Anestesi Umum dengan Ett Napas terkendali
-
Author
chintia-otami -
Category
Documents
-
view
691 -
download
22
Embed Size (px)
Transcript of Anestesi Umum dengan Ett Napas terkendali
PRESENTASI KASUSI. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Agama Status Tinggi / Berat badan No CM Pangkat Alamat MRS : Nn. A : 15 tahun : perempuan : Islam : belum menikah : 155 cm / 50 kg : 06-03-41 : Sipil II/A : Sunter Pulo pulo kecil RT 02/09. Jakarta Utara. : 10-05-2010
II. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS) A. Keluhan utama : Pasien mengeluh nyeri yang melilit di seluruh regio abdomen sejak 1 tahun yang memburuk 3 hari yang lalu. B. Keluhan tambahan: diare dan muntah. C. Riwayat penyakit sekarang: Pasien mengeluh kurang lebih sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah nyeri perut yang sangat sakit pada semua regio perut (skala 7/10), terutama pada perut bagian tengah atas (uluhati). Pasien merasa nyeri tersebut menjadi lebih buruk apabila ia mengedan atau menekuk kakinya, dan mengaku merasa lebih nyaman ketika ia berbaring ke satu sisi. Pasien merasa lebih lelah dan merasa tidak sehat. Nafsu makan pasien sedikit menurun. Pasien mengaku tidak ada gangguan pada BAK dan BAB. Pada tanggal 10 Mei 2010, pasien datang ke RSPAD Gatot Subroto dan di obname dan direncanakan operasi pada tanggal 12 Mei 2010. D. Riwayat Penyakit Dahulu: asma alergi obat-obatan dan makanan Diabetes Jantung : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit serupa Riwayat operasi dan anestesi : disangkal :Ada riwayat extirpasi kista dermoid
pada tahun 2004 dengan cara anestesi umum. F. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran BB/TB Tanda Vital : Tampak sakit ringan. : Kompos mentis : 50 kg/155 cm : Tekanan darah Nadi RR Pernafasan : 110/80 mmHg : 80 x/menit : 16 x/menit : 36.5 0 C
Status Generalis Kepala: bentuk normocephal, rambut hitam, distribusi rambut: merata Kulit: warna sawo matang, lesi (-) Mata: konjunctiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+ Telinga: bentuk normal, sekret (-) Hidung: sekret (-), deviasi septum (-) Mulut dan gigi: gigi goyang (-), protesa (-), maloklusi (-), malposisi (-), karies (-), karang gigi (-), malampati 1. Tenggorokan: faring hiperemis (-) Leher: pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), deviasi trakea (-) Ruas tulang belakang: normal, skoliosis (-)
Pemeriksaan thorak Jantung o I: simetris, ictus cordis tidak tampak o P: iktus kordis tidak kuat angkat o P: Batas atas kiri Batas atas kanan : ICS II LMC sinistra : ICS II LPS dextra
Batas bawah kiri Batas bawah kanan
: ICS V LMC sinistra : ICS IV LPS dextra
o A: bunyi S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Paru o I: dinding dada simetris, retraksi tidak ada, ketinggalan gerak tidak ada. o P: simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiri,ketinggalan gerak (-) o P: sonor pada kedua lapang paru o A: suara dasar vesikuler normal, ronkhi -/-, wheezing -/-
Pemeriksaan abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi : perut tidak membuncit, venektasi (-), sikatrik (-) : bising usus (+) : terdapat nyeri tekan pada ulu hati yang kronis serta discomfort pada
regio kanan bawah abdomen. Nyeri tekan tekan dan lepas pada titik Mc Burney (-). Obturator dan psoas sign (+).
