Makalah Islam, Perempuan, dan Feminisme
-
Upload
adiba-qonita -
Category
Spiritual
-
view
294 -
download
2
Transcript of Makalah Islam, Perempuan, dan Feminisme
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membicarakan kaum wanita dan kedudukannya dalam kehidupan
sosial tentulah menarik. Apalagi dalam masyarakat yang secara umum
bersifat patrilineal (memuliakan kaum lelaki dalam semua aspek kehidupan).
Diketahui bahwa wanita adalah bagian dari eksistesi komunitas basyari
(insan). Kaitannya dengan kaum maskulin, dia adalah sebagai ibu, saudari,
istri, bibi. Kehidupan masyarakat tidak akan ada tanpa perempuan dan laki-
laki, memikul beban kebangkitan bersama sesuai dengan fitrah yang telah
Allah SWT ciptakan dengan bimbingan petunjuk samawi. Pada masa
jahiliyah yang beragam, kondisi kaum hawa sangat terpojokkan, hak-haknya
dirampas,dan pandangan terhadapnya sangat mendiskreditkan, hingga
datang Islam membebaskannya dari kezaliman Jahiliyah, mengembalikan
dan memuliakannya sebagai insan, anak, istri, ibu dan anggota masyarakat.
Dan dalam masyarakat modern hal tersebut biasa disebut dengan
istilah “emansipasi” dan di Barat hal ini dikenal dengan istilah “feminisme”.
Namun dalam pelaksanaannya, bentuk pemuliaan terhadap perempuan yang
terjadi di dunia Barat dan di dunia Islam sangat jauh berbeda.
Dengan ini, maka disusunlah makalah untuk memahami konsep
feminisme dan pandangan Islam tentang perempuan dan feminisme agar
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian dari Islam, perempuan dan feminisme ?
2. Bagaimana konsep Islam tentang perempuan dan feminisme ?
3. Bagaimana pandangan Islam terhadap perempuan dan feminisme ?
4. Bagaimana berperilaku sesuai dengan pandangan islam tentang
perempuan dan feminisme ?
2
C. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1. Memahami pengertian Islam, perempuan, dan feminisme.
2. Memahami konsep Islam tentang perempuan dan feminisme.
3. Memahami pandangan Islam terhadap perempuan dan feminisme.
4. Mengetahui bagaimana berperilaku sesuai dengan pandangan islam
tentang perempuan dan feminisme.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Islam, Perempuan dan Feminisme
Islam (bahasa Arab, al- islam) “berserah diri kepada Tuhan” adalah
agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama ini termasuk agama
samawi (agama-agama yang dipercaya oleh para pengikutnya diturunkan
dari langit) dan termasuk dalam golongan agama Ibrahim. Dengan lebih dari
satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam
sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam
memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan.
Islam dari segi bahasa berasal daripada kata dasar salama yang membawa
maksud taat dan patuh, aman dan damai serta terlepas atau jauh daripada
kekurangan kekurangan zahir dan batin. Manakala dari segi istilah syarak,
Islam ialah tunduk, taat dan patuh kepada perintah Allah s.w.t. seperti yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w.
Sedangkan Perempuan adalah salah satu dari dua jenis kelamin
manusia. Berbeda dari wanita, istilah "perempuan" dapat merujuk kepada
orang yang telah dewasa maupun yang masih anak-anak. Dalam sejarah
penciptaan manusia secara Islam di dalam al-Quran, Allah sengaja
menciptakan manusia untuk menjadikan mereka pemimpin di dunia. Mereka
yang akan menciptakan ketenteraman dan kesejahteraan di dunia. Itulah
sebabnya manusia muncul dengan dua jenis, yaitu laki- laki dan perempuan.
Perempuan diciptakan untuk menjadi pasangan atau teman laki- laki. Pada
dasarnya saat menciptakan manusia, Allah telah menciptakan dalam bentuk
jiwa dan raga, beserta sifat-sifat dasar manusia seperti ingin dicintai dan
mencintai, kebutuhan seksual, dan sebagainya. Maka dari kedua jenis
manusia itu diciptakan berbeda untuk saling mengisi.
Selanjutnya feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah
gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan
hak dengan pria. Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau
perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada
4
teori kesetaraan laki- laki dan perempuan serta pergerakan untuk
memperoleh hak-hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan internasional
mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang
didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki.
B. Kondisi Perempuan Pra Islam
Perempuan, sebelum Islam datang, ditempatkan pada kedudukan
yang rendah oleh peradaban dan klaim kemajuan budaya umat manusia. Di
peradaban manapun, kecuali Islam, perempuan ditempatkan sebagai obyek
budak, pelayan dan pemuas nafsu lelaki saja.
Sejarah menginformasikan bahwa sebelum turunnya Al-Quran
terdapat sekian banyak peradaban besar, seperti Yunani, Romawi. India, dan
Cina. Dunia juga mengenal agama-agama seperti Yahudi, Nasrani (Katolik,
Protestan, Kristen, dsb), Buddha, Zoroaster, Hindu, Khonghucu, dan
sebagainya.
Pada Masa Sebelum Islam datang, kaum wanita hidup dalam
kesengsaraan terutama pada masa arab jahiliyah, di mana saat itu mereka
membenci kelahiran anak perempuan. Sehingga di antara mereka ada yang
mengubur hidup-hidup anak perempuannya hingga mati di dalam tanah. Di
antara merekapun ada yang tidak mengubur anak perempuannya, namun
membiarkannya hidup dalam kehinaan dan kesengsaraan.
