Draft Proposal FIX

34
USULAN PENELITIAN KOMPOSISI DAN DUGAAN PEMALSUAN SUSU SEGAR DARI PEMASOK PT. BUKIT BAROS CEMPAKA SEBAGAI BAHAN DASAR KEJU GOUDA DAN MOZARELLA FEBRIANA WULANDARI NRP. B04080043 DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN

Transcript of Draft Proposal FIX

USULAN PENELITIAN

KOMPOSISI DAN DUGAAN PEMALSUAN SUSU SEGAR DARI

PEMASOK PT. BUKIT BAROS CEMPAKA SEBAGAI BAHAN DASAR

KEJU GOUDA DAN MOZARELLA

FEBRIANA WULANDARI

NRP. B04080043

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN

KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTUTUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Komposisi dan Dugaan Pemalsuan Susu Segar dariPemasok PT. Bukit Baros Cempaka sebagai Bahan Dasar Keju Gouda dan Mozarella

Nama Mahasiswa : Febriana WulandariNRP : B04080043Program Studi : Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Disetujui

Dr. drh. Trioso Purnawarman , M.Si.

Pembimbing

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring perkembangan kreativitas industri-industri pengolahan pangan dan

peningkatan kesadaran menyajikan produk olahan pangan yang lebih sehat,

penggunaan keju dalam produk olahan pangan mengalami peningkatan. Semula,

penggunaan keju hanya terbatas untuk masyarakat ekonomi menengah ke atas

serta untuk makanan western style. Saat ini keju dapat ditemukan sebagai paduan

untuk olahan singkong, pisang dan serabi. Keju dinilai sehat karena memiliki

kandungan protein yang tinggi, kalsium, vitamin dan mineral, serta tidak

meningkatkan kadar kolesterol dalam darah (Maryliedawita 2009). Keju bukan

makanan asli Indonesia, namun sekitar satu dekade terakhir permintaan pasar di

dalam negeri akan keju, ditengarai meningkat (Anonim 2011c). Pada tahun 2002

konsumsi keju nasional 8000 ton/tahun meningkat 20% dibanding tahun 2001

(Anonim 2003).

Peningkatan kebutuhan keju tersebut mendorong hadirnya industri-industri

keju skala lokal. Keju yang umum diproduksi oleh industri-industri lokal tersebut

antara lain jenis Mozarella, Gouda dan Cheedar. Produksi keju jenis tersebut

dinilai memiliki pasar yang baik karena umum digunakan dalam produk olahan

pangan yang berkembang saat ini. Selain karena adanya peningkatan terhadap

kebutuhan keju nasional, hadirnya industri-industri keju lokal juga turut

dipengaruhi oleh keterkaitan antara peternak dengan Industri Pengolahan Susu

(IPS). Ketergantungan peternak pada IPS beresiko terhadap perekonomian

peternak. Saat harga susu yang ditentukan IPS tinggi, peternak dapat menutupi

biaya produksi dan mendapatkan keuntungan. Sebaliknya di saat harga susu

rendah peternak dapat mengalami kerugian (Lee 2010). Hal ini memicu sebagian

peternak untuk mengurangi ketergantungan terhadap IPS dengan berusaha

menciptakan produk olahan susu secara mandiri. Salah satu produk olahan susu

tersebut adalah keju.

Perkembangan kemandirian peternak ini seringkali tidak diikuti dengan

pengawasan kualitas susu yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan keju.

Untuk dapat bertahan dan bersaing dengan produk asing, keju hasil produksi

industri lokal harus memiliki kualitas yang baik. Kualitas keju yang diproduksi

juga bergantung pada kualitas susu sebagai bahan dasar pembuatannya. Menurut

Suhendar et al. (2008), secara umum kualitas susu hasil pemerahan oleh peternak

masih rendah. Kualitas susu sangat dipengaruhi oleh manajemen perkandangan,

lingkungan, kesehatan sapi, pakan, genetik, pemerahan dan pasca panen.

Pengujian yang umum dilakukan untuk menentukan kualitas susu sebelum diolah

adalah pengujian kadar lemak dan protein, kesegaran susu, organoleptik,

kandungan karbonat, formalin, peroksida, antibiotik serta pengujian terhadap

unsur pemalsuan.

Salah satu produsen lokal untuk keju di Indonesia adalah PT. Bukit Baros

Cempaka (BBC). PT. Bukit Baros Cempaka didirikan pada tahun 1999 di

Sukabumi. Semula perusahaan tersebut hanya mengelola ternak sapi untuk

memproduksi susu murni. Perusahaan berkembang menjadi produsen keju

terutama keju Gouda dari Belanda dan keju Mozarella dari Italia. Selain

memproduksi keju Gouda dan Mozarella, PT. Bukit Baros Cempaka juga

memproduksi olahan susu lainnya seperti keju Cheedar, yoghurt dan mentega

(Anonim 2009). Untuk mengetahui kualitas susu segar yang digunakan sebagai

bahan dasar pembuatan keju Gouda dan Mozarella di PT. Bukit Baros Cempaka,

dilakukan pengujian terhadap komposisi dan dugaan pemalsuan susu segar.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji komposisi susu segar dan dugaan

pemalsuan susu segar yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan keju

Gouda dan Mozarella di PT. Bukit Baros Cempaka.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kualitas

susu segar yang digunakan sebagai bahan dasar dalam industri keju skala lokal,

khususnya jenis Gouda dan Mozarella. Informasi tersebut diharapkan dapat

memberikan gambaran terhadap pengawasan kualitas bahan dasar keju lokal.