Pemeriksaan ekstremitas Superior kanan Superior kiri Inferior kanan Inferior kiri : edema(-), sianosis(-), tonus cukup : edema(-), sianosis(-), tonus cukup : edema(-), sianosis(-), tonus cukup : edema(-), sianosis(-), tonus cukup
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium 11-05-2010 Hematologi Hb Ht Eritrosit Leukosit Trombosit MCV MCH : 12,8 gr/dl : 41 % : 5.0 juta/ul : 7100/ul : 269.000/ul : 84 : 26
MCHC
: 31
Koagulasi Bleeding time Clotting time Kimia darah Gula darah sewaktu SGPT/SGOT Ureum/Creatinin H. DIAGNOSIS KERJA Appendisitis Kronis I. RENCANA TINDAKAN Appendektomi laparoskopi J. RENCANA ANESTESI Anestesi Umum dengan Endotrakea Tube Nafas Terkendali III. PELAKSANAAN ANESTESI a. PREOPERASI Persiapan alat Laringoskop Stetoskop ETT no. 6 1/2, 7, 7 1/2 Guedel Plester Mandrin Suction Balon/pump Mesin anestesi EKG monitor Sfigmomanometer digital Oksimeter/saturasi : 106 mg/dl : 30/26 : 17/0.8 : 115 : 430
Infuse set Spuit Gel Abocath no.18 Sungkup muka persiapan obat-obatan anestesi : premedikasi ringan analgetik induksi relaksan obat anestesi antibiotik obat emergency anti emetic : midazolam 2.5 mg : fentanyl 75 mg : propofol 100 mg : Notrixum 50 mg : Isoflurane 2 vol % : ceftriaxone 1gr : sulfas atropine, lidocain, efedrin : primperan 7,5 mg
N20 : O2 = 3 : 2 liter/menit
analgetik post op : tramadol 100 mg bolus Obat reverse : Prostigmin 0.5 mg
persiapan pasien : 1. Informed consent :bertujuan untuk memberitahukan kepada pasien tindakan medis apa yang akan dilakukan kepada pasien bagaimana pelaksanaanya, kemungkinan hasilnya, siko tindakan yang akan dilakukan. 2. Surat persetujuan operasi : merupakan bukti tertulis dari pasien atau keluarga pasien yang menunjukkan persetujuan akan tindakan medis yang akan dilakukan sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan keluarga pasien tidak akan mengajukan tuntutan. 3. Pasien dipuasakan sejak pukul 24.00 WIB tanggal 11 Mei 2010 tujuannya untuk memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum pembedahan untuk menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung yang akan membahayakan pasien.
4. Pengosongan kandung kemih pada pagi harinya pada pukul 5.00. 5. Pembersihan wajah dan kuku pasien dari kosmetik agar tidak mengganggu pemeriksaan selama anastesi, misalnya bila ada sianosis. Bila ada gigi palsu sebaiknya dilepaskan agar tidak mengganggu kelancaran proses intubasi dan bila ada perhiasan sebaiknya diberikan kepada keluarga pasien. 6. Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan. 7. Pemeriksaan fisik pasien di ruang persiapan : TD=120/80 mmHg, nadi= 88x/menit, suhu=36.50C, RR=16x/menit b. PELAKSANAAN OPERASI Pukul 09.00 WIB Memasang monitor EKG dan oksimeter pulse Mengukur tekanan darah Memasang infuse cairan Ringer laktat 5% Pukul 09.30 WIB Pemberian obat sedatif midazolam 2.5 mg iv Pemberian obat analgesik fentanyl 50 mcg iv Induksi dengan propofol 100 mg iv Setelah kesadaran pasien menurun segera sungkup muka dirapatkan pada muka dan diberikan O2 100% 4 liter/menit atau preoksigenasi kalau perlu nafas dibantu dengan menekan balon nafas secara periodik. Setelah refleks bulu mata menghilang diberikan atracurium 30 mg iv pemberian ini mengakibatkan apnoe karena itu nafas dikendalikan dengan menekan balon nafas. Setelah relaksasi pasien diintubasi dengan ETT no.7,0 cuff(+), pack(-), guedel (+), untuk memastikan ETT terpasang dengan benar dengarkan suara nafas dengan stetoskop bahwa paru kanan dan kiri sama dan dinding dada kanan dan kiri bergerak simetris pada setiap inspirasi buatan. Pasang pipa guedel dan difiksasi menggunakan plester. Tutup mata pasien dengan plester. ETT dihubungkan dengan konektor ke sirkuit nafas alat anestesi, kemudian N2O dibuka 3 liter/menit dan O2 2 liter/menit kemudian isofluran dibuka 2 vol%
Nafas pasien dikendalikan dengan respirator. Inspirasi 500ml (10ml/kgBB) dengan frekuensi 14 kali per menit. Perhatikan apakah gerakan nafas pasien simetris antara yang kanan dan kiri.
