E-Newsletter YapThiamHien (Edisi 03 | Tahun I | 2013)

12
T Tanggal 10 Desember 2013 merupakan Hari Peringatan ke-65 Hak Asasi Manusia, diperinga oleh orang di seluruh dunia setelah ditetapkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada 10 Desember 1948 oleh PBB. Dalam semangat itulah LBH Jakarta bersama sejumlah lembaga masyarakat sipil lainnya yang tergabung dalam Koalisi Perayaan Hari HAM (KOPER HAM) merasa perlu terus-menerus menyuarakan dan memperjuangkan pemenuhan HAM bagi segenap lapisan masyarakat Indonesia. Salah satunya dengan melakukan rangkaian refleksi Peringatan ke-65 Hari HAM dengan beragam akvitas sepanjang 3-10 Desember 2013. Lembaga dan komunitas yang tergabung dalam KOPER HAM adalah LBH Jakarta, Yayasan Yap Thiam Hien, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Koalisi Rakyat untuk Hak Air (KruHA), Transparency Internaonal Indonesia (TI Indonesia), KontraS, Solidaritas Anak Jalanan untuk Demokrasi, Komunitas Rumpin, Yayasan Penelian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP’65), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Sawit Watch, ICRP, KASuM, Solidaritas Perempuan Jabotabek, ELSAM, Lazuardi Birru dan Arus Pelangi. Seluruh agenda kegiatan dan isu akan diangkat dalam E-Newsleer ini sebagai bagian dari upaya memahami isu-isu HAM di Indonesia dan membangun kesadaran kris masyarakat pada umumnya dalam menyikapi Pemilu 2014 mendatang. Selamat membaca... Editorial Daſtar Isi Editorial .......................................................1 Agenda .....................................................2 Menjelang Yap Thiam Hiem Award 2013 ............ 3 Menyemai Semangat Damai pada Indonesia Muda ...... ................................................... 4 Suara Dari Yogyakarta ..................................7 Urgensi Pembentukan Desk/Unit Perburuhan Di Badan Reserse Kriminal Kepolisian Ri ..... 9 Dari Laporan KontraS TNI Di Ujung Tik Balik . 12 Yayasan Yap Thiam Hien d/a Kantor Notaris Niniek Rusnawa SH, MKN Komplek Mitra Matraman Blok A-2 no. 17, lantai 3 Jakarta Timur c/p: Yulia Siswaningsih Telp. 021-750-2401, 021-8591-8070, Mobile. 0815-1322-0269 (Yulia) Email: [email protected], [email protected] Website: www.yapthiamhien.org : @yapthiamhien : Yap Thiam Hien Yayasan Yap Thiam Hien Dewan Penasehat: Prof. Dr. Saparinah Sadli (Ketua) Dr. Makarim Wibisono Dewan Pengawas: Prof. Dr. H. M. Laica Marzuki (Ketua) Dra Maria Hartiningsih Dewan Pengurus: Dr. Todung Mulya Lubis (Ketua) Clara Joewono, MA Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, MA, APU Asep Rahmat Fajar , MA Yulia Siswaningsih, S.Sos (Sekretaris) Edisi 03 | Tahun I | 2013 “Melawan Lupa untuk Indonesia yang Menghormati HAM” Peringatan Hari Hak Asasi Manusia

description

E-Newsletter YapThiamHien diterbitkan oleh @yapthiamhien_in sebagai alat kami menceritakan tentang apa saja yang kami lakukan untuk memperkuat upaya-upaya perjuangan keadilan di bidang penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) melalui partisipasi masyarakat luas.

Transcript of E-Newsletter YapThiamHien (Edisi 03 | Tahun I | 2013)

TTanggal 10 Desember 2013 merupakan Hari Peringatan ke-65 Hak Asasi Manusia, diperingati oleh orang di seluruh dunia

setelah ditetapkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada 10 Desember 1948 oleh PBB. Dalam semangat itulah LBH Jakarta bersama sejumlah lembaga masyarakat sipil lainnya yang tergabung dalam Koalisi Perayaan Hari HAM (KOPER HAM) merasa perlu terus-menerus menyuarakan dan memperjuangkan pemenuhan HAM bagi segenap lapisan masyarakat Indonesia. Salah satunya dengan melakukan rangkaian refleksi Peringatan ke-65 Hari HAM dengan beragam aktivitas sepanjang 3-10 Desember 2013.

Lembaga dan komunitas yang tergabung dalam KOPER HAM adalah LBH

Jakarta, Yayasan Yap Thiam Hien, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Koalisi Rakyat untuk Hak Air (KruHA), Transparency International Indonesia (TI Indonesia), KontraS, Solidaritas Anak Jalanan untuk Demokrasi, Komunitas Rumpin, Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP’65), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Sawit Watch, ICRP, KASuM, Solidaritas Perempuan Jabotabek, ELSAM, Lazuardi Birru dan Arus Pelangi.

Seluruh agenda kegiatan dan isu akan diangkat dalam E-Newsletter ini sebagai bagian dari upaya memahami isu-isu HAM di Indonesia dan membangun kesadaran kritis masyarakat pada umumnya dalam menyikapi Pemilu 2014 mendatang.

Selamat membaca...

EditorialDaftar IsiEditorial .......................................................1Agenda .....................................................2Menjelang Yap Thiam Hiem Award 2013 ............3

Menyemai Semangat Damai pada Indonesia Muda ...... ................................................... 4Suara Dari Yogyakarta ..................................7Urgensi Pembentukan Desk/Unit Perburuhan Di Badan Reserse Kriminal Kepolisian Ri ..... 9Dari Laporan KontraS TNI Di Ujung Titik Balik . 12

Yayasan Yap Thiam Hiend/a Kantor Notaris Niniek Rustinawati SH, MKNKomplek Mitra MatramanBlok A-2 no. 17, lantai 3Jakarta Timurc/p: Yulia SiswaningsihTelp. 021-750-2401, 021-8591-8070, Mobile. 0815-1322-0269 (Yulia)Email: [email protected], [email protected]: www.yapthiamhien.org : @yapthiamhien : Yap Thiam Hien

Yayasan Yap Thiam Hien Dewan Penasehat:

Prof. Dr. Saparinah Sadli (Ketua) Dr. Makarim Wibisono

Dewan Pengawas:Prof. Dr. H. M. Laica Marzuki (Ketua)

Dra Maria HartiningsihDewan Pengurus:

Dr. Todung Mulya Lubis (Ketua) Clara Joewono, MA

Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, MA, APU Asep Rahmat Fajar , MA

Yulia Siswaningsih, S.Sos (Sekretaris)

E d i s i 0 3 | Ta h u n I | 2 0 1 3

“Melawan Lupa untuk Indonesia yang

Menghormati HAM”

Peringatan Hari Hak Asasi Manusia

E d i s i 0 3 | Ta h u n I | 2 0 1 32

Agenda

“Masyarakat yang Dikebiri”, memutar film “Kemijen Bergerak” mengenai upaya untuk mendorong transparansi dan kontrol terhadap proses pembangunan yang dapat dilakukan oleh semua orang tak terkecuali orang-orang “kecil” di daerah dan film “Menunggu Jakarta Tenggelam” yang menggambarkan perkembangan Ibu Kota Jakarta sebagai pusat bisnis serta laju pertambahan jumlah penduduk yang tinggi serta pembangunan infrastruktur secara masif tidak berwawasan lingkungan serta buruknya manajemen dan komitmen pemerintah dalam penyediaan air bersih telah mengancam tenggelamnya Ibu Kota.Tempat: LBH Jakarta, Jl. Diponegoro 74, Jakarta Pusat 10320Nara sumber: TI Indonesia dan AMARTA

“Ibu Pertiwi dan Bapak Aparat”, memutar film “Anak-Anak Cibitung” berkisah tentang dampak yang dialami oleh anak-anak korban konflik agraria yang terjadi di Kampung Cibitung, Desa Sukamulya, Kec. Rumpin, Bogor dan film “Maju atau Mundur – Suara dari Perkebunan Sawit” yang menyuarakan penipuan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit kepada masyarakat agar mau menyerahkan lahannya kepada perkebunan dengan sistem Plasma yang nantinya justru Petani akan berhutang kepada perkebunan kelapa sawit.Tempat: Kontras, Jl. Borobudur no. 14, Jakarta Pusat 10320Nara sumber: Komunitas Rumpin dan Sawit Watch

