Draft Proposal

15
 BAB I PENDAHULUAN I.1 Judul Penelitian Peneli tia n yang hendak dil akuk an berjudul “Analisa Kar akt eristi k dan Int erpret asi Petrogenesis Mineral Lempung di Desa Sulursari, Kecamatan Gabus, Ktabupaten Grobogan, Jawa Tengah” I.2 Latar Belakang Mi nera l le mp ung meru pakan sala h sa tu kelompok mi nera l ya ng tela h banyak dimanf aat kan ole h manusi a di dal am ber bagai bidang indust ri. Minera l lempung umumny a merupakan hasil ubahan dari mineral lain dalam batuan baik akibat proses diagenesis, maupun  proses altereasi. Desa Sulursari di Kecamatan Gabusan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah merupakan salah satu lokasi di ketemukannya mineral lempung dalam jumlah cukup banyak di dalam batuan berupa bentonit. Secara umum, pemanfaatan mineral lempung di lokasi penelitian adalah sebagai bahan dalam kegiatan ekstraksi minyak bumi secara tradisional dari emulsi yang di hasilkan pada sumur-sumur tua belanda yang berada dekat dengan batas Oil-Watter Contact (OWC). Dengan mencampurkannya dengan emulsi minyak, secara alami akan terjadi pemisahan hingga pada akhirn ya min yak dapa t dipis ahka n unt uk kemudi an dia mbi l. Apl ika si pemanf aat an min era l lempung yang didapati di Desa Sulursari sendiri masih tergolong jarang dan sangat sedikit sekali  publi kasi yang memil iki pokok bahasan yang terkait dengannya. Melalui pemaha man terha dap sifa t-sif at miner al lempu ng dari lokas i peneli tian, dihar apkan dapat diket ahui karakt erisi tik hingga pet rogenes is dar i min era l lempung ter sebut yan g nant iny a dapat digunak an unt uk menjelaskan dinamika dan kondisi geologi setempat serta pemanfaatan mineral lempung itu sendiri dalam proses ekstraksi minyak dalam emulsi. I.3 Maksud dan Tujuan Melalui penelitian ini, diharapkan pemahaman terhadap karakteristik mineral lempung serta petrogenesisnya akan menjadi lebih baik dengan mengambil contoh studi kasus di Desa Sulursari, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah.

Transcript of Draft Proposal

Page 1: Draft Proposal

5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 1/14

 

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Judul Penelitian

Penelitian yang hendak dilakukan berjudul “Analisa Karakteristik dan Interpretasi

Petrogenesis Mineral Lempung di Desa Sulursari, Kecamatan Gabus, Ktabupaten Grobogan,

Jawa Tengah”

I.2 Latar Belakang

Mineral lempung merupakan salah satu kelompok mineral yang telah banyak 

dimanfaatkan oleh manusia di dalam berbagai bidang industri. Mineral lempung umumnya

merupakan hasil ubahan dari mineral lain dalam batuan baik akibat proses diagenesis, maupun

 proses altereasi. Desa Sulursari di Kecamatan Gabusan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah

merupakan salah satu lokasi di ketemukannya mineral lempung dalam jumlah cukup banyak di

dalam batuan berupa bentonit.

Secara umum, pemanfaatan mineral lempung di lokasi penelitian adalah sebagai bahan

dalam kegiatan ekstraksi minyak bumi secara tradisional dari emulsi yang di hasilkan pada

sumur-sumur tua belanda yang berada dekat dengan batas Oil-Watter Contact (OWC). Dengan

mencampurkannya dengan emulsi minyak, secara alami akan terjadi pemisahan hingga padaakhirnya minyak dapat dipisahkan untuk kemudian diambil. Aplikasi pemanfaatan mineral

lempung yang didapati di Desa Sulursari sendiri masih tergolong jarang dan sangat sedikit sekali

 publikasi yang memiliki pokok bahasan yang terkait dengannya. Melalui pemahaman terhadap

sifat-sifat mineral lempung dari lokasi penelitian, diharapkan dapat diketahui karakterisitik 

hingga petrogenesis dari mineral lempung tersebut yang nantinya dapat digunakan untuk 

menjelaskan dinamika dan kondisi geologi setempat serta pemanfaatan mineral lempung itu

sendiri dalam proses ekstraksi minyak dalam emulsi.

