Encephalitis

55
HALAMAN SAMPUL ENSEFALITIS VIRUS REFERAT Oleh Ni Made Atika Nurina Yanti NIM 07700293 Astri Taufi Ramadhani NIM 072010101028 Dokter Pembimbing: dr. H. Eddy Ario Koentjoro, Sp.S i

description

encepalitis

Transcript of Encephalitis

Page 1: Encephalitis

HALAMAN SAMPULENSEFALITIS VIRUS

REFERAT

Oleh

Ni Made Atika Nurina Yanti NIM 07700293Astri Taufi Ramadhani NIM 072010101028

Dokter Pembimbing:

dr. H. Eddy Ario Koentjoro, Sp.S

SMF/LAB ILMU PENYAKIT SARAF RSD DR. SOEBANDI

KABUPATEN JEMBER2012

i

Page 2: Encephalitis

HALAMAN JUDULENSEFALITIS VIRUS

REFERAT

diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan Klinik Madya Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf RSD dr. Soebandi Kabupaten Jember

Oleh

Ni Made Atika Nurina Yanti NIM 07700293Astri Taufi Ramadhani NIM 072010101028

Dokter Pembimbing:

dr. H. Eddy Ario Koentjoro, Sp.S

SMF/LAB ILMU PENYAKIT SARAF RSD DR. SOEBANDI

KABUPATEN JEMBER2012

ii

Page 3: Encephalitis

PRAKATA

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan referat dengan judul

“Ensefalitis Virus”.

Dengan rasa hormat, kami juga menyampaikan rasa terima kasih atas

bantuan dari semua pihak, terutama kepada:

1. dr. H. Eddy A. Koentjoro, Sp.S selaku dosen pengajar di SMF bagian saraf

dan dokter pembimbing referat kami.

2. dr. Supraptiningsih,Sp.S selaku dosen pengajar di SMF bagian saraf.

3. dr. Usman G. Rangkuti, Sp.S selaku dosen pengajar di SMF bagian saraf.

4. Semua rekan sejawat, paramedis, juru rawat, serta staf administrasi Poli

Saraf RSD. dr. Soebandi Jember atas bantuan dan kerjasama-nya.

5. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per-satu.

Kami menyadari sepenuhnya referat ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kami menerima saran dan kritik yang membangun untuk

menyempurnakan referat ini agar lebih baik. Harapan kami semoga referat ini

dapat bermanfaat bagi kita bersama.

Jember, Juli 2012

Penulis

3

Page 4: Encephalitis

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN SAMPUL i

HALAMAN JUDUL ii

PRAKATA 3

DAFTAR ISI 4

DAFTAR GAMBAR5

DAFTAR TABEL 6

1.1 Latar Belakang........................................................................................7

1.2 Tujuan......................................................................................................8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 9

2.1 Definisi......................................................................................................9

2.2 Epidemiologi............................................................................................9

2.3 Etiologi....................................................................................................10

2.4 Patofisiologi............................................................................................14

2.5 Manifestasi Klinis..................................................................................23

2.6 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................26

2.7 Diagnosis Banding.................................................................................31

2.8 Penatalaksanaan....................................................................................31

2.9 Pencegahan............................................................................................33

2.10 Komplikasi.............................................................................................34

2.11 Prognosis................................................................................................34

BAB 3. PENUTUP 35

Kesimpulan.......................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA 37

4

Page 5: Encephalitis

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Etologi ensefalitis virus....................................................................... 11

Gambar 2. Etologi ensefalitis virus...................................................................... 12

Gambar 3. Pembagian mekanisme infeksi virus pada SSP.................................. 15

Gambar 4. Pembagian ensefalitis virus................................................................ 18

Gambar 5. transmisi dari ensefalitis herpes simpleks.......................................... 19

Gambar 6. Mekanisme infeksi HIV pada ensefalitis HIV................................... 23

Gambar 7. Macam-macam bentuk manifestasi klinik ensefalitis virus............... 25

Gambar 8. Perbedaan tipe cairan serebrospinal pada infeksi system saraf pusat. 28

Gambar 9. Brain imaging berupa MRI dari ensefalitis herpes simpleks..............29

Gambar 10. Brain imaging berupa MRI dari ensefalitis herpes simpleks............29

Gambar 11. Algoritma Ensefalitis Viral...............................................................30

Gambar 12. Algoritma Kejang Akut dan Status Konvulsi....................................32

Gambar 13. Pilihan terapi pada ensefalitis virus...................................................33

5

Page 6: Encephalitis

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pemeriksaan Penunjang untuk Ensefalitis. ............................................ 2 6

6

Page 7: Encephalitis

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi susunan saraf pusat atau ensefalitis, secara umum dapat

diartikan sebagai terjadinya proses inflamasi pada sel parenkim otak.

Sindroma ensefalitis bisa bersifat akut atau sub akut berlangsung beberapa

hari sampai beberapa minggu, sedang yang kronis bisa berlangsung

bertahun-tahun.1

Ensefalitis adalah suatu peradangan parenkim otak, muncul sebagai

disfungsi neuropsikologi difus dan/atau fokal. Meskipun terutama

melibatkan otak, meninges juga sering ikut terlibat (meningoencephalitis).