“Kalau Ada Sumur di Ladang”, memutar film “Para Pejuang HAM” yang bercerita tentang perjuangan sejumlah pejuang HAM, peraih Yap Thiam Hien Award yang secara konsisten menunjukkan pengabdiannya pada kemanusiaan dan film “Pararrel” dimana tanggal 20 November menjadi tanggal yang didedikasikan sebagai Peringatan Hari Trans-gender Sedunia dan mengenang para transgender yang telah meninggal akibat kekerasan dan diskriminasi yang mer-eka alami.Narasumber: Yayasan Yap Thiam Hien dan Arus Pelangi

“Atas Nama Ideologi”, memutar film “Jembatan Bacem” yang menceritakan lokasi yang terletak di perbatasan Solo dan Sukoharjo, yang dibawahnya mengalir sungai Bengawan Solo, dimana film ini bertutur tentang 3 orang saksi penghilangan paksa dan 2 orang survivor yang lolos dari upaya penghilangan paksa di atas Jembatan Bacem pada tahun 1965-1966 dan film “Bunga Kering Perpisahan” yang merupakan adaptasi dari Puisi Esai “Atas Nama Cinta” yang berkisah tentang hubungan beda agama antara Dewi, seorang Muslimah dan Albert, anak seorang pendeta.

Karnaval Peringatan HAM. Dalam rangka mensosialisasikan nilai-nilai dan gagasan HAM, mengingatkan masyarakat tentang kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia, dan sekaligus mengajak keterlibatan dan dukungan yang selu-as-luasnya dari masyarakat, maka KOPER HAM 2013 mengadakan Karnaval Peringatan HAM:Waktu: 6.00 WIB – selesaiTempat: Bundaran Hotel Indonesia (HI) Kegiatan: pembagian flyer dan materi lainnya, photo booth dan wawancara

Konferensi Pers pengumuman Peraih Yap Thiam Hien Award 2013Waktu: 14.00 WIB – selesaiTempat: Gedung LBH JakartaJl. Diponegoro no. 74, Jakarta Pusat 10320

Pameran Foto dan Panggung Seni-Budaya (10 Desember 2013)Waktu: 9.00 – 21.00 WIBTempat: Gedung LBH JakartaJl. Diponegoro no. 74, Jakarta Pusat 10320

a. Pameran Foto akan dilaksanakan di Lobby Gedung YLBHI (9.00 – 21.00 WIB)b. Pameran foto ini akan menampilkan Profil Peraih Yap Thiam Hien Award dan Foto mengenai isu HAM lainnyaPanggung Seni-Budaya (19.00 – 21.00 WIB)

- Orasi Budaya- Testimoni Korban Pelanggaran HAM- Foto Story “Kasus-Kasus Pelanggaran HAM”- Teatrikal- Penandatanganan dan serah terima Deklarasi Masyarakat “Melawan Lupa untuk Indonesia yang Menghormati

HAM”- hiburan

3 Desember 2013

4 Desember 2013

5 Desember 2013

6 Desember 2013

8 Desember 2013

10 Desember 2013

10 Desember 2013

Pemutaran Film dan Diskusi Publik (3-6 Desember 2013), jam 15.00 – 18.00 WIBWaktu Kegiatan

E d i s i 0 3 | Ta h u n I | 2 0 1 3 3

Tanggal 15 November 2013 lalu, Yayasan Yap Thiam Hien telah mencapai usia 2 tahun, meski sebenarnya umur Yap Thiam Hien Award (YTHA) telah melampaui usia 20 tahun, sebab Yayasan Pu-sat Studi HAM (YAPUSHAM) mengabadikan nama Yap Thiam Hien

sejak 1992 sebagai bentuk penghargaan bagi para pejuang HAM namun kemudian sempat terhenti di tahun 2004. Sejak 2008, YTHA dihidupkan kembali oleh Dr. Todung Mulya Lubis dan Clara Joewono, MA, yang terus bergulir hingga melahirkan Yayasan Yap Thiam Hien pada tahun 2011.

Yayasan Yap Thiam Hien bertujuan menggugah partisipasi mas-yarakat luas untuk memberikan dukungan, pemberdayaan dan perlind-ungan bagi mereka yang berjuang melawan ketidakadilan dan pelang-garan HAM. Selain memberikan pengakuan dan penghormatan kepada pejuang HAM melalui YTHA, Yayasan juga melaksanakan kegiatan pen-didikan, riset dan dokumentasi maupun pembangunan jaringan bagi kegiatan memperjuangkan keadilan dan HAM.

YTHA biasanya diberikan setiap tahun pada Hari HAM Sedunia yang jatuh pada tanggal 10 Desember 2013. YTHA dianugerahkan kepada individu atau lembaga atau organisasi/kelompok yang teguh berjuang di bidang penegakan HAM. Dalam kurun waktu 1992 – 2013 sudah 24 orang , lembaga dan organisasi/kelompok yang mendapatkan Yap Thi-am Hien Award, yaitu:

Tahun 1992: 1. Muhidin H. Hasyim (alm) - Jakarta 2. HCJ Princen (alm) - Jakarta 3. Johny Simanjuntak - Jakarta

Tahun 1993: Marsinah (alm) - Surabaya

Tahun 1994: Trimoelja D. Soerjadi - Surabaya

Tahun 1995: 1. Ade Rostina Sitompul (alm) - Jakarta 2. Petani Jenggawah - Jember

Tahun 1996: Sandyawan Sumardi - Jakarta

Tahun 1998: 1. KontraS - Jakarta 2. Farida Hariyani – Banda Aceh

Tahun 1999: 1. Sarah Lerry Mboeik - Kupang 2. Yosepha Alomang – Papua

Tahun 2000: UPC (Urban Poor Consortium) – Jakarta

Tahun 2001: 1. Suraiya Kamaruzzaman – Banda Aceh 2. Ester Indahyani Jusuf – Jakarta

Tahun 2002: Wiji Thukul

Tahun 2003: Maria Hartiningsih

Tahun 2004: Maria Catharina Sumarsih

Tahun 2008: Siti Musdah Mulia

Tahun 2009: 1. Pastor Yohanes Djonga (YTHA)2. Fauzi Abdullah (alm) (Lifetime Achievement

Award)

Tahun 2010: Asmara Nababan

Tahun 2011: Soetandyo Wignjosoebroto

Tahun 2012: Majalah TEMPO

Anugerah Yap Thiam Hien (Yap Thiam Hien Award - YTHA) diambil dari nama seorang advokat terbaik yang pernah dimiliki bangsa Indo-nesia, yaitu MR. Yap Thiam Hien (YTH). Ia adalah seorang penegak hu-kum yang mengabdikan seluruh hidupnya berjuang demi menegakkan keadilan dan hak asasi manusia. Ia juga merupakan advokat yang cer-das dan berintegritas. Semasa hidupnya ia dikenal sebagai advokat yang berhati baja yang memperjuangkan prinsip-prinsip hukum berkeadilan dan HAM. Ia membela kaum tertindas tanpa diskriminasi atas dasar apapun, termasuk keyakinan politik dan ideologi. Namanya kemudian menjadi sumber inspirasi dan obor api semangat bagi segenap pejuang keadilan dan HAM di negeri ini.

Yap Thiam Hien lahir di Kutaraja, Banda Aceh, pada 25 Mei 1913, dan meninggal dunia pada 25 April 1989 di Brussels, Belgia, dalam per-jalanan tugas menghadiri Konferensi Internasional Forum Organisasi Non-Pemerintah Internasional untuk Pembangunan Indonesia.

Di tahun 2013 ini, pengumuman peraih YTHA akan dilakukan melalui KONFERENSI PERS pada tanggal 10 Desember 2013, pukul 14.00.00, di Gedung YLBHI, Jalan Diponegoro no. 74 Jakarta 10320.