Sedangkan perempuan dalam pandangan Yunani tak memiliki
tempat yang layak. Bahkan kaum lelaki saat itu mempercayai bahwa
perempuan merupakan sumber penyakit dan bencana. Sehingga mereka
memosisikan perempuan sebagai makhluk yang rendah. Perempuan saat itu,
dipandang hanya sebagai komoditas yang bisa dikuasai oleh siapapun.
Lelaki boleh memiliki dan menguasai perempuan tanpa melalui ikatan
pernikahan yang suci.
Selanjutnya perempuan pada masyarakat Romawi berada dalam
posisi yang hina sebagai pemuas nafsu lelaki saja. Meski perempuan
mendapatkan kebebasan, bentuknya hanya sebatas bebas menikah dengan
5
lelaki mana saja. Tak pelak bila perceraian pada masa itu jumlahnya sangat
besar, ditemukan dalam banyak kasus penyebabnya sangat sepele.
Pada masyarakat Persia, hukum yang mereka terapkan tak
memberikan keadilan bagi perempuan. Bila ada perempuan yang melak ukan
kesalahan –meskipun kecil akan dihukum dengan berat. Bahkan bila ia
mengulangi kesalahannya, tak segan hukuman mati akan dijatuhkan. Di
negeri itu, seorang perempuan dilarang menikah dengan lelaki yang bukan
penganut ajaran Zoroaster (agama kuno di Persia) sedangkan lelaki bebas
bertindak sesuai dengan kehendaknya. Tidak itu saja. Bila dalam keadaan
haidh, maka mereka akan diisolasi ke tempat yang jauh di luar kota dan tak
satu pun yang boleh bergaul dengan mereka, selain pelayan yang
meletakkan makanan atau minuman untuknya.
Lalu pada peradaban India yang meski dikenal dengan ilmu
pengetahuan dan kebudayaannya, menempatkan kaum perempuan pada
derajat kehinaan. Pada umumnya, masyarakat India mempercayai bahwa
perempuan merupakan sumber dosa, kerusakan akhlak dan pangkal
kehancuran jiwa. Sehingga mereka tak memiliki hak-hak kebendaan dan
warisan. Bahkan hak hidup mereka juga dicabut ketika suami mereka
meninggal. Setiap perempuan harus dibakar hidup-hidup bersama mayat
suaminya.
Kemudian pada bangsa Yahudi, perempuan selayaknya komoditas
yang bisa diperjual-belikan di pasar. Sehingga, posisi kaum perempuan saat
itu hanya sebatas pemuas nafsu kaum lelaki saja. Tak heran bila saat itu,
merebak praktik pelacuran di tengah masyarakat. Lebih sesat lagi,
masyarakat Yahudi kerap membalut praktik pelacuran dengan topeng
ibadah. Mereka melakukan perzinahan di rumah ibadah dengan dalih untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan.
Tak berbeda dengan peradaban lainnya. Pada ajaran Nasrani, syariat
nasrani telah diselewengkan sehingga mendudukkan perempuan dalam
kerendahan dan tak sesuai dengan fitrahnya. Penyimpangan ini juga
diafirmasi dengan pandangan bahwa perempuan merupakan sumber dosa
dan kemaksiatan yang menyebabkan lelaPerempuan ki terjerumus dalam
6
kedurhakaan. Menurut salah seorang pemimpin Kristen, Paus Tertulianus
mengatakan, “Wanita adalah pintu masuknya setan ke dalam jiwa manusia.
Dialah (Hawa) yang telah mendorong seorang (Adam) mendekati pohon
larangan, perusak aturan Allah dan membuat buruk citra lelaki.” Selain itu,
masih banyak fakta-fakta lain yang merendahkan kaum perempuan.
C. Konsep Islam Tentang Perempuan
Berbicara mengenai kedudukan wanita, mengantarkan kita agar
terlebih dahulu mendudukkan pandangan Al-Quran tentang asal kejadian
perempuan. Dalam hal ini, salah satu ayat yang dapat diangkat adalah
firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 13 “Wahai seluruh manusia,
sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari lelaki dan
perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara
kamu adalah yang paling bertakwa”.
Ayat ini berbicara tentang asal kejadian manusia - dan seorang lelaki
dan perempuan - sekaligus berbicara tentang kemuliaan manusia - baik
lelaki maupun perempuan - yang dasar kemuliaannya bukan keturunan,
suku, atau jenis kelamin, tetapi ketakwaan kepada Allah SWT. Memang,
secara tegas dapat dikatakan bahwa perempuan dalam pandangan Al-Quran
mempunyai kedudukan terhormat.
1. Pemuliaan Islam Terhadap Perempuan
Allah telah menganugerahkan kepada perempuan- sebagaimana
menganugerahkan kepada lelaki - potensi dan kemampuan yang cukup
untuk memikul tanggung jawab, dan menjadikan kedua jenis kelamin
ini dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat umum maupun
khusus. Karena itu, hukum-hukum syariat pun meletakkan keduanya
dalam satu kerangka. Yang ini (lelaki) menjual dan membeli,
mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum, menuntut dan
menyaksikan, dan yang itu (perempuan) juga demikian, dapat menjual
dan membeli, mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum, serta
menuntut dan menyaksikan.
