Family folder

37
Laporan Kunjungan Rumah Hipertensi Pembimbing : Dr. Djap Hadi Susanto, Mkes Disusun oleh : Jessica Lawrence 11.2013.128 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas 1

description

laporan FF

Transcript of Family folder

Laporan Kunjungan Rumah

Hipertensi

Pembimbing :

Dr. Djap Hadi Susanto, Mkes

Disusun oleh :

Jessica Lawrence

11.2013.128

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta, September 2015

1

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini kami

laksanakan untuk memenuhi salah satu kewajiban kami dalam Kepaniteraan Ilmu Kedokteran

Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Makalah ini bertujuan

adalah untuk mengetahui penanganan kuratif, preventif dan rehabilitatif pasien dengan

pendekatan kedokteran keluarga. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih atas segala

bimbingan dan bantuan yang telah diberikan dalam rangka penyelesaian makalah ini, kepada:

Dr. Djap Hadi Susanto, Mkes.

Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu

kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, sehingga di masa mendatang

dapat meningkatkan diri lebih baik lagi.

Jakarta, September 2015

Penyusun

2

Bab I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali

pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.

Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat

menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan

otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang

memadai.1

Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika yang berusia diatas

20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir

sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi merupakan silent killer

dimana gejala dapat bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala

penyakit lainnya. Gejala-gejalanya itu adalah sakit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet

(vertigo), jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging

(tinnitus), dan mimisan. Faktor resiko Hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat

keluarga, genetik (faktor resiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok,

konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi minum-

minuman beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres, penggunaan estrogen. Umur 18

tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi

hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%).

Gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis individu menunjukkan bahwa

secara nasional 25,8% penduduk Indonesia menderita penyakit hipertensi. Jika saat ini

penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita

hipertensi.1

Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa

tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer

kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar

25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum

adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia.1

3

Puskesmas : Tirtajaya

Kunjungan Rumah, Desa Cinare, Tanggal 03 September 2015

1.2. Data Riwayat Keluarga

1. Identitas Pasien

Nama Lengkap : Ny. M

Tempat, Tanggal Lahir : Karawang, 20 Januari 1950

Usia : 65 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Dusun Cinare, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang

Suku Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : tidak tamat SD

2. Riwayat Biologis Keluarga

a. Keadaan Kesehatan Sekarang : Cukup

b. Kebersihan Perorangan : Cukup

c. Penyakit yang Sering Diderita : Hipertensi

d. Penyakit Keturunan : Tidak Ada

e. Penyakit Kronis/Menular : Tidak Ada

f. Kecacatan Anggota Keluarga : Tidak Ada

g. Pola Makan : Kurang

h. Pola Istirahat : Cukup

i. Jumlah Anggota Keluarga : 6 orang

3. Psikologis Keluarga

a. Kebiasaan Buruk : Mengkonsumsi makanan asin

b. Pengambilan Keputusan : Beliau sendiri

c. Ketergantungan Obat : Tidak Ada

d. Tempat Mencari Pelayanan Kesehatan : Puskesmas

e. Pola Rekreasi : Kurang

4. Keadaan Rumah/Lingkungan

a. Jenis Bangunan : Gubuk

b. Lantai Rumah : Semen

c. Luas Rumah : 10 meter x 7,5 meter

d. Penerangan : Kurang

4

e. Kebersihan : Kurang

f. Ventilasi : Kurang

g. Dapur : Ada

h. Jamban Keluarga : Ada

i. Sumber Air Minum : Air Galon Isi Ulang

j. Sumber Pencemaran Air : Tidak Ada

k. Pemanfaatan Pekarangan : Ada

l. Sistem Pembuangan Air Limbah : Ada

m. Tempat Pembuangan Sampah : Tidak Ada

n. Sanitasi Lingkungan : Kurang

5. Spiritual Keluarga

a. Ketaatan Beribadah : Cukup

b. Keyakinan Tentang Kesehatan : Cukup

6. Keadaan Sosial Keluarga

a. Tingkat Pendidikan Terakhir : Tidak Tamat SD

b. Hubungan Antar Keluarga : Baik

c. Hubungan Dengan Orang Lain : Baik

d. Kegiatan Organisasi Sosial : Cukup

e. Keadaan Ekonomi : Rendah

7. Kultural Keluarga

a. Adat yang Berpengaruh : Sunda

8. Daftar Anggota Keluarga

No Nama

Hubungan

dengan

keluarga

Umur Pekerjaan AgamaKeadaan

Kesehatan

1 Jakam Suami 68 tahun Petani Islam Meninggal

2 Mainah Istri 65 tahunIbu Rumah

TanggaIslam Hipertensi

3 Karno Anak 38 tahun Buruh Islam Baik

5

Nair Anak 35 tahun Karyawan Islam Baik

Riah Anak 32 tahunIbu Rumah

TanggaIslam Baik

Karnah Anak 30 tahun Karyawati Islam Baik

Endar Cucu 4 tahun Belum sekolah Islam Baik

Keterangan :

1. Suami : Meninggal

2. Os : riwayat hipertensi

a. Anak I : Sehat

b. Anak II : Sehat

c. Anak III : Sehat

d. Anak IV : Sehat

e. Cucu : Sehat

9. Keluhan Utama :

Pusing sejak 3 hari yang lalu.

10. Keluhan Tambahan :

Pasien mengatakan leher bagian belakang terasa pegal dan tegang.

11. Riwayat Penyakit Dahulu :

Os mengeluh sakit kepala sejak tiga hari yang lalu. Sakit kepala dirasakan berdenyut

dan bahwa leher bagian belakang terasa pegal dan tegang. Os sering merasakan

keluhan seperti ini namun hilang setelah minum obat sakit kepala yang dibeli dari

warung. Os mengatakan bahwa dia memiliki riwayat darah tinggi dan sering datang

berobat ke Puskesmas Tirtajaya, namun Os jarang kontrol ke Puskesmas bila obat

sudah habis. Os berobat bila timbul keluhan saja.

6

d

21

ca b

e

12. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum : Sakit Sedang

b. Kesadaran : Compos Mentis

c. Tanda Vital:

- Frekuensi Nadi : 82 kali/menit

- Tekanan Darah : 160/100 mmHg

- Frekuensi Napas : 20 kali/menit

- Suhu : 36,60C

d. Data Antropometi

₋ Berat Badan : 48 kg

₋ Tinggi Badan : 150 cm

₋ Lingkar Kepala : -

₋ Lingkar Dada : -

₋ Lingkar Lengan Atas : -

Pemeriksaan Sistematis

a. Kepala

Bentuk dan Ukuran : Normocephali, tidak ada deformitas

Rambut dan Kulit Kepala : Rambut berwarna hitam dengan uban,

distribusi merata, kulit kepala tidak ada kelainan.

Wajah : Normal

Mata : Conjunctiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-

Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret -/-

Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, Pernapasan cuping hidung (-)

Bibir : Merah, tidak kering, sianosis (-)

Gigi-geligi : Terdapat karies gigi

Mulut : Bentuk normal, tidak ada stomatitis, sianosis (-)

Lidah : Bentuk normal, lidah tidak kotor

Tonsil : Tonsil T1-T1 tenang,tidak hiperemis

Faring : Tidak hiperemis

b. Leher : Tidak ada kelainan bentuk, tiroid dan kelenjar getah bening tidak

teraba membesar.

c. Toraks

7

₋ Dinding Toraks: Simetris, pergerakan dinding toraks simetris, tidak ada

retraksi.

₋ Paru:

Inspeksi : Gerak dinding dada simetris

Palpasi : Vocal fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi kasar -/-, wheezing -/-

₋ Jantung

Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi iktus kordis

Palpasi : Teraba pulsasi iktus kordis di sela iga IV garis midclavicularis

sinistra

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop

d. Abdomen

₋ Inspeksi : Tampak datar, tidak tampak pelebaran vena

₋ Auskultasi : Bising usus (+) normal

₋ Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar

e. Anus dan Rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan

f. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

g. Anggota gerak : Akral hangat + + oedema - -

+ + - -

h. Tulang Belakang : Tidak ada kelainan

i. Kulit : Tidak ada kelainan

j. Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata

k. Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar

l. Pemeriksaan Neurologis: Meningeal sign (-)

13. Diagnosa Penyakit : Hipertensi Grade 2

14. Diagnosa Keluarga : Keluarga dalam keadaan sehat

15. Anjuran Penatalaksaan Penyakit:

a. Promotif : Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit

hipertensi, komplikasi penyakit, dan keteraturan dalam berobat sehingga

terkontrol tekanan darahnya. Menghimbau agar dapat menjalankan pola hidup

8

sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat, melakukan olahraga ringan dan

mengurangi aktivitas yang berat dan menyita banyak pikiran.

