Farmakokinetik
-
Upload
qintharamft -
Category
Documents
-
view
27 -
download
1
Transcript of Farmakokinetik
FARMAKOKINETIK
Definisi : Farmakokinetik adalah nasib obat dalam tubuh .
Proses : Farmakokinetik mencakup 4 proses yakni:
Absorpsi (A)
Distribusi (D)
Metabolisme (M)
Ekskresi (E)
1. Absorbsi
Absorbsi adalah proses diserapnya atau masuknya obat dari tempat pemberian ke
dalam darah. proses diserapnya atau masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam
darah. Efisiensi penyerapan tergantung pada cara pemberiannya.
o Cara pemberian oral
Cara pemberian obat peroral, dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus
halus karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas.
o Pemberian obat di bawah lidah hanya untuk obat yang sangat larut dalam lemak,
karena luas permukaan absorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan
diabsorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan diabsorpsinya kecil,
sehingga obat harus melarut dan diabsorpsi dengan sangat cepat, misalnya
nitrogliserin. Karena darah dari mulut langsung ke vena kava superior dan tidak
melalui vena porta, maka obat yang diberikan sublinguinal ini tidak mengalami
metabolisme lintas pertama oleh hati.
o Pada pemnberian obat melalui rectal, misalnya untuk pasien yang tidak sadar atau
muntah, hanya 50% darah dari rektum yang melalui vena porta, sehingga
eliminasi lintas pertama oleh hati juga hanya 50%. Akan tetapi, absorpsi obat
melalui mkosa rektum seringkali tidak teratur dan tidak lengkap, dan banyak obat
menyebabkan iritasi mukosa rektum.
Absorpsi obat bisa melalui beberapa cara transport membran sebagian
besar obat secara difusi pasif, Dengan demikian, agar dapat melintasi membrane
sel tersebut, molekul obat harus mempunyai sifat non polar. Absorpsi asam lemah
sangat baik dalam lambung per area absorpsi asam lemah sangat baik dalam
lambung per area absorpsi, tetapi secara keseluruhan masih tetap lebih baik dalam
usus halus karena luasnya area absorpsi di usus halus karena luasnya area absorpsi
di usus halus dibandingkan di lambung.
2. Distribusi
Distribusi adalah proses obat dari sirkulasi sistemik ke jaringan / sel sasaran.
Faktor faktor yang mempengaruhi pendistribusian obat yaitu :
Aliran darah
Kecepatan aliran darah bervariasi karena distribusi output jantung ke organ organ
tidak sama.
Permeabilitas kapiler
Struktur kapiler mempunyai struktur endotel yang mempunyai jarak, sehingga obat
yang senyawa polar menembus ke celah celah tersebut. Kecuali otak sel endotel nya
tidak mempunyai jarak (tight junction) sehingga membentuk sawar / pelindung.
Pengikatan obat – protein
Protein plasma dalam darah mengikat obat dengan ikatan lemah:
- Albumin mengikat obat-obat asam dan netral (steroid)
- Asam lemak mempunyai tempat ikatan khusus dalam albumin:
o A-glikoprotein mengikat obat basa
o Corticosteroid Binding Globulin
o Sex Steroid Binding Globulin
Obat yang terikat protein plasma ke seluruh tubuh, obat bebas akan keluar ke
jaringan ke tempat kerja obat, jaringan depot, ke hati (obat menjadi metabolit
yang bersama empedu mengalir ke darah) dan ke ginjal (dieksresi). Bila ada 2
obat yang diminum secara bersamaan yang pada awalnya obat A mengikat protein
tetapi karena ada obat B yang sifat pengikatan protein lebih kuat, maka obat B
dapat menggeser obat A sehingga kadar obat bebas A lebih banyak.
3. Metabolisme
Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran retikulum endoplasma
(mikrosom) dan di sitosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah dinding usus,
ginjal, paru, darah, otak dan kulit, juga di lumen kolon oleh flora usus.
