Endometriosis

53
BAB I PENDAHULUAN Endometriosis adalah suatu keadaan di mana jaringan endometrium yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Pada endometriosis jaringan ditemukan di luar kavum uteri dan di luar miometrium. Endometriosis umumnya ditemukan pada rongga peritoneum namun dapat juga ditemukan pada septum rekto-vaginal, ovarium, perikardium, pleura, dan traktus urinarius. (1,2,3,4,5) Gambar 1. Lokasi yang sering ditemukan adanya endometriosis (Dikutip dari kepustakaan 2) Gambaran klasik penyakit ini dapat berupa dysmenorrhea berat, dyspareunia, nyeri pelvis kronis, infertil, dan fatigue kronik. Berbagai teori telah 1

description

nnn

Transcript of Endometriosis

Page 1: Endometriosis

BAB I

PENDAHULUAN

Endometriosis adalah suatu keadaan di mana jaringan endometrium yang

masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Pada endometriosis jaringan

ditemukan di luar kavum uteri dan di luar miometrium. Endometriosis umumnya

ditemukan pada rongga peritoneum namun dapat juga ditemukan pada septum

rekto-vaginal, ovarium, perikardium, pleura, dan traktus urinarius. (1,2,3,4,5)

Gambar 1. Lokasi yang sering ditemukan adanya endometriosis(Dikutip dari kepustakaan 2)

Gambaran klasik penyakit ini dapat berupa dysmenorrhea berat,

dyspareunia, nyeri pelvis kronis, infertil, dan fatigue kronik. Berbagai

teori telah dipaparkan sejak lebih dari 100 tahun yang lalu untuk

menjelaskan patogenesis endometriosis. Teori-teori tersebut berkembang

dari teori perkembangan in-situ, implantasi, induksi, genetik, hormonal,

stres oksidatif hingga teori tentang keterlibatan sistem imun yang

mengarahkan endometriosis ini sebagai salah satu penyakit autoimun.

Namun sampai saat ini patogenesis dan penyebab pasti terjadinya

endometriosis belum dapat dimengerti sepenuhnya sehingga penelitian

lebih lanjut diperlukan untuk memahami patogenesis endometriosis yang

lebih baik (1,2,3)

1

Page 2: Endometriosis

BAB II

ENDOMETRIOSIS

A. Defenisi

Endometriosis adalah suatu keadaan di mana jaringan endometrium

yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Pada endometriosis

jaringan ditemukan di luar kavum uteri dan di luar miometrium. (1,2,3,4,5)

Endometriosis merupakan penyakit hormonal-dependent, biasanya terjadi

pada wanita usia reproduktif. Jaringan endometrial yang ditemukan di dalam

miometrium dikenali sebagai adenomiosis. (2,4)

B. Epidemiologi

Insiden endometriosis sulit untuk dinilai karena endometriosis

umumnya bersifat asimtomatik dan modalitas pencitraan kurang sensitif

untuk penegakan diagnosis. Metode primer untuk menegakkan diagnosis

endometriosis adalah laparoskopi dan pemeriksaan biopsi. Dengan

menggunakan standar diagnosis ini, insiden endometriosis dilaporkan sekitar

1,6 kasus per 1.000 perempuan yang berusia antara 15-49 tahun. Pada kasus

asimtomatik, prevalensi endometriosis berkisar antara 2-22%. Pada

kelompok perempuan infertil, prevalensi endometriosis berkisar antara 20-

50% dan pada kelompok yang berkeluhan nyeri pelvis berkisar antara 40-

50%.(2,5,6)

Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini

menunjukkan angka kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15

% dapat ditemukan antara semua operasi pelvik. Endometriosis jarang

didapatkan pada orang-orang Negro, lebih sering didapatkan pada wanita-

wanita dari golongan sosio ekonomi yang kuat. Yang menarik perhatian

ialah bahwa endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak

kawin pada usia muda, dan yang tidak mempunyai banyak anak. Rupanya

fungsi ovarium secara siklis yang terus menerus tanpa diselingi oleh

kehamilan, memegang peranan dalam terjadinya endometriosis. (1)

C. Anatomi

2

Page 3: Endometriosis

1. Uterus

Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah advokad atau pir

yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus 7 - 7,5 cm, lebar di tempat yang

paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri atas korpus uteri (2/3

bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah). Letak uterus dalam

keadaan fisiologis adalah anteversiofleksi (serviks ke depan dan membentuk

sudut dengan serviks uteri). Uterus terdiri atas korpus uteri (2/3 bagian atas)

dan serviks uteri (1/3 bagian bawah). Serviks uteri terbagi atas dua bagian

yaitu pars supravaginal servisis uteri dan pars vaginal servisis uteri yang

dinamakan porsio. Antara serviks uteri dan korpus disebut ismus uteri. (1,7)

Bagian atas uterus disebut fundus uteri, di mana tuba Fallopi kanan

dan kiri masuk ke uterus. Dinding uterus terdiri terutama atas miometrium,

yang merupakan otot polos berlapis tiga, sebelah luar longitudinal, sebelah

dalam sirkuler, dan antara kedua lapisan ini beranyaman. Miometrium dalam

keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi. Kavum uteri dilapisi

oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut endometrium.

Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan stroma dengan

banyak pembuluh pembuluh darah yang berkelok-kelok. Pertumbuhan dan

fungsi endometrium dipengaruhi sekali oleh hormon steroid ovarium. Di

luar, uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viscerale). Uterus mendapat

darah dari arteri uterina, ranting dari dari arteri iliaka interna, dan dari arteri

ovarika. (1,7)

Uterus sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis, tetapi

terfiksasi dengan baik oleh jaringan ikat dan ligamen yang menyokongnya.

Ligamentum yang menyokong uterus adalah seperti ligamentum Cardinal

(Mackenrodt) kanan dan kiri, yang terpenting yang mencegah uterus tidak

turun; ligamentum sakrouterina kanan dan kiri, yang menahan uterus supaya

tidak banyak bergerak; ligamentum rotundum kanan dan kiri, yang menahan

uterus dalam keadaan antefleksi; ligamentum latum kanan dan kiri, yang

meliputi tuba; dan ligamentum infundibulopelvikum kanan dan kiri yang

menahan tuba Falopii. (1)

3

Page 4: Endometriosis

Gambar 2. Uterus, tuba Fallopi, vagina dari arah posterior. Dikutip dari

kepustakaan 8

2. Tuba

Tuba Fallopi ialah saluran telur yang berasal dari duktus Mülleri. Rata-

rata panjang tuba berkisar 11 - 14 cm. Bagian yang berada di dinding uterus

dinamakan pars intertisialis, lateral dari itu (3 - 6 cm) terdapat pars isthmika

yang masih sempit (diameter 2 - 3 mm), dan lebih ke arah lateral lagi yaitu

pars ampullaris yang lebih lebar (diameter 4 - 10 mm) dan mempunyai

ujung terbuka menyerupai anemon yang disebut infundibulum. Bagian luar

tuba diliputi oleh peritoneum viserale, yang merupakan bagian dari

ligamentum latum. Otot di dinding tuba terdiri atas (dari luar ke dalam) otot

longitudinal dan otot sirkuler. Lebih ke dalam lagi terdapat mukosa yang

terdiri dari epitel kubik sampai silindris, yang berlipat-lipat ke arah

longitudinal dan terutama dapat ditemukan di bagian ampulla. (1)

