Disaster Plan Banjir Palembang Fix

13
1 RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI KECAMATAN ILIR BARAT II PALEMBANG Disusun Oleh: Raden Roro Marina Rizky Utami 030.09.190 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2015

description

kjklj

Transcript of Disaster Plan Banjir Palembang Fix

Page 1: Disaster Plan Banjir Palembang Fix

1

RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI

KECAMATAN ILIR BARAT II PALEMBANG

Disusun Oleh:

Raden Roro Marina Rizky Utami

030.09.190

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2015

Page 2: Disaster Plan Banjir Palembang Fix

2

RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI

KECAMATAN ILIR BARAT II PALEMBANG

Pendahuluan

Proses perubahan guna lahan di Palembang tidak terlepas dari pengaruh urbanisasi dan

kebijakan perkotaannya. Jumlah penduduk Kota Palembang pada tahun 2011 berjumlah

1.676.544 jiwa dari 1.396.823 jiwa di tahun 2007 atau rata-rata pertumbuhan sekitar 5%

setiap tahunnya (Hapsoro and Gunanto, 2013; Murod and Hanum, 2012). Hal ini disebabkan

adanya peran dan fungsi Kota Palembang sebagai kota jasa dan pusat pertumbuhan ekonomi

regional di Sumatera Selatan. Kebijakan ini di mulai dari ditetapkannya kota Palembang

sebagai kota perdagangan, industri, pendidikan, pemerintahan dan wisata di Rencana Induk

Kota (RIK) Palembang 1974-1994. Pada saat kebijakan pembangunan kota mengacu RIK ini,

kegiatan ekonomi Kota Palembang didominasi oleh kegiatan perdagangan terutama sebagai

pusat distribusi hasil pertanian yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan RTRW

Kota Palembang 2012-2032, kegiatan ekonomi utama dari Kota Palembang tetap berupa

perdagangan dan industri manufaktur.

Pembangunan Kota Palembang terpusat di pusat kota dengan jumlah lahan terbangun sekitar

4,5% (tahun 1919) dimana saat itu sebagian besar Kota Palembang berupa rawa dan sungai.

Kondisi saat ini Kota Palembang memiliki luas lahan terbangun 34,5%, peningkatan jumlah

lahan terbangun ini disebabkan oleh pertumbuhan berbagai kegiatan ekonomi di Kota

Palembang seperti ekonomi pariwisata, perdagangan dan jasa, serta pembangunan berbagai

fasilitas penting lainnya yang mendorong masyarakat untuk bertempat tinggal di Kota

Palembang. Perubahan pemanfaatan lahan di Kota Palembang menyebabkan tertariknya

kegiatan dari luar kota untuk berlokasi di Kota Palembang.

Di Kota Palembang, upaya menambah ruang dan lahan terbangun untuk mendukung

perkembangan kota terlihat pada tren perubahan lahan terbangun dari lahan basah yang kini

luasnya hanya sekitar 37% luas kota dimana 25% diantaranya rawa. Mengacu pada kebijakan

perkotaan Kota Palembang, pertumbuhan kegiatan perdagangan dan ekonomi memiliki peran

penting dalam meningkatnya pertumbuhan lahan terbangun di Kota Palembang, khususnya

upaya reklamasi kawasan rawa menjadi lahan terbangun. Hal ini didorong kebijakan oleh

pemerintah Kota Palembang yang mengizinkan para investor untuk mereklamasi rawa untuk

mendapatkan lahan yang dapat dibangun yang semakin sedikit di daerah perkotaan (Perda

Page 3: Disaster Plan Banjir Palembang Fix

3

No. 11 Tahun 2012). Hasilnya, investor dapat membuka kegiatan perdagangan dan

pemerintah Kota Palembang mendapatkan pendapatan daerah.

Kawasan Rawan Banjir di Palembang

Pemanfaatan lahan basah, khususnya rawa, untuk menjadi lahan terbangun tidak dapat

dihindari. Jumlah rawa ini terus berkurang seiring dengan upaya reklamasi setiap tahunnya.

Dari total lahan rawa sebesar hampir 80% pada tahun 1919, lahan rawa yang tersisa adalah

sekitar 25% pada tahun 2010. Alih fungsi lahan rawa besar-besaran terjadi di beberapa

kawasan seperti kawasan Jakabaring dan di sekitar jembatan Musi II. Sebagian besar Kota

Palembang merupakan lahan rawa; saat ini rawa di Kota Palembang berjumlah 5.438 Ha,

dengan komposisi rawa konservasi luasnya mencapai 2.106 Ha, budidaya 2.811 Ha dan

reklamasi 917 Ha. Jumlah ini jauh berkurang. Pada tahun 1989 jumlah rawa di Kota

Page 4: Disaster Plan Banjir Palembang Fix

4

Palembang tidak kurang dari 40.000 Ha, sedangkan pada tahun 2001 jumlah luasan rawa

tidak kurang dari 22.000 Ha.

