Extrapiramidal Syndrome (Eps)

27
BAB I PENDAHULUAN Obat antipsikotik atau disebut juga Neuroleptik telah digunakan dalam dunia medis sudah lebih dari 60 tahun. Adalah Pierre Deniker, Henri Leborit dan Jean Delay, sekelompok ilmuwan Perancis yang pertama kali menemukan obat antipsikotik pada awal 1950. Chlorpromazine adalah obat yang pertama kali ditemukan dan saat itu menjadi pilihan utama dalam pengobatan schizophrenia dan gangguan psikotik. Dibutuhkan waktu beberapa minggu untuk mengontrol gejala dari schizophrenia dan membutuhkan terapi dengan dosis maintenance untuk beberapa tahun lamanya. Diperkirakan bahwa terjadi peningkatan aktifitas dopaminergik di bagian mesolimbik dan mesocortical pada penderita schizophrenia. Hal ini dibuktikan bahwa amfetamin, suatu zat yang menstimulasi pelepasan dopamin dapat menyebabkan gejala psikotik pada orang-orang normal yang menggunakannya. Pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan menggunakan Single Photon Emission Computed Tomography ( SPECT ) pada orang dengan schizophrenia ditemukan peningkatan fungsi secara bermakna pada receptor D2, sehingga menstimulasi pelepasan dopaminrgik. Obat neuroleptik selain mengantagonis reseptor dopamin di susunan saraf pusat juga memiliki efek-efek lain, seperti : 1. Memblokade reseptor muskarinik, menyebabkan : mulut kering, pengelihatan kabur,konstipasi dan retensi urin. 2. Memblokade α-adrenoreseptor, menyebabkan : hipotensi postural, hipotermia. 3. Memblokade reseptor histamin dan serotonin 1

Transcript of Extrapiramidal Syndrome (Eps)

Page 1: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

BAB I

PENDAHULUAN

Obat antipsikotik atau disebut juga Neuroleptik telah digunakan dalam dunia medis sudah lebih dari

60 tahun. Adalah Pierre Deniker, Henri Leborit dan Jean Delay, sekelompok ilmuwan Perancis yang pertama

kali menemukan obat antipsikotik pada awal 1950. Chlorpromazine adalah obat yang pertama kali ditemukan

dan saat itu menjadi pilihan utama dalam pengobatan schizophrenia dan gangguan psikotik. Dibutuhkan

waktu beberapa minggu untuk mengontrol gejala dari schizophrenia dan membutuhkan terapi dengan dosis

maintenance untuk beberapa tahun lamanya.

Diperkirakan bahwa terjadi peningkatan aktifitas dopaminergik di bagian mesolimbik dan

mesocortical pada penderita schizophrenia. Hal ini dibuktikan bahwa amfetamin, suatu zat yang menstimulasi

pelepasan dopamin dapat menyebabkan gejala psikotik pada orang-orang normal yang menggunakannya.

Pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan menggunakan Single Photon Emission Computed

Tomography ( SPECT ) pada orang dengan schizophrenia ditemukan peningkatan fungsi secara bermakna

pada receptor D2, sehingga menstimulasi pelepasan dopaminrgik. Obat neuroleptik selain mengantagonis

reseptor dopamin di susunan saraf pusat juga memiliki efek-efek lain, seperti :

1. Memblokade reseptor muskarinik, menyebabkan : mulut kering, pengelihatan

kabur,konstipasi dan retensi urin.

2. Memblokade α-adrenoreseptor, menyebabkan : hipotensi postural, hipotermia.

3. Memblokade reseptor histamin dan serotonin

4. Memblokade reseptor D 2 pada mesolimbik sistem, menyebabkan : sedasi dan

efek antipsikotik.

5. Memblokade reseptor D2 pada tuberoinfudibular, menyebabkan : peningkatanprolaktin,

peningkatan berat badan, ketidakteraturan menstruasi, galaktorea, ginekomastia dan impotensi.

6. Memblokade reseptor D2 pada nigostriatal, menyebabkan : parkinsonisme, akathisia,

dystonia, tardive dyskinesia, dyskinesia.

Oleh karena banyaknya efek yang ditimbulkan oleh obat neuroleptik maka dikembangkangkanlah

generasi-generasi obat neuroleptik baru dengan tujuan meminimalisasi efek-efek negative yang ditimbulkan,

terutama efek samping ekstrapiramidal tetapi juga efektif mengurangi gejala positif dari schizophrenia. Obat

ini lebih dikenal dengan atipikal antipsikotik dan salah satu contoh obat pilihan utamanya adalah Risperidone.