4

Page 5: Endometriosis

Gambar 3. Uterus, tuba fallopi dan ovarium. Dikutip dari kepustakaan 8

3. Ovarium

Terdapat dua ovarium di tubuh wanita, masing-masing di kiri dan

kanan uterus, dilapisi mesovarium dan tergantung di bagian belakang

ligamentum latum. Bentuknya sebesar ibu jari tangan dengan ukuran

panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm. Sebagian besar

ovarium berada intraperitoneal dan tidak dilapisi oleh peritoneum. Pinggir

atasnya atau hilusnya berhubungan dengan mesovarium tempat

ditemukannya pembuluh-pembuluh darah dan serabut-serabut saraf untuk

ovarium. (1,7)

Struktur ovarium terdiri atas korteks dan medulla. Korteks , bagian

luar yang diliputi oleh epitelium germinativum berbentuk kubik dan di

dalamnya terdiri atas stroma serta folikel-folikel primordial. Medulla,

bagian disebelah dalam korteks tempat terdapatnya stroma dengan

pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf, dan sedikit otot polos.

Pada wanita diperkirakan sekitar 100 ribu folikel primer. Pada masa

reproduktif, tiap bulan satu folikel atau terkadang dua folikel akan

berkembang menjadi folikel de Graaf. Folikel yang matang ini terisi

5

Page 6: Endometriosis

dengan likuor follikuli yang mengandung estrogen, dan siap untuk

berovulasi. (1,7)

Gambar 4. Ovarium. Dikutip dari kepustakaan 9

D. Fisiologi

Endometrium adalah lapisan epitel yang melapisi rongga rahim.

Kelenjar dan stroma yang terdapat pada permukaan endometrium

mengalami perubahan yang siklik, bergantian antara pengelupasan dan

pertumbuhan baru setiap sekitar 28 hari. Ada dua lapisan; yaitu lapisan

fungsional letaknya superfisial yang akan mengelupas setiap bulan dan

lapisan basal tempat lapisan fungsional berasal yang tidak ikut mengelupas. (7)

Siklus haid terjadi sebagai akibat pertumbuhan dan pengelupasan

lapisan endometrium uterus. Perubahan endometrium dikontrol oleh siklus

ovarium. Rata-rata siklus 28 hari dan terdiri atas: (1) fase folikular, (2)

ovulasi, dan (3) pasca ovulasi atau fase luteal. Jika siklusnya memanjang,

fase folikularnya memanjang, sedangkan fase lutealnya tetap 14 hari. Siklus

6

Page 7: Endometriosis

haid normal karena (1) adanya hypothalamus-pituitary-ovarian endocrine

axis, (2) adanya respons folikel dalam ovarium, dan (3) fungsi uterus.(7)

Gambar 5. Siklus haid. Dikutip dari kepustakaan 2

A. Siklus Ovarium

1. Fase Folikular

Hari ke-1 – 8:

Pada awal siklus. Kadar FSH dan LH relative tinggi dan memacu

perkembangan 10 - 20 folikel dengan satu folikel domain. Folikel domain

tersebut tampak pada fase mid-follicular, sisa folikel mengalami atresia.

Relatif tingginya kadar FSH dan LH merupakan trigger turunnya estrogen

dan progesteron pada akhir siklus. Selama dan segera setelah haid kadar

7

Page 8: Endometriosis

estrogen relative rendah tapi mulai meningkat karena terjadi

perkembangan folikel. (7)

Hari ke-9 – 14:

Pada saat ukuran folikel meningkat lokalisasi akumulasi cairan

tampak sekitar sel granulose dan menjadi konfluen, memberikan

peningkatan pengisian cairan di ruang sentral yang disebut antrum yang

merupakan transformasi folikel primer menjadi sebuah Graafian folikel

dimana oosit menempati posisi eksentrik, dikelilingi oleh 2 sampai 3 lapis

sel granulose yang disebut cumulus ooforus. Perubahan hormon:

hubungannya dengan pematangan folikel adalah ada kenaikan yang

progresif dalam produksi estrogen (terutama estradiol) oleh sel granulosa

dari folikel yang berkembang. Mencapai puncak 18 jam sebelum ovulasi.

Karena kadar estrogen meningkat, pelepasan kedua gonadotropin ditekan

(umpan balik negatif) yang berguna untuk mencegah hiperstimulasi dari

ovarium dan pematangan banyak folikel. Sel granulosa juga menghasilkan

inhibin dan mempunyai implikasi sebagai faktor dalam mencegah jumlah

folikel yang matang.(7)

2. Ovulasi

Hari ke-14:

Ovulasi adalah pembesaran folikel secara cepat yang diikuti

dengan protrusi dari permukaan korteks ovarium dan pecahnya folikel

dengan ekstrusinya oosit yang ditempeli oleh cumulus ooforus. Pada

beberapa perempuan saat ovulasi dapat dirasakan adanya nyeri di fosa

iliaka. Perubahan hormon: estrogen meningkatkan sekresi LH (melalui

hipotalamus) mengakibatkan meningkatnya produksi androgen dan

estrogen (umpan balik positif). Segera sebelum ovulasi terjadi penurunan

kadar estradiol yang cepat dan peningkatan produksi progesteron. Ovulasi

terjadi dalam 8 jam dari mid-cycle surge LH. (7)

8

Page 9: Endometriosis

3. Fase Luteal

Hari ke-15 – 28:

Sisa folikel tertahan dalam ovarium dipenitrasi oleh kapilar dan

fibroblast dari teka. Sel granulose mengalami luteinisasi menjadi korpus

luteum. Korpus luteum merupakan sumber utama hormone steroid seks,

estrogen dan progesteron disekresi oleh ovarium pada fase pasca-ovulasi.

Korpus luteum meningkatkan produksi progesteron dan estradiol. Kedua

hormone tersebut diproduksi dari precursor yang sama. Selama fase luteal

kadar gonadotropin mencapai kadar nadir dan tetap rendah sampai terjadi

regresi korpus luteum yang terjadi pada hari ke-26 – 28. Jika terjadi

konsepsi dan implantasi, korpus luteum tidak mengalami regresi karena

dipertahankan oleh gonadotropin yang dihasilkan oleh trofoblas. Jika

konsepsi dan implantasi tidak terjadi korpus luteum akan mengalami

regresi dan terjadilah haid. (7)

B. Siklus Uterus

1. Fase Proliferasi

Selama fase folikular di ovarium, endometrium di bawah pengaruh

estrogen. Pada akhir haid proses regenerasi berjalan dengan cepat. Saat ini

disebut fase proliferasi, kelenjar tubular yang tersusun rapi sejajar dengan

sedikit sekresi.(7)

2. Fase Sekretoris

Setelah ovulasi, produksi progesteron menginduksi perubahan sekresi

endometrium. Tampak sekretori dari vakuol dalam epitel kelenjar di

bawah nucleus, sekresi maternal ke dalam lumen kelenjar dan menjadi

berkelok-kelok. (7)