Dari perspektif epidemiologi dan patofisiologi, ensefalitis berbeda dari

meningitis, meskipun pada evaluasi klinis keduanya bisa hadir, dengan

tanda-tanda dan gejala peradangan meningeal, seperti fotofobia, sakit

kepala, atau leher kaku. Meskipun gangguan bakteri, jamur, dan autoimun

dapat menghasilkan ensefalitis, sebagian besar kasus disebabkan oleh

virus.2

Secara umum angka kematian ensefalitis masih cukup tinggi,

demikian pula dengan gejala sisa yang terjadi. Salah satu factor yang

berpengaruh terhadap tingginya angka mortalitas dan morbiditas ini adalah

masalah diagnosis untuk mencari virus penyebab. Insiden ensefalitis

adalah 1 kasus per 200.000 populasi di Amerika Serikat, virus herpes

simpleks (HSV) menjadi penyebab paling umum.1,2

Standar emas diagnosis untuk suatu ensefalitis hingga kini adalah

identifkasi agen penyebab. Harus diakui dibanding kuman, mencari

penyebab virus ini memang relatif lebih sulit. Hal ini tidak terlepas dari

beberapa faktor antara lain: pemeriksaan laboratorium yang lebih rumit

dan minimnya sumber daya manusia dibelakang pemeriksaan yang rumit

tersebut.1

7

Page 8: Encephalitis

Oleh karena itu, penulis dalam referat akan mencoba membahas

tentang ensefalitis virus beserta penanganannya.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan referat ini ialah untuk menambah pengetahuan

dan memahami tentang penyakit ensefalitis virus.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penulisan referat ini ialah:

a. Untuk mengetahui jenis virus yang bisa menyebabkan terjadinya ensefalitis

virus

b. Untuk mengetahui cara mendiagnosis ensefalitis virus

c. Untuk mengetahui tatalaksana ensefalitis virus

d. Untuk mengetahui cara pencegahan terjadinya ensefalitis virus

8

Page 9: Encephalitis

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dalam keadaan normal Susunan Saraf Pusat (SSP) terlindung dengan baik

terhadap serangan dari organism yang dapat menyebabkan radang, dan

kebanyakan peradangan pada SSP merupakan komplikasi yang tidak lazim dari

infeksi yang didapat sehari-hari. Salah satu keradangan dari SSP adalah ensefalitis

yang merupakan keradangan atau inflamasi pada otak (Encephalon). Ensefalitis

virus adalah keradangan pada ensefalon yang penyebabnya berasal dari virus.

Ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan kerusakan parenkim

bervariasi dari ringan sampai dengan sangat berat.3

Ensefalitis terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk primer dan bentuk

sekunder.Ensefalitis Primer melibatkan infeksi virus langsung dari otak dan

sumsum tulang belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder, infeksi virus pertama

terjadi di tempat lain di tubuh dan kemudian ke otak.

2.2 Epidemiologi

Insiden ensefalitis di seluruh dunia sulit untuk ditentukan. Kejadian

tahunan ensefalitis virus kemungkinan besar diremehkan, terutama di negara

berkembang, karena masalah dengan deteksi patogen. Japanese Encephalitis

mempengaruhi setidaknya 50.000 orang per tahun. Dalam sebuah studi dari

Finlandia, kejadian ensefalitis virus pada orang dewasa adalah 1,4 kasus per

100.000 orang per tahun. Herpes Simplex Virus adalah organisme yang paling

sering diidentifikasi sebagai penyebab (16%), diikuti oleh Varicella Zooster Virus

(5%), gondok virus (4%), dan virus influenza A (4%).2

9

Page 10: Encephalitis

Menurut statistik dari 214 ensefalitis, 54% (115 orang) dari penderita

ensefalitis adalah anak-anak. Virus yang paling sering ditemukan adalah virus

herpes simpleks (31%), yang disusul oleh virus ECHO (17%).4

Kasus ensefalitis herpes simpleks sekitar 2.000 kasus terjadi di Amerika

Serikat, dan merupakan 10% dari seluruh kasus ensefalitis di negara tersebut.

Sekitar 30 sampai 70 persen berakhir fatal, dan tidak sedikit yang berakhir dengan

kecacatan neurologis. Insidensi tertinggi terjadi pada usia neonatus, 5-30 tahun,

dan di atas 50 tahun, dengan masa inkubasi 4-6 hari.5

Penyakit ini endemik di daerah Asia, mulai dari Jepang, Filipina, Taiwan,

Korea, China, Indo- China, Thailand, Malaysia, sampai ke Indonesia serta India.

Diperkirakan ada 35.000 kasus Japanese encephalitis di Asia setiap tahun. Angka

kematian berkisar 20-30%. Anak usia 1-15 tahun paling sering terinfeksi. Di

Indonesia, penelitian penyakit Japanese encephalitis sudah dilakukan sejak 1975,

menunjukkan seroprevalensi sebesar 10-75%.6

2.3 Etiologi

Macam-macam encephalitis virus menurut Robin:

a. Infeksi virus yang bersifat epidermik:

1. Golongan enterovirus = poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.

2. Golongan virus ARBO = western equire encephalitis, St. louis

encephalitis, Eastern equireencephalitis, Japanese B. encephalitis,

Murray valley encephalitis

b. Infeksi virus yang bersifat sporadic: rabies, herpes zoster, limfogranuloma,

mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap

disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

c. Ensefalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella,

pasca vaksinia, pascamononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang

mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

10

Page 11: Encephalitis

Penyebab ensefalitis yang paling sering adalah infeksi karena virus.

Beberapa contoh termasuk:

a. Herpes simplex virus (HSV-1, HSV-2)

b. Selain virus herpes: varicella zoster virus (VZV), cytomegalovirus

(CMV), Epstein-Barr (EBV), virus herpes manusia 6 (HHV6)

c. Adenovirus

d. Influenza A

e. Enterovirus c, virus polio

f. Campak, gondongan dan virus rubella

g. Rabies

h. Arbovirus misalnya, Ensefalitis Jepang B, St Louis Ensefalitis virus,

West Nile ensefalitis virus, Timur, Barat, dan Virus ensefalitis equine

Venezuela,

i. Bunyaviruses misalnya, La Crosse strain virus California

j. Reoviruses misalnya, Colorado tick fever virus

k. Arenaviruses misalnya, virus choriomeningitis limfositik.

l. Retrovirus misalnya Human Immunodeficiency Virus-1/2 (HIV-1/2). 7,

11

Page 12: Encephalitis

Gambar 1. Etologi ensefalitis virus.10

12

Page 13: Encephalitis

Gambar 2. Etologi ensefalitis virus.10

Ensefalitis mempunyai dua bentuk, yang dikategorikan oleh

dua cara virus dapat menginfeksi otak:

a. Ensefalitis primer. Hal ini terjadi ketika virus langsung menyerang

otak dan saraf tulang belakang. Hal ini dapat terjadi setiap saat

(ensefalitis sporadis), sehingga menjadi wabah (epidemik ensefalitis).

b. Ensefalitis sekunder. Hal ini terjadi ketika virus pertama menginfeksi

bagian lain dari tubuh kemudian memasuki otak.

