farfis

42
TUGAS MATA KULIAH FARMASI FISIK TENTANG FENOMENA ANTARMUKA DI KULIT PADA SEDIAAN EMULSI Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmasi Fisik yang diampu oleh Bapak Garnadi Jafar Disusun Oleh: Sukmawati (NPM : 21121245) Taufik Muhammad Fakih (NPM : 21121132) (KELAS : 2 FA 3) (PRODI : S1 FARMASI REGULER) SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG Jl. Soekarno Hatta No. 754 Cibiru Bandung

description

SSsASasasda

Transcript of farfis

TUGAS MATA KULIAH FARMASI FISIKTENTANGFENOMENA ANTARMUKA DI KULIT PADA SEDIAAN EMULSIDiajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmasi Fisik yang diampu oleh Bapak Garnadi Jafar

Disusun Oleh:Sukmawati (NPM : 21121245) Taufik Muhammad Fakih (NPM : 21121132)(KELAS : 2 FA 3) (PRODI : S1 FARMASI REGULER)

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNGJl. Soekarno Hatta No. 754 Cibiru Bandung Telp./Fax. (022) 7830760, 7830768, 7830749 Website : www.stfb.ac.id2013KATA PENGANTAR

Asssalamu'alaikum Wr. Wb.Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah farmasi fisik.Tugas mata kuliah farmasi fisik ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan perkuliahan mata kuliah parasitologi yaitu sebagai bahan untuk dapat menyelesaikan mata kuliah parasitologi.Tugas mata kuliah farmasi fisik ini, masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun susunan kalimatnya. Hal ini mengingat pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan yang penyusun miliki masih terbatas. Oleh karena itu sangat sulit bagi penyusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah farmasi fisik ini tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu dalam memberikan semangat baik secara langsung maupun tidak langsung, maka penulis mohon maaf apabila dalam laporan ini ada kesalahan penulisan, penyusunan maupun penyusunan bahasa.Pada kesempatan kali ini, perkenankan penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas parasitologi ini.Kami menyadari bahwa tugas mata kuliah farmasi fisik ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran agar dapat menyempurnakan kekurangan didalam tugas mata kuliah farmasi fisik ini. Tetapi dengan segala keterbatasan yang ada, kami mengharapkan semoga tugas mata kuliah farmasi fisik ini dapat berguna bagi semua pihak yang terkait.Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan tugas mata kuliah farmasi fisik ini.Bandung, November 2013

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI iiPENDAHULUAN 1I. Latar Belakang 11. Kestabilan Emulsi 32. Tegangan Permukaan 43. Tegangan Antarmuka 44. Hydrophile -Lipophile Balance (HLB) 6II. Rumusan Masalah 7III. Tujuan 7TINJAUAN PUSTAKA 8PEMBAHASAN11A. Absorbsi Obat Melalui Kulit 11B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Obat 12C. Pelepasan Zat Aktif dalam Sediaan Emulsi di Kulit 13D. Pemberian Sediaan Topikal pada Kulit 15E. Pembentukan dan Kestabilan Emulsi 16F. Sistem Dispersi 18PENUTUP20A. Kesimpulan 20B. Saran 20DAFTAR PUSTAKA 21

PENDAHULUAN

I. Latar BelakangSurfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) yang mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik menyebabkan surfaktan cenderung berada pada antarmuka antara fase yang berbeda derajat polaritas dan ikatan hidrogen seperti minyak dan air. Kegunaan surfaktan antara lain untuk menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol jenis formasi emulsi, misalnya oil in water (O/W) atau water in oil (W/O) (Rieger,1985). Molekul surfaktan dapat divisualisasikan seperti berudu ataupun bola raket mini yang terdiri atas bagian kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air), merupakan bagian yang sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik (benci air/suka minyak), merupakan bagian non polar. Bagian kepala dapat berupa anion, kation atau nonion, sedangkan bagian ekor dapat berupa rantai linier atau cabang hidrokarbon. Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi yang beragam di industri. Gambar dari molekul surfaktan terdapat pada Gambar 1.