7
Islam datang untuk melepaskan perempuan dari perlakuan yang
tidak manusiawi dari berbagai kebudayaan manusia, sebagaimana
disebutkan diatas. Islam memandang perempuan sebagai makhluk yang
mulia dan terhormat, memiliki hak dan kewajiban yang disyariatkan
Allah. Dalam Islam, haram hukumnya menganiaya dan memperbudak
perempuan, dan pelakunya diancam dengan siksaan yang pedih.
a. Kesamaan Kedudukan Perempuan dengan Laki-laki
Salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran
Islam adalah persamaan antar manusia, baik antara lelaki dan
perempuan maupun antar bangsa, suku, dan keturunan. Ketika
menyebutkan asal kejadian manusia, ayat pertama dari Q.S. al-Nisa’
menegaskan bahwa laki- laki dan perempuan berasal dari satu jenis
yang sama dan bahwa dari keduanya Allah mengembangbiakkan
keturunannya, baik lelaki maupun perempuan. Dalam sebuah hadis,
Rasul Allah SAW bersabda, “Bahwasanya para wanita itu saudara
kandung para pria” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Tirmizi).
Kesamaan lain antara perempuan dan laki- laki adalah dalam
hal menerima beban taklif (melaksanakan hukum) dan balasannya
kelak di kahirat. Q.S. al-Mu’min:40 menyebutkan bahwa siapa saja
laki- laki maupun perempuan yang beriman dan mengerjakan amal
saleh, maka akan masuk surga.
Seruan Allah kepada keduanya sebagai hamba Allah adalah
sama yaitu kewajiban menyeru manusia pada Islam, sholat, puasa,
zakat, haji, menuntut, saling tolong-menolong berbuat kebaikan,
mencegah kemungkaran, berakhlak mulia, larangan berzina,
mencuri, dsb. Ajaran Islam melarang untuk menyakiti dan
mengganggu orang beriman, baik laiki- laki maupun perempuan,
dan mengancam pelanggarnya dengan siksa yang pedih (Q.S. al-
Buruj:10).
8
b. Perbedaan Perempuan dengan Laki-laki
Dalam Q.S. Ali ‘Imran:36, Allah SWT menegaskan bahwa
secara kodrati laki- laki memang berbeda dari perempuan. Letak
perbedaan ini, menurut K.H. Ali Yafie, sebagian besar menyangkut
dua hal, yaitu: perbedaan biologis dan perbedaan fungsional dalam
kehidupan sosial.
Dalam hal aurat, Islam mewajibkan perempuan menutup
seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya, sementara
aurat laki- laki hanya pusar sampai lutut. Perbedaan lainnya adalah
bahwa khatib dan (atau) imam dalam sholat Jum’at adalah laki- laki,
sedangkan perempuan tidak, bahkan keikutsertaannya dalam sholat
Jum’at dipandang sunnah. Terdapat pula hukum yang khas bagi
perempuan, seperti hukum tentang haid, masa ’iddah, kehamilan,
dan penyusuan.
Dalam konteks kepemimpinan keluarga, Islam memandang
Istri bukan hanya mitra suami, melainkan juga sahabatnya, artinya,
keduanya bukan hanya harus bekerjasama dan tolong-menolong
dalam urusan rumah tangga, tetapi juga saling mencurahkan cinta
dan kahis sayang (Q.S. al-A’raf:189, al-Nisa’:9, al-Rum:21).
c. Hak-hak Perempuan
Disamping kesamaan yang dimiliki laki- laki dan perempuan,
Islam juga memberikan sejumlah hak kepada perempuan. Quraish
Shihab menyebutkan beberapa hak yang dimiliki perempuan
meurut Islam, yaitu:
Hak politik
Salah satu ayat yang dikaitkan dengan hak-hak politik
kaumperempuan adalah yang tertera dalam Q.S. al-Taubah:71
yang menjelaskan kewajiban melakukan kerjasama antara
lelaki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan yang
dilukiskan dengan kalimat “menyuruh mengerjakan yang
ma’ruf dan mencegah yang mungkar.
9
Hak profesi
Dalam hal memilih pekerjaan, secara singkat dapat
dikemukakan bahwa perempuan mempunyai hak untuk bekerja
selama pekerjaan tersebut membutuhkannya dan (atau) selama
mereka membutuhkan pekerjaan tersebut.
Hak dan kewajibab belajar
Hak dan kewajiban belajar perempuan (dan laki- laki)
sangat banyak dibicarakan ayat al-Qur’an dan hadis Nabi SAW.
Wahyu pertama al-Qur’an adalah perintah membaca atau
belajar.
Hak sipil
Menurut Muhammad Utsman al-Huyst, perempuan
dalam Islam memiliki hak-hak sipil sebagaimana laki- laki,
seperti: hak kepemilikan, mengatur hartanya sendiri,
melakukan perjanjian, jual-beli, wasiat, hibah, mewakili atau
menjamin orang lain, serta hak memilih suami.
Hak berpendapat
Perempuan juga boleh berpendapat dan
dipertimbangkan pendapatnya itu (Q.S. al-Mujadilah:1-4).
