Efek Risensi dalam Keputusan Audit : Diskusi Kelompok...
Transcript of Efek Risensi dalam Keputusan Audit : Diskusi Kelompok...
1
EFEK RISENSI DALAM KEPUTUSAN AUDIT :
DISKUSI KELOMPOK SEBAGAI UPAYA MITIGASI
LATAR BELAKANG
Gibbins (1984) memberi bukti empiris bahwa terjadi efek risensi keyakinan auditor
dalam pengambilan keputusan auditor yang terus menerus memperbarui keyakinan mereka
tentang pernyataan audit yang menjadi periksa. Riset lain yang mendukung adanya efek
risensi adalah Furnham (1986), dalam lingkungan pengadilan menunjukkan bahwa keputusan
juri dalam kasus hukum mengalami bias risensi. Hogarth dan Einhorn (1992) yang
membandingkan keputusan individu dengan atau tanpa diskusi dalam menentukan keputusan
investasi saham. Penelitian Hogarth dan Einhorn’s (1992) memberikan bukti empiris adanya
efek risensi / kekinian (recency effect) dalam proses revisi keyakinan atas penyajian
informasi secara berurutan dan akan mengakibatkan bias risensi. Studi Pinsker (2007 dan
2011), Tuttle, Coller, dan Burton (1997) dan Libby dan Tan (1999) menunjukkan bahwa
informasi akuntansi dan manajemen yang disajikan secara berurutan akan mengakibatkan
bias risensi.
Dalam konteks pengauditan, Ashton dan Ashton (1988), Trotman dan Wright (1996),
Ashton dan Kennedy (2002) memberikan bukti empiris adanya fenomena risensi pada
lingkungan audit. Dalam proses pengauditan ada beberapa tahap yang harus dilalui mulai
tahap perencanaan, pengujian dan pelaporan. Ketika bukti yang dilaporkan oleh auditor
yunior kepada seniornya disajikan secara beurutan maka senior cenderung membobot
informasi terakhir lebih besar dibandingkan sebelumnya. Dampak dari efek risensi adalah
rendahnya kualitas keputusan audit, sehingga memicu munculnya kasus litigasi pada profesi
auditor. Padahal profesi auditor perlu untuk menjadi salah satu pilar pembangunan bangsa
yang berkarakter. Profesi auditor juga penting untuk digunakan pemakai informasi dalam
mengambil keputusan bisnis maupun digunakan oleh pemerintah dalam mengambil
kebijakan. Hal ini menunjukkan perlunya model mitigasi pada pengauditan.
Adanya efek risensi menyebabkan seseorang cenderung untuk mengambil keputusan
yang bias, karena keputusannya lebih didasarkan pada informasi terakhir yang diterima bukan
pada substansi informasi itu sendiri. Dalam hal pengetahuan, seseorang cenderung akan
menggunakan pengetahuan yang dia miliki untuk mengambil keputusan dan cenderung untuk
tidak mempertimbangkan pengetahuan yang sebenarnya diperlukan. Dengan konteks yang
2
tepat, keputusan berdasarkan pengetahuan yang selaras dengan tujuannya bukan merupakan
bias, namun keputusan akan menjadi bias jika keputusan didasarkan pada pengetahuan yang
tidak selaras dengan kondisi yang diharapkan.
Riset terdahulu memakai keputusan individual yang independen dalam pengujian,
sementara dalam praktik, keputusan individual juga dapat dilakukan secara
mempertimbangkan diskusi kelompok. Oleh karena itu riset ini melengkapinya dengan
diskusi grup dan self-review sebagai model mitigasi efek risensi. Keputusan individu
ditentukan setelah berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Arnold et al. (2001) adalah
contoh riset keputusan kelompok dengan mendiskusikan masalah yang dihadapi kemudian
mengambil keputusan bersama dengan bantuan 1 unit komputer. Penggunaan kelompok
untuk pengambilan keputusan juga mengacu pada Chalos dan Poon (2000) yang
menunjukkan bahwa diskusi kelompok akan meningkatkan pembagian informasi antara
anggotanya. Trotman dan Wright (1996) mengusulkan aspek pengalaman audit untuk
mengatasi bias risensi. Sedangkan, Ashton dan Kennedy (2002) mengusulkan self-review
bagi auditor untuk mengatasi bias yang disebabkan informasi yang sekuensial. Penelitian ini
menggunakan grup sebagai upaya mengeliminasi risensi. Grup diharapkan akan
meningkatkan kualitas keputusan (Solomon, 1982). Upaya pemitigasian bias dimaksudkan
untuk meningkatkan akurasi keputusan.
Pada dasarnya sistem berpikir berkembang sebagai suatu disiplin pemecahan yang
dirancang untuk membantu para auditor mengenali pola diagnostik asosiasi kausal di antara
kegiatan komponen dari suatu proses bisnis (Senge 1990). Sistem berpikir praktisi
menggunakan representasi diagram untuk meningkatkan auditor memperhatikan pola kausal
yang mendorong kinerja bisnis (Gharajedaghi 1999). O’Donnel dan Perkins (2011)
mengemukakan bahwa penelitian menggunakan diagram causal loop akan meningkatkan
auditor mengenali dan merespons dengan tepat diagnostik pola perubahan terkait akun ketika
mereka akan menganalisis prosedur untuk menilai risiko dari salah saji material selama tahap
perencanan audit. Penelitian empiris mengenai order effect terhadap keyakinan auditor
didasarkan pda model belief adjustment model yang dikemukakan oleh Hogarth, Wit dan
Koehler (1986). Model ini mengasumsikan bahwa seorang individu dalam memproses
informasi secara sekuensial akan cenderung menggunakan metode anchoring dan adjustment
untuk menggabungkan bukti – bukti yang baru. Penelitian terdahulu (Hogarth dan
Einhorn;1992 dan Pinsker;2007;2011) belum menguji penggunaan diagram causal loop di
bagian akhir penyajian informasi sebagai suatu bentuk informasi yang diduga menyebabkan
3
efek risensi. Penelitian ini menggunakan kombinasi dari penelitian terdahulu yaitu Ashton
dan Kennedy (2002) dan O’Donnel dan Perkins (2011). Ide Ashton dan Kennedy
mengusulkan dalam konteks audit dengan penyajian sekuensial, untuk mengatasi bias risensi,
partisipan diminta melakukan self-review dan hasil menunjukkan berkurangnya efek risensi
secara signifikan. Sedangkan ide dari O’Donnel dan Perkins tentang menilai risiko dengan
prosedur analisis dengan menggunakan alat sistem berpikir untuk membantu auditor fokus
pada pola diagnostik. Kombinasi dari keduanya membangun penelitian yang akan dilakukan
dengan variabel yang berbeda. Yaitu menggunakan bentuk informasi secara bagan dan
nonbagan dan dalam penelitian ini dilakukan secara berdiskusi dengan kelompok untuk
pengambilan keputusan audit pada sistem pengendalian internal (SPI).
