F7. RETARDASI MENTAL.doc

31
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retardasi mental (RM) adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari fungsi intelektual yang dibawah rata – rata dan gangguan dalam ketrampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun. Gangguan dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan psikososial. Selama dekade terakhir, semakin dikenali faktor biologis, termasuk kelainan kromosom kecil, sindrom genetika dan intoksikasi timbal subklinis dan berbagai pemaparan toksin pranatal pada orang dengan retardasi mental ringan (sampai 85% dari populasi retardasi mental). Prevalensi retardasi mental pada suatu waktu diperkirakan adalah kira – kira 1% dari populasi. Insidensi retardasi mental sulit dihitung karena kesulitan mengenali onsetnya. Pada banyak kasus, retardasi mungkin laten selama waktu yang panjang sebelum keterbatasan seseorang diketahui atau karena adaptasi baik. (kaplan) prevalensi untuk RM ringan 0,37 – 0,59% sedangkan untuk RM sedang, berat dan sangat berat adalah 0,3 – 0,4%. 2 Insidensi tertinggi adalah pada anak usia sekolah, dengan puncak usia 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental 1,5 kali lebih sering pada laki – laki dibandingkan dengan wanita. Pada lanjut usia, 1

Transcript of F7. RETARDASI MENTAL.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Retardasi mental (RM) adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari fungsi

intelektual yang dibawah rata – rata dan gangguan dalam ketrampilan adaptif yang

ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun. Gangguan dipengaruhi oleh faktor genetik,

lingkungan dan psikososial. Selama dekade terakhir, semakin dikenali faktor biologis,

termasuk kelainan kromosom kecil, sindrom genetika dan intoksikasi timbal subklinis dan

berbagai pemaparan toksin pranatal pada orang dengan retardasi mental ringan (sampai

85% dari populasi retardasi mental).

Prevalensi retardasi mental pada suatu waktu diperkirakan adalah kira – kira 1% dari

populasi. Insidensi retardasi mental sulit dihitung karena kesulitan mengenali onsetnya.

Pada banyak kasus, retardasi mungkin laten selama waktu yang panjang sebelum

keterbatasan seseorang diketahui atau karena adaptasi baik. (kaplan) prevalensi untuk RM

ringan 0,37 – 0,59% sedangkan untuk RM sedang, berat dan sangat berat adalah 0,3 –

0,4%. 2 Insidensi tertinggi adalah pada anak usia sekolah, dengan puncak usia 10 sampai

14 tahun. Retardasi mental 1,5 kali lebih sering pada laki – laki dibandingkan dengan

wanita. Pada lanjut usia, prevalensi lebih sedikit karena mereka dengan retardasi mental

yang berat atau sangat berat memiliki angka mortalitas yang tinggi yang disebabkan dari

penyulit gangguan fisik yang menyertai.1

Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama

bagi negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0.3%

dari seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70. Sebagai sumber daya

manusia tentunya mereka tidak bisa dimanfaatkan karena 0.1% dari anak-anak ini

memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya.3 Sehingga

retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi keluarga dan

masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya masih

merupakan masalah yang tidak kecil.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM) adalah suatu

keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak

lahir atau sejak masa anak-anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang

secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi

mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit danfren = jiwa) atau tuna

mental. Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah

rata-rata dan disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau

berprilaku adaptif.

Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III (PPDGJ III)

adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang

terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga

berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik,

dan sosial.

Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002 adalah suatu

disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan yang bermakna baik dalam

fungsi intelektual maupun prilaku adaptif yang diekspresikan dalam keterampilan

konseptual, social dan praktis.

Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) adalah sama

dengan definisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70.

2

C. Etiologi

a. Kelainan Kromosom

1. Sindrom Down

Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya kelebihan

kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan retardasi mental serta

anomali fisik yang beragam.1 Untuk seorang ibu usia pertengahan (> 32 tahun),

resiko memiliki anak dengan sindroma Down adalah kira-kira 1 dalam 100

kelahiran. Retardasi mental adalah cirri yang menumpang pada sindrom Down.

Sebagian besar pasien berada dalam kelompok retardasi sedang sampai berat,

hanya sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down

relative mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar pada

neonates. Tanda yang paling penting pada neonates adalah hipotonia umum,

fisura palpebra yang oblik, kulit leher yang berlebihan, tengkorak yang kecil

dan datar, tulang pipi yang tinggi, dan lidah yang menonjol. Dapat dilihat juga

tangan tebal dan lebar, dengan garis transversal tunggal pada telapak tangan,

dan jari kelingking pendek dan melengkung ke dalam.

