost economy dan kerugian negara, tetapi juga bersifat moral dan
budaya.
61
Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, Membasmi Kanker
Korupsi, h. 224. 62
Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, Membasmi Kanker
Korupsi, h. 231.
40
2. Perempuan dalam Perspektif Islam
Dalam Islam, wanita bukanlah musuh atau lawan kaum laki-laki.
Sebaliknya wanita adalah bagian dari laki-laki demikian pula laki-laki
adalah bagian dari wanita, keduanya bersifat saling melengkapi. (QS. Al-
Imran (3) : 195). Di sisi lain, banyak para filosofis yang menganggap
wanita sebagai penyebab terjadinya berbagai bentuk bencana dan tindak
kriminalitas di dunia. Negara hancur karena wanita. Seorang pangeran
bahkan ada yang rela menanggalkan mahkota kerajaannya karena wanita.
Pertikaian muncul akibat perebutan wanita. Bahkan muncul permasalahan
dari kaum agama bahwa wanitalah yang menyebabkan Nabi Adam as
turun ke bumi. Wanita dianggap penyebab terjadinya dosa. Pada dasarnya,
wanita dan laki-laki diciptakan dengan potensi yang berbeda-beda, tetapi
dalam agama Islam, wanita adalah makmum dari kaum pria. Namun,
banyak yang menilai, bahwa sejak munculnya emansipasi wanita, para
wanita bebas melakukan apa yang laki-laki lakukan, sehingga
kepempimpinan pun menjadi salah satu pekerjaan wanita pada saat ini.
Sebagai contoh, pada zaman Nabi, Ummul Mukminin Aisyah
menjadi perempuan yang terkenal dengan kebijaksanaan dan ketajaman
dalam membaca situasi.Padazaman modern, beberapa Negara yang
dipimpin oleh wanita seperti Swiss, Finlandia, Denmark, dan Belgia.
Banyaknya jabatan yang dipegang perempuan di eksekutif, yudikatif, dan
legislatif menjadi faktor penting yang mengantarkan Negara-negara ini
menjadi Negara maju. Peran media massa khususnya majalah Noor
41
terhadap perempuan sangatbesar, karena majalah Noor adalah majalah
wanita yang berlandaskan Islam.
Dalam Al-Quran juga disebutkan bahwa perempuan ditempatkan
pada posisi sederajat dengan laki-laki dalam aktivitas kehidupan di dalam
bermasyarakat. Namun pada realitanya, sebuah data menyebutkan bahwa
perempuan di Indonesia yang menjadi kepala keluarga, 1 dari 10 kepala
keluarga miskin adalah kepala keluarga perempuan yang jumlahnya
diperkirakan sekitar 1,2-1,5 juta jiwa dan rata-rata berpendidikan tidak
tamat SD. Hal ini juga pernah ditegaskan oleh data dari Badan Pusat
Statistik tahun 1999, sebagaimana dilaporkan dalam harian umum Media
Indonesia, bahwa 13,2% rumah tangga di Indonesia dikepalai oleh
perempuan.
Soal kepemimpinan perempuan sampai saat ini masih menjadi
sebuah kontroversi yang menimbulkan perdebatan menarik, baik
kepemimpinan di keluarga maupun di area publik. Karena sebuah
kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam kehidupan berkeluarga ataupun
bermasyarakat dan bernegara.63
Sedangkan dalam Islam sejak masa Rasul SAW, perempuan sudah
banyak tampil sebagai sosok yang dinamis. Hal tersebut didorong oleh
semangat kitab suci Al-Qur‟an yang memberikan jaminan pada perempuan
63
Subhan, Zaitunah, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, Jakarta: El-Kahfi,
2008, hal.93
42
untuk ikut berpartisipasi dan berkiprah dalam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, termasuk di dalamnya peran publik sebagai pemimpin.64
Setiap muslim dalam ajaran Islam wajib melakukan amar ma‟ruf
nahi munkar sebagai tanggung jawab dan amanah bersama dalam rangka
memperbaiki kehidupan sosial. Sehingga berkiprah di politik juga
merupakan implementasi dari tugas manusia (laki-laki atau perempuan)
sebagai khalifah fil ardl. Karena perempuan dan laki-laki memiliki tugas
untuk saling bekerja sama dalam kebaikan.
Allah SWT menegaskan dalam surat At Taubah ayat 71 mengenai
ajaran amar ma‟ruf nahi munkar baik laki-laki maupun perempuan.
Ajaran amar ma‟ruf nahi munkar dapat disebut sebagai salah satu bentuk
aktivitas politik. Ayat ini mempertegas bahwa sebagian dari masyarakat,
laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban dan mempunyai hak
melakukan hal yang baik untuk publik.65
Terbukti dalam ayat tersebut,
baik laki-laki maupun perempuan berhak menyuruh mengerjakan yang
ma‟ruf dan mencegah yang munkar, mencakup segala segi kebaikan,
termasuk memberi masukan dan kritik terhadap penguasa.
Bidang politik merupakan bagian dari pergaulan sosial
kemasyarakatan, maka perempuan memiliki kesempatan yang sama
dengan laki-laki., tidak terdapat diskriminasi yang didasarkan pada
perbedaan jenis kelamin. Tetapi pada realitanya, perempuan dianggap
64
Subhan, Zaitunah, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, Jakarta: El-Kahfi,
2008, hal.95 65
Istibsyaroh, Hak-hak Perempuan; Relasi Jender menurut Tafsir Al-Sya‟rawi, Jakarta :
Teraju, 2004, hal.182-183
43
sebelah mata dan dianggap sebagai suatu kaum minoritas oleh beberapa
kalangan. Padahal di dalam Islam, perempuan dan laki-laki mempunyai
fungsi, dan eksistensi yang sama di mata Allah SWT. Posisi laki-laki dan
perempuan juga sama di bidang publik, tidak ada peraturan dalam Islam
yang secara tekstual menempatkan perempuan sebagai pihak kedua.66
Dalam Qur‟an surat An-Nisa ayat 34 ditegaskan bahwa laki-laki
merupakan pemimpin wanita.
Artinya:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,
oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian dari mereka (laki-
laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dank arena mereka (laki-
laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Sebab itu
maka, wanita yang shalehah ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanklah mereka
ditempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi
Maha Besar.”
Kalimat ar-rijal qawwamun ala an-nisa yang terdapat dalam surat
di atas menjadi salah satu alasan (dasar normatif) suprioritas laki-laki
terhadap perempuan. Dalam tafsir al-Manar disebutkan (Rasyid Ridla,
1973, I:608) bahwa laki-laki lebih utama dari pada perempuan, sehingga
lebih pantas untuk memimpin. Argumen yang dimunculkan dalam ayat ini,
66
Tari Siwi Utami, “Realitas Politik Perempuan di Indonesia,” dalam Proseding
Seminar Internasional, Keterwakilan Perempuan dan Sistem Pemilihan Umum, Jakarta: National
Democratic dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan RI, 2001, hal. 106.
44
mengapa kaum laki-laki bisa menjadi kaum perempuan, adalah karena dua
hal, yaitu: pertama, ketentuan Allah yang telah melebihkan sebagian dari
mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan). Kedua, karena
kaum laki-laki (suami) memberikan nafkah kepada istri.
Akan tetapi, Al-Qur‟an hanya mengatakan bahwa laki-laki adalah
qawwam (lebih unggul/kuat) dimana menurut gramatikal bahasa Arab:
posisi kata dalam kalimat tersebut adalah sebagai khabar (predikat) dan
tidak mengatakan bahwa mereka “harus” menjadi qawwam. Bila susunan
Al-qur‟an itu menyatakan “harus” maka ayat ini merupakan sebuah
pernyataan normatif dan yang demikian ini akan mengikat bagi kaum
perempuan pada semua masa dan dalam semua keadaan, meskipun
sebenarnya tidak demikian.67
Peran suami memberikan nafkah kepada istri
bukan merupakan keadaan “hakiki”, melainkan hanya perbedaan
“fungsional” saja.
Senada dengan argumentasi di atas, Imam Khomeini mengatakan
bahwa perempuan dalam Islam memiliki peranan penting dalam
pembangunan masyarakat Islam, sehingga kaum perempuan juga memiliki
tanggung jawab yang sama beratnya dengan laki-laki dalam mengatasi
problematika di pemerintahan Islam.68
Karena perempuam Islam di masa
Rasulullah juga tidak takut untuk bertindak terhadap pemimpin Negara
apabila terjadi kesalahan dalam suatu pemerintahannya.
67
Zaitunah Subhan, Perempuan dan Politik dalam Islam, Jakarta: LkiS Pelangi Aksara,
2004, hal. 26-31. 68
Imam Khomeini, Kedudukan Wanita dalam Pandangan Imam Khomeini, Jakarta:
Lentera, 2004, hal. 79-98
45
Dalam realitas sosial, banyak diantara kaum perempuan yang
mandiri secara ekonomi, bahkan menjadi tulang punggung keluarga.
Makna sosiologis atas laki-laki itu berjalan (bergerak) dan berusaha di
ruang publik, sedangkan perempuan tinggal di rumah. Dan konsekuensi
yang didapatkan dari pemikiran logis tersebut adalah jika perempuan lebih
aktif dibandingkan laki-laki, maka perempuan tersebut akan menjadi laki-
laki jika dilihat dari sudut pandang sosiologis.
Dari pemaparan di atas, terlihat bahwa para perempuan di awal
Islam telah memerankan kiprah politik (publik) yang cukup penting.
Apalagi jika dilihat dari latar belakang sosial seorang perempuan, yang
awalnya tidak diperhitungkan sama sekali oleh masyarakat Arab jahiliyah.
Meskipun kiprah perempuan sangat sederhana, tetapi setidaknya dapat
disimpulkan bahwa peran dan politik perempuan adalah bukan barang
haram dalam Islam. Dengan melihat peran perempuan awal Islam ini,
banyak pihak yang pada akhirnya mengakui bahwa kiprah politik bukan
hanya persoalan jenis kelamin. Tetapi persoalan tanggung jawab bersama
untuk memperbaiki kehidupan sosial.
3. Media Massa
a. Pengertian Media Massa
Secara etimologi media massa berasal dari dua term bahasa yaitu
media dan massa. Media merupakan jamak dari bahasa Latin, yaitu
“median” yang berarti perantara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
media diartikan sebagai alat komunikasi seperti koran, radio, televisi, film,
46
poster, dan spanduk.69
Media tersebut merupakan media penyampai pesan
dengan cara berbeda sesuai dengan kategorinya.
Menurut Marshall McLuhan (1964), media merupakan pesan itu
sendiri. Artinya media menjadi pembawa pesan dari informasi bagi
organisasi media kepada khalayak.70
Media sebagai suatu alat untuk
menyampaikan pesan berupa berita, penilaian atau gambaran umum
tentang banyak hal, ia mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai
institusi yang dapat membentuk opini publik, antara lain, karena media
yang dapat berkembang menjadi kelompok penekan atas suatu ide atau
gagasan, dan bahkan suatu kepentingan atau citra yang ia representasikan
untuk diletakkan dalam konteks kehidupan yang lebih empiris.
Kemudian menurut Antonio Gramsci, media merupakan arena
pergulatan antar ideologi yang saling berkompetensi (the battle ground for
competing ideology).71
Gramsci memberikan penjelasannya tentang media
sebagai ruang di mana berbagai ideologi dipresentasikan. Artinya, satu sisi
media bisa menjadi sarana penyebaran sebuah ideologi baik dari ideologi
yang berkuasa maupun dari ideologi yang berlawanan dengan penguasa.
Sedangkan massa merupakan khalayak. Media massa (pers) sering
disebut juga the fourth estate (kekuatan keempat) dalam kehidupan sosial-
ekonomi dan politik. Hal ini terutama disebabkan oleh suatu persepsi
tentang peran yang dimainkan oleh media massa dalam kaitannya dengan
69
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2003), Edisi III, h. 726. 70
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006) h. 31. 71
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 30.
47
pengembangan kehidupan sosial-ekonomi dan politik masyarakat.72
Untuk
itu hal terpenting dalam memahami media massa adalah bagaimana media
massa merekonstruksi nilai-nilai masyarakat untuk kemudian disampaikan
kepada khalayak. Seperti yang dikatakan oleh Gramsci media menjadi
arena perang antar ideologi tentu menjadi dasar bahwa realitas yang
ditampilkan kepada khalayak tidak terlepas dari cara pandang yang
dimiliki oleh komunikator media tersebut. Sesuai yang dikatakan oleh
Tony Bennet, media dianggap sebagai agen konstruksi sosial yang
didefinisikan realitas sesuai dengan kepentingannya.73
Artinya, media
bukan hanya dapat berperang ideology dalam mendefinisikan suatu
realitas, tetapi juga mengkonstruksi apa yang terjadi sesuai dengan
kepentingan yang ada di dalam suatu media.
Lebih jelas lagi tentang media massa, Dennis McQuail menyatakan
media massa merupakan filter yang menyaring sebagian pengalaman dan
menyoroti pengalaman lainnya dan sekaligus kendala yang menghalangi
kebenaran. Artinya berita pada suatu media massa adalah suatu cara untuk
menciptakan realitas yang diinginkan mengenai peristiwa atau kelompok
orang yang dilaporkan. Dengan kata lain, berita yang terdapat pada suatu
media tidak hanya menyampaikan, melainkan juga menciptakan makna.
Makna tidak secara sederhana dianggap sebagai reproduksi bahasa tetapi
sebuah pertentangan sosial (social struggle), sebuah perjuangan dalam
memenangkan wacana.74
Dalam hal ini berarti titik tekannya pada
72
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 30. 73
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001),
h. 36. 74
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 40.
48
bagaimana media melakukan politik pemaknaan. Dalam sebuah
tulisannya, “The Rediscovery of Ideology: Return of The Repressed in The
Media Studies,” Stuart Hall – kutip Erianto – menyatakan, makna tidak
bergantung pada struktur makna itu sendiri, tetapi lebih kepada praktik
pemaknaan. Dalam pandangan Hall, makna adalah suatu produk sosial,
suatu praktek konstruksi. Media massa, menurut Hall, pada dasarnya tidak
mereproduksi, melainkan menentukan (to define) realitas melalui
pemaknaan kata-kata terpilih.75
Media massa pada dasarnya terbagi
menjadi dua kategori, yakni media massa elektronik dan media massa
cetak. Media massa cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai media
massa adalah surat kabar dan majalah.76
Baik surat kabar maupun majalah,
keduanya sama-sama memiliki fungsi sosial di dalam menyampaikan
pesan.
b. Fungsi Sosial Media Massa
Setiap media massa mempunyai bentuk yang berbeda, tetapi fungsi
sosial pada media massa satu dengan yang lain adalah sama. Harold
Laswell menyatakan bahwa media memiliki tiga fungsi sosial, yakni:77
Pertama, fungsi pengawas sosial (the surveillance of the
environment), adalah upaya media massa dalam menyebarkan informasi
agar lingkungan masyarakat terkendali. Media menjadi pengamat
lingkungan yang objektif.
75
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 37. 76
Elvinaro Ardianto, dkk., Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2004), h. 103. 77
Darwanto Sastro Subroto, Televisi Sebagai Media Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007), h. 32-33.
49
Kedua, fungsi korelasi sosial (the correlation of part of society
inresponding to the environment), yaitu media massa melakukan korelasi
antara informasi dan antara kelompok sosial yang ada agar tercipta
kesepakatan.