Dalam kehidupan berumah tangga, jika sang istri merasa tidak
sanggup melanjutkan perkawinannya dengan suami, Islam juga
memberikan hak gugatan cerai kepada perempuan yang
dikenal dengan istilah khulu’.
d. Peranan Perempuan dalam Keluarga
Islam memberikan persamaan antara pria dan wanita,
prinsip ini diakui oleh seluruh cendekiawan Islam serta sebagian
golongan feminis, meskipun ada sebagian feminis yang
mengatakan Islam adalah sama dengan agama samawi lain yang
misogynist (pembenci kaum wanita). Konsep kesetaraan ini
kemudian ditafsirkan dengan paradigma yang berbeda, sehingga
akhirnya berlakulah pertentangan diantara golongan Islamis dan
10
feminis. Bagi golongan feminis, persamaan semestinya bermaksud
penyamarataan atau kesamaan hak dalam semua bidang kehidupan
yang digeluti oleh pria dan wanita, termasuk dalam hal ibadah.
Oleh karena itu, feminis menyerukan hak wanita untuk menjadi
imam dan khatib shalat jum’at, menjadi pemimpin tertinggi
(khalifah), mendapatkan hak yang sama rata dalam harta waris, dan
hak mentalakkan suami (melafazkan talak).
Adapun bagi golongan Islamis, kesetaraan tidak semestinya
bermakna penyamarataan. Dalam kaca mata Islam, keadilan adalah
meletakkan sesuatu pada tempatnya sehingga perlu
mempertimbangkan kesesuaian, kelayakan, kesediaan dan fitrah
dalam menempatkan seseorang yang terbaik untuk tugas tertentu.
Islam meletakkan nilai-nilai moral di kedudukan yang sangat tinggi
sehingga dapat dilihat nilai tersebut mempengaruhi setiap peraturan
dan ketentuan. Wanita diberikan peranan secara khas dan eksklusif
untuk membesarkan anak karena wanita diberikan keistimewaan
dan keunikan yang tidak dimiliki oleh kaum pria dari segi biologi-
fisiologi, mental dan emosi.
Melihat dari sisi yang positif, kerjasama yang baik dari pria-
wanita semestinya menghasilkan kesempurnaan dan keharmonian.
Berbanding jika pria-wanita memiliki keistimewaan yang sama,
maka keadaan seperti ini akan menghilangkan perasaan saling
membutuhkan antara satu sama lainnya. Selain itu, kepemimpinan
yang dikehendaki dalam Islam adalah atas dasar kasih saying dan
kerja sama, bukanlah kepemimpinan satu arah.
e. Peran Perempuan dalam Membangun Masyarakat Muslim di Masa
Awal Islam
Pada masa awal Islam, baik saat Islam itu lahir maupun
kemudian saat Islam berkembang, muncul beberapa tokoh
perempuan yang mempunyai peren penting. Tokoh-tokoh tersebut
tidak lain merupakan orang-orang terdekat dengan pembawa Islam
11
itu sendiri yaitu Rasulullah Muhammad seperti : istri, putri, dan
kerabat dekat beliau. Terutama pada masa awal di mana Islam lahir,
tokoh perempuan yang berperan merupakan istri dan putri beliau
sendiri. Misalnya Khadijah dan Aisyah yang merupakan istri Rasul,
dan Fatimah yang merupakn putri beliau.
Salah satu aktivitas sosial yang banyak diminati kaum
perempuan muslimah pada masa awal sejarah peradaban Islam
adalah bidang kependidikan dan pelayanan sosial, untuk
meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan. Sejarah mencatat peran
tokoh-tokoh wanita seperti Syifa’ bint Ubaidillah, Hafshah binti
Umar bin Khatab, Karimah binti Miqdad yang menggerakkan
pemberantasan “buta huruf” di tengah masyarakat. Islam yang baru
berkembang di Madinah, sehingga dalam waktu yang relatif singkat
perempuan muslimah di kota Madinah dan sekitarnya sudah mampu
membaca dan menulis, padahal ketika Rasulullah datang di Madinah
hanya ada 5 (lima) orang perempuan di sana yang bisa membaca
dan menulis. Islam telah menanamkan doktrin “semangat berbagi”
(semangat yang mendorong kepedulian untuk membantu dan
menolong orang lain yang membutuhkan).
2. Ayat dan Hadist Misoginis
Ayat dan Hadits Misoginis secara sederhana berarti keberadaan hadits
tertentu yang disinyalir bernuansa membenci kaum perempuan. Namun,
Ahmad Fudhaili menyatakan bahwa pada dasarnya tidak ada hadits
misoginis, yang ada hanyalah pemahaman misoginis terhadap hadits.
Karena menurutnya tidak mungkin Rasulullah SAW membenci
perempuan dan tidak ada satu hadits pun kecuali hadits palsu baik yang
berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan yang menunjukkan
kebencian terhadap kaum perempuan. Oleh karena itu, sebagai langkah
solutif terhadap kenyataan kebencian pada kaum perempuan, diperlukan
upaya reinterpretasi terhadap hadits-hadits terkait. Reinterpretasi
tersebut memang menjadi keniscayaan, terlebih bagi bagi para pengkaji
12
persoalan gender dan Islam, mengingat bahwa proses misoginis sudah
berlangsung lama dan diyakini sebagai sebuah kebenaran.
