PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI ANAK DOWN SYNDROME DENGAN NEURO DEVELOPMENT TREATMENT
Down Syndrome new
-
Upload
fikri-arief-hidayat -
Category
Documents
-
view
7 -
download
0
description
Transcript of Down Syndrome new
Down Syndrome : Deteksi Dini, Pencegahan dan Penatalaksanaan Sindrom Down
Down Syndrom (Down syndrome) adalah suatu kondisi
keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang
diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.
Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom
untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan
genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen
SLC5A3, yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis
yang cukup khas.
Kromosom adalah merupakan serat-serat khusus yang terdapat didalam
setiap sel didalam badan manusia dimana terdapat bahan-bagan genetik
yang menentukan sifat-sifat seseorang. Selain itu down syndrom
disebabkan oleh hasil daripada penyimpangan kromosom semasa
konsepsi. Ciri utama daripada bentuk ini adalah dari segi struktur muka
dan satu atau ketidakmampuan fisik dan juga waktu hidup yang singkat.
Sebagai perbandingan, bayi normal dilahirkan dengan jumlah 46
kromosom (23 pasang) yaitu hanya sepasang kromosom 21 (2 kromosom
21). Sedangkan bayi dengan penyakit down syndrom terjadi disebabkan
oleh kelebihan kromosom 21 dimana 3 kromosom 21 menjadikan jumlah
kesemua kromosom ialah 47 kromosom.Keadaan ini boleh melibatkan
kedua-dua jantina (lelaki dan perempuan).
Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan
mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon
Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang
relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang
Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun
1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan
yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali
sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini
dikenal dengan istilah yang sama.
Menurut penelitian, down syndrome menimpa satu di antara 700
kelahiran hidup atau 1 diantara 800-1000 kelahiran bayi. Diperkirakan
saat ini terdapat empat juta penderita down syndrome di seluruh dunia,
dan 300 ribu kasusnya terjadi di Indonesia. Analisis baru menunjukkan
bahwa dewasa ini lebih banyak bayi dilahirkan dengandown syndrome
dibanding 15 tahun lalu. Karena merupakan suatu kelainan yang
tersering yang tidak letal pada suatu kondisi trisomi, maka skrining
genetik dan protokol testing menjadi fokus dibidang obstetri. Kelainan
mayor yang sering berhubungan adalah kelainan jantung 30-40%. atresia
gastrointestinal, leukimia dan penyakit tiroid. IQ berkisar 25-
50.Insidensnya pada Wanita yang hamil diatas usia 35 th meningkat
dengan cepat menjadi 1 diantara 250 kelahiran bayi. Diatas 40 th
semakin meningkat lagi, 1 diantara 69 kelahiran bayi.
Faktor Resiko dan Penyebab
Penyebab yang spesifik belum diketahiui, tapi kehamilan oleh ibu yang
berusia diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down.
Karena diperjirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat
menyebabkan “non-disjunction” pada kromosom yaitu terjadi translokasi
kromosom 21 dan 15. Hal ini dapat mempengaruhi pada proses
menua.Bagi ibu-ibu yang berumur 35 tahun keatas, semasa mengandung
mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak Down
Syndrom. Sembilan puluh lima penderita down syndrom disebabkan oleh
kelebihan kromosom 21. Keadaan ini disebabkan oleh “non-dysjunction”
kromosom yang terlibat yaitu kromosom 21 dimana semasa proses
pembahagian sel secara mitosis pemisahan kromosom 21 tidak berlaku
dengan sempurna.
Di kalangan 5 % lagi, kanak-kanak down syndrom disebabkan oleh
mekanisma yang dinamakan “Translocation“. Keadaan ini biasanya
berlaku oleh pemindahan bahan genetik dari kromosom 14 kepada
kromosom 21. Bilangan kromosomnya normal iaitu 23 pasang atau
jumlah kesemuanya 46 kromosom. Mekanisme ini biasanya berlaku pada
ibu-ibu di peringkat umur yang lebih muda. Sebahagian kecil down
syndrom disebabkan oleh mekanisma yang dinamakan “mosaic”.
