Poskolonial Feminisme

11
Poskolonial Feminisme – Roro Retno Wulan

description

gramatologi, marginalisasi perempuan dunia ketiga, teori poskolonial, perempuan dan hegemoni kolonial pasca penjajahan, contoh kasus harapan untuk menjadi putih, kajian buku habis gelap terbitlah terang dari RA Kartini

Transcript of Poskolonial Feminisme

Page 1: Poskolonial Feminisme

Poskolonial Feminisme – Roro Retno Wulan

Page 2: Poskolonial Feminisme

Sudut Pandang Teori:A. Mengkritik hegemoni feminisme barat

seperti yang ada di Amerika Serikat dan Eropa Barat.

B. Merumuskan dasar teori feminis berdasarkan budaya, geografi, dan sejarah serta kaitannya dengan politik untuk memperluas proses hubungan transnasional.

teori tersebut merumuskan bahwa terjadi kolonisasi ganda thd kaum perempuan

Imperialisme dan patriarki - sisa jaman feodalisme

Berangkat dari cultural studies dan teori poskolonial

Page 3: Poskolonial Feminisme

Herstory... Fenomenologi (gramatologi – Derrida) & Cultural

Studies (Critical Theories) Teori postkolonial kurang membahas isu ras dan

gender, tidak melihat adanya konteks budaya dalam batas-batas negara sehingga kaum perempuan membutuhkan jalan untuk menyuarakan keinginan dan harapannya.

Generalisasi feminis Barat atas opresi terhadap perempuan

Perbedaan konteks perempuan Barat dan perempuan Timur

....disinilah muncul analisis teks terhadap tulisan perempuan Timur yang menyuarakan kepentingan perempuan Timur

Page 4: Poskolonial Feminisme

Grammatology

Page 5: Poskolonial Feminisme

Asumsi & Konsep kunci: Perempuan dunia ketiga

merupakan objek opresi dari sistem budaya patriarki dan imperialisme

Perempuan dunia ketiga tidak dapat mewakili dirinya sendiri, mereka harus diwakili (Can Subaltern Speak? – Spivak) kekurangmampuan perempuan yang disebabkan budaya dan sosial ekonomi yang minim keberpihakan terhadap kondisi perempuan

Mempersiapkan jalan bagi perempuan yang kurang beruntung secara ekonomi, sosial dan politik untuk memperjuangkan keberadaannya dalam masyarakat imperialisme modern

Perempuan dunia ketiga mengalami penindasan melawan imperialisme modern dan patriarki.

Perempuan memiliki hak untuk berkarya dan bekerja sebagai layaknya manusia merdeka.

Kolonialisme modern saat ini telah merambah di segala bidang kehidupan masyarakat.

Page 6: Poskolonial Feminisme

TEORI POSKOLONIAL FEMINISME

Perempuan berada di tengah-tengah hegemoni kekuasaan dan budaya.

Perempuan tidak menjadi faktor yang diperhitungkan dalam pembangunan

Perempuan hanya dikonstruksi sebagai “konco wingking” rekan pendamping suami, laki-laki

Kekuasaan (power)

Budaya (culture)

Page 7: Poskolonial Feminisme

Tokoh-tokohnya: Gayatri Spivak Talpade Mohanty Trinth T. Minh-ha

Page 8: Poskolonial Feminisme

Poskolonial Feminisme

Can subaltern speak?

Page 9: Poskolonial Feminisme

Contoh kasus I : Door Duisternis Tot Licht (grammatology) Perjuangan RA Kartini, yang diramu

dalam biografi “Panggil Aku Kartini Saja” tulisan Pramoedya Ananta Toer

Ide untuk mendirikan sekolah pribumi muncul karena Kartini mengalami diskriminasi dari lingkungan sekolah, karena dia bukan ras putih, maka tidak setiap kesempatan pengetahuan terbuka untuknya.

Diskriminasi berdasarkan pangkat dan status sosial ekonomi orang tua siswa. Inilah yang ingin dihilangkan oleh Kartini. Pendidikan adalah milik semua orang.

Page 10: Poskolonial Feminisme

Contoh kasus II : Becoming White Penghancuran identitas perempuan karena

kondisi otonomi ekonomi, politik dan budaya Perempuan sebagai pelengkap pendukung

patriakh laki-laki, pemerintah Konsep “putih” warisan para penjajah.

Obsesi terhadap putih dan segala sesuatu yang ditandai sebagai putih menurut saya bukan sekadar obsesi terhadap suatu kecantikan, melainkan lebih dari itu...obsesi terhadap putih dapat dikategorikan sebagai suatu colonial nostalgia atau bahkan colonial trauma (Prabasmoro, 2006: 322)

Femininitas ditentukan oleh pasar. Demi kesempurnaan fisik mengorbankan potensi dirinya.

Page 11: Poskolonial Feminisme

Terima kasih

Semoga bermanfaat bagi semua