b. Preventif : Menjalankan pola atau gaya hidup yang sehat dengan diet rendah

garam, olahraga yang rutin, dan hindari faktor risiko yaitu stress. Memotivasi

untuk rutin kontrol tekanan darah.

c. Kuratif : Terapi Medikamentosa :

1. Obat anti hipertensi : Captopril 2 x 25 mg

Paracetamol 3 x 500 mg

Terapi Non-Medikamentosa:

1. Diet rendah garam

2. Menjalankan pola hidup sehat (olah raga, tidak merokok, kurangi

minum kopi dan hindari stress)

d. Rehabilitatif: Minum obat yang teratur

16. Prognosis

1. Penyakit : dubia ad bonam

2. Keluarga : dubia ad bonam

3. Masyarakat : dubia ad bonam

17. Resume

Pasien datang dengan keluhan sakit kepala sejak 3 hari yang lalu. Sakit kepala

dirasakan berdenyut dan leher bagian belakang terasa pegal dan tegang. Os memiliki

riwayat darah tinggi dan jarang kontrol ke Puskesmas Tirtajaya. Pemeriksaan fisik:

frekuensi napas 20 kali/menit, frekuensi nadi 82 kali/menit, tekanan darah 160/100

mmHg, suhu 36,6 0 C, suara napas vesikuler, bunyi jantung I/II regular, CRT < 2

detik.

9

Bab II

Tinjauan Pustaka

1.1. Definisi

Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam

arteri karena gangguan sistem peredaran darah. Komite Nasional Gabungan Amerika Serikat

untuk prevensi, deteksi, evaluasi dan pengobatan tekanan darah tinggi (Joint National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure,

yang selanjutnya disingkat JNC) mendefinisikan bahwa hipertensi adalah bila tekanan darah

sistolik mencapai 140 mm Hg atau lebih atau tekanan darah diastolik melebihi 90 mm Hg

atau lebih. Sedangkan menurut Kaplan hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arteri

yang dihubungkan dengan perbedaan usia dan jenis kelamin. Tekanan darah sistolik adalah

tekanan maksimum yang timbul di arteri sewaktu darah masuk ke dalam arteri. Tekanan

diastolik adalah tekanan minimum di dalam arteri sewaktu darah mengalir keluar ke

pembuluh perifer.4

Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada

saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat.

Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu pagi hari dan

paling rendah pada saat tidur malam hari.1,2

1.2. Etiologi Penyakit

1.1.1. Pengaturan Aliran Darah

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:

- Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih

banyak cairan pada setiap detiknya.

- Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat

mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah

pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada

biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana

dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang

10

sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri

kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau

hormon di dalam darah.

- Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah.

Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang

sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat,

sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung

berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka

tekanan darah akan menurun.

Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi

ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi

tubuh secara otomatis).

1.1.2. Perubahan Fungsi Ginjal

Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:

- Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang

akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke

normal.

- Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air,

sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.

- Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut

renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya akan memicu

pelepasan hormon aldosteron.

- Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai

penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.

Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa

menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga

bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.

1.1.3. Sistem Saraf Otonom

Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk

sementara waktu akan:

11

- meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap

ancaman dari luar).

- meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; juga mempersempit sebagian

besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka,

yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak).

- mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume

darah dalam tubuh.

- melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang

merangsang jantung dan pembuluh darah.1,4

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa (5)

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg

Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg

Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg

Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau

lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam

kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.

Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan

tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik

terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan

menurun drastis.

Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah

menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor

risiko dan sebaiknya diberikan perawatan.

Menurut etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Hipertensi Esensial (Hipertensi Primer)

Hipertensi esensial atau primer adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui

penyebabnya, sekitar 90% penderita hipertensi adalah hipertensi primer.

12

Sensitivitas Garam

Homeostasis Renin

Resistensi Insulin

Tidur Apneu

Genetik (keturunan)

Umur

Obesitas

Timbulnya hipertensi tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja, melainkan

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang tidak berdiri sendiri tetapi secara bersama-sama.