Ginjal tidak dapat mengeliminasi obat-obat yang lipofilik karena obat-obat tersebut
mudah menembus membran sel dan diabsorbsi kembali ke dalam tubulus distal. Oleh karena itu,
tujuan metabolisme adalah mengubah obat yang non polar (lipofilik) menjadi polar (hidrofilik)
agar dapat diekskresikan melalui ginjal atau empedu.
Reaksi metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan reaksi fase II yang memiliki kerjanya
masing-masing, yaitu :
I. Fase I : Reaksi-reaksi fase I berfungsi untuk mengubah molekul lipofilik menjadi
molekul yang lebih polar dengan cara menambahkan suatu polar atau membuka
gugus polar, seperti –OH atau –NH2. Reaksi-reaksi tersebut terdiri dari oksidasi,
reduksi dan hidrolisis, yang mengakibatkan aktivitas farmakologik obat menjadi
meningkat, menurun atau tidak berubah.
a. Reaksi-reaksi fase I yang menggunakan sistem P-450
P-450 adalah sebuah keluarga enzim (isozim) yang terjadi dalam
kebanyakan sel, tetapi terutama sangat banyak di dalam hati. Setiap enzim
mempunyai spesifitas yang luas, karena itu sering terjadi tumpang tindih.
Banyak obat yang dapat menginduksi peningkatan kadar sitokrom P-450,
yang menyebabkan suatu peningkatan kecepatan metabolisme obat penginduksi
tersebut atau obat-obat lain yang dibiotransformasikan oleh sistem P-450. Obat
atau zat yang dapat menginduksi (inducer) antara lain fenobarbital, rifampisin,
fenitoin, brokoli, rokok dan oregano.
Banyak juga obat yang dapat menghambat sistem P-450 dan bisa
memperkuat kerja obat lain yang dimetabolisme oleh enzim sitokrom,
penghambat atau inhibitor tersebut antara lain adalah simetidin, ketokonazole,
eritromisin, grapefuit juice, black tea dan jahe.
b. Reaksi fase I yang tidak melibatkan sistem P-450
Reaksi ini meliputi oksidasi amin (misalnya oksidasi katekolamin atau
histamin), dehidrogenasi alkohol (misalnya oksidasi etanol) dan hidrolisis
(misalnya hidrolisis prokainamid).
II. Fase II : Fase ini terdiri dari reaksi-reaksi konjugasi. Jika metabolit dari metabolisme
fase I sifatnya sudah cukup polar, metabolisme tersebut dapat diekskresikan oleh
ginjal. Namun, banyak metabolit yang sangat lipofilik untuk ditahan dalam tubuli
ginjal. Reaksi konjugasi lanjutan dengan suatu substrat endogen seperti asam
glukoronat, asam sulfurat, asam asetat atau asam amino menghasilkan persenyawaan
yang polar.
Glukoronidase merupakan reaksi konjugasi yang paling penting dan paling sering,
reaksi tersebut terutama terjadi di dalam mikrosom hati, tetapi juga di jaringan
ekstrahepatik (usus halus, ginjal, paru, kulit) yang diperantarai oleh enzim UDP-
glukoronil-transferase (UGT). Reaksi konjugasi yang lain seperti asetilasi, sulfasi dan
konjugasi dengan glutation terjadi di dalam sitosol. Konjugat obat yang sangat polar
tersebut kemudian bisa diekskresikan oleh ginjal.
III. Urutan fase-fase yang terbalik : Tidak semua obat mengalami metabolisme dengan
urutan fase I kemudian dilanjutkan dengan fase II. Misalnya isoniazid, mula-mula
mengalami asetilasi (reaksi fase II) dan kemudian dihidrolisis menjadi asam
isonikotinat (reaksi fase I).