13

Page 14: Encephalitis

Infeksi bakteri dan parasit seperti toksoplasmosis dapat

menyebabkan ensefalitis  pada orang yang memiliki sistem kekebalan

tubuh yang lemah. Berikut adalah beberapa penyebab yang lebih

umum ensefalitis:

Virus herpes

Beberapa virus herpes yang menyebabkan infeksi umum juga

dapat menyebabkanensefalitis. Ini termasuk: Herpes simpleks virus.

Ada dua jenis virus herpes simpleks (HSV) infeksi. HSV tipe 1

(HSV-1) lebih sering menyebabkan cold sores lepuh demam atau

sekitar mulut Anda. HSV tipe 2 (HSV-2) lebih sering menyebabkan

herpes genital. HSV-1 merupakan penyebab paling penting dari

ensefalitis sporadis yang fatal di Amerika Serikat, tetapi  juga langka.

Varicella-zoster virus. Virus ini bertanggung jawab untuk cacar air

dan herpes zoster. Halini dapat menyebabkan ensefalitis pada orang

dewasa dan anak-anak, tetapi cenderung ringan. Virus Epstein-Barr.

Virus herpes yang menyebabkan infeksi mononucleosis. Jika

ensefalitis berkembang, biasanya ringan, tetapi dapat berakibat fatal

pada sejumlah kecil kasus. 5

Infeksi pada Anak 

Pada kasus yang jarang, ensefalitis sekunder terjadi setelah

infeksi virus anak dandapat dicegah dengan vaksin, termasuk:

Campak (rubeola), Mumps, Campak Jerman (rubella). Dalam kasus

tersebut ensefalitis mungkin disebabkan karena reaksi

hipersensitivitas.

Arboviruses

 Virus yang ditularkan oleh nyamuk dan kutu (arboviruses)

dalam beberapa tahun terakhir, menghasilkan epidemi ensefalitis.

Organisme yang menularkan penyakit hewan dari satu host ke yang

14

Page 15: Encephalitis

lain disebut vektor. Nyamuk adalah vektor untuk transmisi ensefalitis

dari burung atau tikus ke manusia. Jenis ensefalitis ini cukup

jarang.2 , 6

2.4 Patofisiologi

Infeksi virus pada sistem saraf pusat dapat melalui beberapa cara:

1. Invasi langsung melalui barier anatomi.

a. Scalp, tengkorak dan dura membentuk barrier yang efektif

terhadap infeksi yang langsung dari lingkungan sekitar. Infeksi

dengan jalan langsung biasanya karena trauma atau akibat luka

operasi.

2. Transport axonal oleh neuron dari perifer.

a. Neuron dapat menjadi jalan lalu lintas dari dan ke “Cell Body” dan

sistem transpor antegrade dan retrograde, misalnya transpor

retrograde yang cepat rata-rata 200-300 mm/hari, misalnya pada

virus herpes simpleks dan varisela zozter ditransportasinya dari

replikasi di kulit dan mukosa oleh serabut sensorik ke akar saraf

dorsalis.

3. Jalan masuk dari traktus respiratorius melewati epitel olfaktorius.

a. Cara masuk organism pada mukosa olfaktorius melalui proses

apical dari sel reseptor saraf yang menonjol keluar di tepi epitel

sebagai “olfactory rads”, sehingga partikel diletakkan pada mukosa

olfaktorius dapat diambil oleh vesikel pinositik dan

ditransportasikan ke bulbus olfaktorius.

4. Infeksi melalui pembuluh darah melewati endothelium kapiler atau epitel

pleksus choroideus. 3

15

Page 16: Encephalitis

Gambar 3. Pembagian mekanisme infeksi virus pada SSP.3

Bila kuman pathogen masuk ke sistem saraf akan terjadi perlawanan unik.

Otak tidak memiliki sistem intrinsik untuk menghasilkan antibodi, tidak

mempunyai sistem limfatik yang baik, dan hanya mempunyai sedikit sel fagosit.

Sawar darah otak (BBB) yang mencegah masuknya kuman, juga menghambat

masuknya leukosit dan bahan-bahan terapeutik. Kurangnya antigen

“Histocompatibility complex” membatasi keefektifan dari respon imun seluler.

Hal-hal tersebut membuat system saraf pusat menjadi tempat untuk infeksi yang

bersifat laten. Organisme yang masuk ke otak tidak semua dapat mempengaruhi

SSP. Virus dapat mengenai hampir semua sel neuron, tepai tergantung pula pada

macam virusnya. Beberapa virus hanya menyerang sel-sel neurogen yang

menyebabkan nyeri kepala, panas, dan kaku kuduk. Sedangkan virus yang lain

16

Page 17: Encephalitis

menyerang neuron dan sel glia yang menyababkan fokal infeksi di otak, seperti

halnya Herpes Simpleks ensefalitis pada orang dewasa.3

Infeksi yang disebabkan oleh virus menyebabkan respon sel moninuklear.

Komponen dasar dari reaksi imunologis terdiri dari sel T, sel B dan antigen

presenting cells (sel seperti makrofag dan sel dendritik) yang berada di jaringan

limfoid perifer. Fase awal aktifasi sel T terjadi di perifer, mungkin di limfo nodi di

dekat tempat masuknya virus dan replikasi virus. Di dalam SSP, sel T dapat

menstimulais untuk menghasilkan sitokin. Sitokin akan merangsang proliferasi sel

dan diferensiasi dan melepaskannya ke SSP selama terjadinya keradangan.