Faktor keturunan atau faktor riwayat keluarga merupakan faktor utama yang berperan dalam

patofisiologi hipertensi. Williams et al juga melaporkan bahwa seseorang dengan riwayat

keluarga hipertensi memiliki resiko terkena penyakit hipertensi empat kali lebih besar

daripada orang tanpa riwayat keluarga hipertensi pada umur 50 tahun. Riwayat keluarga

hipertensi yang dimaksud terutama yang berasal dari keluarga terdekat atau first degree,

seperti orang tua atau saudara kandung. Jika seseorang memiliki dua atau lebih keluarga

terdekat yang menderita hipertensi pada umur kurang dari 55 tahun, maka seseorang tersebut

memiliki resiko 3,8 kali terkena hipertensi pada umur 20-49 tahun.

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi yang penyebabnya karena penyakit lain atau yang disebut hipertensi

sekunder, diderita kira-kira 5% dari penderita hipertensi. Penyebab hipertensi sekunder

dapat digolongkan menjadi empat.6

- Pertama, karena kelainan kardiovaskuler. Hipertensi akibat kelainan kardiovaskuler

biasanya disebabkan oleh peningkatan tahanan perifer pada penyakit aterosklerosis.

- Kedua, hipertensi yang diakibatkan oleh gangguan pada ginjal. Hipertensi ginjal ini

dapat diakibatkan oleh dua hal, yaitu oklusi parsial arteri renalis dan penyakit jaringan

ginjal. Pada oklusi parsial arteri renalis, aliran darah ke ginjal berkurang sehingga

ginjal berespon dengan mengaktifkan angiostensin II yang akan merangsang korteks

adrenal untuk mensekresikan aldosteron. Dengan adanya hormon aldosteron,

reabsorpsi natrium akan meningkat. Selain itu, angiostensin II merupakan

vasokonstriktor yang kuat. Kedua efek ini memang dapat memperbaiki aliran darah

pada arteri renali, tetapi keduanya juga mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

Hipertensi renal juga dapat terjadi akibat kerusakan pada ginjal itu sendiri. Apabila

terjadi gangguan pada ginjal, ginjal tidak mampu mengeliminasi beban garam normal.

Terjadi retensi garam sehingga timbul hipertensi.

- Ketiga, hipertensi akibat gangguan endrokrin. Hipertensi endokrin timbul akibat dari

feokromositoma (tumor pada medulla adrenal) dan sindrom Conn. Hanya 0,1% dari

13

penderita hipertensi yang menderita hipertensi akibat feokromositoma.7 Gejala pada

penyakit ini ditandai oleh peningkatan norepinefrin dan epinefrin. Peningkatan

epinefrin menyebabkan peningkatan curah jantung. Produksi aldosteron korteks

adrenal yang berlebihan ditemukan pada sindrom Conn. Efek dari aldosteron adalah

menyerap natrium dan mengeluarkan kalium. Hal inilah yang menyebabkan

hipertensi.7

- Keempat, hipertensi akibat gangguan neurogenik karena adanya lesi pada sistem saraf

otonom.

1.3. Faktor Risiko Hipertensi1-4

1.1.1. Faktor Keturunan

Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi di

dalam keluarga. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot

(satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa

faktor genetik mempunyai peran memicu hipertensi.6 Peranan faktor genetik juga

pernah dilaporkan pada penelitian yang dilakukan Williams et al. Pada penelitian

tersebut dijelaskan bahwa interaksi antara faktor predisposisi berupa genetik dan

faktor lingkungan adalah penyebab timbulnya hipertensi. Seseorang dengan riwayat

keluarga hipertensi memiliki kemungkinan 3,8 kali lebih besar terkena hipertensi

daripada seseorang tanpa riwayat keluarga hipertensi pada umur di bawah 55 tahun.

1.1.2. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang mendapat perhatian paling besar adalah asupan garam.

Asupan garam yang tinggi adalah asupan garam yang melebihi asupan maksimal yang

dianjurkan. Asupan garam yang dianjurkan adalah kurang dari 100 mmol atau 2,4 gram Na

atau NaCl sebanyak 6 gram per hari. Asupan garam yang tinggi dapat meningkatkan tekanan

darah arterial karena kadar natrium dalam darah yang tinggi dapat meningkatkan volume

darah. Hal ini disebabkan oleh sifat Na yang menyerap air sehingga tekanan darah dan denyut

jantung meningkat.6

Faktor lingkungan seperti stres, kegemukan (obesitas) dan kurang olahraga juga

berpengaruh memicu hipertensi esensial. Hubungan antara stres dengan hipertensi, diduga

terjadi melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas).

Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten

14

(tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap

tinggi.

1.1.3. Kegemukan

Kegemukan merupakan ciri khas dari populasi hipertensi.  Walaupun belum

dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan

membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas

dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan

normal.

1.1.4. Merokok

Telah diketahui bahwa rokok mengandung zat karsinogenik yang berbahaya bagi

tubuh manusia. Resiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap tiap hari bukan

pada lama merokok. Penyebabnya diduga nikotin yang terkandung dalam rokok. Nikotin

berpengaruh pada pelepasan katekolamin oleh sistem saraf otonom.10 Katekolamin inilah

yang dapat mengakibatkan peningkatan frekuensi denyut jantung serta gangguan irama

jantung.

1.1.5. Alkohol

Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara alkohol dan

timbulnya hipertensi. Peminum alkohol berat akan cenderung hipertensi meskipun

mekanismenya belum diketahui secara pasti.

1.1.6. Usia

Hipertensi meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hipertensi pada usia

lanjut adalah apabila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Terdapat hubungan antara hipertensi

dan bertambahnya usia pernah dilaporkan oleh Dhianingtyas dan Hendrati dalam

penelitiannya yang menyatakan bahwa hipertensi diderita oleh subjek yang sebagian besar

berumur 41-60 tahun (78,1%). Subjek yang tidak menderita hipertensi sebagian besar

berumur 18-40 tahun (53,1%). Dengan bertambahnya usia juga terjadi penurunan elastisitas

arteri sehingga dapat menyebabkan peningkatan tekanan perifer.

1.1.7. Jenis Kelamin

15

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dhianingtyas dan Hendrati

menunjukkan bahwa subjek yang menderita hipertensi sebagian besar berjenis

kelamin laki-laki.11Subjek yang tidak menderita hipertensi sebagian besar berjenis

kelamin perempuan. Pada usia dini terdapat bukti adanya perbedaan tekanan darah

antara laki-laki dan perempuan. Pada masa remaja, batas rata-rata tekanan darah laki-

laki lebih tinggi. Perbedaan ini lebih jelas pada orang dewasa muda dan setengah

baya. Pada usia tua perbedaan itu menyempit dan polanya bahkan dapat berbalik.

Banyak kajian yang sedang dilakukan untuk membuktikan bahwa estrogen dapat

melindungi kenaikan relatif tekanan darah pada masa tua wanita.

1.4. Patofisiologi6

Hipertensi tidak diketahui patofisiologi sesungguhnya. Kemungkinan

faktor hormon (renin – angiotensin) dan produk lokal vaskuler (prostaglandin dan

radikal bebas) dalam kenaikan tekanan darah ikut terlibat. Penting untuk kita ketahui

fisiologi dari tubuh dalam menaikan tekanan darah.

Renin yang disintesis dan disimpan dalam bentuk inaktif yang disebut

prorenin dalam sel-sel jukstaglomerular pada ginjal. Sel jukstaglomerular merupakan

modifikasi dari sel-sel otot polos yang terletak di dinding arteriol aferen, tepat di

proksimal glomeruli. Bila tekanan arteri turun, reaksi intrinsik dalam ginjal itu sendiri

meyebabkan banyak molekul protein dalam sel jukstaglomerolus terurai dan

melepaskan renin. Sebagian besar renin memasuki darah dan meninggalkan ginjal

menuju ke sirkulasi seluruh tubuh, walaupun sejumlah kecil tetap berada dalam cairan

lokal ginjal dan mengawali beberapa fungsi intrarenal.

Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma, yaitu suatu globulin

yang disebut angiotensinogen untuk melepaskan peptida asam amino, yaitu

angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriksi ringan dan tidak cukup

untuk menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi sirkulasi.

Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua

asam amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk angotensin

II. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi selama beberapa detik sementara darah

mengalir melalui pembuluh kecil pada paru-paru, yang dikatalisis oleh suatu enzim

pengubah, yang terdapat di endotelium pembuluh paru.

16

Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat dan memiliki efek

lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah selama 1

atau 2 menit karena secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan

jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase.

Angiotensin menyebabkan ginjal menahan garam dan air melalui dua

cara:

1) Angiotensin bekerja langsung pada ginjal untuk menimbulkan retensi garam dan air

2) Angiotensin menyebabkan kelenjar-kelenjar adrenal menyekresikan aldosteron, dan

aldosteron kemudian meningkatkan reabsorpsi garam dan air melalui tubulus ginjal.