Angka kejadian DS dikaitkan dengan usia ibu saat kehamilan:
15-29 tahun – 1 kasus dalam 1500 kelahiran hidup
30-34 tahun – 1 kasus dalam 800 kelahiran hidup
35-39 tahun – 1 kasus dalam 270 kelahiran hidup
40-44 tahun – 1 kasus dalam100 kelahiran hidup
Lebih 45 tahun – 1 kasus dalam 50 kelahiran hidup
Manifestasi klinis
Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari
yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda
yang khas.
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya
penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif
kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior
kepala mendatar.
Sifat pada kepala, muka dan leher : Mereka mempunyai paras muka
yang hampir sama seperti muka orang Mongol.
Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar. Pangkal
hidungnya kemek. Jarak diantara 2 mata jauh dan berlebihan kulit di
sudut dalam. Ukuran mulut adalah kecil dan ukuran lidah yang besar
menyebabkan lidah selalu terjulur. Mulut yang mengecil dan lidah
yang menonjol keluar (macroglossia). Pertumbuhan gigi lambat dan
tidak teratur. Paras telinga adalah lebih rendah. Kepala biasanya lebih
kecil dan agak lebar dari bahagian depan ke belakang. Lehernya agak
pendek.
Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk
lipatan (epicanthal folds) (80%), white Brushfield spots di sekililing
lingkaran di sekitar iris mata (60%), medial epicanthal folds,
keratoconus, strabismus, katarak (2%), dan retinal detachment.
Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan
kornea
Manifestasi mulut : gangguan engunyah menelan dan bicara. scrotal
tongue, rahang atas kecil (hypoplasia maxilla), keterlambatan
pertumbuha gigi, hypodontia, juvenile periodontitis, dan kadang
timbul bibir sumbing
Hypogenitalism (penis0, scrotum, dan testes kecil), hypospadia,
cryptorchism, dan keterlambatan perkembangan pubertas
Manifestasi kulit : kulit lembut, kering dan tipis, Xerosis (70%), atopic
dermatitis (50%), palmoplantar hyperkeratosis (40-75%), dan
seborrheic dermatitis (31%), Premature wrinkling of the skin, cutis
marmorata, and acrocyanosis, Bacteria infections, fungal infections
(tinea), and ectoparasitism (scabies), Elastosis perforans serpiginosa,
Syringomas, Alopecia areata (6-8.9%), Vitiligo, Angular cheilitis
Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek
termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua
baik pada tangan maupun kaki melebar.
Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput
(dermatoglyphics).
Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan
kerusakan pada sistim organ yang lain.Pada bayi baru lahir kelainan
dapat berupa congenital heart disease. kelainan ini yang biasanya
berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Masalah
jantung yang paling kerap berlaku ialah jantung berlubang seperti
Ventricular Septal Defect (VSD) yaitu jantung berlubang diantara bilik
jantung kiri dan kanan atau Atrial Septal Defect (ASD) yaitu jantung
berlubang diantara atria kiri dan kanan. Masalah lain adalah termasuk
salur ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA). Bagi
kanak-kanak down syndrom boleh mengalami masalah jantung
berlubang jenis kebiruan (cynotic spell) dan susah bernafas.
Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan
pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
Saluran esofagus yang tidak terbuka (atresia) ataupun tiada saluran
sama sekali di bahagian tertentu esofagus. Biasanya ia dapat dekesan
semasa berumur 1 – 2 hari dimana bayi mengalami masalah menelan
air liurnya. Saluran usus kecil duodenum yang tidak terbuka
penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini
disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya
bayi akan mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas
kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk buang air besar.
Saluran usus rectum atau bagian usus yang paling akhir (dubur) yang
tidak terbuka langsung atau penyempitan yang dinamakan
“Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak
normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah
pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut
membuncit dan susah untuk buang air besar Apabila anak sudah
mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti
muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil
terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil
yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka
yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau
perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan
anak dengan sindrom down lebih tinggi.
Sifat pada tangan dan lengan : Sifat-sifat yang jelas pada tangan
adalah mereka mempunyai jari-jari yang pendek dan jari kelingking
membengkok ke dalam. Tapak tangan mereka biasanya hanya
terdapat satu garisan urat dinamakan “simian crease”.
