Makalah Fase Farmakokinetik

28
MAKALAH BIOFARMASETIKA “FASE FARMAKOKINETIK” Disusun Oleh : GANJAR TAUFIK. F (311100 ) PRODI S1 FARMASI STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA 2013

Transcript of Makalah Fase Farmakokinetik

Page 1: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 1/28

MAKALAH

BIOFARMASETIKA

“FASE FARMAKOKINETIK” 

Disusun Oleh :

GANJAR TAUFIK. F

(311100 )

PRODI S1 FARMASI

STIKes BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA

2013

Page 2: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 2/28

BAB I 

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 

Fase farmakokinetik berkaitan dengan masuknya zat aktif ke dalam tubuh

 pemasukan in vivo tersebut secara keseluruhan merupakan fenomena fisikokimia

yang terpadu di dalam organ penerima obat. Fase farmakokinetik ini merupakan

salah satu unsur penting yang menentukan profil keberadaan zat aktif pada tingkat

 biofase dan selanjutnya menentukan aktivitas terapeutik obat (Aiache, 1993).

Aktivitas serta toksisitas suatu obat tergantung pada lama keberadaan dan

 perubahan zat aktif didalam tubuh (Aiache, 1993). Menurut Shargel (1988),

 bahwa intensitas efek farmakologik atau efek toksik suatu obat seringkali

dikaitkan dengan konsentrasi obat pada reseptor, yang biasanya terdapat dalam

sel-sel jaringan. Oleh karena sebagian besar sel-sel jaringan diperfusi oleh cairan

 jaringan atau plasma, maka pemeriksaan kadar obat dalam plasma merupakan

suatu metode yang sesuai untuk pemantauan pengobatan.

Pemantauan konsentrasi obat dalam darah atau plasma meyakinkan bahwadosis yang telah diperhitungkan benar-benar telah melepaskan obat dalam plasma

dalam kadar yang diperlukan untuk efek terapetik. Dengan demikian pemantauan

konsentrasi obat dalam plasma memungkinkan untuk penyesuaian dosis obat

secara individual dan juga untuk mengoptimasi terapi (Shargel, 1988).

Tanpa data farmakokinetik, kadar obat dalam plasma hampir tidak 

 berguna untuk penyesuaian dosis. Dari data tersebut dapat diperkirakan

modelfarmakokinetik yang kemudian diuji kebenarannya, dan selanjutnya

diperoleh parameter-parameter farmakokinetiknya (Shargel, 1988).

Model farmakokinetik sendiri dapat memberikan penafsiran yang lebih

teliti tentang hubungan kadar obat dalam plasma dan respons farmakologik.

Model kompartemen satu terbuka menganggap bahwa berbagai perubahan kadar 

obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat

dalam jaringan. Tetapi model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam

Page 3: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 3/28

tiap jaringan tersebut adalah sama dengan berbagai waktu. Disamping itu, obat

didalam tubuh juga tidak ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentukan

konsentrasi obatnya dengan menggunakan cuplikan cairan tubuh (Shargel, 1988).

Saat ini telah tersedia data farmakokinetik obat, yang meliputi berbagai

 parameter farmakokinetik, yaitu bioavailabilitas oral, volume distribusi, waktu

 paruh dan bersihan (clearance) dalam keadaan fisiologik maupun patologik.

Dimana kondisi fisiologik dan kondisi patologik ini dapat menimbulkan

 perubahan pada parameter farmakokinetik obat (Setiawati, 2007).

Data farmakokinetik ini sangat penting untuk semua jenis obat terutama

untuk obat yang lazim dikonsumsi masyarakat. Karena kemungkinan besar 

konsumsi obat yang terlalu sering akan menimbulkan toksisitas serta efek 

samping yang beresiko terhadap kelanjutan penyakit. Menurut Setiawati (2007),

 prinsip dan data farmakokinetik sangatlah penting diketahui oleh seorang dokter 

agar dapat menetapkan regimen dosis yang optimal bagi masing-masing

 pasiendengan berpedoman pada kadar obat dalam plasma atau serum.

Deksametason merupakan salah satu contoh obat yang data

farmakokinetiknya telah tersedia dibeberapa literatur. Seperti yang dilaporkanoleh

Widodo, dkk (1993), dengan perolehan data farmakokinetik sebagai berikut ; Vd

= 0,8 L/kg, ketersediaan biologik = 80%, waktu paruh = 3 jam, eliminasi sekitar 

3% terjadi direnal tanpa diubah, sisanya dimetabolisme didalam hati.

Menurut hasil penelitian Robert and William (1987), diperoleh datafarmakokinetik deksametason sebagai berikut ; availabilitas oral (%) 78 ± 14,

ekskresi urin (%) 2,6 ± 0,6, ikatan protein plasma (%) 68 ± 3, klirens (ml.min-

1.kg-1) 3,7 ± 0,9, t1/2 (jam) 3,0 ± 0,8.

Dari data hasil penelitian sebelumnya telah diketahui data farmakokinetik 

deksametason. Namun penelitian tersebut hanya menggunakan produk jadi

deksametason yang beredar dipasaran baik dalam bentuk tablet, injeksi maupun

Page 4: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 4/28

sediaan tetes mata. Dan belum pernah ada penelitian serta data yang

menggunakan baku murni deksametason untuk ditetapkan profil

farnakokinetiknya.

Berdasarkan uraian diatas, dari berbagai penelitian dan data tersebut, maka

 penulis merasa tertarik untuk menentukan profil farmakokinetika deksametason

 pada kelinci dengan menggunakan baku murni deksametason BPFI.

Universitas Sumateramenggunakan baku murni deksametason untuk 

ditetapkan profil farnakokinetiknya.

1.3. Rumusan Masalah 

Bagaimana sifat kerja obat?

1.3. Tujuan 

Mengetahui sifat kerja obat beserta komponen-komponennya.

Page 5: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 5/28

BAB II 

PEMBAHASAN 

2.1. Deskripsi Sifat Kerja Obat 

Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Sebuah obat

tidak menciptakan suatu fungsi di dalam jaringan tubuh atau organ, tetapi

mengubah fungsi fisiologis. Obat dapat melindungi sel dari pengaruh agents kimia

lain, meningkatkan fungsi sel, atau mempercepat atau memperlambat proses kerja

sel. Obat dapat menggantikan zat tubuh yang hilang (contoh, insulin, hormon

tiroid, atau estrogen).