3. Fase Menstruasi

9

Page 10: Endometriosis

Normal fase luteal berlangsung selama 14 hari. Pada akhir fase ini

terjadi regresi korpus luteum yang ada hubungannya dengan menurunnya

produksi estrogen dan progesterone ovarium. Penurunan ini diikuti oleh

kontraksi spasmodik yang intens dari bagian arteri spiralis kemudian

endometrium menjadi iskemik dan nekrosis, terjadi pengelupasan lapisan

superfisial endometrium dan terjadilah perdarahan. Vasospasme terjadi

karena adanya produksi local prostaglandin. Prostaglandin juga

meningkatkan kontraksi uterus bersamaan dengan aliran darah haid yang

tidak membeku karena adanya aktivitas fibrinolitik lokal dalam pembuluh

darah endometrium yang mencapai puncaknya saat haid. (7)

E. Etiologi dan Patomekanisme

Walaupun penyebab pasti dari endometriosis masih belum diketahui,

terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan. (2)

1. Teori Menstruasi Retrograd

Teori yang paling awal dan paling banyak diterima secara meluas

berhubungan dengan menstruasi retrograd melalui tuba fallopi dengan

penyebaran jaringan endometrial di dalam kavum peritoneal. Teori

menstruasi retrograd atau juga dikenal sebagai teori transplantasi yang

pertama kali dikemukakan oleh Sampson pada tahun 1927. Menurut teori

ini, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali (regurgitasi)

melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam

darah haid didapati sel-sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel

endometrium yang masih hidup ini kemudian dapat mengadakan

implantasi di pelvis. (1,2,9,10,11)

2. Teori Penyebaran Limfatik atau Hematogen

Bukti juga mendukung konsep endometriosis yang berasal dari penyebaran

limfatik atau vaskular dari jaringan endometrium. Temuan endometriosis

di lokasi yang tidak biasa, seperti perineum atau pangkal paha,

memperkuat teori ini. Daerah retroperitoneal memiliki sirkulasi limfatik

10

Page 11: Endometriosis

yang banyak. Dengan demikian, pada kasus-kasus di mana tidak ada

ditemukan implantasi peritoneal, tetapi semata-mata merupakan lesi

retroperitoneal yang terisolasi, diduga menyebar secara limfatik. Selain

itu, kecenderungan adenokarsinoma endometrium untuk menyebar melalui

jalur limfatik menunjukkan endometrium dapat diangkut melalui jalur ini.

Meskipun teori ini tetap menarik, namun sedikit studi yang melakukan

eksperimen untuk mengevaluasi bentuk transmisi endometriosis ini. (2,9,11)

3. Teori Metaplasia Selomik

Teori ini menyatakan bahwa peritoneum parietalis adalah jaringan

pluripotensial yang bisa mengalami perubahan metaplasia sehingga secara

histology jaringan tersebut sulit dibedakan dengan endometrium yang

normal. (2,9,10,11)

Perubahan metaplasia ini dirangsang sebelumnya oleh beberapa

faktor seperti infeksi, hormonal dan rangsangan induksi lainnya. Teori ini

menarik pada kasus endometriosis tanpa adanya menstruasi, seperti pada

wanita premenarke dan menopause, dan pada laki-laki dengan karsinoma

prostat diterapi dengan estrogen dan orchiektomi. Namun, tidak adanya

endometriosis pada jaringan lain yang berasal dari epitel selom menentang

teori ini. (2)

Teori lain mengenai histogenesis endometriosis dilontarkan oleh

Robert Meyer. Pada teori ini dikemukakan bahwa endometriosis terjadi

karena rangsangan pada sel-sel epitel berasal dari selom yang dapat

mempertahankan hidupnya di daerah pelvis. Rangsangan ini akan

menyebabkan metaplasi dari sel-sel epitel itu, sehingga terbentuk jaringan

endometrium. Teori dari Robert Meyer akhir-akhir ini semakin banyak

penantangnya. Di samping itu masih terbuka kemungkinan timbulnya

endometriosis dengan jalan penyebaran melalui jalan darah atau limfe, dan

dengan implantasi langsung dari endometrium pada saat operasi. (1)

4. Teori induksi

11

Page 12: Endometriosis

Teori induksi menjelaskan bahwa beberapa hormon dan

faktor biologis dapat menginduksi diferensiasi sel-sel dalam

jaringan endometrium. Substansia-substansia ini dapat bersifat

eksogen atau dapat dikeluarkan langsung dari endometrium. Suatu

studi in vitro yang dilakukan oleh Matsuura, 1999 menemukan

bahwa epitel permukaan ovarium berpotensial mengalami

transformasi menjadi lesi endometriotik sebagai respon dari

rangsangan estrogen. (2,9,10)

a. Hormonal Dependence

Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan

endometriosis adalah faktor hormon estrogen. Walaupun

sebagian besar estrogen diproduksi oleh ovarium namun

beberapa jaringan perifier juga diketahui membentuk estrogen

melalui aromatisasi androgen ovarium dan adrenal. Implantasi

endometriosis menghasilkan aromatase dan 17β-hidroksisteroid

dehidrogenase tipe 1 yang merupakan suatu enzim yang

berperan dalam konversi androstenedion menjadi estron dan

estron menjadi estradiol. Implant tersebut bersifat defisit 17β-

hidroksisteroid dehidrogenase tipe 2 yang merupakan estrogen

inaktif. Kombinasi enzim-enzim ini menyebabkan implant

berada pada lingkungan estrogenik (fenomena intrakrin). (2)

Sebailknya, endometrium normal tidak menghasilkan

aromatase dan memiliki kadar 17β-hidroksisteroid

dehidrogenase tipe 2 yang lebih tinggi sebagai respon terhadap

progesteron. Progesteron bekerja secara antagonis dengan

melemahkan efek estrogen di endometrium normal selama fase

luteal pada siklus menstruasi. Endometriosis adalah keadaan

dimana terjadi manifestasi resistensi relatif terhadap progesteron

sehingga stimulasi estrogen pada jaringannya tidak dihambat. (2)

Prostaglandin E2 (PGE2) adalah penginduksi aktivitas

aromatase paling poten di sel stroma endometrium. Estradiol

12

Page 13: Endometriosis

diproduksi sebagai respon peningkatan aktivitas aromatase

melalui stimulasi jalur siklooksigenase tipe 2 (COX-2) di sel

endometrium uterus. Keadaan ini memicu umpan balik positif

terhadap efek estrogen di endometrium. (2)

b. Peranan sistem imun

Endometriosis dihubungkan dengan meningkatnya aktivitas

inflamasi. Peningkatan petanda inflamasi pada serum dan cairan

peritoneum telah diamati pada berbagai penelitian. Nyeri pelvis

merupakan salah satu gejala endometriosis yang dapat diredakan

melalui pemberian obat anti-inflamasi sehingga hal ini

mendukung adanya kontribusi inflamasi kronik terhadap

patogenesis endometriosis. (2)

Walaupun sebagian besar perempuan pernah mengalami

menstruasi retrograde namun hanya pada beberapa perempuan

yang berkembang menjadi endometriosis. Jaringan menstruasi

dan endometrium yang mengalami refluks ke dalam cavum

peritoneum umumnya akan dibersihkan oleh sel-sel imunitas

seperti makrofag, natural killer (NK) cells, dan limfosit. Adanya

disfungsi sistem imun dapat memicu terjadinya endometriosis.

