Epistaksis

download Epistaksis

If you can't read please download the document

description

kedokteran

Transcript of Epistaksis

278Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006278Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006EpistaksisDelfitri Munir, Yuritna Haryono, Andrina Y.M. RambeDepartemen Ilmu Keseha tan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala leherFakultas Kedokteran Universitas Sumatera UtaraAbstrak: Epistaksis adalah perdarahan yang keluar dari lubang hidung, rongga hidung dan nasofaring. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan lokal maupun sistemik dan sumber perdarahan yang paling sering adalah dari pleksus Kiessel-bach s. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium dan radiologik. Prinsip penanggulangan epistaksis adalah menghentikan perarahan, mencegah komplikasi dan kekambuhan. Epistaksis anterior ditanggulangi dengan kauter dan tampon anterior, sedangkan epistaksis posterior dengan tampon Bellocq dan ligasi arteri atau embolisasi.278Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006Abstract: Epistaxharynx. Etiologiesof epistaxis are lois Kiessel-bach splexus. Diagnostand laboratory.Management prinecurrent. Anteriorepistaxis is stoppaxis by posteriorpacking (Bellcoq)Keywords: epistakshapeType20fFlipH0fFlipV0posrelh2posrelv2shapePath4fFillOK0fFilled0lineWidth8890fArrowheadsOK1fBehindDocument0dxWrapDistLeft0dxWrapDistTop0dxWrapDistRight0dxWrapDistBottom0lineColor257278Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006

PENDAHULUANEpistaksis aberasal dari lubannasofaring dan mpara klinisi. Epimelainkan gej alahampir 90 % dapaEpistaksis ter10 tahun dan 50-8musim dingin dan kering. Di Amerika Serikat angka kejadian epistaksis dijumpai 1 dari 7 penduduk. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan wanita. Epistaksis bagian anterior sangat umum dijumpai pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis posterior sering pada orang tua dengan riwayat penyakit hipertensi atau arteriosklerosis.1,3Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis.2PATOFISIOLOGIPemeriksaan arteri kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah dan lanjut, terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darahringan kolagen.si darifibrosisnyang kompletrubahan tersebutntraksi pembuluhottunikamediaerdarahan yangyang lebih muda,rdarahansetelahhatkan area yangtipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh darah ini disebabkan oleh iskemia lokal atau trauma.3Berdasarkan lokasinya epistaksis dapat dibagi atas beberapa bagian, yaitu:1. Epistaksis anteriorMerupakan jenis epistaksis yang paling sering dijumpai terutama pada anak-anak dan biasanya dapat berhenti sendiri.2Perdarahan pada lokasi ini bersumber dari pleksus Kiesselbach (little area), yaitu anastomosis dari beberapa pembuluh darah di septum bagian anterior tepat di ujungposterosuperiorvestibulumnasi.1,4Perdarahan juga dapat berasal dari bagiandepan konkha inferior.1Mukosa padadaerah ini sangat rapuh dan melekat eratDelfitri Munir dkk.Epistaksis

Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006277

278Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006

pada tulang rawan dibawahnya.5 Daerah ini terbuka terhadap efek pengeringan udara inspirasi dan trauma. Akibatnya terjadi ulkus, ruptur atau kondisi patologik lainnya dan selanjutnya akan menimbulkan perdarahan .42. Epistaksis posteriorEpistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoid posterior. Pendarahan biasanyahebat danjarangberhenti dengan sendirinya. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakitkardiovaskuler. 2 Thornton (2005) melaporkan 81% epistaksis posterior berasal dari dinding nasal lateral.6ETIOLOGIEpistaksisdringan misalnyakuat, bersin,mtrauma yang heba Disamping itu jug gas yang merang pada pembedaha paranasal seper granuloma spesifi dapat juga menimberat dapattehemangioma, kar Tiwari (2005) hidung sebagai p biasa.8 Hipertensi seperti yang dij sering menyebab kambuh dan prog endokrin pada w kelainan darah p serta infeksi sisttifoid dan morbili sering juga menyebabkan epistaksis. Kelainankongenital yangseringmenyebabkan epistaksis adalah Rendu-OslerWeber disease. Disamping itu epistaksis dapat terjadi pada penyelam yang merupakan akibat perubahan tekanan atmosfer. 2,3,9DIAGNOSISAnamnesis dan menentukan lokasi sumber perdarahan serta menemukan penyebabnya harus segera dilakukan. Perdarahan dari bagian anterior kavum nasi biasanya akibat mencungkil hidung, epistaksis idiopatik, rinitis anterior danpenyakit infeksi. Sedangkan dari bagian posterior atau media biasanya akibat hipertensi, arteriosklerosis, fraktur atau tumor. Lakukan pengukuran tekanan darah dan periksa faktorpembekuan darah. Disamping pemeriksaan rutin THT, dilakukan pemeriksaan tambahan foto tengkorak kepala, hidung dan sinus paranasal, kalau perlu CT-scan.5PENATALAKSANAANTiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis.2Pasien yang datangdenganepistaksisdiperiksa dalam posisi duduk, sedangkan kalausudah terlalu lemah dibaringkan denganmeletakkanbantal di belakangpunggung,kecuali bila sudah dalam keadaan syok. Sumberperdarahan dicari dengan bantuan alat penghisapdarah. Kemudian g telah dibasahi an lidokain atau asukkan ke dalam tikan perdarahan ada saat tindakan arkan selama 3 - 5 apat ditentukan taknya di bagianis, yang terutamaan jumlah danksaan hematokrit,rah harus cepatm keadaan syok,iatasi.Jika adakoagulasi harustrombosit, masaoplastin (APTT),osis selanjutnyakebutuhan. Bilabanyak dan cepat,transfusi sel-seldarah merah (packed red cell)disampingpenggantian cairan.10A. Epistaksis Anterior1. KauterisasiSebelum dilakukan kauterisasi, rongga hidung dianestesi lokal dengan menggunakan tampon kapas yang telah dibasahi dengan kombinasi lidokain 4% topikal dengan epinefrin 1 : 100.000 atau kombinasi lidokain 4% topikal dan penilefrin 0.5 %.10 Tampon ini dimasukkan dalam rongga hidung dan dibiarkan selama 5 10 menit untuk memberikan efek anestesi lokal dan vasokonstriksi.5 Kauterisasi secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan larutan perak nitrat 20 30% atau dengan asam triklorasetat 10%.2 Becker (1994) menggunakan larutan asamDelfitri Munir dkk.Epistaksis