1

Page 2: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

Karena penggunaan obat antipsikotik pada pengobatan psikotik berlangsung dalam jangka waktu

yang cukup panjang sehingga efek samping dalam penggunaan obat antipsikotik ini tidak dapat dihindarkan.

Salah satu efek samping yang paling sering timbul adalah efek samping gangguan ekstrapiramidal, yang tidak

jarang gangguan ini bersifat irreversible. Hampir semua obat neuroleptik adalah antagonis reseptor dopamin .

Sindrom ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan oleh

penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik golongan tipikal. Obat

antipsikotik tipikal yang paling sering memberikan efek samping gejala ekstrapiramidal yakni

Haloperidol, Trifluoperazine, Pherpenazine, Fluphenazine, dan dapat pula oleh

Chlorpromazine. Gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigiditas,

tetapi gejala-gejala tersebut di luar kendali traktus kortikospinal (piramidal). Gejala

ekstrapiramidal sering di bagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi distonia akut, tardiv

diskinesia, akatisia, dan parkinsonism (Sindrom Parkinson)1,2

2

Page 3: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

BAB II

OBAT ANTIPSIKOTIK

Obat antipsikotik adalah sekelompok obat yang termasuk psikofarmaka yang menghilangkan atau

mengurangi gejala psikosis. Antipsikotik bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan

mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku serta digunakan untuk terapi gangguan

psikiatrik. Selain itu, antipsikosis juga digunakan untuk pengobatan psikosis lainnya dan agitasi 2.

2.1 FARMAKOKINETIK

Obat-obat anti psikotik dapat diserap pada pemberian peroral, dan dapat memasuki sistem saraf pusat

dan jaringan tubuh yang lain karena obat anti psikotik adalah lipid-soluble. Kebanyakan obat-obatan

antipsikotik bisa diserap tapi tidak seluruhnya. Obat-obatan ini juga mengalami first-pass metabolism yang

signifikan. Oleh karena itu, dosis oral chlorpromazine and thioridazine mempunyai availability sistemik

25 – 35%. Haloperidol dimetabolisme lebih sedikit, dengan availability sistemik rata-rata 65%. Kebanyakan

obat antipsikotik bergabung secara intensif dengan protein plasma (92 – 99%) sewaktu distribusi dalam dalam

darah. Volume distribusi obat-obatan ini juga besar, biasanya lebih dari 7L/kg. Obat-obatan ini memerlukan

metabolisme oleh hati sebelum eliminasi dan mempunyai waktu paruh yang lama dalam plasma sehingga

memungkinkan once-daily dosing. Walaupun setengah metabolit tetap aktif, seperti 7-

hydroxychloropromazine dan reduced haloperidol, metabolit dianggap tidak penting dalam efek kerja obat

tersebut. Terdapat satu pengecualian, yaitu mesoridazine, yang merupakan metabolit utama thioridazin, lebih

poten dari senyawa induk dan merupakan kontributor utama efek obat tersebut. Sediaan dalam bentuk

parenteral untuk beberapa agen, seperti fluphenazine, thioridazine dan haloperidol, bisa dipakai untuk terapi

inisial yang cepat. Sangat sedikit obat-obatan psikotik yang diekskresi tanpa perubahan. Obat-obatan tersebut

hampir dimetabolisme seluruhnya ke substansi yang lebih polar. Waktu paruh eliminasi (ditentukan oleh

clearance metabolic) bervariasi, bisa dari 10 sampai 24 jam.

2.2 MEKANISME KERJA

Secara umum, terdapat beberapa hipotesis tentang cara kerja antipsikotik, yang dapat

digolongkan berdasarkan jalur reseptor dopamin atau reseptor non-dopamine. Hipotesis

dopamin untuk penyakit psikotik mengatakan bahwa kelainan tersebut disebabkan oleh

peningkatan berlebihan yang relatif dalam aktifitas fungsional neurotransmiter dopamin

dalam traktus tertentu dalam otak. Hipotesis ini berlandaskan observasi berikut:

Sebagian besar obat antipsikotik memblok reseptor postsinaps pada SSP,

terutama pada sistem mesolimbik-frontal.

3

Page 4: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

Penggunaan obat yang meningkatkan aktivitas dopamin, seperti levodopa

(prekursor dopamin), amfetamin (merangsang sekresi dopamin), apomorfin

(agonis langsung reseptor dopamin) dapat memperburuk skizofrenia ataupun

menyebabkan psikosis de novo pada pasien.