Berdasarkan gugus hidrofiliknya, m olekul surfaktan dibedakan kedalam 4 kelompok, yaitu surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik, dan surfaktan amfoterik (Rieger, 1985; Rosen, 2004). Surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada gugus hidrofilik atau aktif permukaan (surface-active), seperti gugus sulfat atau sulfonat. Surfaktan kationikH adalah senyawa yang bermuatan positif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan (surface-active), seperti quarternery ammonium salt (QUAT). Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul. Sifat hidrofilik disebabkan karena keberadaan gugus oksigen eter atau hidroksil. Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang bermuatan positif dan negatif pada molekulnya, dimana muatannya bergantung kepada pH. Pada pH rendah akan bermuatan negatif dan pada pH tinggi akan bermuatan positif (Matheson, 1996; Rosen, 2004). Didalam aplikasinya, keempat jenis surfaktan tersebut memiliki fungsi yang spesifik dan kondisi lingkungan kerja yang spesifik. Surfaktan anionik sangat baik digunakan untuk stimulasi batuan sandstone. Adanya unsur silika di dalam batuan sandstone yang bermuatan negatif (-) akan menyebabkan water wet pada formasi batuan sand stone. Kondisi ini akan menyebabkan turunnya gaya adhesi antara minyak dan batuan sehingga minyak akan lepas dan lebih mudah mengalir dan sifat batuan akan berubah menjadi water wet. Sebaliknya pada batuan limestone yang bermuatan positif, penggunaan surfaktan anionik akan menyebabkan batuan bersifat oil wet (Allen and Robert,1993).Surfaktan kationik dengan muatan gugus hidrofilikya yang positif akan merubah wettability batuan yang memiliki muatan positif menjadi water wet seperti batuan karbonat dan akan merubah wettability batuan yang bermuatan negatif seperti batuan sandstone menjadi oil wet. Berbeda dengan surfaktan anionik dan kationik, surfaktan nonionik yang tidak memiliki muatan pada gugus hidrofiliknya menyebabkannya kompatible pada kedua jenis batuan. Surfaktan nonionik akan menyebabkan water wet baik pada batuan karbonat maupun sandstone. Sedangkan penggunaan surfaktan amfoterik pada kedua jenis batuan tersebut tergantung pada pH larutan dimana surfaktan tersebut bekerja. Pada kondisi pH>7 (basa), gugus hidrofilk surfaktan amfoterik akan bermuatan positif sehingga akan menyebabkan water wet pada batuan yang memiliki muatan positif (karbonat). Pada pH 10% incremental tergantung keekonomian Filtrasi rasio : < 1,2 II. Rumusan Masalah1. Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi obat pada bahan pembantu padat dalam bentuk sediaan emulsi.2. Penetrasi molekul melalui membran biologis.3. Pembentukan dan kestabilan emulsi4. Dispersi dari partikel yang tidak larut dalam media cair untuk membentuk suspensi.III. Tujuan1. Mengetahui tentang fenomena antar muka2. Mengetahui tentang sediaan emulsi3. Mengetahui tentang fenomena antar muka di kulit pada sediaan emulsi