Aplikasi belief-adjustment theory pernah diujikan pada berbagai setting, antara lain,
audit (Ashton dan Ashton 1988, Suartana 2006, Nasution dan Supriyadi 2007), sedangkan
dalam konteks penggunaan informasi akuntansi, investor dan analispun juga mengalami bias
risensi. Studi Tuttle, Coller, dan Burton (1997) menunjukkan bahwa pelaku pasar tidak
rasional, sehingga urutan informasi yang berbeda direspon dengan cara yang berbeda pula.
Libby dan Tan (1999) juga menunjukkan bahwa analis saham terkena bias risensi. Penelitian
Alvia (2009) juga memberikan bukti empiris bahwa terdapat efek kekinian dalam
pengambilan keputusan investasi saham ketika informasi akuntansi dan informasi non
akuntansi yang masing-masing bermuatan good news dan bad news ( informasi campuran )
disajikan secara berurutan akan menyebabkan bias resensi.
Upaya untuk memitigasi dan mengeliminasi bias atas keputusan audit yang dibuat
oleh auditor dapat dilakukan antara lain melalui suatu mekanisme debiasing (pengawabiasan)
seperti akuntabilitas, dan pendokumentasian (Ashton dan Ashton, 1988; Kennedy, 1993;
Cushing dan Ahlawat, 1996). Ashton dan Ashton (1998) mengemukakan bahwa jika
pengaruh dari faktor seperti urutan bukti (order effect) bersifat tidak acak tetapi sesuatu yang
sistematik dan bisa diprediksi, maka upaya debiasing dapat mengurangi bias dalam keputusan
audit adalah bukan sesuatu yang mustahil. Kennedy (1993) mengemukakan bahwa
akuntabilitas yaitu suatu mekanisme institusional dapat mengurangi bias dalam keputusan
audit yang disebabkan oleh bias recency.
Berdasarkan penyajian hasil penelitian dan fenomena - fenomena di atas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti apakah keputusan individu sebelum diskusi kelompok
berbeda dengan keputusan individu setelah diskusi kelompok dalam melakukan penilaian atas
4
SPI. Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk memberikan bukti secara
empiris bahwa terjadi efek risensi pada keputusan penilaian Sistem Pengendalian Internal
(SPI) antara individu yang mendapat informasi secara bagan dan nonbagan yang disajikan
secara sekuensial dan juga (2) memberikan bukti bahwa diskusi kelompok dapat memitigasi
efek risensi. Adapun juga manfaat dari penelitian ini adalah untuk membantu auditor dalam
menyelesaikan tugas reviewatas laporan keuangan. Dalam audit ada beberapa jasa akuntansi
yang diatur dalam standar akuntansi yaitu jasa kompilasi dan jasa review. Penelitian ini
memberikan kontribusi untuk KAP sehingga auditor dalam melaksanakan tugasnya dapat
lebih akurat lagi dalam memeriksa bukti – bukti yang diterima. Sehingga mereka tidak hanya
mengandalkan kemampuannya sendiri dalam memeriksa suatu bukti – bukti yang diterima
tetapi mereka dapat mendiskusikannya juga dengan rekan sesama auditor supaya dalam
memeriksa laporan keuangan dapat dibuktikan lebih dalam lagi keakuratannya dan dapat
menemukan kecurangan yang ada.
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Belief-Adjustment Theory-Recency Effects
Belief-adjustment theory dikemukakan oleh Hogarth dan Einhorn’s (1992)
menggunakan pendekatan anchoring dan adjustment. Teori ini menjelaskan fenomena order
effect yang muncul dari interaksi antara strategi pemrosesan informasi dengan karakteristik
tugas. Pengaruh urutan informasi menurut model belief-adjustment effect, dan dillution effect
akan tergantung pada karakteristik tertentu dari susunan informasi. Dalam penelitian ini
digunakan informasi campuran (berisi good news diikuti bad news atau bad news diikuti
good news) disajikan secara berurutan untuk menguji efek resensi.
Bazerman (1994) mengemukakan bahwa model belief-adjustment merupakan salah
satu bentuk bias heuristik. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa individu memproses
informasi secara berurutan dan memiliki keterbatasan kapasitas memori. Individu cenderung
akan mengubah keyakinan awalnya (intial anchor) dan melakukan penyesuaian (adjustment)
atas keputusannya berdasarkan informasi yang tersedia secara berurutan di pasar. Hogarth
dan Einhorn’s (1992) menyatakan bahwa ketika individu – individu memperoleh bukti –
bukti baru berupa informasi yang tersedia, mereka akan meninjau kembali keyakinannya
dengan menggunakan proses jangkar dan penyesuaian. Keyakinan saat ini yang disebut
sebagai jangkar (anchor) akan disesuaikan dengan informasi / bukti yang diterima saat ini
secara berurutan. Keyakinan awal yang sudah direvisi akan menjadi jangkar baru bagi proses
5
pengambilan keputusan selanjutnya. Begitu juga menurut Tversky dan Kahneman (1974),
konsep belief-adjustment merupakan salah satu bentuk bias heuristik dan merupakan
pengembangan dari teori prospek yang dikemukakan oleh Tversky dan Kahneman (1979)
dalam Bazerman (1994).
