Difusi Inovasi Bab10_InoOrg

download Difusi Inovasi Bab10_InoOrg

of 17

description

Ini adalah bagian dari buku tentang penyebaran inovasi ke masyarakat karya Everrett M Rogers. Bab 10 ini membahas penyebaran inovasi di lembaga (organisasi)

Transcript of Difusi Inovasi Bab10_InoOrg

Bab 10

Inovasi di OrganisasiIde-ide membatasi seseorang pada kelompok-kelompok sosial dan kelompok sosial membatasi seseorang pada ide-ide tertentu. Banyak ide-ide yang lebih mudah diubah dengan mengkaitkan pada suatu kelompok daripada ditujukan pada perseorangan Josephine Klein (1961) Working with Group: The Social Psychology of Discussion and Decision p. 119

Sejauh ini buku ini telah banyak membahas difusi inovasi kepada perseorangan, padahal banyak inovasi yang diadopsi oleh organisasi. Dan di banyak kasus, seseorang tidak dapat mengadopsi suatu gagasan baru sebelum suatu organisasi (di mana dia menjadi anggotanya) mengadopsinya terlebih dulu; misalnya seorang guru tidak dapat menggunakan komputer pembelajaran sebelum sekolah memutuskan untuk membeli peralatan tersebut. Marilah sepintas meninjau ulang pembahasan sebelumnya (di Bab 1) mengenai tipetipe keputusan-inovasi. 1. keputusan-inovasi opsional, yaitu pilihan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi yang dilakukan oleh seseorang terlepas (tidak terikat) dari keputusan anggota sistem sosial lainnya. 2. keputusan-inovasi kolektif, yaitu pilihan untuk mengdopsi atau menolak suatu inovasi yang dilakukan secara konsensus oleh anggota sistem sosial. 3. keputusan-inovasi otoritas, yakni pilihan untuk mengadopsi atau manolak inovasi yang dilakukan oleh relatif sedikit orang dalam suatu sistem sosial yang memiliki kelebihan dalam kekuasaan, status, atau keahlian teknis (pemegang otoritas dalam sistem itu). Di samping ketiga tipe keputusan itu ada keputusan inovasi kontingen, yakni pilihan untuk mengdopsi atau menolak inovasi yang dilakukan setelah didahului oleh suatu tipe keputusan inovasi lain. Keputusan seorang dokter untuk mengadopsi suatu prosedur pengobatan setelah kepala rumah sakit memutuskan untuk membeli alat kedokteran yang diperlukan. Contoh ini mengilustrasikan suatu keputusan kontingen, yakni keputusan opsional dilakukan setelah terjadi keputusan kolektif; namun keputusan kontingen bisa pula terjadi dalam bentuk kombinasi urutan dua atau lebih dari ketiga tipe keputusan-inovasi tersebut. Fokus kami di bab ini terutama pada keputusan-inovasi kolektif dan otoritas, karena tipe keputusan ini merupakan bawaan suatu organisasi sebagai suatu sistem di mana keputusan inovasi terjadi. Dalam hal ini kami menelusuri pentingnya perubahan dari kajian-kajian tentang keinovatifan organisasi, di mana biasanya data dihimpun dari suatu sampel besar organisasi untuk menentukan apakah karakteristik suatu organisasi itu inovatif atau tidak, ke penyelidikan proses inovasi di organisasi. Kajian yang terakhir ini, yang umumnya dilakukan setelah pertengahan tahun 1970an, adalah studi-studi kasus proses keputusan inovasi. Pendekatan penelitian proses semacam ini telah memberikan wawasan yang penting mengenai sifat proses inovasi dan perilaku organisasi ketika mereka berubah. Kajian-kajian proses inovasi menitik-beratkan fase-fase implementasi yang terkait dalam penerapan inovasi di suatu organisasi; misalnya, kajian-kajian ini