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori UmumEmulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil, terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan emuulgator. Emulsi yang digunakan dalam bidang farmasi adalah sediaan yang mengandung dua cairan immiscible yang satu terdispersi secara seragam sebagai tetesan dalam cairan lainnya. Sediaan emulsi merupakan golongan penting dalam sediaan farmasetik karena memberikan pengaturan yang dapat diterima dan bentuk yang cocok untuk beberapa bahan berminyak yang tidak diinginkan oleh pasien.Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu : 1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di dalam fasa air.2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa minyak.Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan antarmuka permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya.Mekanisme kerja emulgator surfaktan, yaitu :1. Membentuk lapisan monomolekuler ; surfaktan yang dapat menstabilkan emulsi bekerja dengan membentuk sebuah lapisan tunggal yang diabsorbsi molekul atau ion pada permukaan antara minyak/air. Menurut hukum Gibbs kehadiran kelebihan pertemuan penting mengurangi tegangan permukaan. Ini menghasilkan emulsi yang lebih stabil karena pengurangan sejumlah energi bebas permukaan secara nyata adalah fakta bahwa tetesan dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal koheren yang mencegah penggabungan tetesan yang mendekat.2. Membentuk lapisan multimolekuler ; koloid liofolik membentuk lapisan multimolekuler disekitar tetesan dari dispersi minyak. Sementara koloid hidrofilik diabsorbsi pada pertemuan, mereka tidak menyebabkan penurunan tegangan permukaan. Keefektivitasnya tergantung pada kemampuan membentuk lapisan kuat, lapisan multimolekuler yang koheren.3. Pembentukan kristal partikel-partikel padat ; mereka menunjukkan pembiasan ganda yang kuat dan dapat dilihat secara mikroskopik polarisasi. Sifat-sifat optis yang sesuai dengan kristal mengarahkan kepada penandaan Kristal Cair. Jika lebih banyak dikenal melalui struktur spesialnya mesifase yang khas, yang banyak dibentuk dalam ketergantungannya dari struktur kimia tensid/air, suhu dan seni dan cara penyiapan emulsi. Daerah strukturisasi kristal cair yang berbeda dapat karena pengaruh terhadap distribusi fase emulsi.4. Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah satu sediaan yang terdiri dari dua cairan tidak bercampur, dimana yang satu terdispersi seluruhnya sebagai globula-globula terhadap yang lain. Walaupun umumnya kita berpikir bahwa emulsi merupakan bahan cair, emulsi dapat dapat diguanakan untuk pemakaian dalam dan luar serta dapat digunakan untuk sejumlah kepentingan yang berbeda (3).Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan emulgator yang mencegah koslesensi, yaitu penyatuan tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati daerah antar muka antar tetesan dan fase eksternal dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan brekoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan dari fase dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan dari fase, hingga meninggalkan proses emulsifikasi selama pencampuran.Menurut teori umum emulsi klasik bahwa zat aktif permukaan mampu menampilakn kedua tujuan yaitu zat-zat tersebut mengurangi tegangan permukaan (antar permukaan) dan bertindak sebagai penghalang bergabungnya tetesan karena zat-zat tersebut diabsorbsi pada antarmuka atau lebih tepat pada permukaan tetesan-tetesan yang tersuspensi. Zat pengemulsi memudahkan pembentukan emulsi dengan 3 mekanisme : 1. Mengurangi tegangan antarmuka-stabilitas termodinamis2. Pembentukan suatu lapisan antarmuka yang halus-pembatas mekanik untuk penggabungan.3. Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik untuk mendekati partikel(1).HLB adalah nomor yang diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di bawah ini menunjukkan hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam tipe system:Nilai HLBTipe system3 6A/M emulgator7 9Zat pembasah (wetting agent)8 18M/A emulgator13 15Zat pembersih (detergent)15 18Zat penambah pelarutan (solubilizer)Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil surfaktan tersebut, sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin hidrofil. Cara menentukan HLB ideal dan tipe kimi surfaktan dilakukan dengan eksperimen yang prosedurnya sederhana, ini dilakukan jika kebutuhan HLB bagi zat yang diemulsi tidak diketahui. Ada 3 fase:a. Fase IDibuat 5 macam atau lebih emulsi suatu zat cair dengan sembarang campuran surfaktam, dengan klas kimi yang sama, misalnya campuran Span 20 dan Tween 20. Dari hasil emulsi dibedakan salah satu yang terbaik diperoleh HLB kira-kira. Bila semua emulsi baik atau jelek maka percobaan diulang dengan mengurangi atau menambah emulgator.b. Fase IIMembuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB di sekitar HLB yang diperoleh dari fase I. dari kelima emulsi tersebut dipilih emulsi yang terbaik maka diperoleh nilai HLB yang ideal.c. Fase IIIMembuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB yang ideal dengan menggunakan bermacam-macam surfaktan atau campuran surfaktan.dari emulsi yang paling baik, dapat diperoleh campuran surfaktan mana yang paling baik (ideal).

