Draft Proposal
-
Upload
erfandi-adhiansyah -
Category
Documents
-
view
292 -
download
0
Transcript of Draft Proposal
5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 1/14
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Judul Penelitian
Penelitian yang hendak dilakukan berjudul “Analisa Karakteristik dan Interpretasi
Petrogenesis Mineral Lempung di Desa Sulursari, Kecamatan Gabus, Ktabupaten Grobogan,
Jawa Tengah”
I.2 Latar Belakang
Mineral lempung merupakan salah satu kelompok mineral yang telah banyak
dimanfaatkan oleh manusia di dalam berbagai bidang industri. Mineral lempung umumnya
merupakan hasil ubahan dari mineral lain dalam batuan baik akibat proses diagenesis, maupun
proses altereasi. Desa Sulursari di Kecamatan Gabusan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah
merupakan salah satu lokasi di ketemukannya mineral lempung dalam jumlah cukup banyak di
dalam batuan berupa bentonit.
Secara umum, pemanfaatan mineral lempung di lokasi penelitian adalah sebagai bahan
dalam kegiatan ekstraksi minyak bumi secara tradisional dari emulsi yang di hasilkan pada
sumur-sumur tua belanda yang berada dekat dengan batas Oil-Watter Contact (OWC). Dengan
mencampurkannya dengan emulsi minyak, secara alami akan terjadi pemisahan hingga padaakhirnya minyak dapat dipisahkan untuk kemudian diambil. Aplikasi pemanfaatan mineral
lempung yang didapati di Desa Sulursari sendiri masih tergolong jarang dan sangat sedikit sekali
publikasi yang memiliki pokok bahasan yang terkait dengannya. Melalui pemahaman terhadap
sifat-sifat mineral lempung dari lokasi penelitian, diharapkan dapat diketahui karakterisitik
hingga petrogenesis dari mineral lempung tersebut yang nantinya dapat digunakan untuk
menjelaskan dinamika dan kondisi geologi setempat serta pemanfaatan mineral lempung itu
sendiri dalam proses ekstraksi minyak dalam emulsi.
I.3 Maksud dan Tujuan
Melalui penelitian ini, diharapkan pemahaman terhadap karakteristik mineral lempung
serta petrogenesisnya akan menjadi lebih baik dengan mengambil contoh studi kasus di Desa
Sulursari, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah.
5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 2/14
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
- Mengetahui mineral asal dari mineral-mineral lempung yang ada di lokasi penelitian
beserta perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses pembentukannya.
- Mengetahui sifat-sifat mineral lempung yang ada di lokasi penelitian serta aplikasinya
dalam proses ekstraksi minyak di lokasi penelitian.
- Mengetahui karakteristik khusus dari mineral-mineral lempung dilokasi penelitian
- Interpretasi Petrogenesis mineral lempung di lokasi penelitian.
I.4 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian secara administratif terletak di Kelurahan Sulursari, Kecamatan Gabus,
Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Secara geologis, lokasi terletak pada zona
antiklinorium rembang dengan posisi berada pada sayap suatu antiklin yang berada diatas
formasi yang berumur kuarter.
I.5 Estimasi Waktu
Pelaksanaan penelitian hingga didapatkan laporan hasil akhir penelitian dalam bentuk
paper diestimasikan memakan waktu selama 35(tiga puluh lima) hari.
5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 3/14
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
II.1 Geomorfologi
Zona ini meliputi pantai utara Jawa yang membentang dari Tuban ke arah timur melalui
Lamongan, Gresik, dan hampir keseluruhan Pulau Madura. Merupakan daerah dataran yang
berundulasi dengan jajaran perbukitan yang berarah barat-timur dan berselingan dengan dataran
aluvial. Lebar rata-rata zona ini adalah 50 km dengan puncak tertinggi 515 m (Gading) dan 491
(Tungangan). Litologi karbonat mendominasi zona ini. Aksesibilitas cukup mudah dan karakter
tanah keras.