Sedangkan penyerahan YTHA akan dilaksanakan pada Malam Penga-nugerahan YTHA 2013 pada minggu ke-3 Januari 2014. Untuk reservasi dapat menghubungi Yulia di 0815-1322-0269 atau di [email protected] dan Dina di 0896-7474-3191 atau di [email protected]

Menjelang Yap Thiam Hien Award 2013

Yayasan Yap Thiam Hien

E d i s i 0 3 | Ta h u n I | 2 0 1 34

Aksi kekerasan masih terus ber-langsung di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bentuk kekerasan yang paling mengemuka di Indonesia

dalam satu dasawarsa terakhir ini adalah ke-kerasan atas nama agama. Kekerasan tersebut kerap termanifestasikan dalam berbagai aktif-itas radikalisme, ekstrimisme dan terorisme yang marak terjadi di Indonesia. Sebut saja penyerangan terhadap komunitas Ahmadi-yah, Syiah, dan kelompok minoritas lainnya. Hal yang mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa bentuk kekerasan tersebut saat ini su-dah menyentuh generasi muda Indonesia.

Prihatin akan kondisi tersebut, sekelom-pok anak muda Indonesia yang tergabung da-lam Lazuardi Birru, LSM yang peduli pada per-damaian generasi muda, menyelenggarakan “Birru Youth Training, Inspiring Future Lead-er for Peace”. Acara yang berlangsung pada awal September 2013 di Jakarta ini diikuti 358 siswa dan santri dari 34 provinsi di Indonesia.

Para siswa dan santri tersebut berasal dari 76 SMA/Madrasah Aliyah dan 43 Pondok Pesantren di seluruh Indonesia. Mereka ada-lah para siswa/santri yang berprestasi secara akademik dan aktif di organissi intra/eksta sekolah seperti OSIS, ROHIS, dan Redaktur Majalah Dinding. Melalui kegiatan ini, pe-san-pesan kedamaian, toleransi, dan nasion-alisme disemai kepada generasi muda. Selain itu, mereka diajak untuk memahami, mera-

sakan, dan mengalami langsung kebhinekaan bangsa Indonesia.

Selama tiga hari mengikuti pelatihan, para peserta diberikan pemahaman tentang kon-sep toleransi dan perdamaian yang terangkum dalam modul Say No To Adu Jotos. Modul itu memuat empat tema penting, yaitu Mayori-

tas-Minoritas, Muslim dan Non Muslim, State-ment Kafir, dan Menerima Perbedaan. Para peserta yang semuanya beragama Islam itu diajak memahami bahwa meski umat Islam adalah mayoritas, namun Indonesia adalah negeri yang majemuk yang ditopang dengan empat pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD

Menyemai Semangat Damai pada Indonesia Muda

Lazuardi Birru

01020304050

0,6

22,8

39,8

27,1

10,1

00,6

31,440,1

17,68,4 1,7

Sebelum Sesudah

Peledakan bom di Bali, JW Marriot dan beberapa tempat lainnya, merupakan pembelaan umat Islam terhadap perlakuan diskriminatif yang dilakukan umat non-Islam (%)

Pelatihan yang dilakukan berhasil mengubah pandangan responden terkait dengandukungan terhadap aksi terorisme. Terlihat adanya peningkatan ketidaksetujuanresponden atas aksi terorisme dari 62,8% menjadi 71,5%. Responden yang ragu-ragujuga mengalami penurunan (semula 27.1% menjadi 17.6%). Responden yang setujudengan aksi terorisme juga mengalami penurunan (semula 10.1% menjadi 8.4%).

E d i s i 0 3 | Ta h u n I | 2 0 1 35

1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Karena itu, tidak ada alasan untuk mendiskriminasi kelompok minoritas.

Dalam pelatihan ini, para peserta juga dia-jak memahami berbagai kasus kekerasan yang terjadi di tengah masyarakat dari perspektif perbedaan suku, etnis, kebudayaan, kesen-jangan ekonomi, politik, ideologi, hingga ag-ama. Dengan dipandu trainer berpengalaman dan metode penyampaian yang fun, mereka mendapatkan perspektif yang kaya tentang bagaimana menyikapi kebhinekaan agar tidak berujung pada kekerasan.

Usai kegiatan, para calon pemimpin masa depan ini diharapkan menjadi duta perda-maian yang dapat meneruskan nilai-nilai positif yang diperoleh dalam pelatihan ini ke komunitas pemuda di wilayah masing-masing.

Birru Youth Training tahun ini merupakan yang kelima sejak pertama kali diselenggara-kan tahun 2009. Hingga kini lebih dari 1.500 siswa dan santri dari berbagai daerah di Indo-nesia telah menerima manfaat dari kegiatan ini.

Secara umum pelatihan yang dilakukan telah berhasil memberikan pemahaman pent-ingnya nilai-nilai kemanusiaan dan toleransi dalam menyikapi berbagai perbedaan yang ada dalam masyarakat. Bahwa pada dasarn-ya perbedaan kelompok, ras, etnis maupun agama dalam suatu bangsa dan negara mau-pun dalam dunia internasional merupakan hal yang harus disikapi dengan arif.

Namun demikian, dari hasil asesement diketahui masih signifikannya responden yang tidak toleran terhadap perbedaan kelompok, ras, etnis, dan agama. Bahkan terlihat jelas adanya responden yang masih melabelisasi kafir kepada orang-orang dan kelompok yang berbeda, serta memberikan labelisasi thogut bagi negara dan pemerintah yang sah. Re-sponden yang mendukung penerapan syari-at Islam dan pendirian Negara Islam meng-gantikan konstitusi UUD 1945 dan NKRI juga terlihat tinggi. Bahkan 1,7% responden masih menyetujuui aksi bom bunuh diri, serta 0,3% masih menganggap bahwa penyerangan ter-

hadap rumah ibadah agama lain merupakan jihad.

Data tersebut juga memperlihatkan adan-ya konsistensi dari pandangan-pandangan ek-strim responden (per- variable rata-rata jum-lahnya tidak lebih dari 3%). Hal ini sepertinya

berkorelasi dengan komunikasi dan hubungan intensif yang terbangun antara responden dengan beberapa organisasi Islamis, baik yang dikenal berkaitan dengan terorisme, ekstrim-isme, dan pro-kekerasan.

Fenomena yang tergambarkan di atas sep-ertinya berkorelasi dengan pemilihan daerah asal responden (peserta pelatihan). Mayoritas responden (peserta pelatihan) berasal dari daerah yang tercatat sebagai high concentra-tion of active extrimist and high concentration of at-risk extrimist (77%), sementara peserta yang tercatat dari daerah moderate hanya 23%. Temuan yang terjadi dalam asesment ini semakin menguatkan validitas penelitian se-belumnya yang telah dijadikan baseline awal penentuan asal peserta pelatihan. Kompo-sisi itu yang menyebabkan terlihat jelasnya pandangan ekstrim para responden (peserta pelatihan) serta kontestasi ideologi extrimis dan pro-violence yang terjadi selama pelati-han.

Oleh karena itu, perlu program jangka panjang yang konsisten dan berkesinambun-gan untuk mereduksi dan mengubah pola pikir para responden yang telah terinfiltrasi kelompok Islamis yang selama ini teridenti-fikasi radikal, ekstrimis dan terafiliasi jaringan terorisme. Selain itu, diperlukan pula pro-gram pencegahan bagi kelompok yang belum terinfiltrasi juga sangat diperlukan. n

010203040506070

0,3

55,5

36,2

5,5 2,30,30,3

60,1

35,3

2,6 1,4 0,3

Sebelum Sesudah

Penyerangan terhadap rumah ibadah non muslimmerupakan ajaran yang dibenarkan dalam Islam (%)

Pandangan yang tidak setuju atas tindakan penyerangan terhadap rumah ibadah non-muslim juga meningkat (semula 91,7% menjadi 95,4%). Responden yang ragu-ragu terhadappernyataan ini mengalami penurunan dari 5.5% menjadi 2.6%. Seiring denganitu, responden yang setuju dengan tindakan penyerangan juga mengalami penurunan dari2.3% menjadi 1.4%.