Ketiga, fungsi sosialisasi budaya (the transmission of the social
heritage from one generation to the next), bertujuan sebagai pewaris dan
penyalur nilai-nilai budaya kepada generasi-generasi selanjutnya.
Disamping tiga fungsi utama seperti yang dikemukakan Lasswell
tersebut, Charles R. Wright, dalam bukunya Mass Communication A
Sociological Perspective, fungsi media massa dinyatakan sebagai
berikut: “Communicative acts primarily intended for amusement
irrespective of any instrumental effect they might have”. Maksudnya,
media massa sebagai penyaji sarana komunikasi juga memiliki fungsi
hiburan. Demi menjaga ketertarikan masyarakat media memberikan
hiburan-hiburan populer kepada masyarakat lewat kontennya. Bahkan,
terkadang karena fungsi hiburan inilah khalayak mengonsumsi media
massa.78
c. Media Cetak
Media cetak berupa surat kabar merupakan media massa yang
paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Pada awalnya
pesan disampaikan dengan menggunakan selebaran/manuskrip dan
penyebarannya pun masih menggunakan tenaga manusia untuk membawa
pesan tersebut pada tujuan. Sejarah telah mencatat keberadaan surat kabar
78
Darwanto Sastro Subroto, Televisi Sebagai Media Pendidikan.
50
dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Guternberg pada
abad ke-14 di Jerman.79
Media cetak memiliki fungsi tersendiri yakni informasi, edukasi,
hiburan, dan persuasif. Fungsi yang paling menonjol pada media cetak
adalah informasi. Hal ini sesuai dengan tujuan utama khalayak membaca
surat kabar, yaitu keingintahuan akan setiap peristiwa yang terjadi di
sekitarnya. Tetapi tidak dikesampingkan juga dengan fungsi hiburan
karena tersedianya rubrik-rubrik dengan artikel ringan.80
Jenis media cetak
yang memiliki rubrik menarik dan penuh warna yaitu majalah. Keberadaan
majalah sebagai media massa terjadi tidak lama setelah surat kabar, sejarah
majalah diawali dari negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat.
Menurut Kurniawan Djunaedhi, majalah merupakan penerbitan pers
berkala yang memuat bermacam-macam tulisan yang dihiasi foto-foto.81
Majalah merupakan media cetak yang dapat menarik minat pembaca
dengan warna dan foto yang menarik.
Meskipun pada dasarnya setiap media cetak, baik koran maupun
majalah merupakan jenis media cetak, tetapi majalah memiliki
karakteristik tersendiri dalam penyajiannya, yaitu sebagai berikut82
:
1. Penyajian lebih dalam
79
Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2007), h. 105. 80
Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 111. 81
Kurniawan Djunaedhi, Ensiklopedia Pers Indonesia,( Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama, T.T) , hal. 154-155.
82 Elvinaro Ardianto, dkk., Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2004), h. 121-122.
51
Pada umumnya, frekuensi terbit majalah adalah mingguan, dwi
mingguan, bahkan bulanan. Majalah berita biasanya terbit mingguan,
sehingga para reporternya mempunyai waktu yang cukup lama untuk
memahami dan mempelajari suatu peristiwa. Analisis beritanya dapat
dipercaya dan didasarkan pada buku referensi yang relevan dengan
peristiwa yang disajikan menjadi sebuah berita. Selain itu, berita-berita
yang disajikan dalam majalah lebih lengkap karena ditambahkan dengan
latar belakang peristiwa. Unsur why dan how dikemukakan secara lengkap
dan jelas.
2. Nilai aktualitas lebih lama
Koran sebagai jenis media cetak lain hanya berumur satu hari,
sedangkan majalah memiliki nilai aktualitas lebih lama sampai dengan
satu minggu atau lebih.
3. Gambar/foto lebih banyak
Jumlah halaman majalah lebih banyak, sehingga selain
penyampaian beritanya yang mendalam, majalah juga dapat menampilkan
gambar/foto yang lengkap, dengan ukuran besar dan berwarna. Foto-foto
yang ditampilkan dalam majalah memiliki daya tarik yang membuat
pembaca merasa tertarik untuk terus membaca.
4. Kover sebagai daya tarik
Selain gambar/foto yang menarik, kover atau sampul majalah juga
memiliki daya tarik tersendiri. Kover majalah biasanya menggunakan
kertas yang bagus dengan gambar dan warna yang menarik. Menarik
52
tidaknya kover suatu majalah tergantung pada tipe majalahnya, serta
konsistensi atau keajegan majalah tersebut dalam menampilkan ciri
khasnya. Misalnya majalah Noor, pada majalah Noor selalu menampilkan
sosok perempuan berhijab dalam setiap kovernya.
Selain karakteristik, di dalam majalah juga terdapat bagian-bagian
atau disebut juga sebagai rubrik. Rubrik merupakan kepala ruangan, bab,
atau pasal. Di dalam surat kabar atau majalah, rubrik diartikan sebagai
“ruangan”, misalnya rubrik tinjauan Luar Negeri, rubrik ekonomi, rubrik
olahraga, dan rubrik kewanitaan.83
Sedangkan Onong Uchjana Effendi
dalam bukunya Ilmu Komunikasi dan Praktek menyatakan bahwa rubrik
adalah ruangan pada surat kabar, majalah, atau media cetak lainnya,
mengenai aspek atau kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat, seperti
rubrik kewanitaan, rubrik olahraga, serta rubrik lainnya yang bersangkutan
dengan kehidupan bermasyarakat.84
83
Komarudin Hidayat, Kamus Istilah skripsi dan Tesis, (Bandung, Angkasa. 1985), h.74 84
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h.149-150.
53
BAB III
GAMBARAN UMUM MAJALAH NOOR
A. Gambaran Umum Majalah Noor
Majalah noor adalah majalah yang berdiri sejak tahun 2003. Majalah
Noor terbit atas kehendak mewujudkan media cetak yang dapat membawa
bangsa khususnya muslimah menjadi berkualitas serta mampu memberikan
informasi yang dapat membuka mata khalayak lebih luas dengan wawasan
ilmu pengetahuan yang disertai dengan nilai keagamaan di dalamnya.
Kemunculan majalah Noor awalnya dilatarbelakangi oleh adanya rasa prihatin
melihat banyaknya majalah yang menyajikan berita tanpa syiar islam.
Majalah Noor merupakan salah satu majalah yang didalamnya terdapat
pesan dakwah. Majalah muslimah Indonesia dengan tagline “Yakin Cerdas
Bergaya” ini, terus berusaha memberikan kontribusi yang terbaik yang
berhubungan dengan nilai-nilai islam dalam kehidupan bagi pembaca. Majalah
Noor hadir di tengah banyaknya informasi budaya asing yang masuk ke
Indonesia. Selain penyajian beritanya yang menarik, tampilan majalah Noor
pun didesain dengan sangat menarik sehingga tidak heran jika majalah Noor
masih dapat menunjukan eksistensinya hingga sekarang.
Majalah yang terbit pada tahun 2003 ini diprakarsai oleh tiga wanita
hebat, yakni Ratih Sanggarwati, Sri Artaria Alisjahbana, Jetti Rosilla Hadi dan
juga didukung oleh Mario Alisjahbana dan Isson Khairul. Majalah ini juga
ingin membuat pencitraan bahwa Islam identik dengan kecerdasan, kekinian,
dan modis.
54
Sesuai dengan tagline-nya, yakin “yakin, cerdas, bergaya”, majalah
Noor ingin menjadi media yang dapat memberikan pesan kepada para
pembaca khususnya muslimah, bahwa sebagai muslimah harus memiliki
keyakinan terhadap apa yang sedang dijalani berdasarkan al-Qur‟an dan as-
Sunnah, pemikiran yang cerdas dalam mengimplementasikan apa yang
seharusnya dipahami dalam kehidupan sehari-hari, serta harus memiliki
pemikiran yang cerdas, dan bergaya adalah bonus dari kedua hal baik
tersebut.85
Majalah Noor hadir sebagai satu-satunya majalah yang tidak hanya
memuat unsur-unsur budaya tetapi juga nilai-nilai Islam di dalamnya, yang
diterbitkan oleh Group Pin Point Publications sebagai perusahaan besar.
Kantor redaksi majalah Noor berada di kawasan industri Jati Padang, Pasar
Minggu, tepatnya di Jalan Karang Pola VI No. 7A, Jakarta Selatan.
Pencitraan Islam yang dilakukan oleh majalah Noor sesuai dengan
sasaran dan target pasar yang ditujukan kepada kalangan menengah atas, dan
lebih disarankan kepada kalangan elite.86
Respon masyarakat Indonesia cukup
baik sejak awal mula terbitnya majalah Noor, sehingga majalah Noor selalu
mengembangkan produksinya menjadi 20.000 eksemplar setiap bulannya yang
disebar hingga seluruh Indonesia. Bahkan pada tiga tahun pertama, pembaca
majalah Noor ada yang berasal dari Irian Jaya. Hal tersebut membuktikan
85
Jetti Rosilla Hadi, Wawancara Ekslusif, Pemimpin Redaksi Majalah Noor, Jakarta 86
Jetti Rosilla Hadi, Wawancara Ekslusif, Pemimpin Redaksi Majalah Noor, Jakarta
55
bahwa eksistensi majalah Noor tidak hanya di kota-kota besar, tetapi juga di
daerah terpencil.87
Sasaran pembaca dari majalah ini ialah perempuan muslim, dengan
usia kisaran 25-45 tahun, berpendidikan, berkeluarga, status ekonomi sosial
kelas menengah dan atas, berpikiran maju, dan mempunyai minat terhadap
agama dan kesetaraan gender, serta suka mengikuti kegiatan bakti sosial.
Tidak lengkap rasanya apabila didukung oleh mekanisme kerja yang baik,
oleh karena itu mekanisme yang diberlakukan oleh majalah Noor dilakukan
dengan sangat baik melalui rapat redaksi dan rapat perencanaan. Pada setiap
rapat redaksi yang dilangsungkan, seluruh staff berpartisipasi dalam
memberikan ide-ide terbaiknya. Rapat redaksi dilaksanakan satu kali dalam
seminggu, tepatnya hari senin. Sedangkan rapat perencanaan dilaksanakan
pada awal tahun dalam rangka menyusun dan membahas topik-topik yang
akan diangkat selama satu tahun.88
Topik-topik tersebut tidak terlepas dari sesuatu yang memiliki maksud
baik untuk perempuan yang ditulis berdasarkan al-qur‟an dan hadits, karena
pada dasarnya majalah Noor adalah majalah wanita muslimah dimana setiap
topik yang diberitakan di beberapa rubrik berkaitan dengan perempuan dan
Islam. Dalam hal pemberian nama majalah, para pendiri memilih nama Noor
agar mudah diingat oleh para pembaca, namun tetap memiliki arti yang baik.
Noor yang dimaksud adalah Nuur yang memiliki makna cahaya. Pemberian
nama Noor ini diharapkan bisa menjadi cahaya bagi pembacanya.
87
Jetti Rosila Hadi, Wawancara Ekslusif, Pemimpin Redaksi Majalah Noor, Jakarta. 88
Jetti Rosilla Hadi, Wawancara Ekslusif, Pemimpin Redaksi Majalah Noor, Jakarta.
56
Selain ulasan topik yang sangat bermanfaat, majalah Noor didesain
dengan tampilan yang menarik. Majalah ini memiliki perbedaan dengan
majalah lainnya yaitu Ruh nya. Maksud Ruh disini adalah setiap tulisan yang
terdapat di majalah Noor merujuk pada Al-Qur‟an dan Hadits. Sehingga setiap
tulisan di majalah Noor memiliki Ruh. Oleh karena itu, tidak sedikit penulis
yang berasal dari luar (kontributor) menyumbangkan idenya dalam suatu
tulisan yang nantinya akan dimuat di majalah Noor. Semua tulisan yang
masuk ke majalah Noor akan dibaca oleh ahli agama yang memiliki
background pesantren, lulusan sekolah Mesir, dan yang terpenting adalah yang
hafal Al-Qur‟an dan Hadits. Sehingga apabila ada kesalahan penulisan, dapat
dipertanggungjawabkan. Hal tersebut dikarenakan majalah ini sangat
mengedepankan Islam di dalam setiap penulisannya.
1. Visi dan Misi Majalah Noor
Visi:
a. Majalah Noor hadir karena melihat banyaknya majalah yang
kurang mendidik, tidak berbentuk syiar Islam, dan tidak
ditujukan untuk muslimah/banyak mudharatnya.
b. Ingin menghadirkan majalah Islami yang memiliki perspektif
ke-Indonesiaan, kekinian, dan menjadikan kaum muslimah
sebagai sosok yang yakin, cerdas, bergaya.
Misi:
a. Untuk selalu menjadi jembatan informasi seputar dunia Islam
dengan cara mensyiarkan Islam dengan gaya bahasa ringan dan
57
mudah dimengerti oleh pembaca melalui media berupa
majalah.
2. Logo Majalah Noor
Gambar 189
Logo Majalah Noor
Logo majalah Noor dirancang dengan sangat menarik, simple, dan
mempunyai ciri khas tersendiri. Di logo terdapat tagline yaitu “Yakin Cerdas
Bergaya” yang memiliki arti bahwa setiap perempuan harus memiliki keyakinan
terhadap Islam, harus yakin terhadap al-Qur‟an
Al-Qur‟an merupakan pedoman hidup yang diturunkan untuk sepanjang
zaman. Cerdas yaitu sebagai perempuan kita harus cerdas dalam
mengimplementasikan apa yang kita pahami dalam kehidupan. Sedangkan gaya
bukan merupakan fokus utama dari tujuan yang ingin disampaikan oleh majalah
Noor.90
3. Struktur Redaksi Majalah Noor
Pada awal terbentuknya majalah Noor, tercetus ide agar di dalam struktur
kredaksian semuanya perempuan, namun pada kenyataannya, tidak bisa
dipungkiri bahwa tenaga laki-laki juga dibutuhkan dalam keredaksian. Maka
89
Data Transkip milik Majalah Noor. 90
Jetti Rosilla Hadi, Wawancara Ekslusif, Pemimpin Redaksi Majalah Noor, Jakarta.
58
karyawan pun tidak hanya dari golongan perempuan saja, tetapi untuk perempuan
dan laki-laki. Hanya saja karena majalah ini merupakan majalah bernafaskan
Islam, maka karyawan harus beragama Islam. Berikut struktur keredaksian
majalah Noor.
Tabel 4.91
Struktur Redaksi Majalah Noor
Struktur Redaksi Majalah Noor
Pemimpin Umum Sri Artaria
Pemimpin Perusahaan Mario Alisjahbana
Pemimpin Redaksi Jetti R. Hadi
Redaktur Pelaksana Roos Farieanna Rowi
Gita Wirasti
Redaksi Yudiana Tirta
Ade Nur Sa‟adah
Putri Wulan M
Sekretaris Redaksi Riri
Redaktur Ahli Ratih Sanggarwati
Badriyah Fayumi
Aju Isni Karim
Kontributor Amelia Prihanto
Ade Aprilia
Artistik Mardi Santoso
Panca Akbari
Fotografer Ramsy
Promosi Osep Rahmat
Majalah Noor terbit setiap satu bulan sekali, untuk itu redaksi mempunyai
agenda rapat yang dilakukan setiap hari senin dan kamis di setiap minggunya.