Berikut beberapa hadits Nabi Saw. yang disinyalir mengandung
(pemahaman) misogini:
a. Perempuan adalah mayoritas penghuni neraka disebabkan banyak
melaknat dan mengingkari kebaikan suaminya dan bahwa mereka
adalah makhluk yang kurang agama dan akal. Dari Abu Sa'id Al-
Khudri ia berkata, “Rasulullah Saw. pada hari raya Idul Adha atau
Idul Fitri keluar menuju tempat shalat, dia melewati para wanita
seraya bersabda: “Wahai para wanita! Hendaklah kalian bersedekah,
sebab diperlihatkan kepadaku bahwa kalian adalah yang paling
banyak menghuni neraka.” Kami bertanya, “Apa sebabnya wahai
Rasulullah?” Dia menjawab: “Kalian banyak melaknat dan banyak
mengingkari pemberian suami. Dan aku tidak pernah melihat dari
tulang rusuk laki- laki yang akalnya lebih cepat hilang dan lemah
agamanya selain kalian.” Kami bertanya lagi, “Wahai Rasulullah,
apa tanda dari kurangnya akal dan lemahnya agama?” Dia menjawab:
“Bukankah persaksian seorang wanita setengah dari persaksian laki-
laki?” Kami jawab, “Benar.” Dia berkata lagi: “Itulah kekurangan
akalnya. Dan bukankah seorang wanita bila dia sedang haid dia tidak
shalat dan puasa?” Kami jawab, “Benar.” Dia berkata: “Itulah
kekurangan agamanya”.
b. Perempuan menjadi penyebab terputusnya shalat. Dari Abu Hurairah
RA. dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Yang memutuskan
shalat ialah wanita, keledai, dan anjing. Untuk menjaga shalatmu
(dengan meletakkan sutrah berupa) seperti kayu yang diletakkan
diatas punggung unta. Dalam hadist tersebut, bahwa keberadaan
perempuan (termasuk pula dalam konteks ini adalah laki- laki) yang
bisa membatalkan shalat dimaksudkan bahwa mereka bisa
mengganggu konsentrasi orang yang sedang shalat, bukan
membatalkan secara hukum.
13
c. Penciptaan perempuan adalah dari tulang rusuk laki- laki. Dari Abu
Hurairah RA. dari Nabi Sa. dia bersabda: “Barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan juga kepada hari akhir, maka janganlah ia
menyakiti tetangganya. Pergaulilah kaum wanita dengan baik,
sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Dan sesuatu
yang paling bengkok yang terdapat tulang rusuk adalah bagian
paling atas. Jika kamu meluruskannya dengan seketika, niscaya
kamu akan mematahkannya, namun jika kamu membiarkannya maka
ia pun akan selalu dalam keadaan bengkok. Karena itu pergaulilah
wanita dengan penuh kebijakan”. Dalam hadist tersebut bahwa
Rasulullah menyamakan kaum peremuan dengan tulang rusuk hanya
sebagai ungkapan metafora. Tulang rusuk dalam konteks ini harus
dipahami bahwa karakter perempuan memang berbeda dengan
karakter laki- laki, maka ia harus dipahami oleh pihak suami dan agar
seorang istri tidak diperlakukan secara keras karena akan
menyebabkan perceraian.
D. Sejarah, Dasar Pemikiran, dan Ragam Feminisme
1. Sejarah Feminisme
Gerakan feminis di Barat penyebab utamanya adalah pandangan
meremehkan bahkan membenci perempuan (misogyny), bermacam-
macam anggapan buruk (stereotype) yang dilekatkan kepadanya, serta
aneka citra negatif yang terwujud dalam tata nilai masyarakat,
kebudayaan, hukum, dan politik.
Lahirnya gerakan Feminisme yang dipelopori oleh kaum
perempuan terbagi menjadi dua gelombang dan pada masing–masing
gelombang keberadaaanya memiliki perkembangan yang sangat pesat.
Diawali dengan kelahiran era pencerahan yang terjadi di Eropa dimana
Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condoracet sebagai
pelopornya. Terdapat perkumpulan masyarakat ilmiah untuk pertaman
kali dan didirikan di Middleburg, Belanda, pada tahun 1875. Baru ketika
menjelang abad 19 gerakan feminisme ini lahir di negara-negara
14
penjajah Eropa dan memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai
universal sisterhood.
Sejarah feminis di Indonesia telah dimulai pada abad 18 oleh
RA Kartini melalui hak yang sama atas bidang pendidikan bagi anak-
anak perempuan. Perjuangan feminis sering disebut dengan istilah
gelombang/wave dan menimbulkan kontroversi/perdebatan mulau dari
feminis gelombang pertama (first wave feminism) dari abad 18 sampai
ke pra 1960, kemudian gelombang kedua setelah tahun 1960, dan
bahkan gelombang ketiga atau Post Feminisme.
Seiring perjalanannya, feminisme barat dalam memperjuangkan
hak-haknya dan mewujudkan cita-citanya, sering mengabaikan
pengalaman perempuan dari latar belakang budaya yang berbeda dengan
mereka. Padahal konsep gender yang mereka populerkan adalah
menyamakan dan mensetarakan posisi laki- laki dan perempuan yang
ditentukan oleh sosial dan budaya tergantung pada tempat atau
wilayahnya. Feminisme barat atau sering disebut feminisme arus utama,
tidak memperdulikan ragam budaya yang mempengaruhi perempuan itu
sendiri, sehingga perempuan yang berada di negara berkembang (dunia
ketiga) disebut oleh feminis barat sebagai perempuan yang bodoh,
terbelakang, buta huruf, tidak progresif dan tradisional. Bagi mereka,
konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada lawan laki- laki
maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
Misalnya, perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau
keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa.