Jalur Rembang terdiri dari pegunungan lipatan berbentuk Antiklinorium yang memanjang
ke arah Barat – Timur, dari Kota Purwodadi melalui Blora, Jatirogo, Tuban sampai Pulau
Madura. Morfologi di daerah tersebut dapat dibagi menjadi 3 satuan, yaitu Satuan Morfologi
dataran rendah, perbukitan bergelombang dan Satuan Morfologi perbukitan terjal, dengan
punggung perbukitan tersebut umumnya memanjang berarah Barat – Timur, sehingga pola aliran
sungai umumnya hampir sejajar (sub-parallel) dan sebagian berpola mencabang (dendritic).
Sungai utama yang melewati daerah penyelidikan yaitu S. Lusi, yang mengalir ke arah
Baratdaya, melalui Kota Blora dan bermuara di Bengawan Solo.
II.2 Stratigrafi
Menurut Sutarso dan Suyitno (1976), secara fisiografi daerah penelitian termasuk dalam
Zona Rembang yang merupakan bagian dari cekungan sedimentasi Jawa Timur bagian Utara
( East Java Geosyncline). Cekungan ini terbentuk pada Oligosen Akhir yang berarah Timur –
Barat hampir sejajar dengan Pulau Jawa (Van Bemmelen, 1949).
Menurut Koesoemadinata (1978), cekungan Jawa Timur bagian Utara lebih merupakan
geosinklin dengan ketebalan sedimen Tersier mungkin melebihi 6000 meter. Suatu hal yang khas
dari cekungan Jawa Timur bagian Utara berarah Timur-Barat dan terlihat merupakan gejala
tektonik Tersier Muda.
Tiga tahap orogenesa telah dikenal berpengaruh terhadap pengendapan seri batuan
Kenozoikum di Indonesia (Van Bemmelen, 1949). Yang pertama terjadi di antara interval Kapur
5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 4/14
Akhir – Eosen Tengah, kedua pada Eosen Tengah ( Intramiocene Orogeny) dan ketiga terjadi
pada Plio-Pleistosen. Orogenesa yang terjadi pada Miosen Tengah ditandai oleh peristiwa yang
penting di dalam distribusi sedimen dan penyebaran flora dan fauna, terutama di daerah
Indonesia bagian Barat dan juga menyebabkan terjadinya fase regresi (susut laut) yang terjadi
dalam waktu singkat di Jawa dan daerah Laut Jawa. Fase orogenesa Miosen Tengah ditandai
juga oleh hiatus di daerah Cepu dan dicirikan oleh perubahan fasies yaitu dari fasies transgresi
menjadi fasies regresi di seluruh Zona Rembang. Selain hal tersebut diatas, fase orogenesa ini
ditandai oleh munculnya beberapa batuan dasar Pra – Tersier di daerah pulau Jawa Utara (Van
Bemmelen, 1949).
Perbedaan yang mencolok perihal sifat litologi dari endapan – endapan yang berada pada
Mandala Kendeng, Mandala Rembang, dan Paparan laut Jawa yaitu sedimen. Mandala Kendeng
pada umumnya terisi oleh endapan arus turbidit yang selalu mengandung batuan piroklastik
dengan selingan napal dan batuan karbonat serta merupakan endapan laut dalam. Umumnya
sedimen-sedimen tersebut terlipat kuat dan tersesar sungkup ke arah Utara, sedangkan Mandala
Rembang memperlihatkan batuan dengan kadar pasir yang tinggi disamping meningkatnya kadar
karbonat serta menghilangnya endapan piroklastik. Sedimen-sedimen Mandala Rembang
memberi kesan berupa endapan laut dangkal yang tidak jauh dari pantai dengan kedalaman dasar
laut yang tidak seragam. Hal ini disebabkan oleh adanya sesar-sesar bongkah ( Block faulting )
yang mengakibatkan perubahan-perubahan fasies serta membentuk daerah tinggian ataurendahan. Daerah lepas pantai laut Jawa pada umumnya ditempati oleh endapan paparan yang
hampir seluruhnya terdiri dari endapan karbonat.
Mandala Rembang menurut sistem Tektonik dapat digolongkan ke dalam cekungan
belakang busur (retro arc back arc) (Dickinson, 1974) yang terisi oleh sedimen-sedimen
berumur Kenozoikum yang tebal dan menerus mulai dari Eosen hingga Pleistosen. Endapan
berumur Eosen dapat diketahui dari data sumur bor (Pringgoprawiro, 1983).