2.2. Mekanisme Kerja Obat 

Obat menghasilkan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau membran sel

atau dengan beinteraksi dengan tempat reseptor. Jel aluminium hidroksida obat

mengubah zat kimia suatu cairan tubuh (khususnya dengan menetralisasi kadar 

asam lambung). Obat-obatan, misalnya gas anestsi mum, beinteraksi dengan

membran sel. Setelah sifat sel berubah, obat mengeluarkan pengaruhnya.

Mekanisme kerja obat yang paling umum ialah terikat pada tempat reseptor sel.

Reseptor melokalisasi efek obat. Tempat reseptor berinteraksi dengan obat karena

memiliki bentuk kimia yang sama. Obat dan reseptor saling berikatan seperti

gembok dan kuncinya. Ketika obat dan reseptor saling berikatan, efek terapeutik 

dirasakan. Setiap jaringan atau sel dalam tubuh memiliki kelompok reseptor yang

unik. Misalnya, reseptor pada sel jantung berespons pada preparat digitalis.

Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase: farmasetik 

(disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi.

Dalam fase farmasetik, obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus

membrane biologis. Jika obat diberikan melaluirute subkutan, intramuscular, atau

intravena, maka tidak terjadi fase farmaseutik. Fase kedua, yaitu farmakokinetik,

terdiri dari empat proses (subfase):absorpsi, distribusi, metabolisme (atau

Page 6: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 6/28

 biotransformasi), dan ekskresi. Dalam fase farmakodinamik, atau fase ketiga,

terjadi respons biologis atau fisiologis.

2.3. Fase Farmakokinetik  

Farmakokinetik adalah ilmu tentang cara obat masuk ke dalam tubuh,

mencapai tempat kerjanya, dimetabolisme, dan keluar dari tubuh. Dokter dan

 perawat menggunakan pengetahuan farmakokinetiknya ketika memberikan obat,

memilih rute pemberian obat, menilai resiko perubahan keja obat, dan

mengobservasi respons klien.Empat proses yang termasuk di dalamnya adalah :

absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan ekskresi (eliminasi).

1.  Absorpsi

Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari konsentrasi

tinggi dari saluran gastrointestinal ke dalam cairan tubuh melalui

absorpsipasif, absorpsi aktif, rinositosis atau pinositosis.

Absorpsi aktif umumnya terjadi melalui difusi(pergerakan dari

konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah). Absorpsi aktif membutuhkan

carier atau pembawa untuk bergerak melawan konsentrasi. Pinositosis

 berarti membawa obat menembus membran dengan proses menelan.

Absorpsi obat dipengaruhi oleh aliran darah, nyeri, stress, kelaparan,

makanan dan pH. Sirkulasi yang buruk akibat syok, obat-obat

vasokonstriktor, atau penyakit yang merintangi absorpsi. Rasa nyeri, stress,

dan makanan yang padat, pedas, dan berlemak dapat memperlambat masa

 pengosongan lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam lambung.

Latihan dapat mengurangi aliran darah dengan mengalihkan darah lebih

 banyak mengalir ke otot, sehingga menurunkan sirkulasi ke saluran

gastrointestinal.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi absorpsi obat antara lain rute

 pemberian obat, daya larut obat, dan kondisi di tempat absorpsi.

Page 7: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 7/28

Setiap rute pemberian obat memiliki pengaruh yang berbeda pada

absorpsi obat, bergantung pada struktur fisik jaringan. Kulit relatif tidak 

dapat ditembus zat kimia, sehingga absorpsi menjadi lambat. Membran

mukosa dan saluran nafas mempercepat absorpsi akibat vaskularitas yang

tinggi pada mukosa dan permukaan kapiler-alveolar. Karena obat yang

diberikan per oral harus melewati sistem pencernaan untuk diabsorpsi,

kecepatan absorpsi secara keseluruhan melambat. Injeksi intravena

menghasilkan absorpsi yang paling cepat karena dengan rute ini obat dengan

cepat masuk ke dalam sirkulasi sistemik.

Daya larut obat diberikan per oral setelah diingesti sangat bergantung

 pada bentuk atau preparat obat tersebut. Larutan atau suspensi, yang tersedia

dalam bentuk cair, lebih mudah diabsorpsi daripada bentuk tablet atau

kapsul. Bentuk dosis padat harus dipecah terlebih dahulu untuk memajankan

zat kimia pada sekresi lambung dan usus halus. Obat yang asam melewati

mukosa lambung dengan cepat. Obat yang bersifat basa tidak terabsorpsi

sebelum mencapai usus halus.

Kondisi di tempat absorpsi mempengaruhi kemudahan obat masuk ke

dalam sirkulasi sistemik. Apabila kulit tergoles, obat topikal lebih mudah

diabsorpsi. Obat topikal yang biasanya diprogamkan untuk memperoleh

efek lokal dapat menimbulkan reaksi yang serius ketika diabsorpsi melalui

lapisan kulit. Adanya edema pada membran mukosa memperlambat

absorpsi obat karena obat membutuhkan waktu yang lama untuk berdifusi

ke dalam pembuluh darah. Absorpsi obat parenteral yang diberikan

 bergantung pada suplai darah dalam jaringan.Sebelum memberikan sebuahobat melalui injeksi, perawat harus mengkaji adanya faktor lokal, misalnya;

edema, memar, atau jaringan perut bekas luka, yang dapat menurunkan

absorpsi obat. Karena otot memiliki suplai darah yang lebih banyak 

daripada jaringan subkutan (SC), obat yang diberikan per intramuskular 

(melalui otot) diabsorpsi lebih cepat daripada obat yang disuntikan per 

subkutan. Pada beberapa kasus, absorpsi subkutan yang lambat lebih dipilih

karena menghasilkan efek yang dapat bertahan lama. Apabila perfusi

Page 8: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 8/28

 jaringan klien buruk, misalnya pada kasus syok sirkulasi, rute pemberian

obat yang terbaik ialah melalui intravena. Pemberian obat intravena

menghasilkan absorpsi yang paling cepat dan dapat diandalkan.

Obat oral lebih mudah diabsorpsi, jika diberikan diantara waktu makan.

Saat lambung terisi makanan, isi lambung secara perlahan diangkut ke

duodenum, sehingga absorpsi melambat. Beberapa makanan dan antasida

membuat obat berikatan membentuk kompleks yang tidak dapat melewati

lapisan saluran cerna. Contoh, susu menghambat absorpsi zat besi dan

tetrasiklin. Beberapa obat hancur akibat peningkatan keasaman isi lambung

dan pencernaan protein selama makan. Selubung enterik pada tablet tertentu

tidak larut dalam getah lambung, sehingga obat tidak dapat dicerna di dalam

saluran cerna bagian atas. Selubung juga melindungi lapisan lambung dari

iritasi obat.