I.3 Maksud dan Tujuan

Melalui penelitian ini, diharapkan pemahaman terhadap karakteristik mineral lempung

serta petrogenesisnya akan menjadi lebih baik dengan mengambil contoh studi kasus di Desa

Sulursari, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah.

Page 2: Draft Proposal

5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 2/14

 

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

- Mengetahui mineral asal dari mineral-mineral lempung yang ada di lokasi penelitian

 beserta perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses pembentukannya.

- Mengetahui sifat-sifat mineral lempung yang ada di lokasi penelitian serta aplikasinya

dalam proses ekstraksi minyak di lokasi penelitian.

- Mengetahui karakteristik khusus dari mineral-mineral lempung dilokasi penelitian

- Interpretasi Petrogenesis mineral lempung di lokasi penelitian.

I.4 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian secara administratif terletak di Kelurahan Sulursari, Kecamatan Gabus,

Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Secara geologis, lokasi terletak pada zona

antiklinorium rembang dengan posisi berada pada sayap suatu antiklin yang berada diatas

formasi yang berumur kuarter.

I.5 Estimasi Waktu

Pelaksanaan penelitian hingga didapatkan laporan hasil akhir penelitian dalam bentuk 

 paper diestimasikan memakan waktu selama 35(tiga puluh lima) hari.

Page 3: Draft Proposal

5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 3/14

 

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

II.1 Geomorfologi

Zona ini meliputi pantai utara Jawa yang membentang dari Tuban ke arah timur melalui

Lamongan, Gresik, dan hampir keseluruhan Pulau Madura. Merupakan daerah dataran yang

 berundulasi dengan jajaran perbukitan yang berarah barat-timur dan berselingan dengan dataran

aluvial. Lebar rata-rata zona ini adalah 50 km dengan puncak tertinggi 515 m (Gading) dan 491

(Tungangan). Litologi karbonat mendominasi zona ini. Aksesibilitas cukup mudah dan karakter 

tanah keras.

Jalur Rembang terdiri dari pegunungan lipatan berbentuk Antiklinorium yang memanjang

ke arah Barat – Timur, dari Kota Purwodadi melalui Blora, Jatirogo, Tuban sampai Pulau

Madura. Morfologi di daerah tersebut dapat dibagi menjadi 3 satuan, yaitu Satuan Morfologi

dataran rendah, perbukitan bergelombang dan Satuan Morfologi perbukitan terjal, dengan

 punggung perbukitan tersebut umumnya memanjang berarah Barat – Timur, sehingga pola aliran

sungai umumnya hampir sejajar (sub-parallel) dan sebagian berpola mencabang (dendritic).

Sungai utama yang melewati daerah penyelidikan yaitu S. Lusi, yang mengalir ke arah

Baratdaya, melalui Kota Blora dan bermuara di Bengawan Solo.

II.2 Stratigrafi

Menurut Sutarso dan Suyitno (1976), secara fisiografi daerah penelitian termasuk dalam

Zona Rembang yang merupakan bagian dari cekungan sedimentasi Jawa Timur bagian Utara

( East Java Geosyncline). Cekungan ini terbentuk pada Oligosen Akhir yang berarah Timur – 

Barat hampir sejajar dengan Pulau Jawa (Van Bemmelen, 1949).

Menurut Koesoemadinata (1978), cekungan Jawa Timur bagian Utara lebih merupakan

geosinklin dengan ketebalan sedimen Tersier mungkin melebihi 6000 meter. Suatu hal yang khas

dari cekungan Jawa Timur bagian Utara berarah Timur-Barat dan terlihat merupakan gejala

tektonik Tersier Muda.