Pukul 10.00 WIB Diberikan analgetik Fentanyl 25 mcg iv Pembedahan dimulai Pelumpuh otot Atrakurium 10 mg diberikan karena pasien tampak ada usaha nafas sendiri. Diberikan antibiotik ceftriaxone 1g iv. Diberikan pelumpuh otot Atrakurium 10mg. Diberikan anti-emetik primperan 7,5mg. Diberikan analgetik Tramal 100mg secara bolus iv. Anestesi dimatikan Diberikan obat reverse Prostigmin 0,5mg dan Sulfas atropin 0,25mg untuk menghentikan efek pelumpuh otot dan membuat pasien sadar lebih cepat. Nadi 110x/menit, TD 125/70 mmHg, SPO2 98 %, ETT dan guedel dicabut setelah pasien dapat dibangunkan. Lendir dikeluarkan dengan suction lalu pasien diberi oksigen murni selama 5 menit. Setelah semua peralatan dilepaskan pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pukul 10.45 WIB Pukul 10.50 WIB Pukul 11.00 WIB
Pukul 10.20 WIB
Terapi cairan Berat badan = 50 kg Kebutuhan cairan pasien perjam : 4 x 10 = 40 cc 2 x 10 = 20 cc 1 x 30 = 30 cc --------------------+ = 90 cc/jam Lama puasa pasien 9 jam (dimulai pukul 24.00 tanggal 11 Mei 2010 sampai pukul 09.00 tanggal 12 Mei 2010) Lama puasa x kebutuhan per jam 9 x90 cc/jam = 810 cc Stress operasi : operasi kecil (4 cc/kg BB): 4 x 50 = 200 cc Kebutuhan cairan pada jam pertama =50%puasa+stress operasi+kebutuhan cairan perjam =405 cc+ 200cc+ 90cc = 695 cc Kebutuhan cairan pada jam kedua = 25% puasa+stress operasi+kebutuhan cairan per jam = 202,5 cc + 200cc + 90cc = 492,5 cc Kebutuhan cairan pada jam ketiga = 25%puasa +stress operasi+kebutuhan cairan per jam = 202,5 cc + 200 cc + 90 cc = 492,5 cc Kebutuhan cairan pada jam keempat =stress operasi + kebutuhan cairan per jam = 200 cc + 90 cc = 290 cc
POST OPERASI Setelah pasien dibawa keruang pemulihan lalu dilakukan penilaian terhadap fungsi vital yaitu TD 128/74 mmHg, N 89x/menit, Rr= 20x/menit, kesadaran kompos mentis. Penilaian puluh sadar menurut aldrette score: Kesadaran Warna kulit Aktivitas Respirasi Kardiovaskuler Total score :2 :2 :1 :2 :2 =9
Pasien boleh pindah ke ruang perawatan.
TINJAUAN PUSTAKA
ANESTESIA UMUM DefinisiAnestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesia yang ideal terdiri: 1. Hipnotik 2. Analgesia 3. Relaksasi otot. Syarat utama melakukan anestesia umum ialah untuk menjaga agar jalan nafas selalu bebas, berjalan lancar, dan teratur. Metode anestesia umum dibagi menjadi 3, antara lain: 1. Parenteral (IM atau IV) biasanya diberikan untuk tindakan singkat. Obat yang sering dipakai adalah tiopental. 2. Perektal (untuk anak- anak, terutama untuk induksi anestesi atau tindakan singkat) 3. Inhalasi dengan menggunakan gas atau agen volatil.1
Penilaian dan Persiapan Pra AnestesiaTujuan utama kunjungan pra anestesia ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.2
AnamnesisRiwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anestesia berikutnya dengan baik. Kita harus pandai-pandai memilah apakah cerita pasien termasuk alergi atau efek samping obat.2
Pemeriksaan FisikPemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.2
1
Volatile= agen yang mudah menguap.
Pemeriksaan LaboratoriumUji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa perdarahan, dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto toraks. Praktek-praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal uji-uji semacam ini.2
Klasifikasi Status FisikKlasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan. Kelas I: pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia. Kelas II: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang. Kelas III: Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas. Kelas IV: Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat. Kelas V: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam. Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.
Masukan OralRefleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.2
PremedikasiPremedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya: 1. meredakan kecemasan dan ketakutan 2. memperlancar induksi anestesia 3. mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus 4. meminimalkan jumlah obat anestetik 5. mengurangi mual-muntah pasca bedah 6. menciptakan amnesia 7. mengurangi isi cairan lambung 8. mengurangi refleks yang membahayakan Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seorang dihadapkan pada situasi yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan menentramkan hati pasien.2
Tehnik Memberi Anestesia Umum dengan bantuan mekanik11. TA (tehnik anestesia) napas spontan dengan sungkup muka 2. TA napas spontan dengan pipa endotrakeal 3. TA dengan pipa endotrakeal dan napas kendali
Tehnik Anestesia Napas Terkendali dengan Pipa EndotrakealPipa endotrakeal dapat dimasukkan melalui oro atau nasotrakeal. Rata-rata yang digunakan no. 7.5 untuk pipa orotrakeal dan No. 7 untuk pipa nasotrakeal. Untuk anak ukuran ini ratarata sebesar jari kelingking. Dengan tehnik ini, pasien dalam keadaan terdepresi nafas sempurna, sehingga pasien membutuhkan bantuan nafas penuh.