Dalam menangani kasus hipertensi, fisiologi dari ginjal haruslah

dipahami. Hal ini erat kaitannya dalam pemberian obat-obatan yang mungkin

berpengaruh pada fungsi ginjal itu sendiri.

Pada keadaan dimana fungsi filtrasi glomerolus menurun maka

didapatkan pula perlambatan laju aliran pada ansa henle yang menyebabkan

peningkatan absorpsi natrium klorida pada ansa henle tersebut dan didapatkan pula

penurunan konsentrasi natrium klorida di macula densa.

Penurunan konsentrasi natrium klorida di macula densa memiliki sinyal

yang mempunyai efek:

1. Penurunan tahanan arteriol aferen dengan mekanisme pelebaran sehingga meningkatkan

pula tekanan hidrostatik glomerolus dalam rangka membantu mengembalikan glomerolus

filtration rate menjadi normal.

2. Peningkatan pelepasan renin karena reaksi intrisik dari ginjal yang menyebabkan molekul

protein dalam sel jukstaglomerolus terurai dan melepaskan renin. Renin yang pada

akhirnya kemudian membentuk angiotensin II yang mengakibatkan konstriksi arteriol

eferen.

Dengan demikian tekanan hidrostatik glomerolus dan glomerolus filtration rate normal

kembali.

1.5. Gejala Klinis1,2,4

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;

meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya

berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak).

17

Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung,

pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita

hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul

gejala berikut:

sakit kepala

kelelahan

mual

muntah

sesak nafas

gelisah

pandangan menjadi kabur (yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,

jantung dan ginjal)

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan

koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang

memerlukan penanganan segera.

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan

darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya

kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg.

Pada hipertensi emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan

kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan

segera (dalam hitungan menit – jam) untuk mencegah kerusakan organ target lebih lanjut.

Contoh gangguan organ target akut: encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel

kiri akut disertai edema paru, dissecting aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil, dan

eklampsia atau hipertensi berat selama kehamilan.

Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan organ

target yang progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi oral ke nilai

tekanan darah pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam sampai dengan beberapa hari.

1.6. Diagnosis1,2,4

18

Anamnesis riwayat penyakit merupakan prioritas dalam menentukan diagnosis

dan penatalaksanaan hipertensi. Dapat ditemukan adanya keluhan dari gejala-gejala susunan

saraf pusat, otonom, jantung dan disfungsi visual. Perlu diperhatikan pula penggunaan obat-

obatan yang dapat mencetuskan hipertensi seperti, simpatomimetik.

1.7. Penatalaksanaan Hipertensi1,2,4,5

Banyak penelitian menunjukkan bahwa pentingnya terapi hipertensi pada lanjut

usia; dimana terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler dan

serebrovaskuler. Sebelum diberikan pengobatan, pemeriksaan tekanan darah pada lanjut usia

hendaknya dengan perhatian khusus, mengingat beberapa orang lanjut usia menunjukkan

pseudohipertensi (pembacaan spigmomanometer tinggi palsu) akibat kekakuan pembuluh

darah yang berat. Khususnya pada perempuan sering ditemukan hipertensi jas putih dan

sangat bervariasinya TDS.

1. Sasaran tekanan darah pada hipertensi lanjut usia, penurunan TDD hendaknya

mempertimbangkan aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Sasaran yang diajukan pada

JNCVI dimana pengendalian tekanan darah (TDS<140 mmHg dan TDD<90mmHg)

tampaknya terlalu ketat untuk penderita lanjut usia. Sys-Eur trial merekomendasikan

penurunan TDS < 160 mmHg sebagai sasaran intermediet tekanan darah, atau penurunan

sebanyak 20 mmHg dari tekanan darah awal.

2. Modifikasi pola hidup

Mengubah pola hidup/intervensi nonfarmakologis pada penderita hipertensi lanjut usia,

seperti halnya pada semua penderita, sangat menguntungkan untuk menurunkan tekanan

darah. Beberapa pola hidup yang harus diperbaiki adalah :

- menurunkan berat badan jika ada kegemukan

- mengurangi minum alkohol

- meningkatkan aktivitas fisik aerobik

- mengurangi asupan garam, mempertahankan asupan kalium yang adekuat,

mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat

- menghentikan merokok

- mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol.