Kemampuan sel T di dalam SSP yang berinteraksi dengan antigen presenting cell

menyebabkan munculnya antigen MMC kelas II (CD4-T) atau di dalam sel yang

terinfeksi timbul pula antigen MMC kelas I (CD8+ T). baik antigen kelas I dan II

secara normal ada di SSP. Keduanya dapat timbul pada microglia dana kadang-

kadang di sel endothelial, oligodendrosit, dan artrosit pada waktu terjadinya

infeksi virus. Pada minggu ke-2 dari keradangan sel B menjadi komponen yang

penting dari peradangan lokal karena sel B menghasilkan immunoglobulin.

Antiibodi yang terdapat pada SSP normal berasal dari serum dan kadar dari IgA

dan IgG yang berada di cairan serebrospinal berkisar 0,2-0,4% dari kadar dalam

plasma. IgM juga dijumpai meskipun kadarnya lebih rendah karena masuknya

protein ke dalam cairan serebrospinal tergantung dari ukuran dan muatannya.

Produksi intratekal antibodi terhadap organisme yang menyebabkan radang adalah

keadaan umum yang dijumpai pada infeksi virus pada SSP.3

Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia dimana terjadi

intraceluler inclusion bodies, peradangan otak dan medulla spinalis serta edema

otak. Juga terdapat peradangan pada pembuluh-pambuluh darah kecil, thrombosis

dan proliferasi astrosit dan microglia. Neuron-neuron yang rusak dimakan oleh

makrofag atau mikroglia, disebut sebagai neuronofagia yaitu sesuatu yang khas

bagi ensefalitis primer. Didalam medulla spinalis, virus menyebar melalui

endoneurium dalam ruang intersisial pada saraf-saraf seperti yang terjadi pada

17

Page 18: Encephalitis

rabies dan herpes simpleks. Pada ensefalitis sel-sel neuron dan glia mengalami

kerusakan.

Kerusakan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh:

1. Invasi langsung dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang berproliferasi aktif

2. Reaksi jaringan saraf terhadap antigen-antigen virus

Biasanya ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok:

1. Ensefalitis primer yang bisa disebabkan oleh infeksi virus kelompok

herpes simpleks, virus influensa, ECHO, Coxsackie dan virus arbo.

2. Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya

3. Ensefalitis para-infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai

komplikasi penyakit virus yang sudah dikenal seperti rubeola, varisela,

herpes zoster, parotitis epidemika, mononucleosis infeksiosa dan

vaksinasi.4

18

Page 19: Encephalitis

Gambar 4. Pembagian ensefalitis virus.4

ENSEFALITIS PRIMER VIRUS HERPES SIMPLEKS

Terdapat dua jalur utama (port d’entree) untuk memasuki pejamu (host),

yaitu dari mukosa oral dan mukosa vagina. Setelah memasuki tubuh pejamu, virus

bermultiplikasi secara lokal dan di tempat sekunder lainnya, menyebabkan

viremia. Secara eksperimen telah dibuktikan bahwa penyebaran HSV ke susunan

saraf pusat (SSP) melibatkan neuron olfaktorius di mukosa nasal, dan proses

sentral sel-sel neuron tersebut akibat celah pada lempeng kribriformis dan sinapsis

dengan bulbus olfaktorius. Jalur potensial lain yaitu melalui nervus trigeminalis

dan ganglion Gasseri. Penyebaran hematogen juga dapat terjadi, virus melewati

sawar darah otak dan plexus choroideus, bersamaan dengan migrasi limfosit

19

Page 20: Encephalitis

menuju daerah glial dan vaskular, yang harusnya steril. Dalam mekanisme infeksi

virus secara selular, terdapat nekrosis substansia alba dan grisea, khususnya di

inferomedial dari lobus temporal. Di tingkat jaringan, terjadi kongesti meningeal

dan infiltrasi mononuklear, nekrosis perivaskular dengan kerusakan mielin dan

gangguan transmisi sel neuron. Beberapa literatur juga mengatakan dapat terjadi

kerusakan ganglia basalis, talamus, dan nukleus subtalamus, menyebabkan

gangguan gerak permanen.5

Pada anak-anak dan orang dewasa, ensefalitis virus herpes simpleks

merupakan manifestasi re-aktivasi dari infeksi yang laten. Dalam hal ini, virus

herpes herpes simpleks berdiam di dalam jaringan otak secara endosimbiotik,

mungkin di ganglion Gasseri dan hanya ensefalitis saja yang bangkit. Reaktivitas

virus herpes simpleks dapat disebabkan oleh faktor – faktor yang pernah disebut

diatas, yaitu penyinaran ultraviolet, dan gangguan hormonal. Penyinaran

ultraviolet dapat terjadi secara iatrogenic atau sewaktu berpergian ke tempat-

tempat yang tinggi letaknya.8

Gambar 5. transmisi dari ensefalitis herpes simpleks.8

Kerusakan pada jaringan otak berupa nekrosis di substansia alba dan

grisea serta infark iskemik dengan infiltrasi limpositer sekitar pembuluh darah

intraserebral. Di dalam nucleus sel saraf terdapat “inclusion body” yang khas bagi

20

Page 21: Encephalitis

virus herpes simpleks. Gambaran penyakit ensefalitis virus herpes simpleks tidak

banyak berbeda dengan ensefalitis primer lainnya lainnya. Tetapi yang menjadi

ciri khas bagi ensefalitis virus herpes simpleks ialah progresivitas perjalanan

penyakitnya. Mulai dengan sakit kepala, demam dan muntah-muntah. Kemudian

timbul ”acute organic brain syndrome” yang cepat memburuk sampai koma.