Tinjauan Pustaka

Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006277

278Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006

triklorasetat 40 70%.Setelahtampondikeluarkan, sumber perdarahan diolesi denganlarutan tersebut sampai timbul krusta yang berwarna kekuningan akibat terjadinya nekrosis superfisial. Kauterisasi tidak dilakukan pada kedua sisi septum, karena dapat menimbulkan perforasi. Selain menggunakan zat kimia dapat digunakanelektrokauterataulaser.5Yang(2005)menggunakanelectrokauterpada 90%kasusepistaksis yang ditelitinya.112. Tampon AnteriorApabila kauter tidakdapatmengontrolepistaksis atau bila sumber perdarahan tidakdapatdiidentifikasi,makadiperlukanpemasangantamponanteriordenganmenggunakan kapvaselin atau saldipertahankan sepasien diberikanVaghela (2005) mclip untuk penangB. Epistaksis PoPerdarahan ddiatasi, sebab bisulit dicari sumbeanterior.2 Epistadengan menggunatamponade , ligas1. Tampon PosProsedur inimemerlukan anedengan anestesi ltampon dapat menasofaring untukdarah ke nasofpemasangan tampertamasekalidengan menggunakan tampon yang diikat dengan tiga pita (band). Masukkan kateter karet kecil melalui hidung kedalam faring, kemudianujungnya dipegang dengan cunam dan dikeluarkan dari mulut agar dapat diikat pada kedua ujung pita yang telah disediakan. Kateter ditarik kembali melalui rongga hidung sehinggatampon tertarik ke dalam koana melalui nasofaring. Bantuan jari untuk memasukkan tampon kedalam nasofaring akan mempermudahtindakan ini.4,5 Apabila masih tampak perdarahan keluar dari rongga hidung, maka dapat pula dimasukkan tampon anterior ke dalam kavum nasi. Kedua pita yang keluar dari nares anterior kemudian diikat pada sebuah gulungan kain kasa didepan lubang hidung, supaya tampon yang terletak di nasofaring tidakbergerak. Pita yang terdapat di rongga mulut dilekatkan pada pipi pasien. Gunanya untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2 3 hari.22. Tampon BalonPemakaian tampon balon lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pemasangan tampon posterior konvensional tetapi kurang berhasil dalam mengontrol epistaksis posterior. Ada dua jenis tampon balon, yaitu: kateter Foley dan tampon balon yang dirancang khusus. Setelah bekuan darah dari hidung dibersihkan, tentukan asal perdarahan. Kemudian lakukananestesitopikalyangditambahkanvasokonstriktor. Kateter Foley no. 12 - 16 Fhidung sampaiKemudian balonsalin dan katetersehingga balonor. Jika dorongane atau bila terasangi tekanan padampon anterior danunakan kain kasahidung. Apabilaontrol perdarahan,tampon posterior.fektif untuk setiap dengan meligasi urpadabagiann dengan segera.sulit untuk arahan yang tepat au persisten. Adasiarteri yangmensuplai darah ke mukosa hidung.12a. Ligasi Arteri Karotis EksternaLigasi biasanya dilakukan tepat dibagian distal a. tiroid superior untuk melindungi suplai darah ke tiroid dan memastikan ligasi arteri karotis eksterna.12 Tindakan ini dapat dilakukan dibawah anestesi lokal. Dibuat insisi horizontal sekitar dua jari dibawah batas mandibula yang menyilangpinggiranteriorm.sternokleidomastoideus.Setelahflapsubplatisma dielevasi, m. sternokleidomastoideus di retraksi ke posterior dan diseksi diteruskan ke arah bawah menuju selubung karotis. Lakukan identifikasi bifurkasio karotiskemudian a. karotis eksterna dipisahkan. Dianjurkan untuk melakukan ligasi dibawah a. faringeal asendens, terutama apabila epistaksisDelfitri Munir dkk.Epistaksis

Tinjauan Pustaka

Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006277

278Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006

berasal daribagian posteriorhidungataunasofaring.1 Arterikarotiseksterna diligasidengan benang 3/0 silk atau linen.3b.Ligasi Arteri Maksilaris InternaLigasi arteri maksilaris internadapat

dilakukan dengan pendekatan transantral. Pendekatan ini dilakukan dengan anestesi lokal atau umum lalu dilakukan insisi Caldwell Luc dan buat lubang pada fosa kanina. Setelah dijumpai antrum maksila, secara hati-hati buang dinding sinus posterior dengan menggunakan pahat kecil, kuret atau bor, dimulai dari bagian inferior dan medial untuk menghindari trauma orbita. Setelah terbentuk jendela (window) pada tulang, lakukan insisi pada periostium posterior.Dengan operatinid dh itlakukan observasiyang menandakandan jaringanikdidiseksi dengaalligator clips, belectrocauter daninterna diidentifikmenggunakan ncabang-cabangnyadan masukkan taantibiotik selamaMaceri (198transoral untukPlane of buccingingivobukal.Jardan identifikasiprose ssus koronotumpul pada damaksila interna.dijepit atau diligapendekatan transoleh karenatraKelemahan dari pterletak lebih ke proksimal dibandingkan dengan pendekatan transantral sehingga lebih memungkinkan untuk terjadinya kegagalan.Komplikasi utama pendekatan ini adalah pembengkakan pipi dan trismus yang dapat berlangsung selama tiga bulan.1 Shah (25)menggunakan clip titanium pada arteri sphenopalatine untuk mengatasi epistaksis posterior. 15c.Ligasi Arteri EtmoidalisPerdarahan yang berasaldari bagian