Seperti halnya pada orang yang lebih muda, intervensi nonfarmakologis ini harus

dimulai sebelum menggunakan obat-obatan.

19

3. Terapi farmakologis

Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi metabolisme dan

distribusi obat, karenanya harus dipertimbangkan dalam memberikan obat antihipertensi.

Hendaknya pemberian obat dimulai dengan dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara

perlahan. Menurut JNC VI pilihan pertama untuk pengobatan pada penderita hipertensi

lanjut usia adalah diuretic atau penyekat beta. Pada HST, direkomendasikan penggunaan

diuretic dan antagonis kalsium. Antagonis kalsium nikardipin dan diuretic tiazid sama

dalam menurunkan angka kejadian kardiovaskuler. Adanya penyakit penyerta lainnya

akan menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat antihipertensi. Pada penderita dengan

penyakit jantung koroner, penyekat beta mungkin sangat bermanfaat; namun demikian

terbatas penggunaannya pada keadaan-keadaan seperti penyakit arteri tepi, gagal jantung/

kelainan bronkus obstruktif. Pada penderita hipertensi dengan gangguan fungsi jantung

dan gagal jantung kongestif, diuretik, penghambat ACE (angiotensin convening enzyme)

atau kombinasi keduanya merupakan pilihan terbaik.

- Obat-obatan yang menyebabkan perubahan tekanan darah postural (penyekat

adrenergik perifer, penyekat alfa dan diuretik dosis tinggi) atau obat-obatan yang

dapat menyebabkan disfungsi kognitif (agonis-α 2 sentral) harus diberikan dengan

hati-hati. Karena pada lanjut usia sering ditemukan penyakit lain dan pemberian lebih

dari satu jenis obat, maka perlu diperhatikan adanya interaksi obat antara

antihipertensi dengan obat lainnya.

- Obat yang potensial memberikan efek antihipertensi misalnya : obat anti psikotik

terutama fenotiazin, antidepresan khususnya trisiklik, L-dopa, benzodiapezin,

baklofen dan alkohol.

- Obat yang memberikan efek antagonis antihipertensi adalah: kortikosteroid dan obat

antiinflamasi nonsteroid.

Interaksi yang menyebabkan toksisitas adalah:

1. Tiazid: teofilin meningkatkan risiko hipokalemia, lithium risiko toksisitas meningkat,

karbamazepin risiko hiponatremia menurun;

2. Penyekat beta: verapamil menyebabkan bradikardia, asistole, hipotensi, gagal jantung;

digoksin memperberat bradikardia, obat hipoglikemik oral meningkatkan efek

hipoglikemia, menutupi tanda peringatan hipoglikemia.

20

Dosis beberapa obat diuretic penyekat beta, penghambat ACE, penyekat kanal

kalsium, dan penyekat alfa yang dianjurkan pada penderita hipertensi pada lanjut usia adalah

sebagai berikut.

- Dosis obat-obat diuretic (mg/hari) misalnya: bendrofluazid 1,25- 2,5, klortiazid 500-100,

klortalidon 25-50,hidroklortiazid 12,5-25, dan indapamid SR 1,5.

- Dosis obat-obat penyekat beta yang direkomendasikan adalah: asebutolol 400 mg sekali

atau dua kali sehari, atenolol 50 mg sekali sehari, bisoprolol 10-20 mg sekali sehari,

celiprolol 200-400 mg sekali sehari, metoprolol 100-2000 mg sekali sehari, oksprenolol

180-120 mg dua kali sehari, dan pindolol 15-45 mg sekali sehari.

- Dosis obat-obat penghambat ACE yang direkomendasikan adalah: Captopril 6,25-50 mg

tiga kali sehari, lisinopril 2,5-40 mg sekali sehari, perindropil 2-8 mg sekali sehari,

quinapril 2,5-40 mg sekali sehari, ramipril 1,25-10 mg sekali sehari.

- Dosis obat-obat penyakat kanal kalsium yang dianjurkan adalah: amlodipin 5-10 mg

sekali sehari, diltiazem 200 mg sekali sehari, felodipin 5-20 mg sekali sehari, nikardipin

30 mg dua kali sehari, nifedipin 30-60 mg sekali sehari, verapamil 120-240 mg dua kali

sehari.