Litostratigrafi Tersier di Cekungan Jawa Timur bagian Utara banyak diteliti oleh para pakar
geologi diantaranya adalah Trooster (1937), Van Bemmelen (1949), Marks (1957),
Koesoemadinata (1969), Kenyon (1977), dan Musliki (1989) serta telah banyak mengalami
perkembangan dalam susunan stratigrafinya. Kerancuan tatanama satuan Litostratigrafi telah
dibahas secara rinci oleh Pringgoprawiro (1983) dimana susunan endapan sedimen di Cekungan
Jawa Timur bagian Utara dimasukkan kedalam stratigrafi Mandala Rembang dengan urutan dari
5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 5/14
tua ke muda yaitu Formasi Ngimbang, Formasi Kujung, Formasi Prupuh, Formasi Tuban,
Formasi Tawun, Formasi Bulu, Formasi Ledok, Formasi Mundu, Formasi Lidah dan endapan
yang termuda disebut sebagai endapan Undak Solo. Anggota Ngrayong Formasi Tawun dari
Pringgoprawiro (1983) statusnya ditingkatkan menjadi Formasi Ngrayong oleh Pringgoprawiro,
1983. Anggota Selorejo Formasi Mundu (Pringgoprawiro, 1983) statusnya ditingkatkan menjadi
Formasi Selorejo oleh Pringgoprawiro (1985) serta Djuhaeni dan Martodjojo (1990). Sedangkan
Formasi Lidah mempunyai tiga anggota yaitu Anggota Tambakromo, Anggota Malo (sepadan
dengan Anggota Dander dari Pringgoprawiro, 1983) dan Anggota Turi (Djuhaeni, 1995).
Rincian stratigrafi Cekungan Jawa Timur bagian Utara dari Zona Rembang yang disusun
oleh Harsono Pringgoprawiro (1983) terbagi menjadi 15 (lima belas) satuan yaitu Batuan Pra –
Tersier, Formasi Ngimbang, Formasi Kujung, Formasi Prupuh, Formasi Tuban, Formasi Tawun,
Formasi Ngrayong, Formasi Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, Formasi Mundu, Formasi
Selorejo, Formasi Paciran, Formasi Lidah dan Undak Solo. Pembahasan masing – masing satuan
dari tua ke muda adalah sebagai berikut :
1. Formasi Tawun
Formasi Tawun mempunyai kedudukan selaras di atas Formasi Tuban, dengan batas
Formasi Tawun yang dicirikan oleh batuan lunak (batulempung dan napal). Bagian bawah dari
Formasi Tawun, terdiri dari batulempung, batugamping pasiran, batupasir dan lignit, sedangkan pada bagian atasnya (Anggota Ngrayong) terdiri dari batupasir yang kaya akan moluska, lignit
dan makin ke atas dijumpai pasir kuarsa yang mengandung mika dan oksida besi. Penamaan
Formasi Tawun diambil dari desa Tawun, yang dipakai pertama kali oleh Brouwer (1957).
Formasi Tawun memiliki penyebaran luas di Mandala Rembang Barat, dari lokasi tipe hingga ke
Timur sampai Tuban dan Rengel, sedangkan ke Barat satuan batuan masih dapat ditemukan di
Selatan Pati. Lingkungan pengendapan Formasi Tawun adalah paparan dangkal yang terlindung,
tidak terlalu jauh dari pantai dengan kedalaman 0 – 50 meter di daerah tropis. Formasi Tawun
merupakan reservoir minyak utama pada Zona Rembang. Berdasarkan kandungan fosil yang ada,
Formasi Tawun diperkirakan berumur Miosen Awal bagian Atas sampai Miosen Tengah.
5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 6/14
2. Formasi Ngrayong
Formasi Ngrayong mempunyai kedudukan selaras di atas Formasi Tawun. Formasi
Ngrayong disusun oleh batupasir kwarsa dengan perselingan batulempung, lanau, lignit, dan
batugamping bioklastik. Pada batupasir kwarsanya kadang-kadang mengandung cangkang
moluska laut. Lingkungan pengendapan Formasi Ngrayong di daerah dangkal dekat pantai yang
makin ke atas lingkungannya menjadi littoral, lagoon, hingga sublittoral pinggir. Tebal dari
Formasi Tawun mencapai 90 meter. Karena terdiri dari pasir kwarsa maka Formasi Tawun
merupakan batuan reservoir minyak yang berpotensi pada cekungan Jawa Timur bagian Utara.