telah meningkatkan penelitian difusi sebelumnya, yang umumnya berhenti pada penyelidikan penerapan dengan memperhatikan pada keputusan untuk mengadopsi atau menolak. Para peneliti yang belakangan yang dibahas dalam bab ini menunjukkan bahwa penerapan suatu inovasi merupakan suatu keharusan, begitu keputusan untuk mengadopsi ditetapkan. Dibandingkan dengan proses keputusaninovasi individual (Bab 5), proses inovasi di organisasi jauh lebih rumit. Yang terakhir ini mungkin melibatkan sejumlah orang, masing-masing memainkan peran yang berbeda dalam keputusan inovasi. Dalam bab ini, kami memadukan kajian inovasi kita tentang inovasi dengan pemahaman kami tentang konteks organisasional di mana banyak inovasi berlangsung. Apakah organisasi itu? Organisasi Organisasi adalah suatu sistem tetap dari individu-individu yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama melalui suatu hirarki pangkat (kedudukan) dan pembagian tugas (Rogers dan Agarwala-Rogers, 1976:26). Organisasi dibuat untuk menangani tugas-tugas rutin dan untuk menjamin stabilitas hubungan antar manusia. Keefisienan mereka sebagai suatu cara pengorganisasian usaha keras manusia merupakan bagian dari kestabilan ini, yang berpangkal dari relatif tingginya tingkat struktur yang ditetapkan pada pola-pola komunikasi. Struktur organisasi yang tetap dan terduga ini diperoleh melalui: 1. tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Organisasi adalah didirikan secara formal untuk maksud yang jelas, yaitu mencapai tujuan-tujuan tertentu yang ditentukan sebelumnya. Tujuan-tujuan yang ditetapkan organisasi menentukan luasnya struktur dan fungsi organsiasi itu. Misalnya, Sekolah Troy didirikan untuk memberikan suatu tingkat pendidikan umum bagi para siswa. Tujuan ini banyak disebut sebagai organisasi staf sekolah. 2. peran-peran yang ditentukan. Tugas-tugas organisasional disebar ke berbagai posisi sebagai peran-peran dan tugas-tugas yang ditentukan. Peran adalah sperangkat aktifitas yang dilakukan seseorang yang dipekerjakan pada suatu posisi tertentu. Posisi adalah 'kotak-kotak' dalam skema organisasi; untuk setiap posisi ada peran tertentu. Orang boleh datang dan pergi ke suatu organisasi, tetapi posisi itu tetap ada. 3. struktur kekuasaan. Dalam organisasi formal semua posisi tidak punya kekuasaan yang sama. Kepala sekolah di Sekolah Troy punya kekuasaan lebihbesar daripada ketua departemennya, dan ketua departemen lebih besar kekuasaannya daripada para guru. Kepala sekolah mematuhi pengawas dan yayasan. Posisi-posisi itu tersusun dalam suatu struktur hirarki kekuasaan yang menentukan siapa yang bertanggung jawab kepada siapa. 4. tatacara dan peraturan. Suatu tatacara dan peraturan yang formal, menentukan pembuatan keputusan di antara anggota organisasi. Ada tatacara dan aturan yang ditentukan sebelumnya untuk mengangkat anggota baru, kenaikan pangkat, menghukum pekerja yang tidak memuaskan, dan untuk mengkoordinasi pengendalian berbagai kegiatan untuk menjaga keseragaman pelaksanaan. 5. pola-pola informal. Setiap organisasi formal ditandai dengan berbagai bentuk praktik, norma-norma, dan hubungan sosial informasl dikalangan anggotanya. Praktek-prakik informal ini tumbuh dan memainkan peran yang penting dalam suatu organisasi. Namun demikian, maksud organisasi birokratis adalah membuat hubungan kemanusian tidak manusiawi dengan menstandardisasi dan memformalkannya.