Tiga tahap orogenesa telah dikenal berpengaruh terhadap pengendapan seri batuan

Kenozoikum di Indonesia (Van Bemmelen, 1949). Yang pertama terjadi di antara interval Kapur 

Page 4: Draft Proposal

5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 4/14

 

Akhir – Eosen Tengah, kedua pada Eosen Tengah (  Intramiocene Orogeny) dan ketiga terjadi

 pada Plio-Pleistosen. Orogenesa yang terjadi pada Miosen Tengah ditandai oleh peristiwa yang

  penting di dalam distribusi sedimen dan penyebaran flora dan fauna, terutama di daerah

Indonesia bagian Barat dan juga menyebabkan terjadinya fase regresi (susut laut) yang terjadi

dalam waktu singkat di Jawa dan daerah Laut Jawa. Fase orogenesa Miosen Tengah ditandai

 juga oleh hiatus di daerah Cepu dan dicirikan oleh perubahan fasies yaitu dari fasies transgresi

menjadi fasies regresi di seluruh Zona Rembang. Selain hal tersebut diatas, fase orogenesa ini

ditandai oleh munculnya beberapa batuan dasar Pra – Tersier di daerah pulau Jawa Utara (Van

Bemmelen, 1949).

Perbedaan yang mencolok perihal sifat litologi dari endapan – endapan yang berada pada

Mandala Kendeng, Mandala Rembang, dan Paparan laut Jawa yaitu sedimen. Mandala Kendeng

 pada umumnya terisi oleh endapan arus turbidit yang selalu mengandung batuan piroklastik 

dengan selingan napal dan batuan karbonat serta merupakan endapan laut dalam. Umumnya

sedimen-sedimen tersebut terlipat kuat dan tersesar sungkup ke arah Utara, sedangkan Mandala

Rembang memperlihatkan batuan dengan kadar pasir yang tinggi disamping meningkatnya kadar 

karbonat serta menghilangnya endapan piroklastik. Sedimen-sedimen Mandala Rembang

memberi kesan berupa endapan laut dangkal yang tidak jauh dari pantai dengan kedalaman dasar 

laut yang tidak seragam. Hal ini disebabkan oleh adanya sesar-sesar bongkah ( Block faulting )

yang mengakibatkan perubahan-perubahan fasies serta membentuk daerah tinggian ataurendahan. Daerah lepas pantai laut Jawa pada umumnya ditempati oleh endapan paparan yang

hampir seluruhnya terdiri dari endapan karbonat.

Mandala Rembang menurut sistem Tektonik dapat digolongkan ke dalam cekungan

  belakang busur (retro arc back arc) (Dickinson, 1974) yang terisi oleh sedimen-sedimen

 berumur Kenozoikum yang tebal dan menerus mulai dari Eosen hingga Pleistosen. Endapan

 berumur Eosen dapat diketahui dari data sumur bor (Pringgoprawiro, 1983).

Litostratigrafi Tersier di Cekungan Jawa Timur bagian Utara banyak diteliti oleh para pakar 

geologi diantaranya adalah Trooster (1937), Van Bemmelen (1949), Marks (1957),

Koesoemadinata (1969), Kenyon (1977), dan Musliki (1989) serta telah banyak mengalami

 perkembangan dalam susunan stratigrafinya. Kerancuan tatanama satuan Litostratigrafi telah

dibahas secara rinci oleh Pringgoprawiro (1983) dimana susunan endapan sedimen di Cekungan

Jawa Timur bagian Utara dimasukkan kedalam stratigrafi Mandala Rembang dengan urutan dari

Page 5: Draft Proposal

5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 5/14

 

tua ke muda yaitu Formasi Ngimbang, Formasi Kujung, Formasi Prupuh, Formasi Tuban,

Formasi Tawun, Formasi Bulu, Formasi Ledok, Formasi Mundu, Formasi Lidah dan endapan

yang termuda disebut sebagai endapan Undak Solo. Anggota Ngrayong Formasi Tawun dari

Pringgoprawiro (1983) statusnya ditingkatkan menjadi Formasi Ngrayong oleh Pringgoprawiro,

1983. Anggota Selorejo Formasi Mundu (Pringgoprawiro, 1983) statusnya ditingkatkan menjadi

Formasi Selorejo oleh Pringgoprawiro (1985) serta Djuhaeni dan Martodjojo (1990). Sedangkan

Formasi Lidah mempunyai tiga anggota yaitu Anggota Tambakromo, Anggota Malo (sepadan

dengan Anggota Dander dari Pringgoprawiro, 1983) dan Anggota Turi (Djuhaeni, 1995).