Reklamasi dilakukan untuk pembangunan perumahan, pusat komersial, pabrik, dan pusat

pemerintahan. Beberapa contoh kawasan yang mengalami perubahan atau reklamasi dari

rawa menjadi lahan terbangun, dua diantaranya, adalah: Kawasan Perumahan Bukit Sejahtera

atau Poligon dan Kawasan Pengembangan Jakabaring. Kawasan Perumahan Polygon

merupakan sebuah komplek perumahan yang berdiri sejak tahun 1990. Konstruksi

perumahan yang di mulai tahun 1986 ini pada awalnya memiliki topografi sebagai lahan rawa

yang kemudian direklamasi menjadi kawasan perumahan dan menyebabkan berkurangnya

daerah resapan air. Pembangunan yang semakin luas menyebabkan sedimentasi semakin

tinggi dibeberapa sungai yang dekat dengan kawasan perumahan seperti Sungai Musi.

Page 5: Disaster Plan Banjir Palembang Fix

5

ANALISIS KOMPONEN BENCANA BANJIR DI KECAMATAN ILIR BARAT II

PALEMBANG

1. Hazard

Kecamatan Iilir Barat II, merupakan salah satu daerah di Palembang yang berubah

menjadi perumahan mewah. Di wilayah tersebut awal mulanya hanya rawa-rawa tanpa

bangunan mewah, namun seiring berjalannya waktu, pembangunan di Palembang semakin

maju, wilayah terebut pun berubah sangat cepat. Saat ini bukan hanya ada satu perumahan

yang berdiri pada timbunan tanan diatas rawa-rawa, namun ada beberapa perumahan.

Semakin banyak pembangunan, semakin kurangnya daerah resapan air, maka banjir sudah

hal biasa terjadi didaerah tersebut, bahkan setiap tahunnya, ketinggian air semakin

bertambah, hingga mencapai 80 cm.

2. Identifikasi Vulnerability

Kerentanan adalah keadaan atau suatu sifat atau perilaku manusia yang menyebabkan

ketidakmampuan untuk menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan di daerah rawan

banjir di Kecamatan Ilir Barat II, Palembang diantaranya adalah :

i. Kerentanan Fisik : ditinjau dari struktur fisik di Kecamatan Ilir Barat II,

Palembang, bangunan sudah terbentuk dari batu bata dan semen, namun bangunan di

wilayah tersebut berada di atas rawa-rawa yang ditimbun tanah, sehingga daerah

Page 6: Disaster Plan Banjir Palembang Fix

6

resapan air didaerah tersebut berkurang. Hal tersebut meningkatkan kerentanan

masyarakat terhadap bencana banjir.

ii. Kerentanan Ekonomi : Secara ekonomi, masyarakat di Kecamatan Ilir Barat II,

Palembang memiliki ekonomi menengah ke atas dengan tingkat kesejahteraan yang

baik. Hal tersebut meningkatkan kereantanan, karena dengan uang yang mereka

miliki, ada kemungkinan mereka akan manambah bangunan sehingga semakin

berkrangnya daerah resapan air.

iii. Kerentanan Sosial : Kerentanan sosial di Kecamatan Ilir Barat II, Palembang

cukup rendah, karena sebagian besar memiliki pendidikan yang cukup tinggi.

iv. Kerentanan Lingkungan : Lingkungan di Kecamatan Ilir Barat II, Palembang

sangat rentan banjir, selain karena rumah-rumah wilayah tersebut berada di atas

rawa-rawa yang ditimbun tanah, juga di karenakan banyaknya bangunan yang tinggi,

dan saluran yang tertutup dan dangkal.

3. Siklus Bencana

Penanganan bencana merujuk kepada siklus bencana seperti berikut:

Page 7: Disaster Plan Banjir Palembang Fix

7

PRA BENCANA

1. Pencegahan

Pencegahan dengan cara memberikan peringatan kepada warga agar dapat waspada

terhadap datangnya banjir, diharapkan juga dapat menydaarkan warga untuk

memperhatikan penyerapan air disekitar lingkungan rumah, bisa dengan memperbaiki

selokan atau menambah lahan untuk penghijauan.