Pemeriksaan dengan positron emission tomography (PET) menunjukkan

bahwa terjadi peningkatan reseptor dopamin pada pasien skizofrenia (baik

yang menjalani terapi ataupun tidak) bila dibandingkan dengan orang yang

tidak menderita skizofrenia.

Pada pasien skizofrenia yang terapinya berhasil, telah ditemukan perubahan

jumlah homovallinic acid (HVA) yang merupakan metabolit dopamin, pada

cairan serebrospinal, plasma, dan urin.

Telah ditemukan peningkatan densitas reseptor dopamin dalam region

tertentu di otak penderita skizofren yang tidak diobati. Pada pasien sindroma

Tourette, tic klinis lebih jelas jika jumlah reseptor D2 kaudatus meningkat.

Hipotesis dopamin untuk penyakit skizofren tidak sepenuhnya memuaskan karena

obat obatan antipsikotik hanya sebagian yang efektif pada kebanyakan pasien dan obat-

obatan tertentu yang efektif mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi untuk reseptor-

reseptor selain reseptor D2.

Lima reseptor dopamin yang berbeda telah ditemukan, yaitu D1 – D5. Setiap satu

reseptor dopamin adalah berpasangan dengan protein G dan mempunyai tujuh domain

transmembran. Reseptor D2, ditemukan dalam kaudatus-putamen, nukleus accumbens, kortek

serebral dan hipotalamus, berpasangan secara negatif kepada adenyl cyclase. Efek terapi

relatif untuk kebanyakan obat-obatan antipsikotik lama mempunyai korelasi dengan afinitas

mereka terhadap reseptor D2. Akan tetapi, terdapat korelasi dengan hambatan reseptor D2

dan disfungsi ekstrapiramidal.

Beberapa antipsikotik yang lebih baru mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap

reseptor-reseptor selain reseptor D2. Contohnya, tindakan menghambat alfa-adrenoseptor

mempunyai korelasi baik dengan efek antipsikotik kebanyakan obat baru ini. Inhibisi reseptor

serotonin (S) juga merupakan cara kerja obat-obatan antipsikotik baru ini. Clozapin, satu obat

yang mempunyai tindakan menghambat reseptor D1, D4, 5-HT2, muskarinik dan alfa-

adrenergik yang signifikan, mempunyai afinitas yang rendah terhadap reseptor D2.

Kebanyakan obat-obatan atipikal yang baru (seperti olanzapin, quetiapin, resperidon dan

serindole) mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor 5-HT2A, walaupun obat-obat

tersebut juga bisa berinteraksi dengan reseptor D2 atau reseptor lainnya. Kebanyakan obat

4

Page 5: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

atipikal ini menyebabkan disfungsi ekstrapiramidal yang kurang kalau dibandingkan dengan

obat-obatan standar.

2.3 EFEK FARMAKOLOGIS

Penghambatan reseptor dopamin adalah efek utama yang berhubungan dengan keuntungan terapi

obat-obatan antipsikotik lama. Terdapat beberapa jalur utama dopamin diotak, antara lain :

1. Jalur dopamin nigrostriatal

Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur nigrostriatal adalah untuk

mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi kelainan pergerakan seperti pada Parkinson yang

disebut extrapyramidal reaction (EPR). Gejala yang terjadi antara lain akhatisia, dystonia (terutama pada

wajah dan leher), rigiditas, dan akinesia atau bradikinesia.

2. Jalur dopamin mesolimbik

Jalur ini berasal dari batang otak dan berakhir pada area limbic. Jalur dopamin mesolimbik terlibat dalam

berbagai perilaku, seperti sensasi menyenangkan, euphoria yang terjadi karena penyalahgunaan zat, dan jika

jalur ini hiperaktif dapat menyebabkan delusi dan halusinasi. Jalur ini terlibat dalam timbulnya gejala positif

psikosis.

3. Jalur dopamin mesokortikal

Jalur ini berproyeksi dari midbrain ventral tegmental area menuju korteks limbic. Selain itu jalur ini juga

berhubungan dengan jalur dopamine mesolimbik. Jalur ini selain mempunyai peranan dalam memfasilitasi

gejala positif dan negative psikosis, juga berperan pada neuroleptic induced deficit syndrome yang

mempunyai gejala pada emosi dan sistem kognitif.