Rute pemberian obat diprogramkan oleh pemberi perawatan kesehatan.

Perawat dapat meminta obat diberikan dalam cara atau bentuk yang

 berbeda, berdasarkan pengkajian fisik klien. Contoh, bila klien tidak dapat

menelan tablet maka perawat akan meminta obat dalam bentuk eliksir atau

sirup. Pengetahuan tentang faktor yang dapat mengubah atau menurunkan

absorpsi obat membantu perawat melakukan pemberian obat dengan benar.

Makanan di dalam saluran cerna dapat mempengaruhi pH, motilitas, dan

 pengangkuan obat ke dalam saluran cerna. Kecepatan dan luas absorpsi juga

dapat dipengaruhi oleh makanan. Perawat harus mengetahui implikasi

keperawatan untuk setiap obat yang diberikan. Contohnya, obat seperti

aspirin, zat besi, dan fenitoin, natrium (Dilantin) mengiritasi saluran cernadan harus diberikan bersama makanan atau segera setelah makan.

Bagaimanapun makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat, misalnya

kloksasilin natrium dan penisilin. Oleh karena itu, obat-obatan tersebut

harus diberikan satu sampai dua jam sebelum makan atau dua sampai tiga

 jam setelah makan. Sebelum memberikan obat, perawat harus memeriksa

 buku obat keperawatan, informasi obat, atau berkonsultasi dengan apoteker 

rumah sakit mengenai interaksi obat dan nutrien.

Page 9: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 9/28

2.  Distribusi

Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam cairan

tubuh dan jaringan tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah

(dinamika sirkulasi), afinitas (kekuatan penggabungan) terhadap jaringan,

 berat dan komposisi badan, dan efek pengikatan dengan protein.

a.  Dinamika Sirkulasi

Obat lebih mudah keluar dari ruang interstial ke dalam ruang

intravaskuler daripada di antara kompartemen tubuh. Pembuluh darah dapat

ditembus oleh kebanyakan zat yang dapat larut, kecuali oleh partikel obat

yang besar atau berikatan dengan protein serum. Konsentrasi sebuah obat

 pada sebuah tempat tertentu bergantung pada jumlah pembuluh darah dalam

 jaringan, tingkat vasodilasi atau vasokonstriksi lokal, dan kecepatan aliran

darah ke sebuah jaringan. Latihan fisik, udara yang hangat, dan badan yang

menggigil mengubah sirkulasi lokal. Contoh, jika klien melakukan kompres

hangat pada tempat suntikan intramuskular, akan terjadi vasodilatasi yang

meningkatkan distribusi obat.

Membran biologis berfungsi sebagai barier terhadap perjalanan obat.

Barier darah-otak hanya dapat ditembus oleh obat larut lemak yang masuk 

ke dalam otak dan cairan serebrospinal. Infeksi sistem saraf pusat perlu

ditangani dengan antibiotik yang langsung disuntikkan ke ruang

subaraknoid di medula spinalis. Klien lansia dapat menderita efek samping

(misalnya konfusi) akibat perubahan permeabilitas barier darah-otak karena

masuknya obat larut lemak ke dalam otak lebih mudah. Membran plasenta

merupakan barier yang tidak selektif terhadap obat. Agens yang larut dalam

lemak dan tidak larut dalam lemak dapat menembus plasenta dan membuat

 janin mengalami deformitas (kelainan bentuk), depresi pernafasan, dan pada

kasus penyalahgunaan narkotik, gejala putus zat. Wanita perlu mengetahui

 bahaya penggunaan obat selama masa hamil.

b. 

Berat dan Komposisi Badan

Page 10: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 10/28

Ada hubungan langsung antara jumlah obat yang diberikan dan

 jumlah jaringan tubuh tempat obat didistribusikan. Kebanyakan obat

diberikan berdasarkan berat dan komposisi tubuh dewasa. Perubahan

komposisi tubuh dapat mempengaruhi distribusi obat secara bermakna.

Contoh tentang hal ini dapat ditemukan pada klien lansia. Karena penuaan,

 jumlah cairan tubuh berkurang, sehingga obat yang dapat larut dalam air 

tidak didistribusikan dengan baik dan konsentrasinya meningkat di dalam

darah klien lansia. Peningkatan persentase leak tubuh secara umum

ditemukan pada klien lansia, membuat kerja obat menjadi lebih lama karena

distribusi obat di dalam tubuh lebih lambat. Semakin kecil berat badan

klien, semakin besar konsentrasi obat di dalam cairan tubuhnya, dan dan

efek obat yang dihasilkan makin kuat. Lansia mengalami penurunan massa

 jaringan tubuh dan tinggi badan dan seringkali memerlukan dosis obat yang

lebih rendah daripada klien yang lebih muda.

c.  Ikatan Protein

Ketika obat didistribusikan di dalam plasma kebanyakan berikatan

dengan protein (terutama albumin). Dalam derajat (persentase) yang

 berbeda-beda. Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi dengan protein

adalah diazeipam (valium) yaitu 98% berikatan dengan protein. Aspirin

49% berikatan dengan protein dan termasuk obat yang berikatan sedang

dengan protein. Bagian obat yang berikatan bersifat inaktif,dan bagian obat

selebihnya yanhg tidak berikatan dapat bekerja bebas. Hanya obat-obat yang

 bebas atau yang tidak berikatan dengan proteinyang bersifat aktif dan dapat

menimbulkan respon farmakologik.

Kadar protein yang rendah menurunkan jumlah tempat pengikatan

dengan protein, sehingga meningkatkan jumlah obat bebas dalam plasma.

Dengan demikian dalam hal ini dapat terjadi kelebihan dosis, karena dosis

obat yang diresepkan dibuat berdasarkan persentase di mana obat itu

 berikatan dengan protein.

Page 11: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 11/28

Seorang perawat juga harus memeriksa kadar protein plasma dan

albumin plasma klien karena penurunan protein (albumin) plasma akan

menurunkan tempat pengikatan dengan protein sehingga memungkinkan

lebih banyak obat bebas dalam sirkulasi. Tergantung dari obat yang

diberikan akibat hal ini dapat mengancam nyawa.Abses, aksudat, kelenjar 

dan tumor juga menggangu distribusi obat, antibiotika tidak dapat

didistribusi dengan baik pada tempat abses dan eksudat. Selain itu, beberapa

obat dapat menumpuk dalam jaringan tertentu, seperti lemak, tulang, hati,

mata dan otot.