E d i s i 0 3 | Ta h u n I | 2 0 1 36

Hampir setengah abad berlalu sejak tragedi 1965/66 meletus dimana sekurang-kurangnya 500.000 sam-pai 3.000.000 jiwa menjadi korban.

Jutaan korban terbunuh, puluhan ribu orang ditahan/dibuang ke Pulau Buru, Nusa Kam-bangan, Pulau Kemarau, dll. Jutaan korban mengalami penyiksaan di kamp-kamp konsen-trasi, ladang-ladang kerja paksa di Tangerang, Serang, Medan, Padang, Kalisosok Surabaya, Pemalang, Palembang, Palu, Manado, Argo-sari Kalimantan Timur, dll. Tidak sedikit para tahanan politik meninggal dunia karena ke-laparan. Proses penahanan, penghukuman, penyiksaan dilakukan tanpa proses hukum. Sampai hari ini para mantan tahanan politik tersebut masih memperoleh stigma, ancaman dan diskriminasi, sehingga mereka mengala-mi trauma berkepanjangan.

Komnas HAM sebagai lembaga negara yang ditugasi untuk melakukan penyelidikan atas tragedi 65, dalam rekomendasinya pada 23 Agustus 2012 menyimpulkan bahwa Peris-tiwa 1965-66 adalah pelanggaran HAM yang berat, ada bukti awal yang cukup dan meyak-inkan adanya keterlibatan aparat Negara/mi-liter. Peristiwa Pelanggaran HAM 65 dilakukan secara sistematis dan meluas, sehingga dapat dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity).

Satu tahun telah berlalu sejak Komnas HAM mengumumkan Rekomendasi/Hasil Penyelidikan pro yustisia atas Tragedi kema-nusiaan/kekerasan politik 1965-1966. Jaksa Agung diminta untuk melakukan penyidikan dan menggelar pengadilan HAM ad hoc ser-

ta melakukan terobosan untuk penuntasan penyelesaian atas korban tragedi 1965 den-gan mengembalikan hak-hak Korban 65 untuk memperoleh keadilan, rehabilitasi, kompen-sasi dan kebenaran.

Namun, rekomendasi Komnas HAM yang diharapkan sebagai pintu masuk untuk penyelesaian tragedi 1965/66 ternyata tidak ditindak lanjuti oleh Jaksa Agung. Berbagai dalih dilontarkan untuk mengganjal rekomen-dasi tersebut. Tindakan Kejaksaan Agung tersebut dapat dikategorikan sebagai upaya melanggengkan impunitas dan melecehkan upaya penegakan HAM serta bukti bahwa Pe-merintah RI tidak serius dan tidak mampu da-lam hal menyelesaikan tragedi kemanusiaan 1965/66.

Dalam upaya untuk ikut mencerdaskan bangsa dan meningkatkan harga diri serta martabat bangsa yang terpuruk akibat citra buruk Republik Indonesia sebagai negara yang tidak menghormati hak asasi manusia, ser-ta banyaknya kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan, maka dengan ini YPKP 65 mendesak dan menawarkan solusi terobosan untuk menjadi bahan dimasukkan ke dalam Rancangan Naskah Deklarasi Hari HAM Inter-nasional 10 Desember 2013:

Presiden Republik Indonesia segera men-erbitkan surat Keputusan Presiden (Keppres) untuk memberikan rehabilitasi, reparasi dan kompensasi kepada Korban 65 seperti yang diamanatkan Undang-Undang Nomer 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM serta Surat Rekomendasi Ketua Komnas

HAM,Mahkamah Agung, Ketua DPR-RI.Presiden RI atas nama Negara segera

melakukan permintaan maaf kepada kor-ban pelanggaran HAM khususnya Korban 65 sebagai pintu masuk untuk menuju pada penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat Tragedi 1965/66 secara menyeluruh. Permint-aan maaf sekurang-kurangnya dapat mengu-rangi penderitaan dan trauma bagi korban dan keluarga korban.

Korban, berdasarkan UU No 13 Tahun 2006 dan PP No 44 Tahun 2008 adalah berhak memperoleh pelayanan ganti rugi, restitusi, reparasi, rehabilitasi dan kompensasi tanpa syarat ada atau tidak adanya pengadilan.

Komnas HAM segera melakukan Assess-ment/Verifikasi/ Pencatatan Korban 65 di seluruh Indonesia dan menerbitkan Surat Rekomendasi agar korban pelanggaran HAM berat 1965/66 memperoleh pelayanan me-dis/psikososial juga mendapatkan ganti rugi, restitusi, reparasi, rehabilitasi dan kompensa-si dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) seperti diamanatkan UU No.13 Tahun 2006 dan PP No. 44 tahun 2008 tersebut.

Apabila penyelesaian melalui mekanisme hukum formal (yudicial process) atau pun me-kanisme hukum informal (non yudicial pro-cess) dalam negeri mengalami jalan buntu, YPKP 65 tidak menutup kemungkinan/sedang mempersiapkan untuk mengadukan dan mel-aporkan ke jalur internasional: mengadukan ke International People’s Tribunal on Gross Human Rights Violation of 1965-66 Tragedy, melaporkan ke Dewan HAM PBB, UNWGEID, -rganisasi-organisasi kemanusiaan internasi-onal, ICC, ICRC, Amnesty Internasional, dll.

Perlu menghadirkan Special Reporteur Komisi HAM PBB agar mengetahui/menden-gar secara langsung adanya tindak kejahatan pelanggaran HAM tragedi 1965/66 di Indone-sia dan menjatuhkan sanksi tegas terhadap para penjahat HAM.

Menolak dengan tegas rencana pengang-katan Sarwo Eddy sebagai Pahlawan Nasional karena ia adalah salah satu Jenderal yang terli-bat dalam pembunuhan massal dan/atau pelaku pelanggaran HAM berat Tragedi 1965/66.

Dalam rangka untuk membangun Indo-nesia yang menghormati hak asasi manusia, kami menolak Calon Presiden/ Wakil Presiden yang memiiliki latar belakang sebagai pelaku/penjahat pelanggaran HAM dalam Pemilu 2014, karena dikhawatirkan Capres/Cawa-pres tersebut akan melanggengkan impunitas dan akan mengulangi tindak kejahatan yang sama di kemudian hari. n

Jakarta 20 November 2013

* Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966

Butir –butir Bahan untuk Deklarasi

Memperingati Hari Solidaritas Korban Pelanggaran HAM se-Dunia

Oleh : YPKP 65*

E d i s i 0 3 | Ta h u n I | 2 0 1 37

Indonesia telah merdeka selama lebih dari 68 tahun. Selama itu, Indonesia tel-ah melewati tiga era pemerintahan yaitu Orde lama, Orde Baru, dan Era Reformasi.

Perjalanan panjang Indonesia sejak jaman pergaulan kerajaan-kerajaan besar nusantara seharusnya telah membawa Indonesia menja-di salah satu bangsa yang maju peradabann-ya. Namun pada kenyataannya, selama lebih dari satu dekade terakhir, bangsa ini malah menunjukkan banyak kemuduran terutama pada aspek jalinan kehidupan berbangsa. Berbagai macam kekerasan terjadi di banyak tempat dengan berbagai sebab dan alasan.

Di lain pihak, agama dan budaya yang seha-rusnya menjadi perekat dan landasan etika ke-hidupan berbangsa malah tak jarang menjadi sumber dari konflik yang terjadi di masyarakat. Tak hanya itu, agama dan budaya etnis malah ditarik menjadi komoditas politik sehingga ma-kin memecah belah kelompok-kelompok mas-yarakat yang berbeda agama dan etnis.