Penelitian ini menerapkan model belief-adjustment pada bidang akuntansi keuangan
mengadopsi desain penelitian Hogarth dan Einhorn (1992). Urutan informasi dimanipulasi
antar subyek. Subyek menerima dua buah informasi negatif diikuti dengan dua buah
informasi negatif diikuti dengan dua buah informasi positif (--++) atau dua buah informasi
positif diikuti dengan dua informasi positif diikuti dengan dua buah informasi negatif (++--).
Penelitian pada topik ini menggunakan model respon step-by-step (SbS) dengan
memanipulasi urutan penyajian informasi fundamental (++--). Kombinasi informasi positif
dan negatif dengan berbagai kemungkinan urutan dan jenis informasi ini dinamakan sebagai
informasi yang bersifat campuran.
Hubungan Efek Risensi Dengan Penyajian Informasi
Efek risensi adalah bias keputusan yang terjadi ketika pengambil putusan membobot
informasi terakhir lebih besar dibandingkan informasi yang diterima sebelumnya. Trotman
dan Wright (1996) menguji efek risensi dan menemukan bahwa senior auditor dan mahasiswa
akuntansi menjadi partisipan eksperimen dengan audit mengalami efek risensi ketika menilai
kasus pengendalian internal dan keputusan going concern, sedangkan manager KAP tidak
terpengaruh efek risensi. Penelitian ini diadaptasi dari Trotman dan Wright (1996) dengan
mengembangkannya pada keputusan individual sebelum dan setelah diskusi.
Model belief adjustment dari Hogarth dan Einhorn (1992) yang menggunakan
pendekatan anchoring dan adjustment ini adalah ketika individu melakukan penilaian dari
suatu informasi awal dan melakukan penyesuaian sampai pada keputusan akhir. Mereka juga
mengusulkan model revisi keyakinan dengan memposisikan individu memiliki keterbatasan
kognitif dalam memproses informasi sehingga cenderung memproses informasi secara
sekuensial akan menggunakan proses penjangkaran (anchoring) dan penyesuaian
(adjustment). Individu akan merevisi keyakinannya setelah menerima informasi baru bila
informasi disajikan secara sekuensial. Potongan informasi yang diberikan dalam bentuk
informasi positif sebagai bukti yang mendukung dan informasi negatif sebagai bukti yang
tidak mendukung. Model ini menggambarkan penyesuaian keyakinan individu karena adanya
bukti baru ketika melakukan revisi secara berurutan. Dalam model ini menempatkan
karakteristik tugas sebagai moderator dalam hubungannya antara bukti dengan pertimbangan
6
yang akan dibuat (Hogarth dan Einhorn;1992). Eksperimen lainnya adalah yang dilakukan
oleh Nasution dan Supriyadi (2007) yang melakukan pengujian menurut urutan bukti
terhadap proses revisi keyakinan dalam setting audit. Hasilnya menunjukkan bahwa seorang
auditor melakukan revisi keyakinan dengan membobot informasi baru lebih penting daripada
informasi sebelumnya, ini membuktikan terjadinya efek risensi.
Bentuk informasi dikembangkan dari penelitian O’Donnel dan Perkins (2011),
mereka mengatakan bahwa menggunakan diagram causal loop dapat mempengaruhi sejauh
mana auditor fokus pada fluktuasi pola akun yang bersangkutan. Bentuk informasi yang
diberikan kepada masing – masing individu berdasarkan pada bagan dan nonbagan. Dengan
demikian hipotesis yang pertama dirumuskan sebagai berikut.
H1 : Ada perbedaan keputusan penilaian Sistem Pengendalian Internal (SPI) antara
individu yang mendapat informasi secara bagan dan nonbagan yang disajikan
secara sekuensial.
Hubungan Efek Risensi Dengan Diskusi Kelompok
Kelompok merupakan suatu proses bimbingan dimana murid-murid akan
mendapatkan suatu kesempatan untuk menyumbangkan pikiran masing-masing dalam
memecahkan masalah bersama. Grup diharapkan akan berperan meningkatkan kualitas
keputusan (Salomon, 1982)
Penelitian dalam bidang pengauditan dengan topik audit judgment lebih banyak
memfokuskan pada judgment yang dibuat aditor secara individual. Telah sering dilontarkan
kritik tentang keberadaan penelitian yang memfokuskan pada pembuatan keputusan
kelompok (Arnold dan Sutton, 1997). Masalah keputusan kelompok perlu dipertimbangkan
karena dua alasan. Pertama, keputusan seperti pengalokasian sumberdaya (investasi), evaluasi
kinerja dan pembuatan audit judgment dibuat oleh kelompok manajer atau kelompok auditor
bukan oleh para manajer atau auditor secara perorangan (Anthony et al., 1989). Kedua,
konsisten dengan yang pertama, para peneliti akuntansi keperilakuan telah menyebutkan
pentingnya meneliti fenomena akuntansi dari perspektif kelompok (Libby dan Luft, 1993)
yang menggunakan partisipan analisis saham, memberikan bukti empiris adanya bias risensi.
Ada beberapa bentuk – bentuk penyajian informasi menurut Ed O’Donnell dan Jon D.
Perkins yaitu sistem berpikir praktisi yang menggunakan representasi bagan untuk
meningkatkan manajer memperhatikan pola kausal yang mendorong kinerja proses. Kedua,
proses bisnis (Gharajedaghi, 1999). Kemudian diagram causal-loop yang membantu analisis
bisnis mengembangkan representasi mental yang berfokus pada saling ketergantungan antara
7
komponen daripada komponen independen (Repening, 2003) sehingga meningkatkan arti
penting diagnostik pola perubahan antara variabel terkait.