Pada organisasi-organisasi yang relatif mapan, seseorang mungkin berharap bahwa inovasi akan sangat jarang. Kenyataannya, inovasi terjadi kapan saja di hampir setiap organisasi. Kita sering lebih memperhatikan apa yang stabil dalam suatu organisasi daripada apa yang sedang berubah, dan kita biasanya underestimate tingkat inovasi di dalam suatu organisasi. Sungguh, banyak rintangan dan penolakan untuk berubah dalam suatu organisasi, seperti yang kita bahas dalam bab ini. Tetapi hendaknya kita tidak lupa bahwa iovasi adalah salah satu proses fundamental yang terjadi di organisasi. Pemahaman terhadap proses inovasi membantu mengurangi sifat struktur organisasi dan bagaimana struktur itu membentuk perilaku individual dalam setting organisasi. Dalam upaya mulai memahami proses inovasi dalam suatu organisasi, kami memaparkan agak rinci urutan peristiwa, tindakan, dan keputusan lewat mana ide penjadwalan kelas berkomputer (komputerisasi jadwal pelajaran) diperkenalkan dan diterapkan di suatu sekolah menengah negeri.Muncul dan Tengelamnya suatu Inovasi Radikal di Sekolah Troy Sekolah Menegah Troy berlokasi di Troy, Michigan, pinggiran kota yang tumbuh pesat di Detroit. Pada September 1965, Sekolah Troy mengadopsi "flexible modular scheduling (penjadwalan pelajaran secara modular luwes; mungkin seperti Sistem Kredit Semester=SKS), suatu perubahan yang revolusioner dalam prosedur penjdwalan sekolah. Inovasi ini, dikembangkan di Universitas Stanford, membagi hari belajar ke dalam duapuluh empat modul pengajaran masing-masing 15 menit. Modul-modul dikombinasikan ke dalam periode kelas (jam pelajaran) empat puluh-menitan, satujam-an, atau satu-setengah-jam-an. Masing-masing pelajar dapat memiliki satu jadwal pelajaran tersendiri (unik), dan dapat mengikuti berapa kelaspun yang diinginkan; sekitar 50% waktu belajar siswa tak terjadwal. Pelajar bertanggung-jawab atas jam belajarnya sendiri-sendiri, termasuk ia mau masuk kelas atau tidak. Jadwal pelajaran harian siswa disusun oleh Komputer Stanford. Akibat komputerisasi jadwal sangat luas, mempengaruhi setiap siswa, guru, adminis-trator, dan orangtua siswa di Sekolah Troy. Sekolah Troy merupakan salah satu dari sebelas sekolah paling inovatif di AS pada tahun 1965, dan diberi hadiah hibah $25.000 oleh Yayasan Pendidikan untuk menyebarkan inovasinya ke sekolah lain. Pada tahun 1965-1966 lebih dari 1000 tamu berkunjung ke Sekolah Troy. Mereka terkejut, seperti ketika pertama kali saya melangkahkan kaki ke gerbang sekolah ini pada Nopember 1965; Sekolah Troy sangat bising. Aula sekolah penuh siswa, sebagian pindah dari satu kelas ke kelas lain. Yang lain sekedar bermalas-malasan, ngobrol, dan merokok. Mereka kurang memperhatikan seorang profesor dan rekan-penelitinya, yang telah datang ke Troy untuk mengadakan survei jaringan komunikasi staf sekolah1. Kami kemudian menemui kepala sekolah, Joe Blanchard (nama samaran), yang telah mempelopori penerapan inovasi itu segera setelah pengangkatannya dari wakil kepala sekolah (6 tahun jabatannya di posisi itu merupakan periode yang membahagiakan, di mana Blanchard menikmati popularitas besar). Dalam tiga tahun kunjungan awal kami, Blanchard diangkat kembali berdasar tekanan Badan Sekolah. Komputerisasi Jadwal di Sekolah Menengah Troy menjadikannya dikenal luas secara nasional sebagai kepala sekolah yang inovatif, tetapi dampak negatif yang sangat hebat dari inovasi itu terhadap staf pengajar, siswa, dan masyarakat, serta konflik merusak yang ditimbulkan, menyebabkan sang kepala sekolah di dipindah. Dengan kepergian Blanchard, inovasi komputerisasi jadwal menghilang. Sekarang hanya ada beberapa guru, siswa, atau orangtua yang ingat masa-masa Sekolah Troy terkenal secara nasional sebagai pengadopsi awal SKS. Kenyataannya, saat ini Sekolah Troy tidak begitu inovatif. Saya memilih kasus ini sebagai ilustrasi proses inovasi di organisasi sebagian karena saya secara pribadi mengetahui banyak. Joe Blanchard adalah mahasiswa doktoral pendidikan di Universitas Negeri Michigan segera setelah ia meninggalkan Sekolah Troy, dan ia mengikuti kuliah saya tentang difusi inovasi. Di samping survei kami tentang1