Tampilan kaki : Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu jari kaki dan
jari kaki kedua agak jauh terpisah dan tapak kaki.
Tampilan klinis otot : mempunyai otot yang lemah menyebabkan
mereka menjadi lembik dan menghadapi masalah lewat dalam
perkembangan motor kasar. Masalah-masalah yang berkaitan Kanak-
kanak down syndrom mungkin mengalami masalah kelainan organ-
organ dalam terutama sekali jantung dan usus.
Down syndrom mungkin mengalami masalah Hipotiroidism yaitu
kurang hormon tairoid. Masalah ini berlaku di kalangan 10 % kanak-
kanak down syndrom.
Down syndrom mempunyai ketidakstabilan di tulang-tulang kecil di
bagian leher yang menyebabkan berlakunya penyakit lumpuh
(atlantoaxial instability) dimana ini berlaku di kalangan 10 % kanak-
kanak down syndrom.
Sebagian kecil mereka mempunyai risiko untuk mengalami kanker sel
darah putih yaitu leukimia.
Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP
(amyloid precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.
Masalah Perkembangan Belajar
Down syndrom secara keseluruhannya mengalami keterbelakangan
perkembangan dan kelemahan akal. Pada peringkat awal pembesaran
mereka mengalami masalah lambat dalam semua aspek
perkembangan yaitu lambat untuk berjalan, perkembangan motor
halus dan bercakap. Perkembangan sosial mereka agak menggalakkan
menjadikan mereka digemari oleh ahli keluarga. Mereka juga
mempunyai sifat periang. Perkembangan motor kasar mereka lambat
disebabkan otot-otot yang lembek tetapi mereka akhirnya berjaya
melakukan hampir semua pergerakan kasar.
Gangguan tiroid
Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis
serosa
Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan
kecerdasan danperubahan kepribadian)
Penderita DS sering mengalami gangguan pada beberapa organ tubuh
seperti hidung, kulit dan saluran cerna yang berkaitan dengan alergi.
Penanganan alergi pada penderita DS dapat mengoptimakan
gangguan yang sudah ada.
44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup
sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan
pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya
resiko terkena leukimia pada syndrom down adalah 15 kali dari
populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan
harapan hidup setelah umur 44 tahun.
Deteksi Dini
Selama 20 tahun terakhir, teknologi baru telah meningkatkan metode
deteksi kelainan janin, termasuk sindrom Down. Dalam deteksi sindrom
Down dapart dilakukan deteksi dini sejak dalam kehamilan. Dapat
dilakukan tes skrening dan tes diagnostik.Dalam tes diagnostik, hasil
positif berarti kemungkinan besar pasien menderita penyakit atau
kondisi yang memprihatinkan. skrining, tujuannya adalah untuk
memperkirakan risiko pasien yang memiliki penyakit atau kondisi. Tes
diagnostik cenderung lebih mahal dan memerlukan prosedur yang rumit;
tes skrining cepat dan mudah dilakukan.
Namun, tes skrining memiliki lebih banyak peluang untuk salah: ada
“false-positif” (test menyatakan kondisi pasien ketika pasien benar-benar
tidak) dan “false-negatif” (pasien memiliki kondisi tapi tes menyatakan
dia / dia tidak).
Maternal Serum Screening
Darah ibu diperiksa kombinasi dari berbagai marker: alpha-fetoprotein
(AFP), unconjugated estriol (uE3), dan human chorionic gonadotropin
(hCG) membuat tes standar, yang dikenal bersama sebagai “tripel
tes.”Tes ini merupakan independen pengukuran, dan ketika dibawa
bersama-sama dengan usia ibu (dibahas di bawah), dapat menghitung
risiko memiliki bayi dengan sindrom Down.Selama lima belas tahun
terakhir, ini dilakukan dalam kehamilan 15 sampai minggu ke-18
Baru-baru ini, tanda lain yang disebut Papp-A ternyata bisa berguna
bahkan lebih awal.
Alpha-fetoprotein dibuat di bagian rahim yang disebut yolk sac dan di
hati janin, dan sejumlah AFP masuk ke dalam darah ibu. Pada sindrom
Down, AFP menurun dalam darah ibu, mungkin karena yolk sac dan
janin lebih kecil dari biasanya.