Berdasarkan kandungan fosil yang ada, Formasi Ngrayong diperkirakan berumur Miosen
Tengah.
3. Formasi Bulu
Formasi Bulu secara selaras berada di atas Formasi Ngrayong. Formasi Bulu semula
dikenal dengan nama ‘Platen Complex’ dengan posisi stratigrafi terletak selaras di atas Formasi
Tawun dan Formasi Ngrayong. Ciri litologi dari Formasi Bulu terdiri dari perselingan antara
batugamping dengan kalkarenit, kadang – kadang dijumpai adanya sisipan batulempung. Pada
batugamping pasiran berlapis tipis kadang-kadang memperlihatkan struktur silang siur skala
besar dan memperlihatkan adanya sisipan napal. Pada batugamping pasiran memperlihatkan
kandungan mineral kwarsa mencapai 30 %, foraminifera besar, ganggang, bryozoa dan echinoid.Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal antara 50 – 100 meter. Tebal dari formasi
ini mencapai 248 meter. Formasi Bulu diperkirakan berumur Miosen Tengah bagian atas.
4. Formasi Wonocolo
Lokasi tipe Formasi Wonocolo tidak dinyatakan oleh Trooster, 1937, kemungkinan
berasal dari desa Wonocolo, 20 km Timur Laut Cepu. Formasi Wonocolo terletak selaras di atas
Formasi Bulu, terdiri dari napal pasiran dengan sisipan kalkarenit dan kadang-kadang
batulempung. Pada napal pasiran sering memperlihatkan struktur parallel laminasi. Formasi
Wonocolo diendapkan pada kondisi laut terbuka dengan kedalaman antara 100 – 500 meter.
Tebal dari formasi ini antara 89 meter sampai 339 meter. Formasi Wonocolo diperkirakan
berumur Miosen Akhir bagian bawah sampai Miosen Akhir bagian tengah.
5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 7/14
Gambar II.2 Kolom Stratigrafi Mandala Rembang (Harsono Pringgoprawiro, 1983)
II. 3 Struktur Geologi
Pada masa sekarang (Neogen – Resen), pola tektonik yang berkembang di Pulau Jawa
dan sekitarnya, khususnya Cekungan Jawa Timur bagian Utara merupakan zona penunjaman
(convergent zone), antara lempeng Eurasia dengan lempeng Hindia – Australia (Hamilton, 1979,
Katili dan Reinemund, 1984, Pulonggono, 1994).
5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 8/14
Evolusi tektonik di Jawa Timur bisa diikuti mulai dari Jaman Akhir Kapur (85 – 65 juta tahun
yang lalu) sampai sekarang (Pulonggono, 1990). Secara ringkasnya, pada cekungan Jawa Timur
mengalami dua periode waktu yang menyebabkan arah relatif jalur magmatik atau pola
tektoniknya berubah, yaitu pada jaman Paleogen (Eosen – Oligosen), yang berorientasi Timur
Laut – Barat Daya (searah dengan pola Meratus). Pola ini menyebabkan Cekungan Jawa Timur
bagian Utara, yang merupakan cekungan belakang busur, mengalami rejim tektonik regangan
yang diindikasikan oleh litologi batuan dasar berumur Pra – Tersier menunjukkan pola akresi
berarah Timur Laut – Barat Daya, yang ditunjukkan oleh orientasi sesar – sesar di batuan
dasar, horst atau sesar – sesar anjak dan graben atau sesar tangga. Dan pada jaman Neogen
(Miosen – Pliosen) berubah menjadi relatif Timur – Barat (searah dengan memanjangnya Pulau
Jawa), yang merupakan rejim tektonik kompresi, sehingga menghasilkan struktur geologi
lipatan, sesar – sesar anjak dan menyebabkan cekungan Jawa Timur Utara terangkat (Orogonesa
Plio – Pleistosen) (Pulonggono, 1994). Khusus di Cekungan Jawa Timur bagian Utara, data yang
mendukung kedua pola tektonik bisa dilihat dari data seismik dan dari data struktur yang
tersingkap.
