ETT

download ETT

of 5

Transcript of ETT

ETT Jika terjadi kekurangan oksigen yang ditandai dengan keadaan hipoksia, dalam beberapa menit dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Dalam situasi seperti ini, diharapkan kompetensi perawat untuk segera mengatasi masalah ini. Dalam memberikan asuhan keperawatan tentang pemberian terapi oksigen, diperlukan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya oksigen melalui proses respirasi, indikasi pemberian oksigen, cara pemberian oksigen, serta bahaya-bahayanya. Respirasi Respirasi merupakan proses pertukaran gas yang keluar masuk saluran pernafasan yang melibatkan sistem kardiovaskuler dan kondisi hematologis. Kandungan oksigen di udara bebas (atmosfir) mengandung konsentrasi sebesar 21 %, melalui mekanisme ventilasi akan masuk ke alveoli kemudian terjadi proses pertukaran gas yang disebut proses difusi. Difusi adalah suatu perpindahan/ peralihan O2 dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dimana konsentrasi O2 yang tinggi di alveoli akan beralih ke kapiler paru dan selanjutnya didistribusikan melalui darah dalam 2 (dua) bentuk yaitu : 1. 1,34 ml O2 terikat dengan 1 gram Hemoglobin (Hb) dengan persentasi kejenuhan yang disebut dengan Saturasi O2 (SaO2), 2. 0,003 ml O2 terlarut dalam 100 ml plasma pada tekanan parsial O2 di arteri (PaO2) 1 mmHg. Kedua bentuk pengangkutan ini disebut sebagai kandungan O2 atau Oxygen Content (CaO2) dengan formulasi : CaO2 = (1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2) Sedangkan banyaknya O2 yang ditransportasikan dalam darah disebut dengan Oxigen Delivery (DO2) dengan rumus : DO2 = (10 x CaO2) x CO Yang mana CO adalah Cardiac Output (Curah Jantung). Curah jantung sangat tergantung kepada besar dan ukuran tubuh, maka indikator yang lebih tepat dan akurat adalah dengan menggunakan parameter Cardiac Index (CI). Oleh karena itu formulasi DO2 yang lebih tepat adalah : DO2 = (10 x CaO2) x CI Selanjutnya O2 didistribusikan ke jaringan sebagai konsumsi O2 (VO2) Nilai VO2 dapat diperoleh dengan perbedaan kandungan O2 arteri dan vena serta CI dengan formulasi sebagai berikut : VO2 = (CaO2 CvO2) x CI Selain faktor difusi dan pengangkutan O2 dalam darah maka faktor masuknya O2 kedalam alveoli yang disebut sebagai ventilasi alveolar. Ventilasi Alveolar Ventilasi alveolar merupakan salah satu bagian yang penting karena O2 pada tingkat alveoli berperan utama dalam proses difusi. Besarnya ventilasi alveolar berbanding lurus dengan banyaknya udara yang masuk keluar paru, laju nafas, udara dalam jalan nafas serta keadaan metabolik. Banyaknya udara keluar masuk paru dalam setiap kali bernafas disebut sebagai Volume Tidal (VT) yang bervariasi tergantung pada berat badan. Nilai VT normal pada orang dewasa berkisar 500 700 ml dengan menggunakan Wrights Spirometer. Volume nafas yang berada di jalan nafas dan tidak ikut dalam pertukaran gas disebut sebagai Dead Space (VD) (Ruang Rugi) dengan nilai normal sekitar 150 180 ml yang terbagi atas tiga yaitu : 1. Anatomic Dead Space, 2. Alveolar Dead Space, 3. Physiologic Dead Space. Anatomic Dead Space yaitu volume nafas yang berada di dalam mulut, hidung dan jalan nafas yang tidak terlibat dalam pertukaran gas. Alveolar Dead Space yaitu volume nafas yang telah berada di alveoli, akan tetapi tidak terjadi pertukaran gas yang dapat disebabkan karena di alveoli tersebut tidak ada suplai darah. Dan atau udara yang ada di alveoli jauh lebih besar jumlahnya dari pada aliran darah pada alveoli tersebut. Ventilasi alveolar dapat diperoleh dari selisih volume Tidal dan ruang rugi, dengan laju nafas dalam 1 menit.