PEMBAHASAN

A. Absorbsi Obat Melalui KulitTujuan umum pengunaan obat topikal pada terapi adalah untuk menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidermis. Daerah yang terkena, umumnya epidermis dan dermis, sedangkan obat-obat topical tertentu seperti emoliens (pelembab), dan antimikroba bekerja dipermukaan kulit saja (Lachman, dkk, 1994). Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi kulit sangat bergantung dari sifat fisika kimia obat dan juga bergantung pada zat pembawa, pH dan konsentrasi. Perbedaan fisiologis melibatkan kondisi kulit yaitu apakah kulit dalam keadaan baik atau terluka, umur kulit, perbedaan spesies dan kelembaban yang dikandung oleh kulit (Lachman, dkk, 1994). Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik (Aiache, et al., 1993). Absorpsi obat adalah peran yang terpenting untuk akhirnya menentukan efektivitas obat (Joenoes, 2002). Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati berbagai membran sel. Pada umumnya, membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel (Shargel and Yu, 1985). Sebelum obat diabsorpsi, terlebih dahulu obat itu larut dalam cairan biologis. Kelarutan serta cepat-lambatnya melarut menentukan banyaknya obat terabsorpsi. Dalam hal pemberian obat per oral, cairan biologis utama adalah cairan gastrointestinal, dari sini melalui membran biologis obat masuk ke peredaran sistemik. Disolusi obat didahului oleh pembebasan obat dari bentuk sediaannya. (Joenoes, 2002).Obat yang terbebaskan dari bentuk sediaannya belum tentu diabsorpsi, jika obat tersebut terikat pada kulit atau mukosa disebut adsorpsi. Jika obat sampai tembus ke dalam kulit, tetapi belum masuk ke kapiler disebut penetrasi. Jika obat meresap/menembus dinding kapiler dan masuk ke dalam saluran darah disebut absorpsi (Joenoes, 2002).Perpindahan obat dari suatu bentuk sediaan dosis oral ke dalam sirkulasi sistemik bisa dicapai dengan tiga langkah yaitu :a. Penghantaran obat pada tempat absorpsinya b. Obat dalam bentuk larutan c. Penembusan obat ke dalam sirkulasi sistemik (Syukri, 2002).Absorpsi obat adalah langkah utama untuk disposisi obat dalam tubuh dari sistem. LADME (Liberasi-Absorpsi-Distribusi-Metabolisme-Ekskresi). Bila pembebasan obat dari bentuk sediaannya (liberasi) sangat lamban, maka disolusi dan juga absorpsinya lama, sehingga dapat mempengaruhi efektivitas obat secara keseluruhan (Joenoes, 2002).B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Obata. Ukuran partikel obatKecepatan disolusi obat berbanding langsung dengan luas permukaan yang kontak dengan cairan/pelarut. Bertambah kecil partikel, bertambah luas permukaan total, bertambah mudah larut (Joenoes, 2002).b. Pengaruh daya larut obatPengaruh daya larut obat/bahan aktif tergantung pada: Sifat kimia: modifikasi kimiawi obat Sifat fisik: modifikasi fisik obat Prosedur dan teknik pembuatan obat Formulasi bentuk sediaan/galenik dan penambahan eksipien (Joenoes, 2002).