Menurut Van Bemmelen (1949), Cekungan Jawa Timur bagian Utara ( North East Java
Basin) yaitu Zona Kendeng, Zona Rembang – Madura, Zona Paparan Laut Jawa (Stable
Platform) dan Zona Depresi Randublatung.
Keadaan struktur perlipatan pada Cekungan Jawa Timur bagian Utara pada umumnya berarah Barat – Timur, sedangkan struktur patahannya umumnya berarah Timur Laut – Barat
Daya dan ada beberapa sesar naik berarah Timur – Barat.
Zona pegunungan Rembang – Madura ( Northern Java Hinge Belt ) dapat dibedakan
menjadi 2 bagian yaitu bagian Utara ( Northern Rembang Anticlinorium) dan bagian Selatan
(Middle Rembang Anticlinorium).
Bagian Utara pernah mengalami pengangkatan yang lebih kuat dibandingkan dengan di
bagian selatan sehingga terjadi erosi sampai Formasi Tawun, bahkan kadang – kadang sampai
Kujung Bawah. Di bagian selatan dari daerah ini terletak antara lain struktur – struktur
Banyubang, Mojokerep dan Ngrayong.
Bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium) ditandai oleh dua jalur positif yang jelas
berdekatan dengan Cepu. Di jalur positif sebelah Utara terdapat lapangan – lapangan minyak
yang penting di Jawa Timur, yaitu lapangan : Kawengan, Ledok, Nglobo Semanggi, dan
5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 9/14
termasuk juga antiklin – antiklin Ngronggah, Banyuasin, Metes, Kedewaan dan Tambakromo. Di
dalam jalur positif sebelah selatan terdapat antiklinal-antiklinal / struktur-struktur Gabus,
Trembes, Kluweh, Kedinding – Mundu, Balun, Tobo, Ngasem – Dander, dan Ngimbang High.
Sepanjang jalur Zona Rembang membentuk struktur perlipatan yang dapat dibedakan menjadi 2
bagian, yaitu :
1. Bagian Timur, dimana arah umum poros antiklin membujur dari Barat Laut – Timur
Tenggara.
2. Bagian Barat, yang masing – masing porosnya mempunyai arah Barat – timur dan secara
umum antiklin-antiklin tersebut menunjam baik ke arah barat ataupun ke arah timur.
Gambar II.4 Kerangka tektonik Cekungan Jawa Timur bagian Utara (Katili dan Reinemund, 1984).
5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 10/14
BAB III
DASAR TEORI
III.1 Mineral Lempung
Mineral lempung merupakan kelompok mineral, kristalnya sangat kecil, hanya dapat
dilihat dan dibedakan dengan mikroskop, biasanya dengan mikroskop elektron. Berdasarkan
struktur kristal dan variasi komposisinya dapat dibedakan menjadi belasan jenis mineral
lempung.
Mineral lempung merupakan koloid dengan ukuran sangat kecil (kurang dari 1 mikron).
Masing-masing koloid terlihat seperti lempengan-lempengan kecil yang terdiri dari lembaran-
lembaran kristal yang memiliki struktur atom yang berulang.
Lembaran-lembaran kristal yang memliki struktur atom yang berulang tersebut adalah:
1. Tetrahedron / Silica sheet
Merupakan gabungan dari Silica Tetrahedron
Gambar III.1 a) Struktur atom tetrahedron, b) silica sheet
2. Octahedron / Alumina sheet
Merupakan gabungan dari Alumina Octahedron.
5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 11/14
Gambar III.1 c) Struktur atom octahedron, b) alumina sheet
Mineral lempung terbentuk di atas permukaan bumi dimana udara dan air berinteraksi
dengan mineral silikat, memecahnya menjadi lempung dan produk lain (sapiie, 2006).
Mineral lempung adalah mineral sekunder yang terbentuk karena proses pengerusakan atau
pemecahan dikarenakan iklim dan alterasi air (hidrous alteration) pada suatu batuan induk dan
mineral yang terkandung dalam batuan itu.