4. Jalur dopamin tuberoinfundibular

Jalur ini berasal dari hypothalamus dan berakhir pada hipofise bagian anterior. Jalur ini bertanggung jawab

untuk mengontrol sekresi prolaktin, sehingga kalau diblok dapat terjadi galactorrhea.

Tindakan penghambatan relatif pada reseptor oleh obat-obatan neuroleptik

5

Obat D2 D4 Alfa1 5-HT2 M H1Kebanyakan phenothiazine dan thioxanthene

++ - ++ + + +

Thiordazine ++ - ++ + +++ +Haloperidol +++ - + - - -Clozapin - ++ ++ ++ ++ +Molindone ++ - + - + +Olazapin + - + ++ + +Quetiapin + - + ++ + +Risperidon ++ - + ++ + +Sertindole ++ - + +++ - -

Page 6: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

EMPAT PERJALANAN DOPAMINE DI OTAK

2.4 PENGGOLONGAN OBAT ANTIPSIKOTIK

1. Antipsikotik Tipikal (Antipsikotik Generasi Pertama)

Adapun beberapa contohnya antara lain

a) Derifat Fenotiazin

o Rantai alphatic: Chlrpromazine, Levomepromazine

o Rantai piperazine: perphenazin, trifluoperazine, fliphenazine

o Rantai pipiridine: thioridazine

b) Derifat Butirofenon

o Haloperidol (Haldol, Serenace)

o Droperidol (DDroperidol (Droleptan)

c) diphenyl-butyl-piperidine pimozide

2. Anti Psikotik Atipikal

Adapun contohnya antara lain:

Benzamide : sulpride

Dibenzodiazepine: Clozapine, Olanzapine, Quetiapin

Benzisoxazole : Rispedridon

6

12

34 Tuberinfandibular pathway

Page 7: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

2.5 INDIKASI

A. Indikasi psikiatri

Skizofrenia merupakan indikasi utama dari obat antipsikotik, dimana obat tersebut masih merupakan

pilihan utama dan tidak tergantikan. Sayangnya kerja obat ini kurang optimal, kebanyakan pasien

menunjukkan perbaikan yang minimal dan hampir tidak menunjukkan respon yang penuh terhadap

pengobatan dengan antipsikotik. Anti psikotik juga diindikasikan untuk gangguan skizoafektif dimana

terdapat dua gejala bersamaan yaitu skizofrenia dan gangguan afektif. Beberapa gejala psikotik yang

membutuhkan pengobatan dengan obat antipsikotik dimana juga dikombinasikan denganmobat lain seperti

antidepresan, lithium, dan asam valproate.

Episode manik dari gangguan afektif bipolar juga membutuhkan pengobatan dengan obat

antipsikotik. Penelitian terbaru menunjukkan keampuhan monoterapi dengan antipsikosis atipikal di fase

manik akut dan olanzapine juga diindikasikan. Dewasa ini pengobatan manik dengan obat antipsikotik sudah

tidak dianjurkan meskipun pada pengobatan dengan dosis pemeliharaan, antipsikosis atipikal masih

diperbolehkan. Indikasi lain dari penggunaan obat antipsikosis yaitu sindrom tourette, gangguan perilaku pada

penyakit alzheimer dan dengan antidepresan, depresi psikotik. Antipsikotik tidak diindikasikan terhadap

pengobatan bermacam-macam withdrawalsyndromes, seperti kecanduan opioid.

B. Indikasi nonpsikiatri

Sebagian besar antipsikotik generasi terdahulu kecuali thioridazin mempunyai efek anti muntah yang

kuat. Hal ini disebabkan karena blokade reseptor dopamin, baik sentral(CTZ) dan perifer (Reseptor di

lambung). Beberapa obat seperti prokloperazin dan benzokuinamid lebih diindikasikan sebagai obat anti

muntah. Prometazin juga digunakansebagai sedasi pada preoperasi. Derivat butirofenon yaitu droperidol

digunakan sebagai kombinasi dengan opioid, fentanil pada neuroleptanesia berguna untuk pengobatan pasien

yang refrakter terhadap obat standar. Selain itu Klozapin juga cocok digunakan pada pasien yang

menunjukan gejala ekstrapiramidal berat pada pemberian antipsikosis tipikal. Namun karena klozapin

memiliki resiko timbulnya agranulositosis yang lebih tinggi dibanding dengan antipsikosis lain. Maka

penggunanannya dibatasi hanya pada pasien yang resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis yang

lain. Pasien yang diberi klozapin perlu dipantau jumlah sel darah putihnya setiap minggu. Agranulositosis

merupakan efek samping utama yang ditimbulkan padapengobatan menggunakan klozapin. Penggunaan

obat ini tidak boleh lebih dari 6 minggu kecuali bila terlihat adanya perbaikan yang signifikan. Efek samping

lain yang dapat terjadi antara lain hipertermia, takikardia, sedasi, pusing kepala, hipersalivasi. Gejala overdosis

meliputi, letargi, koma, delirium, takikardia, depresi napas, aritmia, kejang dan hipertermia Klozapin

diabsorpsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral. Kadarpuncak plasma tercapai pada kira-kira 1-