Pengawasan ini menjadi penting mengingat kualitas bahan dasar untuk pembuatan

keju juga akan mempengaruhi kualitas keju yang dihasilkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Susu

Sejarah dan Pengertian Susu

Lebih dari ribuan tahun yang lalu, manusia sudah menggembala,

menernakkan dan memerah susu berbagai macam hewan mamalia. Para arkeolog

menduga bahwa kebutuhan akan susu merupakan alasan awal bagi nenek moyang

kita untuk memelihara hewan, bukan kebutuhan akan daging. Pada saat itu, susu

bukan hanya dikonsumsi sebagai minuman, tetapi juga diolah menjadi bahan

makanan lain seperti keju. Di lereng pegunungan Yunani, keju dari susu domba

dan keju dari susu kambing sudah dibuat sejak zaman purbakala. Awalnya, domba

dan kambing menjadi hewan perah utama untuk diambil susunya. Baru sekitar 85

ribu tahun yang lalu masyarakat Mesopotamia (sekarang Irak) mulai memerah

sapi yang lebih besar dan lebih produktif. Beberapa petunjuk menunjukkan bahwa

kita sudah mengonsumsi susu selama 10 ribu tahun lebih (Planck 2007).

Susu adalah cairan yang berwarna putih yang diperoleh dari pemerahan

hewan menyusui yang dapat didiamkan atau digunakan sebagai bahan pangan

yang sehat serta padanya tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah

bahan-bahan lain (Hadiwiyoto 1994). Definisi lain susu adalah cairan berwarna

putih yang disekresikan oleh kelenjar mammae (ambing) pada binatang mamalia

betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya. Secara umum, yang

dimaksud susu adalah susu sapi, sedangkan susu ternak lain biasanya diikuti nama

ternak asal susu tersebut (Winarno dan Fernandez 2007).

Menurut Standar Nasional Indonesia (1998), susu murni adalah cairan

yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara

pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah

sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Susu segar adalah susu

murni yang disebutkan di atas dan tidak mendapat perlakuan apapun kecuali

proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Di bawah ini adalah

tabel yang menjelaskan syarat mutu susu segar berdasarkan SNI No. 01 – 3141 –

1998 tentang Susu Segar.

Tabel 1 Syarat mutu susu segar (SNI 1998)

Karakteristik SyaratBerat Jenis (pada suhu 27.5 oC) minimum 1.0280Kadar lemak minimum 3.0%Kadar BKTL minimum 8.0%Kadar protein minimum 2.7%Warna, bau, rasa, dan kekentalan tidak ada perubahanDerajat asam 6-7 oSHUji alkohol (70%) negatifUji katalase maksimum 3 mlAngka refraksi 36-38Angka reduktase 2-5 jamCemaran mikroba maksimum Total kuman 1x106 CFU/ml Salmonella negatif S. colt (patogen) negatif Coliform 20/ml Streptococcus Grup B negatif Staphylococcus aureus 1x102/mlJumlah sel radang maksimum 4x105/mlCemaran logam berbahaya maksimum Timbal (Pb) 0.3 ppm Seng (Zn) 0.5 ppm Merkuri (Hg) 0.5 ppm Arsen (As) 0.5 ppmResidu

sesuai dengan aturan yang berlaku Antibiotika

Pestisida/insektisidaKotoran dan benda asing negatifUji pemalsuan negatifTitik beku -0.520 s/d -0.560 oCUji peroxidase positif

Komposisi Susu

Susu merupakan bahan makanan yang hampir sempurna dan dianggap

penting sejak dahulu. Rath (2000) mengatakan bahwa dalam tulisan Sansekerta

berusia 6 ribu tahun menyebut susu sebagai makanan penting. Secara umum, susu

mengandung tiga makronutrisi penting, yaitu: protein, lemak, dan karbohidrat.

Susu mengandung semua asam amino penting dalam jumlah yang tepat. Selain

itu, susu juga mengandung cukup karbohidrat untuk menghasilkan energi dan

memiliki lemak seimbang yang bagus, baik jenuh maupun tidak jenuh (Planck

2007). Susu merupakan sumber protein (kasein), lemak (asam lemak miristrat,

palmitat, stearat, oleat, linoleat dan linolenat), karbohidrat (laktosa), vitamin (A, D

dan E) serta mineral (kalium, kalsium, fosfor, klorida, flour, natrium dan

magnesium). Selain itu, susu mengandung enzim-enzim, air dan senyawa bioaktif

dalam jumlah memadai (Winarno dan Fernandez 2007).

Susu merupakan emulsi lemak dalam air yang mengandung garam-garam

mineral, gula dan protein (Muchtadi et al. 2010). Menurut Buckle et al. (2009),

rata-rata komposisi air susu untuk semua kondisi dan jenis sapi perah adalah:

3.9% lemak, 3.4% protein, 4.8% laktosa, 0.72% abu dan 87.10% air. Selain itu

juga terdapat bahan lain dalam jumlah sedikit seperti sitrat, enzim, fosfolipid,

vitamin A, vitamin B dan vitamin C. Kelly (2007) menambahkan bahwa protein

susu masih dapat dibedakan atas kasein dengan kandungan rata-rata pada susu

sejumlah 2.6% dan whey protein sejumlah 0.65%. Susu juga mengandung garam

mineral sejumlah 0.7%.

Menurut Muchtadi et al. (2010), karakteristik dari masing-masing

komponen penyusun susu tersebut adalah sebagai berikut:

a. Air

Air dalam susu berfungsi sebagai pelarut, membentuk emulsi dan

suspensi koloidal. Zat yang dapat terlarut dalam air antara lain: karbohidrat,

protein, vitamin dan mineral.

b. Lemak

Rasa pada susu sangat ditentukan oleh lemak susu. Lemak susu dalam

bentuk butir-butir yang amat kecil disebut globula, berada dalam fase dispersi.