Estriol adalah hormon yang dihasilkan oleh plasenta, menggunakan
bahan yang dibuat oleh hati janin dan kelenjar adrenal. estriol
berkurang dalam sindrom Down kehamilan.
Human chorionic gonadotropin hormon yang dihasilkan oleh plasenta,
dan digunakan untuk menguji adanya kehamilan. bagian yang lebih
kecil tertentu dari hormon, yang disebut subunit beta, adalah sindrom
Down meningkat pada kehamilan.
Inhibin A adalah protein yang disekresi oleh ovarium, dan dirancang
untuk menghambat produksi hormon FSH oleh kelenjar hipofisis.
Tingkat inhibin A meningkat dalam darah ibu dari janin dengan Down
syndrome.
PAPP-A , yang dihasilkan oleh selubung telur yang baru dibuahi. Pada
trimester pertama, rendahnya tingkat protein ini terlihat dalam
sindrom Down kehamilan.
Pertimbangan yang sangat penting dalam tes skrining adalah usia janin
(usia kehamilan). Analisis yang benar komponen yang berbeda
tergantung pada usia kehamilan mengetahui dengan tepat. Cara terbaik
untuk menentukan bahwa adalah dengan USG.
Ultrasound Screening (USG Screening)
Kegunaan utama USG (juga disebut sonografi) adalah untuk
mengkonfirmasi usia kehamilan janin (dengan cara yang lebih akurat
daripada yang berasal dari ibu siklus haid terakhir). Manfaat lain dari
USG juga dapat mengambil masalah-masalah alam medis serius, seperti
penyumbatan usus kecil atau cacat jantung. Mengetahui ada cacat ini
sedini mungkin akan bermanfaat bagi perawatan anak setelah lahir.
Pengukuran Nuchal fold juga sangat direkomendasikan.
Ada beberapa item lain yang dapat ditemukan selama pemeriksaan USG
bahwa beberapa peneliti telah merasa bahwa mungkin memiliki
hubungan yang bermakna dengan sindrom Down. Temuan ini dapat
dilihat dalam janin normal, tetapi beberapa dokter kandungan percaya
bahwa kehadiran mereka meningkatkan risiko janin mengalami sindrom
Down atau abnormalitas kromosom lain. echogenic pada usus, echogenic
intracardiac fokus, dan dilitation ginjal (pyelctasis).
marker ini sebagai tanda sindrom Down masih kontroversial, dan orang
tua harus diingat bahwa setiap penanda dapat juga ditemukan dalam
persentase kecil janin normal. Penanda yang lebih spesifik yang sedang
diselidiki adalah pengukuran dari hidung janin; janin dengan Down
syndrome tampaknya memiliki hidung lebih kecil USG dari janin tanpa
kelainan kromosom. masih belum ada teknik standar untuk mengukur
tulang hidung dan dianggap benar-benar dalam penelitian saat ini.
Penting untuk diingat bahwa meskipun kombinasi terbaik dari temuan
USG dan variabel lain hanya prediksi dan tidak diagnostik. Untuk benar
diagnosis, kromosom janin harus diperiksa.
Amniosentesis
Prosedur ini digunakan untuk mengambil cairan ketuban, cairan yang
ada di rahim. Ini dilakukan di tempat praktek dokter atau di rumah sakit.
Sebuah jarum dimasukkan melalui dinding perut ibu ke dalam rahim,
menggunakan USG untuk memandu jarum. Sekitar satu cairan diambil
untuk pengujian. Cairan ini mengandung sel-sel janin yang dapat
diperiksa untuk tes kromosom. Dibutuhkan sekitar 2 minggu untuk
menentukan apakah janin sindrom Down atau tidak.
Amniocentesis biasanya dilakukan antara 14 dan 18 minggu kehamilan;
beberapa dokter mungkin melakukannya pada awal minggu ke-13. Efek
samping kepada ibu termasuk kejang, perdarahan, infeksi dan bocornya
cairan ketuban setelah itu. Ada sedikit peningkatan risiko keguguran:
tingkat normal saat ini keguguran kehamilan adalah 2 sampai 3%, dan
amniosentesis meningkatkan risiko oleh tambahan 1 / 2 sampai 1%.