Hal-hal yang dibicarakan setiap rapat ialah tema majalah untuk edisi berikutnya,
pembagian tugas dan pencarian berita, dan penentuan narasumber.
Setelah berita selesai dihimpun, maka tugas selanjutnya adalah menyusun
berita tersebut dengan space yang telah ditentukan, maksudnya setiap rubrik
91
Transkip Data milik Majalah Noor.
59
memiliki space yang berbeda untuk pemberitaan yang disajikan maka penyusunan
berita pun disesuaikan dengan space pada rubrik yang ada. Kemudian berita
diserahkan kepada pihak redaktur untuk proses editing, dan selesai pengeditan,
naskah dilayout oleh bagian artistik. Selesai dilayout dengan warna hitam putih,
maka selanjutnya naskah diserahkan kepada pemimpin redaksi untuk diedit.
Setelah selesai proses pengeditan, persetujuan naskah, maka naskah siap naik
cetak dan kemudian didistribusikan.
B. Gambaran Umum Rubrik Topik Kita
1. Rubrik Topik Kita
Kehadiran rubrik topik kita merupakan salah satu rubrik diantara
banyaknya rubrik yang dihadirkan oleh majalah Noor sejak awal berdirinya
majalah Noor tahun 2003. Rubrik topik kita hadir sebagai tulisan mengenai apa
yang sedang dan telah terjadi pada bulan tersebut dengan mengedepankan fiqih
di dalam setiap ulasannya. Sehingga pembaca tidak hanya disuguhkan dengan
pemberitaan yang bersifat umum tetapi juga dari sudut pandang agamis.
Beberapa rubrik lainnya antara lain Sampul Kita, Noor Craft, Perjalanan,
Seni Budaya, Jendela Dunia, Profil, Kisah Noor, Info Kesehatan, Info Halal,
serta Menu Utama. Namun diantara beragam rubrik, rubrik topik kita
merupakan rubrik yang selalu terbit setiap bulannya dengan ciri khas yang
mengedepankan fiqih dalam membahas persoalan di dalamnya. Salah satu tema
di rubrik topik kita yang terbit pada bulan Desember tahun 2013 adalah
mengenai Perempuan, dimana perempuan pada tahun tersebut banyak yang
terlibat kasus korupsi.
60
Permasalahan tersebut menjadi suatu ketertarikan bagi penulis untuk
dibahas sebagai bahan renungan yang bermanfaat. Perempuan yang berada di
ruang publik banyak yang terjerat korupsi, hal itu yang melatarbelakangi
ditulisnya tema ini. Perjuangan perempuan semakin berat karena banyak
anggapan bahwa pada dasarnya perempuan mudah tergoda oleh uang, padahal
orang jahat tidak bisa dikategorikan hanya dari jenis kelamin saja. Sosok
koruptor perempuan pada dasarnya selalu dipojokkan apabila melakukan
kesalahan, namun di topik kita edisi perempuan ini, perempuan direpreentasikan
sebagai pihak yang tetap baik. 92
Berangkat dari fenomena sosial yang konkrit, didalamnya ingin
membangun suatu kesadaran bahwa perempuan tetap bisa berpolitik,
berkontribusi, dan menjalankan kewajibannya sebagai Ibu Rumah Tangga yang
bisa membebaskan diri sendiri dari lingkungan dan keinginan korupsi. 93
2. Karakteristik Pembaca Majalah Noor
Sama hal nya dengan majalah lainnya, setiap majalah memiliki
karakteristik dan target pembacanya sendiri. Berikut adalah target dan
karakteristik pembaca di majalah Noor: Perempuan Muslim dengan usia 20 – 45
tahun, Berkeluarga, Sosial Ekonomi Status (SES) A & B+, Modern : mengikuti
trend/perkembangan terkini dalam berbagai bidang aktif di : Dunia Profesi,
Organisasi Sosial, dan Pengajian, Pendidikan S1 dan Akademi, perhatian
terhadap Agama dan kesetaraan Gender, menyukai gaya hidup modern, gemar
92
Wawancara langsung dengan Badriyah Fayumi, Penulis rubrik Topik Kita di Majalah Noor, 16 Juni 2014
93 Wawancara langsung dengan Badriyah Fayumi, Penulis rubrik Topik Kita di Majalah
Noor, 16 Juni 2014
61
meng-update ilmu pengetahuan dan keep up dengan perkembangan teknologi,
passion terhadap fashion, memiliki strong bonding dengan pers, concern
terhadap gaya hidup sehat, pekerjaan : Profesional dan Ibu Rumah Tangga, serta
suka travelling dan kegiatan sosial.
62
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Pada bab ini peneliti akan memaparkan hasil penelitian analisis wacana
berita koruptor perempuan terkait dengan maraknya perempuan yang terlibat
kasus tindak pidana korupsi dengan menggunakan analisis wacana milik Teun A.
Van Dijk, yang terdiri dari struktur teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.
Kasus mengenai fenomena koruptor perempuan disajikan dengan cara
berbeda oleh majalah Noor edisi 31 Desember 2013. Terdapat dua berita yang
saling terkait terhadap pemberitaan koruptor perempuan, diantaranya ialah berita
berjudul Agar Perempuan Tak Rentan, dan Peta Identitas Perempuan (menyikapi
fenomena koruptor perempuan). Kedua judul tersebut menceritakan tentang posisi
perempuan di ruang public yang berkenaan dengan status perempuan dalam
agama Islam.
Berita mengenai koruptor perempuan sebenarnya telah banyak beredar di
berbagai media massa, baik media cetak maupun elektronik. Namun dari banyak
media yang memberitakan sisi negatif seorang koruptor perempuan, majalah Noor
menyajikan dengan dua sudut pandang di dalamnya, yaitu sudut pandang secara
umum dan secara khusus. Sudut pandang secara umum disini maksudnya adalah
anggapan dari masyarakat sekitar, sedangkan sudut pandang secara khususnya
ialah pandangan dari agama Islam.
A. Analisis Struktur Teks Berita
Dalam model analisis wacana milik Teun A. Van Dijk terbagi menjadi tiga
tingkatan yang saling berkaitan satu sama lain. Tingkatan pertama, struktur
63
makro: tematik yang berarti makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari
topik/tema yang diangkat oleh suatu teks. Tingkatan kedua, superstruktur yang
merupakan kerangka suatu teks, seperti pendahuluan, isi, penutup, dan
kesimpulan.94
Dan tingkatan ketiga, struktur mikro yang terdiri dari semantik
(latar, detail, praanggapan), sintaksis (koherensi, bentuk kalimat, kata ganti),
stilistik (leksikon), dan retoris (grafis).
1.Analisis Level Teks Berita judul Agar Perempuan Tak Rentan (31/12/13)
a. Struktur Makro; Tematik
Gagasan utama atau makna global yang diambil dalam berita berjudul
Agar Perempuan Tak Rentan yang terbit pada 31 Desember 2013 yang ditulis
oleh Badriyah Fayumi ini mengenai banyaknya perempuan yang terkait kasus
korupsi dan sebagian diantaranya ialah sepasang suami istri. Berita ini
menggambarkan bahwa bias gender terjadi ketika perempuan yang berkiprah di
ranah publik bermasalah seperti melakukan tindak pidana korupsi, perempuan
akan dipandang buruk dengan membahas jenis kelamin sebagai kritikan. Padahal
fakta yang terjadi, pelaku korupsi lebih banyak adalah laki-laki. Hal ini sesuai
dengan wawancara yang dilakukan dengan Badriyah Fayumi, Redaktur dan
Penulis Rubrik Topik Kita, majalah Noor sebagai berikut:
“Saya membuat berita ini karena menurut saya perempuan adalah
makhluk yang harus dihormati dan dihargai, karena tanpa peran
perempuan kita bukan apa-apa di dunia ini. Namun banyak anggapan
buruk tentang perempuan hanya karena beberapa perempuan melakukan
94
Eriyanto, Analisis Wacana (Yogyakarta: LKIS, 2011), h. 227.
64
tindak pidana korupsi bukan berarti semua perempuan buruk. Dan baik
perempuan, maupun laki-laki sama-sama mulia di mata Allah SWT…”95
b.Superstruktur; Skematik
Superstruktur menurut Van Dijk terdapat dua kategori skema besar.
Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen antara lain judul
dan lead. Kedua, story, yakni isi berita secara keseluruhan. Story terbagi menjadi
dua sub-kategori yakni proses jalannya suatu peristiwa dan komentar yang
dimunculkan dalam teks.96
Dalam superstruktur terdapat pendahuluan, isi, dan
penutup dalam bagian berita yang merupakan urutan kejadian yang diceritakan
dalam sebuah berita.
Pendahuluan – berita berjudul Agar Perempuan Tak Rentan, pada Lead penulis
menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki senantiasa saling membantu dalam
mengemban amanah sebagai khalifah Allah.
“Perempuan dimotivasi oleh Allah agar menjadi pribadi termulia,
bersama laki-laki harus saling membantu karena mengemban amanah
yang sama sebagai khalifah Allah…”97
Bagian Isi - berita ini menjelaskan bahwa tradisi, pandangan, serta relasi
pergaulan sehari-hari menjadi pangkal banyaknya perempuan melakukan korupsi
karena hal tersebut membuat perempuan tumbuh dan terpengaruh menjadi
manusia seadanya yang kurang terobsesi untuk menjadi pribadi yang sukses
sebagai hamba Allah dan menjadi khalifah Allah dalam mempertahankan
integritas diri tatkala berada di sebuah lingkungan yang mengajak berbuat maksiat
seperti tindak pidana korupsi.
95
Wawancara dengan Badriyah Fayumi, Redaktur dan Penulis Rubrik Topik Kita majalah
Noor pada 16 Juni 2014. 96
Eriyanto, Analisis Wacana (Yogyakarta: LKIS, 2011), h. 232. 97
Berita berjudul Agar Perempuan Tak Rentan (Noor, Edisi 31/03/13).
65
Penutup – pada bagian penutup berita ini berisi pesan dari penulis dalam melihat
realitas yang terjadi terhadap maraknya koruptor perempuan. Penulis menegaskan
bahwa dengan kekuatan iman, ilmu, dan akhlak yang baik, perempuan akan
menjadi pribadi yang mampu menjadi mitra kolaborasi laki-laki dalam melakukan
kebaikan.
c. Struktur Mikro; Semantik
Latar – Maraknya kasus korupsi yang melibatkan kaum perempuan adalah
disebabkan kurangnya iman, dan pengaruh dari lingkungan pergaulan. Hal
tersebut bertentangan dengan Qur‟an Surat at-Taubah/9: 71). Seperti yang
diberitakan sebagai berikut:
“mukmin dan mukminah harus berkolaborasi dalam melakukan
amar ma‟ruf nahi munkar, mendirikan solat, berzakat, dan taat kepada
Allah dan Rasullulah. Mereka yang berkolaborasi untuk melakukan hal-
hal inilah yang akan mendapat rahmat Allah, bukan yang berkolaborasi
dalam kemunkaran, seperti korupsi…”98
Detil – Dalam berita tersebut terdapat beberapa surat Al-qur‟an yang dipaparkan
bersama realitas yang terjadi pada kaum perempuan saat ini dan pada masa
kenabian. Seperti berikut ini:
“Khazanah Islam tak kurang teladan dan acuan. Kehebatan
perempuan-perempuan mukmin teladan yang kuat iman dan teguh
pendirian seperti Aisyah, istri Fir‟aun, dan Maryam telah disebutkan
dalam Al-Qur‟an surat at-Tahrim/66 ayat 11 dan 12. Walau bersuamikan
Fir‟aun Raja Diraja yang memiliki segalanya, Aisyah tak terpengaruh
keimanannya…” 99
98
Berita berjudul Agar Perempuan Tak Rentan, Paragraf 5 (Noor, Edisi 31/12/13) 99
Berita berjudul Agar Perempuan Tak Rentan, Paragraf 8 (Noor, Edisi 31/12/13)
66
Maksud – Terdapat elemen maksud eksplisit pada berita ini yang menjelaskan
bahwa perempuan juga memiliki hak yang sama untuk berada di ruang publik
dalam menjalankan amanah rakyat. Hal tersebut dijelaskan pada paragraf 1,
“Padahal harapannya, semakin banyak perempuan aktif
mengelola negara, negara makin bersih dari korupsi dan Indeks
Pembangunan Manusia meningkat. Seperti yang terjadi di negara-negara
Skandinavia; Swiss, Finlandia, Denmark, dan Belgia. Banyaknya jabatan
yang dipegang perempuan di Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif menjadi
faktor penting yang mengantarkan negara-negara ini sebagai negara
maju dan makmur di dunia, serta bersih dari korupsi…”100
Pra-anggapan – Terdapat elemen pra-anggapan pada paragraf 2 berita ini,
“Kalau mau jujur dan dihitung semuanya, pelaku korupsi dan
jumlah yang dikorupsi laki-laki jauh lebih banyak…”101
Dan terdapat pula pra-anggapan pada paragraf 3,
“Jika perempuan kurang berkualitas, atau kurang maksimal
bekerja gender perempuannya pun disebut. Apalagi jika ia korupsi.
Padahal, pejabat, pegawai atau pengusaha laki-laki yang rendah kualitas,
malas, dan korup juga banyak. Namun, tidak disebut jenis kelaminnya.
Inilah fakta bias gender…”102
Kalimat-kalimat tersebut seakan menyiratkan adanya ketidaksetujuan
penulis terhadap beberapa pemberitaan yang kian marak memojokkan perempuan.
Maka penulis menempatkan dirinya jika berada di posisi tersebut. Karena seperti
banyaknya informasi yang beredar di masyarakat, perempuan seakan menjadi
tersangka hanya karena faktor keserakahan saja. Dan saat perempuan tersebut
100
Berita berjudul Agar Perempuan Tak Rentan, Paragraf 1 (Noor, Edisi 31/12/13) 101
Berita berjudul Agar Perempuan Tak Rentan, Paragraf 2 (Noor, Edisi 31/12/13)
102
Berita berjudul Agar Perempuan Tak Rentan, Paragraf 3 (Noor, Edisi 31/12/13)
67
tersangkut kasus korupsi, maka jenis kelamin akan menjadi sorotan utama
masyarakat.
d.Struktur Mikro (Sintaksis)
Bentuk Kalimat – pada paragraf pertama, “Semakin banyak perempuan mengelola
negara, negara makin bersih dari korupsi…”103
Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari
pernyataannya.104
Kalimat tersebut menunjukkan bahwa perempuan terlihat lebih
memiliki kekuasaan. Seperti penuturan penulis saat di wawancarai berikut ini:
“Di dalam pembahasan rubrik Topik Kita saya ingin menonjolkan
sisi positif perempuan, sekalipun dalam pembahasan ini mengenai
korupsi, tapi saya tetap ingin menonjolkan sisi baik dari perempuan…”105
Koherensi – terdapat pada paragraf 2,
“Sebab, kalau mau jujur dan dihitung semuanya, pelaku korupsi
dan jumlah yang dikorupsi laki-laki jauh lebih banyak. Hanya saja,
masyarakat tidak pernah mempermasalahkan jenis kelamin saat
pelakunya laki-laki…”106
Elemen koherensi diatas menjelaskan mengenai sebab perempuan yang
melakukan tindak pidana korupsi akan mendapat citra yang buruk dari
masyarakat. Padahal jika mau ditelusuri, pelaku korupsi lebih banyak adalah
kaum laki-laki.