Masing-masing butir lemak dikelilingi oleh selaput protein yang sangat tipis atau

serum susu yang terkumpul pada permukaan. Faktor inilah yang menentukan atau

membantu memelihara kestabilan emulsi lemak dalam susu. Ukuran dari globula

lemak ditentukan oleh keturunan sapi. Globula lemak ini berpengaruh dalam

proses pemisahan susu, proses churning (pengocokan), pembuatan keju, distribusi

susu atau cream. Dalam proses distribusi dan penyimpanan, susu yang globulanya

besar lebih mudah mengalami proses churning sehingga akan mudah rusak dan

membentuk granula.

c. Protein Susu

Protein susu terdiri dari kasein 80%, laktalbumin 18% dan laktoglobulin

0.05-0.07%. Kasein merupakan suatu substansi yang berwarna putih kekuningan

yang didapat dalam kombinasi dengan Ca sebagai kalsium kasein dalam bentuk

partikel kecil bersifat gelatin dalam suspensi. Kasein dapat diendapkan dengan

menggunakan asam-asam encer, rennet dan alkohol. Kasein yang diendapkan

dengan alkohol adalah ca-caseinate, dan yang diendapkan dengan rennet

membentuk para-casein. Tabel 2 menunjukkan komposisi protein susu sapi.

Tabel 2 Komposisi protein susu sapi dalam gram/liter (Swaisgood 1995)

Protein JumlahTotal protein 36.0Total kasein 29.5Whey protein 63.0α1 kasein 11.9α2 kasein 3.1β kasein 9.8χ kasein 3.5γ kasein 1.2α laktalbumin 1.2β laktoglobulin 3.2Serum albumin 0.4Immunoglobulin 0.8Protease-pepton 1.0

Protein-protein tersebut juga berpotensi memiliki manfaat bagi kesehatan

manusia. Beberapa protein seperti laktoferin, laktoperoksidase dan lisozim

memiliki aktivitas antimikroba. Kasein selain sebagai pembawa ion (Ca, PO4, Fe,

Zn, Cu) juga bertindak sebagai anti kanker.

d. Laktosa

Laktosa merupakan disakarida yang apabila dihidrolisa satu molekul yang

sama dengan gula tebu atau sukrosa kemanisannya 1/6 kali kemanisan sukrosa.

Pada susu yang dipakai dalam pembuatan keju, laktosa banyak terdapat dalam

whey (air susu). Gula susu yang diperdagangkan dibuat dari whey yang

merupakan hasil sampingan dari pembuatan keju. Derajat kekerasan tekstur suatu

bahan makanan yang berasal dari susu ditentukan oleh besarnya kristal laktosa.

Kristal laktosa yang berukuran kurang dari 10 mikron akan menyebabkan tekstur

makanan terasa lembut.

e. Mineral

Mineral susu mengandung kalium, kalsium, magnesium, klorida, fosfor

dan sulfur dalam jumlah yang relatif besar. Besi, tembaga, seng, aluminium,

mangan, kobalt dan iodium terdapat dalam jumlah kecil. Mineral lain yaitu

silikon, boron, titanium, vanadium, rubidium, litium serta strontium terdapat

dalam jumlah yang sangat kecil. Unsur mineral membantu menaikan suhu pada

susu, sangat penting hubungannya dengan stabilitas susu terhadap panas. Pada

pembuatan keju kebanyakan dari mineral ikut bersama whey, jumlah mineral yang

terdapat dalam keju lebih banyak daripada dalam mentega.

f. Vitamin

Vitamin yang terkandung dalam susu adalah vitamin A, B1, B2, asam

nikotinat, B6, asam pantotenat, vitamin C, D, E dan K. Pakan merupakan faktor

yang mempengaruhi jumlah vitamin yang terdapat dalam susu sapi. Komposisi

vitamin larut air yang terdapat pada susu sapi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kadar vitamin larut air di dalam susu sapi dalam μg/liter (Jenses 1995)

Komposisi susu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor

tersebut antara lain adalah faktor keturunan, faktor makanan, iklim, suhu, waktu

laktasi, umur sapi dan waktu pemerahan. Faktor keturunan terutama berpengaruh

terhadap kadar lemak dalam masing-masing susu dari jenis sapi perah yang

berbeda. Kadar lemak yang tinggi biasanya diikuti dengan kenaikan kadar protein,

sedangkan kadar mineral dan laktosa relatif tetap. Jumlah makanan yang diberikan

jika tidak memenuhi kebutuhan akan menyebabkan penurunan produksi susu.

Vitamin JumlahTiamin 400Riboflavin 1670Piridoksin 600Kobalamin 4Niasin 830Asam folat 57Asam pantotenik 3400Biotin 20Asam askorbat 8000

Kadar lemak yang rendah dalam makanan dapat menurunkan kadar lemak dalam

air susu yang dihasilkan. Iklim juga dapat berpengaruh terhadap kadar lemak susu

yang dihasilkan. Pada musim dingin kadar lemak akan lebih tinggi daripada

musim-musim lain. Waktu pemerahan diduga mempengaruhi kadar lemak dalam

susu. Susu yang diperah pada pagi hari mungkin mengandung lemak 0.5-2% lebih

banyak daripada susu yang diperah pada sore hari. Semakin teratur jarak antara

pemerahan, semakin teratur pula kandungan lemak pada susu tersebut. Pemerahan

susu sebanyak 3-4 kali dalam periode 24 jam, mempunyai kadar lemak yang lebih

tinggi dibandingkan dengan pemerahan 2 kali sehari (Muchtadi et al 2010).