Untuk itu, kami para tokoh agama dan budaya yang tergabung dalam ICRP dan FPUB mendeklarasikan:

Meski relasi agama dan Negara di In-donesia masih belum secara eksplisit dise-butkan dalam aturan perundang-undangan, namun semangat kebebasan warga negara dalam beragama dan berkeyakinan tertulis jelas dalam aturan-aturan bernegara kita. Kebebasan berkeyakinan jelas dijamin oleh

UUD 1945. Dalam pasal 28E ayat 1, 2 dan 3 tentang Hak Asasi Manusia hasil amendemen UUD 1945 tahun 2000 disebutkan, (1) “Seti-ap orang bebas memeluk agama dan beriba-dat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” (2) “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, men-yatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” (3) “Setiap orang berhak atas ke-bebasan berserikat, berkumpul, dan menge-luarkan pendapat”. Di samping itu, dalam pasal pasal 29 ayat (2) disebutkan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Sementara , UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 22 ayat 1, menegaskan bahwa “Setiap orang be-bas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan ke-percayaannya itu”. Dengan redaksi yang sama juga terdapat dalam ketetapan MPR No. XVII.MPR.1998 tentang Hak Asasi Manusia pasal 13.Perihal kemerdekaan setiap warga negara Indonesia untuk memeluk dan menjalankan ibadah menurut agama msing-masing ini ber-sumber dari nilai-nilai Pancasila dan juga sem-boyan Bhinneka Tunggal Ika.

Atas dasar jaminan kemerdekaan berag-

SUARA DARI YOGYAKARTAOleh : ICRP

ama itu, maka Negara seharusnya hanya se-kedar melayani kebutuhan warga negara da-lam menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Negara sama sekali tidak boleh ikut campur dalam permas-alahan-permasalahan yang berkaitan dengan doktrin; mengenai benar atau salahnya suatu pemahaman atau aliran keagamaan. Dengan demikian, maka segala aturan dan perun-dang-undangan yang bertentangan dengan semangat kebebasan beragama ini harus dit-injau ulang dan diperbaharui. UU No.1 Tahun 1965/PNPS, SKB 3 Menteri tentang Pemban-gunan Rumah Ibadah, dan juga Perda (Pera-turan Daerah) bias agama yang berlaku di banyak daerah harus ditinjau ulang dan dise-laraskan dengan semangat kebebasan me-meluk agama dan beribadah menurut agama masing-masing.

Untuk menjamin penyelenggaraan neg-ara yang adil dan tidak berpihak, maka kami menyerukan kepada seluruh warga negara Indonesia untuk memilih pemimpin yang adil, nasionalis, religious, dan berbudaya.

Nilai-nilai spiritual, kemanusiaan, kebang-saan, demokrasi, dan keadilan hendaknya menjadi landasan etis kita semua dalam ke-hidupan berbangsa dan bernegara.

Kalangan muda bangsa harus menjadi prioritas utama pembangunan. Bukan hanya pembangunan fisik semata, tapi pembangunan karakter yang seharusnya lebih diutamakan. n

E d i s i 0 3 | Ta h u n I | 2 0 1 38

Dampak yang akan diuraikan di sini tidak menyangkut penelusuran an-gka statistik korban jiwa dengan mendetail dan mendalam melainkan

lebih pada dampak struktural yang dialami masyarakat adat dengan merujuk pada data yang terbatas. Dari perspektif HAM, hak-hak masyarakat sudah diatur secara lengkap da-lam United Nations Declaration on Indige-nous Peoples Rights (UNDRIP). Convention on the Elimination of Racial Discrimination juga dapat digunakan untuk menegaskan hak-hak masyarakat adat, seperti halnya dua Kovenan Kembar Hak Sipil Politik dan Hak Ekonomi So-sial Budaya.

Tidak ada data yang pasti tentang jumlah populasi masyarakat adat di Indonesia. Na-mun merujuk pada pengertian masyarakat adat di bagian sebelumnya dapat diasumsikan bahwa sebagian besar masyarakat adat di In-donesia terkonsentrasi di kawasan perdesaan. Data dari Departemen Sosial 2006 menun-jukkan bahwa populasi komunitas adat ter-pencil (KAT) di Indonesia sekitar 1,1 juta jiwa. Perkiraan lain dapat dilakukan misalnya den-gan merujuk kepada studi yang dilakukan oleh Owen Lynch dan Talbott yang memperkirakan masyarakat yang tergantung secara langsung pada sumberdaya hutan berjumlah seki-tar 80 – 95 juta1 jiwa. Penelitianyang dirilis oleh Kementerian Kehutanan baru-baru ini menunjukkan bahwa ada 26.000 desa yang sebagaian atau seluruhnya terletak di dalam kawasan hutan. Total populasi semua desa itu bisa mencapai lebih dari 60 juta jiwa.

Watak utama dari desa (atau yang disebut dengan nama lain) sebagai sebuah satuan so-sial politik yang disebut masyarakat adat ada-

lah kompleksitasnya dalam klaim sebagai su-byek hak. Tidak seperti penduduk perkotaan yang umumnya hanya menjadi subyek hukum sebagai warga Negara, masyarakat adat dapat merupakan kumpulan subyek individual, juga sebagai subyek kolektif yang bertingkat- ting-kat. Dalam urusan tanah adat misalnya, bisa ditemukan orang dengan klaim individu, na-mun ada keterbatasan dalam klaim-klaim mis-alnya tidak boleh menjual atas sendiri-sendiri tanpa permufakatan dengan sesama warga komunitas.

Temuan utama dalam Konsultasi Publik Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat selama bulan Februari sampai awal Mei 2011 menunjukkan bahwa klaim sebagai su-byek hak atas tanah bisa bertingkat-tingkat. Di Merauke, misalnya suku Marind mengenal

hak perorangan atas tanah dengan batasan-batasan tersebut di atas. Namun orang per-orangan itu dapat menjadi bagian dari klaim sebagai sub-marga atau sub-clan. Sebuah sub-marga masih terikat pula dalam klaim se-bagai marga. Gebze misalnya terdiri dari beber-apa sub-marga Gebze. Pada situasi tertentu, misalnya sengketa antar suku, sejumlah marga dapat berlaku sebagai subyek suku, Marind misalnya. Situasi eksternal sangat menentu-kan bagaimana subyek pelaku klaim berlaku sebagai individu, sub-marga, marga atau suku.

Desa di Jawa dan nagari di Sumatera Barat, binua di Kalimantan Barat juga dapat menunjukkan hal yang serupa. Namun desa dan nagari menunjukkan batas teritorial yang lebih rigid dibandingkan dengan yang terjadi di Merauke. Batas desa dan batas nagari dan klaim atas wilayah di dalam batas-batas terse-but sama sekali tidak berkaitan lagi dengan status etnis Jawa dan Melayu Minangkabau.

Dampak-dampak perkebunan sawit skala besar dapat dilihat dari konflik yang terjadi beserta korban-korban konflik; dan juga dari potensi pelanggarannya terhadap hak asasi masyarakat adat sebagai implikasi dari hubun-gan mereka yang sangat dekat dan tergantung pada tanah dan sumberdaya alam. Uraian berikut ini lebih merupakan analisis situasi yang terjadi dan yang potensial menimbulkan pelanggaran hak asasi masyarakat adat.

DataMenurut data yang dihimpun oleh Sawit

Watch, hingga tahun 2010 telah terjadi konf-lik antara perkebunan kelapa sawit dengan 663 komunitas, dan korbannya mencapai 106 orang. n

1 Li, Tania Murray, ‘Articulating Indigenous Identity in Indonesia, Resource Politic and The Tribal Slot’, Working Paper WP 00-7, Berkeley Workshop on Environmental Politics, dipublikasikan pertama kali dalam Cooperative Studies in Society and History, volume 42 (1), 2000.

Masyarakat Adat dan Dampak Kehadiran Perkebunan Sawit

Emil O. Kleden(diambil dari Jurnal Sawit Watch)

E d i s i 0 3 | Ta h u n I | 2 0 1 39

Jaminan atas penghormatan, perlindun-gan, dan pemenuhan hak asasi manusia dalam sektor perburuhan di Indonesia dalam tataran normatif nampak semakin

maju dengan terus bertambahnya perangkat hukum mulai dari bertambahnya Hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, Ratifikasi Konvensi Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, hingga ratifikasi berbagai Konvensi ILO.