Koherensi Kondisional - pada paragraf 7 terdapat kalimat,
“Tradisi, pandangan, pola asuh, dan relasi sehari-hari yang umum
terjadi seputar kita, disadari atau tidak, telah menghasilkan perempuan-
103
Berita berjudul Agar Perempuan Tak Rentan, Paragraf 1 (Noor, Edisi 31/12/13) 104
Eriyanto, Analisis Wacana (Yogyakarta: LKIS, 2011), h. 251. 105
Wawancara dengan Badriyah Fayumi, Redaktur dan Penulis Rubrik Topik Kita majalah Noor pada 16 Juni 2014.
106 Berita berjudul Agar Perempuan Tak Rentan, Paragraf 2 (Noor, Edisi 31/12/13)
68
perempuan yang rentan dan rapuh menghadapi godaan dan ujian yang
mempertaruhkan integritas pribadi…”107
Pada kalimat tersebut bermakna bahwa penulis/wartawan ingin
memberikan penekanan terhadap penyebab perempuan-perempuan terlibat dalam
tindak pidana korupsi. Kalimat ini bermakna positif untuk mengingatkan khalayak
khususnya perempuan bahwa tradisi, pandangan, dan hubungan sehari-hari yang
baik merupakan hal penting untuk terhindar dari kegiatan yang merugikan.
Kata Ganti – terdapat pada paragraf 8,
“Kita dan anak-anak perempuan kita sudah saatnya hidup dalam
pandangan, cerita, materi ajar, dan pola asuh yang memotivasi diri
menjadi “muslimah sukses” sebagai hamba dan khilafah Allah dalam arti
sesungguhnya…”108
Pemakaian kata ganti “kita” menciptakan perasaan bersama di antara
wartawan dan khalayak. Sehingga tidak ada batasan antara wartawan dan
khalayak, karena pendapat khalayak diwakili oleh wartawan.109
Pengingkaran - terdapat pada paragraf 3,
“Padahal, pejabat, pegawai, atau pengusaha laki-laki yang rendah
kualitas, malas, dan korup juga banyak. Namun, tidak disebut jenis
kelaminnya. Inilah fakta bias gender…”110
Kalimat ini jelas menyiratkan sebuah kecurigaan majalah Noor terhadap
keberpihakan berbagai media yang selalu menyudutkan peran perempuan ketika
seorang perempuan dinyatakan sebagai koruptor. Hal ini juga diperkuat oleh
tanggapan Pimimpinan Redaksi yang menyatakan sebagai berikut:
107
Berita berjudul Agar Perempuan Tak Rentan, Paragraf 7 (Noor, Edisi 31/12/13) 108
Berita berjudul Agar Perempuan Tak Rentan, Paragraf 8 (Noor, Edisi 31/12/13) 109
Eriyanto, Analisis Wacana (Yogyakarta: LKIS, 2011), h. 254. 110
Berita berjudul Agar Perempuan Tak Rentan,Paragraf 3 (Noor, Edisi 31/12/13)
69
“peran perempuan seharusnya tidak dipandang sebelah mata,
karena bagaimana pun, perempuan juga makhluk sosial yang bisa berbuat
salah. Namun, ketika perempuan salah seharusnya tidak usah
mempermasalahkan tentang bias gendernya…”111
e. Struktur Mikro (Stilistik)
Leksikon – terdapat kata mengelola negara dan mengantarkan negara-negara
(paragraf 1) kata mengelola dan mengantarkan adalah bentuk harapan masyarakat
agar perempuan dalam mengelola negara dapat mengantarkan negara tersebut
menjadi negara yang lebih baik dan terbebas dari korupsi. Masyarakat tidak
mempermasalahkan jenis kelamin saat pelakunya laki-laki…(paragraf 2) kata
mempermasalahkan dinilai bahwa masih banyak pihak yang kontra terhadap peran
perempuan di ranah publik. Bias gender (paragraf 3) kata tersebut menjadi sesuatu
yang bersifat diskriminatif karena menyinggung masalah gender hanya karena
pelakunya adalah perempuan. Membeda-bedakan, mengemban amanah, dan
berkolaborasi (paragraf 4) kata-kata tersebut menunjukan bahwa di dalam al-
Qur‟an sudah terdapat bukti nyata bahwa agama tidak pernah membeda-bedakan
laki-laki dan perempuan serta tugas dan kewajiban di dunia untuk menyerukan
kebaikan dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah swt. Sering terpolusi oleh
tradisi…(paragraf 7) kata terpolusi menjelaskan bahwa perempuan yang
melakukan tindak pidana korupsi disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan
sekitar serta pola fikir yang salah. Sirah nabawiyah dan Ummul mukminin
(paragraf 8) mencerminkan sosok perempuan pada zaman nabi Muhammad saw
yang berjuang dengan integritas dan iman yang kuat serta perjuangan nyata dalam
memajukan Islam dan masyarakat.
111
Wawancara dengan Jetti R. Hadi, Redaktur dan Penulis Rubrik Topik Kita majalah Noor pada 07 Mei 2014.
70
f. Struktur Mikro (Retoris)
Grafis – terdapat lead dengan tulisan tebal, dan sebagai sebuah kalimat pembuka,
lead tersebut cukup mengundang pertanyaan karena tidak ada kelanjutan antara
lead dengan berita utama. Terdapat pula lima sub-judul dengan huruf lebih
tebaldan diberi warna coklat antara lain yaitu: Bahan Muhasabah, Kembali
Kepada al-qur‟an, Sering Terpolusi, Motivasi “Muslimah Sukses”, dan Tak Perlu
Khawatir. Tepat di sebelah kanan judul terdapat gambar keretakan tanah dengan
bunga di atasnya, yang maksudnya ialah bunga sebagai perempuan dan tanah
adalah sebagai iman.
Metafora – bias gender adalah produk pemikiran manusia yang sangat
dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan tradisi (paragraf 4) kalimat ini
menjelaskan bahwa bias gender hanyalah bentuk pola pikir manusia yang tidak
sesuai dengan pernyataan al-Quran yang sifatnya sudah pasti dan tidak dapat
diubah.
Tabel 5.
Analisis Level Teks Berita Berjudul Agar Perempuan Tak Rentan
No Struktur Wacana Elemen Hasil Analisis
1. Struktur Makro Tema Perempuan yang terkait kasus
korupsi dan sebagian
diantaranya ialah sepasang
suami istri.
71
2. Superstruktur Skema Pendahuluan, Lead
pembuka penulis
menyatakan bahwa
perempuan dan laki-laki
senantiasa saling
membantu dalam
mengemban amanah
sebagai khalifah Allah.
Isi, tradisi, pandangan,
serta relasi pergaulan
sehari-hari menjadi
pangkal banyaknya
perempuan melakukan
korupsi karena hal
tersebut membuat
perempuan tumbuh dan
terpengaruh menjadi
manusia seadanya yang
kurang terobsesi untuk
menjadi pribadi yang
sukses sebagai hamba
Allah dan menjadi
khalifah Allah dalam
mempertahankan
integritas diri tatkala
berada di sebuah
lingkungan yang
mengajak berbuat
maksiat seperti tindak
pidana korupsi.
Penutup, pesan dari
penulis dalam melihat
realitas yang terjadi
terhadap maraknya
koruptor perempuan.
3. Struktur Mikro
(Semantik)
Latar Latar masalah ini adalah
maraknya kasus korupsi yang
melibatkan kaum perempuan
yang disebabkan kurangnya
iman, dan pengaruh dari
lingkungan pergaulan.
Detil Terdapat beberapa surat Al-
qur‟an yang dipaparkan bersama
realitas yang terjadi pada kaum
perempuan saat ini dan pada
masa kenabian.
72
Maksud Pada paragraf 1, terdapat
penjelasan mengenai hak
perempuan di ruang publik.
Pra-anggapan Paragraf 2, “Kalau mau
jujur dan dihitung
semuanya, pelaku
korupsi dan jumlah yang
dikorupsi laki-laki jauh
lebih banyak.”
Paragraf 3, “ Jika
perempuan kurang
berkualitas, atau kurang
maksimal bekerja gender
perempuannya pun
disebut. Apalagi jika ia
korupsi. Padahal,
pejabat, pegawai atau
pengusaha laki-laki yang
rendah kualitas, malas,
dan korup juga banyak.
Namun, tidak disebut
jenis kelaminnya. Inilah
fakta bias gender.”
4. Struktur Mikro Bentuk
Kalimat
Pada paragraf pertama, Semakin
banyak perempuan mengelola
negara, negara makin bersih
dari korupsi.
Koherensi Paragraf 2, Sebab, kalau mau
jujur dan dihitung semuanya,
pelaku korupsi dan jumlah yang
dikorupsi laki-laki jauh lebih
banyak. Hanya saja, masyarakat
tidak pernah
mempermasalahkan jenis
kelamin saat pelakunya laki-laki.
Koherensi
kondisional
Paragraf 7, Tradisi, pandangan,
pola asuh, dan relasi sehari-hari
yang umum terjadi seputar kita,
disadari atau tidak, telah
menghasilkan perempuan-
perempuan yang rentan dan
rapuh menghadapi godaan dan
ujian yang mempertaruhkan
integritas pribadi.
73
Kata Ganti Paragraf 8, “Kita dan anak-anak
perempuan kita sudah saatnya
hidup dalam pandangan, cerita,
materi ajar, dan pola asuh yang
memotivasi diri menjadi
“muslimah sukses” sebagai
hamba dan khilafah Allah dalam
arti sesungguhnya.”
Pengingkaran Paragraf 3, Padahal, pejabat,
pegawai, atau pengusaha laki-
laki yang rendah kualitas,
malas, dan korup juga banyak.
Namun, tidak disebut jenis
kelaminnya. Inilah fakta bias
gender.
5. Struktur MIkro
(Stilistik)
Leksikon Mengelola negara dan
mengantarkan negara-negara
(paragraf 1), Masyarakat tidak
mempermasalahkan jenis
kelamin saat pelakunya laki-
laki…(paragraf 2), Bias gender
(paragraf 3), Membeda-bedakan,
mengemban amanah, dan
berkolaborasi (paragraf 4),
Sering terpolusi oleh
tradisi…(paragraf 7), Sirah
nabawiyah dan Ummul
mukminin (paragraf 8).
6. Struktur Mikro
(Retoris)
Grafis Terdapat lead dengan tulisan
tebal, dan sebagai sebuah
kalimat pembuka, lead tersebut
cukup mengundang pertanyaan
karena tidak ada kelanjutan
antara lead dengan berita utama.
Terdapat pula lima sub-judul
dengan huruf lebih tebaldan
diberi warna coklat antara lain
yaitu: Bahan Muhasabah,
Kembali Kepada Al-qur‟an,
Sering Terpolusi, Motivasi
“Muslimah Sukses”, dan Tak
Perlu Khawatir. Tepat di
sebelah kanan judul terdapat
gambar keretakan tanah dengan
bunga diatasnya, yang
maksudnya ialah bunga sebagai
perempuan dan tanah adalah
sebagai iman.
74
Metafora Bias gender adalah produk
pemikiran manusia yang sangat
dipengaruhi oleh latar belakang
budaya dan tradisi (paragraf 4).
2. Analisis Teks Berita Berjudul Peta Identitas Perempuan: Menyikapi
Fenomena Koruptor Perempuan (31/12/2013)
a. Struktur Makro; Tematik
Pada struktur makro yang diutamakan adalah gagasan inti atau tema yang
akan diungkapkan oleh wartawan penulis, Badriyah Fayumi dan Umar Fayumi,
melalui berita ini. Maka, tema yang dapat diangkat dari berita yang terbit pada 31
Desember 2013 berjudul Peta Identitas Perempuan: Menyikapi Fenomena
Koruptor Perempuan adalah wartawan penulis ingin mempertegas bahwa
maraknya koruptor perempuan merupakan bagian dari dinamika sosial yang harus
disikapi secara benar dan bijaksana.
b. Super Struktur; Skematik
Pada pendahuluan - berita berjudul Peta Identitas Perempuan: Menyikapi
Fenomena Koruptor Perempuan menjadi elemen utama yang pada umumnya
menunjukkan tema yang ingin ditampilkan oleh wartawan dalam pemberitaannya.
Selain itu pemberitaan ini dianggap sangat penting karena merupakan isu besar
yang terjadi di Indonesia.
Bagian isi – berita ini menjelaskan bahwa perbedaan antara perempuan dan laki-
laki juga menjadi penyebab maraknya kasus korupsi di kalangan perempuan.
Perbedaan tersebut antara lain secara alamiah, biologis, dan secara psikologis.
75
Namun, diantara ketiga perbedaan tersebut, terdapat perbedaan umum yang
mendasari perempuan melakukan tindak pidana korupsi yaitu pada struktur dan
fungsi kerja otak yang memunculkan perbedaan dalam cara berpikir dan reaksi-
reaksi psikologis tertentu, sehingga keduanya punya kecenderungan mental dan
pola perilaku yang berbeda-beda.
Penutup – terdapat pandangan dari wartawan penulis mengenai emansipasi
perempuan yang secara artifisial bisa dikatakan cukup sukses diterapkan di
Indonesia. Hal tersebut dikatakan juga harus dibarengi dengan pendidikan
karakter dan penguatan moral keagamaan yang kokoh.
c. Struktur Mikro; Semantik
Latar – pada awal berita ini diceritakan mengenai hasil studi dan kajian dari
beberapa Universitas terkemuka di dunia, salah satunya Universitas Sussex (tanpa
tahun), Dewan Eropa (2004), TI (2007), dan GTZ (2004) yang menunjukkan tidak
adanya pengaruh gender dengan korupsi.
“Jika akses terhadap kekuasaan dibuka, belum tentu perempuan
tak korupsi dan lebih tak korup. Lihat saja apa yang terjadi di Indonesia
belakangan setidaknya menguatkan hasil temuan ini…”112
Detil – terdapat detil mengenai persamaan dan perbedaan antara laki-laki
perempuan. detil mengenai persamaan terdapat di paragraf 4,
“Persamaan antara laki-laki dan perempuan juga tampak pada
kecenderungan-kecenderungan naluriah yang dimiliki oleh setiap
manusia; seperti keinginan kuat untuk dapat bertahan hidup,
112
Berita berjudul Peta Identitas Perempuan; Menyikapi Fenomena Koruptor
Perempuan, Paragraf 2 (Noor, Edisi 31/12/13).
76
mendapatkan status sosial yang terhormat, hidup serbakecukupan atau
bahkan berlebih, dan sebagainya…”113
Sedangkan perbedaannya terdapat pada paragraf 5,
“Adapun perbedaan alamiah yang bersifat mendasar diantara
keduanya juga tidak sedikit. Secara biologis, misalnya, perempuan
dianugerahi rahim, sementara laki-laki tidak…”114
Dari detil tersebut dapat diketahui bahwa di antara laki-laki dan
perempuan terdapat perbedaan yang sangat berpengaruh terhadap fungsi sosial
keduanya. Dan dari segi perbedaan pola pikir juga sangat berpengaruh di ruang
publik karena keduanya akan menghasilkan kecenderungan mental dan pola
perilaku yang berbeda.