Dalam penelitian ini, bentuk informasi dikembangkan dari penelitian sebelumnya
O’Donnell dan Perkins (2011). Mereka mengatakan bahwa menggunakan diagram causal
loop menyorot asosiasi diantara akun terkait lainnya yang dapat mempengaruhi sejauh mana
auditor fokus pada fluktuasi pola akun yang bersangkutan. Bentuk informasi yang diberikan
kepada masing – masing individu berdasarkan pada bagan dan nonbagan. Pengujian dengan
bentuk bagan dan nonbagan diharapkan dapat membantu auditor untuk mengetahui dengan
tepat pola bukti dalam menentukan salah saji.
Trotman dan Wright (1996) menunjukkan bahwa risensi terjadi karena masalah
familiarity, sehingga dia membagi partisipannya dalam 3 kelompok, yaitu manager KAP,
auditor senior, dan mahasiswa akuntansi. Hasilnya menunjukkan bahwa auditor senior dan
mahasiswa akuntansi terkena dampak risensi namun manager KAP tidak terpengaruh. Alvia
dan Sulistiawan (2010) menguji efek risensi pada keputusan investasi saham dengan
informasi fundamental dan informasi teknis yang disajikan berurutan dan informasinya
bersifat campuran (+++--- dan ---+++). Mereka menggunakan pelatihan analisis grafik saham
sebagai upaya untuk mengeliminasi bias risensi. Hasilnya partisipan yang tidak mendapatkan
pelatihan mengalami bias risensi, sedangkan partisipan yang mendapatkan pelatihan
mengambil keputusan yang rasional dan tepat. Berdasarkan penjelasan diatas hipotesis kedua
bagian a dirumuskan sebagai berikut.
H2a : Pada kelompok yang mendapat informasi bagan keputusan individu setelah
diskusi kelompok lebih baik daripada keputusan individu sebelum diskusi
kelompok.
Teori perbandingan sosial (social comparison theory) menyatakan bahwa para
individu secara kontinyu mempersepsikan dan mempresentasikan diri sendiri dalam suatu
cara yang diinginkan secara sosial (socially favorable). Para anggota kelompok harus secara
kontinyu memproses informasi tentang bagaimana orang lain mempresentasikan diri sendiri
dan menyesuaikan presentasi diri mereka sendiri berdasarkan hal itu. Interaksi kelompok
mengkondisikan anggotanya untuk membandingkan posisi mereka dengan anggota lainnya
dalam kelompok (Isenberg, 1986).
Group-induced shift theory menjelaskan bagaimana kelompok menginduksi terjadinya
pergeseran keputusan atas pilihan / keputusan individu dalam hal proses perbandingan
8
interpersonal. Dengan membandingkan dirinya dengan orang lain anggota kelompok
mengetahui bahwa posisinya adalah discrepant tidak nyaman, misalnya, ia terlalu berhati-hati
atau terlalu berisiko. Pengetahuan tentang perbedaan ini mungkin perlu dan cukup untuk
mempengaruhi individu yang ada dalam kelompok untuk mengubah pilihan awalnya.
Penjelasan lain dari teori ini mendeskripsikan bahwa pergeseran dalam pilihan / keputusan
individu terjadi karena selama diskusi anggota kelompok terpengaruh karena adanya argumen
persuasif (Burnstein dan Vinokur, 1973; Isenberg, 1986). Didalam penelitian ini bentuk
informasi dikembangkan dari penelitian sebelumnya O’Donnel dan Perkins (2011). Mereka
mengatakan bahwa menggunakan diagram causal loop menyorot asosiasi diantara akun
terkait lainnya yang dapat mempengaruhi sejauh mana auditor fokus pada fluktuasi pola akun
yang bersangkutan. Bentuk informasi yang diberikan kepada masing – masing individu
berdasarkan pada bagan dan nonbagan. Pengujian dengan bentuk bagan dan nonbagan
diharapkan dapat membantu auditor untuk mengetahui dengan tepat pola bukti dalam
menentukan salah saji. Pemitigasian efek risensi diteliti Ashton dan Kennedy (2002)
menggunakan self review sebagai upaya meminimalisir risensi. Mereka menunjukkan bahwa
bukti audit yang disajikan untuk keputusan going concern berisiko mengalami bias. Informasi
akhir yang disajikan sekuensial dibobot lebih tinggi dibandingkan informasi awal. Dengan
memperhatikan bahwa informasi dalam proses audit biasanya lebih bersifat sekuensial,
penyajian informasi secara simultan bukanlah solusi untuk praktik audit. Penelitian Ashton
dan Kennedy (2002) mengusulkan dalam konteks audit dengan penyajian sekuensial, untuk
mengatasi bias risensi, partisipan diminta melakukan self-review dan hasil menunjukkan
berkurangnya efek risensi secara signifikan. Diskusi kelompok dilakukan untuk memitigasi
efek risensi merupakan model self-review seperti Ashton dan Kennedy (2002). Self-review
dilakukan dengan membaca ulang persoalan masalahnya, kemudian menyampaikan pendapat
dalam diskusi kelompok dan selanjutnya masing – masing mengambil keputusan berdasarkan
diskusi. Dengan diskusi kelompok, diharapkan memitigasi efek risensi dan meningkatkan
kualitas keputusan yang diambil. Pada pengambilan keputusan individu yang menerima
informasi konsisten (positif-negatif) dengan menggunakan bentuk informasi nonbagan akan
memberikan penilaian individu yang lebih besar namun kurang baik. Proses diskusi
kelompok menyebabkan pengambilan keputusan menjadi lebih rasional dan bergeser
sehingga keputusan akhir setelah diskusi kelompok lebih baik daripada sebelum diskusi
kelompok. Berdasarkan penjelasan diatas hipotesis kedua bagian b dirumuskan sebagai
berikut:
9
H2b : Pada kelompok yang mendapat informasi nonbagan keputusan individu setelah
diskusi kelompok lebih baik daripada keputusan individu sebelum diskusi
kelompok.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Desain eksperimen adalah 2 x 2 x 2 betweenwithin-subject dengan faktor pertama
berupa bentuk informasi (bagan dan nonbagan), faktor kedua urutan sifat informasi (positif-
negatif dan negatif-positif) dengan membandingkan sebelum dan sesudah diskusi (within-
subject).