Rincian stratigrafi Cekungan Jawa Timur bagian Utara dari Zona Rembang yang disusun

oleh Harsono Pringgoprawiro (1983) terbagi menjadi 15 (lima belas) satuan yaitu Batuan Pra – 

Tersier, Formasi Ngimbang, Formasi Kujung, Formasi Prupuh, Formasi Tuban, Formasi Tawun,

Formasi Ngrayong, Formasi Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, Formasi Mundu, Formasi

Selorejo, Formasi Paciran, Formasi Lidah dan Undak Solo. Pembahasan masing – masing satuan

dari tua ke muda adalah sebagai berikut :

1. Formasi Tawun

Formasi Tawun mempunyai kedudukan selaras di atas Formasi Tuban, dengan batas

Formasi Tawun yang dicirikan oleh batuan lunak (batulempung dan napal). Bagian bawah dari

Formasi Tawun, terdiri dari batulempung, batugamping pasiran, batupasir dan lignit, sedangkan pada bagian atasnya (Anggota Ngrayong) terdiri dari batupasir yang kaya akan moluska, lignit

dan makin ke atas dijumpai pasir kuarsa yang mengandung mika dan oksida besi. Penamaan

Formasi Tawun diambil dari desa Tawun, yang dipakai pertama kali oleh Brouwer (1957).

Formasi Tawun memiliki penyebaran luas di Mandala Rembang Barat, dari lokasi tipe hingga ke

Timur sampai Tuban dan Rengel, sedangkan ke Barat satuan batuan masih dapat ditemukan di

Selatan Pati. Lingkungan pengendapan Formasi Tawun adalah paparan dangkal yang terlindung,

tidak terlalu jauh dari pantai dengan kedalaman 0 – 50 meter di daerah tropis. Formasi Tawun

merupakan reservoir minyak utama pada Zona Rembang. Berdasarkan kandungan fosil yang ada,

Formasi Tawun diperkirakan berumur Miosen Awal bagian Atas sampai Miosen Tengah.

Page 6: Draft Proposal

5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 6/14

 

2. Formasi Ngrayong

Formasi Ngrayong mempunyai kedudukan selaras di atas Formasi Tawun. Formasi

 Ngrayong disusun oleh batupasir kwarsa dengan perselingan batulempung, lanau, lignit, dan

  batugamping bioklastik. Pada batupasir kwarsanya kadang-kadang mengandung cangkang

moluska laut. Lingkungan pengendapan Formasi Ngrayong di daerah dangkal dekat pantai yang

makin ke atas lingkungannya menjadi littoral, lagoon, hingga sublittoral pinggir. Tebal dari

Formasi Tawun mencapai 90 meter. Karena terdiri dari pasir kwarsa maka Formasi Tawun

merupakan batuan reservoir minyak yang berpotensi pada cekungan Jawa Timur bagian Utara.

Berdasarkan kandungan fosil yang ada, Formasi Ngrayong diperkirakan berumur Miosen

Tengah.

3. Formasi Bulu

Formasi Bulu secara selaras berada di atas Formasi Ngrayong. Formasi Bulu semula

dikenal dengan nama ‘Platen Complex’ dengan posisi stratigrafi terletak selaras di atas Formasi

Tawun dan Formasi Ngrayong. Ciri litologi dari Formasi Bulu terdiri dari perselingan antara

 batugamping dengan kalkarenit, kadang – kadang dijumpai adanya sisipan batulempung. Pada

 batugamping pasiran berlapis tipis kadang-kadang memperlihatkan struktur silang siur skala

  besar dan memperlihatkan adanya sisipan napal. Pada batugamping pasiran memperlihatkan

kandungan mineral kwarsa mencapai 30 %, foraminifera besar, ganggang, bryozoa dan echinoid.Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal antara 50 – 100 meter. Tebal dari formasi

ini mencapai 248 meter. Formasi Bulu diperkirakan berumur Miosen Tengah bagian atas.