Gambar 1. Karakteristik Sindroma Down

b. Sindrom Fragile X

Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang diwariskan dan

disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X.1 Diyakini terjadi pada kira-kira

1 tiap 1000 kelahiran laki-laki dan 2000 kelahiran perempuan. Derajat retardasi

3

mental terentang dari ringan sampai berat. Ciri perilakunya adalah tingginya

angka gangguan defisit atensi/hiperaktivitas, ganguan belajar, dan gangguan

perkembangan pervasive seperti gangguan akuisitik. Defisit dalam fungsi

bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan perseveratif dengan kelainan dalam

mengkombinasikan kata-kata membentuk frasa dan kalimat.

c. Sindrom Prader-Willi

Kelianan ini akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15, biasanya

terjadi secara sporadic. Prevalensinya kurang dari 1 dalam 10000. Orang

dengan sindrom ini menunjukkan perilaku makan yang kompulsif dan sering

kali obesitas, retardasi mental, hipogonadisme, perawakan pendek, hipotonia,

dan tangan dan kaki yang kecil. Anak –anak dengan sindrom ini seringkali

memiliki perilaku oposisional yang menyimpang.

Gambar 2. Karakteristik Sindrom Prader-Willi

d. Sindrom tangisan kucing (cat-cry [cri-du-chat] syndrome)

Anak-anak dengan sindrom tangisa kucing kehilangan bagian dari

kromosom 5. Mereka mengalami retardasi mental berat dan menunjukkan

banyak stigmata yang seringkali disertai dengan penyimpangan kromosom,

seperti mikrosefali, telinga yang letaknya rendah, fisura palpebra oblik,

hipertelorisme, dan mikrognatia. Tangisan seperti kucing yang khas

(disebabkan oleh kelainan laring) yang memberikan nama sindrom secara

bertahap berubah dan menghilang dengan bertambahnya usia.

4

e. Kelainan kromosom lain

Sindrom penyimpangan autosomal lain yang disertai dengan retardasi

mental adalah jauh lebih jarang terjadi dibandingkan Sindrom Down.

2. Faktor Genetik Lain

Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan yang menghambat metabolisme

asam phenylpyruvic, menyebabkan retardasi mental kecuali bila pola makan amat

dikontrol.3 PKU ditransmisikan dengan trait Mendel autosomal resesif yang

sederhana dan terjadi pada kira-kira yang di institusi adalah kira-kira 1 persen

dalam setiap 10.000 sampai 15.000 kelahiran hidup. Bagi orang tua yang telah

memiliki anak dengan PKU, kemungkinan memiliki anak lain dengan PKU

adalah satu dalam setiap empat sampai lima kehamilan selanjutnya. Defek

metabolisme dasar pada PKU adalah ketidakmampuan untuk mengubah

fenilalanin, suatu asam amino esensial, menjadi paratirosin karena tidak adanya

atau tidak aktifnya enzim fenilalanin hidroksilase, yang mengkatalisis perubahan

tersebut.

Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang berat, tetapi

beberapa dilaporkan memiliki kecerdasan yang ambang atau normal. Walaupun

gambaran klinis bervariasi, anak PKU tipikal adalah hiperaktif dan menunjukkan

perilaku yang aneh dan tidak dapat diramalkan, yang menyebabkan sulit

ditangani. Mereka seringkali memiliki temper tantrum dan seringkali

menunjukkan gerakan aneh pada tubuhnya dan anggota gerak atas dan manerisme

memutir tangan, dan perilaku mereka kadang-kadang meyerupai anak autistic

atau skizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal biasanya sangat terganggu

atau tidak ditemukan. Koordiansi anak adalah buruk, dan mereka memiliki

banyak kesulitan perceptual.

5

Gambar 3. Phenylketouria

3. Faktor Prenatal

Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan penyalahgunaan

obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah Rubella, yang

dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan

retardasi mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital. Obat-obatan

yang digunakan ibu selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi melalui

plasenta. Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental yang

parah. Anak-anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering lahir

dengan sindrom fetal dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab

retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera

kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat

yang mengandung timah sangat berpotensi menyebabkan retardasi mental.