2. Dasar Pemikiran Feminisme
Pada mulanya para feminis menggunakan isu “hak” dan
“kesetaraan” perempuan sebagai landasan perjuangannya, tetapi
feminisme akhir 1960-an menggunakan istilah “penindasan” dan
“kebebasan” yang kemudian feminisme menyatakan dirinya sebagai
“gerakan pembebasan perempuan”. Secara umum kelahiran feminisme
dibagi menjadi tiga gelombang yang mengangkat isu yang berbeda-beda.
15
Gelombang yang pertama ditandai dengan publikasi Mary
Wollstonecraft yang berjudul “Vindication of the Rights of Women”
tahun 1792 dia mendeskripsikan bahwa kerusakan psikologis dan
ekonomi yang dialami perempuan disebabkan oleh ketergantungan
perempuan secara ekonomi kepada laki- laki dan peminggiran
perempuan dari ruang public. Perhatian feminis gelombang pertama
adalah memperoleh hak-hak politik dan kesempatan ekonomi yang
setara bagi kaum perempuan.
Gelombang yang kedua terjadi pada tahun 1949 ditandai dengan
munculnya publikasi dari Simone de Beauvoir’s The Second Sex. Dia
berargumen bahwa perbedaan gender bukan berakar dari biologi, tetapi
memang sengaja diciptakan untuk memperkuat penindasan terhadap
kaum perempuan. bagi feminis gelombang ke-2 kesetaraan politik dan
hukum tidak cukup untuk mengakhiri penindasan terhadap kaum
perempuan. dalam sudut pandang mereka, penindasan sexist tidak hanya
berakar pada hukum dan politik, tetapi penyebabnya adalah
penanamannya pada setiap aspek kehidupan social manusia, termasuk
ekonomi, politik dan perencanaan social, serta norma-norma, kebiasaan,
interaksi sehari-hari dan hubungan personal. Feminism gelombang ke-2
juga mulai menggugat institusi pernikahan, motherhood, hubungan
lawan jenis (heterosexual relationship), sexualitas perempuan dll.
Sedangkan gelombang yang ketiga dimulai pada tahun 1980 yang
menginginkan keragaman perempuan atau keragaman secara umum,
secara khusus dalam teori feminis dan politik. Sebagai contoh kulit
berwarna dipertahankan ketika dahulu pengalaman, kepentingan dan
perhatian mereka tidak terwakili oleh feminis gelombang ke-2 yang
didominasi oleh oleh wanita kulit putih kelas menengah.
3. Ragam Feminisme
a. Feminisme Liberal
Aliran feminisme Liberal berakar dari filsafat liberalism yang
memiliki konsep bahwa kebebasan merupakan hak setiap individu
16
sehingga ia harus diberi kebebasan untuk memilih tanpa terkekang
oleh pendapat umum dan hokum. Akar teori ini bertumpu pada
kebebasan dan kesetaraan rasionalitas.
b. Feminisme Marxis
Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik
kapitalisme. Asumsinya, sumber penindasan perempuan berasal dari
eksploitasi kelas dan cara produksi. Status perempuan jatuh karena
adanya konsep kekayaan pribadi (private property) kegiatan
produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri
berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange).
c. Feminisme Radikal
Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap
perempuan terjadi akibat sistem patriarki (sistem yang berpusat pada
laki- laki). Pada pokoknya, aliran ini berupaya menghancurkan
sistem patriarki, yang fokusnya terkait fungsi biologis tubuh
perempuan.
d. Feminisme Sosial
Feminisme sosial muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis.
Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum
kapitalisme, dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh.
Feminisme sosial menggunakan analisis kelas dan gender untuk
memahami penindasan perempuan.
e. Feminisme Teologis
Teori ini dikembangkan berdasarkan paham teologi pembebasan
yang menyatakan bahwa sistem masyarakat dibangun berdasarkan
ideologi, agama, dan norma-norma masyarakat. mereka berpendapat
bahwa penyebab tertindasnya perempuan oleh laki- laki adalah
teologi atau ideologi masyarakat yang menempatkan perempuan di
bawah laki-laki (subordinasi).
f. Ekofeminisme
Aliran ini merupakan jenis feminisme yang meyalahi arus utama
ajaran feminisme, sebab cenderung menerima perbedaan antara laki-
17
laki dan perempuan. Ekofeminisme mengkritik pemikiran aliran-
aliran sebelumnya yang menggunakan prinsip maskulinitas- ideologi
untuk menguasai-dalam usaha untuk mengakhiri penindasan
perempuan akibat sistem patriarki.
E. Pandangan Islam Terhadap Feminisme
1. Respons Masyarakat Muslim
Penyebaran ide- ide feminisme secara sistematis dan besar-besaran
memunculkan beraneka respon dari masyarakat Muslim, diantaranya
semakin banyak jumlah penganut dan penganjur feminisme, baik secara
individual maupun kelompok, dari lembaga pemerintahan maupun LSM.
Di Indonesia terdapat tiga kelompok masyarakat Islam yang muncul.
Pertama, kelompok konservatif, adalah mereka yang menolak isu-
isu jender dan feminisme, baik yang dikemukakan oleh feminis Muslim
apalagi feminis Barat. Bagi kelompok ini feminisme adalah ambisi kaum
perempuan Barat yang ingin melepaskan diri dari cengkeraman kaum
laki-laki.