c. Beberapa faktor lain fisiko-kimia obat. Temperatur pKa dan derajat ionisasi obat.1. 2. 3. 3.1. C. Pelepasan Zat Aktif dalam Sediaan Emulsi di KulitMekanisme lintas membran berkaitan dengan peristiwa absorpsi, meliputi mekanisme pasif dan aktif (Syukri, 2002).a. Difusi pasif melalui poriSemua senyawa yang berukuran cukup kecil dan larut dalam air dapat melewati kanal membran. Sebagian besar membran (membran seluler epitel usus halus dan lain-lain) berukuran kecil yaitu 4-7 dan hanya dapat dilalui oleh senyawa dengan bobot molekul yang kecil yaitu lebih kecil dari 150 untuk senyawa yang bulat, atau lebih kecil dari 400 jika senyawanya terdiri atas rantai panjang (Syukri, 2002).b. Difusi pasif dengan cara melarut pada lemak penyusun membranDifusi pasif menyangkut senyawa yang larut dalam komponen penyusun membran. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi atau elektrokimia tanpa memerlukan energi, sehingga mencapai keseimbangan pada kedua sisi membran. Waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan tersebut mengikuti hukum difusi Fick (Syukri, 2002).Karakteristik fisiko-kimia sebagian besar molekul seperti polaritas dan ukuran molekul merupakan hambatan penembusan transmembran oleh mekanisme pasif secara filtrasi dan difusi. c. Tranpor aktifTranspor aktif suatu molekul merupakan cara pelintasan transmembran yang sangat berbeda dengan difusi pasif. Pada transpor aktif diperlukan adanya pembawa. Pembawa ini dengan molekul obat dapat membentuk kompleks pada permukaan membran. Kompleks tersebut melintasi membran dan selanjutnya molekul dibebaskan pada permukaan lainnya, lalu pembawa kembali menuju ke permukaan asalnya (Syukri, 2002).Sistem transpor aktif bersifat jenuh. Sistem ini menunjukkan adanya suatu kekhususan untuk setiap molekul atau suatu kelompok molekul. Oleh sebab itu dapat terjadi persaingan beberapa molekul berafinitas tinggi yang menghambat kompetisi transpor dari molekul berafinitas lebih rendah. Transpor dari satu sisi membran ke sisi membran yang lain dapat terjadi dengan mekanisme perbedaan konsentrasi. Tranpor ini memerlukan energi yang diperoleh dari hidrolisis adenosin trifosfat (ATP) dibawah pengaruh suatu ATP-ase (Syukri, 2002).d. Difusi terfasilitasiDifusi ini merupakan cara perlintasan membran yang memerlukan suatu pembawa dengan karakteristik tertentu (kejenuhan, spesifik dan kompetitif). Pembawa tersebut bertanggung jawab terhadap transpor aktif, tetapi pada transpor ini perlintasan terjadi akibat gradien konsentrasi dan tanpa pembebasan energi (Syukri, 2002).e. PinositosisPinositosis merupakan suatu proses perlintasan membran oleh molekul-molekul besar dan terutama oleh molekul yang tidak larut. Perlintasan terjadi dengan pembentukan vesikula (bintil) yang melewati membran (Syukri, 2002).f. Transpor oleh pasangan ionTranspor oleh pasangan ion adalah suatu cara perlintasan membran dari suatu senyawa yang sangat mudah terionkan pada pH fisiologik. Perlintasan terjadi dengan pembentukan kompleks yang netral (pasangan ion) dengan senyawa endogen seperti musin, dengan demikian memungkinkan terjadinya difusi pasif kompleks tersebut melalui membran (Syukri, 2002).D. Pemberian Sediaan Topikal pada Kulit Pemberian obat topikal pada kulit merupakan cara pemberian obat pada kulit dengan mengoleskan obat yang akan diberikan. Pemberian obat topikal pada kulit memiliki tujuan yang lokal, seperti pada superficial epidermis. Pemberian obat topikal pada kulit mempertahankan hidrasi atau cairan tubuh untuk mencapai homeostasis, melindungi permukaan kulit, mengurangi iritasi kulit, menghilangkan gejala atau mengatasi infeksi. Obat ini diberikan untuk mempercepat proses penyembuhan, bila pemberian per-oral tidak dapat mencapai superficial epidermis yang sedikit pembuluh darah kapiler. Efek sistemik tidak diharapkan pada pemberian obat topikal pada kulit ini. Apabila terjadi kerusakan kulit setelah penggunaan obat topikal pada kulit, maka kemungkinan besar efek sistemik akan terjadi.Pemberian obat topikal pada kulit berupa krim, salep, lotion, bubuk atau powder, spray aerosol. Keuntungan dari pemberian obat secara topikal bertujuan untuk efek lokal, mencegah first-pass effect serta meminimalkan efek samping sistemik. Untuk efek sistemik, menyerupai cara pemberian obat melalui intravena. Dalam pemberian obat secara topikal juga memiliki kerugian berupa secara kosmetik kurang menarik, absorbsinya tidak menentu.Pemberian obat secara topikal pada kulit memiliki tujuan yang lokal dalam proses penyerapannya obat topikal mengalami:1. Lag phase, hanya di atas kulit, tidak