2. Mitigasi

Pada fase ini dilakukan usaha-usaha untuk meredam atau mengurangi bencana dan juga

meredam atau mengurangi dampak bencana yang meliputi. Pada fase ini bidang

kesehatan lebih cenderung pasif, dengan melakukan pegobatan dan upaya kesehatan

yang insidentil dan screening penderita banjir melalui pengobatan massal. Fase ini lebih

banyak diperankan oleh institusi lainnya dengan,

a) Pengenalan faktor resiko / Hazard, penyebab penyebab bencana harus dikenali

b) Rencana mereduksi faktor resiko, jika penyebab dikenali maka faktor resiko

diturunkan atau dihilangkan.

c) Rencana mengurangi dampak bencana ( Mitigation Plan ), jika bencana tidak

bisa dihindari maka dilakukan rencana pengurangan dampak bencana.

Bentuk upaya mitigasi non struktural yang dapat dilakukan oleh masyarakat di

kawasan rawan banjir antara lain :

o Mengetahui akan ancaman banjir - termasuk banjir yang pernah terjadi dan

mengetahui letak daerah yang banjir dan mengetahui seberapa tinggi banjir

didaerah tersebut.

o Mengembangkan diri dengan mengikuti pelatihan-pelatihan dalam menghadapi

bencana, seperti pelatihan pertolongan pertama pada kondisi tanggap darurat, dll.

Page 8: Disaster Plan Banjir Palembang Fix

8

o Berperan aktif pada posko banjir

3. Kesiapsiagaan

a) Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana

b) Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini

c) Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar

d) Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap

darurat, berupa:

o Menempatkan barang barang elektronik (pemanas air, panel,meteran dan

peralatan listrik) serta barang berharga (ijasah, sertifikat tanah, dll) di tempat

yang tinggi (tidak terjangkau bencana banjir)

o Menyiapkan alamat/no telp yang penting untuk dihubungi.

o Menyediakan barang-barang kebutuhan darurat saat memasuki musim

penghujan ( seperti radio, obat obatan, makanan, minuman, baju hangat dan

pakaian, senter, lilin, selimut, pelampung, ban dalam mobilatau barang-barang

yang bisa mengapung, tali dan korek api.

o Pindahkan barang-barang rumah tangga seperti furniture ke tempat yang lebih

tinggi

o Menyimpan surat-surat penting di dalam tempat yang tinggi, kedap air dan

aman

e) Penyiapan lokasi evakuasi

f) Penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap

darurat bencana, dan

g) Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan

pemulihan prasarana dan sarana.

Page 9: Disaster Plan Banjir Palembang Fix

9

h) Mengorganisasikan sistem keamanan pada keadaan darurat, khususnya rumah

hunian yang ditinggal mengungsi.

i) Koordinasi antara BMG, media massa, pejabat setempat dan masyarakat yang

terkait.

j) Penyiapan bahan dan material untuk tanggul yang jebol.

Puskesmas melakukan fase kesiapsiagaan seperti :

1. Revitalisasi sarana dan pra sarana PPPK ( Ambulance, Peralatan, Obat-obatan)

2. Menyiagakan Brigada siaga Bencana (BSB)

3. Merlaksanakan rencana kontingensi (pendelegasia tugas) dengan membentuk

Gugus Tugas untuk menempati Pos-Pos tertentu yang sudah ditentukan melalui

kesepakatan rapat evaluasi bencana.

RESPONSE

Pada peringkat puskesmas bila terjadi bencana maka akan dilakukan suatu Respon yang

meliputi :

Emergency Operational Respons fase tanggap darurat berupa;

Pengiriman tim medis gerak cepat

Tim yang bertugas melakukan penyelamatan jiwa dan menurunkan kesakitan. Tim ini

bergerak dalam 24 jam pertama yang terdiri dari seorang Dokter, seorang DVI, dua

Perawat, Apotheker/asisten, Sanitarian, Sopir dengan ambulance dan perlengkapannya.

Tim ini diikuti oleh:

- Team Rapid Health Assesment (RHA),

Tim yang bertugas melakukan pendataan untuk melaporkan kebutuhan-kebutuhan

dibidang kesehatan. Tim ini terdiri dari seorang Dokter, seorang

Sanitarian/SKM/Epidemiolog

Page 10: Disaster Plan Banjir Palembang Fix

10

- Tim Bantuan Medis

Tim ini diberangkatkan sesuai keutuhan yang diperlukan atau dilaporkan oleh tim 1

dan 2 yang akan berfungsi untuk membuka Pos-Pos Kesehatan di daerah bencana

.pelayan yang diberikan di Pos Kesehatan berupa tindakan pengobatan dan

pemulihan Kesehatan serta rujukan ke Rumah Sakit, yaitu meliputi:

1. Pelayanan pengobatan darurat,

2. Penyediaan Penjernih Air Cepat dan Aquatab

3. Penyediaan makanan pendamping ASI (MP-ASI) bagi bayi dan anak usia di

bawah dua tahun

4. Penyediaan tablet penambah darah dan vitamin A bagi ibu hamil dan ibu

menyusui

5. Penyediaan alat kontrasepsi dan pembalut wanita,

6. Vaksinasi

7. Penyediaan plastik tempat sampah,

8. Penyuluhan Kesehatan, dan lain-lain.

Dibutuhkan tenaga sukarela. Tenaga bantuan sukarela ini adalah para mahasiswa dari

Fakultas-fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan Institusi-institusi

Pendidikan Tenaga Kesehatan (Akademi Perawat, Akademi Bidan, Akademi

Kesehatan Lingkungan, dan Akademi Gizi)

Seain itu, di tempat pengungsian juga akan diberikan pelayan kesehatan berupa

1. Pelayanan pengobatan

2. Pemberantasan penyakit menular dan pengendalian vector

Di puskesmas juga akan diwujudkan triase untuk perawatan korban bencana:

Digunakan kartu merah, kuning, hijau, dan hitam untuk mengklasifikasikan korban.

Page 11: Disaster Plan Banjir Palembang Fix

11

1. Kartu merah, sebagai tanda bagi korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan

korban yang mengalami syok oleh berbagai kausa, gangguan pernapasan, trauma

kepala dengan pupil anisokor, dan perdarahan eksternal yang masif. Perawatan

lapangan intensif ditujukan pada korban yang mempunyai kemungkinan hidup lebih

besar, sehingga setelah perawatan di lapangan penderita lebih dapat mentoleransi

transfer ke rumah sakit.

2. Kartu kuning diberikan sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan

ketat, tetapi perawatan dapat ditunda sementara (korban dengan resiko syok – dengan

gangguan jantung / trauma abdomen, fraktur multiple, fraktur femur / pelvis, luka

bakar luas, gangguan kesadaran / trauma kepala, dan korban dengan status yang tidak

jelas). Korban dengan kartu kuning harus diberikan infus, pengawasan ketat, terhadap

kemungkinan timbulnya komplikasi, dan diberikan perawatan sesegera mungkin.

3. Kartu hijau merupakan penanda kelompok korban yang tidak memerlukan

pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda (fraktur minor, luka minor, luka

bakar minor, korban setelah pembalutan luka dan atau pemasangan bidai, dan korban

dengan prognosis baik).

4. Kartu hitam sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia.

PASCA BENCANA

Fase Rehabilitasi & Rekontruksi

Fase tanggap darurat yang berlangsung selama 1 minggu dan diikuti dengan fase rehabilitasi

selama 1 bulan diikuti fase rekontruksi selama 6 bulan. Pada fase ini Puskesmas meminta

dropping alatan dari Dinas Kesehatan serta melakukan pembersihan sarana dan prasarana

yang masih bisa dipakai.

Page 12: Disaster Plan Banjir Palembang Fix

12

Persyaratan tempat penampungan , meliputi:

• Lokasi penampungan harus berada didaerah bebas dari ancaman yang berpotensi

gangguan keamanan baik internal maupun external;

• Jauh dari daerah rawan bencana;

• Hak penggunaan lahan seharusnya memiliki keabsahan yang jelas; diutamakan hasil

dari koordinasi dengan pemerintah setempat;

• Memiliki akses jalan yang mudah;

• Dekat dengan sumber mata air, sehubungan dengan kegiatan memasak dan MCK;

• Dekat dengan sarana-sarana pelayanan sosial termasuk pelayanan kesehatan,

olahraga, sekolah dan tempat beribadah atau dapat disediakan secara memadai.

Penampungan harus dapat meliputi kebutuhan ruangan :

• Pos Pelayanan Komunikasi

• Pos Dapur Umum

• Pos Watsan (Water & Sanitation)

• Pos Humas dan Komunikasi

• Pos Pencarian dan Evakuasi

Untuk menampung korban bencana diperlukan tempat penampungan sementara berupa :

- Bangunan yang sudah tersedia yang bisa dimanfaatkan

Contoh : gereja, masjid, sekolahan, balai desa, gudang.

- Tenda ( penampungan darurat yang paling praktis )

Contoh : tenda pleton

Pada fase ini juga dilakukan tindakan hasil penilaian tim RHA, berupa ;

1. Pembagian peralatan higyene perseorangan

2. Pembagian penjernih air

Page 13: Disaster Plan Banjir Palembang Fix

13

3. Kaporitisasi sumur penduduk yang tercemar

4. Pembagian Karbol / Lysol Desinfektan

5. Penyiapan persediaan Anti tetanus serum (ATS)

6. Pembagian MP ASI dan Biskuit