4. Formasi Wonocolo

Lokasi tipe Formasi Wonocolo tidak dinyatakan oleh Trooster, 1937, kemungkinan

 berasal dari desa Wonocolo, 20 km Timur Laut Cepu. Formasi Wonocolo terletak selaras di atas

Formasi Bulu, terdiri dari napal pasiran dengan sisipan kalkarenit dan kadang-kadang

  batulempung. Pada napal pasiran sering memperlihatkan struktur parallel laminasi. Formasi

Wonocolo diendapkan pada kondisi laut terbuka dengan kedalaman antara 100 – 500 meter.

Tebal dari formasi ini antara 89 meter sampai 339 meter. Formasi Wonocolo diperkirakan

 berumur Miosen Akhir bagian bawah sampai Miosen Akhir bagian tengah.

Page 7: Draft Proposal

5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 7/14

 

Gambar II.2 Kolom Stratigrafi Mandala Rembang (Harsono Pringgoprawiro, 1983)

II. 3 Struktur Geologi

Pada masa sekarang (Neogen – Resen), pola tektonik yang berkembang di Pulau Jawa

dan sekitarnya, khususnya Cekungan Jawa Timur bagian Utara merupakan zona penunjaman

(convergent zone), antara lempeng Eurasia dengan lempeng Hindia – Australia (Hamilton, 1979,

Katili dan Reinemund, 1984, Pulonggono, 1994).

Page 8: Draft Proposal

5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 8/14

 

Evolusi tektonik di Jawa Timur bisa diikuti mulai dari Jaman Akhir Kapur (85 – 65 juta tahun

yang lalu) sampai sekarang (Pulonggono, 1990). Secara ringkasnya, pada cekungan Jawa Timur 

mengalami dua periode waktu yang menyebabkan arah relatif jalur magmatik atau pola

tektoniknya berubah, yaitu pada jaman Paleogen (Eosen – Oligosen), yang berorientasi Timur 

Laut – Barat Daya (searah dengan pola Meratus). Pola ini menyebabkan Cekungan Jawa Timur 

 bagian Utara, yang merupakan cekungan belakang busur, mengalami rejim tektonik regangan

yang diindikasikan oleh litologi batuan dasar berumur Pra – Tersier menunjukkan pola akresi

 berarah Timur Laut – Barat Daya, yang ditunjukkan oleh orientasi sesar – sesar di batuan

dasar, horst atau sesar – sesar anjak dan graben atau sesar tangga. Dan pada jaman Neogen

(Miosen – Pliosen) berubah menjadi relatif Timur – Barat (searah dengan memanjangnya Pulau

Jawa), yang merupakan rejim tektonik kompresi, sehingga menghasilkan struktur geologi

lipatan, sesar – sesar anjak dan menyebabkan cekungan Jawa Timur Utara terangkat (Orogonesa

Plio – Pleistosen) (Pulonggono, 1994). Khusus di Cekungan Jawa Timur bagian Utara, data yang

mendukung kedua pola tektonik bisa dilihat dari data seismik dan dari data struktur yang

tersingkap.

Menurut Van Bemmelen (1949), Cekungan Jawa Timur bagian Utara ( North East Java

 Basin) yaitu Zona Kendeng, Zona Rembang – Madura, Zona Paparan Laut Jawa (Stable

 Platform) dan Zona Depresi Randublatung.

Keadaan struktur perlipatan pada Cekungan Jawa Timur bagian Utara pada umumnya berarah Barat – Timur, sedangkan struktur patahannya umumnya berarah Timur Laut – Barat

Daya dan ada beberapa sesar naik berarah Timur – Barat.