masuk ke dalam darah2. Rising, dari stratum korneum diserap sampai ke kapiler dermis darah3. Falling, obat habis di stratum korneum. Jika terus diserap kedalam, khasiatnya akan semakin berkurang. Kurangnya konsentrasi obat yang sampai ke tempat sasaran bisa karena proses eksfoliasi (bagian atas kulit mengelupas), terhapus atau juga karena tercuci.Faktor-faktor yang berperan dalam penyerapan obat pada kulit secara topikal, diantaranya adalah:1. Keadaan stratum korneum yang berperan sebagai sawar kulit untuk obat.2. Oklusi, yaitu penutup kedap udara pada salep berminyak yang dapat meningkatkan penetrasi dan mencegah terhapusnya obat akibat gesekan, usapan serta pencucian. Namun dapat mempercepat efek samping, infeksi, folikulitis dan miliaria jika penggunaannya bersama obat atau kombinasinya tidak tepat.3. Frekuensi aplikasi, seperti pada obat kortikosteroid yang kebanyakan cukup diaplikasikan satu kali sehari, serta beberapa emolien (krim protektif) yang akan meningkat penyerapannya setelah pemakaian berulang, bukan karena lama kontaknya.4. Kuantitas obat yang diaplikasi. Jumlah pemakaian obat topikal pada kulit ini harus cukup, jika pemakaiannya berlebihan justru malah tidak berguna bahkan dapat menyebabkan iritasi kulit. Jumlah yang akan dipakai, sesuai dengan luas permukaan kulit yang terkena infeksi.E. Pembentukan dan Kestabilan Emulsi1. Teori EmulsifikasiAda 3 teori tentang pembentukan emulsi , yaitu :a. Teori Tegangan PermukaanTeori ini menjelaskan bahwa emulsi terjadi bila ditambahkan suatu substansi yang menurunkan tegangan antar muka diantara 2 cairan yang tidak bercampur .b. Teori Orientasi Bentuk BajiTeori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi dengan dasar adanya kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator, ada bagian yang bersifat suka terhadap air atau mudah larut dalam air ( hidrofil ) dan ada bagian yang suka dengan minyak atau larut dalam minyak ( Lifofil ) .c. Teori Film PlastikTeori ini menjelaskan bahwa emulgator ini mengendap pada permukan masing-masing butir tetesan fase dispersi dalam bentuk film yang plastis. ( Farmasetika , 180 )Surfaktan dapat membantu pembentukan emulsi dengan mengabsorpsi antar muka, dengan menurunkan tegangan iterfasial dan bekerja sebagai pelindung agar butir-butir tetesan tidak bersatu. Emulgator membantu terbentuknya emulsi dengan 3 jalan, yaitu :a. Penurunan tegangan antar muka ( stabilisasi termodinamika ).b. Terbentuknya film antar muka yang kaku ( pelindung mekanik terhadap koalesen ).c. Terbentuknya lapisan ganda listrik, merupakan pelindung listrik dari pertikel.2. Ketidakstabilan emulsi dapat digolongkan sebagai berikut , yaitu :a. Flokulasi dan CreamingMerupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan, dimanamasing-masing lapis mengandung fase dispersi yang berbeda.b. Koalesen dan pecahnya emulsi ( Craking atau breaking )Pecahnya emulsi yang bersifat tidak dapat kembali. Penggojokkan sederhana akan gagal untuk mengemulsi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil. c. Inversi adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi M/A ke tipa A/M atau sebaliknya . ( IMO , 148 )F. Sistem Dispersi Jika kita mencampurkan suatu zat dengan zat cair, maka akan terjadi penyebaran secara merata dari suatu zat tersebut ke dalam zat cair. Hal inilah yang disebut sebagai sistem dispersi. Pada umumnya, zat terlarut yang jumlahnya lebih sedikit disebut sebagai fase terdispersi, sedangkan zat pelarut yang jumlahnya lebih banyak disebut sebagai medium pendispersi. Jadi sistem dispersi adalah pencampuran antara fase terdispersi dengan medium pendispersi yang bercampur secara merata.Berdasarkan ukuran partikelnya, sistem dispersi dibedakan menjadi 3 yaitu :1. Larutan sejati atau dispersi molekulerLarutan sejati adalah campuran antara zat padat / zat cair (sebagai fase terdispersi) dengan zat cair (sebagai medium pendispersi).Pada larutan sejati, fase terdispersi larut sempurna dengan medium pendispersi sehingga dihasilkan campuran yang homogen, sehingga antara fase terdispersi dengan medium pendispersinya tidak dapat dibedakan lagi.Molekul-molekul fase terdispersi tersebar merata ke dalam komponen medium pendispersi, sehingga larutan disebut juga dispersi molekuler.2. Koloid atau dispersi halusKoloid adalah suatu campuran antara fase terdispersi dengan medium pendispersi tetapi fase terdispersinya bukan dalam bentuk molekuler melainkan gabungan dari beberapa molekul.Secara visual, bentuk fisik koloid sama seperti bentuk larutan tetapi jika diamati dengan mikroskop ultra, campuran ini bersifat heterogen.