Jenis mineral lempung yang utama ialah:
- Kaolinit 1:1 Al2 (Si2O5 (H2O))
- Illit 2:1 KAl2 (AlSi3O10 (OH)2)
- Smektit 2:2 (AlMg)4 Si8 O20 (OH)10)
- Klorit 2:1:1 (MgFe)6-x (AlFe)x Si4-x Alx (OH)10
Ortoklas, apabila lapuk dan terubah menjadi illit, manakala plagioklas, amphibol dan
piroksen pula selalunya menjadi smektit. Berdasarkan struktur kristal dan variasi komposisinya
dapat dibedakan menjadi belasan jenis mineral lempung dan diantaranya:
• kaolinit
• halloysite
• momtmorillonite (bentonites)• illite
• smectite
• vermiculite
• chlorite
• attapulgite
5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 12/14
• allophone
III.2 Metode Penentuan Jenis Mineral Lempung
Dalam penentuan jenis mineral lempung baik secara kimia maupun secara fisik telah
dikembangkan berbagai metode dengan menggunakan alat mulai dari yang sederhana sampai
penggunaan alat yang modern. Menurut Sastiono (1997) dan Sjarif (1991), penentuan mineral
lempung secara kualitatif dan kuantitatif dapat dibagi atas dua kelompok besar, yaitu :
1. Metode berdasarkan sifat kimia
2. Metode berdasarkan sifat fisik. Salah satu metode berdasarkan sifat fisik adalah penggunaan
sinar X.
Penggunaan sinar X untuk analisis mineral lempung mempunyai kemampuan untuk
mengetahui jenis mineral lempung secara kualitatif dan kuantitatif bahkan juga untuk
menentukan sifat-sifat khas dari suatu mineral lempung (Sjarif, 1991). Penggunaan sinar x
terutama untuk mineral yang bersifat kristalin, sedangkan untuk mineral yang sulit diidentifikasi
dengan sinar X digunakan analisis thermal (Sastiono, 1997). Setiap metode mempunyai
kelemahan dan kelebihan, sehingga kombinasi beberapa metode perlu dilakukan untuk
memperoleh hasil yang lebih baik.
III.3 BentonitBentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit dalam dunia
perdagangan dan termasuk kelompok dioktohedral. Penamaan jenis lempung tergantung dari
penemu atau peneliti, misal ahli geologi, mineralogi, mineral industri dan lain-lain.
Bentonit dapat dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan kandungan alu-munium silikat
hydrous, yaitu activated clay dan fuller's Earth. Activated clay adalah lempung yang kurang
memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu.
Sementara itu, fuller's earth digunakan di dalam fulling atau pembersih bahan wool dari lemak.
Sedangkan berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Tipe Wyoming (Na-bentonit – Swelling bentonite)
Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke
dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering
berwarna putih atau cream, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan
5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 13/14
berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloidal mempunyai
pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion sodium
(Na+).
b. Mg, (Ca-bentonit – non swelling bentonite)
Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap
terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai sifat
menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi koloidal
memiliki pH: 4-7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan
magnesium. Dalam keadaan kering bersifat rapid slaking, berwarna abu-abu, biru,
kuning, merah dan coklat. Penggunaan bentonit dalam proses pemurnian minyak goreng
perlu aktivasi terlebih dahulu.
Endapan bentonit Indonesia tersebar di P. Jawa, P. Sumatera, sebagian P. Kalimantan dan
P. Sulawesi, dengan cadangan diperkirakan lebih dari 380 juta ton, serta pada umumnya terdiri
dari jenis kalsium (Ca-bentonit). Beberapa lokasi yang sudah dan sedang dieksploitasi, yaitu di
Tasikmalaya, Leuwiliang, Nanggulan, dan lain-lain. Indikasi endapan Na-bentonit terdapat di
Pangkalan Brandan; Sorolangun-Bangko; Boyolali.
5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 14/14
BAB IV
METODELOGI
IV. 1 Tahapan Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan melalui beberapa tahapan yakni :
1. Studi pustaka.
2. Pengambilan data lapangan.
3. Analisis laboratorium.
4. Interpretasi.
5. Penyusunan laporan.
VI.2 Bagan Alir Kegiatan