Zona pegunungan Rembang – Madura ( Northern Java Hinge Belt ) dapat dibedakan

menjadi 2 bagian yaitu bagian Utara ( Northern Rembang Anticlinorium) dan bagian Selatan

(Middle Rembang Anticlinorium).

Bagian Utara pernah mengalami pengangkatan yang lebih kuat dibandingkan dengan di

 bagian selatan sehingga terjadi erosi sampai Formasi Tawun, bahkan kadang – kadang sampai

Kujung Bawah. Di bagian selatan dari daerah ini terletak antara lain struktur – struktur 

Banyubang, Mojokerep dan Ngrayong.

Bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium) ditandai oleh dua jalur positif yang jelas

 berdekatan dengan Cepu. Di jalur positif sebelah Utara terdapat lapangan – lapangan minyak 

yang penting di Jawa Timur, yaitu lapangan : Kawengan, Ledok, Nglobo Semanggi, dan

Page 9: Draft Proposal

5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 9/14

 

termasuk juga antiklin – antiklin Ngronggah, Banyuasin, Metes, Kedewaan dan Tambakromo. Di

dalam jalur positif sebelah selatan terdapat antiklinal-antiklinal / struktur-struktur Gabus,

Trembes, Kluweh, Kedinding – Mundu, Balun, Tobo, Ngasem – Dander, dan Ngimbang High.

Sepanjang jalur Zona Rembang membentuk struktur perlipatan yang dapat dibedakan menjadi 2

 bagian, yaitu :

1. Bagian Timur, dimana arah umum poros antiklin membujur dari Barat Laut – Timur 

Tenggara.

2. Bagian Barat, yang masing – masing porosnya mempunyai arah Barat – timur dan secara

umum antiklin-antiklin tersebut menunjam baik ke arah barat ataupun ke arah timur.

Gambar II.4 Kerangka tektonik Cekungan Jawa Timur bagian Utara (Katili dan Reinemund, 1984).

Page 10: Draft Proposal

5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 10/14

 

BAB III

DASAR TEORI

III.1 Mineral Lempung

Mineral lempung merupakan kelompok mineral, kristalnya sangat kecil, hanya dapat

dilihat dan dibedakan dengan mikroskop, biasanya dengan mikroskop elektron. Berdasarkan

struktur kristal dan variasi komposisinya dapat dibedakan menjadi belasan jenis mineral

lempung.

Mineral lempung merupakan koloid dengan ukuran sangat kecil (kurang dari 1 mikron).

Masing-masing koloid terlihat seperti lempengan-lempengan kecil yang terdiri dari lembaran-

lembaran kristal yang memiliki struktur atom yang berulang.

Lembaran-lembaran kristal yang memliki struktur atom yang berulang tersebut adalah:

1. Tetrahedron / Silica sheet 

Merupakan gabungan dari Silica Tetrahedron

Gambar III.1 a) Struktur atom tetrahedron, b) silica sheet 

2. Octahedron / Alumina sheet 

Merupakan gabungan dari Alumina Octahedron.

Page 11: Draft Proposal

5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 11/14

 

Gambar III.1 c) Struktur atom octahedron, b) alumina sheet 

Mineral lempung terbentuk di atas permukaan bumi dimana udara dan air berinteraksi

dengan mineral silikat, memecahnya menjadi lempung dan produk lain (sapiie, 2006).

Mineral lempung adalah mineral sekunder yang terbentuk karena proses pengerusakan atau

 pemecahan dikarenakan iklim dan alterasi air (hidrous alteration) pada suatu batuan induk dan

mineral yang terkandung dalam batuan itu.