Sebelum koma dapat ditemukan hemiparesis atau afasia. Dan kejang epileptik

dapat timbul sejak permulaan penyakit. Pada pungsi lumbal ditemukan

pleiositosis limpositer dengan eritrosit.4

ENSEFALITIS ARBOVIRUS

Arbo-virus atau lengkapnya “arthropod-borne virus” merupakan penyebab

penyakit demam dan adakalanya ensefalitis primer. Virus tersebur tersebar di

seluruh dunia. Kutu dan nyamuk menjadi vector penyebaran virus. Tergolong

pada arbo-virus adalah virus yang menyebabkan dengue, ensefalitis St.Louis,

demam kuning, demam kutu Kolorado, dan demam hemoragik.

Yang menjadi ciri khas ensefalitis primer arbo-virus adalah perjalanan

penyakit yang bifasik. Pada gelombang pertama gambaran penyakitnya

menyerupai influenza yang dapat berlangsung 4-5 hari. Sesudahnya penderita

merasa sudah sembuh. Pada minggu ketiga demam dapat timbul kembali. Dan

demam ini merupakan gejala pendahulu bangkitnya manifestasi neurologic,

seperti sakit kepala, nistagmus, diplopia, konvulsi dan “acute organic brain

syndrome”.4

ENSEFALITIS PARAINFEKSIOSA

Ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus parotids

epidemika, mononucleosis, varisela dan herpes zoozter dinamakan ensefalitis

para-infeksiosa. Tetapi ensefalitis ini sebenarnya tidak murni. Gejala-gejala

meningitis, mielitis, neuritis kranialis, radikulitis dan neuritis perifer dapat

bergandengan dengan gambaran penyakit ensefalitis. Bahkan tidak jarang

komplikasi utamanya berupa radikulitis jenis Guillain Barre atau mielitis

21

Page 22: Encephalitis

transversa sedangkan manifestasi ensefalitisnya sangat ringan atau tidak berarti.

Maka untuk beberapa jenis ensefalitis parainfeksiosa, diagnosis mieloensefalitis

lebih tepat daripada ensefalitis. Salah satu jenis mielo-ensefalitis viral adalah

rabies.4

ENSEFALITIS HIV

HIV merupakan suatu virus ribonucleid acid (RNA) yang termasuk

retrovirus (family lentivirus). HIV mempunyai enzim reverse transcriptase yang

terdapat di dalam inti HIV dan akan mengubah informasi genetika dari RNA virus

menjadi deoxy-ribonucleid acid (DNA). HIV mempunyai target sel utama yaitu

sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yang juga

mempunyai reseptor CD4 adalah: sel monosit, sel makrofag, sel folikular

dendritik, sel retina, sel leher rahim, dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh

HIV dimediasi oleh perlekatan virus ke permukaan sel reseptor CD4, yang

menyebabkan kematian sel. HIV memasuki SSP pada saat kejadian infeksi primer

dan dapat muncul secara tidak jelas, acute self-limited syndrome atau kelainan

kronik. Hal ini disebabkan oleh HIV itu sendiri, infeksi opportunistik sekunder

atau neoplasma, kelainan metabolik, riwayat medis atau gangguan nutrisi.

Bagaimana HIV itu sendiri memasuki SSP masihlah tidak diketahui.

Mekanisme yang memungkinkan mencakup transport intraseluler melewati blood-

brain barrier dalam makrofag yang terinfeksi, penempatan virus bebas pada

leptomeningens, atau virus bebas setelah replikasi dalam pleksus khoroideus atau

epithelium vaskular. Infeksi HIV primer dapat bersifat asimptomatik, atau pada

50-70% penderita muncul dalam bentuk akut, self-limiting mononucleosis-like

illness dengan demam, nyeri kepala, mialgia, malaise, lethargi, sakit tenggorokan,

limfadenopati, dan bintik makulopapular. Infeksi akut ditandai dengan viremia,

dijumpai angka replikasi virus yang tinggi, mudahnya isolasi virus dari limfosit

darah perifer dan level serum antigen virus p24 yang tinggi. Diikuti limfositosis,

khususnya limfosit CD8, dengan inversi perbandingan CD4/CD8.

22

Page 23: Encephalitis

Perjalanan alamiah infeksi HIV dapat dibagi dalam tahapan sebagai

berikut: Infeksi virus (2-3 minggu) → sindrome retroviral akut (2-3 minggu) →

gejala menghilang + serokonversi → infeksi kronis HIV asimptomatik (rata-rata 8

tahun, di negara berkembang lebih pendek) → infeksi HIV/AIDS simptomatik

(rata-rata 1,3 tahun) → kematian. Gejala dan tanda neurologi terjadi pada 30- 70%

kasus infeksi HIV.