3. Suspensi atau dispersi kasarSuspensi adalah campuran heterogen antara fase terdispersi dengan medium pendispersi dimana fase terdispersinya tidak dapat bercampur secara merata ke dalam medium pendispersinya.Pada umumnya, fase terdispersinya berupa padatan sedangkan medium pendispersinya berupa cairan.Dalam suspensi, antara fase terdispersi dengan medium pendispersinya dapat dibedakan dengan jelas.

PENUTUP

A. Kesimpulan3. Tegangan permukaan dapat didefinisikan sebagai gaya yang terjadi pada permukaan suatu cairan yang menghalangi ekspasi cairan tersebut, hal ini disebabkan oleh gaya tarik menarik yang tidak seimbang pada antar muka cairan Tegangan antar muka (interfasial) adalah tegangan yang diukur pada bidang batas dua cairan yang saling tidak bisa bercampur. Tegangan antarmuka ini penting dalam aspek praktik dan teoritis pada masalah masalah emulsi. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik, Adsorpsi sediaan emulsi di kulit dipengaruhi oleh : Difusi pasif melalui pori, Difusi pasif dengan cara melarut pada lemak penyusun membran, Transpor aktif, Difusi terfasilitasi, Pinositosis, Transpor oleh pasangan ionB. SaranDemikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah.Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anief. Farmasetika Gajah Mada University Press: Yogyakarta.2. Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ed 4. Universitas Indonesia Press: Jakarta.3. Anonim.1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Depkes RI : Jakarta 4. Surini , Silvia, Ph.D, Fenomena Antarmuka, Department of Pharmacy, University of Indonesia5. Martin, Alfred, (1993),Farmasi Fisik, jilid I Edisi III, UI-Press, Jakarta6. Anne Collins Abrams, RN, MSN. 2005. Clinical Drug Therapy.7. Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta. 8. Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III . Departemen Kesehatan RI.Jakarta.9. Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV . Departemen Kesehatan RI.Jakarta. 10. Fee, C.J., A Simple but Effective Fluidized-Bed Experiment, Chem. Eng. Educ., Summer 1994