VA = (VT VD) x RR Sedangkan tekanan parsial O2 di alveolar (PaO2) diperoleh dari fraksi O2 inspirasi (FiO2) yaitu 20,9 % yang ada di udara, tekanan udara, tekanan uap air, tekanan parsial CO2 di arteri (PaCO2). PaO2 = FiO2 (760 47) (PaCO2 : 0,8) Demikian faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi dimana respirasi tidak saja pertukaran gas pada tingkat paru (respirasi eksternal) tetapi juga pertukaran gas yang terjadi pada tingkat sel (respirasi internal).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN YANG TERPASANG ETT/OTT Bagian II

Pengertian : Intubasi endotracheal adalah tindakan untuk memasukkan pipa endotracheal ke dalam trachea. Tujuan : a. Pembebasan jalan napas b. Pemberian napas buatan dengan bag and mask c. Pemberian napas buatan secara mekanik (respirator) d. Memungkinkan penghisapan sekret secara adekuat e. Mencegah aspirasi asam lambung (dengan adanya balon yang dikembangkan) f. Mencegah distensi lambung. g. Pemberian oksigen dosis tinggi. Indikasi : a. Ada obstruksi jalan napas bagian atas b. Pasien memerlukan bantuan napas dengaan respirator. c. Menjaga jalan napas tetap bebas d.Pemberian anestesi seperti pada operasi kepala, leher, mulut, hidung, tenggorokan, operasi abdominal dengan relaksasi penuh dan operasi thoracotomy e. Terdapat banyak sputum (pasien tidak mengeluarkan sendiri) Indikasi intubasi non surgical a. Aspiksia neonatorum berat b. Resusitasi penderita c. Obstruksi laring berat d. Penderita tidak sadar lebih dari 24 jam e. Penderita dengan atelektasis paru f. Post operasi respiratory insufisiensi. Jenis intubasi a. Intubasi oral /OTT b. Intubasi nasal/ETT Prosedur pemasangan : a. Mencuci tangan b. Posisi pasien terlentang

c. Kepala diganjal bantal kecil setinggi 12 cm d. Pilih ukuran pipa endotracheal yang akan digunakan e. Periksa balon pipa / cuff ETT f. Pasang blade yang sesuai g. Oksigenasi dengan bag and mask / ambu bag dengan O2 100% h. Masukkan obat-obat sedasi dan muscle relaxan i. Buka mulut dengan laringoscope sampai terlihat epiglotis. j. Dorong blade sampai pangkal epiglotis k. Lakukan penghisapan lendir bila banyak sekret l. Anestesi daerah laring dengan xyllocain spray m. Masukkan endotracheal tube yang sebelumnya sudah diberi jelly. n. Cek apakah endotraceal sudah benar posisinya. o. Isi cuff dengan udara, sampai kebocoran mulai tidak terdengar. p. Lakukan fiksasi dengan plester. Perawatan intubasi a. Fiksasi harus baik b. Gunakan oropharing air way (guedel) pada pasien yang tidak kooperatif c. Hati-hati pada waktu mengganti posisi pasien. d. Jaga kebersihan mulut dan hidung e. Jaga patensi jalan napas f. Humidifikasi yang adekuat g. Pantau tekanan balon h. Observasi tanda-tanda vital dan suara paru-paru i. Lakukan fisioterapi napas tiap 4 jam. j. Lakukan suction setiap fisioterapi napas /swaktu waktu ada lendir k. Yakinkan bahwa posisi konektor dalam kondisi baik l. Cek blood gas untuk mengetahui perkembangan. m. Lakukan foto thorax segera setelah intubasi dan dalam waktu-waktu tertentu. n. Observasi terjadinya empisema kutis O. Pipa endotracheal tube ditandai diujung mulut / hidung. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL : 1. Gangguan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produk mukosa akibat adanya benda asing pada trachea (intubasi) 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan,proses penyakit, pergeseran ETT/OTT 3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan pemasangan yang tidak tepat, peningkatan sekresi, obstruksi ETT/OTT 4. Resiko cidera berhubungan dengan pemasangan ETT/OTT 5. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma prosedur invasif (ETT/OTT) 6. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi tubuh tidak mampu makan peroral RENCANA KEPERAWATAN