Kegagalan imunitas humoral, seluler, growth factor, dan

cytokine signaling dapat ditemukan pada jaringan

endometriosis. Fasciani dkk menunjukkan secara in vitro bahwa

sel endometrium yang mengalami eksplantasi akan

berproliferasi dan menginvasi secara 3 dimensi matriks fibrin

sehingga mencetus formasi kelenjar, stroma, dan vaskuler baru

sebagai permulaan endometriosis. (2)

Makrofag yang berperan sebagai sel fagosit akan meningkat

jumlahnya pada cavum peritoneum penderita endometriosis.

Walaupun secara teori makrofag berperan untuk menghambat

proliferasi jaringan endometium namun pada keadaan ini,

makrofag sebaliknya memberi efek stimulasi pada jaringan

13

Page 14: Endometriosis

endometrium. Hal ini dihubungkan dengan gangguan fungsi

makrofag (bukan penurunan jumlah). (2)

Natural killer (NK) cells adalah sel imun yang memiliki sifat

sitotoksik terhadap benda asing. Pada penderita endometriosis,

jumlah natural killer (NK) cells di cairan peritoneum tidak

berubah namun aktivitasnya yang terhambat. Imunitas selular

juga mempengaruhi perkembangan endometriosis. Normalnya,

jumlah kadar limfosit pada cairan peritoneum sama dengan

kadar pada pembuluh darah perifer namun pada penderita

endometriosis terjadi peningkatan kadar limfosit pada ciran

peritoneum disertai gangguan fungsi limfosit. (2)

Imunitas humoral juga dapat berperan pada perkembangan

endometriosis. Antibodi endometriosis IgG meningkat pada

penderita endometriosis. Suatu penelitian mengidentifikasi

autoantibodi IgA dan IgG pada endometrium, jaringan ovarium,

serviks, dan sekresi vagina penderita endometriosis. Hal ini

dapat mengarahkan endometriosis sebagai bagian dari penyakit

imunitas. (2)

F. Faktor risiko

Dari beberapa teori penyebab endometriosis yang dikemukakan

beberapa pustaka juga memaparkan faktor-faktor resiko yang terdapat pada

endometriosis:

1. Genetik

Adanya pengaruh genetik terhadap patogenesis endometriosis telah

berulang kali dilaporkan. Penelitian yang telah dilakukan melaporkan

bahwa adanya abnormalitas genetik berkontribusi dalam perkembangan

endometriosis. Faktor genetik terhadap endometriosis pertama kali

dipaparkan oleh Fred pada tahun 1957 melalui penelitiannya terhadap

hewan primata dimana dilaporkan bahwa predisposisi genetik

14

Page 15: Endometriosis

berpengaruh terhadap endometriosis. Sejak 20 tahun yang lalu, telah

diketahui bahwa resiko menderita endometriosis 6 kali lebih tinggi pada

perempuan yang memiliki garis keluarga tingkat I dengan endometriosis

berat dibandingkan dengan perempuan yang tidak memiliki relasi.(12)

Endometriosis dengan pola poligenik memiliki prevalensi sebesar

4-9% pada garis keturunan tingkat I. Meskipun kondisi monozigot tidak

dapat menjamin 100% menderita endometriosis namun angka kejadian

monozigot yang menderita endometriosis lebih tinggi dibandingkan

dizigot. Beberapa penelitian menggunakan analisis uji silang pada

beberapa gen yang berpotensi memiliki pengaruh terhadap

endometriosis. Beberapa gen tersebut berperan dalam pengkodean

enzim-enzim detoksifikasi yang meningkat pada lingkungan yang

terstimulasi. Polimorfisme komponen kompleks reseptor dioxin dan gen-

gen yang berperan dalam detoksifikasi berperan dalam endometriosis

stadium berat.(12)

Endometriosis adalah penyakit yang dipengaruhi oleh estrogen.

Hal ini memungkin variasi genetik melalui peningkatan efek estrogen

pada lesi endometriosis dapat mempengaruhi perkembangan penyakit

ini. Implantasi endometrium ektopik mengekspresikan reseptor estrogen

(ERs) yang responsif terhadap stimulasi estrogen. Polimorfisme gen ER

berulang kali dihubungkan dengan endometriosis. Penelitian yang

dilakukan oleh Luisi dkk memaparkan adanya korelasi PvuII,

polimorfisme XbaI ER-α, dan polimorfisme AluI ER-β dengan

gambaran klinis serta prognosis endometriosis berulang pada wanita usia

produktif. Mereka memaparkan bahwa perempuan dengan alel

polimorfik ER-α memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan

perempuan dengan genotip lainnya sehingga dapat disimpulkan bahwa

adanya polimorfisme gen ER-α merupakan salah satu faktor resiko

endometriosis dan adanya rekurensi endometriosis melalui peningkatan

aktivitas ER-α.(12)

2. Cacat Anatomi

15

Page 16: Endometriosis

Obstruksi saluran reproduksi dapat menjadi predisposisi

perkembangan endometriosis, kemungkinan melalui eksaserbasi

menstruasi retrograd. Dengan demikian, endometriosis telah

diidentifikasi pada wanita dengan selaput dara imperforata dan septum

vagina transversal. Karena asosiasi ini, laparoskopi diagnostik untuk

mengidentifikasi dan mengobati endometriosis disarankan pada saat

operasi korektif untuk banyak anomali. Perbaikan cacat anatomi tersebut

dilakukan untuk mengurangi risiko pengembangan endometriosis. (2)

3. Polusi Lingkungan

Ada banyak penelitian menunjukkan paparan polusi lingkungan

mungkin memainkan peran dalam perkembangan endometriosis. Polusi

yang paling sering adalah 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioksin (TCDD)

dan senyawa dioxinlain. Pada saat berikatan, TCDD mengaktifkan

reseptor aril hidrokarbon. Fungsi reseptor ini sebagai faktor transkripsi

dasar, dan mirip dengan kelompok reseptor hormon steroid protein,

mengarahkan ke berbagai transkripsi gen. Akibatnya, TCDD dan

senyawa dioxin lain bisa merangsang endometriosis melalui peningkatan

jumlah interleukin, aktivasi enzim sitokrom P-450 seperti aromatase, dan

perubahan dalam remodeling jaringan. Selain itu, TCDD dalam

hubungannya dengan kehadiran estrogen untuk merangsang

pembentukan endometriosis, dan dengan adanya TCDD untuk

memblokir progesteron yang menginduksi regresi endometriosis. (2)

Dalam lingkungan, TCDD dan senyawa dioxin adalah limbah

pengolahan produk industri. Mengkonsumsi makanan yang

terkontaminasi atau kontak yang tidak disengaja adalah bentuk paparan

yang paling sering terjadi. Meskipun endometriosis dan TCDD pada

awalnya dikaitkan dengan binatang primata, studi pada manusia juga

mencatat prevalensi endometriosis lebih tinggi pada wanita dengan

konsentrasi dioxin dalam ASI (air susu ibu) yang tinggi. Selain itu, studi

selanjutnya telah menunjukkan jumlah dioxin serum lebih tinggi pada

16

Page 17: Endometriosis

wanita infertil dengan endometriosis dibandingkan dengan infertil

kontrol. (2)