4. Faktor Perinatal

Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi dengan berat

badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan neurologis

dan intelektual yang bermanifestasi selama tahun-tahun sekolahnya. Bayi yang

menderita pendarahan intrakranial atau tanda-tanda iskemia serebral terutama

6

rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat gangguan perkembangan saraf biasanya

berhubungan dengan beratnya perdarahan intrakranial.

5. Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak

Kadang-kadang status perkembangan seorang anak dapat berubah secara

dramatik akibat penyakit atau trauma fisik tertentu. Secara retrospektif, kadang-

kadang sulit untuk memastikan gambaran kemajuan perkembangan anak secara

lengkap sebelum terjadinya gangguan, tetapi efek merugikan pada perkembangan

atau keterampilan anak tampak setelah gangguan. Beberapa penyebab yang

didapat pada masa anak-anak antara lain :

a. Infeksi.

Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah ensefalitis

dan meningitis.

b. Trauma kepala

Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag menyebabkan

kecacatan mental, termasuk kejang, adalah kecelakaan kendaraan bermotor.

Tetapi, lebih banyak cedera kepala yang disebabkan oleh kecelakaan di rumah

tangga, seperti terjatuh dari tangga. Penyiksaan anak juga suatu penyebab

cedera kepala.

c. Masalah lain

Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi. Satu penyebab

cedera otak lengkap atau parsial adalah afiksia yang berhubugan dengan nyaris

tenggelam. Pemaparan jangka panjang dengan timbal adalah penyebab

gangguan kecerdasan dan keterampilan belajar. Tumor intracranial dengan

berbagai jenis dan asal, pembedahan, dan kemoterapi juga dapat merugikan

fungsi otak

6. Faktor Lingkungan dan Sosiokultural

Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan dengan

sosioekonomi rendah. Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah atau

sosial yang miskin, yaitu yang memberi stimulasi intelektual, penelantaran atau

kekerasan dari orang tua, dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam

perkembangan retardasi mental pada anak-anak.3 TIdak ada penyebab biologis

yang telah dikenali pada kasus tersebut.7

Anak-anak dalam keluarga yang miskin dan kekurangan secara sosiokultural

adalah sasaran dari kondisi merugikan perkembangan dan secara potensial

patogenik. Lingkungan prenatal diganggu oleh perawatan medis yang buruk dan

gizi maternal yang buruk. Kehamilan remaja sering disertai dengan penyulit

obstetric, prematuritas, dan berat badan lahir rendah. Perawatan medis setelah

kelahiran buruk, malnutrisi, pemaparan dengan zat toksin tertentu seperti timbale

dan trauma fisik adalah serig terjadi. Ketidakstabilan keluarga, sering pindah, dan

pengasuh yang berganti-ganti tetapi tidak adekuat sering terjadi. Selain itu, ibu

dalam keluarga tersebut sering berpendidikan rendah dan tidak siap memberikan

stimulasi yang sesuai bagi anak-anaknya.

Masalah lain yang tidak terpecahkan adalah pengaruh ganguan mental parental

yang parah. Gangguan tersebut dapat menganggu pengasuhan dan stimulasi anak

dan aspek lain dari lingkungan mereka, dengan demikian menempatkan anak pada

resiko perkembangan. Anak-anak dari orang tua dengan gagguan mood dan

skizofrenia diketahui berada dalam resiko mengalami gangguan tersebut dan

gangguan yang berhubungan. Penelitian terakhrir menunjukkan tingginya

prevalensi gangguan keterampialan motorik dan gangguan perkembangan lainnya

tetapi tidak selalu disertai retardasi mental.

C. Diagnosis

Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III intelegensia bukan merupakan karakteristik

yang berdiri sendiri, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan

khusus yang berbeda. Meskipun ada kecenderungan umum bahwa semua ketrampilan ini

akan berkembang ke tingkat yang serupa pada setiap individu, tetapi ada ketimpangan

(discrepancy) yang luas, terutama pada penyandang RM. Orang yang demikian mungkin

memperlihatkan hendaya berat dalam satu bidang tertentu (misalnya bahasa) atau mungkin

mempunyai suatu area ketrampilan tertentu yang lebih tinggi (misalnya tugas visuospasial

sederhana) pada RM berat. Keadaan ini akan menimbulkan kesluitan dalam menentukan

kriteria diagnostik dimana seorang penyandang RM harus diklasifikasikan.

Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk

temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan dengan latar belakang

budayanya), dan hasil tes psikometrik.

8

Untuk diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang meningkatkan

berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari –

hari. Gangguan jiwa dan fisik yang menyertai retardasi mental mempunyai pengaruh besar

pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua keterampilannya. Oleh karena itu

kategori diagnostik yang dipilih harus berdasarkan penilaian kemampuan global dan bukan

atas suatu hendaya atau ketrampilan khusus. Tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan

petunjuk dan seharusnya tidak ditetapkan secara kaku dalam memandang keabsahan

permasalahan lintas budaya.

Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV – TR adalah sebagai berikut :

1. Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa

secara individual.

2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan

individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari

lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care,

kehidupan rumah-tangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana

komunitas, mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional,

pekerjaan, waktu senggang, kesehatan dan keamanan.

3. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun

Kode diagnostik dan derajat RM menurut DSM IV – TR adalah sebagai berikut :

317 Retardasi mental ringan, IQ 50 – 55 sampai 70

318 Retardasi mental sedang, IQ 35 – 40 sampai 50 – 55

318.1 Retardasi mental berat, IQ 20 – 25 sampai 35 – 40

318.2 Retardasi mental sangat berat, IQ dibawah 20 atau 25

Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan

sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ. Dapat dihitung dengan :

IQ = MA/CA x 100%

9

MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes

CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan tanggal lahir

Diagnosis retardasi mental dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan

intelektual yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif menyatakan bahwa perilaku anak

sekarang adalah secara bermakna di bawah tingkat yang diharapakan. Diagnosis sendiri

tidak menyebutkan penyebab ataupun prognosisnya. Suatu riwayat psikiatrik adalah

berguna untuk mendapatkan gambaran longitudinal perkembangan fungsi anak, dan

pemeriksaan stigma fisik, kelainan neurologis, dan tes laboratorium dapat digunakan untuk

memastikan penyebab dan prognosis.

1. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh,

dengan perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan kelahiran. Terdapat

riwayat keluarga retardasi mental, hubungan darah pada orangtua, dan gangguan

herediter. Juga dapat menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional

di rumah, dan fungsi intelektual pasien.

2. Wawancara Psikiatrik

Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien adalah sikap

pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan verbal pasien,

termasuk bahasa reseptif dan ekspresif, harus dinilai sesegera mungkin dengan

mengobservasi komunikasi verbal dan nonverbal antara pengasuh dan pasien dan

dari riwayat penyakit. Sangat membantu jika memeriksa pasien dan pengasuhnya

bersama-sama. Jika pasien menggunakan bahasa isyarat, pengasuh dapat sebagai

penerjemah.

Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam berbagai bidang,

dan mereka mungkin mengalami kecemasan sebelum menjumpai pewawancara.

Pewawancara dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan pasien suatu

penjelasan yang jelas, suportif, dan konkret tentang proses diagnostik, terutama

pasein dengan bahasa reseptif yang memadai. Dukungan dan pujian harus

diberikan dalam bahasa yang sesuai dengan usia dan pengertian pasien.

10

Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan bukti klinis

adanya distraktibilitas dan distorsi dalam persepsi dan daya ingat harus diperiksa.

Pemakaian bahasa, tes realitas, dan kemampuan menggali dan pengalaman

penting untuk dicatat. Sifat dan maturitas pertahanan pasien (menundukkan diri

sendiri menggunakan penghindaran, represi, penyangkalan, introyeksi, da isolasi)

harus diamati. Potensi sublimasi, toleransi frustasi, dan pengendalian impuls

(terutama terhadap dorongan motorik, agresif, dan seksual) harus dinilai. Juga

penting adalah citra diri dan peranannya dalam perkembangan keyakinan diri, dan

juga penilaian keuletan, ketetapan hati, keingintahuan, dan kemauan menggali hal

yang tidak diketahui.

Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang teretardasi harus

mengungkapkan bagaimana pasien mengalami stadium perkembangan. Dalam hal

kegagalan atau regresi, juga dapat mengembangkan sifat kepribadian yang

memungkinkan perencanaan logis dari penatalaksanaan dan pendekatan

pengobatan.