Kelainan neurologi yang timbul pada penderita AIDS secara umum dapat

dikelompokkan menjadi: (a) Primer/ komplikasi langsung terlibat pada sistem

saraf yang terinfeksi HIV yaitu apabila perubahan patologi diakibatkan langsung

oleh HIV itu sendiri, dan (b) Sekunder/komplikasi tidak langsung sebagai akibat

dari proses immunosupresi konkomitan berupa infeksi opportunistik dan

neoplasma. Kelainan neurologi dapat muncul pada setiap stadium dari infeksi

pertama dan terjadinya serokonversi pada AIDS. Sebagian besar kelainan

neurologi terbatas pada stadium simptomatik dari infeksi HIV (AIDS dementia

complex). Kelainan neurologi dapat muncul dalam waktu 10 minggu dari infeksi

HIV. Pendapat lain menyatakan dalam waktu 6 minggu dari infeksi. Di samping

pengaruh langsung kelainan neurologi pada infeksi HIV, bermacam kelainan

opportunistik, baik fokal maupun non fokal, dapat muncul pada beberapa

penderita. Kelainan neurologi yang timbul dari infeksi opportunistik akibat HIV

bergantung pada lokalisasi neuroanatomi yang terlibat.11

23

Page 24: Encephalitis

Gambar 6. Mekanisme infeksi HIV pada ensefalitis HIV.13

2.5 Manifestasi Klinis

Ensefalitis dapat merupakan bagian dari penyakit sistemik seperti varisela

atau measles dengan sendirinya manifestasi awalnya adalah gejala dari penyakit

awalnya. Bila ensefalitis tidak merupakan bagian dari penyakit virus yang

sistemik maka kemungkinan dapat dijumpai keluhan yang mendahului sindroma

neurologi yang berupa nyeri kepala, kelemahan atau malaise, mialgia, keluhan

gangguan saluran nafas bagian atas dan demam. Dapat dijumpai adanya mual,

muntah dan kaku kuduk. Pengaruh langsung pada otak ditandai dengan letargi,

24

Page 25: Encephalitis

kebingungan, atau stupor yang dapat menjurus ke koma. Bila penderita tidak

mengalami gangguan tingkat kesadaran dapat dijumpai kebingungan, halusinasi

dan disorientasi dan dapat pula terjadi kejang, baik fokal maupun kejang umum,

dan gejala-gejala/tanda-tanda gangguan neurologi lain seperti hemiplegic,

nistagmus, ataksia, anisokoria, disfasia, diplopia, disartria dan hemianopsia.

Gejala-gejala tersebut dapat disebabkann oleh karena kenaikan intracranial yang

meningkat dan atau akibat herniasi serebri dari pada akibat pengaruh langsing dari

virus. Karena terutama menyerang bangtang otak, maka dapat terjadi gangguan

dapa reflek pupil dan oculovestibular. Gangguan pada pernafasan dan saraf

cranial dapat pula terjadi. Terjadinya ataksia, tremor, dan gangguan koordinasi

dapat disebabkan oleh karena disfungsi pada jaras penghubung serebelum. Bila

infeksi terjadi pada mielum , terjadi pula paraplegia, gangguan rasa raba dan juga

gangguan spingter. Sedangkan gangguan pada sel cornu anterior dapat

menyebabkan kelumpuhan flaksid, hipotonia dan hilangnya reflek tendon tanpa

adanya gangguan sensorik.3

Gejala trias ensefalitis adalah demam, kejang dan kesadaran menurun.

Gejala-gejala ensefalitis viral beraneka ragam, bergantung pada masing-masing

kasus, epidemi, jenis virus dan lain-lain. Pada umumnya terdapat 4 jenis bentuk

manifestasi kliniknya yaitu :

a. Bentuk asimtomatik: gejala ringan sekali, kadang ada nyeri kepala ringan

atau demam tanpa diketahui sebabnya. Diplopia, vertigo dan parestesi juga

berlangsung sepintas saja. Diagnosis hanya ditegakkan atas pemeriksaan

CSS.

b. Bentuk abortif: Gejala-gejala berupa nyeri kepala, demam yang tidak

tinggi dan kaku kuduk ringan. Umumnya terdapat gejala-gejala seperti

infeksi saluran pernafasan bagian atas atau gastrointestinal.

c. Bentuk fulminan: bentuk ini beberapa jam sampai beberapa hari yang

berakhir dengan kematian. Pada stadium akut: demam tinggi, nyeri kepala

difus yang hebat, apatis, kaku kuduk, disorientasi, sangat gelisah dan

dalam waktu singkat masuk ke dalam koma yang dalam. Kematian

biasanya terjadi dalam 2-4 hari akibat kelainan bulbar atau jantung

25

Page 26: Encephalitis

d. Bentuk khas ensefalitis: bentuk ini mulai secara bertahap, gejala awal

nyeri kepala ringan, demam, gejala ISPA atau gastrointestinal selama

beberapa hari. muncul tanda radang SSP (kaku kuduk, tanda Kernig

positif, gelisah, lemah dan sukar tidur). Defisit neurologik yang timbul

bergantung pada tempat kerusakan. Penurunan kesadaran menyebabkan

koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan

koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara, dan

gangguan mental.

Gambar 7. Macam-macam bentuk manifestasi klinik ensefalitis virus.

26

Page 27: Encephalitis

Pada ensefalitis herpes simpleks gejala berlangsung akut selama beberapa

hari. Dua keadaan klinis ensefalitis HSV yaitu 1) Sindrom meningitis aseptik;

disebut aseptik karena hasil kultur negatif, sebagian besar disebabkan virus,

Sindrom ini menandakan keterlibatan meninges pada ensefalitis HSV, umumnya

disebut meningoensefalitis; dan 2) Sindrom Ensefalitis Akut yang umum terlihat

pada ensefalitis HSV.

Sindrom Aseptic Meningitis, antara lain:

a. Demam 38-40 °C, biasanya akut.

b. Nyeri kepala - biasanya lebih berat dibandingkan nyeri kepala saat

demam sebelumnya.

c. Fotofobia dan nyeri pada gerakan bola mata.

d. Kaku kuduk sebagai pertanda rangsang meningeal, biasanya tidak

terdeteksi pada fase awal.

e. Pemeriksaan Kernig dan Brudzinski sering negatif pada meningitis

viral. Gejala sistemik infeksi virus, seperti radang tenggorokan, mual

dan muntah, kelemahan tubuh, rasa pegal punggung dan pinggang,

konjungtivitis, batuk, diare, bercak kemerahan (eksantema).

f. Jika disertai penurunan kesadaran serta perubahan kualitas kesadaran,

mungkin ke arah diagnosis ensefalitis.

g. Pemeriksaan LCS (Liquor Cerebrospinalis): nilai glukosa normal, dan

pleositosis limfositik.5

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Tabel 1. Pemeriksaan Penunjang untuk Ensefalitis1