superior konka media palingbaik diterapidengan ligasi a. etmoidalis anterior atau posterior, atau keduanya. Ligasi dilakukan pada tempat arteri keluar melalui foramen etmoidalis anterior dan posterior yang berada pada suturafrontoetmoid. Foramen etmoidalis anterior berada kira-kira 1,5 cm posterior dari krista lakrimalis posterior. Foramen etmoidalisposterior berada hanya 4 - 7 mm.sebelahanterior n. optikus. 1Insisi etmoid eksterna dilakukanuntukmencapai daerah ini. Retraktor orbita digunakanuntuk meretraksi periostium orbita dan sakus lakrimalis. Diseksi dilakukan disebelah posterior disepanjang garis sutura pada lamina subperiosteal. Dua klem arteri diletakkan pada a. etmoidalis anterior, dan rongga hidung dievaluasi kembali. Jika perdarahan berhenti, a. etmoidalis posterior tidak diganggu untuk menghindari trauma n. optikus. Tetapi bila perdarahan persisten, a.etmoidalis posteriordiidentifikasidandiklem.ntuk menghindariHid kk ik tsipertama kali bolisasi perkutan gan menggunakan uk epistaksis yangporan terakhir ngiografi dalam rahan. Merland, naan embolisasi ktasi hemoragikdantraumatik),morganasdanekamenjumpain embolisasi a.an ini lebih kan dengan ligasi arena terjadinyateri.Komplikasiisisfasialdanwajah dan trismuspa material telahdigunakan untuk embolisasi tetapi absorbable gelatin sponge merupakan zat yang paling sering digunakan. Walaupun tekhnik ini masih kontroversi, ada kesepakatan bahwa embolisasi pada penanganan epistaksis dilakukan bila terapi lainnya gagal dan apabila ada kontraindikasi untuk operasi.1DAFTAR PUSTAKA1.Abelson TI. Epistaksis dalam: Scaefer, SD. Rhinology and Sinus Disease AproblemOriented Aproach. St. Louis, Mosby Inc, 1998: 43 9.

1.Nuty WN, Endang M. Perdarahan hidung dan gangguan penghidu, Epistaksis. Dalam: Buku ajar ilmu penyakittelinga

Tinjauan Pustaka

278Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006

hidung tenggorok. Edisi 3. Jakarta, Balai Penerbit FK UI, 1998: 127 31.3.Watkinson JC. Epistaxis. Dalam: Mackay IS, Bull TR. Scott Browns Otolaryngology. Volume 4 (Rhinonology). Ed. 6 th . Oxford: Butterwort - Heinemann, 1997: 119.Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Alih bahasa staf ahli bagian THT FK UI. Jilid 1. Edisi 13. Jakarta, Binarupa Aksara,1994: 1 27, 112 6.

4.Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear, nose, and throatdisease, apocket

reference. Second Edition NewYorkThieme Medi 80 dan 2535.Thornton MA epistaxix:

bleeding site 115 (4): 588 3.Thuesen A Rasmussen Ugeskr Leage 6.Tiwari D, Pl Simons J. Pr nose: a rare c Age Ageing.

7.Sys L, van d Weber disea 2005. Vol. 11

3.Abelson TI. MM, Shum Meyerhoff W Ed. 3 rd.

Company, 1997: 1831 41.3.Yang DZ, Cheng JN, Han J, Shu P, ZhangH. Management of intactable epistaxis and bleeding points laokalization. Zhonghua Er Bi, 2005. Vol. 40 (5): 360 2.Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies buku ajar penyakit THT. Alih bahasa: Caroline W. Edisi VI. Jakarta. EGC Penerbit buku kedokteran, 1993: 224 37.

13. Vaghela HM. Using a swimmers nose clip in the treatment of epistaksis in the A&E departement. Accing Emerg Nurs, 2005, Vol. 13 (4): 261 3.14.Vaghela HM. Foley catheter posterior nasal packing. Clin Otolaryngol, 2005. Vol. 30 (2): 209 10.Shah AG, Stachler RJ, Krouse JH. Endoscopic ligation of the sphenopalatine artery as a primary management of severe posterior epistaxis in patiens with coagulopathy. Ear Nose Throat J. 2005. Vol. 84 (5): 296 7.