Kedua, kelompok moderat, adalah mereka yang menerima ide- ide
feminisme dan jender selama masih berada dalam koridor ajaran Islam.
Menurut mereka, Islam justru diturunkan untuk mengatasi ketidakadilan
jender.
Ketiga, kelompok liberal, adalah mereka yang menerima secara
umum ide-ide feminisme, utamanya ide kesetaraan laki- laki dan
perempuan dalam berbagai segi. Menurut mereka, ide kesetaraan jender
tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
2. Lahirnya Feminisme Islam
Sebenarnya kedatangan Islam pada abad ke-7 M membawa
revolusi gender. Islam hadir sebagai ideologi pembaharuan terhadap
budaya-budaya yang menindas perempuan, merubah status perempuan
secara drastis. Tidak lagi sebagai second creation (mahluk kedua setelah
18
laki- laki) atau penyebab dosa. Justru Islam mengangkat derajat
perempuan sebagai sesama hamba Allah seperti halnya laki-laki.
Perempuan dalam Islam diakui hak-haknya sebagai manusia dan
warga negara, dan berperan aktif dalam berbagai sektor termasuk polit ik
dan militer. Islam mengembalikan fungsi perempuan yang juga sebagai
khalifah fil ardl pengemban amanah untuk mengelola alam semesta. Jadi
dengan kata lain, gerakan emansipasi perempuan dalam sejarah
peradaban manusia sudah dipelopori oleh risalah yang d ibawa oleh Nabi
Muhammad saw. Islam adalah sistem kehidupan yang mengantarkan
manusia untuk memahami realitas kehidupan.
Islam juga merupakan tatanan global yang diturunkan Allah
sebagai Rahmatan Lil- ’alamin. Sehingga sebuah konsekuensi logis bila
penciptaan Allah atas makhluk-Nya laki- laki dan perempuan memiliki
missi sebagai khalifatullah fil ardh, yang memiliki kewajiban untuk
menyelamatkan dan memakmurkan alam, sampai pada suatu kesadaran
akan tujuan menyelamatkan peradaban kemanusiaan. Dengan demikian,
wanita dalam Islam memiliki peran yang konprehensif dan kesetaraan
harkat sebagai hamba Allah serta mengemban amanah yang sama
dengan laki-laki.
Gerakan feminis tidak akan pernah berhasil jika tidak kembali
mengacu pada ajaran Islam (Al-Quran dan Sunnah). Gagasan-gagasan
asing yang diimpor dari Barat yang bertentangan dengan nilai-nilai
Islam, hanya akan memperburuk kondisi perempuan dan mengantarkan
ke dalam jurang kehancuran yang lebih dalam.
Kemuliaan perempuan dalam Islam setidaknya bisa kita ketahui
dengan bagaimana Islam menempatkan posisi seorang ibu. Dalam Islam
seorang anak yang mesti patuh pada kedua orang tuanya, namun
ketaatan kepada ibu harus didahulukan. Hadits yang populer yang juga
dikutip buku ini menyebutkan bahwa pelayanan terbaik seorang anak
didahulukan kepada ibunya tiga kali dibanding kepada ayahnya. Bahkan
pada hadits lain disebutkan bahwa surga terletak di telapak kaki ibu.
19
3. Pandangan Islam Tentang Feminisme
Ide-ide feminisme tampaknya cukup menarik minat Muslim dan
Muslimah yang progresif dan mempunyai semangat dan idealism yang
tinggi untuk mengubah kenyataan yang ada menjadi lebih baik.
Ketidaksesuaian feminisme dengan islam antara lain terkait dengan ide
persamaan kedudukan dan hak antara perempuan dengan laki- laki, ide
penindasan terhadap perempuan dalam institusi keluarga, metode yang
ditempuh untuk menghilangkan penindasan terhadap perempuan,
maupun ide-ide feminisme Muslim liberal.
Dalam pandangan Islam, ide dasar dan utama yang diperjuangkan
oleh feminisme berupa keadilan antara laki- laki dan perempuan dalam
wujud kesetaraan kedudukan dan hak antara perempuan dengan laki- laki
adalah sesuatu yang tidak benar dan menyalahi kodrat kemanusiaan.
Dalam konteks keluarga, Islam memandang perempuan sebagai
pasangan, partner, dan sahabat laki- laki dalam menjalankan tugas
mengabdi kepada Allah SWT dan menjadi khalifah di bumi melalui
pembagian pekerjaan di antara keduanya. Selain itu Islam tidak
memandang peran seseorang sebagai penentu kualitas kehidupan
seseorang. Tolok ukur kemuliaan dalah ketakwaan yang diukur secara
kualitatif, yaitu sebaik apa-bukan sebanyak apa-seseorang bertakwa
kepada Allah SWT (Q.S. al-Hujurat:13 dan al-Mulk:2).
4. Kritik Terhadap Feminisme
Gerakan feminisme diakui telah banyak membawa perubahan positif
pada kondisi perempuan. Kritik tersebut bersifat teoritis, namun lebih
sering berupa bukti nyata kegagalan feminisme. Kritik dan tanggapan
negatif tersebut, antara lain :
a. Berbagai eksperimen membuktikan bahwa pria dan perempuan
sama mengalami kegagalan. Contohnya, ketika pada tahun 1997
pemerintahan Inggris memberlakukan :gender free approach”
dalam merekrut tentaranya dan memberlakukan ujian fisik yang
sama.