Indikasi anestesi umum:1. Infant & anak usia muda 2. Dewasa yang memilih anestesi umum 3. Pembedahannya luas / ekstensif 4. Penderita sakit mental 5. Pembedahan lama 6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan 7. Riwayat penderita toksik/ alergi obat anestesi lokal 8. Penderita dengan pengobatan antikoagulan
Indikasi anestesi umum ETT dengan nafas terkendali :untuk tindakan operasi yang lama keadaan umum pasien cukup baik (ASA I dan ASA II) lambung harus kosong
Persiapan Obat1. Sedatif 4 Miloz (midazolam) : obat penenang (tranquilizer) Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi, dan pemeliharaan anestesi. DIbandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tua dengan perubahan organic otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus ditentukan secara hatihati. Efek obat timbul dalam 2menit setelah penyuntikan. Dosis premedikasi dewasa 0.07 0.10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. Pada orang tua dan pasien lemah dosisnya 0.025-0.05 mg/kgBB. Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan pernafasan, umumnya hanya sedikit. 2. Analgesik 2 Fentanil Fentanil ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100x morfin. Lebih larut dalam lemak dibanding petidin dan menembus sawar jaringan dengan mudah. Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama melewatinya. Dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilasi dan hidroksilasidan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin. Efek depresi napasnya lebih lama dibanding efek analgesinya. Dosis 1-3 ug/kgBB analgesinya kira-kira hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anestesia pembedahan daan tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-150 ul/kgBB digunakan untuk induksi anestesia dan pemeliharaan anestesia dengan kombinasi bensodiasepin dan anestetik inhalasi
dosis rendah, pada bedah jantung. Efek tak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol. 2 3. Induksi 2 Propofol (Recofol, diprivan) Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Propofol merupakan cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1ml=10mg) dan mudah larut dalam lemak. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis sedasi 25-100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun dosis untuk induksi maupun maintenance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang diberikan untuk pasien dewasa dibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bias secara suntikan bolus intravena atau secara kontinu melalui infuse, namun kecepatan pemberian harus lebih lambat daripada pemberian pada orang dewasa dibawah umur 55 tahun. Pada pasien dengan ASA III-IV dosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesan juga lebih lambat. 4. Muscle relaksan 2 Atracurium (notrixum) Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru, sifatnya tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang, dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna dan pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan, dosis 0,5 mg/kg BB, durasi 1530 menit. 5. Maintanance anestesi Isoflurane 1 Isomer dari enfluran dengan efek-efek samping yang minimal. Induksi dan masa pulih anestesia dengan isofluran cepat.
Sifat fisis: titik didih 58,5, koefisien partisi darah/gas 1.4, MAC 1.15% Farmakologi: Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesa teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner. N2O 1 N2O diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240C (NH4 NO3 2H2O + N2O) N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasikan dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 100% selama 5-10 menit. Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesic digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumothoraks, timpanoplasti. pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan
DISKUSIPada pasien dipilih untuk dilakukan tindakan anestesi umum dengan intubasi endotrakeal napas terkendali dengan pertimbangan keuntungan yang didapat dari tindakan anestesia tersebut. Keuntungan dari tindakan ini antara lain: Jalan nafas yang aman dan terjamin karena terpasang ETT Pasien akan merasa lebih nyaman karena dalam keadaan tertidur, serta terhindar dari trauma terhadap operasi. Kondisi pasien lebih mudah dikendalikan sesuai dengan kebutuhan operasi. Waktu pulih sadar lebih cepat dengan kondisi nafas spontan.