Amniosentesis tidak dianjurkan sebelum minggu ke-14 kehamilan karena
risiko komplikasi lebih tinggi dan kehilangan kehamilan.
Rekomendasi saat ini wanita dengan risiko memiliki anak dengan
sindrom Down dari 1 dalam 250 atau lebih besar harus ditawarkan
amniosentesis. Ada kontroversi mengenai apakah akan menggunakan
risiko pada saat penyaringan atau perkiraan resiko pada saat kelahiran.
(Risiko pada saat skrining lebih tinggi karena banyak janin dengan Down
syndrome membatalkan secara spontan sekitar waktu penyaringan atau
sesudahnya.
Chorionic Villus Sampling (CVS) Chorionic Villus Sampling (CVS)
Dalam prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil
jaringan diambil dari plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic). Sel-
sel ini berisi kromosom janin yang dapat diuji untuk sindrom Down. Sel
dapat dikumpulkan dengan cara yang sama seperti amniosentesis, tetapi
metode lain untuk memasukkan sebuah tabung ke dalam rahim melalui
vagina.
CVS biasanya dilakukan antara 10 dan 12 minggu pertama kehamilan.
Efek samping kepada ibu adalah sama dengan amniosentesis (di atas).
Risiko keguguran setelah CVS sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
amniosentesis, meningkatkan risiko keguguran normal 3 sampai 5%.
Penelitian telah menunjukkan bahwa dokter lebih berpengalaman
melakukan CVS, semakin sedikit tingkat keguguran.
Pencegahan
Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang
dicurigai akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom
Down.
Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene targeting “ atau
yang dikenal juga sebagai “ homologous recombination “ sebuah gen
dapat dinonaktifkan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada
bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah
mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di
atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan
janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan
sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena
DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah
kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3.
Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan
sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk
terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis
pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS
(mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12
minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada
kehamilan 14-16 minggu.
Pemeriksaan diagnostik
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa
pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara
lain:
Pemeriksaan fisik penderita
Pemeriksaan kromosom
Ultrasonografi (USG)
Ekokardiogram (ECG)
Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling
efektif untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya
penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari
sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya
mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita
harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta
kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai
berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun
mentalnya.
Walaupun secara jumlah meningkat, namun penderita down syndrome
lebih banyak yang berprestasi dan hidup lebih lama dibanding orang
dengan kehidupan yang lebih berkecukupan. Dengan kata lain,
harapan hidup dan mutu kehidupan para penderitadown syndrome
jauh meningkat beberapa tahun terakini. Perbaikan kualitas hidup
pengidap down sindrom dapat terjadi berkat perawatan kesehatan,
pendekatan pengajaran, serta penanganan yang efektif.
Stimulasi dini. Stimulasi sedini mungkin kepada bayi yang DS, terapi
bicara, olah tubuh, karena otot-ototnya cenderung lemah.
Memberikan rangsangan-rangsangan dengan permainan-permainan
layaknya pada anak balita normal, walaupun respons dan daya
tangkap tidak sama, bahkan mungkin sangat minim karena
keterbatasan intelektualnya. Program ini dapat dipakai sebagai
pedoman bagi orang tua untuk memberi lingkunga yang memeadai
bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan motorik
kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain
itu agar ankak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar,
BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan.
Pada umumnya kelebihannya adalah penurut, periang, rajin, tepat
waktu. Untuk anak yang sudah mendapat pendidikan atau terapi,
mereka sangat menyenangi hal-hal yang rutin. Jadi, mereka lebih
disiplin dari anak-anak biasa sehingga bila sudah diberikan suatu
jadwal kegiatan tiap hari, mereka akan sangat ngotot untuk
melakukan jatahnya, walaupun orang tua berusaha untuk
menjelaskan, kadang-kadang malah membuatnya sedih dan ngambek.
Ini juga karena intelektual anak yang kurang sehingga belum
mempunyai pengertian yang baik.
Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi
adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih
cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut.
Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin
rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring
serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
Fisio Terapi.
1. Penanganan fisioterapi menggunakan tahap perkembangan
motorik kasar untuk mencapai manfaat yang maksimal dan
menguntungkan untuk tahap perkembangan yang berkelanjutan.