Maksud – Pada paragraf enam dijelaskan secara implisit bahwa perempuan
hakikatnya memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki di ruang publik tapi
perempuan mempunyai batasan karena harus membagi tugas sebagai istri, dan ibu
rumah tangga yang baik. Karena pada dasarnya, mencari nafkah adalah tugas
suami. Namun hal tersebut tidak berpengaruh, karena perempuan kebanyakan
memiliki sifat kosumtif berlebih dibandingkan dengan laki-laki. Pernyataan
tersebut bertentangan dengan berita yang dimuat oleh wartawan penulis.
“Dengan demikian, menganalisis fenomena perempuan dan
korupsi dengan cara pandang esensialis yang melihat perempuan sebagai
identitas jenis kelamin yang bersifat homogen, yang karenanya perempuan
dimanapun dianggap sama, bahwa mereka akan berperilaku dan berpikir
serta mempunyai kepentingan yang sama, tentunya kurang tepat dan akan
mengaburkan banyak fakta…”115
Dan terdapat pula maksud eksplisit pada paragraf 12,
113
Berita berjudul Peta Identitas Perempuan; Menyikapi Fenomena Koruptor
Perempuan, Paragraf 4 (Noor, Edisi 31/12/13). 114
Berita berjudul Peta Identitas Perempuan; Menyikapi Fenomena Koruptor
Perempuan, Paragraf 5 (Noor, Edisi 31/12/13). 115
Berita berjudul Peta Identitas Perempuan; Menyikapi Fenomena Koruptor Perempuan,
Paragraf 6 (Noor, Edisi 31/12/13).
77
“Oleh sebab itu, diperlukan adanya proses pendidikan dan
pendewasaan terus-menerus, sehingga baik laki-laki maupun perempuan
bisa sama-sama hadir mengisi ruang-ruang kekhilafahan di bumi dengan
integritas diri dan kepribadian yang luhur dan bermanfaat bagi banyak
orang, bukan sebaliknya menyakiti dan menyengsarakan banyak
orang…”116
Pra-anggapan – Terdapat pra-anggapan pada paragraf 6 mengenai pernyataan
wartawan penulis tentang perempuan.
“Sebab identitas gender perempuan sebetulnya sangat majemuk.
Identitas itu tidak bisa dilepaskan dari berbagai macam faktor yang saling
mempengaruhi, seperti kelas sosial, ideologi, afiliasi politik, pendidikan
dan pengalaman hidup, tradisi dan budaya yang telah dan sedang
berkembang, kepentingan, preferensi pribadi, akses pada sumber daya
dan kekuasaan, dan sebagainya. Semua itu tentu akan sangat berpengaruh
terhadap cara pandang dan perilaku perempuan. dalam hal ini
perempuan dan laki-laki adalah sama…”117
Elemen wacana pra-anggapan merupakan pernyataan yang digunakan
untuk mendukung makna dari suatu teks.118
Nominalisasi – Nominalisasi dalam elemen wacana digunakan untuk menjabarkan
fakta. Dalam berita ini terdapat nominalisasi terhadap kategorisasi antara
perempuan dan laki-laki pada paragraf 7 yang disebutkan seperti berikut,
“Dalam tinjauan filsafat Islam, persamaan dan perbedaan antara
laki-laki dan perempuan itu digambarkan dalam dua kategori, yaitu
dengan melihat keduanya sebagai makhluk hidup secara biologis (basyar)
dan sebagai makhluk sosial yang berbudaya (insan)…”119
116
Berita berjudul Peta Identitas Perempuan; Menyikapi Fenomena Koruptor
Perempuan, Paragraf 12 (Noor, Edisi 31/12/13). 117
Berita berjudul Peta Identitas Perempuan; Menyikapi Fenomena Koruptor
Perempuan, Paragraf 6 (Noor, Edisi 31/12/13). 118
Eriyanto, Analisis Wacana (Yogyakarta: LKIS, 2011), h. 256. 119
Berita berjudul Peta Identitas Perempuan; Menyikapi Fenomena Koruptor
Perempuan, Paragraf 7, (Noor, Edisi 31/12/13).
78
d. Struktur Mikro; Sintaksis
Bentuk kalimat – Dalam berita ini terdapat penjelasan dari informasi yang bersifat
umum ke informasi yang lebih khusus atau jenis paragraf deduktif yang
berkenaan dengan konsep Islam. Bentuk kalimat aktif terdapat pada paragraf 9,
“Pada titik inilah Islam hadir untuk mengajarkan nilai-nilai
keluhuran dan tata aturan tentang kewenangan, hak dan tanggung jawab
masing-masing, sehingga cita-cita penebaran kerahmatan bagi alam
semesta yang menjadi risalah utamanya bisa benar-benar
diwujudkan…”120
Pada paragraf 13,
“Dengan rasa empati yang kuat sebagai hamba manusia dapat
menempatkan dirinya di tengah-tengah manusia lainnya sebagai sosok
yang “berkerahmatan”…”121
Dan pada paragraf 14 terdapat kalimat aktif yang dibarengi dengan kalimat
pasif, namun diantara keduanya, dalam berita ini kalimat aktif lebih ditonjolkan
daripada kalimat pasif.
“Prinsip empati itu mengajarkan kepada manusia agar senantiasa
bisa menyelami serta memahami keadaan yang sedang dialami orang lain,
bagaimana dia bisa mencintai orang lain sebagaimana mencintai dirinya
sendiri, menghormati dan menghargai orang lain sebagaimana ia suka
dihormati dan dihargai, membantu orang lain sebagaimana ia suka
dibantu, dan seterusnya…”122
Koherensi – Koherensi pada elemen wacana digunakan untuk melihat bagaimana
seseorang secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta
dan peristiwa. Dan dalam berita ini terdapat pada paragraf 1,
120
Berita berjudul Peta Identitas Perempuan; Menyikapi Fenomena Koruptor
Perempuan, Paragraf 9, (Noor, Edisi 31/12/13). 121
Berita berjudul Peta Identitas Perempuan; Menyikapi Fenomena Koruptor
Perempuan, Paragraf 13, (Noor, Edisi 31/12/13). 122
Berita berjudul Peta Identitas Perempuan; Menyikapi Fenomena Koruptor
Perempuan, Paragraf 14, (Noor, Edisi 31/12/13).
79
“Gejala itu pada gilirannya mematahkan argumen dan teori yang
pernah menjadi refrensi; seperti hasil studi Universitas Maryland (1999),
Bank Dunia (1999), Transparency International (TI) Kenya (2001),
Universitas Queensland (tanpa tahun), dan Ricol, Lasterie & associates
(2007) yang menyatakan bahwa lebih jarang perempuan membayar suap
dan korupsi akan turun apabila lebih banyak perempuan terwakili di
parlemen…”123
Kalimat tersebut menyatakan bahwa sudah banyak studi kasus yang
menguji tentang fenomena koruptor perempuan di ranah politik. Tetapi banyaknya
perempuan yang menjadi koruptor bisa diatasi dengan banyaknya perempuan
yang menjadi wakil di parlemen.
Koherensi Pembeda – terdapat kalimat koherensi pembanding pada paragraf 9,
“Teologi Islam juga menegaskan bahwa sebagai basyar baik laki-
laki ataupun perempuan keduanya sama-sama tunduk kepada hukum
kehidupan (biologis), sedangkan sebagai insan keduanya juga harus
tunduk kepada kode etik dan norma kemanusiaan…”124
Pernyataan wartawan penulis yang didasarkan dari konsep teologi islam
tersebut bahwa baik perempuan maupun laki-laki sebagai insan manusia harus
tunduk kepada kode etik dan norma kemanusiaan. Kata tunduk mengartikan
bahwa sebagai makhluk hidup, apapun jenis kelaminnya harus mentaati norma-
norma yang berlaku, baik norma adat, norma hukum, maupun norma agama.
Kata Ganti – pada paragraf tiga terdapat kalimat kata ganti berupa kita. Kata kita
disini memiliki arti jamak yang menciptakan perasaan bersama di antara
wartawan dan khalayak.
123
Berita berjudul Peta Identitas Perempuan; Menyikapi Fenomena Koruptor
Perempuan, Paragraf 1, (Noor, Edisi 31/12/13). 124
Berita berjudul Peta Identitas Perempuan; Menyikapi Fenomena Koruptor
Perempuan, Paragraf 9, (Noor, Edisi 31/12/13).
80
“Kita semua maklum bahwa di antara laki-laki dan perempuan
secara umum memang terdapat persamaan dan perbedaan…”125
e. Struktur Mikro; Stilistik
Leksikon – terdapat kalimat, lebih jarang perempuan membayar suap (Paragraf 1)
kata suap bermakna bahwa perempuan yang tidak melakukan kecurangan dengan
uang. Proses dialektika psikologis dan budaya (Paragraf 3) kata dialektika
maksudnya adalah antara perempuan dan laki-laki seharusnya memiliki
komunikasi dua arah agar tidak ada salah paham yang juga menjadi salah satu
penyebab perempuan korupsi. Keduanya juga sama-sama punya sistem kontrol
diri (kesadaran; akal budi) dan buaian-buaian nafsu duniawi yang bisa
menjadikannya sebagai pribadi yang luhur budi dan bermartabat atau sebalinya
menjadi individu yang bejat jahat (paragraf 4) kata buaian-buaian bermakna
rayuan, kata luhur budi maksudnya ialah agar perempuan memiliki perilaku yang
bisa dijadikan contoh oleh khalayak khususnya khalayak perempuan. sedangkan
kata bejat pada paragraf 4 ini bermakna sebagai perempuan sudah sepantasnya
ketika bertindak selain mengandalkan pikiran juga harus melibatkan hati nurani.
Kata bejat memiliki arti sangat jahat atau buruk. Identitas gender perempuan
sebetulnya sangat majemuk (paragraf 6) kata identitas gender bermakna seseorang
yang memiliki kepribadian maskulin dan feminim. Konsepsi Insan dan Basyar
(Paragraf 7) kata Insan dan Basyar merupakan suatu konsep Islam dimana Insan
berarti makhluk sosial yang berbudaya dan Basyar memiliki arti sebagai makhluk
hidup secara biologis.
125
Berita berjudul Peta Identitas Perempuan; Menyikapi Fenomena Koruptor
Perempuan, Paragraf 3, (Noor, Edisi 31/12/13).
81
f. Struktur Mikro; Retoris
Grafis – Terdapat penebalan huruf pada judul dan diberi dua variasi warna yaitu
hitam dan oranye. Judul dibuat dengan font huruf kapital secara keseluruhan.
Tidak hanya judul yang dibuat menarik, tetapi juga gambar yang mendukung
judul dan tema mengenai koruptor perempuan. Pada gambar terdapat sebuah tas
berisi uang berserakan, yang bermakna bahwa uang berserakan tersebut adalah
milik rakyat bukan milik pelaku tindak pidana korupsi. Dalam berita berjudul Peta
Identitas Perempuan ini, dilengkapi dengan beberapa konsep Islam yang
dituliskan dengan garis miring seperti Insan, Basyar, serta konsep „Ubudah.
Metafora – Beberapa kata yang mengandung elemen metaofa dalam berita ini,
diantaranya hubungan kausalitas (Paragraf 2) hubungan kausalitas diartikan
sebagai hubungan sebab akibat antara peningkatan partisipasi perempuan dan
penurunan korupsi. Insan dan Basyar (Paragraf 8) Insan diartikan sebagai
makhluk sosial yang berbudaya, baik laki-laki maupun perempuan hakikatnya
adalah sebagai makhluk sosial yang berbudaya, dan Basyar yang bermakna
makhluk hidup secara biologis, karena secara biologis, baik laki-laki dan
perempuan memiliki persamaan dan perbedaan yang harus di mengerti satu sama
lainnya. Teologi Islam (Paragraf 9) merupakan sebuah ilmu ketuhanan yang wajib
dimiliki setiap makhluk hidup yang bernyawa, baik laki-laki maupun kaum
perempuan. Artifisial (Paragraf 16) kata ini mengandung makna tidak alami atau
buatan, karena pada dasarnya emansipasi terhadap perempuan bisa berlangsung
perlahan-lahan karena sebuah proses.
82
Tabel 6.
Analisis Level Teks Berita Berjudul Peta Identitas Perempuan
No Struktur Wacana Elemen Hasil Analisis
1. Struktur Makro Tema wartawan penulis ingin
mempertegas bahwa maraknya
koruptor perempuan
merupakan bagian dari
dinamika sosial yang harus
disikapi secara benar dan
bijaksana.
2. Superstruktur Skema Pendahuluan, Bagian
awal berita ini berjudul
Peta Identitas
Perempuan: Menyikapi
Fenomena Koruptor
Perempuan.
Isi, berita ini
menjelaskan bahwa
perbedaan antara
perempuan dan laki-
laki juga menjadi
penyebab maraknya
kasus korupsi di
kalangan perempuan.
Perbedaan tersebut
antara lain secara
alamiah, biologis, dan
secara psikologis.
Namun, diantara ketiga
perbedaan tersebut,
terdapat perbedaan
umum yang mendasari
perempuan melakukan
tindak pidana korupsi
yaitu pada struktur dan
fungsi kerja otak yang
memunculkan
perbedaan dalam cara
berpikir dan reaksi-
reaksi psikologis
tertentu, sehingga
keduanya punya
kecenderungan mental
83
dan pola perilaku yang
berbeda-beda.
Penutup, terdapat
pandangan dari
wartawan penulis
mengenai emansipasi
perempuan yang secara
artifisial bisa dikatakan
cukup sukses
diterapkan di
Indonesia. Hal tersebut
dikatakan juga harus
dibarengi dengan
pendidikan karakter
dan penguatan moral
keagamaan yang
kokoh.
3. Struktur Mikro
(Semantik)
Latar Paragraf 1, Jika akses
terhadap kekuasaan dibuka,
belum tentu perempuan tak
korupsi dan lebih tak korup.
Lihat saja apa yang terjadi di
Indonesia belakangan
setidaknya menguatkan hasil
temuan ini.
Detil Paragraf 4, Persamaan antara
laki-laki dan perempuan juga
tampak pada kecenderungan-
kecenderungan naluriah yang
dimiliki oleh setiap manusia;
seperti keinginan kuat untuk
dapat bertahan hidup,
mendapatkan status sosial
yang terhormat, hidup
serbakecukupan atau bahkan
berlebih, dan sebagainya.
Paragraf 5, Adapun perbedaan
alamiah yang bersifat
mendasar diantara keduanya
juga tidak sedikit. Secara
biologis, misalnya, perempuan
dianugerahi rahim, sementara
laki-laki tidak.
84
Maksud Paragraf 6, Dengan
demikian, menganalisis
fenomena perempuan
dan korupsi dengan
cara pandang
esensialis yang melihat
perempuan sebagai
identitas jenis kelamin
yang bersifat homogen,
yang karenanya
perempuan dimanapun
dianggap sama, bahwa
mereka akan
berperilaku dan
berpikir serta
mempunyai
kepentingan yang
sama, tentunya kurang
tepat dan akan
mengaburkan banyak
fakta.
Paragraf 12, Oleh
sebab itu, diperlukan
adanya proses
pendidikan dan
pendewasaan terus-
menerus, sehingga baik
laki-laki maupun
perempuan bisa sama-
sama hadir mengisi
85
ruang-ruang
kekhilafahan di bumi
dengan integritas diri
dan kepribadian yang
luhur dan bermanfaat
bagi banyak orang,
bukan sebaliknya
menyakiti dan
menyengsarakan
banyak orang.