- Dosis obat-obat penyekat alfa yang dianjurkan adalah; doksazosin 1-16 mg sekali sehari,

dan prazosin 0,5 mg sehari sampai 10 mg dua kali sehari.

1.8. Komplikasi

Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat yaitu jika tekanan

diastolik ≥ 130 mmHg atau pada kenaikan tekanan darah yang terjadi secara mendadak dan

tinggi.

Beberapa negara mempunyai pola komplikasi yang berbeda-beda. Di Jepang,

gangguan serebrovaskular lebih mencolok dibandingkan dengan kelainan organ yang lain,

sedangkan di Amerika dan Eropa komplikasi jantung ditemukan lebih banyak. Di Indonesia

belum ada data mengenai hal ini, akan tetapi komplikasi serebrovaskular dan komplikasi

jantung sering ditemukan.

Pada hipertensi ringan dan sedang komplikasi yang terjadi adalah pada mata,

ginjal, jantung, dan otak. Pada mata berupa pendarahan retina, gangguan penglihatan sampai

dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi

berat disamping kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi pendarahan yang

disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibatkan kematian. Kelainan

21

lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara

(transient ischaemic attack). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang

lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.

22

Bab III

Pembahasan

Menurut Teori Blum bahwa kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa unsur yaitu

lingkungan, pelayanan kesehatan, perilaku dan keturunan. Dimana unsur-unsur tersebut

saling berinteraksi dan saling terkait satu sama lain. Juga mengacu pada kemampuan

mengetahui, mengamati, menyadari, dan menanggapi keadaan sehatnya sendiri.

Dari hasil kunjungan rumah didapatkan bahwa pasien mempunyai penyakit hipertensi.

Pasien berpola hidup kurang sehat dan tidak teratur minum obat sehingga memacu

perburukan penyakit. Pasien mengaku malas untuk mengkonsumsi obat tiap hari karena bila

tidak ada keluhan maka pasien tidak minum obat.

Maka terbukti bahwa kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa unsur-unsur yang

disebutkan di Teori Blum. Oleh karena itu sebagai dokter keluarga yang bekerja di

Puskesmas, sebaiknya dapat memberikan komunikasi, informasi dan edukasi perorangan

untuk memperbaiki pola hidup pasien.

23

Bab IV

Kesimpulan dan Saran

Dalam epidemiologi pengertian penyebab timbulnya penyakit adalah suatu proses

interaksi antara: pejamu (host), penyebab (agent), dan lingkungan (environment). Segitiga

epidemiologi (John Gordon) menggambarkan relasi tiga komponen penyebab penyakit

seperti penjamu, agent dan lingkungan. Sedangkan Hendrik L. Blum, menggambarkannya

sebagai hubungan antara 4 faktor yaitu keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan

kesehatan.1,2

Hipertensi dibedakan menjadi primer dan sekunder yang bergantung pada faktor

etiologinya. Hipertensi esensial atau primer adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui

penyebabnya, sekitar 90% penderita hipertensi adalah hipertensi primer. Hipertensi yang

penyebabnya karena penyakit lain atau yang disebut hipertensi sekunder, diderita kira-kira

5% dari penderita hipertensi

Obat-obatan anti hipertensi yang dapat digunakan antara lain, diuretik, beta blocker,

penggantian kalium, penghambat saluran kalsium dan ACE-inhibitor.

Hipertensi yang terkontrol dapat memberikan harapan hidup yang lebih baik.

Prognosis sangat baik, tergantung gaya hidup.

24

Daftar Pustaka

1. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI Hipertensi. www.depkes.go.id.05

Mei 2015

2. Bahar A, Hipertensi dalam Soeparman, WS. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II. 1990. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI,hal 613-20

3. Hipertensi. Diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi. 05 Mei

2015.

4. Hope, RA, Long Moree, JM, Hodgets, TJ and Ramrakha, Oxford, Handbook,od, Clinical

Medicine 3rd ed Oxford University, Press, New York 1997.P.720-28

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi

IV Jilid I. 2006. Jakarta : Pusat Penerbit FKUI.

6. S, Amir, Farmakologi Hipertensi, Bagian Farmakologi UI. 1998. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI, , hal 613-20.

7. Sylvia A. & Lorraine M. Buku Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi

6. 2006. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

25

Lampiran

Kondisi rumah dan lingkungan tempat tinggal pasien. Disini dokter muda melakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisik terhadap pasien.

26

27