3.  Metabolisme Atau Biotransformasi

Hati merupakan tempat utama untuk metabolisme. Kebanyakan obat

diinaktifkan oleh enzim-enzim hati dan kemudian diubah menjadi metabolit

inaktif atau zat yang larut dalam air untuk diekskresikan. Tetapi, beberapa

obat ditransformasikan menjadi metabolit aktif, menyebabkan peningkatan

respons farmakologik, penyakit-penyakit hati, seperti sirosis dan hepatitis,mempengaruhi metabolisme obat.

Waktu paruh, dilambangkan dengan t ½, dari suatu obat adalah waktu

yang dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat untuk dieliminasi,

metabolisme dan eliminasi mempengaruhi waktu paruh obat, contohnya,

 pada kelainan fungsi hati atau ginjal, waktu paruh obat menjadi lebih

 panjang dan lebih sedikit obat dimetabolisasi dan dieliminasi. Jika suatu

obat diberikan terus – menerus, maka dapat terjadi penumpukan obat.

Suatu obat akan melalui beberapa kali waktu paruh sebelum lebih dari

90% obat itu dieliminasi. Jika seorang klien mendapat 650mg aspirin

(miligram) dan waktu paruhnya adalah 3jam, maka dibutuhkan 3jam untuk 

waktu paruh pertama untuk mengeliminasi 325mg, dan waktu paruh kedua 9

atau 6jam untuk mengeliminasi 162mg berikutnya, dan seterusnya sampai

 pada waktu paruh keenam atau 18jam dimana tinggal 10mg aspirin terdapat

Page 12: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 12/28

dalam tubuh, waktu paruh selama 4-8jam dianggap singkat, dan 24jam atau

lebih dianggap panjang. Jika obat memiliki waktu paruh yang panjang

(seperti digoksin: 36 jam), maka diperlukan beberapa hari agar tubuh dapat

mengeliminasi obat tersebut seluruhnya, waktu paruh obat juga dibicarakan

dalam bagian berikut mengenai farmakodinamik, karena proses

farmakodinamik berkaitan dengan kerja obat.

4.  EkskresiAtau Eliminasi

Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain

meliputi empedu, feses, paru- paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat

 bebas yang tidak berkaitan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal.

Sekali obat dilepaskan bebas dan akhirnya akan diekskresikan melalui urin.

 pH urin mempengaruhi ekskresi obat. pH urin bervariasi dari 4,5

sampai 8. Urin yang asam meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat

 basa lemah. Aspirin, suatu asam lemah, diekskresi dengan cepat dalam urin

yang basa. Jika seseorang meminum aspirin dalam dosis berlebih, natrium

 bikarbonat dapat diberikan untuk mengubah pH urin menjadi basa. Juicecranberry dalam jumlah yang banyak dapat menurunkan pH urin, sehingga

terbentuk urin yang asam.

Page 13: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 13/28

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan 

Dalam mencapai kerja maksimal, obat memerlukan beberapa tahap. Yakni

tahap farmasetik, farmakokinetik, dan farmakodinamik. Sebelum obat benar-benar 

diserap oleh tubuh, obat perlu diubah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil.

Masing-masing obat tidak akan mempunyai waktu perubahan yang berbeda-beda.

Tergantung kandungan obat itu sendiri. Karena beberapa obat tidak 100% obat. .

Keadaan asam-basa urin juga berpengaruh di dalam perubahan partikel obat

tersebut.

Setelah obat mencapai kerja obatnya, obat akan dimetabolasi menjadi

 bentuk yang tidak aktif, sehingga lebih mudah untuk diekskresi. Setelah

dimetabolisasi, obat akan keluar dari tubuh melalui ginjal, hati, usus, paru-paru,

dan kelenjar eksokrin. Struktur kimia sebuah obat akan menentukan organ yang

akan mengekskresinya.

3.2. Saran 

Berdasarkan materi yang telah dijelaskan dalam makalah ini, maka

 perawat seyogyanya mengerti dan memahami akan medikasi khususnya dalam hal

ini adalah tentang sifat kerja obat. Sehingga perawat dapat

mengimplementasikannya dalam proses penanganan terhadap pasien. Maka

asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien akan berjalan dengan baik dan

maksimal. Karena jika perawat tidak paham mengenai medikasi akan

menghambat penanganan terhadap pasien dan penanganan menjadi kurang

maksimal bahkan dapat merugikan pihak pasien.

Page 14: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 14/28

DAFTAR PUSTAKA

Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,

dan Praktik . Jakarta: EGC

Kee Joyce L. Dan Hayes Evelyne R.1996. Farmakologi. Jakarta: EGC

Page 15: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 15/28

 Nasib obat (Farmakokinetik) atau proses kerja obat di dalam tubuh wanita

hamil

Perubahan Farmakokinetik Obat (Nasib Obat) pada Wanita Hamil dan

Implikasinya secara Klinik  

PENDAHULUAN

Perubahan fisiologis yang dinamis terjadi pada tubuh seorang wanita hamil karena

terbentuknya unit fetal-plasentalmaternal. Keadaan ini mempengaruhi

farmakokinetika obat baik dari segi absorbsi, distribusi, maupun eliminasinya.

Perubahan-perubahan itu antara lain terjadi pada fungsi saluran cerna, yang akan

 berpengaruh pada kecepatan absorbsi obat; perubahan fungsi saluran napas akan

mempengaruhi absorbsi obat inhalan di paru, sedangkan pada ginjal wanita hamil

akan terjadi peningkatan laju filtrasi glomerulus yang akan mengakibatkan

eliminasi obat melalui ginjal meningkat. Farmakokinetika merupakan aspek 

farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu absorbsi, distribusi,

metabolisme, dan ekskresinya

Harus dipahami bahwa penggunaan obat-obatan pada tiap-tiap orang harus

dibedakan berdasakan kondisi yang dialaminya. Meskipun penyakitnya sama,

namun pemakaian obatnya tak bisa disamaratakan. Pada seorang wanita yang

hamil akan terjadi peningkatan jumlah volume cairan tubuh yang berakibat

 penurunan kadar puncak obat dalam serum. Kondisi hipoalbuminemia (albumin

dalam darah berkurang) yang terjadi selama kehamilan menyebabkan terjadinya

 penurunan jumlah protein pengikat (protein binding), sehingga kadar obat bebasyang terdapat dalam darah akan meningkat. Seperti diketahui, obat yang beredar 

 bebas dalam darah adalah yang menimbulkan efek terapetik, oleh karena itu

 pemberian obat pada wanita hamil mengandung risiko efek terapetik yang

 berlebihan, yang kadangkala justru menimbulkan efek toksik baik pada ibu

maupun janinnya.

Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut di atas pemberian obat pada wanita hamil

Page 16: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 16/28

harus sungguh-sungguh memperhitungkan dosis yang tepat yang didasari oleh

 pengetahuan tentang kadar obat bebas dalam darah. Berikut ini akan diuraikan

tentang dasar-dasar perubahan farmakokinetika obat yang terjadi pada wanita

hamil, dan implikasinya terhadap pengawasan dan penyesuaian dosis dari

 beberapa jenis obat yang penting dalam kehamilan

PERUBAHAN FARMAKOKINETIK UNIT FETAL-MATERNAL 

Farmakokinetik merupakan istilah yang menggambarkan bagaimana tubuh

mengolah obat, kecepatan obat itu diserap (arbsopsi), jumlah obat yang diserap

tubuh (biavailability), jumlah obat yang beredar dalah darah (distribusi),

dimetabolisme oleh tubu dan akhirnya dibuang dari tubuh (eksresi).

Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian,

menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan

dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih

 penting ialah bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat, dalam persen

terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini

terjadi karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang diabsorpsi dari tempat

 pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik. Sebagaian akan dimetabolisme oleh

enzim di dinding ususpada pemberian oral dan/atau di hati pada lintasan

 pertamanya melalui organ-organ tersebut. Metabolisme ini disebut metabolisme

atau eliminasi lintas pertama (first pass metabolism or elimination) atau eliminasi

 prasistemik. Obat demikian mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu

tinggi meskipun absorpsi oralnya mungkin hampir sempurna. Jadi istilah bioavailabilitas menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus

metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Eliminasi lintas pertama

ini dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral (misalnya

lidokain), sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya

 bersama makanan.

Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah.

Page 17: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 17/28

Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat

fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya

di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke

organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak.

Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang

 perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan

lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih

lama.

Setelah melalui fase absorbsi dan fase distribusi obat akan mengalami fase

metabolisme. Metabolisme sendiri merupakan reaksi perubahan zat kimia dalam

 jaringan biologi yang dikatilisis oleh enzim menjadi suatu metabolit. Ketika obat

masuk ke aliran darah, fase metabolisme dan fase ekskresi adalah fase yang

 bertanggung jawab untuk membuang obat keluar dari tubuh. Biotransformasi atau

metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam

tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih

 polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga

lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi

inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat.

Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada

obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim

 biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut

dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir. Enzim yang berperan dalam

 biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni

enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang padaisolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam

enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel

 jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.

Setelah melalui fase metabolisme, selanjutnya obat akan masuk pada tahap eksresi

atau pembuangan. Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi

dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat

Page 18: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 18/28

atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada

ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi

disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi

aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.

Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis

 perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat

dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau interval pemberian obat.

Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, danrambut,

tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam

 pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk 

menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan

logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran forensik.

Pada wanita hamil, sebisa mungkin untuk menghindari pemakaian obat jenis

apapun terutama pada trimester pertamanya. Penggunaan obat pada wanita hamil

sangat beresiko menimbukan kecacatan pada bayi terutama ketika obat yang

dikonsumsi tersebut kemudian tembus sampai ke plasenta. Pemberian obat pada

wanita hamil bisa dipertimbangkan apabila pemakaian obat tersebut memiliki

manfaat yang lebih besar bagi wanita tersebut dan tanpa atau hanya beresiko kecil

 bagi janinnya.

Hasil survai epidemiologis menunjukkan bahwa antara sepertiga hingga

duapertiga dari seluruh wanita hamil akan mengkonsumsi setidaknya 1 macam

obat selama kehamilan. Obat-obat yang sering digunakan antara lain antimikroba,

antiemetik, obat penenang dan analgesik. Masa kehamilan dibagi dalam 3 tahap.Tahap pertama disebut trisemester pertama kehamilan (tiga bulan pertama masa

kehamilan). Tahap ini merupakan tahap paling kritis karena pada tahap ini

 berlangsung proses pembentukan organ-organ penting bayi. Dalam tahap ini janin

sangat peka terhadap kemungkinan kerusakan yang disebabkan obat, radiasi dan/

atau infeksi yang menyerang. Penyebab kerusakan terhadap calon bayi tersebut

disebut teratogen. Pemberian obat-obat tertentu boleh jadi akan memberikan

kecacatan lahir.

Page 19: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 19/28

 

Pada tahap ini hindarilah pemakaian obat yang tidak perlu dan tidak diketahui

keamanannya.Tahap selanjutnya adalah trimester kedua kehamilan (bulan

keempat sampai dengan bulan keenam masa kehamilan). Organ bayi sudah

terbentuk. Denyut jantung sudah dapat didengar dan tulang belakang sudah dapat

terlihat dengan peralatan radiologi. Beberapa obat boleh jadi akan mempengaruhi

 perkembangan si janin, yang dimanesfetasikan dengan rendahnya berat badan

 bayi ketika dilahirkan.Tahap terakhir adalah trisemester ketiga kehamilan (bulan

ketujuh hingga bayi dilahirkan). Pada tahap ini resiko terbesar adalah kesulitan

 bernafas pada bayi baru lahir. Beberapa obat dapat mempengaruhi persalinan yang

dimanesfetasikan bayi lahir prematur maupun calon bayi lebih lama dalam

kandungan. Untuk memetakan obat mana yang aman bagi wanita hamil saat ini

mengacu kepada percobaan-percobaan terhadap binatang, dan pengamatan

terhadap penggunaan obat ketika diedarkan. Percobaan yang sangat luas terhadap

wanita hamil bagi obat baru yang akan diedarkan memang tidak ada dan tidak 

akan pernah ada mengingat tidak etis menggunakan wanita hamil sebagai obyek 

 penelitian.

Sesuai dengan perkembangan kehamilan akan terjadi perubahan-perubahan

fisiologis yang dinamis terhadap farmakokinetik obat yang meliputi proses

absorbsi, distribusi, dan eliminasi obat. Pemberian obat pada masa kehamilan

yang terutama ditujukan pada ibu, seringkali tanpa memperhitungkan efeknya

 pada plasenta dan janin yang merupakan suatu unit yang saling berinteraksi

selama kehamilan. Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan obat dapat

melewati sawar plasenta dengan mudah, sehingga membuat janin sebagai penerima obat yang tidak berkepentingan. Sebaliknya, dengan ditemukannya

teknik diagnosis antenatal yang semakin canggih, muncul upaya untuk memberi

terapi pada janin intrauterin melalui pemberian obat pada ibunya.