Tujuan dari fisioterapi disini adalah membantu anak mencapai
perkembangan terpenting secara maksimal bagi sang anak, yang
berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit down syndromenya.
Dan ini harus dikomunikasikan sejak dari awal antara fisioterapis
dengan pengasuhnya supaya tujuan terapi tercapai.
2. Fisioterapi pada Down Syndrom adalah membantu anak belajar untuk
menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat
(appropriate ways). Misalkan saja hypotonia pada anak dengan Down
Syndrome dapat menyebabkan pasien berjalan dengan cara yang
salah yang dapat mengganggu posturnya, hal ini disebut sebagai
kompensasi.
3. Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak dengan Down Syndrome
menyesuaikan gerakannya untuk mengkompensasi otot lemah yang
dimilikinya, sehingga selanjutnya akan timbul nyeri atau salah postur.
4. Tujuan fisioterapi adalah untuk mengajarkan pada anak gerakan fisik
yang tepat. Untuk itu diperlukan seorang fisioterapis yang ahli dan
berpengetahuan dalam masalah yang sering terjadi pada anak Down
syndrome seperti low muscle tone, loose joint dan perbedaan yang
terjadi pada otot-tulangnya.
5. Fisioterapi dapat dilakuka seminggu sekali untuk terapi, tetapi
terlebih dahulu fisioterapi melakukan pemeriksaan dan menyesuaikan
dengan kebutuhan yang dibutuhkan anak dalam seminggu. Disini
peran orangtua sangat diperlukan karena merekalah nanti yang paling
berperan dalam melakukan latihan dirumah selepas diberikannya
terapi. Untuk itu sangat dianjurkan untuk orangtua atau pengasuh
mendampingi anak selama sesi terapi agar mereka mengetahui apa-
apa yg harus dilakukan dirumah.
Terapi Wicara. Suatu terapi yang di perlukan untuk anak DS yang
mengalami keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata
Saat ini sudah banyak sekali jenis-jenis terapi selain di atas yang bisa
dimanfaatkan untuk tumbuh kembang anak DS misalnya Terapi
OkupasiTerapi ini diberikan untuk melatih anak dalam hal
kemandirian, kognitif/pemahaman, kemampuan sensorik dan
motoriknya. Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya anak DS
tergantung pada orang lain atau bahkan terlalu acuh sehingga
beraktifitas tanpa ada komunikasi dan tidak memperdulikan orang
lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan kekuatan dan
koordinasi dengan atau tanpa menggunakan alat.
Terapi Remedial. Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami
gangguan kemampuan akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini
adalah bahan-bahan pelajaran dari sekolah biasa
Terapi Sensori Integrasi. Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan
mengolah rangsangan / sensori yang diterima. Terapi ini diberikan
bagi anak DS yang mengalami gangguan integrasi sensori misalnya
pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik halus dll. Dengan
terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga
kemampuan otak akan meningkat.
Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy)
Mengajarkan anak DS yang sudah berusia lebih besar agar memahami
tingkah laku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan norma-norma
dan aturan yang berlaku di masyarakat.
Terapi alternatif. Penaganan yang dilakukan oleh orangtua tidak
hanya penanganan medis tetapi juga dilakukan penanganan alternatif.
hanya saja terapi jenis ini masih belum pasti manfaatnya secara
akurat karena belum banyak penelitian yang membuktikan
manfaatnya, meski tiap pihak mengklaim dapat menyembuhkan
DS. Orang tua harus bijaksana memilih terapi alternatif ini, jangan
terjebak dengan janji bahwa DSpada sang anak akan bisa hilang
karena pada kenyataannya tidaklah mungkin DS bisa hilang. DS akan
terus melekat pada sang anak. Yang bisa orang tua lakukan yaitu
mempersempit jarak perbedaan perkembangan antara anak
DSdengan anak yang normal. Terapi alternatif tersebut di antaranya
adalah :
1. Terapi Akupuntur
Terapi ini dilakukan dengan cara menusuk titik persarafan pada
bagian tubuh tertentu dengan jarum. Titik syaraf yang ditusuk
disesuaikan dengan kondisi sang anak.