No Jenis pemeriksaan

1 Blood Organism-spesific titers

CBC

Chemistries

Vasculities screen

Cultures

27

Page 28: Encephalitis

Smears

2 Electroencephalogram

3 Neuroimaging CT Scan

MRI

4 Miscellaneous Culture of other body fluid

Urinalysis

Biopsy (skin, GI tract, CNS)

Echocardiogram

Chest x-ray

Electrocardiogram

5 Cerebrospina fluid Cell count

Protein

Glucose

PCR (specific nucleic acid)

Paired antibody test

Cytologi

Cultures

Stain

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:

1. Pemeriksaan cairan serebrospinal. Hendaknya dilakukan secara hati-hati,

karena infeksi yang terjadi di SSP dapat menyebabkan edema otak yang

menyebabkan kenaikan tekanan intrkranial sehingga pengambilan dapat

menyebabkan herniasi otak. Hasil pemeriksaan berupa: Warna jernih, terdapat

pleocytosis berkisar antara 50-200 sel dengan dominasi sel mononuklear.

Protein agak meningkat sedangkan glukosa dalam batas normal.

28

Page 29: Encephalitis

Gambar 8. Perbedaan tipe cairan serebrospinal pada infeksi system saraf pusat.12

2. Pemeriksaan EEG. Biasanya dijumpai kelainan non spesifik. Memperlihatkan

proses inflamasi yang difuse “bilateral” dengan aktivitas rendah.

3. Brain Imaging. Adanya kelainan fokal didaerah temporal mungkin dapat

dijumpai akibat adanya HSE, tetapi sayangnya tidak dijumpai pada awal

penyakit. Gambaran kalsifikasi intrakranial mungkin dapat disebabkan oleh

karena cytomegalovirus atau toxoplasmosis, tapi mungkin juga gambaran dari

tuberculosis atau sistiserkosis.

4. Pemeriksaan virus. Ditemukan virus pada CNS didapatkan kenaikan titer

antibodi yang spesifik terhadap virus penyebab.3

29

Page 30: Encephalitis

Gambar 9. Brain imaging berupa MRI dari ensefalitis herpes simpleks. Terlihat keterlibatan dari lobus temporal.8

Gambar 10. Brain imaging berupa MRI dari ensefalitis herpes simpleks. A. tampak keterlibatan bilateral dari lobus temporal medial dan region orbitofrontal kanan (panah).

B. gambaran normal sebagai pembanding.10

30

Page 31: Encephalitis

Gambar 11. Algoritma Liverpool Tahun 2007 Investigasi Dan Terapi Ensefalitis Viral.12

31

Page 32: Encephalitis

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari ensefalitis antara lain:

Other CNS infection: meningitis, cerebritis, abcess

Tumor : carcinoma, lymphoma

Subdurah hematoma

Vascular disease (stroke, vasculitis)

Collagen Vascular disease.1

2.8 Penatalaksanaan

a. Terapi Umum:

1. Tirah baring total.

2. Bila diperkirakan infeksi akibat enterovirus hendaknya hygiene

perorangan diperhatikan.

3. Nyeri kepala dan panas yang tinggi perlu penanganan dengan

pemberian antipiretik untuk dapat diberikan

acetaminophen/parasetamol.

4. Jika terdapat kenaikan intracranial dapat dilakukan:

i. Kepala penderita dielevasi ± 300

ii. Batasi pemberian cairan

iii. Lakukan hiperventilasi sampai PCO2 mencapai 25 mmHg

iv. Berikan:

1. Manitol diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0

g/kgBB selama 30-60 menit, diulang setiap 8-12

jam.Gliser ol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0

ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk,

dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama

2. Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi

dalam 3 dosis.

5. Bila kejang, dapat diberikan:

i. Phenytoin

32

Page 33: Encephalitis

ii. Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering

terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV,

dalam bentuk infus selama 3 menit.

Gambar 12. Algoritma Kejang Akut dan Status Konvulsi.5

6. Memperbaiki homeostatis : infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S

(tergantung umur) dan pemberian oksigen.3

b. Pengobatan khusus.

1. Pengobatan kausatif. Sebelum berhasil menyingkirkan etiologi

bakteri diberikan antibiotik parenteral. Pengobatan untuk

ensefalitis karena infeksi virus herpes simplek adalah Acyclovir

intravena, 10 mg/kgbb sampai 30 mg/kgbb per hari selama 10 hari.

2. Interferon

Zat ini menghambat replikasi virus. Dapat diberikan secara

intravena, intratekhal atau intraventrikuler pada rabies.

33

Page 34: Encephalitis

Gambar 13. Pilihan terapi pada ensefalitis virus.12

c. Non farmakologis

1. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif

2. Makanan tinggi kalori protein

Lain-lain: perawatan yang baik, konsultan dini dengan ahli anestesi untuk

pernapasan buatan.

2.9 Pencegahan

1. Imunisasi, seperti MMR atau HiB

2. Status gizi juga harus baik

3. Melindungi diri dari organisme vektor. Vektor utama nyamuk Culex

dengan memusnahkan nyamuk dewasa dan tempat pembiakannya. Vektor

komponen fisik/alam (udara dan air) memastikan tidak terpapar langsung

Operasi Seksio sesaria pada ibu dengan infeksi HSV.4,5,7,9

34

Page 35: Encephalitis

2.10 Komplikasi

a. Susunan saraf pusat: kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan

dan pendengaran

b. Sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat

secara menetap

c. Gejala sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan

koreoatetoid), hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi.

d. Komplikasi pada bayi biasanya berupa hidrosefalus, epilepsi, retardasi

mental karena kerusakan SSP berat.

2.11 Prognosis

Perjalanan penyakit pada ensefalitis tergantung dari macam virus, umur

penderita dan keadaan umum penderita. Infeksi in utero sering mempengaruhi

pertumbuhan otak dan menyebabkan gejala sisa atau sekuel yang permanen

seperti gangguan motorik dan mental, kebutaan, tuli dan epilepsi. Warren dan

Mettews menyebutkan gejala sisa neurologi berkisar antara 5-75% pada penderita

yang terserang Japanese encephalitis dan HSE terutama pada anak-anak.