Subjek dan Tatanan Eksperimen
Peneliti menggunakan 41 Mahasiswa Program Studi Akuntansi pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang sedang mengambil
mata kuliah pengauditan. Peserta akan diasumsikan untuk berperan sebagai auditor yang
sedang mengaudit sistem pengendalian internal dalam persediaan barang PT. JACKOMART.
Instrumen penelitian eksperimen menggunakan kertas dan pena. Peserta akan menjawab
pertanyaan yang diberikan secara manual di kertas yang sudah disediakan sesuai dengan
perintah yang diberikan oleh penelitian. Seluruh pengerjaan untuk masing – masing
perlakuan dilakukan secara random.
Pembagian Modul
Pemutaran Video Profile PT
Jackomart
Penilaian Awal
Pengendalian Internal
Penilaian atas bukti (+++--
-) yang sudah disediakan
Pengambilan Modul
Penilaian atas bukti (+++-
--) yang sudah disediakan
Pengambilan Modul
Debriefing
10
Gambar 1. Langkah Pelaksanaan Eksperimen
Pelaksanaan eksperimen adalah melalui beberapa tahap yaitu :
1. Subjek mendapat informasi atas peran dan tugasnya sebagai auditor senior dari suatu
KAP dan menerima pertanyaan pengecekan manipulasi atas peran dan tugasnya.
2. Subjek menerima informasi profil klien dalam bentuk video dan booklet selama
10menit mengenai profil perusahaan dan menjawab pertanyaan pengecekan
manipulasi untuk menguji pemahaman atas kondisi klien.
3. Selanjutnya setiap subjek akan menerima enam buah informasi secara berurutan.
Dalam setiap informasi, subjek menerima narasi awal yang berisi deskripsi
perusahaan. Dimana tiga buah informasi diterima secara positif dan tiga informasi lain
diterima secara negatif. Dalam setiap informasi tersebut disajikan dalam dua buat
bentuk penyajian informasi yaitu bagan dan nonbagan.
4. Subjek diminta menilai SPI suatu perusahaan dan mengisi kuesioner penutup
5. Subjek dibagi dalam kelompok yang terdiri dari empat sampai lima orang dan
mendiskusikan kondisi klien dalam waktu 30 menit.
6. Subjek diminta memberi penilaian SPI atas klien secara individu. Berikutnya
partisipan akan diminta untuk mengisi kuesioner penutup dan mengikuti debriefing
yang bertujuan untuk meberi penjelasan kepada subjek atas situasi yang diberikan dan
mengembalikan subjek pada kondisi semula.
Tabel 1 Matrik Eksperimen
Bentuk Informasi
Bagan Nonbagan
Urutan
Positif
Urutan
Negatif
Urutan
Positif
Urutan
Negatif
Sebelum +++ --- ---+++ +++--- ---+++
Sesudah +++--- ---+++ +++--- ---+++
Diskusi
Partisipan berkumpul 1 grup sesuai kelompok yang sudah disiapkan mentor.
Sekuensial
Cara
Penyajian
Pembagian Modul
Penilaian Awal
Pengendalian Internal
11
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengujian Karakteristik Partisipan
Penelitian ini berhasil mengumpulkan mahasiswa S1 sebanyak 41 peserta dari jurusan
Akuntansi Universitas Kristen Satya Wacana. Penelitian diadakan pada hari selasa, 15 April
2014. Apabila jawaban dari tiga pertanyaan subjek menjawab tepat dua pertanyaan benar
maka subjek lolos pengecekan manipulasi. Karakteristik masing – masing partisipan terdiri
atas 4 kategori yaitu IPK, semester, umur, dan jenis kelamin. Adapun karakteristik partisipan
ada pada tabel 2.
Tabel 2
Karakteristik Partisipan
Kategori Jumlah
IPK
- 2.5-3 21
- 3-3.5 15
- >3 2
Semester
- 5/6 36
- 7/8 2
Umur
- 20-22 37
- 23-25 1
Jenis Kelamin
- Pria 15
- Wanita 23
Subjek yang berhasil lolos dalam pengecekan manipulasi sebanyak tiga delapan (38)
peserta dari empat satu peserta. Partisipan terdiri dari lima belas (15) pria dan dua tiga (23)
wanita, paling banyak berusia 20-22 tahun. Jumlah partisipan terbanyak dengan IPK 2.5-3
dan mengambil pada semester 5/6. Hasil ini menunjukkan bahwa pertisipan mempunyai
karakteristik yang bervariasi. Untuk hasil pendukung bahwa partisipan tidak ada perbedaan
dan tidak mempengaruhi terhadap pngambilan keputusan dapat dilihat pada tabel 3.
12
Tabel 3
Pengujian Perbedaan Karakteristik
Mean
Squares F Sig
IPK Antargrup 0,274 0,632 0,765
Intragrup 0,434
Semester Antargrup 0,022 0,824 0,597
Intragrup 0.027
Umur Antargrup 0,085 1,421 0,198
Intragrup 0,060
Jenis
Kelamin Antargrup 0,337 1,443 0,189
Intragrup 0,233
Hasil uji one way anova menunjukkan bahwa karakteristik (IPK, semester, umur dan
jenis kelamin) tidak ada perbedaan signifikan dan tidak memperngaruhi terhadap
pengambilan keputusan audit.Kelompok pada karakteristik IPK terhadap pengambilan
keputusan ditunjukkan dengan signifikan (p=0,586), semester dengan signifikan (0,597),
umur dengan signifikan (p=0,198) dan jenis kelamin dengan signifikan (p=0,189). Hasil
perbedaan antara karakteristik individu (IPK, semester, umur, dan jenis kelamin) tidak ada
pengaruh karakteristik dan tidak mempengaruhi dalam pengambilan keputusan.