Respon ibu dan janin terhadap obat selama kehamilan dipengaruhi oleh dua faktor 

utama: 1) Perubahan absorbsi, distribusi, dan eliminasi obat dalam tubuh wanita

hamil. 2) unit plasental-fetal yang mempengaruhi jumlah obat yang melewati

Page 20: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 20/28

sawar plasenta, persentase obat yang dimetabolisme oleh plasenta, distribusi dan

eliminasi obat oleh janin.

1) Perubahan Farmakokinetik Obat Akibat Perubahan Maternal 

  1.1.a. Absorbsi saluran cerna 

  Faktor-faktor tersebut di bawah ini mempengaruhi absorbsi obat di

saluran cerna:

  Formula obat.

  Komposisi makanan.

  Komposisi kimia.

   pH cairan usus.

  Waktu pengosongan lambung.

  Motilitas usus.

  Aliran darah.

  Peningkatan kadar progesteron dalam darah dianggap

 bertanggungjawab terhadap penurunan motilitas usus, yang memperpanjang

waktu pengosongan lambung dan usus hingga 30-50%. Hal ini menjadi bahan

 pertimbangan yang penting bila dibutuhkan kerja obat yang cepat. Pada wanita

hamil terjadi penurunan sekresi asam lambung (40% dibandingkan wanita tidak 

hamil), disertai peningkatan sekresi mukus, kombinasi kedua hal tersebut akan

menyebabkan peningkatan pH lambung dan kapasitas buffer. Secara klinik hal ini

akan mempengaruhi ionisasi asam-basa yang berakibat pada absorbsinya. Mual

dan muntah yang sering terjadi pada trimester pertama kehamilan dapat pula

menyebabkan rendahnya konsentrasi obat dalam plasma. Pada pasien-pasien ini

dianjurkan untuk minum obatnya pada saat mual dan muntah minimal, biasanya

 pada sore hari. Dengan mengubah formula obat menurut perubahan sekresi usus

dan mengatur kecepatan dan tempat pelepasan obat, diharapkan absorbsi obat

akan menjadi lebih baik.

  1.1.b. Absorbsi paru 

  Pada kehamilan terjadi peningkatan curah jantung, tidal volume,

ventilasi, dan aliran darah paru. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan

Page 21: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 21/28

 peningkatan absorbsi alveolar, sehingga perlu dipertimbangkan dalam pemberian

obat inhalan. Hal ini tidak berarti bahwa obat-obat anestesi inhalan akan lebih

cepat kerjanya, karena hal itu tergantung pada keseimbangan paru dan distribusi

 pada jaringan.

  1.2. Distribusi 

  Volume distribusi obat akan mengalami perubahan selama

kehamilan akibat peningkatan jumlah volume plasma hingga 50%. Peningkatan

curah jantung akan berakibat peningkatan aliran darah ginjal sampai 50% pada

akhir trimester I, dan peningkatan aliran darah uterus yang mencapai puncaknya

 pada aterm (36-42 L/jam); 80% akan menuju ke plasenta dan 20% akan

mendarahi myometrium. Peningkatan total jumlah cairan tubuh adalah 8 L, terdiri

dari 60% pada plasenta, janin dan cairan amnion, sementara 40% berasal dari ibu.

Akibat peningkatan jumlah volume ini, terjadi penurunan kadar puncak obat

(Cmax) dalam serum. Oleh karena itu obat-obatan yang terutama didistribusikan

ke cairan tubuh akan mengalami penurunan Cmax dalam serum.

  1.3. Pengikatan protein 

  Sesuai dengan perjalanan kehamilan, volume plasma akan

 bertambah, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan produksi albumin, sehingga

menimbulkan hipoalbuminemia fisiologis. Hormon-hormon steroid dan plasenta

akan menempati lokasi pengikatan protein sehingga pengikatan protein oleh obat

akan menurun, dan kadar obat bebas akan meningkat. Obat-obat yang tidak terikat

 pada protein pengikat secara farmakologis adalah obat yang aktif, maka pada

wanita hamil diperkirakan akan terjadi peningkatan efek obat. Tetapi obat yang

 bebas akan mengalami biotransformasi sehingga sesungguhnya tidak terjadi

 perubahan konsentrasi obat bebas. Konsentrasi glikoprotein pada wanita hamil

tidak berbeda dari wanita yang tidak hamil, tetapi terjadi penurunan glikoprotein

yang menyolok pada janin.

  1.4.a. Eliminasi oleh hati 

  Fungsi hati dalam kehamilan banyak dipengaruhi oleh kadar 

estrogen dan progesteron yang tinggi. Pada beberapa obat tertentu seperti

 phenytoin, metabolisme hati bertambah, cepat mungkin akibat rangsangan pada

Page 22: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 22/28

aktivitas enzim mikrosom hati yang disebabkan oleh hormon progesteron;

sebaliknya pada obat-obatan seperti teofilin dan kafein, eliminasi hati berkurang

sebagai akibat sekunder inhibisi komfetitif dari enzim oksidase mikrosom oleh

estrogen dan progesteron. Estrogen juga mempunyai efek kolestatik yang

mempengaruhi ekskresi obat-obatan seperti rifampisin ke sistem empedu.

  1.4.b. Eliminasi ginjal 

  Pada kehamilan terjadi peningkatan aliran plasma renal 25-50%.

Obat-obat yang dikeluarkan dalam bentuk utuh dalam urin seperti penisilin,

digoksin, dan lithium menunjukkan peningkatan eliminasi dan konsentrasi serum

steady state yang lebih rendah.

  1.5. Ketersediaan obat 

  Perusahaan farmasi sering memberi peringatan kepada masyarakat

untuk mengurangi bahkan menghindari penggunaan obat selama kehamilan.

Seringkali terdapat informasi yang salah tentang efek teratogenik dari obat yang

sebetulnya dapat ditoleransi dengan baik oleh wanita hamil. Hal-hal tersebut

 berakibat terapi pada wanita hamil sering kali tidak optimal. Dengan mengetahui

 bahwa konsentrasi obat dalam serum rendah selama kehamilan, akan dihindari

 pemberian obat yang tidak optimal akibat perubahan farmakokinetik pada wanita

hamil.