3. Pemeriksaan Fisik

Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan

pada orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal. Sebagai contoh,

konfigurasi dan ukuran kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai kondisi

seperti mikrosefali, hidrosefalus, dan sindroma Down. Wajah pasien mungkin

memiliki beberapa stigmata retardasi mental yang sangat mempermudah

diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah hipertelorisme, tulang hidung yang datar,

alis mata yang menonjol, lipatan epikantus, opasitas kornea, perubahan retina yag

letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang menonjol, dan gangguan gigi

geligi. Lingkaran kepala harus diukur sebagai bagian dari pemeriksaan klinis.

Warna dan tekstur kulit dan rambut, palatum dengan lengkung yang tinggi,

ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan batang tubuh dan ekstremitasnya

adalah bidang lain yang digali.

4. Pemeriksaan Neurologis

Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai contoh

sampai 10 persen orang retardasi mental mengalami gangguan pendengaran

11

empat kali lebih tinggi dibandingkan orang normal. Gangguan sensorik dapat

berupa gangguan pendengaran dan gangguan visual. Gangguan pendengaran

terentang dari ketulian kortikal sampai deficit pendengaran yang ringan.

Gangguan visual dapat terentang dari kebutaan sampai gangguan konsep ruang,

pengenalan rancangan, dan konsep citra tubuh.

Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada tonus

otot (spastisitas atau hipotonia), refleks (hiperefleksia), dan gerakan involunter

(koreoatetosis). Derajat kecacatan lebih kecil ditemukan dalam kelambanan dan

koordinasi yang buruk.

5. Tes Laboratorium

Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah

pemeriksaan urin dan darah untuk mencari gangguan metabolik. Penentuan

kariotipe dalam laboratorium genetic diindikasikan bila dicurigai adanya

gangguan kromosom.

Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic diambil dari ruang

amnion secara transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu, telah

berguna dalam diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi, terutama Sindroma

Down. Amniosintesis dianjukan untuk semua wanita hamil berusia di atas 35

tahun.

Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling) adalah

teknik skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukan

pada usia kehamilan 8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam waktu singkat

(beberapa jam atau hari), dan jika kehamilan adalah abnormal, keputusan untuk

mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dalam trimester pertama. Prosedur

memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5 persen.

6. Pemeriksaan Psikologis

Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman, adalah

bagian standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental. Pemeriksaan psikologis

dilakukan untuk menilai kemampuan perceptual, motorik, linguistik, dan

kognititf. Informasi tentang factor motivasional, emosional, dan interpersonal

juga penting.

12

D. KLASIFIKASI

Menurut PPDGJ-III retardasi mental dibagi menjadi :

1. F70 Retardasi Mental Ringan

Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 – 69

menunjukkan retardasi mental ringan.

Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat,

dan masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan

kemandirian dapat menetap sampai dewasa. Walaupun mengalami keterlambatan

dalam kemampuan bahasa, tapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan

bicara untuk keperluan sehari-hari. Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam

merawat diri sendiri dan mencapai ketrampilan praktis dan ketrampilan rumah

tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal.

Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat

akademis dan banyak masalah khusus dalam membaca dan menulis.

Etiologi organik hanya dapat diidentifikasikan pada sebagian kecil penderita.

Keadaan lain yang menyertai, seperti autisme, gangguan perkembangan lain,

epilepsi, gangguan tingkah laku, atau disabilitas fisik dapat ditemukan dalam

berbagai proporsi. Bila terdapat gangguan demikian, maka harus diberi kode

diagnosis tersendiri.

13

2. F71 Retardasi Mental Sedang

IQ biasanya berada dalam rentang 35 – 49. Umumnya ada profil kesenjangan dari

kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam

ketrampilan visuo-spasial daripada tugas – tugas yang tergantung pada bahasa,

sedangkan yang lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi

sosial dan percakapan sederhana.

Tingkat perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat mengikuti percakapan

sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk

kebutuhan dasar mereka.

Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada kebanyakan penyandang

retardasi mental sedang. Autisme masa kanak atau gangguan perkembangan

pervasif lainnya terdapat pada sebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh

besar pada gambaran klinis dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan. Epilepsi,

disabilitas neurologik dan fisik juga lazim ditemukan meskipun kebanyakan

penyandang retardasi mental sedang mampu berjalan tanpa bantuan.

Kadang – kadang didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat

perkembangan bahasanya yang terbatas sehingga sulit menegakkan diagnosis dan

harus tergantung dari informasi yang diperoleh dari orang lain yang mengenalnya.

Setiap gangguan penyerta harus diberi kode diagnosis tersendiri.