Pengujian Hipotesis 1
Hipotesis 1 menyatakan bahwa pada individu yang mendapat informasi bagan dan
nonbagan yang disajikan secara sekuensial terdapat perbedaan keputusan dalam penilaian
sitem pengendalian internal (SPI). Pengujian dengan independent t-test dapat dilihat pada
tabel 4.
13
Tabel 4
Pengujian Hipotesis 1
Sekuensial Positif N Rata - rata Std. Dev Uji t (Sig.)
Bagan 22 81,82 7,645 3,205(0,003)
Nonbagan 19 74,21 7,502
Sekensial Negatif
Bagan 22 38,86 16,252 2,032(0,049)
Nonbagan 19 27,11 20,771
Dari hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa pada informasi positif, rata – rata
keputusan SPI dengan cara penyajian sekuensial dalam bentuk bagan sebesar 81,82 dan rata –
rata keputusan SPI dengan penyajian sekuensial dalam bentuk nonbagan adalah 74,21. Dalam
hasil pengujian t-test pada kelompok dengan informasi positif dan bentuk informasi bagan
menunjukkan terdapat perbedaan signifikan dengan nilai p=0,003 pada keputusan SPI dengan
cara penyajian sekuensial. Hasil ini menunjukkan terjadi efek risensi pada informasi yang
disajikan tetapi informasi yang disajikan sama dalam bentuk yang berbeda.
Dalam informasi urutan negatif rata – rata keputusan SPI dengan cara penyajian
sekuensial bagan sebesar 38,86 dan rata – rata keputusan SPI dengan cara penyajian
sekuensial nonbagan nilainya sebesar 27,11. Hasil pengujian pada kelompok yang mendapat
informasi urutan signifikan dengan nilai p=0,049. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
perbedaan antara kelompok yang mendapatkan informasi bentuk bagan maupun nonbagan
pada penyajian sekuensial. Ini menunjukkan terjadi efek risensi karena bentuk informasi yang
disajikan berbeda. Dengan demikian H1 terdukung, yaitu terdapat perbedaan keputusan
penilaian pengendalian internal antara bentuk informasi bagan dan nonbagan.
Hal ini menunjukkan bahwa, ketika individu menerima informasi yang disajikan
secara sekuensial (step by step) dalam bentuk bagan dan nonbagan dengan urutan positif
maupun negatif maka individu akan merevisi keyakinannya ketika mereka menerima tiap
potongan informasi. Hali ini sejalan dengan studi Hogarth dan Einhorn (1992), Pinsker
(2007), dimana individu akan merevisi keyakinannya ketika menerima serangkaian informasi
yang terpisah.
14
Pengujian Hipotesis 2a
Hipotesis 2a menguji pada kelompok yang mendapat informasi bagan keputusan
individu setelah diskusi kelompok lebih baik daripada keputusan individu sebelum diskusi
kelompok. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Paired t-test yang membandingkan
informasi urutan positif dengan informasi urutan negatif pada kelompok sebelum dengan
sesudah diskusi yang mendapat informasi sekuensial bagan. Hasil pengujian hipotesis ini
dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5
Pengujian Hipotesis 2a
N
Rata-
Rata Std.Dev Uji t (Sig)
Grup Urutan Positif
Bentuk Bagan
Sebelum 22 81,82 7,645 4,025(0,001)
Sesudah 22 72,05 6,842
Grup Urutan Negatif
Bentuk Bagan
Sebelum 22 42,27 15,486 2,147(0,044)
Sesudah 22 34,77 7,151
Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata keputusan kelompok sebelum diskusi
pada informasi positif yang disajikan dengan bentuk bagan sebesar 81,82 sedangkan pada
kelompok diskusi pada informasi positif dengan bentuk bagan rata-ratanya sebesar 72,05,
dengan nilai signifikan sebesar (0,001). Perbedaan rata – rata antara keputusan individu
sebelum diskusi dengan sesudah diskusi ini menunjukkan adanya efek risensi tetapi hasil rata
– rata sesudah melakukan diskusi ini lebih baik, mengapa dikatakan lebih baik karena pada
saat sebelum melakukan diskusi individu akan terpesona dengan urutan informasi positif
dengan bentuk bagan yang diberikan tetapi setelah individu melakukan diskusi kelompok
keputusan akhir menjadi lebih rendah karena mereka melakukan proses revisi keyakinan atau
15
adjustment dalam menilai urutan informasi positif dengan bentuk bagan yang diberikan. Ini
membuktikan bahwa metoda diskusi kelompok dapat memitigasi efek risensi.
Kemudian pada kelompok yang menerima informasi sekuensial negatif dengan
bentuk bagan, rerata keyakinan sebelum diskusi adalah 42,27 sedangkan keputusan individu
setelah diskusi adalah sebesar 34,77, dengan nilai signifikan (0,044). Perbedaan rata – rata
antara keputusan individu sebelum dengan sesudah melakukan diskusi ini juga menunjukkan
efek risensi dan hasil rerata sesudah diskusi menunjukkan angka yang lebih rendah dan
kondisi ini membuktikan bahwa metoda diskusi kelompok dapat memitigasi efek risensi.
Karena pada saat individu sebelum melakukan diskusi, individu ini menilai urutan informasi
negatif dengan bentuk bagan sebagai informasi yang tidak mendukung atau informasi yang
buruk tetapi setelah individu melakukan diskusi dengan kelompoknya individu akan merubah
keyakinan awalnya dengan melakukan adjustment atas penilaian urutan informasi negatif
dengan bentuk bagan yang diberikan menjadi informasi yang sangat tidak mendukung atau
sangat buruk sehingga hasil rata – rata menunjukkan nilai lebih baik pada saat individu
sesudah melakukan diskusi kelompok.