2) Efek kompartemen fetal-plasental 

Tergantung pada jenis obat dan hasil penelitian eksperimental, tubuh dapat dibagi

menjadi satu atau lebih kompartemen. Jika pemberian obat menghasilkan satu

kesatuan dosis maupun perbandingan antara kadar obat janin: ibu maka dipakai

model kompartemen tunggal. Tetapi jika obat lebih sukar mencapai janin maka

dipakai model dua kompartemen di mana rasio konsentrasi janin: ibu akan

menjadi lebih rendah pada waktu pemberian obat dibandingkan setelah terjadi

distribusi. Contohnya adalah salisilat atau diazepam yang kadarnya dalam plasma

 janin lebih tinggi dibandingkan kadar dalam plasma ibu. Hal ini penting untuk 

memperhitungkan efek obat pada janin berdasarkan konsentrasi obat dalam

 plasma ibu. Perbedaan aliran darah plasenta, protein plasma pengikat,

Page 23: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 23/28

keseimbangan asam basa antara ibu dan janin mempengaruhi rasio konsentrasi

obat janin: ibu.

  2.1. Efek protein pengikat 

  Protein plasma janin mempunyai afinitas yang lebih rendah

dibandingkan protein plasma ibu terhadap obat-obatan. Tetapi ada pula obat-

obatan yang lebih banyak terikat pada protein pengikat janin seperti salisilat.

Albumin plasma ibu akan menurun selama kehamilan sementara albumin janin

akan meningkat. Proses yang dinamis ini akan menghasilkan perbedaan rasio

albumin janin: ibu pada usia kehamilan yang berbeda. Obat-obat yang tidak 

terikat (bebas) adalah yang mampu melewati sawar plasenta, seperti dikloksasilin

yang mencapai kadar dalam darah ibu lebih tinggi daripada pada janin

  2.2. Keseimbangan asam-basa 

  Molekul yang larut dalam lemak dan tidak terionisasi menembus

membran biologis lebih cepat dibandingkan molekul yang kurang larut dalam

lemak dan terionisasi. Jadi pH dan janin merupakan penentu transfer plasenta

yang penting khususnya untuk obat-obatan asam atau basa lemah dimana pKa

mendekati pH plasma. PH plasma janin sedikit lebih asam dibandingkan ibu.

Dengan demikian basa lemah akan lebih mudah melewati sawar plasenta. Tetapi

setelah melewati plasenta dan mengadakan kontak dengan darah janin yang relatif 

lebih asam, molekul-molekul akan lebih terionisasi. Hal ini akan berakibat

 penurunan konsentrasi obat pada janin dan menghasilkan gradien konsentrasi.

Fenomena ini dikenal sebagai ion trapping.

  2.3. Eliminasi obat secara feto-placental drug eliminaton 

  Terdapat bukti-bukti bahwa plasenta manusia dan fetus mampu

memetabolisme obat. Semua proses enzimatik, termasuk fase I (oksidasi,

dehidrogenasi, reduksi, hidrolisis, dan lain-lain) dan fase II (glukoronidase,

metilasi dan asetilasi) telah ditemukan pada hati bayi sejak 7 sampai 8 minggu

 pasca pembuahan. Tetapi kebanyakan proses enzimatik tidak matang, dan

aktivitasnya sangat rendah. Kemampuan eliminasi yang berkurang dapat

menimbulkan efek obat yang lebih pan-jang dan lebih menyolok pada janin.

Kenyataan bahwa lebih dari setengah aliran darah janin menuju ke jantung dan

otak tanpa melalui hati menambah alasan terjadinya efek ini. Sebagian besar 

Page 24: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 24/28

eliminasi obat pada janin adalah dengan cara difusi obat kembali ke kompartemen

ibu. Tetapi kebanyakan metabolit lebih polar dibandingkan dengan asal-usulnya

sehingga kecil kemungkinan mereka akan melewati sawar plasenta, dan berakibat

 penimbunan metabolit pada jaringan janin. Dengan pertambahan usia kehamilan,

makin banyak obat yang diekskresikan ke dalam cairan amnion, hal ini

menunjukkan maturasi ginjal janin.

  2.4. Keseimbangan Obat Maternal-fetal 

  Jalur utama transfer obat melalui plasenta adalah dengan difusi

sederhana. Obat-obat yang bersifat lipofilik lebih mudah menembus plasenta

daripada zat nonlipofilik. Obat yang tidak terionisasi pada pH fisiologis akan lebih

mudah berdifusi melalui plasenta dibandingkan obat-obat yang bersifat asam atau

 basa. Perubahan-perubahan pada aliran darah plasenta akibat keadaan

 patofisiologis sekunder (hipertensi dalam kehamilan, solusio plasenta) atau karena

efek farmakologis obat oksitosik atau nikotin dapat mempengaruhi transfer obat

melalui plasenta. Kecepatan tercapainya keseimbangan obat antara ibu dan janin

mempunyai arti yang penting pada keadaan konsentrasi obat pada janin harus

dicapai secepat mungkin, seperti pada kasus-kasus aritmia atau infeksi janin

intrauterin, karena obat diberikan melalui ibunya.

3) Mekanisme Transfer Obat melalui Plasenta 

Obat-obatan yang diberikan kepada ibu hamil dapat menembus sawar plasenta

sebagaimana halnya dengan nutrisi yang dibutuhkan janin, dengan demikian obat

mempunyai potensi untuk menimbulkan efek pada janin. Perbandingan

konsentrasi obat dalam plasma ibu dan janin dapat memberi gambaran pemaparan

 janin terhadap obat-obatan yang diberikan kepada ibunya.

Waddell dan Marlowe (1981) menetapkan bahwa terdapat 3 tipe transfer obat-

obatan melalui plasenta sebagai berikut:

1) Tipe I

  Obat-obatan yang segera mencapai keseimbangan dalam kompartemen ibu

dan janin, atau terjadi transfer lengkap dari obat tersebut. Yang dimaksud dengan

Page 25: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 25/28

keseimbangan di sini adalah tercapainya konsentrasi terapetik yang sama secara

simultan pada kompartemen ibu dan janin.

2) Tipe II

  Obat-obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih tinggi

daripada konsentrasi dalam plasma ibu atau terjadi transfer yang berlebihan. Hal

ini mungkin terjadi karena transfer pengeluaran obat dari janin berlangsung lebih

lambat.

3) Tipe III

  Obat-obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih

rendah daripada konsentrasi dalam plasma ibu atau mterjadi transfer yang tidak 

lengkap. Faktor-faktor yang mempengaruhi transfer obat melalui plasenta antara

lain adalah:

  Berat molekul obat. Pada obat dengan berat molekul lebih dari

500D akan terjadi transfer tak lengkap melewati plasenta.

  PKa (pH saat 50% obat terionisasi).