Dalam berbagai Undang-undang pun tel-ah diatur pasal-pasal perlindungan terhadap buruh dan ancaman sanksi pidana bagi pen-gusaha yang melakukan pelanggaran atau ke-jahatan dalam perburuhan. Namun faktanya, penegakan pidana perburuhan mengalami permasalahan di tahap penyidikan, padahal tahap ini adalah tahap krusial untuk selanjut-nya kasus pidana perburuhan dapat diproses hingga ke tingkat persidangan.

Praktek Penegakan Hukum Pidana Perburuhan

LBH Jakarta bersama Serikat Buruh kerap menemukan praktek-praktek pelanggaran hak buruh yang termasuk dalam kategori tindak pidana, baik berupa pelanggaran maupun kejahatan yang diatur dalam berbagai un-dang-undang. Pelanggaran hak buruh terse-but terjadi secara meluas dan sistemik, dalam arti bahwa pelanggaran tersebut terjadi ter-hadap buruh di segala sektor usaha seperti, media, transportasi, retail, garmen, perbank-an, asuransi bahkan juga terjadi di perusa-haan-perusahaan milik negara (BUMN).

Pelanggaran tersebut bukan hanya yang diatur dalam KUHP seperti penganiayaan terhadap buruh atau penggelapan ijazah bu-ruh, tetapi juga pelanggaran hak buruh yang diatur dalam peraturan perundang-undan-gan di bidang ketenagakerjaan. Pelanggaran

tersebut mayoritas telah dilaporkanLBH Ja-karta dan/atau buruh ke Kepolisian, baik di tingkat Polsek, Polres, Polda, maupun Mabes Polri. Namundari laporan-laporan tersebut, tidak ada perkara yang berlanjut ke proses persidangan. Tidak ada pengusaha yang be-nar-benar disidangkan karena melanggar hak buruh,apalagi sampai dijatuhkan sanksi pi-dana. Padahal sejumlah tindak pidana terse-but berkaitan dengan hak dasar buruh seperti hak atas upah, hak atas kebebasan berserikat, atau hak untuk dilindungi dalam program jam-inan sosial tenaga kerja.

Impunitas terhadap Pengusaha yang Melanggar Hak Buruh

Tidak berlanjutnya perkara tersebut menyebabkan adanya impunitas terhadap

pengusaha pelaku pelanggaran hak buruh, bahkan pelanggaran tersebut relatif mening-kat dengan pola pelanggaran yang serupa. Pola pelanggaran tersebut adalah sebagai berikut.

Informalisasi dan Privatisasi dalam Penegakan Hukum Perburuhan

Pelanggaran hak buruh yang dilaporkan ke kepolisian pada dasarnya adalah pelangga-ran hak yang diancam dengan sanksi pidana, bahkan dengan konstruksi ancaman pidana minimal dan maksimal. Namun, kasus-kasus pidana tersebut diselesaikan secara informal dengan cara memfasilitasi perdamaian yang menghentikan proses pidananya. Dalam pros-es perdamaian, cara penyelesaian dilakukan secara informal, tanpa mengikuti prosedur baku yang diatur dalam perundang-undan-gan, mengandalkan pada proses negosiasi yang cenderung kompromistis terhadap stan-dar dan prinsip-prinsip hukum.

Pemindanaan Berlebihan terhadap BuruhLain halnya dalam kasus Buruh Pabrik

Adidas, Omih, yang disidang dengan UU Terorisme karena mengajak teman-teman-nya mogok kerja sebagai respon atas tidak dipenuhinya hak-hak buruh. Namun pelang-garan hak buruh tersebut tidak diperiksa, se-mentara Omih disidangkan meskipun akhirn-ya diputuskan bebas.

Undue delayPola impunitas selanjutnya terhadap pen-

gusaha yang melanggar hak buruh dilakukan dengan penundaan proses pemeriksaan yang tidak procedural (undue delay). Undue delay terjadi sejak tahap awal pelaporan berupa pe-nolakan laporan awal oleh kepolisian karena peristiwa yang dilaporkan dianggap bukan ke-

PENEGAKAN HUKUM PIDANA PERBURUHAN:

URGENSI PEMBENTUKAN DESK/UNIT PERBURUHAN DI BADAN RESERSE KRIMINAL KEPOLISIAN RI

Ole : LBH Jakarta

E d i s i 0 3 | Ta h u n I | 2 0 1 310

Sejarah tanahSecara turun temurun warga telah meng-

huni Desa Sukamulya. Pada jaman penjajahan Belanda,perusahaan perkebunan karet NV.Cu-ultuur Maschappij Tjikoleang yang didukung oleh Pemerintah Belanda menguasai tanah secara paksa seluas 572,200 Ha yang terdapat di 4 Desa yaitu Desa Sukamulya, desa Tamasa-ri, Desa Mekarsari dan Desa Kertajaya. Untuk desa Sukamulya sendiri luas tanah Perkebu-nan Cikoelang hanya sekitar 248 Ha. Dimana warga dijadikan tenaga kerja perkebunan den-gan bayaran sangat minim, sekitar setengah liter beras sehari. Sebagian lainnya tetap di-huni oleh warga.

Pada jaman penjajahan jepang (1942), tanah perkebunan Tjikoleang diambil alih oleh Tentara Jepang, yang kemudian membangun lapangan terbang serta bangunan penunjang, dikenal dengan nama Lapangan Terbang Noer-din, yang pembangunannya menggunakan tena-ga warga dengan cara kerja paksa (Romusa).

Pada jaman kemerdekaan (1945) warga dapat kembali menguasai tanah yang didudu-

ki Jepang setelah tentara sekutu berhasil men-galahkan dan mengusir tentara Jepang. Sejak saat itu warga melakukan aktifitas pertanian dan permukiman di tanah tersebut.

Sejarah KonflikPada 1958 terbit surat keputusan Men-

tri Agraria yang pada pokoknya menyatakan bahwa tanah bekas Perkebunan Tjikoelang menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, karena terkena ketentuan Undang- Undang Nomor 1 tahun 1958 tentang peng-hapusan tanah partikelir.

Namun demikian, pada tahun 1960, di-terbitkan Surat Keputusan Mentri Agraria yang pada pokoknya menyatakan member-ikan kembali tanah-tanah tersebut kepada perkebunan Tjikoelang dengan hak guna us-aha selama 35 tahun, kecuali tanah-tanah yang merupakan jalan umum seluas 8,285 Ha tanah-tanah yang diduduki rakyat seluas 94,930 ha, dan tanah-tanah yang diperlu-kan oleh Angkatan Udara seluas 36.600 Ha. Dengan demikian,SK ini memberikan alas hak

yang sah kepada warga yang menduduki seba-gian tanag dimaksud.

Pada tahun 1984, terbit SK Mentri Da-lam Negeri yang pada pokoknya memberikan kembali hak guna usaha selama 35 tahun kepada Perkebunan Tjikoleang kecuali tanah seluas 108,5250 Ha yang diperuntukan untuk keperluan LAPAN, Pemerintah Daerah Tingkat ll Bogor dan Pemerintah Desa.

Pada tahun 2003 tanah yang diperuntuk-kan bagi Pemerintah Desa oleh Keputusan Bupati Bogor dibagi antara Pemerintah Desa seluas 14 Ha dan Para Penggarap seluas 10 Ha.

Berdasar alas hak tersebut, warga secara terus menerus memanfaatkan tanah Desa Sukamulya untuk pemukiman serta sebagai sumber mata pencharian. Bahkan sebagai warga negara yang baik, warga tidak lupa un-tuk senantisa memenuhi kewajibannya mem-bayar pajaknya. Hak penguasaan warga atas tanah dapat dibuktikan dengan kikitir/girik yang tercatat dalam buku letter c1 dan letter c2, dan bahkan ada yang telah memiliki sertip-ikat hak milik.