Pra-anggapan Paragraf 6, Sebab identitas
gender perempuan sebetulnya
sangat majemuk. Identitas itu
tidak bisa dilepaskan dari
berbagai macam faktor yang
saling mempengaruhi, seperti
kelas sosial, ideologi, afiliasi
politik, pendidikan dan
pengalaman hidup, tradisi dan
budaya yang telah dan sedang
berkembang, kepentingan,
preferensi pribadi, akses pada
sumber daya dan kekuasaan,
dan sebagainya. Semua itu
tentu akan sangat
berpengaruh terhadap cara
pandang dan perilaku
perempuan. dalam hal ini
perempuan dan laki-laki
adalah sama.
Nominalisasi Paragraf 7, kata dua kategori
4. Struktur Mikro
(Sintaksis)
Bentuk
Kalimat
Pada titik inilah Islam
hadir untuk
mengajarkan nilai-
nilai keluhuran dan
tata aturan tentang
kewenangan, hak dan
tanggung jawab
masing-masing,
sehingga cita-cita
penebaran kerahmatan
bagi alam semesta
yang menjadi risalah
utamanya bisa benar-
benar diwujudkan
(Paragraf 9).
86
Dengan rasa empati
yang kuat sebagai
hamba manusia dapat
menempatkan dirinya
di tengah-tengah
manusia lainnya
sebagai sosok yang
“berkerahmatan”
(Paragraf 13).
Prinsip empati itu
mengajarkan kepada
manusia agar
senantiasa bisa
menyelami serta
memahami keadaan
yang sedang dialami
orang lain, bagaimana
dia bisa mencintai
orang lain
sebagaimana
mencintai dirinya
sendiri, menghormati
dan menghargai orang
lain sebagaimana ia
suka dihormati dan
dihargai, membantu
orang lain
sebagaimana ia suka
dibantu, dan
seterusnya (Paragraf
14).
Koherensi Paragraf 1, “Gejala itu pada
gilirannya mematahkan
argumen dan teori yang
pernah menjadi refrensi;
seperti hasil studi Universitas
Maryland (1999), Bank Dunia
(1999), Transparency
International (TI) Kenya
(2001), Universitas
Queensland (tanpa tahun), dan
Ricol, Lasterie & associates
(2007) yang menyatakan
bahwa lebih jarang
perempuan membayar suap
dan korupsi akan turun
apabila lebih banyak
perempuan terwakili di
87
parlemen.”
Koherensi
Pembeda
Paragraf 9,“Teologi Islam
juga menegaskan bahwa
sebagai basyar baik laki-laki
ataupun perempuan keduanya
sama-sama tunduk kepada
hukum kehidupan (biologis),
sedangkan sebagai insan
keduanya juga harus tunduk
kepada kode etik dan norma
kemanusiaan.”
Kata Ganti Paragraf 3, “Kita semua
maklum bahwa di antara laki-
laki dan perempuan secara
umum memang terdapat
persamaan dan perbedaan.”
5. Struktur Mikro
(Stilistik)
Leksikon Suap (Paragraf 1), dialektika
(Paragraf 3), buaian-buaian
nafsu duniawi dan bejat jahat
(paragraf 4), Identitas gender
(Paragraf 6), Insan dan Basyar
(Paragraf 7).
6. Struktur Mikro
(Retoris)
Grafis penebalan huruf pada
judul dan diberi dua
variasi warna yaitu
hitam dan oranye.
Judul dibuat dengan
font huruf kapital.
Terdapat gambar
sebuah tas berisi uang
berserakan.
Terdapat beberapa
konsep Islam yang
dituliskan dengan garis
miring seperti Insan,
Basyar, serta konsep
„Ubudah.
Metafora hubungan kausalitas (Paragraf
2), Insan dan Basyar (Paragraf
8), Teologi Islam (Paragraf 9),
Artifisial (Paragraf 16).
88
B. Analisis Level Kognisi Sosial
Analisis wacana tidak hanya dibatasi pada struktur teks, karena struktur
wacana itu sendiri menunjukkan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Dalam
hal tersebut, pengetahuan wartawan juga turut memberikan pengaruh terhadap
bagaimana suatu peristiwa diproduksi dalam media.126
Pandangan dan
pengetahuan wartawan penulis terhadap penulisan berita dianggap sangat
berpengaruh terhadap suatu tulisan.
Dalam berita ini, menurut hasil wawancara dengan Badriyah Fayumi
(redaktur dan wartawan penulis majalah Noor), yang membawahi berita ini, beliau
menyebutkan bahwa seorang wartawan penulis tidak harus memiliki latar
belakang sesuai apa yang dijadikan bahan berita. Tetapi ketika seseorang
memutuskan untuk menjadi wartawan maka beliau harus dapat memposisikan
dirinya sebagai pihak yang netral dan bersifat general. Berikut ini adalah kutipan
wawancara dengan Badiyah Fayumi:
“Kalau mau menjadi seorang wartawan, yang pertama harus
berani, berani dalam artian, berani mencari tahu dan menuliskan apa
yang kita pikirkan yang menurut kita bermanfaat bagi orang lain. Tetapi
tidak hanya itu, seorang wartawan tidak boleh memihak/netral, karena
tugas seorang wartawan adalah untuk memberikan informasi, bukan
malah memanas-manasi. Selain itu, menjadi wartawan selain mencari
tahu tentang berita yang sedang di buat, Dia juga harus tahu segala hal,
caranya bisa dengan bertanya kepada wartawan senior agar lebih
memperluas wawasan…”127
Setiap media mempunyai sistem kerja berbeda dan khusus terkait dengan
pencarian dan pengumpulan berita, dalam hal ini majalah Noor mengumpulkan
126
Teun Van Dijk, Discourse, Knowledge Power and Politics (Barcelona: Pompeu Fabra
University, 2008), hal. 4. Artikel diakses pada www.discourses.com. 127
Transkip Wawancara langsung dengan Badriyah Fayumi, Redaktur dan Penulis
Majalah Noor pada 16 Juni 2014.
89
berita dengan menugaskan wartawan penulis untuk meliput pada tema dan tempat
yang sudah ditentukan. Siapapun wartawan yang ditugaskan maka harus meliput
kejadian tersebut berdasarkan dimana dan apa tema yang ditugaskan, bukan
terkait darimana wartawan berasal. Karena majalah Noor merupakan majalah
yang terbit satu bulan sekali, maka dimanapun dan apapun tema yang ditugaskan,
wartawan mengerjakan secara professional.
Kasus korupsi misalnya, wartawan yang ditugaskan dalam peliputan
adalah wartawan yang sudah siap di tempat yang berhubungan dengan kasus
korupsi tersebut. Dalam hal ini, majalah Noor menugaskan wartawannya untuk
mencari data ke tempat yang berhubungan dengan kasus korupsi dan perempuan
itu sendiri.
Dari hasil wawancara dengan Badriyah Fayumi dikatakan apabila terdapat
data-data yang kurang lengkap, biasanya data dapat diambil dari orang-orang yang
pernah bertugas meliput tentang korupsi. Selain mengumpulkan berita dari
beberapa tempat, majalah Noor juga mengambil dari Al-quran dan Hadits karena
menurut penulis, Al-qur‟an dan Hadits adalah sumber pokok ajaran umat Islam.
Jadi, di setiap beritanya, majalah Noor selalu menyelipkan konsep yang ada di
dalam Islam terkait masalah yang sedang dibahas. Berikut merupakan analisis
Kognisi Sosial dalam Skema yang diringkas oleh Eriyanto dalam buku Analisis
Wacana:
1. Skema Person (Person Schemas)
Wartawan penulis berita mengenai kasus korupsi yang melibatkan
beberapa perempuan ini merupakan wartawan penulis yang ditugaskan
90
mengisi tempat-tempat yang berkaitan dengan perkara (misalnya KPK,
ORMAS Perlindungan Perempuan dll). Wartawan Noor tidak harus memiliki
latar belakang tertentu dalam menuliskan suatu berita. Namun, majalah Noor
merupakan majalah yang bernafaskan Islam yang dalam beritanya didasarkan
pada ajaran-ajaran Islam. Meskipun beritanya mengenai koruptor perempuan
yang di beberapa media lain justru memojokkan kaum perempuan karena
melakukan tindak pidana korupsi, majalah Noor memiliki pandangan yang
berbeda dengan majalah lain yang memberitakan hal sama yaitu tentang
perempuan yang terlibat kasus korupsi.
2. Skema Diri (Self Schemas)
Badriyah Fayumi, wartawan penulis yang juga menjadi redaktur
majalah Noor, mengatakan bahwa beliau tertarik meliput berita ini karena
yakin dan ingin membuktikan bahwa perempuan yang terlibat kasus korupsi
pada dasarnya tidak sepenuhnya salah. Karena beberapa diantara terlibat kasus
korupsi diakibatkan oleh suami yang korupsi dan istri hanya menerima uang
hasil pekerjaan suami yang disebut sebagai nafkah. Tetapi nafkah yang
diberikan dan merupakan kewajiban suami terhadap istri justru membuat istri
dipojokkan dan dianggap bersalah. Dan dalam kondisi seperti ini, banyak
masyarakat Indonesia yang membandingkan laki-laki dengan perempuan. Saat
perempuan melakukan kesalahan maka jenis kelaminnya akan disebut-sebut.
Padahal pelaku tindak pidana korupsi kebanyakan adalah kaum laki-laki.
Menurut Badriyah Fayumi Indonesia wajib melihat suatu permasalahan tidak
hanya dari satu sudut pandang:
91
“Sebagai penulis, saya tertarik buat berita ini karena berita itu
sedang mencuat di masyarakat saat itu, dan yang lebih membuat saya
tertarik karena masalah ini merupakan masalah yang dilatarbelakangi
oleh sosiologis dan politis dimana perempuan dianggap sebagai sosok
yang dapat membebaskan sebuah Negara dari Korupsi. Hal tersebut
terbukti di beberapa Negara, diantaranya: Skandinavia, Swedia,
Finlandia, dan Belgia. Diantara beberapa Negara yang bisa dikatakan
kuat dari korupsi tersebut, keterwakilan perempuan di parlemennya
sangat tinggi. Tetapi ternyata fenomena di Indonesia tidak
demikian…”128
3. Skema Peran (Role Schemas)
Majalah Noor merupakan majalah yang bernafaskan Islam, terlihat
dari organisasi medianya, dan dari berbagai berita yang didasarkan pada
ajaran-ajaran Islam. Tujuan penulisan berita ini dibuat adalah agar tidak lagi
terjadi misrepresentasi terhadap perempuan, dan perempuan tidak lagi
dianggap sebelah mata. Terkait adanya berita ini, majalah Noor ingin
menegaskan kepada pemerintah agar banyak wanita yang terwakilkan di
parlemen. Dan terhadap masyarakat agar masyarakat sadar bahwa peran
perempuan di ruang publik juga penting karena sosok perempuan juga
memiliki integritas yang cukup baik,
“Masyarakat sekarang ini kan stigmanya sudah negatif
terhadap perempuan, maka sudah seharusnya kita sebagai pemberi
informasi meluruskan stigma buruk tersebut menjadi baik. Sudah
sepatutnya, baik perempuan maupun laki-laki berkolaborasi dalam
kebaikan. Menurut saya, isu ini sifatnya sensitif sampai
membandingkan jenis kelamin. Tulisan ini dibuat juga agar
pemerintah melakukan sesuatu agar tidak lagi terjadi hal seperti ini.
Misalnya, buat perkumpulan perempuan untuk belajar bersama dalam
128
Transkip Wawancara langsung dengan Badriyah Fayumi, Redaktur dan Penulis
Majalah Noor pada 16 Juni 2014.
92
hal-hal yang dapat memajukan Negara ini. Berita ini pun saya buat
dengan hati-hati, agar tidak ada salah paham dari pembaca…”129
Majalah Noor mengambil perannya berbeda dengan biasanya karena
menganggap bahwa permasalahan ini memiliki sangkut paut dengan hak
perempuan pada umumnya. Selain itu majalah Noor menyajikan berita ini
secara berbeda dengan media lain karena bagi majalah Noor baik perempuan
maupun laki-laki pada dasarnya baik, yang membedakan hanyalah pola pikir
dan perbuatannya. Berikut merupakan hasil wawancara dengan Jetti R. Hadi:
“Majalah Noor ini kan memang majalah perempuan islami.
Jadi pembahasannya memang lebih ke perempuan, lebih condong
begitu maksudnya. Seperti misalnya masalah haji, kami memfokuskan
hanya pada perempuan seperti seleb berhaji, begitu juga saat ada
masalah korupsi, karena pada dasarnya memang kami mau
menonjolkan sisi baik perempuan…”130
4. Skema Peristiwa (Event Schemas)
Menurut Badriyah Fayumi, wartawan penulis berita mengenai koruptor
perempuan, dia melihat bahwa peristiwa ini adalah peristiwa yang sensitif dan
telah diketahui motif umumnya seperti apa, namun belum diketahui motif
khusus dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh perempuan tersebut.
“Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh perempuan di
Indonesia sebenarnya sudah berlangsung lama, dan bisa dikatakan
banyak pelakunya. Padahal sebetulnya masih lebih banyak koruptor
laki-laki. Mengapa ketika laki-laki yang berbuat tindak pidana korupsi
hanya disebut koruptor, sementara ketika perempuan yang melakukan
tindak pidana korupsi, gendernya dipermasalahkan, dan seolah tidak
dilihat rekam jejaknya…”131
129
Transkip Wawancara Langsung dengan Badriyah Fayumi, Redaktur dan Penulis
Majalah Noor pada 16 Juni 2014. 130
Transkip Wawancara Langsung dengan Jetti R. Hadi, Pimimpinan Redaksi Majalah
Noor pada 7 Mei 2014. 131
Transkip Wawancara Langsung dengan Badriyah Fayumi, Redaktur dan Penulis
Majalah Noor pada 16 Juni 2014.
93
Sedangkan menurut hasil wawancara dengan Jetti R. Hadi, perempuan
adalah harapan bangsa yang seharusnya berfikir cerdas ketika akan
melakukan sesuatu terlebih sesuatu itu lebih banyak manfaat atau
mudharatnya. Pada wawancara yang dilakukan peneliti kepada dua
narasumber, yakni Badriyah Fayumi (Redaktur dan Wartawan Penulis
Majalah Noor) dan Jetti R. Hadi (Pimpinan Redaksi Majalah Noor)
mengatakan hal yang sedikit berbeda mengenai berita ini.
Badriyah sendiri berpandangan bahwa berita ini muncul sarat akan
motif politik yang juga berkaitan dengan sosiologis, dan agamis. Sementara
Jetti menilai bahwa permasalah ini adalah isu yang dimunculkan oleh banyak
media untuk menarik simpati dari rakyat, tetapi di majalah Noor isu ini
kemudian diangkat dengan cara penyampaian yang berbeda.