Jenis mineral lempung yang utama ialah:

- Kaolinit 1:1 Al2 (Si2O5 (H2O))

- Illit 2:1 KAl2 (AlSi3O10 (OH)2)

- Smektit 2:2 (AlMg)4 Si8 O20 (OH)10)

- Klorit 2:1:1 (MgFe)6-x (AlFe)x Si4-x Alx (OH)10

Ortoklas, apabila lapuk dan terubah menjadi illit, manakala plagioklas, amphibol dan

 piroksen pula selalunya menjadi smektit. Berdasarkan struktur kristal dan variasi komposisinya

dapat dibedakan menjadi belasan jenis mineral lempung dan diantaranya:

• kaolinit 

• halloysite

• momtmorillonite (bentonites)• illite

• smectite

• vermiculite

• chlorite

• attapulgite

Page 12: Draft Proposal

5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 12/14

 

• allophone

III.2 Metode Penentuan Jenis Mineral Lempung

Dalam penentuan jenis mineral lempung baik secara kimia maupun secara fisik telah

dikembangkan berbagai metode dengan menggunakan alat mulai dari yang sederhana sampai

 penggunaan alat yang modern. Menurut Sastiono (1997) dan Sjarif (1991), penentuan mineral

lempung secara kualitatif dan kuantitatif dapat dibagi atas dua kelompok besar, yaitu :

1. Metode berdasarkan sifat kimia

2. Metode berdasarkan sifat fisik. Salah satu metode berdasarkan sifat fisik adalah penggunaan

sinar X.

Penggunaan sinar X untuk analisis mineral lempung mempunyai kemampuan untuk 

mengetahui jenis mineral lempung secara kualitatif dan kuantitatif bahkan juga untuk 

menentukan sifat-sifat khas dari suatu mineral lempung (Sjarif, 1991). Penggunaan sinar x

terutama untuk mineral yang bersifat kristalin, sedangkan untuk mineral yang sulit diidentifikasi

dengan sinar X digunakan analisis thermal (Sastiono, 1997). Setiap metode mempunyai

kelemahan dan kelebihan, sehingga kombinasi beberapa metode perlu dilakukan untuk 

memperoleh hasil yang lebih baik.

III.3 BentonitBentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit dalam dunia

 perdagangan dan termasuk kelompok dioktohedral. Penamaan jenis lempung tergantung dari

 penemu atau peneliti, misal ahli geologi, mineralogi, mineral industri dan lain-lain.

Bentonit dapat dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan kandungan alu-munium silikat

hydrous, yaitu activated clay dan  fuller's Earth.  Activated clay adalah lempung yang kurang

memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu.

Sementara itu, fuller's earth digunakan di dalam fulling atau pembersih bahan wool dari lemak.

Sedangkan berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Tipe Wyoming (Na-bentonit – Swelling bentonite)

 Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke

dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering

  berwarna putih atau cream, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan

Page 13: Draft Proposal

5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 13/14

 

 berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloidal mempunyai

 pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion sodium

(Na+).

b. Mg, (Ca-bentonit – non swelling bentonite)

Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap

terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai sifat

menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi koloidal

memiliki pH: 4-7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan

magnesium. Dalam keadaan kering bersifat rapid slaking, berwarna abu-abu, biru,

kuning, merah dan coklat. Penggunaan bentonit dalam proses pemurnian minyak goreng

 perlu aktivasi terlebih dahulu.

Endapan bentonit Indonesia tersebar di P. Jawa, P. Sumatera, sebagian P. Kalimantan dan

P. Sulawesi, dengan cadangan diperkirakan lebih dari 380 juta ton, serta pada umumnya terdiri

dari jenis kalsium (Ca-bentonit). Beberapa lokasi yang sudah dan sedang dieksploitasi, yaitu di

Tasikmalaya, Leuwiliang, Nanggulan, dan lain-lain. Indikasi endapan Na-bentonit terdapat di

Pangkalan Brandan; Sorolangun-Bangko; Boyolali.

Page 14: Draft Proposal

5/12/2018 Draft Proposal - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/draft-proposal-55a35d142b18a 14/14

 

BAB IV

METODELOGI

IV. 1 Tahapan Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan melalui beberapa tahapan yakni :

1. Studi pustaka.

2. Pengambilan data lapangan.

3. Analisis laboratorium.

4. Interpretasi.

5. Penyusunan laporan.

VI.2 Bagan Alir Kegiatan