Malapetaka menimpa warga Sukamulya sejak TNI AURI cq. Atang Senjaja melakukan klaim atas tanah yang dihuni dan dimanfaat-kan warga yang luasnya mencapai 1000 Ha. Menurut pihak TNI AURI, klaim tersebut di-dasarkan pada Surat Keputusan Kepala Staf An-gkatan Perang tahun 1950 yang pada pokoknya menyatakan bahwa “Lapangan terbang serta bangunan-bangunan yang termasuk lapangan dan alat-alat yang berada di lapangan dan sungguh-sungguh diperlukan untuk memeliha-ra lapangan-lapangan tersebut menjadi milik Angkatan Udara Republik Indonesia”.

Pihak TNI AURI juga melakukan pem-blokiran atas tanah warga Desa Sukamulya di Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor. Yang mengakibatkan warga tidak dapat mensertipi-katkan tanah yang dikuasainya.

Klaim atas tanah warga tersebut lalu didaftarkan sebagai Barang Milik Negara di

KRONIK Konflik Agraria di Tanah Rumpin, Bogor

Oleh : LBH Jakarta

wenangan kepolisian.Hal ini disebabkan keti-dakpahaman aparat kepolisian tentang atur-an-aturan tindak pidana perburuhan.

Menerapkan Politik Pengabaian (Politic of ignorance)

Pola lainnya yang sering berulang di tahap penyidikan berupa pengabaian terhadap pe-langgaran hak buruh. Pola ini lebih banyak dipengaruhi oleh konstruksi politik yang me-nempatkan buruh sebagai gangguan atau ancaman terhadap negara. Konstruksi politik yang dibangun sejak jaman Orde Baru sangat kuat mempengaruhi persepsi aparat kepoli-sian dan masyarakat yang menanggap bahwa gerakan buruh bersifat politis, kekiri-kirian, cenderung anarkis dan karenanya harus disikapi secara represif.

Peran Penting Desk Khusus Pidana Perburuhan

Awalnya, Kepolisian gamang dan enggan menindak dan menyidik Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tetapi setelah ada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak, Kepolisian tegas menindak kasus Kekerasan Dalam Ru-mah Tangga dan Pidana Anak. Oleh sebab itu, penting untuk diadakannya Desk/Unit Perbu-ruhan dalam Badan Reserse dan Kriminal di Kepolisian RI, agar nantinya Kasus Pidana Per-buruhan tidak masuk ke Unit Kriminal Khusus sehingga penyelidikan dan penyidikannya tidak menggunakan metode yang sesuai dengan ciri khas pidana perburuhan. Selain itu, penempa-tan pidana perburuhan ke dalam Unit Krimi-nal Khusus menyebabkan Polisi menggunakan cara-cara represif untuk menekan aksi buruh

saat menyampaikan pendapat dan aspirasinya;Seringkali permasalahan pidana yang diha-

dapi buruh masuk dalam analisa hakim saat ka-sus berada di tingkat PHI (perdata). Namun tidak adanya unit khusus perburuhan di Kepolisian Republik Indonesia menyebabkan tindak lanjut kasus berunsur pidana mandul di tengah jalan.

Maraknya kriminalisasi buruh yang melak-sanakan hak-haknya sesuai dengan Undang-un-dang. Seperti hak untuk berserikat dan meminta perbaikan gaji dengan melakukan aksi, buruh akan dituduh melakukan penghasutan dan dilaporkan ke Polisi oleh Pengusaha;

Adanya Desk/Unit Pidana yang khusus menangani Pidana Perburuhan bisa mendorong dan menjawab berbagai permasalahan buruh di lapangan. Tentu dengan pelatihan-pelatihan dan pengembangan kapasitas aparat penyidiknya. n

E d i s i 0 3 | Ta h u n I | 2 0 1 3 11Departemen Keuangan RI dalam Nomor Reg-ister 5053007 seluas 450 Ha dan nomor Reg-ister 5053008 Ha seluas 550 Ha. Tidak hanya sebatas klaim, pihak TNI AURI juga melakukan beberapa kegiatan yang berdampak buruk pada warga Sukamulya, baik itu perampasan tanah warga, maupun tindak kekerasan.

Pada 2006,TNI AURI melakukan pemba-ngunan fasilitas latihan water training diatas tanah warga kampung Cibitung, seluas 10 Ha. Pembangunan water training ini sesungguhnya hanyalah dalih untuk melakukan penambangan pasir. Terhadap kegiatan ini, warga melakukan aksi penolakan yang berujung pada tragedy penembakan dan penyiksaan yang dilakukan oleh Pihak TNI AURI pada 22 Januari 2007. Pa-sukan TNI AURI juga melakukan sweeping ke ru-mah-rumah untuk mencari warga yang terlibat dalam aksi penolakan water training. Akibatnya sejumlah 102 orang warga terpaksa mengungsi ke daerah lain. Kampung Cibitung hampir dari penghuni selam kurang lebih 10 hari.

Pada 2007, pihak TNI AURI melaku-kan pembangunan Mako Detasemen Bravo Paskhas di atas tanah warga kampung Cibitung seluas 24 Ha, dengan cara penggusuran paksa terhadap pemukiman dan perkebunan warga, tanpa ganti rugi apapun kecuali pemberian

uang kerohiman sebesar Rp. 5000,- per me-ter. Pemberian kerohiman dilakukan dengan pemaksaan dan disertai dengan intimidasi. Pembangunan mako ini menutup akses jalan warga kampung Cibitung ke daerah lain.

Pada 2009, AURI ini juga membuat lap-anagan latihan tembak di kampung Malah-par-Cibitung yang digunakan hampir setiap hari, meskipun lokasinya berdekatan dengan pemikiman dan perlintasan warga.

Pada tahun 2010, TNI AURI melakukan penanaman pohon Sengon secara sepihak dan semena-mena, juga di atas tanah warga kampung Malahpar seluas 2400 M.

Anggota TNI AURI kerap melakukan in-timidasi, teror dan tindak kekerasan terhadap warga baik terkait dengan persoalan tanah maupun karena sebab-sebab lain.

Berbagai tindakan pihak TNI AURI di tanah warga menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan keamanan sebagi berikut :

Warga menjadi resah dan kehilangan rasa aman atas aksi kekerasan dan perampasan tanah, serta klaim atas tanah warga seluas 1000Ha yang meliputi seluruh wilayah Desa Sukamulya.

Kegiatan penggalian pasir yang berdalih Water Training menimbulkan suara bising

yang mengganggu ketenangan warga.Akibat tragedi penembakan tahun 2007,

sebanyak 8 orang warga luka-luka, baik kare-na luka tembak maupun penyiksaan, 6 orang ditangkap, harta benda dirampas atau diru-sak. Warga bahkan sempat mengungsi untuk menyelamatkan diri karena pasukan TNI AURI melakukan sweeping ke setiap rumah warga.

Sawah dan sumur warga kampung cibitung menjadi kering akibat aktifitas penggalian pa-sir berdalih water training yang dilakukan TNI AURI.

Warga terpaksa kehilangan tanah dan mata pencariannya akibat dari perampasan yang dilakukan AURI untuk membangun water train-ing dan Mako Detasemen Detasemen Bravo.

Akses jalan warga ke dan dari kampung Cibitung mernjadi tertutup akibat pemban-gunan Mako Detasemen Bravo. Warga yang ingin melintas diharuskan melapor ke petugas juga, bahkan harus meninggalkan KTP.

Warga merasa resah dan takut terkena peluru nyasar latihan tembak yang dilaku-kan oleh AURI. Suara bising tembakan sangat mengganggu ketenangan warga desa.

Warga merasa takut dan tidak tenang atas peristiwa pesawat AURI yang terbang rendah di atas pemukiman warga.n

Bulan Desember menjadi bulan yang cukup bermakna bagi TI Indonesia, dimana TI Indonesia secara berturut-turut mempe-ringati Hari Anti Korupsi Internasional pada tanggal 9 Desember 2013 dan Hari HAM Sedunia pada tanggal 10 Desember 2013.