4. Stres oksidatif

Stres oksidatif terjadi akibat adanya gangguan pada produksi

spesies oksigen reaktif (ROS) dan pertahanan antioksidan. Target selular

ROS adalah lipid, protein, asam nukleat, dan karbohidrat. Proses

perbaikan sel-sel yang rusak melibatkan antioksidan enzimatik non-

enzimatik. Superoksida dismutase, katalase, dan glutation perioksidase

adalah antioksidan enzimatik. Antioksidan non-enzimatik meliputi

vitamin E, vitamin C, taurin, dan glutation. Produksi berlebih ataupun

gangguan eliminasi ROS menyebabkan peningkatan stres oksidatif yang

dapat mencetus perkembangan berbagai penyakit seperti endometriosis.(12)

Stres oksidatif pada cairan peritoneum diinisiasi oleh sel-sel

inflamasi dan substrat debris selular selain itu, stres oksidatif sistemik

dapat memperburuk stres oksidatif lokal pada endometriosis pelvis. Pada

penderita endometriosis, kelebihan Fe didapatkan pada cavum

peritoneum, cairan peritoneum, lesi endometriosis, peritoneum, dan

makrofag. Kelebihan Fe menyebabkan mekanisme stres oksidatif

berperan pada perkembangan endometriosis. Fe dan NF-κB ditemukan

dan berperan pada perkembangan endometriosis sehingga jalur

patogenesis ini merupakan salah satu target terapi masa depan. Selain

itu, lingkungan toksik seperti dioksin dapat menginduksi respon

inflamasi endometriosis yang mencetus perkembangan endometriosis. Di

sisi lain, kegagalan mekanisme pertahanan terhadap stres oksidatif

dilaporkan pada penderita endometriosis. Serum paraoksonase-1

(Lipoprotein yang mencegah modifikasi oksidatif kolesterol low-density

lipoprotein (LDL)) ditemukan penurunan kadarnya pada penderita

endometriosis. Pokak dkk menemukan peningkatan kadar LDL

teroksidasi (ox-LDL) cairan peritoneum pada penderita endometriosis

stadium berat.(12)

17

Page 18: Endometriosis

Suplementasi antioksidan dapat menurunkan stres oksidatif pada

penderita endometriosis. Mier-Cabrera dkk mengukur kadar petanda

stres oksidatif perifer pada penderita endometriosis dan menyimpulkan

bahwa suplementasi vitamin C dan vitamin E menurunkan konsentrasi

petanda-petanda ini. Penderita endometriosis dilaporkan mendapat

asupan antioksidan yang lebih rendah dibandingkan orang sehat. Setelah

pemberian diet antioksidan tinggi tersebut, terjadi penurunan stres

oksidatif perifer dan petanda antioksidan meingkat pada penderita

endometriosis.(12)

g. Diagnosis

Diagnosis biasanya dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan

fisik, dipastikan dengan pemeriksaan laparoskopi. Kuldoskopi kurang

bermanfaat terutama jika kavum Douglasi ikut serta dalam endometriosis.

Pada endometriosis yang ditemukan pada lokasi seperti forniks vaginae

posterior, perineum, parut laparotomi, dan sebagainya, biopsi dapat memberi

kepastian mengenai diagnosis. (1)

1. Anamnesis

Wanita dengan endometriosis bisa tanpa gejala, namun ada juga

wanita dengan endometriosis yang memberikan gejala-gejala yang sering

dan tipikal seperti nyeri pelvik kronik dan infertilitas. (2) Gejala-gejala yang

sering ditemukan pada penyakit ini ialah seperti 1) nyeri perut bawah yang

progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama haid (dismenore); 2)

dispareunia; 3) nyeri waktu defekasi, khususnya pada waktu haid; 4) poli-

dan hipermenorea; 5) infertilitas. (1,3,10,11)

2. Pemeriksaan Fisis

Endometriosis merupakan penyakit yang sering bermanifestasi di

daerah pelvis. Biasanya tidak ditemukan kelainan saat inspeksi visual. (2)

Pada pemeriksaan bimanual, dapat ditemukan nyeri tekan pada

nodul di forniks posterior vagina dan ligament uterosakral serta nyeri saat

gerakan uterus. Posisi uterus mungkin menetap dan retroversi karena adhesi

18

Page 19: Endometriosis

pada kavum Douglasi. Pemeriksaan spekulum juga dapat dilakukan untuk

menilai ada tidaknya lesi kebiruan atau kemerahan pada serviks atau forniks

posterior. Pada endometriosis yang ditemukan pada lokasi seperti forniks

vaginae posterior, perineum, parut laparotomi, dan sebagainya, biopsi dapat

memberikan kepastian mengenai diagnosis. (1,2)

Pada pemeriksaan ginekologi, khususnya pada pemeriksaan

vaginorektoabdominal, ditemukan pada endometriosis ringan pada benda-

benda padat sebesar butir beras sampai butir jagung di kavum douglas dan

pada ligamentum sakrouterinum dengan uterus dalam retrofleksi dan

terfiksasi. (1)

1. Pemeriksaan tambahan dan penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pada endometriosis, pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk

menyingkirkan penyebab lain nyeri pelvik. Pemeriksaan darah rutin, urin

rutin, kultur urin dan vaginal swab mungkin diperlukan untuk

menyingkirkan infeksi atau penyakit menular seksual penyakit infeksi

panggul. (2)

Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak memberikan

tanda yang khas, hanya apabila ada darah dalam tinja atau air kencing pada

waktu haid dapat menjadi petunjuk tentang adanya endometriosis pada

rektosigmoid atau kandung kencing. Sigmoidoskopi dan sistoskopi dapat

memperlihatkan tempat perdarahan pada waktu haid. (1)

Selain itu, serum antigen kanker CA-125 sering meningkat pada

wanita dengan endometriosis. Namun, marker ini juga meningkat pada

penyakit pelvik lain dan mempunyai spesifitas yang kecil dalam diagnosis

endometriosis. (2,10)

b. Pemeriksaan Radiologi

Pembuatan foto Roentgen dengan memasukkan barium dalam

kolon dapat memberikan gambaran dengan filling defect pada rektosigmoid

19

Page 20: Endometriosis

dengan batas-batas yang jelas dan mukosa yang utuh. Laparoskopi

merupakan pemeriksaan yang sangat berguna untuk membedakan

endometriosis dari kelainan-kelainan di pelvis. Untuk menentukan berat

ringan endometriosis digunakan klasifikasi dari American Fertility Society. (1,7)

Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal telah digunakan

dalam membantu mendiagnosis endometriosis. Walaupun USG transvaginal

digunakan untuk mengevaluasi gejala terkait endometriosis dan akurat

dalam mendeteksi endometrioma, gambaran endometriosis superfisial dan

adhesi endometriotik yang didapatkan tidak adekuat. Teknik radiologi

lainnya seperti CT-Scan, dan MRI, dapat digunakan hanya untuk sebagai

konfirmasi tambahan saja, tapi tidak dapat digunakan sebagai alat bantu

diagnosis utama, karena selain biaya lebih mahal dari USG, informasi yang

diberikan masih dapat kurang jelas. (2)

c. Pemeriksaan Laparoskopi

Diagnosis pasti endometriosis hanya dapat ditegakkan dengan

pemeriksaan laparoskopi dan pemeriksaan histopatologik. Gambaran dari

endometriosis pada pemeriksaan laparoskopi ini sangat variable dan bisa

ditemukan berwarna merah, putih dan hitam. Lesi berwarna gelap karena

adanya pigmentasi oleh penumpukan hemosiderin dari debris menstruasi

yang terperangkap. Lesi merah dan putih sering dihubungkan dengan

temuan histologik pada endometriosis. Lesi endometriosis juga dapat

berbeda secara morfologi dan bisa ditemukan secara superfisial maupun

menginvasi jauh ke peritoneum dan organ pelvis. (2) Gambaran klasik

endometriosis yaitu kista berwarna ‘blue-black powder-burn’. Selain itu,

dapat juga ditemukan lesi non-klasik yaitu gambaran lesi berwarna merah,

putih, tidak berpigmen dan vesikuler. Lesi merah merupakan tipe

endometriosis yang aktif. (11)