2. Terapi Musik
Anak dikenalkan nada, bunyi-bunyian, dll. Anak-anak sangat senang
dengan musik maka kegiatan ini akan sangat menyenangkan bagi
mereka dengan begitu stimulasi dan daya konsentrasi anak akan
meningkat dan mengakibatkan fungsi tubuhnya yang lain juga
membaik
3. Terapi Lumba-Lumba
Terapi ini biasanya dipakai bagi anak Autis tapi hasil yang sangat
mengembirakan bagi mereka bisa dicoba untuk anak DOWN
SYNDROME. Sel-sel saraf otak yang awalnya tegang akan menjadi
relaks ketika mendengar suara lumba-lumba.
4. Terapi Craniosacral
Terapi dengan sentuhan tangan dengan tekanan yang ringan pada
syaraf pusat. Dengan terapi ini anak DOWN SYNDROME diperbaiki
metabolisme tubuhnya sehingga daya tahan tubuh lebih meningkat.
5. Dan tentu masih banyak lagi terapi-terapi alternatif lainnya, ada yang
berupa vitamin, supplemen maupun dengan pemijatan pada bagian
tubuh tertentu.
Daftar Pustaka
Down JL. Observations on an ethnic classification of idiots.
1866. Ment Retard. Feb 1995;33(1):54-6. [Medline].
Lejeune J, Gautier M, Turpin R. [Study of somatic chromosomes from
9 mongoloid children.] Article in French. C R Hebd Seances Acad
Sci. Mar 16 1959;248(11):1721-2. [Medline].
Reeves RH, Baxter LL, Richtsmeier JT. Too much of a good thing:
mechanisms of gene action in Down syndrome. Trends
Genet. Feb 2001;17(2):83-8. [Medline].
Cheon MS, Shim KS, Kim SH, Hara A, Lubec G. Protein levels of genes
encoded on chromosome 21 in fetal Down syndrome brain:
Challenging the gene dosage effect hypothesis (Part IV). Amino
Acids. Jul 2003;25(1):41-7. [Medline].
[Guideline] American College of Obstetricians and
Gynecologists. Screening for fetal chromosomal
abnormalities. National Guideline Clearinghouse. Jan 2007;[Full Text].
Mannan SE, Yousef E, Hossain J. Prevalence of positive skin prick test
results in children with Down syndrome: a case-control study. Ann
Allergy Asthma Immunol. 2009 Mar;102(3):205-9.
Clarke RW. Ear, nose and throat problems in children with Down
syndrome. Ear, Nose and Throat Department, Royal Liverpool
Childrens Hospital, Liverpool L12 2AP. Br J Hosp Med (Lond). 2005
Sep;66(9):504-6.
COGHLAN MK, EVANS PR. INFANTILE ECZEMA, ASTHMA AND HAY
FEVER IN MONGOLISM. Guys Hosp Rep. 1964;113:223-30. No
abstract available.
Scherbenske JM, Benson PM, Rotchford JP, James WD. Cutaneous and
ocular manifestations of Down syndrome. J Am Acad
Dermatol. May 1990;22(5 Pt 2):933-8. [Medline].
Bhatt S, Schreck R, Graham JM, Korenberg JR, Hurvitz CG, Fischel-
Ghodsian N. Transient leukemia with trisomy 21: description of a case
and review of the literature. Am J Med Genet. Sep 25 1995;58(4):310-
4. [Medline].
Wilms A, Dummer R. [Elastosis perforans serpiginosa in Down
syndrome]. Hautarzt. Dec 1997;48(12):923-5. [Medline].
Masjkey D, Bhattacharya S, Dhungel S, et al. Utility of phenotypic
dermal indices in the detection of Down syndrome patients. Nepal
Med Coll J. Dec 2007;9(4):217-21. [Medline].
Daneshpazhooh M, Nazemi TM, Bigdeloo L, Yoosefi
M. Mucocutaneous findings in 100 children with Down
syndrome. Pediatr Dermatol. May-Jun 2007;24(3):317-20. [Medline].
Feingold M, Schneller S. Down syndrome and systemic lupus
erythematosus. Clin Genet. Nov 1995;48(5):277. [Medline].