Pengujian Hipotesis 2b
Pengujian hipotesis 2b adalah pada kelompok yang mendapat informasi nonbagan
keputusan individu setelah diskusi kelompok lebih baik daripada keputusan individu sebelum
diskusi kelompok. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Paired t-test yang
membandingkan informasi urutan positif dengan informasi urutan negatif pada kelompok
sebelum dengan sesudah diskusi yang mendapat informasi sekuensial nonbagan. Hasil
pengujian hipotesis ini dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6
Pengujian Hipotesis 2b
N Rata-rata Std.dev Uji t (sig)
Grup urutan positif
Bentuk nonbagan
Sebelum 19 78,68 5,973 4,025(0,001)
Sesudah 19 73, 68 6,421
Grup urutan negatif
Bentuk nonbagan
16
Sebelum 19 51,58 6,678 2,440(0,025)
Sesudah 19 44,21 9,756
Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata judgment kelompok sebelum diskusi pada
informasi positif yang disajikan dengan bentuk bagan sebesar 78,68 sedangkan pada
kelompok diskusi pada informasi positif dengan bentuk bagan rata-ratanya sebesar 73,68.
Hasil uji-t mempunyai nilai sebesar 2,788 dengan signifikan senilai (0,012). Kondisi ini
menunjukkan bahwa metoda diskusi mampu mengurangi risensi, dan dampaknya besar.
Pada grup yang menerima informasi sekuensial negatif, rerata keyakinan sebelum
diskusi grup adalah 51,58 sedangkan keputusan individu setelah diskusi grup adalah 44,21
dan perbedaan ini juga signifikan. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa metoda diskusi
kelompok pada kelompok yang mendapat informasi negatif mampu mengurangi efek risensi.
Hasil ini sejalan dengan riset mitigasi bias kognitif yang disajikan oleh Ashton dan
Ashton (1988) yang menggunakan self-review sebagai metoda dalam memitigasi efek risensi.
Diskusi kelompok dapat meningkatkan kualitas keputusan selaras dengan penelitian Arnold
dkk. (2001). Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa diskusi kelompok mampu
memitigasi bias risensi dalam kondisi penyajian informasi positif dan negatif dan dalam
bentuk informasi bagan maupun nonbagan.
Tabel 7 Rata-rata Keputusan Akhir Pola Penyajian Sekuensial
Ke-0 Info 1 Info 2 Info 3 Info 4 Info 5 Info 6
Bagan
Positif-
negatif 70.909 75.454 75.227 81.818 33.863 39.318 41.666
Negatif-
positif 70, 454 34,772 36,136 41,136 72,045 71,818 71
Nonbagan
Positif-
negatif 74,21 80,526 80 82,631 31,842 30,526 30,789
Positif-
negatif 72,105 32,105 20,789 23,684 80,263 74,473 80,789
17
Gambar 2 . Pola Fishtail pada Keputusan dengan Pola Penyajian Sekuensial Bagan
Gambar 3 . Pola Fishtail pada Keputusan dengan Pola Penyajian Sekuensial Nonbagan
Hasil diatas sudah sesuai dengan model belief adjustment dari Hogarth dan Einhorn
(1992). Tabel diatas menunjukkan rata-rata keputusan akhir dengan pola penyajian sekuensial
fishtail yang dinyatakan dalam model belief adjustment oleh Hogarth dan Einhorn (1992) dan
sesuai dengan penelitian Nasution dan Supriyadi (2007) pada penelitian pengaruh urutan
bukti, gaya kognitif dan personalitas proses revisi keyakinan.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Ke-0 Info 1 Info 2 Info 3 Info 4 Info 5 Info 6
Bagan
positif-negatif
negatif-positif
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Ke-0 Info 1 Info 2 Info 3 Info 4 Info 5 Info 6
Nonbagan
positif-negatif
negatif-positif
18
Tabel 8 Rata-rata Keputusan Akhir Pola Penyajian Sekuensial
Ke-0 Info 1 Info 2 Info 3 Info 4 Info 5 Info 6
Bagan
Sebelum 70.909 75.454 75.227 81.818 33.863 39.318 41.666
Sesudah 70, 454 72,045 71,818 71 34,772 36,136 41,136
Nonbagan
Sebelum 74,21 80,526 80 82,631 31,842 30,526 30,789
Sesudah 72,105 80,263 74,473 80,789 32,105 20,789 23,684
Gambar 4. Pola yang menunjukkan bahwa Efek Risensi Termitigasi dengan Diskusi
Kelompok pada Penyajian Sekuensial Bagan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Ke-0 Info 1 Info 2 Info 3 Info 4 Info 5 Info 6
Bagan
sebelum
sesudah
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Ke-0 Info 1 Info 2 Info 3 Info 4 Info 5 Info 6
Nonbagan
Sebelum
Sesudah
19
Gambar 5. Pola yang menunjukkan bahwa Efek Risensi Termitigasi dengan Diskusi
Kelompok pada Penyajian Sekuensial Nonbagan
Hasil diatas sudah sesuai dengan model self-review dari Ashton dan Kennedy (2002).
Tabel diatas menunjukkan rata-rata keputusan akhir sesudah individu melakukan diskusi
kelompok lebih rendah dan lebih baik daripada keputusan individu sebelum diskusi
kelompok ini menunjukkan juga bahwa metoda diskusi kelompok dapat memitigasi efek
risensi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Riset ini bertujuan untuk membuktikan bahwa terjadi efek risensi pada keputusan
penilaian sistem pengendalian internal (SPI) antara individu yang mendapat informasi bagan
dan nonbagan yang disajikan secara sekuensial. Dan untuk membuktikan bahwa dengan
diskusi kelompok dapat memitigasi efek risensi. Penelitian ini menggunakan desain
eksperimen berbasis manual sebagai bentuk kontribusi metodologis penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1.) pola penyajian informasi dan urutan
informasi mempengaruhi keputusan audit atas penilaian sistim pengendalian internal (SPI)
(2.) Hasil diskusi kelompok menunjukkan bahwa efek resensi dapat dimitigasi dalam
penyajian informasi bagan-nonbagan.
