Diskusi kasus jiwa
-
Upload
rendyrinanda -
Category
Documents
-
view
17 -
download
4
description
Transcript of Diskusi kasus jiwa
X. DISKUSI
Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat didefinisikan
sebagai gangguan yang bervariasi luas dan berbeda tingkat keparahannya
akibat penggunaan satu/lebih zat psikoaktif (dengan atau tanpa resep
dokter).1
Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan psikiatri, dengan
berdasarkan kriteria diagnostik dari PPDGJ III menunjukkan bahwa
penderita mengalami gangguan psikotik akibat penggunaan zat multiple
dan penggunaan zat psikoaktif lainnya (F19.5). Kriteria diagnostik secara
umum telah terpenuhi yaitu adanya riwayat penderita dalam penggunaan
zat psikoaktif yang bercampur baur, bukan akibat sindrom ketergantungan
dan bukan keadaan putus zat, tetapi tampak adanya gangguan psikotik
yang jelas yaitu adanya halusinasi auditorik yang menyuruhnya untuk
berkelahi dan melihat bayangan-bayangan serta gangguan psikomotor
dengan manifestasi mengamuk.
Psikosa didefinisikan sebagai suatu gangguan jiwa dengan
kehilangan rasa kenyataan (sense of reality). Hal ini diketahui dengan
terdapatnya gangguan pada hidup perasaan (afek dan emosi), proses
berfikir, psikomotorik dan kemauan sedemikian rupa sehingga semua ini
tidak sesuai dengan kenyataan lagi.2
Pada pasien, fase prodormal diduga dimulai pada tahun 2006. Fase
ini ditandai dengan mulai menarik diri dari pergaulan, mulai sering
melamun dan diam, mudah tersinggung.
1
Fase aktif pada pasien ini dimulai pada bulan awal 2007 dimana
pasien mengamuk dan mau menampar siapa saja yang membuatnya emosi
serta mulai mendengar bisikan-bisikan yang menyuruhnya untuk berkelahi
dengan setiap orang yang ditemuinya dan melihat bayangan berwarna
putih yang menyerupai wali.
Perjalanan penyakit dari penderita ini dapat dilihat pada diagram
Longitudinal History berikut :
Aktif
Prodromal
2006 2007
Kasus ini dapat didiagnosa banding dengan gangguan mental lain
yang dicetuskan dan diberatkan oleh penggunaan zat psikoaktif misal
skizofrenia (F20.-) dan Gangguan kepribadian Paranoid (F60.-).2
Pada skizofrenia (F.20) onset gejala lebih dari 1 bulan lamanya
dan timbul bukan karena diinduksi obat-obatan, sedangkan pada kasus ini
ditemukan adanya riwayat penggunaan zat psikoaktif sehingga diagnosa
skizofrenia tidak sesuai.. Dapat didiagnosa banding dengan Gangguan
Kepribadian Paranoid (F60.0), dengan ditemukannya kepekaan berlebihan
2
terhadap penolakan, kecurigaan yang mendalam tanpa memperhatikan
situasi yang ada dan tanpa adanya halusinasi dan waham. Namun, pada
kasus ini penderita mengalami halusinasi sehingga diagnosa tersebut dapat
disingkirkan.1,2
Penderita ini dianjurkan untuk mendapat terapi psikofarmaka
dengan Injeksi Diazepam ½ ampul, inj Lodomer 1ampul, Sibital terapi,
Haloperidol 3x5 mg, Trihexypenidil 3x2 mg, Clorilex 3x25 mg.
Diazepam adalah derivat benzodiazepine. Diazepam bekerja
dengan bertindak pada reseptor GABA agar aktivitas GABA meningkat.
GABA merupakan neurotransmitter yang bekerja membantu menjaga
aktivitas saraf di otak dalam keadaan seimbang dan terlibat dalam
merangsang kantuk, mengurangi kecemasan, dan relaksasi otot. Diazepam
memiliki waktu paruh 20-100 jam. Dosis hariannya sebanyak 1x2-40
mg.1,3
Haloperidol merupakan derivat butirofenon yang bekerja sebagai
antipsikosis (tipikal) kuat dan efektif untuk fase mania, penyakit maniak
depresif, skizofrenia, sindroma paranoid dan korea. Haloperidol juga
mempunyai mempunyai daya antiemetik yaitu dapat menghambat sistem
dopamin dan hipotalamus. Pada pemberian oral haloperidol diserap kurang
lebih 60-70%, kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2-6 jam
dan menetap sampai 72 jam. Haloperidol ditimbun dalam hati dan ekskresi
berlangsung lambat, sebagian besar bersama urin dan sebagain kecil
melalui empedu. Pengobatan biasanya dimulai dari terapi inisial (5-20mg
3
per hari) yang kemudian dinaikkan perlahan secara bertahap dalam waktu
1-3 minggu sampai dicapai dosis optimal dan dipertahankan selama ±8-10
minggu sebelum masuk ke tahap pemeliharaan.4
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi
obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk
menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik
konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer
atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya.
Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan
obat-obatan diatas gagal, karena haloperidol (obat anti psikotik tipikal)
lebih efektif untuk mengobati gejala positif saja ( gangguan asosiasi
pikiran, waham, halusinasi, perilaku aneh dan tidak terkendali), sedangkan
obat anti psikotik atipikal mengobati gejala positif dan negatif (afek
tumpul, respon minimal, gangguan hubungan sosial seperti emnarik diri,
gangguan proses pikir, isi pikiran yang stereotip, perilaku yang sangat
terbatas dan cenderung menyendiri). Pada pasien juga diberikan Clorilex
yang mengandung Clozapine dengan dosis harian 25-100 mg/hari.5
Clozapin mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik
atipikal yang pertama. Clozapin memiliki efek samping dapat menurunkan
jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya,
pasien yang mendapat obat ini harus memeriksakan kadar sel darah
putihnya secara reguler.5
4
Sibital merupakan obat golongan antiepilepsi, obat sedatif-hipnotik
dari golongan barbiturat. Efek utamanya pada depresi SSP dngan berikatan
pada reseptor GABA. Terapi sibital dapat diberikan pada gangguan
psikosis dengan tujuan untuk memberikan efek sedatif agar ansietas,
ketegangan, dan insomnia dapat diatasi, walaupun benzodiazepin lebih
baik. Dosis untuk orang dewasa 5-20 mg yang diberikan IM atau IV6
Trihexypenidil adalah antikolinergik yang mempunyai efek sentral
lebih kuat daripada efek perifer, sehingga banyak digunakan untuk terapi
penyakit parkinson. Senyawa ini bekerja dengan menghambat pelepasan
asetil kolin endogen dan eksogen. Efek sentral terhadap susunan saraf
pusat akan merangsang pada dosis rendah dan mendepresi pada dosis
toksik. Trihexylpenidil 3x2mg/hari diberikan untuk mengatasi adanya efek
samping dari pemberian obat anti psikotik seperti gangguan
ekstrapiramidal (distonia akut, sindrom Parkinson), misalnya kedua tangan
gemetar (tremor), kekakuan alat gerak (kalau berjalan seperti robot), otot
leher kaku sehingga kepala yang bersangkutan seolah-olah terpelintir dan
lain sebagainya. Apabila sindrom Parkinson sudah terkendali diusahakan
penurunan dosis secara bertahap, untuk menentukan apakah masih
dibutuhkan obat antiparkinson. Dosis oral harian sebesar 2-3x0,5-2mg.4
Efek samping obat antipsikosis salah satunya hepatotoksis maka
perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium rutin dam kimia darah terutama
untuk memeriksa fungsi hati (SGOT, SGPT) dapat juga dari pemeriksaan
5
fisik, tanda ikterik, palpasi hepar. Pada pasien ini tidak didapatkan tanda-
tanda hepatotoksik dari pemeriksaan fisik.1
Pada pasien ini juga diperlukan psikoterapi dan rehabilitasi
bertujuan untuk menguatkan daya tahan mental, mempertahankan kontrol
diri dan mengembalikan keseimbangan adaptatif berupa terapi keluarga
dan masyarakat agar bisa menerima keadaan penderita dengan tidak
menimbulkan stressor-stressor baru, dengan menciptakan suasana yang
kondusif untuk kesembuhan penderita.
6
DAFTAR PUSTAKA
1. Elvira SD dan Gitayanti H. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013.
2. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ-III. Jakarta : PT Nuh Jaya, 2001.
3. Dokita Medical Store. www.dokita.co/store/haloperidol-5-mg. Diakses tanggal 7 Desember 2013.
4. Rosdiana, F. Obat psikosis. www.fitrirosdiana.blogspot.com. Diakses tanggal 7 Desember 2013.
5. Belajar kedokteran. Obat anti-psikosi. www.belajar-kedokteran.com. Diakses tanggal 7 Desember 2013.
6. Nisa, N. Efek hipnotik ekstrak valerian pada mencit. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 2009.
7