Mortalitas akibat infeksi virus cukup tinggi. Rabies dapat mencapai 100%, HSE

40-75%, Japanese encephalitis 10-40%, measles 10-20%, varisela 10-30%,

Mumps < 1%.4

Prognosis sukar diramalkan tergantung pada kecepatan dan ketepatan

pertolongan dan penyulit yang muncul.

1. Sembuh tanpa gejala sisa

2. Sembuh dengan gangguan tingkah laku/gangguan mental

3. Kematian bergantung pada etiologi penyakit dan usia penderita

35

Page 36: Encephalitis

36

Page 37: Encephalitis

BAB 3. PENUTUP

Kesimpulan

1. Ensefalitis virus adalah keradangan pada ensefalon yang penyebabnya

berasal dari virus. Ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi virus

menyebabkan kerusakan parenkim bervariasi dari ringan sampai dengan

sangat berat.

2. Ensefalitis virus dapat disebabkan oleh berbagai macam virus antara lain:

Herpes simplex virus (HSV-1, HSV-2), Selain virus herpes: varicella

zoster virus (VZV), cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr (EBV), virus

herpes manusia 6 (HHV6), Adenovirus, Influenza A, Enterovirus c, virus

polio, Campak, gondongan dan virus rubella, Rabies, dan lain-lain.

3. Infeksi virus pada sistem saraf pusat dapat melalui beberapa cara invasi

langsung melalui barier anatomi, transport axonal oleh neuron dari perifer,

jalan masuk dari traktus respiratorius melewati epitel olfaktorius, dan

infeksi melalui pembuluh darah melewati endothelium kapiler atau epitel

pleksus choroideus.

4. Gejala trias ensefalitis adalah demam, kejang dan kesadaran menurun.

Gejala-gejala ensefalitis viral beraneka ragam, bergantung pada masing-

masing kasus, epidemi, jenis virus dan lain-lain.

5. Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:

pemeriksaan cairan serebrospinal, pemeriksaan EEG, brain imaging, dan

pemeriksaan virus.

6. Pengobatan ensafilitis viral terdiri dari pengobatan umum bertujuan untuk

merawat keadaan umum penderita seoptimal mungkin dikatakan

memperbaiki dan mengurangi mortalitas pada penderita dengan ensefalitis

akut, pengobatan khusus bertujuan untuk mengeliminasi agen penyebab,

dan rehabilitasi.

7. Prognosis sukar diramalkan tergantung pada kecepatan dan ketepatan

pertolongan dan penyulit yang muncul. Faktor yang mempengaruhi antara

Page 38: Encephalitis

lain: Sembuh tanpa gejala sisa, sembuh dengan gangguan tingkah

laku/gangguan mental dan kematian bergantung pada etiologi penyakit dan

usia penderita.

38

Page 39: Encephalitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Machfoed, Moh Hasan. 2000. Infeksi Virus Susunan Saraf Pusat dan

Beberapa Masalah Diagnosis. Surabaya, Aksona 0854-7815: 12-19.

2. Gondim, Francisco de Assis Aquino. 2011. Viral Encephalitis. Medscape.

http://emedicine.medscape.com/article/1166498-overview#showall [14 Juli

2012]

3. Poerwadi, Troboes. 1992. Encephalitis. Surabaya, Aksona VI: 3-19.

4. Mardjono, Mahar, Prof, dr. 2004. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian

Rakyat.

5. Parinding, Imanuel Taba. 2012. Diagnosis dan Tata Laksana Ensefalitis

Herpes Simpleks. CDK-193/ vol. 39 no. 5: 355-357.

http://www.kalbemedical.org/Portals/6/11_193Diagnosis%20dan%20Tata

%20Laksana%20Ensefalitis%20Herpes%20Simpleks.pdf [14 Juli 2012]

6. Maha, Masri Sembiring. Japanese Encephalitis. CDK-193/ vol. 39 no. 5:

349-350. http://www.kalbemedical.org/Portals/6/09_193Japanese

%20Encephalitis.pdf [14 Juli 2012]

7. Kennedy. 2004. Viral Encephalitis: Causes, Differential Diagnosis, And

Management. J Neurol Neurosurg Psychiatry 75: i10–i15.

http://jnnp.bmj.com/content/75/suppl_1/i10.full.pdf [14 Juli 2012]

8. McQuillen, Daniel P. Craven, Donald E. dan Jones, H. Royden Jr. 2012.

Netter’s Neurology 2nd Edition. Philadelpia: Elsevier

9. Suharso, Darto. 2005. Ensefalitis Herpes Simpleks. Surabaya. Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FK Unair RSU dr. Soetomo.

http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-ed4ayk-pkb.pdf [14 Juli 2012]

10. Ferrari1, Sergio et al. 2009. Viral Encephalitis: Etiology, Clinical Features,

Diagnosis and Management. The Open Infectious Diseases Journal 3: 1-12.

39

Page 40: Encephalitis

http://benthamscience.com/open/toidj/articles/V003/1TOIDJ.pdf [14 Juli

2012]

11. Iqbal, Kiki Mohammad. Ritarwan, Kiking. dan Zein, Umar. Ensefalitis pada

Infeksi HIV. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40, No. 1: 67-73.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19070/1/mkn-mar2007-

40%20(9).pdf [14 Juli 2012]

12. Solomon, Tom. Hart, Ian J. Beeching, Nicholas J. 2007. Viral Encephalitis:

A Clinician’s Guide. Pract Neurol 7: 288–305.

http://www.encephalitis.info/images/iPdf/Research2/algorithmTomSolomon.p

df [14 Juli 2012]

13. Rohkamm, Reinhard. 2004. Color Atlas of Neurology. Stuttgart: Thieme.

40