Pada tanggal 8 Desember 2013, TI Indonesia melaksanakan kam-panye publik yang melibatkan kelompok-kelompok kreatif sebagai pen-dorong kampanye anti korupsi yang lebih menjangkau generasi muda. Kegiatan ini bersamaan juga kegiatan olahraga masyarakat di ringroad Gelora Bung Karno, Pintu VIP Barat – Plaza Barat, dengan konsep men-datangi publik. Diharapkan pesan kampanye dapat sampai langsung ke masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah: senam antikorupsi – yel2 antikorupsi, Mobile campaign stand with us against corruption, akasi visual, art performance, music performance, kuis antikorupsi, stand up comedy, open MC dan lomba desain “Baju Korruptor”

Sementara, kegiatan Karnaval Peringatan HAM dilaksanakan di Bundaran Hotel Indonesia (HI).

Disamping itu, TI Indonesia juga membuat film untuk mendorong transparansi dan melakukan kontrol terhadap proses pembangunan dapat dilakukan oleh semua orang, tidak terkecuali orang-orang “kecil” di daerah.

Komunitas Kemijen adalah sebuah perkumpulan warga di Kelura-

han Kemijen, Kota Semarang, Jawa Tengah. Kelurahan ini merupakan salah satu daerah termiskin. Komunitas Kemijen dibentuk oleh warga setempat untuk memajukan kondisi kehidupan mereka dengan difasil-itasi PATTIRO Semarang.

Tidak ada tokoh dan gerakan sosial yang sempurna. Yang ada hanya figur-figur yang tidak kenal lelah untuk berusaha mencapai tujuan-tu-juannya. Setiap orang bisa menjadi aktor perubahan bila sanggup me-manfaatkan sumberdaya dan kesempatan menjadi sebuah gerakan kolektif.

PenyelenggaraLBH Jakarta, Yayasan Yap Thiam Hien, Serikat Jurnalis untuk Keber-

agaman (SEJUK), Koalisi Rakyat untuk Hak Air (KruHA), Transparency Internatioinal Indonesia (TI Indonesia), KontraS, Solidaritas Anak Jala-nan untuk Demokrasi, Komunitas Rumpin, Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP’65), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Sawit Watch, ICRP, KASuM, Solidaritas Per-empuan Jabotabek, ELSAM, Lazuardi Birru dan Arus Pelangi. n

Ucapan Terima Kasihkepada Pihak-Pihak yang mendukung terselenggaranya kegiatan Pen-

dukung Acara pada Panggung Seni Budaya:Orasi Budaya dari Bapak FX Rudi Gunawan dan Bapak Sandyawan

(dalam konfirmasi)Dewi Nova (Puisi)

Okky Madasari (Puisi)Testimoni Korban

Sanggar Ciliwung (dalam konfirmasi)Choir HKBP Filadelfia (dalam konfirmasi)

Paroeh Waktoe (dalam konfirmasi)Social Kid

Marjinal (dalam konfirmasi)

Pendukung kegiatan:HKBP Filadelfia

HRWGKoalisi Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK)

AMAN Indonesia

Peringatan Hari Antikorupsi InternationalOleh : TI Indonesia

E d i s i 0 3 | Ta h u n I | 2 0 1 312

Jika pada tahun-tahun sebelumnya Pres-iden SBY selalu menyampaikan dalam berbagaikesempatan bahwa TNI harus bekerja secara profesional dan tidak

melanggar HAM1 namun hingga sekarang kekerasan yang dilakukan oleh TNI ma-sih kerap terjadi. Kedepan, tentu bisa kita bayangkan bagaimana dampak dari peran TNI sebagai alat politik lembaga-lembaga pemerintahan dan kepala daerah dengan amunisi anggaran dan produk kebijakan yang menguatkan posisi TNI.

KontraS sebagai bagian dari masyarakat sipil berdasarkan dari hasil pantauan dan laporan warga sipil yang menjadi korban dan dampingan kami, menilai, bahwa TNI saat ini sedang berada diujung titik balik kembali menjadi militer pelanggar HAM dan sebagai alat kekuasaan rezim. Hal mana yang menjadi tolak ukurnya adalah Perta-ma, kedudukan DPR dan Kementerian Per-tahanan sebagai lembaga yang mengeluar-kan kebijakan dan pengawasan terhadap TNI malah cenderung memberikan atau melahirkan produk kebijakan yang mem-berikan peran lebih kepada TNI yang tidak sesuai dengan tugas pokok TNI serta berpo-tensi melahirkan kekerasan yang berujung pada pelanggaran HAM.

Kedua, sehubungan dengan poin per-tama diatas, ada perluasan keterlibatan peran-peran non militer diranah publik. Hal ini mengingatkan kembali pada peran kekaryaan atau dwi fungsi ABRI dimasa orde baru. Dalam prinsipnya, tugas seper-ti ini bisa dibenarkan hanya dalam situasi yang darurat atau situasi perang. Namun dalam situasi normal hal ini menimbulkan pertanyaan. Apa alasan melibatkan TNI?

Ketiga, budaya kekerasan terhadap

warga sipil yang masih kerap terjadi serta kegagalan peran komando untuk menjaga perilaku bawahannya yang cenderung dis-alahgunakan memperpanjang deretan pe-langgaran hukum dikalangan para prajurit bawahan. Keempat, atas segala bentuk pe-langgaran hukum yang dilakukan oleh para prajurit, Pemerintah, DPR serta TNI tidak berusaha mencari mekanisme hukum yang memadai sebagai upaya pencegahan serta penegakan hukum, termasuk penuntasan peran buruk TNI dimasa lalu. UU 31 Tahun 1997 tentang peradilan militer tidak dapat digunakan sebagai instrumen mekanime koreksi yang memadai untuk kasus-kasus pelanggaran HAM, karena dalam praktekn-ya peraturan ini malah melindungi prajurit yang melanggar hukum.

Untuk itu, penting bagi TNI kedepan adalah untuk menjaga peran dan tugas pokoknya berdasarkan UUD 1945 dan melakukan penghormatan atas Hak Asasi Manusia agar tidak lagi kembali menjadi militer semasa pemerintahan orde baru

yang kental dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia dan penjaga kekuasaan rezim.

RekomendasiBerdasarkan catatan kami diatas den-

gan masih tingginya angka kekerasan yang tidakditopang dengan mekanisme koreksi yang memadai melalui penegakan hukum tentu tidakhanya berdampak kepada kega-galan pencapaian TNI yang profesional na-mun juga makinbertambah jatuhnya korban dikalangan sipil. Selain itu juga, kedepan, melihat suasana politik negara yang makin meningkat diharapkan TNI tetap tunduk pada konstitusi sebagai penjaga kedaulatan negara.

Untuk itu kami menyampaikan bebera-pa rekomendasi sebagai berikut:

1. Untuk menghilangkan segala praktek kekerasan dan sebagai bentuk upaya komit-men penghormatan Hak Asasi Manusia serta Undang-undang. Maka Pemerintah, DPR serta TNI harus menyediakan instru-men hukum atau mekanisme koreksi yang memadai bagi penegakan hukum termasuk di antaranya melakukan revisi atas UU No 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, dan bisa diselaraskan seiring dengan pem-bahasan UU Disiplin Militer dan Kitab Un-dang-undang Hukum Pidana Militer.

2. Mengingatkan kepada DPR dan Ke-mentrian Pertahanan agar tidak menggu-nakan TNI sebagai alat politik lembaga-lem-baga pemerintahan dengan memberikan tugas-tugas diluar dari tugas pokok TNI sebagaimana diatur dalam Undang-undang TNI.

3. Kepada Panglima TNI, meminta untuk memperkuat komando dalam kesatuan-ke-satuan untuk bisa membangun kedisplinan, ketertiban dan tata kelola yang baik dan cer-mat terutama bagi anggota-anggota TNI. n1 Presiden SBY menyampaikan “Saya adalah seorang militer,

yang juga turut menyusun cetak biru reformasi TNI. Jadi, saya yakinkan anda bahwa TNI tidak lagi melakukan pelanggaran HAM,” http://kodam1bukitbarisan.mil.id/2010/07/23/presiden-sby-menhan-as-bahas-kerjasama-pertahanan.

Dari Laporan KontraSTNI Di Ujung Titik Balik