Setelah pemerahan, susu akan mengalami perubahan fisik dan

mikrobiologi yang diikuti dengan perubahan kimia. Susu yang baru diperah

mempunyai suhu sekitar suhu tubuh/ambing. Setelah pemerahan, suhu susu

berangsur-angsur turun mendekati suhu kamar yang lebih rendah. Penurunan suhu

ini mengakibatkan konsistensi lemak susu menjadi lebih padat. Karena berat jenis

lemak yang padat lebih besar daripada berat jenis lemak cair maka berat jenis susu

akan meningkat dibanding saat pemerahan dan mencapai maksimum pada 12 jam

sesudah pemerahan. Susu merupakan media tumbuh yang baik bagi

mikroorganisme. Jika sesudah pemerahan susu dibiarkan dan tidak ditangani

dengan baik, maka pertumbuhan mikroorganisme pada susu akan terjadi dengan

cepat. Pertumbuhan mikroorganisme tersebut akan menyebabkan perubahan

kimia, seperti: perubahan pH, perubahan komposisi kimia, pembentukan senyawa

volatil (sederhana) serta perubahan potensial oksidasi reduksi (Muchtadi et al

2010).

Keju

Sejarah dan Pengertian Keju

Asal muasal keju diawali dengan suatu temuan tidak sengaja. Seorang

penggembala sapi mendapatkan susu yang kemudian disimpannya dalam tas kulit

kambing. Susu tersebut membeku dan terfermentasi ketika tertinggal di gua.

Seorang pria lapar memakan gumpalan susu tersebut dan menyukai rasanya. Sejak

saat itu susu sengaja difermentasi untuk menghasilkan makanan yang sekarang

dikenal dengan keju. Dahulu kala para petani menyimpan sisa susu dan

membiarakannya menggumpal. Setelah itu, gumpalan keju dipukul-pukul

menggunakan tangkai pohon, dibungkus dan ditindih dengan batu sambil

dibiarkan menjadi kering di terik matahari. Untuk memberi rasa, keju kemudian

diperciki dengan garam (Winarno dan Fernandez 2007).

Winarno dan Fernandez (2007) menyebutkan, keju yang diambil dari

bahasa Portugis “queijo” adalah sebuah makanan yang dibuat dari susu. Susu

yang seringkali dipakai adalah susu sapi. Selain itu susu kambing, keledai, kuda

dan unta juga dapat dijadikan sebagai bahan pembuat keju. Keju dibuat dari susu

dengan menghilangkan kandungan airnya dan memberinya alat untuk fermentasi.

Keju banyak mengandung protein, kalsium, fosfor dan lemak. Belanda adalah

salah satu produsen keju terbesar di dunia. Jenis-jenis keju Belanda yang terkenal

berasal dari Gouda, Edam dan Leiden.

Keju adalah produk peram/non peram yang lembut, semi-keras, keras atau

sangat keras yang dapat dilapisi pembungkus. Keju dapat diperoleh dengan cara

menggumpalkan seluruh atau sebagian protein dari susu, susu skim, krim, whey

cream/mentega atau kombinasi dari material-material tersebut menggunakan

rennet agen koagulan lainnya (Codex Alimentarius Commission 1978). Menurut

Winarno dan Fernandez (2007), keju merupakan salah satu produk olahan susu

yang terbentuk karena koagulasi susu oleh rennet (bentuk dari enzim pencernaan

dalam lambung hewan penghasil susu). Bagian dari susu cair yang terkoagulasi

membentuk substansi padat seperti gel disebut curd dan sejumlah besar air serta

beberapa zat terlarut akan terpisah dari curd disebut whey.

Keju dibuat dengan cara menggumpalkan protein susu dengan pertolongan

enzim renin. Enzim dapat diperoleh dalam bentuk rennet. Dispersi koloidal

kalsium fosfokaseinat dapat diganggu dan dirusak oleh enzim renin. Karena kerja

enzim renin tersebut terjadilah penggumpalan gel atau tahu susu. Sebenarnya,

yang menyebabkan penggumpalan adalah ion kalsium sehingga terjadi endapan

kalsium kaseinat (Winarno dan Fernandez 2007). Menurut Kelly (2007), ada

beberapa komponen paling penting dalam susu yang memegang peranan dalam

pembuatan keju. Kasein berperan untuk membentuk rennet gel, mempengaruhi

tekstur dan rasa selama pemeraman. Lemak turut mempengaruhi tekstur dan rasa

keju, seperti halnya laktosa yang memfermentasi substrat untuk bakteri asam

laktat sehingga produk fermentasi laktosa turut mempengaruhi rasa keju.

Keju mengandung vitamin A, B dan D, serta berbagai mineral penting

bagi tubuh kita seperti fosor dan kalsium. Konsumsi keju yang dianjurkan yaitu

100 gram keju setiap hari, cukup untuk mendapatkan mineral penting yang

dibutuhkan tubuh (Winarno dan Fernandez 2007). Menurut Spreer (1998),

kandungan gizi dalam 100 gram keju adalah sebagai berikut:

Tabel 4 Kandungan gizi per 100 gram keju (Spreer 1998)Kandungan Jumlah

Energi 392 KkalProtein 23.7 gramKalsium 0.87 gramFospor 0.61 gramVitamin A 1740 IUVitamin D 13 IUVitamin B 0.0015 mgRiboflavin 0.50 mg

Keju dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok

berdasarkan konsistensinya, yaitu keju segar, keju lunak, keju iris

semi keras, keju iris dan keju keras. Keju segar (fresh/unripened

cheese) tidak mengalami proses pematangan/pemeraman,

secara umum memiliki rasa yang netral dan tidak begitu asin

serta berbentuk seperti krim karena mengandung lebih dari 70%

air (Anonim 2011b). Keju segar dapat langsung dikonsumsi, tanpa mengalami

proses pengolahan industri. Contoh yang popular di antaranya keju Cottage,

Ricotta dan Mozzarella (Apriadji 2007). Keju lunak (soft ripened cheese)

mempunyai kadar air sekitar 50%, contoh yang terkenal adalah Limberger,

Camembert dan Brie. Ketiganya diperam dengan penambahan mikroba pada

bagian permukaan. Keju iris semi keras (semi soft ripened cheese) mempunyai

kadar air 35-45%. Jenis keju ini antara lain adalah Bel Paese, Brick dan Muenster