20
b. Eksperimen penerapan persamaan jender juga dilakukan negara-
negara Skandinavia. Mereka mengkampanyekan agar laki-laki
tidak malu berkerja di sektor domestik, dan sisi lain mendorong
perempuan untuk bekerjaan di luar rumah dengan cara
menyediakan tepat penitipan anak (day care center) secara besar-
besaran.
c. Germaine Greer, salah satu tokoh feminisme, pada tahun 1999
menerbitkan buku barunya, The Whole Woman. Greer
menggambarkan betapa sesudah berpuluh tahun gerakan feminisme,
gadis-gadis sekarang masih dijajah oleh konsep “perempuan
cantik”.
d. Munculnya para feminis radikal yang mengutuk system patriarki,
mencemooh perkawinan, menghalalkan aborsi, menyarankan
lesbianism dan revolusi seks, justru menodai reputasi gerakan itu.
e. Gerakan feminis di Barat berangsur-angsur surut. Akhirnya,
muncul gerakan anti tesis yang menyeru kaum wanita agar kembali
ke konsep awal.
f. Professor T.J. Winters-yang sesudah menjadi Muslim kini bernama
Abdal-Hakim Murad (Universitas Cambridge), mencatat bahwa
feminisme tahun 1960-an dan 1970-an adalah “feminisme
kesejajaran” yang berjuang menghilangkan ketimpangan jender
yang menurut mereka semata-mata social construct yang bisa
diubah lewat pendidikan dan media. Sedangkan feminisme tahun
1990-an adala “feminisme perbedaan” yang berakar pada semakin
tumbuhnya kesadaran bahwa faktor alami (nature) itu sama
pentingnya dengan faktor pengasuh (nurture) dalam pembentukan
perilaku pria dan wanita.
Demikianlah berbagai bukti dan kritik yang menunjukkan bahwa
feminisme bukan pilihan yang bijak dan benar untuk memajukan dan
mengangkat martabat perempuan. Meskipun begitu, umat Islam perlu
mengambil sisi positif munculnya feminisme di kalangan umat Islam.
21
Keberadaan tatanan sosial masuarakat yang cenderung merugikan
perempuan di berbagai wilayah yang mayoritas berpenduduk Muslim.
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam kalangan orang Indonesia feminisme lebih familiar dengan
istilah emansipasi (kemerdekaan, pembebasan). Kata feminisme
diperkenalkan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier pada
tahun 1837. Feminisme mulai timbul pada abad ke-18 di Eropa, tepatnya di
Perancis yang didorong oleh ideologi pencerahan (Aufklarung) yang
menekankan pentingnya peran rasio dalam mencapai kebenaran. Jenis-jenis
feminisme adalah feminisme liberal, feminisme marxis, feminisme radikal,
feminisme sosial, feminisme teologis, dan ekofeminisme.
Islam datang untuk melepaskan perempuan dari perlakuan yang
tidak manusiawi dari berbagai kebudayaan manusia, sebagaimana
disebutkan diatas. Islam memandang perempuan sebagai makhluk yang
mulia dan terhormat, memiliki hak dan kewajiban yang disyariatkan Allah.
Dalam Islam, haram hukumnya menganiaya dan memperbudak perempuan,
dan pelakunya diancam dengan siksaan yang pedih. Dalam pandangan Islam,
ide dasar dan utama yang diperjuangkan oleh feminisme berupa keadilan
antara laki- laki dan perempuan dalam wujud kesetaraan kedudukan dan hak
antara perempuan dengan laki- laki adalah sesuatu yang tidak benar dan
menyalahi kodrat kemanusiaan.
B. Saran
Sebagai umat Muslim kita hendaknya lebih memahami tentang konsep
Islam tentang perempuan. Dalam ajaran Islam telah dijelaskan bahwa laki-
laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama. Masyarakat harus
merubah anggapan mereka bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah
dan laki- laki adalah yang paling kuat dan berkuasa. Selain itu kita harus
saling melengkapi, melindungi, dan saling menghargai antara hak dan
kewajiban serta perpedaan yang telah diciptakan oleh Allah SWT.
23
DAFTAR PUSTAKA
Alfianti, Ririk. 2014. “Perempuan dan Feminisme”.
Dalam http://ryrykyuuya.blogspot.com/2014/03/perempuan-dan-
feminisme.html , 5 Maret 2015 pukul 13.38 WIB.
Nusantara, Dai. 2013. “Kedudukan dan Nilai Wanita Sebelum Islam”.
Dalam http://dainusantara.com/kedudukan-dan-nilai-wanita-sebelum-
islam/ , 16 Maret 2015 pukul 16.42 WIB.
Tyastiwi, Aina. 2012. “Feminisme dalam Islam”.
Dalam http://iniaiyya.blogspot.com/2012/09/makalah-feminisme-
dalam-pandangan- islam_21.html , 5 Maret 2015 pukul 13.35 WIB.
Universitas Negeri Malang, Tim Dosen Pendidikan Agama Islam. 2014.
Pendidikan Islam Transformatif. Malang : Dream Litera.
Wikipedia. 2010. “Hadist Misoginis”.
Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Hadits_Misoginis , 16 Maret 2015
pukul 17.02 WIB.