20

Page 21: Endometriosis

Gambar 6. Terdapat lesi endometriosis berwarna merah dan putih yang

ditemukan pada saat laparoskopi di daerah peritoneum pelvik. dikutip dari

kepustakaan 2

d. Pemeriksaan Histopatologik

Gambaran mikroskopik dari endometriosis sangat variabel. Lokasi

yang sering ialah pada ovarium, dan biasanya didapati pada kedua

ovarium. Pada ovarium tampak kista-kista biru kecil sampai kista besar

berisi darah tua menyerupai coklat (disebut kista coklat atau

endometrioma). (1)

Darah tua dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada dinding kista,

dan dapat menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan

uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat kadang-kadang dapat

mengalir dalam jumlah banyak ke dalam rongga peritoneum karena

robekan dinding kista, dan menyebabkan akut abdomen. Tuba pada

endometriosis biasanya normal. Pada salah satu atau kedua ligamentum

sakrouterinum, kavum Douglasi, dan permukaan uterus sebelah belakang

dapat ditemukan satu atau beberapa bintik sampai benjolan kecil yang

berwarna kebiru-biruan. Juga pada permukaan sigmoid atau rektum

seringkali ditemukan benjolan yang berwarna kebiru-biruan ini. Sebagai

akibat dari timbulnya perdarahan pada waktu haid dari jaringan

21

Page 22: Endometriosis

endometriosis, mudah sekali timbul perlekatan antara alat-alat di sekitar

kavum Douglasi. (1)

Pada pemeriksaan histopatologik ditemukan ciri-ciri khas

endometriosis, yaitu kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium, dan

perdarahan bekas dan baru berupa eritrosit pigmen hemosiderin dan sel-sel

radang dan jaringan ikat, sebagai reaksi jaringan normal di sekelilingnya

(jaringan endometriosis). (1,2)

Gambar 7. Endometriosis kolonik. Tampak kelenjar dan stroma endometrium

pada submukosa kolon. Dikutip dari kepustakaan 2

3. Klasifikasi

Cara yang paling utama untuk mendiagnosis endometriosis adalah

dengan visualisasi lesi endometriosis dengan laparoskopi, dengan atau

tanpa pemeriksaan histologi. Sistem klasifikasi yang paling luas digunakan

adalah klasifikasi dari American Fertility Society. Sistem ini berdasarkan

gambaran klinis, ukuran dan kedalaman implantasi pada ovari dan

peritoneum; kewujudan, penjalaran dan tipe adhesi adneksa; derajat

obliterasi cul-de-sac. Parameter seperti derajat nyeri dan infertilitas tidak

dimasukkan. Tambahan pula identifikasi visual endometriosis ini tidak

22

Page 23: Endometriosis

akurat pada kebanyakan kasus; oleh itu sistem klasifikasi ini hanya untuk

penggunaan praktis harian. (2,13)

Gambar 8. Klasifikasi Endometriosis oleh ‘The American Fertility Society’.

Dikutip dari kepustakaan 13

4. Diagnosis Banding

Adenomiosis uteri, radang pelvik dengan tumor adneksa dapat

menimbulkan kesukaran dalam diagnosis. Pada kelainan di luar endometriosis

jarang terdapat perubahan-perubahan berupa benjolan kecil di kavum

Douglasi dan ligamentum sakrouterinum. Kombinasi adenomiosis uteri atau

mioma uteri dengan endometriosis dapat pula ditemukan. Endometriosis

ovarii dapat menimbulkan kesukaran diagnosis banding dengan kista ovarium.(1)

23

Page 24: Endometriosis

5. Penanganan

Penanganan endometriosis terdiri atas pencegahan, pengawasan

saja, terapi hormonal, pembedahan dan radiasi. (1)

1. Pencegahan

Meigs berpendapat bahwa kehamilan adalah cara pencegahan

yang paling baik untuk endometriosis. Gejala-gejala endometriosis

memang berkurang atau hilang pada waktu dan sesudah kehamilan

karena regresi endometrium dalam sarang-sarang endometriosis. Oleh

sebab itu hendaknya perkawinan jangan ditunda terlalu lama, dan

sesudah perkawinan hendaknya diusahakan supaya mendapat anak-

anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sikap

demikian itu tidak hanya merupakan profilaksis yang baik terhadap

endometriosis, melainkan menghindari terjadinya infertilitas sesudah

endometriosis timbul. Selain itu jangan melakukan pemeriksaan yang

kasar atau melakukan kerokan pada waktu haid, oleh karena hal itu

dapat menyebabkan mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dan ke

rongga panggul. (1)

2. Observasi dan pemberian analgetika

Pengobatan untuk endometriosis bergantung pada gejala khusus

wanita itu, tingkat keparahan gejala, lokasi lesi endometriosis, tujuan

untuk pengobatan, dan keinginan untuk melestarikan kesuburan masa

depan. (2)

Pengobatan ekspektatif ini akan berguna bagi wanita-wanita

dengan gejala dan kelainan fisik yang ringan. Pada wanita yang sudah

agak berumur, pengawasan itu bisa dilanjutkan sampai menopause,

karena sesudah itu gejala-gejala endometriosis hilang sendiri. Sikap

yang sama dapat diambil pada wanita yang lebih muda, yang tidak

mempunyai persoalan tentang infertilitas, akan tetapi pada wanita yang

ingin mempunyai anak, jika setelah ditunggu 1 tahun tidak terjadi

24

Page 25: Endometriosis

kehamilan, perlu dilakukan pemeriksaan secara periodik dan teratur

untuk meneliti perkembangan penyakitnya dan jika perlu mengubah

sikap ekspektatif. Dalam masa observasi ini dapat diberi pengobatan

paliatif berupa pemberian analgetika untuk mengurangi rasa nyeri. (1)

Terapi analgesik yang sering digunakan untuk penderita

endometriosis adalah obat anti inflamasi non steroid (NSAID). NSAID

menghambat siklooksigenase isoenzim 1 dan 2 (COX-1 dan COX-2),

dan dalam kelompok ini, COX-2 inhibitor selektif menghambat COX-

2 isoenzim. Enzim ini bertanggung jawab untuk sintesis prostaglandin

yang terlibat dalam rasa sakit dan peradangan yang terkait dengan

endometriosis. Obat anti-inflamasi nonsteroid menjadi lini pertama

terapi pada wanita dengan dismenorea primer atau nyeri panggul

sebelum konfirmasi laparoskopi endometriosis, dan pada wanita

dengan gejala rasa sakit yang minimal atau ringan yang berhubungan

dengan endometriosis diketahui. Jenis NSAID yang umum digunakan

yaitu ibuprofen dan asam mefenamat. (2)

3. Pengobatan hormonal

Sebagai dasar pengobatan hormonal endometriosis ialah bahwa

pertumbuhan dan fungsi jaringan endometriosis, seperti jaringan

endometrium yang normal, dikontrol oleh hormon-hormon steroid. Hal

ini didukung oleh data klinik maupun laboratorium. Data klinik

tersebut adalah: (1)

a. Endometriosis sangat jarang timbul sebelum menars,

b. Menopause, baik alami maupun karena pembedahan, biasanya

menyebabkan kesembuhan,

c. Sangat jarang terjadi kasus endometriosis baru setelah

menopause, kecuali jika ada pemberian estrogen eksogen.