Lerner LH, Wiss K, Gellis S, Barnhill R. An unusual pustular eruption
in an infant with Down syndrome and a congenital leukemoid
reaction. J Am Acad Dermatol. Aug 1996;35(2 Pt 2):330-3. [Medline].
Miller JR. Dermatoglyphics. J Invest Dermatol. Jun 1973;60(6):435-
42. [Medline].
Reed TE, Borgaonkar DS, Conneally PM, Yu P, Nance WE, Christian
JC. Dermatoglyphic nomogram for the diagnosis of Down’s
syndrome. J Pediatr. Dec 1970;77(6):1024-32. [Medline].
Liyanage S, Barnes J. The eye and Down’s syndrome. Br J Hosp Med
(Lond). 2008;69(11):632-4. [Medline].
Borgaonkar DS, Davis M, Bolling DR, Herr HM. Evaluation of dermal
patterns in Down’s syndrome by predictive discrimination. I.
Preliminary analysis based on frequencies of patterns. Johns Hopkins
Med J. Mar 1971;128(3):141-52. [Medline].
Desmons F, Bar J, Brandt A. Les signes cutanes du mongolisme
(trisomie 21). Bull Soc fr Dermatol et Syphiligr. 1973;80:233-7.
Dourmishev A, Miteva L, Mitev V, Pramatarov K, Schwartz
RA. Cutaneous aspects of Down syndrome. Cutis. Dec 2000;66(6):420-
4. [Medline].
Ercis M, Balci S, Atakan N. Dermatological manifestations of 71 Down
syndrome children admitted to a clinical genetics unit. Clin
Genet. Nov 1996;50(5):317-20. [Medline].
Johnson N, Fahey C, Chicoine B, Chong G, Gitelman D. Effects of
donepezil on cognitive functioning in Down syndrome. Am J Ment
Retard. Nov 2003;108(6):367-72. [Medline].
Rex AP, Preus M. A diagnostic index for Down syndrome. J
Pediatr. Jun 1982;100(6):903-6. [Medline].
Roizen NJ. Down syndrome: progress in research. Ment Retard Dev
Disabil Res Rev. 2001;7(1):38-44. [Medline].
Satge D, Sommelet D, Geneix A, Nishi M, Malet P, Vekemans M. A
tumor profile in Down syndrome. Am J Med Genet. Jul
7 1998;78(3):207-16. [Medline].
Scott JA, Wenger SL, Steele MW, Chakravarti A. Down syndrome
consequent to a cryptic maternal 12p;21q chromosome
translocation. Am J Med Genet. Mar 13 1995;56(1):67-71. [Medline].
Soares SR, Templado C, Blanco J, Egozcue J, Vidal F. Numerical
chromosome abnormalities in the spermatozoa of the fathers of
children with trisomy 21 of paternal origin: generalised tendency to
meiotic non-disjunction. Hum Genet. Feb 2001;108(2):134-
9. [Medline].
Thomas L, Augey F, Chamchikh N, Barrut D, Moulin G. [Cutaneous
signs of trisomy 21]. Ann Dermatol Venereol. 1994;121(4):346-
50. [Medline].
Viner RM, Shimura N, Brown BD, Green AJ, Hughes IA. Down
syndrome in association with features of the androgen insensitivity
syndrome. J Med Genet. Jul 1996;33(7):574-7. [Medline].
Vintzileos AM, Egan JF. Adjusting the risk for trisomy 21 on the basis
of second-trimester ultrasonography. Am J Obstet
Gynecol. Mar 1995;172(3):837-44. [Medline].
Links :
ISDI (Ikatan Syndrome Down
Indonesia) http://isdijakarta.org/contact.htmlalamat di Jl. Cipaku 1 No.
13, Kebayoran Baru, JakSel 12170
Telephone: (021) 723-6591, 725-5958, 722-1955 E-Mail: office@i-s-d-
i.org
POTADOWN SYNDROME (Persatuan Orang Tua Anak Dengan Down
Syndrome)http://www.potads.com/index1.phpberalamat di Jl. Jupiter
IC/4 Villa Cinere Mas, Jakarta Selatan 12410 Telephone: (021) 723-
6591, 725-5958, 722-1955 E-Mail:[email protected]