Penelitian ini juga mempunyai beberapa kelemahan antara lain dalam penelitian
dilakukan pada dua kelompok diwaktu yang berbeda sehingga kemungkinan terjadi
perembesan informasi, namun demikian hal ini dapat diantisipasi dengan jeda waktu yang
tidak terlalu panjang. Sedangkan dalam hal diskusi, kita mengabaikan faktor – faktor individu
yang mempunyai kepribadian yang berbeda.
Penelitian yang akan datang juga dapat memperhatikan jeda waktu yang digunakan
dalam melakukan eksperimen sehingga mengurangi adanya perembesan informasi.
Kemudian juga dapat memperhatikan penyajian informasi yang disajikan dalam urutan
panjang dan juga melakukan pengujian strategi mitigasi dengan diskusi kelompok.
Penerapan teori belief-adjustment dalam penelitian ini terbukti pada saat individu
memproses informasi secara berurutan, individu ini cenderung akan mengubah keyakinan
awalnya (intial anchor) dan melakukan penyesuaian (adjustment) atas keputusannya
berdasarkan informasi yang tersedia secara berurutan di pasar. Penelitian ini juga
20
memberikan kontribusi praktis kepada KAP untuk membantu auditor menyelesaikan review
saat memeriksa laporan keuangan, auditor dapat lebih selektif dan teliti lagi dengan
menggunakan metoda diskusi kelompok sehingga auditor tidak mengalami efek risensi dalam
pengambilan keputusan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Cavaleri, S., and J. D. Sterman. 1997. Towards evaluation of systems thinking interventions:
A case study. System Dynamics Review 13 (2): 171–186.
Doyle, J. K., and D. N. Ford. 1998. Mental models concepts for system dynamics research.
System Dynamics Review 14 (1): 3–29.
Gharajedaghi, J. 1999. Systems Thinking: Managing Chaos and Complexity—A Platform for
Designing Business Architecture. Boston, MA: Butterworth Heinemann.
Knechel, W. R. 2007. The business risk audit: Origins, obstacles and opportunities.
Accounting, Organizations and Society 32 (4/5): 383–408.
O’Donnell, E., and J. J. Schultz. 2003. The influence of business-process-focused audit
support software on analytical procedures judgments. Auditing: A Journal of Practice
& 22 (2): 265–279.
Repenning, N. P. 2003. Selling system dynamics to (other) social scientists. System
Dynamics Review 19 (4): 303–327.
Senge, P. 1990. The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization.
New York, NY: Doubleday/Currency.
Solomon, I., and M. Shields. 1995. Judgment and decision-making research in auditing. In
Judgment and Decision Making Research in Accounting and Auditing, edited by R.
Ashton and A. Ashton, 137–175. New York, NY: Cambridge University Press.
O’Donnell. E dan Perkins D.J. 2011. Assessing Risk With Analytical Procedures: Do
System-Thinking Tools Help Auditors Focus on Diagnostic Patterns?. Auditing: A
Journal of Practice and Theory.
http://belajarpsikologi.com/pengertian-diskusi-kelompok/
Subagiyo, L. 2006. Pengalaman Dan Tanggung Jawab Auditor Sebagai Dasar Mendeteksi
Kekeliruan Dan Kecurangan. Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi Vol.
5, No. 1, April 2006 : 100-110.
Haryanto. Debiasing Audit Judgment : Akuntabilitas Dan Tipe Pembuat Keputusan.
Universitas Diponegoro Semarang.
Hogarth, R. M., and H. J. Einhorn. 1992. Order Effects in Belief Updating: The Belief-
Adjustment Model. Cognitive Psychology 24: 1–55
22
Alvia L dan D. Sulistiawan. 2010. The Examination of Recency and Knowledge Effect in
Stock Investment Decision Making: an Experimental Study. The Indonesian Journal
of Accounting Research (13)
Hogarth, R. M. , WIT. H. D. dan Koehler J.J. 1989. Effects of Diazepam On a Belief
Updating Task. Psychological Reports 64: 219-226.
Ashton, A. H., and R. H. Ashton. 1988. A Sequential Belief Revision in Auditing, The
Accounting Review, October, pp.623-641.
Ashton, R. H., Kleinmuntz, D. N., Sullivan, J.B. and Tomassini, L.A. 1988. Audit Decision
Making. In Abdel-khalik, A. R., and Salomon. I (eds). Research Opprtunities in
Auditing: The Second Decade, New York, American Accounting Association.
Ashton R.H., and Kennedy. 2002. Eliminating Recency with Self-Review: The Case of
Auditors’ Going Concern Judgments. Journal of Behavioral Decision Making 15 (3):
221-231.
Chalos P. and M.C.C. Poon. 2000. Participation and Performance in Capital Budgeting
teams. Behavioral Research in Accounting (12) 199-229.
Furnham, Adrian. 1986. The Robustness of the Recency Effect: Studies Using Legal
Evidence. The Journal of General Psychology (113), 351-357.
Libby R. and Tan. H. 1999. Analysts’ Reaction to Warnings of Negative Earnings Surprises.
Journal of Accounting Research (37) 415-435.
Pinsker R. 2011. Primacy or Recency? A Study of Order Effects when Nonprofessional
investors are Provided a Long Series of Disclosures. Behavioral Research in
Accounting 23: 161-183.
Trotman K.T., and A. Wright. 1996. Recency effects: Task Complexity, Decision Mode and
Task-Specific Experience. Behavioral Research in Accounting (8) 175-193.