Prinsip pertama pengobatan hormonal endometriosis adalah

menciptakan lingkungan hormon rendah estrogen dan asiklik. Kadar

estrogen yang rendah menyebabkan atrofi jaringan endometriosis.

Keadaan yang asiklik mencegah terjadinya haid, yang berarti tidak

25

Page 26: Endometriosis

terjadi pelepasan jaringan endometrium yang normal maupun jaringan

endometriosis. Dengan demikian dapat dihindari timbulnya sarang

endometriosis yang baru karena transport retrograd jaringan

endometrium yang lepas serta mencegah pelepasan dan perdarahan

jaringan endometrium yang menimbulkan rasa nyeri karena

rangsangan peritoneum. (1)

Prinsip kedua adalah menciptakan lingkungan hormon tinggi

androgen atau tinggi progestogen (progesterone sintetik) yang secara

langsung menyebabkan atrofi jaringan endometriosis. Di samping itu,

prinsip tinggi androgen atau tinggi progestogen juga menyebabkan

keadaan rendah estrogen yang asiklik karena gangguan pada

pertumbuhan folikel. (1)

a. Pil Kontrasepsi Kombinasi

Pil Kontrasepsi Kombinasi (estrogen dan progestron) dapat

digunakan untuk terapi endometriosis. Obat ini berkerja dengan cara

menghambat aksis hipotalamik-ovari. Ia menghambat hormon

luteinizing (LH) dan hormon stimulasi folikel (FSH), menghalang

ovulasi dan menyebabkan dinding endometrium menjadi atrofi. (2)

Selain itu penggunaan pil kontrasepsi kombinasi juga akanmengurangi

aliran menstruasi, desidualisasi implant endometriosis, dan

meningkatkan apoptosis pada endometrium eutopik pada wanita

dengan endometriosis (6)

Terapi standar yang dianjurkan adalah 0,03 mg etinil estradiol

dan 0,3 mg norgestrel per hari. Bila terjadi ‘breakthrough’, dosis

ditingkatkan menjadi 0,05 mg etinil estradiol dan 0,5 mg norgestrel per

hari atau maksimal 0,08 mg etinil estradiol dan 0,8 mg norgestrel per

hari. Pemberian tersebut terus menerus setiap hari selama 6-9 bulan,

bahkan ada yang menganjurkan minimal satu tahun dan bila perlu

dilanjutkan sampai 2-3 tahun. (1)

Dilaporkan bahwa 30% penderita menyatakan keluhannya

berkurang dan hanya 18% yang secara obyektif mengalami

26

Page 27: Endometriosis

kesembuhan, 41% penderita tidak menyelesaikan terapinya karena

mengalami efek samping. Efek samping dari terapi ini seperti nyeri

kepala, nausea, perdarahan ireguler, dan pertambahan berat badan.(1)

Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi merupakan pilihan yang

efektif untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan oleh endometriosis.

Terapi ini juga aman dan dapat digunakan jangka panjang pada wanita

yang tidak ingin memiliki anak dan membutuhkan kontrasepsi.(6)

b. Gonadotropin-releasing Hormon Analog (GnRH analog)

GnRH analog telah digunakan secara efektif untuk membebaskan

nyeri dan mengurangi ukuran dari implantasi endometriosis. Obat ini

menekan produksi estrogen oleh ovarium dengan menghambat sekresi

hormon pengatur dari kelenjar pituitari. Sebagai akibatnya, periode-

periode menstruasi berhenti, seperti menopause. Agonis GnRH

mensuplai stimulasi secara konstan pada reseptor LHRH. Ini

menghambat aksis pituitari-ovarium dan menyebabkan sekresi FSH

dan LH berkurang sekaligus kadar estrogen dan progesteron turut

berkurang. Ini menyebabkan dinding endometrium menjadi atrofi dan

hipoestrogenik.Dosis yang dianjurkan adalah leuprolin asetat 3,75

mg/bulan secara injeksi intramuskular selama 6 bulan. Terapi ini

dilimitasi selama 6 bulan untuk menghindari efek samping yang dapat

terjadi karena keadaan hipoestrogenik seperti sakit kepala, hot flushes,

depresi, pengurangan densitas tulang, perubahan mood dan perubahan

profil lipoprotein. (11)

c. Androgen

Preparat yang dipakai adalah metiltestosteron sublingual dengan

dosis 5 mg sampai 10 mg per hari. Kerugian terapi ini adalah dapat

menyebabkan maskulinisasi terutama pada dosis jangka panjang.

Selain itu masih mungkin terjadi ovulasi atau kehamilan terutama pada

dosis 5 mg perhari. Bila terjadi kehamilan, terapi harus dihentikan

karena dapat menyebabkan cacat bawaan pada janin. (1)

d. Progestogen atau progestin

27

Page 28: Endometriosis

Progestogen atau progestin adalah nama umum semua senyawa

progesterone sintetik. Progestin mempunyai efek antiendometriotik

yang menyebabkan desidualisasi dan atrofi pada jaringan

endometrium. Progestin juga menghambat ovulasi dengan

menghambat luteinizing hormon (LH) dan mungkin dapat

menyebabkan amenore.

Preparat progestin terdapat dalam bentuk preparat oral, injeksi,

dan LNG-IUS. Selain bentuk, preparat progestin juga dapat dibagi

menjadi turunan progesteron alami (didrogesteron,

medroksiprogesteron asetat) dan turunan C-19-nortestosteron

(noretisteron, linestrenol,desogestrel).

Noretindron asetat, 5-20 mg perhari efektif pada sebagian besar

pasien dalam meredakan dismenore dan nyeri panggul menahun.

Progestin intramuskular dan subkutan yang diberikan setiap 3 bulan

diketahui efektif dalam menekan gejala endometriosis. Levonorgestrel

20 mg perhari yang terkandung dalam LNG-IUS akan berefek pada

atrofi endometrium dan amenore pada 60% pasien tanpa menghambat

ovulasi. Didrogesteron 5-10 mg per hari sampai dengan 4 bulan telah

diteliti efektif untuk meredakan gejala endometriosis. Dosis

medroksiprogesteron asetat adalah 30-50 mg per hari atau

noerestisteron asetat 30 mg per hari. Pemberian parenteral dapat

menggunakan medroksiprogesteron asetat 150 mg setiap 3 bulan

sampai 150 mg setiap bulan.Penghentian terapi parenteral dapat diikuti

dengan anovulasi selama 6-12 bulan, sehingga cara ini tidak

menguntungkan bagi mereka yang ingin segera mempunyai anak.