3. F72 Retardasi Mental Berat

IQ biasanya berada dalam rentang 20 – 34. Pada umumnya mirip dengan retardasi

mental sedang dalam hal :

- Gambaran klinis

- Terdapatnya etiologi organik

- Kondisi yang menyertainya

- Tingkat prestasi yang rendah

- Kebanyakan penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motorik

yang mencolok atau defisit lain yang menyertainya, menunjukkan adanya

14

kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis dari

susunan saraf pusat.

4. F73 Retardasi Mental Sangat Berat

IQ biasanya dibawah 20. Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, hanya

mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana. Keterampilan

visuospasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokkan

mungkin dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat,

penderita mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga.

Suatu etiologi organik dapat diidentifikasi pada sebagian besar kasus. Biasanya

ada disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat yang mempengaruhi mobilitas,

seperti epilepsi dan hendaya daya lihat dan daya dengar. Sering ada gangguan

perkembangan pervasif dalam bentuk sangat berat khususnya autisme yang tidak

khas (atypical autism) terutam pada penderita yang dapat bergerak.

5. F78 Retardasi Mental Lainnya

Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental dengan

memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya

gangguan sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli dan penderita yang

perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.

6. F79 Retardasi Mental YTT

Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk

menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.

15

E. Penatalaksanaan

Retardasi mental berhubungan dengan beberapa gangguan heterogen dan berbagai

faktor psikososial. Terapi yang terbaik untuk retardasi mental adalah pencegahan

primer, sekunder, dan tersier.1

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan

atau menurunkan kondisi yang menyebabkan perkembangan gangguan yang

disertai dengan retardasi mental. Tindakan tersebut termasuk :

- Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum

tentang retardasi mental.

- Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk menjaga dan

memperbaharui kebijaksanaan kesehatan masyarakat.

- Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang

optimal.

- Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system saraf

pusat.

Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insidensi retardasi mental

dalam keluarga dengan riwayat gangguan genetic yang berhubungan dengan

retardasi mental. Untuk anak-anak dan ibu dengan sosioekonomi rendah,

pelayanan medis prenatal dan perinatal yang sesuai dan berbagai program

pelengakap dan bantuan pelayanan social dapat menolong menekan komplikasi

medis dan psikososial.

2. Pencegahan Sekunder dan Tersier

Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi mental telah dikenali,

gangguan harus diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit (pencegahan

sekunder) dan untuk menekan sekuele atau kecacatan yang terjadi setelahnya

(pencegahan tersier).

16

Gangguan metabolik dan endokrin herediter, seperti PKU dan hipotiroidisme,

dapat diobati dalam stadium awal dengan control diet atau dengan terapi

penggantian hormone.

Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan emosional dan perilaku yang

memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan kognitif dan sosial yang terbatas yang

dimiliki anak tersebut memerlukan modalitas terapi psikiatrik yang dimodifikasi

berdasarkan tingkat kecerdasan anak.

a. Pendidikan untuk anak

Lingkungan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi mental harus

termasuk program yang lengkap yang menjawab latihan keterampilan adaptif,

latihan keterampilan sosial, dan latihan kejujuran. Perhatian khusus harus

dipusatkan pada komunikasi dan usaha untuk meningkatkan kualitas hidup.

Terapi kelompok seringkali merupakan format yang berhasil dimana anak-

anak dengan retardasi mental dapat belajar dan mempraktekkan situasi hidup

nyata dan mendapatkan umpan balik yang mendukung.

b. Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamika

Kesulitan dalam beradaptasi di antara orang retardasi mental adalah luas dan

sangat bervariasi sehingga sejumlah intervensi sendiri atau dalam kombinasi

mungkin berguna.

Terapi perilaku telah digunakan selama bertahun-tahun untuk membentuk dan

meningkatkan perilaku sosial dan untuk mengendalikan dan menekan perilaku

agresif dan destruksi pasien. Dorongan positif untuk perilaku yang diharapkan

dan memulai hukuman (seperti mencabut hak istimewa) untuk perilaku yang

tidak diinginkan telah banyak menolong.

Terapi kognitif seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi

dengan instruksi dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien retardasi

mental yang mampu mengikuti instruksi pasien.