6 jam setelah pemberian obat. Diekskresi lewaturin dan tinja, dengan waktu paruh rata-rata 8-11 jam.

7

Page 8: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

2.6 EFEK SAMPING OBAT ANTIPSIKOSIS

Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa :

1. Sedasi dan inhibisi psikomotor, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja

psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).

2. Gangguan otonomik, hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik, mulut kering,

kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler

meninggi, gangguan irama jantung.

3. Gangguan ekstrapiramidal (EPS) –> distonia akut, akathisia, sindrom parkinson

(tremor, bradikardi, rigiditas).

4. Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynecomastia), gangguan metabolik (jaundice),

gangguan hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka lama.

8

Page 9: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

BAB III

PENGARUH OBAT ANTIPSIKOSIS TERHADAP

EKSTRAPIRAMIDAL

3.1 SUSUNAN PIRAMIDAL DAN EKSTRAPIRAMIDAL

Susunan Piramidal

Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke LMN

atau melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok UMN. Neuron-neuron

tersebut merupakan penghuni girus presentralis . Oleh karena itu, maka girus tersebut

dinamakan korteks motorik. Mereka berada dilapisan ke-V dan masing-masing

memiliki hubungan dengan gerak otok tertentu. Melalui aksonnya neuron korteks

motorik menghubungi motoneuron yang membentuk inti motorik saraf kranial dan

motoneuron dikornu anterius medulaspinalis.

Akson-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar dan kortikospinal.

Sebagai berkas saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik dan ditingkat

thalamus dan ganglia basalia mereka terdapat diantara kedua bangunan yang dikenal

sebagai kapsula interna.

Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar meninggalkan kawasan

mereka untuk menyilang garis tengah dan berakhir secara langsung dimotoneuron

saraf kranial motorik atau interneuronnya disisi kontralateral. Sebagian dari serabut

kortikobulbar berakhir di inti-inti saraf kranial motorik sisi ipsilateral juga.

Diperbatasan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, serabut-serabut

kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk jaras kortikospinal lateral

yang berjalan di funikulus posterolateral kontralateralis. Sebagian dari mereka tidak

menyilang tapi melanjutkan perjalanan ke medula spinalis di funikulus ventralis

ipsilateralis dan dikenal sebagai jaras kortikospinal ventral atau traktus piramidalis

ventralis5.

Susunan Ekstrapiramidal

Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum ,globus palidus, inti-inti

talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang

otak,serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan

area 8. komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson

masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar

yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan penerima

9

Page 10: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit tersebut

dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3

sirkuit striatal penunjang (aksesori).

Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan

segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan korpus

striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus dengan korteks

area 4 dan 6. Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada

korpus striatum/globus paidus/thalamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu

merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan. Oleh

karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya menyusun sirkuit yang

pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka sirkuit-sirkuit itu disebut

sirkuit striatal asesorik.

Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan stratum-

globus palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang

melingkari globus palidus-korpus subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya sirkuit

asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-subtansia

nigra-striatum5.

3.2 PATOFISIOLOGI EKSTRAPIRAMIDAL SINDOM (EPS)

Istilah gejala ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu kelompok atau reaksi

yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi

antipsikotik. Istilah ini mungkin dibuat karena banyak gejala bermanifestasikan

sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu diluar kendali

traktus kortikospinal (piramidal). Namun, nama ini agak menyesatkan karena

beberapa gejala (contohnya akatisia) kemungkinan sama sekali tidak merupakan

masalah motorik. Beberapa gejala ekstrapiramidal dapat ditemukan bersamaan pada

seorang pasien dan saling menutupi satu dengan yang lainnya8.

Sistem ekstrapiramidal bertanggungjawab atas:

1. pergerakan involunter dan refleks system motorik.

2. Modulasi pergerakan.

3. Mengatur dan memodulasi sel tanduk anterior dari traktus spinalis, sehingga

membatasi pergerakan motor involunter.