C. Analisis Level Konteks Sosial
1.Praktik Kekuasaan
Media merupakan institusi sosial yang penting karena memiliki peran
yang sangat penting bagi kemajuan perempuan, yang bertindak sebagai
penentu makna dan memainkan sebuah peran dalam menentukan dan
mempertahankan definisi cultural mengenai gender. Selain itu, media juga
sebagai pemberi informasi kepada khalayak. Sehingga dalam hal ini media
memiliki kuasa yang besar terhadap informasi yang meluas dan penting
dalam masyarakat. Dalam kutipan terhadap wawancara tertulis kepada
Badriyah Fayumi (Wartawan Penulis rubrik Topik Kita) mengatakan bahwa
masyarakat perlu mengingat bahwa perempuan bukan semata berperan
94
sebagai istri tetapi juga berhak melakukan aktifitas positif yang dilakukan
oleh laki-laki.
Majalah Noor dengan kekuasaannya sebagai media massa yang
berlandaskan Islam telah membawa opini masyarakat mengenai kasus
korupsi yang melibatkan banyak perempuan dengan sudut pandang yang
berbeda. Majalah Noor sebagai majalah perempuan muslim membawa opini
masyarakat menjadi positif karena di dalam pemberitaannya, majalah Noor
memberitakan tidak hanya dari satu sudut pandang saja. Dalam pemberitaan
mengenai koruptor perempuan, pemimpin redaksi, Jetti R. Hadi menyatakan
bahwa majalah Noor ingin menampilkan sisi baik seorang perempuan agar
perempuan terus dapat berkarya dengan percaya diri di ruang publik.
Indonesia sebagai negara yang mayoritasnya adalah beragama Islam
seharusnya memiliki pola pikir untuk dapat memaknai suatu berita dari dua
sisi, dari sisi agama maupun hukum undang-undang yang berlaku. Namun,
realitanya, dalam pemberitaan mengenai kasus korupsi yang dilakukan oleh
beberapa kaum perempuan, sebagian media memberitakan dari sudut
pandang masyarakat yang berlaku dan dari hukum yang berlaku saja, serta
membawa perempuan dalam posisi yang didiskriminasi di dalam ruang
publik. Seperti hasil wawancara dengan pihak majalah Noor, Badriyah
Fayumi:
“Ya kebayang kan giliran laki-laki yang berbuat korupsi eh
masyarakat sudah biasa saja dan tidak terlalu menanggapi, giliran
perempuan yang korupsi, malahan gendernya yang disebut-sebut.
Padahal perempuan juga berhak mendapatkan kepercayaan di
parlemen seperti layaknya laki-laki. Perempuan juga bisa
melakukan apa yang dilakukan oleh laki-laki namun masih dalam
95
koridornya. Dimana wanita harus dapat memainkan perannya
dengan baik. Perannya sebagai seorang istri, seorang ibu, dan
seorang yang bisa menjadi manfaat bagi masyarakat banyak.
Tetapi, banyak masyarakat yang menganggap bahwa perilaku
korupsi yang dilakukan oleh beberapa perempuan tersebut adalah
karena mereka terlalu konsumtif dalam membelanjakan sesuatu
sehingga tidak bersyukur terhadap apa yang mereka punya yang
menyebabkan mereka melakukan tindak keji tersebut. Nah, disini
majalah Noor ingin mengikis pemberitaan miring tentang
perempuan…”132
Namun, pemikiran penulis mengenai perempuan tidak selalu
disambut baik oleh masyarakat. Banyak juga masyarakat yang sudah
terdoktrin terhadap pemberitaan buruk perempuan, dan di sisi yang lain,
banyak juga masyarakat yang sependapat dengan pemberitaan yang
memperlihatkan dua sisi menjadi sebuah berita seperti yang terangkum
jelas dalam majalah Noor.
2.Akses Mempengaruhi Wacana
Majalah Noor merupakan majalah wanita muslimah yang sangat
mengutamakan nilai Ke-Islaman di dalam pemberitaannya khususnya pada
rubrik Topik Kita. Dalam pemberitaan mengenai tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh beberapa perempuan, beberapa media cetak maupun
media elektronik semuanya berisi memojokkan perempuan karena
perempuan dinilai tidak layak untuk berada dan bekerja di ruang publik.
Perempuan dianggap hanya sebagai pelaku konsumtif yang tidak pernah
puas terhadap apa yang diperoleh nya dan menjadikan hal tersebut menjadi
isu terjadinya fenomena koruptor perempuan di Indonesia.
132
Transkip Wawancara Langsung dengan Badriyah Fayumi, Redaktur dan Penulis Majalah Noor pada 16 Juni 2014.
96
Majalah Noor memberi pandangan lain mengenai hal tersebut
dengan isi berita yang berbeda. Dalam pemberitaannya mengenai
fenomena korupsi yang sebagian besar dilakukan oleh perempuan di
Indonesia, di wacanakan dengan positif dan tidak memojokkan perempuan
dengan unsur Islam di dalamnya. Pada dasarnya majalah Noor ingin
menghadirkan opini baik masyarakat terhadap sosok perempuan.
97
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teks yang dibangun oleh majalah Noor dalam kedua berita berjudul
“Agar Perempuan Tak Rentan” dan “Fenomena Koruptor Perempuan”, tidak
hanya menyampaikan pemberitaan dari satu sudut pandang saja, namun dari
dua sisi , yaitu konsep Islam yang telah diuraikan di analisis pada bab empat.
Hal ini memang tidak secara eksplisit ditulis oleh majalah Noor. Namun, hal
ini dapat diartikan dari bagaimana majalah Noor menyusun berita dan dari
narasumber yang dipilih sehingga menjadi sebuah wacana. Dalam wacananya,
teks dibangun meliputi beberapa struktur di dalamnya. Yaitu struktur makro
(tematik) yang menggambarkan tentang pandangan terhadap perempuan yang
bekerja di ruang publik dan fenomena korupsi yang melibatkan banyak
perempuan. Selain itu, terdapat pula super struktur (skematik) berupa
pendahuluan, isi, dan penutup dalam berita. Struktur mikro (semantik) berupa
latar, detil, maksud, praanggapan, dan nominalisasi yang terdapat dalam kedua
berita tersebut. Dan struktur teks lainnya, yaitu struktur mikro (sintaksis)
berupa koherensi, koherensi kondisional, kata ganti, pengingkaran, struktur
mikro (stilistik) berupa leksikon, struktur mikro (retoris) berupa grafis dan
metafora. Keseluruhan struktur tersebut terdapat dalam kedua berita tersebut.
Kognisi sosial yang melatarbelakangi wacana yang dibentuk majalah
Noor meliputi empat skema yaitu skema person, dalam penulisan beritanya,
penulis tidak memiliki latarbelakang korupsi namun penulis banyak mencari
98
refrensi dari sumber yang terpercaya. Dan dalam pemberitaan mengenai
koruptor perempuan, majalah Noor tetap memunculkan sisi baik perempuan.
Skema diri, Badriyah Fayumi, wartawan penulis yang juga menjadi redaktur
majalah Noor ingin membuktikan bahwa perempuan yang terlibat kasus
korupsi tidak sepenuhnya salah. Skema peran, majalah Noor mengambil
perannya dalam mensterilkan pikiran buruk masyarakat terhadap perempuan
yang melakukan tindak pidana korupsi. Skema peristiwa, kasus korupsi yang
marak terjadi dan melibatkan perempuan merupakan masalah yang sangat
sensitif, berkaitan dengan politik, sosiologis, dan agamis.
Konteks sosial yang melatarbelakangi yaitu adanya praktik kekuasaan
dan akses yang mempengaruhi wacana tersebut. Praktik kekuasaan, majalah
Noor dengan kekuasaannya sebagai media cetak yang berlandaskan Islam
membawa opini masyarakat dengan sudut pandang berbeda dalam menyikapi
kasus korupsi yang melibatkan sejumlah perempuan di dalamnya. Sedangkan
akses yang mempengaruhi wacana, majalah Noor mewacanakan berita dengan
positif dan tidak memojokkan perempuan serta berlandaskan Qur‟an dan
Hadits dalam pemberitaanya.
99
B. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan mengenai fenomena koruptor
perempuan, peneliti memiliki saran sebagai berikut:
1. Majalah Noor sebagai media cetak khusus perempuan yang
berlandaskan Islam, seharusnya lebih melihat suatu
permasalahan dalam teks berita selain dari pandangan
perempuan, juga harus ada pandangan laki-lakinya. Agar tidak
ada ketimpangan dalam suatu berita, maka suatu berita
seyogyanya dituliskan berdasarkan dua sudut pandang sesuai
dengan etika jurnalistik, sehingga lahir pemikiran kritis dan
cerdas pada masyarakat dalam pemahaman suatu berita.
2. Dalam kognisi sosialnya, majalah Noor seharusnya selain
memiliki empat skema yaitu skema person, skema peran,
skema diri, dan skema peristiwa, harus lebih berjalan
beriringan dalam mengomentari permasalahan yang terjadi agar
tidak memunculkan informasi yang berat sebelah.
3. Dalam konteks sosialnya, majalah Noor khususnya rubrik topik
kita, sudah sangat terlihat kekuasaannya dalam hal ingin
memajukan perempuan dan pemberitaannya pun sudah cukup
mempengaruhi dalam wacana yang diberitakan.
100
DAFTAR PUSTAKA
Alkostar, Artidjo. Korupsi Politik di Negara Modern. Yogyakarta: FH UII Press,
2008.
Ardianto, Elvinaro, dkk. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2004.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian dan Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Bhineka Cipta, 1996.
Badara, Aris. Analisis Wacana; Teori, Metode, dan Penerapannya Pada Wacana
Media. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Cet. Ke 3. Jakarta: Kencana, 2008.
Bungin, Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2006.
Djunaedhi, Kurniawan. Ensiklopedia Pers Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, T.T.
Effendi, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:
Rosdakarya.
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Raja Grafindo,
2009.
Eriyanto. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS,
2001.
101
HM, Zaenudin. The Journalist. Jakarta: Prestasi Pusta Karya, 2007.
Istibsyaroh. Hak-hak Perempuan; Relasi Jender menurut Tafsir Al-Syara‟wi,
Jakarta: Teraju, 2004.
Kartono, Kartini. Patologi Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003.
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Wanita dalam Iklan. Yogyakarta: T. pn,
2008.
Khomeini, Imam. Kedudukan Wanita dalam Pandangan Imam Khomeini. Jakarta:
Lentera, 2004.
Muhaimin, Ismail. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya, 1994.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya, 2001.
Nawawi, Imam. Terjemah Riyadhus Shalihin, Jilid 1. Jakarta: Pustaka Amani,
1999.
Nurudin. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011.
Peter Y Salim dan Yenny Salim. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer.
Jakarta: Modern English Press, 2002.
Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah. Membasmi Kanker
Korupsi. Jakarta: T. Np, 2005.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 2013.
102
Putnam Tong, Rosmarie. Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif
Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra, 2004.
Salim MS, Agus. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2006.
Sastro Subroto, Darwanto. Televisi Sebagai Media Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007.
Siwi Utami, Tari. “Realitas Politik Perempuan di Indonesia,” dalam Proseding
Seminar Internasional, Keterwakilan Perempuan dan Sistem Pemilihan Umum.
Jakarta: National Democratic dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan RI,
2001.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Rosdakarya, 2001.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Cet. Ke-5. Bandung: Rosdakarya, 2009.
Umar, Nasarudin. Fikih Wanita untuk Semua. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta,
2010.
W. Creswell, John. Research Design. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010.
Zaitunah, Subhan. Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan. Jakarta: El-Kahfi,
2008.
103
Lampiran. 3
TRANSKIP WAWANCARA
Pimpinan Redaksi Majalah Noor, Jetti R. Hadi
Kantor Redaksi Majalah Noor/07 Mei 2014
1. Pada tahun berapakah majalah Noor berdiri?
Majalah Noor berdiri pada tahun 2003.
2. Bagaimana sejarah awal berdirinya majalah Noor?
Majalah Noor hadir atas gagasan saya sendiri, dibantu oleh Ria Aptaria,
Ratih Sangkarwati, dan disemangati juga oleh Mario Alisyjahbana. Kita
ingin sebetulnya para perempuan umumnya, dan para muslimah khususnya
memiliki ilmu yang lebih dalam tentang Islam dan mau berbagi tentang
ilmu-ilmu Islam. Kami ingin para muslimah beragama Islam bukan hanya
di Kartu Tanda Pengenal (KTP), di KTP Islam tetapi tidak mengerti akan
Islam. Jadi melalui majalah Noor, diharapkan agar kita dapat sama-sama
belajar supaya kita memiliki gaya hidup Islami yang sesuai dengan ajaran
Al-qur‟an dan hadits. Majalah noor adalah sebuah media pembelajaran
bagi setiap muslimah yang ingin memperdalam Islam. Selain itu, majalah
Noor merupakan majalah gaya hidup Islami. Jika berbicara mengenai
majalah Noor, tentu majalah yang menarik untuk dibaca. Waktu sebelum
membentuk majalah Noor saya melakukan survey ke beberapa perempuan
di Indonesia yaitu bagaima ketertarikan mereka dalam mempelajari Islam,
ternyata mereka tertarik dengan yang ada ilmunya tapi tidak panjang,
disampaikan dengan bahasa sederhana tapi nyaman, tidak menghakimi dan
104
tidak menggurui. Kemudian, 10 tahun yang lalu kira-kira tahun 2003 kita
ketahui bahwa perempuan-perempuan di Indonesia belum memiliki
kebiasaan membaca yang cukup baik. Jadi, kita berikan artikel yang
pendek-pendek, dan perempuan juga menyukai sesuatu yang bersifat
entertainment, seperti fashion, hiburan, kuliner, dan lain-lain. Sebetulnya
itu hanya untuk penunjang agar pembaca tidak merasa bosan. Oleh karena
itu majalah Noor punya tagline “yakin, cerdas, bergaya.”
3. Apa arti dari tagline “yakin, cerdas, bergaya”?
Yakin karena setiap perempuan harus yakin dulu terhadap apa yang ia
ketahui tentang agamanya. Karena di dalam Islam, di dalam qur‟an
disampaikan “Jangan kamu lakukan apa-apa yang kamu tidak punya
ilmunya”, jadi perempuan itu harus berilmu dalam melakukan apapun
juga. Seperti dalam melakukan sholat, harus tahu ilmunya sholat.
Kemudian kalau kita sudah yakin, kita harus cerdas, sebagaimana Al-
Qur‟an yang tidak pernah termakan oleh zaman. Setelah kita yakin
terhadap apa yang kita pelajari dan pahami, lalu bagaimana cerdas dalam
mengimplementasikannya. Sedangkan gaya itu merupakan bonusnya.
Gaya bukan menjadi sesuatu yang utama disini.
4. Bagaimana perkembangan majalah Noor dari tahun ke tahun,
apakah ada perubahan pada setiap edisinya?
Setiap tahun selalu ada rapat kerja yang pada bahasannya meliputi pada
lima tahun pertama, sampul majalah Noor hanya portrait saja bentuknya.
Dan sekarang cover majalah Noor adalah perempuan yang memiliki
sesuatu yang bisa menjadi inspirasi bagi setiap muslimah.
105
5. Bagaimana proses pendistribusiannya?
Setelah berita selesai dikumpulkan menjadi satu, tugas selanjutnya adalah
menyusun berita dengan space yang telah disesuaikan. Kemudian berita
diserahkan kepada pihak redaktur untuk proses editing, dan setelah selesai
pengeditan, naskah dilayout oleh bagian artistik. Selesai dilayout, naskah
diserahkan kepada pemimpin redaksi untuk di edit, setelai selai diedit,
naskah disetujui, barulah bisa naik cetak untuk kemudian didistribusikan.