(yang diperam dengan pertolongan bakteri) serta Roquefort, Giogonzola dan

Tilton (yang diperam dengan bantuan kapang biru dan bakteri). Keju iris (hard

ripened cheese) biasanya diperam dengan pertolongan bakteri, misalnya Cheddar,

Edam, Gouda, Gruyere dan Swiss (Winarno dan Fernandez 2007). Jenis keju

selanjutnya yaitu keju keras, diperam minimal tiga bulan. Keju yang sangat keras

kadang dimatangkan sampai tiga tahun, dan biasa dinikmati dengan cara diparut,

misalnya Parmesan dan Emmentaler (Anonim 2011b).

Gouda

Keju Gouda berasal dari negara Belanda, terbuat dari susu sapi penuh atau

skim dan mengalami penyimpanan hingga berumur beberapa minggu sampai

lebih dari satu tahun. Saat proses penyimpanan, keju dapat mengalami penurunan

kualitas yang diakibatkan oleh transfer massa berupa air, oksigen maupun aroma

serta potensi terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme (Walstra et al. 1999).

Secara tradisional, keju Gouda berbentuk bulat, kotak dan blok. Keju Gouda

memiliki kandungan lemak 48% dalam bahan kering. Keju ini lembut seperti krim

tetapi ketika matang karakternya berubah dan teksturnya menjadi keras dengan

kadar air kurang dari 26%. Beratnya bervariasi antara 4-20 kg (Winarno dan

Fernandez 2007).

Untuk menghasilkan keju Gouda yang siap dikonsumsi, prosedur

pemeraman guna mengembangkan tingkat rasa dan karakteristik bentuknya

biasanya dilakukan minimal selama 3 minggu pada suhu 10-17 oC tergantung

pada tingkat kematangan yang dikehendaki (Codex Alimentarius Commission

1966). Sebagai tambahan terhadap Gouda yaitu garam dengan kadar yang rendah

(Winarno dan Fernandez 2007). Keju Gouda berkadar garam antara 2-7%, pH

antara 5-5.6 dan disimpan selama 2 minggu sampai 2 tahun. Keju Gouda yang

telah diperam lebih dari 4 minggu memiliki kadar air sekitar 58% dan derajat pH

harus sekitar 5.3. Derajat pH yang tinggi dan kadar air yang rendah sebelum

penggaraman akan mengakibatkan terbentuknya struktur yang lebih keras dan

kasar. Kekasaran tersebut dapat diatasi dengan memperpanjang waktu pemeraman

sehingga proteolisis akan membuat keju menjadi lebih lembut (Düsterhöft dan van

den Berg 2007).

Menurut Codex Alimentarius Commission (1966), susu yang digunakan

sebagai bahan dasar untuk pembuatan keju Gouda sebaiknya memiliki kandungan

lemak minimal 30% dalam bahan kering. Beberapa zat aditif masih diperbolehkan

terkandung di dalam keju Gouda dengan batasan-batasan tertentu. Beta-karoten

dari tumbuhan diperbolehkan dengan batasan 600 mg/kg, sedangkan beta-karoten

sintetik diperbolehkan dengan batasan 35 mg/kg. Bahan pengatur keasaman

seperti kalsium karbonat, magnesium karbonat dan glukono delta-lakton

diperbolehkan sesuai dengan standar GMP (Good Manufacturing Practice).

Mozarella

Mozarella berasal dari Italia, merupakan keju lembut yang mengandung

40-50% lemak. Umumnya keju Mozzarella terbuat dari susu sapi, meskipun

awalnya keju ini merupakan olahan susu kerbau. Keju Mozzarella akan mengaret

ketika panas, sehingga di Indonesia sering digunakan untuk membuat pizza

(Winarno dan Fernandez 2007). Karakteristik keju Mozzarella antara lain

berwarna putih kekuningan, terasa agak lembut serta memiliki aroma yang lembut

pula. Teksturnya berserabut karena dalam salah satu tahapan pembuatannya curd

yang telah terbentuk direndam dalam bak yang berisi air panas dan dilakukan

penekanan hingga lunak. Komponen keju Mozarella secara umum tercantum pada

Tabel 5.

Tabel 5 Komponen per 100 gram keju Mozarella (Fox et al 2000)

Komponen JumlahKadar air 49.8 gramProtein 25.1 gramLemak 21.0 gramKolesterol 0.065 gramEnergi 289 Kkal

Ada dua cara dalam pembuatan keju Mozzarella yaitu

pengasaman langsung pada susu menjadi bentuk curd atau

dengan metode kultur starter atau rennet. Pada kedua metode ini,

susu mentah dipasteurisasi dan kemudian dikoagulasi menjadi

bentuk curd. Setelah curd mencapai pH 5.2, curd dipotong menjadi

ukuran-ukuran kecil dan dicampur dengan air panas kemudian

ditarik atau diputar sampai terbentuk keju yang panjang. Proses

penarikan curd ini merupakan ciri khas dari keju pasta fillata seperti

Mozzarella, Scamorza dan Provolone. Ketika curd telah mencapai

kelembutan dan elastisitas yang tepat, maka curd dibentuk dan

direndam dalam air dingin untuk mempertahankan bentuk

tersebut. Tahap terakhir adalah penggaraman dan pengemasan.

Proses pembuatan keju ini cukup pendek, biasanya kurang dari

delapan jam mulai dari pasteurisasi sampai produk akhir

(Lambert 2011).

Kualitas keju Mozarella dapat ditentukan berdasarkan

rendemen, daya leleh, kemuluran, kadar air dan elastisitasnya.