10

Page 11: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

Sistem ekstrapiramidal terletak di luar korteks motorik yang melewati saluran

corticobulbar dan kortikospinalis. Sistem piramidal bertanggung jawab atas inervasi

langsung dari motor neuron sedangkan sistem ekstrapiramidal hanya bertanggung

jawab untuk bagian regulasi. Traktus ekstrapiramidal terutama terletak pada formasi

reticular dari medula dan pons. Ia juga dapat ditemukan di daerah tulang belakang,

yang bertanggung jawab untuk pergerakan, refleks, kontrol postur tubuh dan gerakan

kompleks.3

Traktus ekstrapiramidal diregulasi secara bergantian oleh ganglia basalis, jalur

striatonigral, nucleus vestibular, area sensorik dari korteks otak dan serebelum.

Daerah-daerah dan area regulasi adalah semua bagian dari sistem ekstrapiramidal.

Sistem ekstrapiramidal mengatur aktivitas motorik bahkan dengan tidak adanya

innervasi secara langsung dengan neuron motorik.3

Umumnya semua neuroleptik menyebabkan beberapa derajat disfungsi

ekstrapiramidal dikarenakan inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia basalis. Pada

pasien skizofrenia dan pasien dengan gangguan psikotik lainnya terjadi disfungsi pada

sistem dopamin sehingga antipsikotik tipikal berfungsi untuk menghambat transmisi

dopamin di jaras ekstrapiramidal dengan berperan sebagai inhibisi dopaminergi yakni

antagonis reseptor D2 dopamin. Namun penggunaan zat-zat tersebut menyebabkan

gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung banyak reseptor D1 dan D2

dopamin. Gangguan jalur striatonigral dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik

sehingga bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal. Beberapa neuroleptik

tipikal (seperti haloperidol, fluphenazine) merupakan inhibitor dopamin ganglia

basalis yang lebih poten, sebagai akibatnya menyebabkan efek samping gejala

ekstrapiramidal yang lebih menonjol.1,4

3.3 JENIS-JENIS EKTRAPIRAMIDAL SINDROM (EPS)

Gejala ekstrapiramidal sering di bagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi

distonia akut, tardiv diskinesia, akatisia, dan parkinsonism (Sindrom Parkinson)

A. Akatisia

Manifestasi berupa keadaan gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak, atau

rasagatal pada otot. Manifestasi klinis berupa perasaan subjektif kegelisahan (restlessness)

yangpanjang, dengan gerakan yang gelisah, umumnya kaki yang tidak bisa tenang.

Penderitadengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk tenang, perasaannya menjadi cemas

atauirritabel. Akatisia sering sulit dinilai dan sering salah diagnosis dengan anxietas atau

11

Page 12: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

agitasidari pasien psikotik, yang disebabkan dosis antipsikotik yang kurang. Pasien dapat

mengeluhkarena anxietas atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala

psikotik yangmemburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik

yangmemburuk. Sebaliknya akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik akibat

perasaantidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifesatsi fisik lain

dariakatisia hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat8.

B. Sindrom Parkinson

Faktor risiko antipsikotik menginduksi parkinsonism adalah peningkatan usia, dosis

obat,riwayat parkinson sebelumnya, dan kerusakan ganglia basalis. Terdiri dari akinesia, tremor,

danbradikinesia. Akinesia meliputi wajah topeng, jedaan dari gerakan spontan, penurunan

ayunanlengan saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyah yang dapat

menimbulkanpengeluaran air liur. Pada suatu bentuk yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti

sebagai suatustatus perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran untuk

memulaiaktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala skizofrenia negatif. Tremor

dapatditemukan pada saat istirahat dan dapat pula mengenai rahang. Gaya berjalan dengan

langkahkecil dan menyeret kaki diakibatkan karena kekakuan otot8.