Untuk distribusinya sendiri, kita mendistribusi 20.000 eksemplar setiap
edisinya yang tersebar ke seluruh Indonesia.
6. Apa visi dan misi majalah Noor?
Visinya yaitu pertama, majalah Noor hadir karena melihat banyaknya
majalah yang kurang mendidik, tidak berbentuk syiar Islam, dan tidak
ditujukan untuk muslimah/banyak mudharatnya. Kedua, Ingin
menghadirkan majalah Islami yang memiliki perspektif ke-Indonesiaan,
kekinian, dan menjadikan kaum muslimah sebagai sosok yang yakin,
cerdas, bergaya. Misinya yaitu untuk selalu menjadi jembatan informasi
seputar dunia Islam dengan cara mensyiarkan Islam dengan gaya bahasa
ringan dan mudah dimengerti oleh pembaca melalui media berupa
majalah.
7. Bagaimana struktur redaksi majalah Noor?
Waktu awal berdirinya sih saya mempunyai ide agar dalam struktur
keredaksiannya semua perempuan. Tetapi, tidak bisa dipungkiri bahwa
tenaga laki-laki juga dibutuhin dalam keredaksian. Maka sekarang ini,
106
karyawan tidak hanya perempuan, tetapi laki-laki juga. Untuk struktur
redaksinya seperti ini:
Struktur Redaksi Majalah Noor
Pemimpin Umum Sri Artaria
Pemimpin Perusahaan Mario Alisjahbana
Pemimpin Redaksi Jetti R. Hadi
Redaktur Pelaksana Roos Farieanna Rowi
Gita Wirasti
Redaksi Yudiana Tirta
Ade Nur Sa‟adah
Putri Wulan M
Sekretaris Redaksi Riri
Redaktur Ahli Ratih Sanggarwati
Badriyah Fayumi
Aju Isni Karim
Kontributor Amelia Prihanto
Ade Aprilia
Artistik Mardi Santoso
Panca Akbari
Fotografer Ramsy
Promosi Osep Rahmat
8. Dalam majalah Noor terbagi atas berapa rubrik? Dan apa saja rubrik
tersebut?
Dalam majalah Noor terbagi atas 11 rubrik, diantaranya Sampul Kita,
Noor Craft, Perjalanan, Seni Budaya, Jendela Dunia, Profil, Kisah Noor,
Info Kesehatan, Info Halal, Menu Utama, serta Topik Kita.
9. Bagaimana kebijakan pihak redaksi majalah Noor dalam
menentukan suatu isu yang akan ditampilkan?
Majalah Noor terbit setiap satu bulan sekali, untuk itu redaksi mempunyai
agenda rapat yang dilakukan setiap hari senin dan kamis di setiap
minggunya. Hal-hal yang kita bahas setiap rapat adalah tema majalah
untuk edisi berikutnya, pembagian tugas dan pencarian berita, serta
107
penentuan narasumber. Untuk isu, biasanya kami melihat masalah yang
sedang terjadi dan sedang hangat dibicarakan.
10. Apa latar belakang terbentuknya suatu tema di majalah Noor?
Suatu tema terbentuk dilatarbelakangi oleh permasalahan dan isu yang
terjadi serta ketertarikan wartawan penulis dalam menampilkan berita
tersebut kepada masyarakat agar menjadi sebuah tema yang layak
ditampilkan. Tema kita tidak selalu berat bahasannya, tapi untuk satu
rubrik, rubrik topik kita memang majalah noor lebih mengedepankan
perempuan.
11. Apakah dalam setiap berita di majalah Noor khususnya rubrik topik
kita selalu mengarah kepada perempuan?
Majalah Noor pada dasarnya memang majalah perempuan muslimah tapi
tidak selalu pemberitaannya condong kepada perempuan, tetapi khusus
rubric topik kita, majalah Noor memang lebih mengedepankan perempuan
itu seperti apa. Misalnya dalam kasus korupsi yang dilakukan oleh
sejumlah perempuan, majalah Noor hadir dengan menampilkan bahasan
yang sifatnya tidak memojokkan tetapi menengahkan.
12. Bagaimana pendapat Ibu tentang perempuan di zaman sekarang ini?
Perempuan zaman sekarang ini sudah sangat modern, dari cara bicaranya,
dari cara berbusananya. Dan dari tingkat konsumtif nya sebagai
perempuan.
108
13. Berdasarkan pemberitaan yang terdapat dalam rubrik topik kita
mengenai perempuan yang terlibat kasus korupsi, bagaimana
majalah Noor memandang permasalahan ini?
Majalah Noor, khususnya saya pribadai dalam hal ini, memandang bahwa
permasalahan ini bisa saja terjadi karena mungkin perempuan yang
seharusnya berada di rumah tidak dibiarkan untuk berkreasi dalam
menjalankan perannya di luar rumah. Dan kurangnya iman yang
menjadikan manusia sendiri tidak menjalankan ajaran agama Islam untuk
amar ma‟ruf nahi munkar. Permasalahan ini menurut saya adalah isu yang
dimunculkan di beberapa media untuk menarik simpati dari rakyat. Tetapi
kemudian kami ingin mengemasnya dengan cara berbeda.
14. Informasi seperti apa yang ingin majalah Noor sampaikan kepada
publik perihal kasus korupsi yang menimpa sejumlah perempuan di
Indonesia?
Saya ingin masyarakat tetap memandang baik perempuan, karena memang
saya akui perempuan adalah pelaku konsumtif kelas satu, tapi yang perlu
diketahui, perempuan merupakan harapan bangsa yang seharusnya dapat
berfikir dengan cerdas ketika akan melakukan sesuatu, terlebih sesuatu itu
banyak manfaat atau mudharatnya.
109
Lampiran. 4
TRANSKIP WAWANCARA
Redaktur Ahli dan Wartawan Penulis Rubrik Topik Kita, Badriyah Fayumi
Kantor Redaksi Majalah Noor/16 Juni 2014
1. Aspek apa yang melatarbelakangi terciptanya tema tentang
perempuan yang belakangan ini diisukan terjerat kasus korupsi?
Itu memang ada latarbelakang sosiologis, ada latarbelakang poloitis,
ada juga latarbelakang agama. Latarbelakang sosiologisnya,
perempuan kan sering dianggap sebagai orang yang bisa membebaskan
sejumlah bangsa dan negara dari korupsi. Itu terbukti di beberapa
negara di negara-negara makmur di dunia itu, keterwakilan perempuan
di parlemen itu menciptakan tingkat korupsi yang rendah. Tapi justru
fenomenanya di Indonesia, banyak perempuan yang terlibat dalam
korupsi. Sehingga pada tahun 2004, 2009, itu kita mengkampanyekan
sebuah gerakan perempuan politik di Indonesia dalam kampanye untuk
memilih perempuan karena suatu tawarannya adalah perempuan
dijanjikan akan dapat mensejahterakan bangsa, bisa meminimalisir
angka korupsi, tapi ternyata kenyataannya kok berbeda. Perempuan
baik di parlemen, di eksekutif, dan di yudikatif itu kok ada saja
perempuan yang terjerat kasus korupsi. Hal itu kemudian yang
melatarbelakangi saya menulis tema tentang perempuan dan korupsi di
majalah ini. Itu latarbelakang sosio-politiknya. Ini menjadikan
perjuangan perempuan semakin berat, karena itu seolah-olah
menegukkan stigma bahwa perempuan memang mudah tergoda oleh
110
uang, sehingga hal ini juga menginspirasi mengapa tulisan ini ada.
Tapi juga kita melihat, menginginkan bahwa sebetulnya Islam itu kan
tidak menilai baik buruknya seseorang berdasarkan jenis kelaminnya,
tapi berdasarkan perbuatannya. Makanya laki-laki dan perempuan
seharusnya dapat berkolaborasi dalam kebaikan. Dan sebagai seorang
perempuan jangan juga sampai melakukan hal-hal yang membuat
korupsi. Misalnya, ketika perempuan memainkan perannya sebagai
istri kemudian perempuan banyak tuntutan sehingga mendorong laki-
laki untuk berbuat korupsi dan ujung-ujungnya perempuan juga bisa
tersangkut kasus korupsi tersebut. Dan untuk perempuan sendiri,
mulailah lebih bersyukur dengan apa yang dimiliki. Seharausnya
perempuan bisa menjadi penyeimbang dalam kehidupan. Korupsi bisa
dilakukan siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. dan
perempuan idealnya memang memiliki kekuatan, disitulah perlu ada
pemberdayaan perempuan sehingga perempuan dapat memiliki
integritas yang baik, tidak gampang terpengaruh sekalipun ia berada
dalam lingkungan politik yang rawan sekali korupsi.
2. Apa tujuan dari penulisan berita mengenai perempuan yang
korupsi di rubrik topik kita?
Tujuan adalah agar perempuan bisa berdaya, perempuan bisa mandiri,
perempuan bisa berintegritas, dengan berpegang teguh pada spirit
Islam. jadi berangkat dari fenomena sosial yang konkrit itu tapi
kemudian kita ingin membangun satu kesadaran bahwa perempuan tuh
gaboleh begini karena kita bisa memainkan peran untuk tetap
111
berpolitik, berkontribusi, berumah tangga. Dan kita buktikan bahwa
perempuan bisa terbebas dari korupsi dan yang kedua kita bisa
membebaskan lingkungan kita dari korupsi. Jadi ada sprit idealisnya
ya.
3. Mengapa berita ini dibuat, sebenarnya makna apa yang ingin
anda sampaikan kepada publik?
Saya membuat berita ini karena menurut saya perempuan adalah
makhluk yang harus dihormati dan dihargai, karena tanpa peran
perempuan kita bukan apa-apa di dunia ini. Namun banyak anggapan
buruk tentang perempuan hanya karena beberapa perempuan
melakukan tindak pidana korupsi bukan berarti semua perempuan
buruk. Dan baik perempuan, maupun laki-laki sama-sama mulia di
mata Allah SWT.
4. Untuk rubrik topik kita, apakah perempuan selalu menjadi yang
utama untuk diberitakan?
Iya. Di dalam pembahasan rubrik Topik Kita saya ingin menonjolkan
sisi positif perempuan, sekalipun dalam pembahasan ini mengenai
korupsi, tapi saya tetap ingin menonjolkan sisi baik dari perempuan.
5. Pada rubrik topik kita, apakah ada narasumber khusus?
Sayangnya di dalam rubric kami tidak mencantumkan footnote. Tetapi
saya sebagai wartawan penulis memiliki pertanggungjawaban terhadap
apa yang saya tulis.
6. Seperti apa anda memposisikan diri anda dalam pemberitaan ini?
112
Saya memposisikan diri saya sebagai pihak yang netral dan bersifat
general.
7. Maksudnya bagaimana?
Kalau mau menjadi seorang wartawan, yang pertama harus berani,
berani dalam artian, berani mencari tahu dan menuliskan apa yang kita
pikirkan yang menurut kita bermanfaat bagi orang lain. Tetapi tidak
hanya itu, seorang wartawan tidak boleh memihak/netral, karena tugas
seorang wartawan adalah untuk memberikan informasi, bukan malah
memanas-manasi. Selain itu, menjadi wartawan selain mencari tahu
tentang berita yang sedang di buat, Dia juga harus tahu segala hal,
caranya bisa dengan bertanya kepada wartawan senior agar lebih
memperluas wawasan.
8. Dalam hal peliputan berita, bagaimana majalah Noor
melakukannya?
Dalam Kasus korupsi misalnya, wartawan yang ditugaskan dalam
peliputan adalah wartawan yang sudah siap di tempat yang
berhubungan dengan kasus korupsi tersebut. Dalam hal ini, majalah
Noor menugaskan wartawannya untuk mencari data ke tempat yang
berhubungan dengan kasus korupsi dan perempuan itu sendiri. Apabila
terdapat data yang kurang lengkap biasanya saya ambil data dari
orang-orang yang pernah bertugas meliput tentang korupsi. Selain
mengumpulkan berita dari beberapa tempat, majalah Noor juga
mengambil dari Al-quran dan Hadits karena menurut saya, Al-qur‟an
dan Hadits adalah sumber pokok ajaran umat Islam. Jadi, di setiap
113
beritanya, majalah Noor selalu menyelipkan konsep yang ada di dalam
Islam terkait masalah yang sedang dibahas.
9. Sebagai majalah yang bernafaskan Islam, peran apa yang ingin
ditonjolkan majalah Noor dalam meluruskan stigma negatif
masyarakat terhadap perempuan yang melakukan tindak pidana
korupsi?
Benar, Masyarakat sekarang ini kan stigmanya sudah negatif terhadap
perempuan, maka sudah seharusnya kita sebagai pemberi informasi
meluruskan stigma buruk tersebut menjadi baik. Sudah sepatutnya,
baik perempuan maupun laki-laki berkolaborasi dalam kebaikan.
Menurut saya, isu ini sifatnya sensitif sampai membandingkan jenis
kelamin. Tulisan ini dibuat juga agar pemerintah melakukan sesuatu
agar tidak lagi terjadi hal seperti ini. Misalnya, buat perkumpulan
perempuan untuk belajar bersama dalam hal-hal yang dapat
memajukan Negara ini. Berita ini pun saya buat dengan hati-hati, agar
tidak ada salah paham dari pembaca.
10. Bagaimana anda dalam melihat kasus ini?
Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh perempuan di Indonesia
sebenarnya sudah berlangsung lama, dan bisa dikatakan banyak
pelakunya. Padahal sebetulnya masih lebih banyak koruptor laki-laki.
Mengapa ketika laki-laki yang berbuat tindak pidana korupsi hanya
disebut koruptor, sementara ketika perempuan yang melakukan tindak
pidana korupsi, gendernya dipermasalahkan, dan seolah tidak dilihat
rekam jejaknya.
114
11. Bagaimana tanggapan anda terhadap pemberitaan ini?
Ya kebayang kan giliran laki-laki yang berbuat korupsi eh masyarakat
sudah biasa saja dan tidak terlalu menanggapi, giliran perempuan yang
korupsi, malahan gendernya yang disebut-sebut. Padahal perempuan
juga berhak mendapatkan kepercayaan di parlemen seperti layaknya
laki-laki. Perempuan juga bisa melakukan apa yang dilakukan oleh
laki-laki namun masih dalam koridornya. Dimana wanita harus dapat
memainkan perannya dengan baik. Perannya sebagai seorang istri,
seorang ibu, dan seorang yang bisa menjadi manfaat bagi masyarakat
banyak. Tetapi, banyak masyarakat yang menganggap bahwa perilaku
korupsi yang dilakukan oleh beberapa perempuan tersebut adalah
karena mereka terlalu konsumtif dalam membelanjakan sesuatu
sehingga tidak bersyukur terhadap apa yang mereka punya yang
menyebabkan mereka melakukan tindak keji tersebut. Nah, disini
majalah Noor ingin mengikis pemberitaan miring tentang perempuan.
115
Lampiran. 5
FOTO WAWANCARA
Wawancara dengan Pimpinan Redaksi Majalah Noor, Jetti R. Hadi di Kantor
Redaksi Majalah Noor, Rabu (7/5/14)
Wawancara dengan Redaktur Ahli dan Penulis pada Rubrik Topik Kita, Badriyah
Fayumi di Kantor Redaksi Majalah Noor, Senin (16/6/14)
116
Lampiran. 6
117
118
119
120