1. Gangguan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produk mukosa akibat adanya benda asing pada trachea (intubasi)Tujuan Kebersihan jalan nafas dapat terjaga Intervensi 1. Kaji kepatenan jalan nafas pasien 2. Evaluasi pengembangan dada, dan kaji suara nafas kedua belah paru

3.Catat adanya batuk yang berlebihan, peningkatan dispneu, bunyi alarm, adanya sekret pada ETT, peningkatan ronchi 4. Monitor sistem humidifikasi dan temperatur 5. Suction sesuai kebutuhan 6. Ajarkan tehnik batuk efektif, nafas dalam pursed lip breathingbila pasien kooperatif 7. Ubah posisi secara periodik 8. Anjurkan pasien untuk minum banyak sesuai kondisi 9. Lakukan bronkhial washing, fisiotherapi dada (perkusi, vibrasi,postural drainase) 10. kolaborasi pemberian bronkhodilator /mukolitik sesuai indikasi..

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan,proses penyakit, pergeseran ETTTujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan pertukaran gas yang kembali normal Intervensi : 1.Cek analisa gas darah setiap 10 30 mnt 2.Monitor hasil analisa gas darah atau oksimetri selama pemasangan ETT 3.Pertahankan jalan nafas bebas dari sekresi 4.Monitor tanda dan gejala hipoksia

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan pemasangan yang tidak tepat, peningkatan sekresi, obstruksi ETTTujuan : Klien akan mempertahankan pola nafas yang efektif Intervensi : 1. Lakukan peeriksaan ventilator tiap 1-2 jam 2. Evaluasi semua alarm dan tentukan penyebabnya 3. Pertahankan alat resusitasi manual pada posisi tempat tidur sepanjang waktu 4. Monitor slang bila terpasang ventilator dari terlepas, terlipat, bocor, tersumbat 5. Evaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff 6. Masukkan penahan gigi (pada pemasangan ETT lewat oral) 7. Amankan slang ETT dengan fiksasi yang baik 8. Monitor suara nafas dan pergerakan ada secara teratur

4. Resiko cidera berhubungan dengan pemasangan ETT/OTT

Tujuan: klien bebas dari cidera selama pemasangan ETT/OTT Intervensi: a. Observasi tanda dan gejala barotrauma b. Posisikan selang penyambung bila terpasang ventilator untuk mencegah penarikan selang endotrakeal c. Kaji panjang selang ET dan catat panjang tiap shift d. Kolaborasi dalam pemberian sedasi e. Monitor terhadap distensi abdomen

5. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma prosedur invasif (ETT/OTT)Tujuan: klien tidak mengalami infeksi nosokomial Intervensi: a. Evaluasi warna, jumlah, konsistensi sputum tiap penghisapan b. Tampung specimen untuk kultur dan sensitivitas sesuai indikasi c. Pertahanakan teknik steril bila melakukan penghisapan d. Lakukan pembersihan oral tiap shift e. Monitor tanda vital terhadap infeksi f. Pakai sarung tangan steril tiap melakukan tindakan / cuci tangan prinsip steril

g. Pantau keadaan umum h. Pantau hasil pemeriksaan laborat untuk kultur dan sensitivitas i. Kolaborasi dalam pemberian antbiotik

6. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi tubuh tidak mampu makan peroral

Tujuan: klien dapat mempertahankan pemenuhan nutrisi tubuh Intervensi: a. Kaji status gizi klien b. Kaji bising usus c. Hitung kebutuhan gizi tubuh atau kolaborasi tim gizi d. Pertahankan asupan kalori dengan makan per sonde atau nutrisi perenteral sesuai indikasi e. Periksa laborat darah rutin dan protein

DAFTAR PUSTAKA 1. http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html 2. http://hendralaksana.blogspot.com/2009/04/intubasi-endotracheal.html 3. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M, Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993 4. Barbara M., Keperawatan kritis: pendekatan holistik. Alih bahasa: Allenidekania, Betty Susanto, Teresa, Yasmin Asih. Edisi VI, Vol: 2. Jakarta: EGC;1997 Posted by PPNI KABUPATEN KARANGASEM at