  Ikatan antara obat dengan protein plasma.

Mekanisme transfer obat melalui plasenta dapat dengan cara difusi, baik aktif maupun pasif, transport aktif, fagositosis, pinositosis, diskontinuitas membran dan

gradien elektrokimiawi.

  3.1. Difusi pasif  

  Difusi tidak memerlukan energi, hal ini digambarkan menurut

Fick’s sebagai berikut: 

  D/KA adalah resisitensi membran; adalah perbedaan konsentrasi

yang dibutuhkan oleh sejumlah zat agar dapat berdifusi melewati plasenta.

Page 26: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 26/28

  Pada manusia sawar plasenta terdiri atas 3 lapisan, yaitu: epitel

trofoblas yang melapisi vili, jaringan ikat korion dan endothel kapiler. Terdapat

hubungan langsung antara permukaan vili, yang merupakan permukaan tempat

 pertukaran zat, dengan kebutuhan nutrisi janin (yaitu berat badan janin).

Perbandingan antara berat plasenta/berat janin sesuai usia kehamilan mengikuti

kurva eksponensial dan rasio ini menurun sesuai pertambahan usia kehamilan.

Tetapi pada keadaan patologis kemampuan plasenta untuk mengadakan transfer 

zat akan mengalami gangguan, sehingga hubungan antara berat plasenta dengan

luas permukaan pertukaran tidak berlaku lagi.

  3.2. Transport fasilitatif dan transport aktif  

  Pada transport fasilitatif tidak diperlukan energi, tetapi

memerlukan keberadaan zat pembawa (carrier) untuk mengangkut zat-zat melalui

 plasenta. Hal ini terjadi pada transport glukosa. Transport aktif membutuhkan

energi. Perpindahan zat-zat terjadi karena adanya gradien (perbedaan) konsentrasi,

transport ini dapat dihambat atau menjadi jenuh oleh kerja racun metabolik.

  Fagositosis dan pinositosis adalah mekanisme transport lambat

seperti yang terjadi pada mukosa usus dan dapat terjadi pada trofoblas. Proses ini

 berlangsung sangat lambat dan tidak mempunyai makna dalam transfer obat

melalui plasenta. Eritrosit dapat melewati plasenta karena adanya celah-celah

 pada permukaan plasenta, tetapi belum jelas apakah mekanisme ini juga berlaku

untuk obat-obatan. Terdapat suatu gradien elektrokimiawi pada plasenta akibat

 perbedaan pH darah ibu dan janin. Obat yang bersifat basa lemah cenderung lebih

mudah terurai dalam darah janin dibandingkan di dalam darah ibu. Jadi gradien

elektrokimiawi lebih bermakna pada obatobat yang terionisasi yang mempunyai

 pK mendekati pH darah.

  3.3. Aspek-aspek mutakhir transfer obat melalui plasenta 

  Kemajuan pesat telah dicapai dalam hal teknik pemeriksaan darah

dari arteri dan vena tali pusat sewaktu janin di dalam kandungan. Keuntungan

metode ini adalah bahwa darah dapat diambil sewaktu-waktu dari pertengahan

usia kehamilan hingga genap bulan, untuk mempelajari farmakokinetika obat.

Tetapi terdapat 2 masalah yaitu: 1. Memilih jenis obat yang akan diteliti dan 2.

Desain protokol penelitian. Variabel tentang transfer obat melalui plasenta sangat

Page 27: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 27/28

luas dan masih harus diawasi terutama untuk obat-obat yang membahayakan janin

dan obat-obat yang proses transfernya buruk tetapi harus mencapai konsentrasi

yang dibutuhkan oleh janin.

  Obat-obat yang diberikan pada pasien selama persalinan,

konsentrasinya dalam darah talipusat bukan merupakan petunjuk jumlah obat

yang ditransfer ke janin. Apabila obat melewati plasenta, terjadi distribusi dalam

 janin dan konsentrasi obat di darah perifer menurun bersamaan dengan

kemampuan jaringan untuk mengeluarkan obat tersebut. Pada akhir proses

distribusi jumlah obat yang ditransfer harus sama dengan jumlah obat yang

diekskresikan dari janin dengan anggapan bahwa konsentrasi obat tetap konstan

dalam darah ibu dan tercapai keseimbangan antara kompartemen ibu dan janin.

Pemberian obat secara langsung ke dalam cairan amnion akan mengatasi masalah

yang berkaitan dengan sawar plasenta. Metode pemberian obat ini sangat berguna

khususnya pada obat-obatan yang transfernya buruk 

KESIMPULAN 

Kehamilan berkaitan dengan berbagai macam perubahan fisiologis yang

mempengaruhi perlakuan tubuh terhadap obatobatan. Tetapi pada kebanyakan

obat hasil akhir perubahanperubahan ini tidak menimbulkan perubahan kadar obat

 bebas dalam darah, yang berarti tidak terjadi perubahan efek obat.

Pada obat-obatan yang mengalami peningkatan ekskresi, dosis perlu ditingkatkan,

sedangkan pada obat-obatan yang terikat pada protein plasma, kondisi

hipoalbuminemia yang terjadi berakibat konsentrasi obat bebas menjadi lebih

tinggi. Maka pengaturan dosis pada obat-obatan tersebut harus mengacu pada

 pengukuran kadar obat bebas. Aspek lain yang penting mengenai pemberian obat

 pada wanita hamil adalah efek obat itu pada janin. Hampir semua obat dapat

melewati sawar plasenta dan mencapai konsentrasi yang terdeteksi di dalam janin.

Pemberian obat selama kehamilan dapat bertujuan pengobatan pada ibu maupun

 janin intrauterin. Pemberian obat harus mengacu pada tujuan pengobatan dan

Page 28: Makalah Fase Farmakokinetik

7/21/2019 Makalah Fase Farmakokinetik

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-fase-farmakokinetik 28/28

kedaruratan pemberian; pola terapi yang bersifat

rasional, efektif, aman dan ekonomis, dapat dijangkau jika dalam pengobatan

dipakai prinsip “Panca Tepat”: 

1.  Diagnosis penyakit yang tepat.

2.  Pemilihan jenis obat yang tepat.

3.  Dosis, lama pemberian, dan interval pemberian yang tepat.

4.  Memperhatikan patologi dan perlangsungan penyakit secara tepat.

5.  Pengawasan dan penanganan efek dan efek samping obat secara

tepat.

Oleh karena itu seorang dokter haruslah bijaksana dalam menentukan terapi yangterbaik untuk kepentingan ibu dan janin.