C. Reaksi Distonia

Merupakan spasme atau kontraksi involunter satu atau lebih otot skelet yang timbul

beberapamenit dan dapat pula berlangsung lama, biasanya menyebabkan gerakan atau postur

yangabnormal. Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau

ototekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disartria bicara, krisis okulogirik dan sikap

badanyang tidak biasa hingga opistotonus (melibatkan seluruh otot tubuh). Hal ini akan

menggangupasien, dapat menimbulkan nyeri hingga mengancam nyawa seperti distonia laring

ataudiafragmatik. Reaksi distonia akut sering terjadi dalam satu atau dua hari setelah

pengobatandimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Distonia lebih banyak diakibatkan oleh

antipsikotik tipikal terutama yang mempunyai potensi tinggi dan dosis tinggi seperti

haloperidol,trifluoroperazin dan fluphenazine. Terjadi pada kira-kira 10% pasien, lebih lazim pada

priamuda. Otot-otot yang sering mengalami spasme adalah otot leher (torticolis dan retrocolis),

ototrahang (trismus, grimacing), lidah (protrusionI, memuntir) atau spasme pada seluruh otot

tubuh(opistotonus). Pada mata terjadi krisis okulogirik. Distonia glosofaringeal yang

menyebabkandisartria, disfagia, kesulitan bernafas hingga sianosis bahkan kematian. Spasme otot

dan posturyang abnormal, umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di daerah kepala dan leher

tetapiterkadang juga daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah8.

12

Page 13: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik menurut DSM-IV

adalahsebagai berikut: Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau batang

tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan dosis medikasi

neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati gejala

ekstrapiramidal). Posisi Abnormal pada Pasien yang Mengalami Distonia8.

D. Tardive Dyskinesia

Sindrom yang terjadi lambat dalam bentuk gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan otot

abnormal, involunter, menghentak, balistik. Ini merupakan efek yang tidak dikehendaki dari obat

antipsikotik . Hal ini disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif reseptor

dopamin di puntamen kaudatus. Prevalensi sangat bervariasi, tetapi tardive dyskinesiadiperkirakan

telah terjadi pada 20-40% pasien kronis yang diobati sebelumpengenalan antipsycotics atipikal.

Deteksi dini dari kelainan ini sangat penting, karena apabilasudah lama berlangsung kelainan ini

dapat menjadi irreversible. Banyak pihak setuju bahwalangkah pertama untuk mengurangi gejala ini

adalah dengan mencoba untuk menghentikan ataumengurangi dosis antipsikotik saat ini atau beralih

ke salah satu agen atipikal yang lebih baru. Langkah kedua adalah untuk menghilangkan semua obat

dengan menggunakan antikolinergik sentral, terutama obat anti parkinsonism dan antidepresan

trisiklik. Kedua langkah ini cukup sering untuk membawa perbaikan. Namun Jika kedua cara

tersebut tidak efektif, penambahan diazepam dalam dosis 30-40 mg /hari dapat menghasilkan

perbaikan yang nyata dengan meningkatkan aktivitas GABAergic8.

3.4 PENATALAKSANAAN

Pedoman umum :

1. Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga banyak ahli menganjurkan

terapi profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien dengan riwayat EPS

atau para pasien yang mendapat neuroleptik poten dosis tinggi.

2. Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat menyebabkan

komplians yang buruk. Antikolinergik umumnya menyebabkan mulut kering,

penglihatan kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine. Amantadin

dapat mengeksaserbasi gejala psikotik.

3. Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam bulan untuk

menarik medikasi anti-EPS pasien dengan pengawasan seksama terhadap

kembalinya gejala.

13

Page 14: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

Akatisia

Pengobatan akatisia mungkin sangat sulit dan sering kali memerlukan banyak

eksperimen. Agen yang paling umum dipakai adalah antikolinergik dan amantadin

(Symmetrel); obat ini dapat juga dipakai bersama. Penelitian terakhir bahwa

propanolol (Inderal) sangat efektif dan benzodiazepine, khususnya klonazepam

(klonopin) dan lorazepam (Ativan) mungkin sangat membantu.

Sindrom Parkinson

Aliran utama pengobatan sindrom Parkinson terinduksi neuroleptik terdiri atas

agen antikolinergik. Amantadin juga sering digunakan . Levodopa yang dipakai pada

pengobatan penyakit Parkinson idiopatik umumnya tidak efektif akibat efek

sampingnya yang berat.

Reaksi Distonia Akut (ADR)

Medikasi antikolinergik merupakan terapi ADR bentuk primer dan praterapi

dengan salah satu obat-obat ini biasanya mencegah terjadinya penyakit. Paduan obat

yang umum meliputi benztropin (Congentin) 0,5-2 mg dua kali sehari (BID) sampai

tiga kali sehari (TID) atau triheksiphenidil (Artane) 2-5 mg TID. Benztropin mungkin

lebih efektif daripada triheksiphenidil pada pengobatan ADR dan pada beberapa

penyalah guna obat triheksiphenidil karena “rasa melayang” yang mereka dapat

daripadanya. Seorang pasien yang ditemukan dengan ADR berat, akut harus diobati

dengan cepat dan secara agresif. Bila dilakukan jalur intravena (IV) dapat diberikan

benztropin 1 mg dengan dorongan IV. Umumnya lebih praktis untuk memberikan

difenhidramin (Benadryl) 50 mg intramuskuler (IM) atau bila obat ini tidak tersedia

gunakan benztropin 2 mg IM. Remisi ADR dramatis terjadi dalam waktu 5 menit.