17

Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien retardasi mental dan

keluarganya untuk menurunkan konflik tentang harapan yang menyebabkan

kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap.

c. Pendidikan keluarga

Satu bidang yang penting dalam pendidikan keluarga dari pasien dengan

retardasi mental adalah tentang cara meningkatkan kompetensi dan harga diri

sambil mempertahnkan harapan yang realistic untuk pasien. Keluarga

seringkali merasa sulit untuk menyeimbangkan antara mendorong kemandirian

dan memberikan lingkungan yang mengasuh dan suportif bagi anak retardasi

mental, yang kemungkinan mengalami suatu tingkat penolakan dan kegagalan

di luar konteks keluarga.

Orang tua mungkin mendapatkan manfaat dari konseling yang terus-menerus

datau terpai keluarga. Orang tua harus diberikan kesempatan untuk

mengekspresikan perasaan bersalah, putus asa, kesedihan, penyangkalan yang

terus-menerus timbul, dan kemarahan tentang gangguan dan masa depan anak.

Dokter psikiatrik harus siap untuk memberikan semua informasi medis dasar

dan terakhir tentang penyebab, terapi, dan bidang lain yang berhubungan

(seperti latihan khusus dan perbaikna defek sensorik).

d. Intervensi farmakologis

Pendekatan farmakologis dalam terpai gangguan mental komorbid pada pasien

retardasi mental adalah banyak kesamaannya seperti untuk pasien yang tidak

mengalami retardasi mental. Semakin banyak data yang mendukung

pemakaian berbagai medikasi untuk pasien dengan gangguan mental yang

tidak retardasi mental. Beberapa penelitian telah memusatkan perhatian pada

pemakaian medikasi untuk sindrom perilaku berikut ini yang sering terjadi di

antara retardasi mental:

- Agresi dan perilaku melukai diri sendiri

o Beberapa bukti dari penelitian telah menyatakan bahwa lithium

(Eskalith) berguna dalam menurunkan agresi dan perilaku melukai diri

sendiri.

18

o Antagonis narkotik seperti naltrexone (Trexan) telah dilaporkan

menurunkan perilaku melukai diri sendiri pada pasien retardasi mental

yang juga memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan austik

infantile. Satu hipotesis yang diajukan sebagai mekanisme kerja terapi

naltrexone adalah bahwa obat mempengaruhi pelepasan opioid endogen

yang dianggap berhubungan dengan melukai diri sendiri.

o Carbamazepine (Tegretol) dan valproic acid (Depakene) adalah

medikasi yang juga bermanfaat pada beberapa kasus perilaku melukai

diri sendiri.

- Gerakan motorik stereotipik

Medikasi antipsikotik, seperti haloperidol (Haldol) dan chlorpromazine

(Thorazine), menurunkan perilaku stimulasi diri yang berulang pada pasien

retardasi mental, terapi medikasi tersebut tidak meningkatkan perilaku

adaptif. Beberapa anak dan orang dewasa (sampai sepertiga) dengan

retardasi mental menghadapi resiko tinggi mengalami tardive dyskinesia

dengan pemakaian kontinu medikasi antipsikotik.

- Perilaku kemarahan eksplosif

Penhambat-β, seperti propranolol dan buspirone (BuSpar), telah dilaporkan

menyebabkan penurunan kemarahan ekspolasif di antara pasien dengan

retardasi mental dan gangguan autistik. Penelitian sistematik diperlukan

sebelum obat dapat ditetapkan sebagai manjur.

- Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas

Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental ringan

dengan gangguan defisit atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan perbaikan

bermakna dalam kemampuan mempertahankan perhatian dan

menyelesaikan tugas. Penelitian terapi metylphenidate tida menunjukkan

bukti adanya perbaikan jangka panjang dalam keterampilan sosial atau

belajar.

19

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dalam diskusi topik ini disimpulkan bahwa retardasi mental

merupakan suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang

terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga

berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik,

dan social yang dapat didiagnosis berdasarkan :

1. Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa secara

individual.

2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan individu

untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari lingkungan

budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care, kehidupan rumah-

tangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana komunitas,

mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional, pekerjaan, waktu

senggang, kesehatan dan keamanan

3. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun

Berdasatkan Panduan Pedoman Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, retardasi

mental diklasifikasikan menjadi retardasi mental ringan, retardasi mental sedang,

retardasi mental berat, retardasi mental sangat berat, retardasi mental lainnya, dan

retardasi mental yang tidak tergolongkan. Untuk penatalaksanaanya dibagi menjadi

pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

20