Akan tetapi, alasan yang paling utama dipilihnya tehnik anestesi ini ialah karena jenis operasi yang hendak dilakukan antara lain laparoskopik. Operasi laparoskopi akan mempengaruhi fungsi paru, berhubungan dengan tehnik laparoskopik yang antara lain ialah dengan memenuhi peritoenum dengan CO2 bertekanan tinggi. Tehnik ini mengakibatkan tekanan intraabdominal yang tinggi sehingga mendorong diaphragma ke atas. Perubahan ini akan lebih berat pada pasien dengan obesitas maupun pasien dengan riwayat kebiasaan merokok yang lama. Solubilitas tinggi CO2 meningkatkan absorpsi sistemik oleh vaskulatur peritoneum. Kelarutan CO2 yang tinggi serta tidal volume yang menurun akan menyebabkan compliance paru-paru yang menurun, sehingga meningkatkan level CO2 arterial dan menurunkan pH. Operasi laparoskopik sendiri dapat menggunakan berbagai tehnik anestesi, antara lain, infiltrasi dengan sedasi intravena, epidural, spinal atau anestesi umum. Akan tetapi, tehnik yang digunakan disini ialah anestesi umum dengan nafas terkendali karena berbagai alasan yang telah dipertimbangkan. Kerugian penggunaan epidural atau spinal dalam prosedur laparoskopi ialah karena memerlukan kelumpuhan otot secara total hingga segmen yang tinggi (T2) untuk mencegah iritasi terhadap diaphragma. Penggunaan tehnik anestesi umum dengan ETT dalam prosedur laparoskopi sangat digemari karena berbagai alasan, antara lain: Menurunkan risiko regurgitasi akibat tekanan intraabdominal yang tinggi. Keperluan untuk mengontrol ventilasi untuk mencegah hiperkapnea. Keperluan untuk mempertahankan tekanan puncak inspiratorik yang tinggi karena pengisian peritoneum dengan gas CO2.
Keperluan untuk kelumpuhan otot selama operasi untuk menurunkan tekanan insuflasi Memberikan visualisasi yang lebih baik. Mencegah gerakan pasien yang tidak diharapkan.
Setelah dipasang jalur intravena dengan cairan RL (ringer Laktat) sebagai loading mulai dimasukkan obat-obat premedikasi, midazolam 2,5 mg bertujuan untuk memberikan efek sedasi dan amnesia retrograde, fentanyl 50 mcg sebagai analgetik opioid, propofol 100 mg sebagai obat induksi anestesia, muscle relaksan dengan golongan non-depolarisasi jenis intermediete acting yaitu atrakurium dosis 30 mg, sebagai obat anestesi diberikan isofluran 2 % vol dengan tambahan O2 dan N2O dengan perbandingan 2:3.
KESIMPULANSebelum melakukan pembedahan elektif, pasien harus disiapkan supaya berada dalam keaadaan bugar. Oleh karena itu, pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu tetapi sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu harus dihindari. Pasien tergolong ASA 1 berdasarkan status fisik. Hal ini dikarenakan pasien tidak mempunyai kelainan organik, fisiologik, psikiatrik, dan biokimia. Pada operasi ini, digunakan anastesi umum dengan pemasangan ETT nafas terkendali supaya memastikan bahwa jalan nafas yang selalu berada dalam kondisi terbuka dan mendapatkan ventilasi yang adekuat selama operasi, serta mencegah terjadinya aspirasi atau regurgitasi yang dapat menjadi penyulit semasa operasi. Tehnik anestesi ini dapat juga digunakan untuk operasi dengan durasi yang lama dan pada kondisi-kondisi yang sulit untuk mempertahankan jalan nafas bebas dengan sungkup muka. Sejak insisi pertama kali dilakukan hinggga jahitan terakhir telah tercapai trias anestesia dengan pemberian obat-obatan anestesi seperti : fentanyl sebagai analgesik, atracurium sebagai relaksan, propofol sebagai induksi, dan isofluran sebagai obat anestesi inhalasi dan juga sebagai maintanance anastesia bekerja dengan baik. Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang recovery room. Pasien segera diperiksa nilai kesadarannya menggunakan Aldrette score. Penilaian tersebut mencakup penilaian terhadap kesadaran, warna kulit, aktivitas, kardiovaskuler dan respirasi. Pasien ini mendapat nilai 9/10 yang berarti pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan. Hasil tindakan anestesi yang baik didapatkan dengan persiapan yang baik dan tepat dengan dimulainya praanestesi, premedikasi, pemilihan teknik anestesi, pemilihan obatobatan anestesi serta melakukan pengawasan tanda-tanda vital selama operasi dan tindakan pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA1. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editors. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 1989. 2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002. 3. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology.3rd ed. Appleton & Lange Stamford 2002; 110-125 4. Miller RD. Anesthesia 5th ed Churchill Livingstone Philadelphia.2000; 1585-1610.