Tardive Diskinesia

Pencegahan melalui pemakaian medikasi neuroleptik yang bijaksana

merupakan pengobatan sindrom ini yang lebih disukai. Ketika ditemukan pergerakan

involunter dapat berkurang dengan peningkatan dosis medikasi antipsikotik tetapi ini

hanya mengeksaserbasi masalah yang mendasarinya. Setelah permulaan memburuk,

pergerakan paling involunter akan menghilang atau sangat berkurang, tetapi keadaan

14

Page 15: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

ini memerlukan waktu sampai dua tahun. Benzodiazepine dapat mengurangi

pergerakan involunter pada banyak pasien, kemungkinan melalui mekanisme asam

gamma-aminobutirat-ergik. Baclofen (lioresal) dan propanolol dapat juga membantu

pada beberapa kasus. Reserpin (serpasil) dapat juga digambarkan sebagai efektif

tetapi depresi dan hipotensi merupakan efek samping yang umum. Lesitin lemak kaya

kolin sangat bermanfaat menurut beberapa peneliti, tetapi kegunaannya masih

diperdebatkan. Pengurangan dosis umumnya merupakan perjalanan kerja terbaik bagi

pasien yang tampaknya mengalami diskinesia tardive tetapi masih memerlukan

pengobatan. Penghentian pengobatan dapat memacu timbulnya dekompensasi yang

berat, sementara pengobatan pada dosis efektif terendah dapat mempertahankan

pasien sementara meminimumkan risiko, tetapi kita harus pasti terhadap dokumen

yang diperlukan untuk penghentian pengobatan.

15

Page 16: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Obat antipsikotik merupakan terapi simtomatik terhadap gangguan psikiatrik  yang berguna untuk

menghilangkan gejala positif dan negatif. Gejala positif seperti halusinasi,waham, proses pikir kacau, gejala

katatonik, kecurigaan, dan permusuhan. Lalu gejala negatif antara lain seperti afek tumpul, penarikan

emosional, kemiskinan rapot, penarikan diri darihubungan sosial serta pasif atau apatis.Obat antipsikotik

mengurangi gejala psikotik dengan cara memblokade reseptor dopaminpasca sinaptik. Obat antipsikotik tidak

selalu efektif mengendalikan gejala psikotik bahkanmalah menyebabkan efek samping terhadap pasien. Efek

samping yang ditimbulkan yaitu gejalaekstrapiramidal. Namun sekarang terdapat obat antipsikotik atipikal

dengan gejalaekstrapiramidal minimal dan berhasil mengatasi gejala psikotik.Selain itu, jika digunakan

dengan dosis berlebihan/overdosis, obat antipsikotik dapatmenyebabkan gejala intoksikasi serius yaitu gejala

ekstrapiramidal yang mebutuhkanpertolongan segera.

4.2 Saran

1. Penggunaan obat antipsikotik harus mendapat pengawasan dan harus berdasarkan evidence based

medicine (EBM).

2. Para tenaga medis harus mengawasi setiap saat untuk mengamati gejala ekstrapiramidalyang timbul.

3. Pemberian psikoterapi sangat diperlukan untuk membantu terapi psikofarmaka agarprognosis pasien

baik.

4. Sebaiknya menggunakan obat dengan dosiss tunggal sehingga menghindari efek sam

16

Page 17: Extrapiramidal Syndrome (Eps)

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik : Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia. Cetakan pertama, 1993.

2. Buku Ajar Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3. Saddock B.J.MD, Sussman N.MD. Pocket Handbok og Psychiatric Drug Treatment 4th

ed. Lipincott Williams & Wilkins.1933

4. Maramis, WE.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.Airlangga University Press.2007

5. Mardjono, M.Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. 2006

6. Maslim.R,SPKJ. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi ketiga.

Bagian ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.2007

7. A.Tomb. Buku Saku Psikiatri edisi 6. EGC.2004

8. Shiloh roni,dkk. Psychiatric Pharmacoterapy. Taylor & Francis. 2000

17