Lama pengobatan dengan progestogen yang dianjurkan adalah 6-9

bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah ‘breakthrough

bleeding’, perubahan mood, perdarahan ireguler, amenore, muntah,

pertambahan berat badan dan retensi cairan. Terapi ini sesuai untuk

penderita endometriosis yang tidak segera ingin hamil.,(1,2,6,11)

e. Danazol

28

Page 29: Endometriosis

Danazol adalah androgen sintetik. Danazol mempunyai beberapa

mekanisme kerja, diantaranya menginduksi amenorea melalui supresi

terhadap aksis hipotalamus-pituitari-ovarium (HPO), inhibisi

steroiddogenesis ovarium dan mencegah proliferasi endometrium

dengan mengikat reseptor androgen dan progesteron pada

endometrium dan implan endometriosis. Danazol akan menimbulkan

keadaan asiklik, androgen tinggi, dan estrogen rendah.(6)

Dosis yang digunakan untuk endometriosis ringan (stadium 2)

atau sedang (stadium 3) adalah 400 mg perhari sedangkan untuk

endometriosis yang berat (stadium 4) dapat diberikan sampai 800 mg

perhari. Lama pemberian minimal 6 bulan dapat pula diberikan 12

minggu sebelum terapi pembedahan konservatik dilakukan. Danazol

memilki efek samping berupa akne, hirsutisme, kulit berminyak,

perubahan suara, pertambahan berat badan, dan edema.Kehamilan dan

menyusui merupakan kontrindikasi absolut dari pemakaian danazol.(6)

f. Aromatase inhibitor

Beberapa penelitian menunjukkan potensi mitogenik estradiol yang

mendorong pertumbuhan dan proses inflamasi di lesi endometriosis.

Estrogen lokal dari lesi endometriosis berkaitan erat dengan ekspresi

enzim aromatase sitokrom P450. Kadar mRNA aromatase yang

meningkat ditemukan pada lesi endometriosis dan endometrioma

ovarium. Karena peran penting enzim aromatase dan estrogen lokal

pada endometriosis, maka aromatase inhibitor dipikirkan menjadi

pilihan terapi yang potensial pada pasien dengan endometriosis. Pada

wanita dengan endometriosis rektovagina yang tidak berhasil dengan

terapi medis lain atau pembedahan, klinisi dapat mempertimbangkan

pemberian aromatase inhibitor yang dikombinasikan dengan progestin,

pil kontrasepsi kombinasi atau GnRH analog. (6)

4. Terapi Pembedahan

Harus selalu diingat bahwa adanya jaringan ovarium yang

berfungsi merupakan syarat mutlak untuk tumbuhnya endometriosis.

29

Page 30: Endometriosis

Oleh karena itu pada waktu melakukan pembedahan, harus dapat

menentukan apakah fungsi ovarium harus dipertahankan dan bila

fungsi ovarium dapat dihentikan. Sudah jelas bahwa fungsi ovarium

harus dipertahankan pada endometriosis yang dini, pada endometriosis

yang tidak memberikan gejala, dan pada endometriosis pada wanita

muda dan yang masih ingin punya anak. Sebaliknya fungsi ovarium

dihentikan apabila endometriosis sudah mengadakan penyerbuan yang

luas dalam pelvis, khususnya pada wanita yang berusia lebih lanjut. (1)

Sebaiknya dalam melakukan pengobatan endometriosis kita

bersikap konservatif berdasarkan atas fakta-fakta sebagai berikut: 1)

endometriosis umumnya menjalar lambat dan memerlukan waktu

bertahun-tahun; 2) endometriosis bukanlah penyakit ganas dan jarang

sekali menjadi ganas; dan 3) endometriosis menjadi regresi pada waktu

menopause. Umumnya pada terapi pembedahan yang konservatif

sarang-sarang endometriosis diangkat dengan meninggalkan uterus dan

jaringan ovarium yang sehat, dan pelekatan sedapat-dapatnya

dilepaskan. (1)

Pembedahan konservatif ini dapat dilakukan dengan dua cara

pendekatan, yakni: laparotomi atau laparoskopi operatif. Laparoskopi

operatif mempunyai beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan

laparotomi. Pertama, lama tinggal di rumah sakit lebih pendek. Kedua,

kembalinya aktifitas kerja lebih cepat. Ketiga, ongkos perawatan lebih

murah. Pembedahan radikal dilakukan pada wanita dengan

endometriosis yang umurnya hampir 40 tahun atau lebih, dan yang

menderita penyakit yang luas disertai dengan banyak keluhan. Operasi

yang paling radikal ialah histerektomi total, salpingo-ooforektomi

bilateral, dan pengangkatan semua sarang-sarang endometriosis yang

ditemukan. Akan tetapi pada wanita kurang dari 40 tahun dapat

dipertimbangkan, untuk meninggalkan sebagian dari jaringan ovarium

yang sehat. Hal ini mencegah jangan sampai terlalu cepat timbul

30

Page 31: Endometriosis

gejala-gejala premenopause dan juga mengurangi kecepatan timbulnya

osteoporosis. (1,14)

Algoritma penanganan endometriosis: (16)

31

Page 32: Endometriosis

Alur tatalaksana nyeri pada endometriosis: (6)

32

Page 33: Endometriosis

33

Nyeri pelvik

Pemeriksaan fisis

Pemeriksaan penunjang

Massa adneksa

Ya Tidak

Infertilitas Tidak infertilitas

Masuk bagian infertilitas Kista >= 4

cmKista <4

cm

Terapi lini pertama

Pil kontrasepsi kombinasi

Progestin siklik oral

Anti inflamasi nonsteroid bila diperlukan

Kistektomi

Evaluasi 3 bulan

Tidak ada perbaikan

Perbaikan

Page 34: Endometriosis

6. Prognosis

34

Bedah konservatif

Laparoskopi eksisi lesi

Laparoskopi presakral

Neurolisis/neurectomy

Konseling

Terapi lini kedua:

Dienogest

GnRH agonist

LNG IUS

DMPA

Danazol

Tidak ada perbaikan

Tidak ada perbaikan

Perbaikan

Perbaikan

Terapi jangka panjang

Bedah radikal

Histerektomi total dan oolarektomi

bilateral

Page 35: Endometriosis

Konseling yang tepat pada penderita endometriosis memerlukan

perhatian pada beberapa aspek penyakit tersebut. Yang paling penting

adalah penilaian awal derajat penyakit secara operatif. Gejala dan

keinginan pasien untuk mendapatkan anak turut menjadi penentu jenis

terapi yang sesuai. Perhatian jangka panjang harus dilakukan karena

semua terapi memberikan perbaikan namun tidak menyembuhkan,

walaupun setelah terapi definitif, endometriosis masih dapat muncul

kembali. Namun resikonya cukup rendah (kira-kira 30%). (13)

Terapi pengganti estrogen tidak meningkatkan resiko secara

signifikan. Selain itu, setelah terapi konservatif, dilaporkan kadar

kekambuhan bervariasi namun umumnya lebih 10% dalam 3 tahun dan

lebih 35% dalam 5 tahun. Kadar rekurensi setelah terapi medis juga

bervariasi dan dilaporkan hampir sama dengan terapi pembedahan.

Walaupun banyak penderita mengetahui endometriosis mempunyai sifat

progresif yang lama, namun terapi konservatif dapat mencegah

histerektomi pada kebanyakan kasus. Penyebab endometriosis pada

setiap individu tidak dapat langsung diprediksi dan modalitas terapi akan

datang harus lebih baik dari terapi yang ada saat ini. (13)

35