Rendemen keju didefinisikan sebagai berat keju per satuan

volume setelah keju dipindahkan dari larutan garam dan

dinyatakan dalam satuan gram/100 ml. Rendemen keju

dipengaruhi oleh komponen curd, yaitu persen lemak, bahan

kering tanpa lemak, garam dan air. Nilai rendemen keju

Mozzarella yang dihasilkan kira-kira sebesar 10% (Gaman dan

Sherington 1994). Codex Alimentarius Commission (2007)

menetapkan kandungan minimal lemak dalam bahan kering susu yang akan

digunakan untuk pembuatan keju Mozzarella adalah 18% untuk

low moisture (kelarutan rendah) dan 20% untuk high moisture

(kelarutan tinggi). Keju Mozzarella rendah lemak mempunyai

daya leleh (meltability) 0.9 dan keju Mozzarella dengan lemak

yang tinggi mempunyai daya leleh sebesar 3.2. Daya leleh dapat

diukur dengan menggunakan metode Schreiber meltability test.

Menurut Altan et al. (2005), Schreiber meltability test dilakukan

pada cawan Petri dengan atau tanpa penutup cawan Petri

sebagai penutup sampel keju, pada suhu 100, 150 dan 232 OC.

Selanjutnya, faktor penting yang harus diperhatikan dalam

penentuan kualitas keju Mozarella adalah kadar air. Kadar air

dalam keju merupakan faktor penting dalam stabilitas, daya

simpan dan irisan, potongan serta produk akhir keju yang lebih

baik.

Gambar 1 Keju Gouda(Anonim 2009)

Gambar 2 Keju Mozarella(Anonim 2011a)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian berlangsung pada tanggal 22 Februari sampai dengan 11 Maret

2011. Pengambilan sampel dilakukan di PT. Bukit Baros Cempaka

dan pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner,

Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan,

Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah cool box, ice pack, plastik 1 liter, label, spidol

marker, gelas ukur 250 ml, erlenmeyer 500 ml, tabung reaksi, rak tabung, penjepit

tabung reaksi, pipet, pipet tetes, pipet khusus 10.75 ml, pipet otomatis, corong,

kertas saring, termometer, pH meter digital, laktodensimeter Soxhlet, butirometer

Gerber, sumbat karet, kain lap, alat pemusing (sentrifus), penangas air, pembakar

Bunsen, object glass, cover glass, mikroskop dan mortar.

Bahan yang digunakan adalah susu, H2SO4 p.a. 91%, amil alkohol, alkohol

70%, HCl paraphenildiamin 2%, H2O2 0.5%, asam asetat glacial, lugol dan kunyit.

Besaran Sampel

Sampel susu segar yang diambil merupakan susu segar dari pemasok yang

akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan keju di PT. Bukit Baros

Cempaka. Sampel susu segar diambil pada pagi dan sore hari dengan total jumlah

sampel adalah 35 sampel susu segar. Sampel yang diambil pada pagi hari

sebanyak 26 sampel susu segar, dengan rincian 2 sampel dari pemasok Suratno

(SRN), 4 sampel dari pemasok AKN (AKN), 3 sampel dari pemasok Ari/KPS

Rukun Utomo (ARI), 4 sampel dari pemasok KPS Gunung Gede (GND), 1

sampel dari pemasok Bukit Baros Cempaka (BBC) dan 12 sampel dari pemasok

KPS Gemah Ripah (GMR). Sampel yang diambil pada sore hari sebanyak 9

sampel susu segar, dengan rincian 2 sampel dari pemasok AKN, 2 sampel dari

pemasok SRN dan 5 sampel dari pemasok ARI. Sampel susu yang diambil dari

pemasok susu segar untuk PT. Bukit Baros sampel dari pemasok Cempaka

dilakukan secara acak (random).

Metode Penelitian

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel susu dilakukan setiap satu minggu sekali selama tiga

minggu berturut-turut. Sampel susu yang diambil merupakan sampel dari masing-

masing pemasok susu untuk PT. Bukit Baros Cempaka. Sampel susu ditampung

pada plastik 1 liter dan disimpan pada cool box yang telah diisi es. Sampel

tersebut digunakan untuk pemeriksaan komposisi susu (uji berat jenis, uji kadar

lemak, penghitungan kadar bahan kering (BK) dan kadar bahan kering tanpa

lemak (BKTL) serta penghitungan kadar protein), kesegaran susu (uji alkohol, uji

didih dan penentuan nilai pH), serta pemalsuan susu (uji Storch, uji penambahan

santan, uji penambahan tepung/amilum dan uji penambahan karbonat).

Pemeriksaan Sampel

Pemeriksaan Komposisi Susu

Menurut Latif dan Sanjaya (2009), pemeriksaan komposisi susu dapat

dilakukan dengan metode sebagai berikut:

Uji Berat Jenis

Pengujian berat jenis dilakukan dengan menggunakan laktodensimeter

Soxhlet. Sampel susu dihomogenkan kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur

250 ml sampai 2/3 dari volumenya dan dipastikan berada dalam selang 20-30 oC.

Laktodensimeter dimasukkan ke dalam gelas ukur dan ditera pada suhu 27 oC,

kemudian laktodensimeter dibenamkan serta dibiarkan timbul tenggelam sampai

akhirnya diam. Selanjutnya, dilakukan pembacaan skala laktodensimeter dan

pengukuran suhu susu. Angka yang didapat dari pembacaan skala adalah desimal

ke-2 dan ke-3 setelah 1.0, sedangkan desimal ke-4 dikira-kira. Berat jenis dihitung

dengan menggunakan tabel (terlampir) atau dengan cara menambah/mengurangi

skala yang terbaca pada laktodensimeter dengan koefisien pemuaian susu sebesar

0.0002 setiap penurunan/penaikan suhu 1 oC.