IV. Hanya mengalami salah satu reaksi saja : Obat dapat mengalami reaksi fase I saja
atau reaksi fase II saja. Pada fase I, obat dibubuhi gugus polar sepeti gugus hidroksil,
gugus amino, karboksil, sulfihidril, dan sebagainya untuk dapat bereaksi dengan
substrat endogen pada reaksi fase II. Karena itu obat yang sudah mempunyai gugus-
gugus tersebut langsung dapat bereaksi dengan substrat endogen. Hasil reaksi fase I
yang sudah cukup polar juga langsung bisa diekskresikan ginjal tanpa harus melewati
reaksi fase II.
Faktor-faktor metabolisme dipengaruhi oleh genetik, fungsi hati, usia, interaksi dan
kebiasaan.
Interaksi dalam metabolisme obat berupa induksi atau inhibisi enzim metabolisme,
terutama enzim CYP atau cytochrome p450. Induksi berarti peningkatan sintesis enzim
metabolisme pada tingkat transkripsi sehingga terjadi peningkatan kecepatan metabolisme obat
yang menjadi substrat enzim yang bersangkutan, akibatnya diperlukan peningkatan dosisi obat
tersebut, atau terjadi toleransi farmakokinetik.
Sedangkan inhibisi enzim metabolisme adalah hambatan terjadi secara langsung, dengan
peningkatan kadar obat yang menjadi substrat dari enzim yang dihambat juga terjadi secara
langsung. Untuk mencegah terjadinya toksisitas, diperlukan penurunan dosis obat yang
bersangkutan atau bahkan tidak boleh diberikan bersama penghambatnya karena dapat
membahayakan. Hambatan tersebut umumnya bersifat kompetitif, namun bisa juga
nonkompetitif.
4. Ekskresi
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat dapat diekskresi dalam bentuk
utuh maupun metabolitnya. Obat dalam bentuk utuh atau aktif biasanya diekskresi oleh ginjal
dan melibatkan 3 proses yaitu filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal dan
reabsorbsi pasif di sepanjang tubulus.
Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat, yakni plasma tanpa protein, jadi semua obat
bebas akan keluar dalam ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein akan tetap tinggal dalam
darah.
Sekresi aktif dari dalam darah ke tubulus proksimal terjadi melalui transporter membran
P-glikoprotein (P-gp) dan MRP (multidrug-resistance protein) yang terdapat di membran sel
epitel. P-gp merupakan transporter kation organik dan zat netral, misalnya kuinidin dan digoksin.
Sedangkan MRP adalah transporter untuk anion organik dan konjugat, misalnya penisilin,
probenesid, glukoronat, sulfat dan konjugat glutation).
Reabsorbsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk non ion obat yang larut lemak.
Di tubulus distal juga terdapat juga terdapat protein transporter yang berfungsi untuk reabsorbsi
aktif dari lumen tubulus kembali ke dalam darah (untuk obat-obat dan zat-zat endogen tertentu).
Ekskresi obat yang lain adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses.
Transporter membran P-gp dan MRP terdapat di membran kanalikulus sel hati dan mensekresi
aktif obat-obat dan metabolit ke dalam empedu. P-gp dan MRP juga terdapat dalam membran
usus, maka dapat terjadi sekresi langsung obat dari darah ke lumen usus.
Ekskresi jalur lainnya misalnya melalui paru digunakan terutama untuk eliminasi gas
anestetik umum. Ekskresi dalam ASI, saliva, keringat dan air mata secara kuantitatif tidak
penting karena bergantung pada difusi pasif dari bentuk non ion yang larut lemak melalui sel
epitel kelenjar dan pada pH. Ekskresi dalam ASI walaupun sedikit namun penting artinya karena
dapat menimbulkan efek samping pada bayi. Ekskresi dalam saliva dapat digunakan untuk
mengukur kadar obat jika sulit untuk memperoleh darah karena sama dengan kadar obat dalam
plasma. Terakhir, ekskresi pada rambut dan kulit penting untuk kepentingan forensik yaitu pada
orang yang keracunan arsen.