Uji Kadar Lemak

Butirometer Gerber diisi secara berturut-turut dengan 10 ml H2SO4, 10.75

ml sampel susu homogen, kemudian 1.0 ml amil alkohol. Butirometer tersebut

ditutup rapat menggunakan sumbat karet dan dilapisi kain lap, kemudian dikocok

dengan alur seperti angka delapan selama lima menit. Selanjutnya, dilakukan

sentrifus terhadap butirometer selama tiga menit dengan kecepatan 1200 putaran

per menit. Butirometer dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 65 oC

selama lima menit dengan bagian yang bersumbat berada di bawah. Pembacaan

hasil dilakukan dengan melihat jumlah larutan berwarna kekuningan yang ada

pada skala tabung butirometer (dalam %).

Penghitungan Kadar BK danBKTL

Kadar BK (Bahan Kering) dapat dihitung dengan menggunakan rumus

Fleischmann, selanjutnya kadar BKTL (Bahan Kering Tanpa Lemak) juga dapat

dihitung setelah kadar BK diketahui. Perhitungan kadar BK dengan rumus

Fleischmann dapat dilakukan dengan menggunakan data kadar lemak dan berat

jenis pada 27.5 oC. Rumus tersebut sebagai berikut:

BK (dalam % )= (1.311× L )+(2.738 ×100(BJ−1)

BJ)

dengan: L : kadar lemak (dalam %)

BJ : berat jenis susu pada 27.5 oC

Selanjutnya, kadar BKTL dapat diketahui dengan dilakukannya perhitungan

menggunakan rumus dasar berikut:

BK (dalam % )=BKTL+L

sehingga rumus untuk menentukan BKTL adalah:

BKTL (dalam % )=BK −L

dengan: BKTL: kadar bahan kering tanpa lemak (dalam %)

BK : kadar bahan kering (dalam %)

L : kadar lemak (dalam %)

Penghitungan Kadar Protein

Kadar protein dapat dihitung karena adanya korelasi antara kadar lemak

dan kadar protein susu. Penghitungan kadar protein dilakukan dengan

mnggunakan rumus sebagai berikut:

kadar protein ( dalam %)= kadar lemak (dalam % )2

+1.4

Pemeriksaan Kesegaran Susu

Menurut Sudarwanto (2009), pemeriksaan kesegaran susu dapat dilakukan

dengan metode sebagai berikut:

Uji Alkohol

Pemeriksaan kesegaran susu dengan uji alkohol dapat dilakukan dengan

dua cara. Pertama, dengan dilakukan penambahan satu bagian susu terhadap satu

bagian alkohol 70%. Cara pertama menyebabkan susu pecah pada keasaman susu

lebih dari 9.0 oSH. Kedua, dengan dilakukan penambahan satu bagian susu

terhadap dua bagian alkohol 70%. Cara kedua menyebabkan susu pecah pada

keasaman susu 8.0 oSH.

Uji Didih

Sebanyak 5 ml sampel susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

kemudian dididihkan di atas pembakar Bunsen. Sampel susu yang telah didihkan

didiamkan beberapa saat sampai dingin, selanjutnya sampel tersebut diamati.

Fokus pengamatan adalah terbentuk atau tidak terbentuknya endapan, gumpalan,

atau butir-butir halus pada dinding tabung reaksi.

Penentuan Nilai pH

Nilai pH ditentukan dengan menggunakan pH meter digital. Sampel susu

dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer kemudian diukur derajat keasamannya

(nilai pH) menggunakan pH meter digital.

Pemeriksaan Pemalsuan Susu

Menurut Sudarwanto dan Sanjaya (2009), pemeriksaan pemalsuan susu

dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut:

Uji Storch

Tabung reaksi diisi dengan 5 ml sampel susu, dua tetes HCl

paraphenildiamin 2%, dan empat tetes H2O2 0.5%. Setelah tiga puluh detik, dapat

dilakukan pembacaan hasil. Susu segar yang tidak dicampur dengan susu yang

telah dimasak akan berwarna biru, sedangkan susu segar yang dicampur dengan

susu yang telah dimasak akan berwarna abu-abu.

Uji Penambahan Santan

Dibuat preparat natif dengan penetesan satu tetes sampel susu pada object

glass, kemudian ditutup dengan cover glass. Preparat natif tersebut kemudian

diamati dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran 10x10 dan perbesaran

10x45. Susu yang ditambah dengan santan akan mengandung butir lemak santan

yang berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan butir lemak susu.

Uji Penambahan Tepung/Amilum

Tabung reaksi diisi dengan 10 ml susu, kemudian ditambahkan 0.5 ml

asam asetat glacial ke dalam tabung reaksi tersebut. Selanjutnya, dilakukan

pemanasan menggunakan pembakar Bunsen hingga terjadi penggumpalan.

Larutan didinginkan dan disaring menggunakan kertas saring. Filtrat hasil

penyaringan ditampung pada tabung reaksi, kemudian diberi tiga sampai empat

tetes lugol. Jika terjadi perubahan warna menjadi biru, maka sampel susu

dinyatakan mengandung amilum.

Uji Penambahan Basa

Kunyit dihaluskan menggunakan alu dan mortar. Selanjutnya, kunyit yang

telah dihaluskan diambil secukupnya dan diletakkan pada object glass. Diteteskan

beberapa tetes sampel susu pada kunyit yang telah dihaluskan tersebut, kemudian

dihomogenkan. Jika terjadi perubahan warna menjadi merah, maka sampel susu

telah ditambah bahan yang bersifat basa.

Analisis Data

Penentuan komposisi dan dugaan pemalsuan susu segar dilakukan

berdasarkan nilai dan perubahan yang teramati melalui serangkaian pengujian

yang dilakukan terhadap sampel susu segar. Komposisi susu segar ditentukan

melalui uji berat jenis, uji kadar lemak, uji bahan kering, uji bahan kering tanpa

lemak dan uji protein. Dugaan pemalsuan susu segar diuji dengan pemeriksaan

kesegaran susu, uji Storch, uji penambahan santan, uji penambahan

tepung/amilum dan uji penambahan basa. Data yang diperoleh dari sampel

selanjutnya diolah secara deskriptif dan kuantitatif dengan membandingkannya

terhadap SNI No. 01 – 3141 – 1998 tentang Susu Segar.

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2003. Peningkatan Konsumsi Keju di Indonesia Mendorong Pertumbuhan Produsen. [terhubung berkala]. http://uulluumm.blogspot.com/2009/09/peningkatan-konsumsi-keju-di-indonesia.html [3 Juli 2011].

[Anonim]. 2009. Keju Buatan Indonesia. [terhubung berkala]. http://bukitbaroscempaka.blogspot.com [22 Mei 2011].

[Anonim]. 2011a. Keju Mozarella. [terhubung berkala]. http://blog.id.88db.com/article/keju_mozarella [22 Mei 2011].

[Anonim]. 2011b. Jenis Keju. [terhubung berkala]. http://cheesehut.tripod.com/Jenis Keju.htm. [29 Juni 2011].

[Anonim]. 2011c. Mari Memasyarakatkan Industri Keju. Surabaya Post Online. [terhubung berkala]. http://www.surabayapost.co.id [ 3 Juli 2011].

Altan A, Turhan M, Gunasekaran S. 2005. Short communication: comparison of covered and uncovered Schreiber test for cheese meltability evaluation. J. Dairy Sci 88:857-861 [terhubung berkala]. http://foodeng.wisc.edu/Guna/Comparison-of-Covered-and-Uncovered-Schreiber-Test-for-Chees.pdf [15 Juli 2011].

Apriadji WH. 2007. Good Mood Food: Makanan Sehat Alami. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 2009. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah; Jakarta: Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Food Science.

[Codex Alimentarius Commission]. 1966. Codex Standard 266-1966: Codex Standard for Gouda. Rome: Codex Alimentarius Commission.

[Codex Alimentarius Commission]. 1978. Codex Standard 283-1978: Codex General Standard for Cheese. Rome: Codex Alimentarius Commission.

[Codex Alimentarius Commission]. 2007. Codex Standard 262-2007: Codex Standard for Mozarella. Rome: Codex Alimentarius Commission.

Düsterhöft EM, van den Berg G. 2007. Why is the texture of Gouda cheese tough and the flavor flat?. Di dalam: Mc. Sweeney PLH, editor. Cheese Problem Solved. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm 234.

Fox PF, Guinee TP, Cogan TM, McSweeney PLH. 2000. Fundamentals of Cheese Science. Gaithersburg: An Aspen Publication.

Gaman PM, Sherington. 1994. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hadiwiyoto S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Jenses RG. 1995. Water-Soluble Vitamins in Bovine Milk. Di dalam : Jensen RG, editor. Handbook of Milk Compotition. San Diego: Academic Press.

Kelly AL. 2007. What is the typical composition of cow’s milk and what milk constituents favour cheesemaking?. Di dalam: Mc. Sweeney PLH, editor. Cheese Problem Solved. Cambridge: Woodhead Publishing Limited. hlm 3.

Lambert P. 2011. Mozarella Cheese. [terhubung berkala] http://www.sallybernstein.com/food/single-articles/mozzarella.htm. [30 Juni 2011].

Latif H, Sanjaya AW. 2009. Pemeriksaan Komposisi Susu. Di dalam: Lukman DW, Purnawarman T, editor. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. hlm 1-5.

Lee A. 2010. Noviyanto, “Mozarella” dari Karanggeneng. KOMPAS.com. [terhubung berkala]. http://nasional.kompas.com/read/2010/08/20/03384247 [ 3 Juli 2011].

Maryliedawita CL. 2009. Cheese Solution–Dalam Makanan Sehari-hari. Bakery Indonesia Magazine. [terhubung berkala]. http ://www.bakeryindonesiamag.com [3 Juli 2011].

Muchtadi TR, Sugiyono, Ayustaningwarno F. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Planck N. 2007. Real Food: What to Eat and Why. London and New York: Bloomsbury Publishing.

Rath S. 2000. About Cows revised edition. Minnesota: Voyageur Press Inc.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1998. SNI No. 01 – 3141 – 1998 tentang Susu Segar. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Spreer E. 1998. Milk and Dairy Product Technology. New York: Marcel Dekker Inc.

Sudarwanto M. 2009. Pemeriksaan Keadaaan Susu. Di dalam: Lukman DW, Purnawarman T, editor. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. hlm 8-9.

Sudarwanto M, Sanjaya AW. 2009. Pemalsuan Susu. Di dalam: Lukman DW, Purnawarman T, editor. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. hlm 38-40.

Suhendar Y et al. 2008. Pascapanen Lalai Kualitas Susu Terbengkalai. AGRINA. [terhubung berkala]. http://www.agrina-online.com/show_article.php?rid=7&aid=1257 [3 Juli 2011].

Swaisgood HE. 1995. Protein and Amino Acid Compotition of Bovine Milk. Di dalam : Jensen RG, editor. Handbook of Milk Compotition. San Diego: Academic Press.

Walstra P, Geurts TJ, Noomen A, Jellema A, van Boekel MAJS. 1999. Dairy Technology: Principles of Milk Properties and Processes. USA: Marcel Dekker, Inc.

Winarno FG, Fernandez IE. 2007. Susu dan Produk Fermentasinya. Bogor: M-BRIO PRESS.