Berdasar Havelock dkk (1974: 289-296), digunakan dengan ijinnya

para guru di Sekolah Troy, suatu studi kasus yang bagus telah dilakukan mengenai proses inovasi komputerisasi jadwal pelajaran di sekolah ini oleh Dr. Ronald G. Havelock dkk (1974). Havelock kemudian menjadi guru besar di Univeritas Michigan dan sekarang di Universitas Amerika. Kasus ini sangat tepat sebagai contoh karena menyajikan gagasan komputerasisasi jadwal mulai dari proses inovasi sampai penerapan dan pada akhirnya berhenti. Seseorang mungkin berpikir bahwa komputerisasi jadwal pelajaran di Sekolah Troy tidak akan banyak berpengaruh terhadap prosedur sekolah. Sebaliknya, pengadopsian inovasi ini menuntut perubahan yang sangat besar di hampir semua aspek kegiatan sekolah. Misalnya, inovasi ini menuntut siswa harus bertanggung jawab merencanakan sendiri waktu mereka sepanjang jam sekolah. Kesembilan-puluh mata pelajaran di Sekolah Troy harus dirancang-ulang, para guru harus bekerjasama menyiapkan rencana pelajaran karena inovasi jadwal fleksibel menuntut pengajaran tim dan diskusi-diskuisi kelompok. Selanjutnya, limapuluh siswa "nakal" di Sekolah Troy ditugasi mengikuti program khusus yang dinamakan "Kelompok C" selama satu setengah jam perhari. Akhirnya, guru IPS mengorganisasi serangkaian ceramah pembicara undangan dengan berbagai topik kontroversial seperti "Black Power", kebrutalan polisi, piring terbang, atau perang Vietnam. Saya masih ingat suasana konflik dan ketidak-puasan yang kuat di antara beberapa staf sekolah ketika kami kembali berwawancara pada bulan Nopember 1965. Konflik ini kelak akhirnya meletus menjadi perkelahian yang riuh; klik guru anti-inovasi akhirnya dapat menekan kepala sekolah untuk berhenti. PERMULAAN INOVASI. Joe Blanchard, seorang kepala sekolah yang baru saja diangkat di Sekolah Troy, pertama kali tahu jadwal fleksibel dari buku yang direkomendasikan kepadanya oleh seorang profesor pendidikan Universitas Negeri Michigan. Kepala sekolah ini kemudian tertarik pada tahun 1964, kemudian meminta dari Universitas Stanford sebuah film tentang inovasi komputerisasi jadwal itu. Langkah berikutnya kepala sekolah bersama dua staf sekolah terbang ke Chicago menemui perwakilan Universitas Stanford untuk mendiskusikan bagaimana kemungkinan menerapkan inovasi itu di Sekolah Troy. Begitu datang, kepala sekoah menyampaikan informasi tentang jadwal fleksibel kepada staf pengajar, dan keputusan kolektif untuk mengadopsi diambil. Hanya ada satu klik kecil tigasbelas guru dari tiga-puluh lima guru yang menentang inovasi itu. Dengan keputusan yang positif ini di tangan, kepala sekolah mendekati Yayasan Sekolah untuk memperoleh dukungan, dan dikabulkan. Pengawas sedang berada di luar kota ketika ada rapat Yayasan, tetapi ia telah menyatakan dukungannya minggu sebelumnya. Kemudian gagasan jadwal fleksibel dijelaskan kepada siswa pada pertemuan sekolah; mereka suka ide itu. Para orangtua diundang dalam serangkaian pertemuan untuk membahas inovasi itu, walaupun hanya 1 persen yang hadir. Maka pada akhir tahun ajaran 1964-1965, Sekolah Troy telah siap mengadopsi inovasi itu. PENERAPAN INOVASI KOMPUTERISASI JADWAL. Pelajaran dimulai pada bulan September 1965, dan masalah-masalah berkenaan dengan jadwal-fleksibel mulai dirasakan. Ketika pada siswa mengetahui mereka tidak wajib masuk kelas, "penyakit mbolos mulai menular" (Havelock dkk, 1974:308). Para orangtua mulai mengeluh anakanak mereka tidak mengikuti pelajaran. Awalnya, para guru Sekolah Troy mencoba mengajar para siswa tentang tanggungjawab mereka. Ini tidak meningkatkan kehadiran siswa di kelas. Akhirnya, ditetapkan suatu sistem penjejakan, sehingga para guru tahu siapa saja siswa yang harus berada dikelas pada jam pelajaran tertentu. Lebih lanjut, siswa yang mengalami tiga kali gagal di kelasnya, ditempatkan di aula sekolah selama waktu bebas mereka. Kebebasan menjadi imbalan untuk penampilan yang memuaskan di kelas. Masalah lain adalah banyaknya guru, kepala sekolah, dan pemuka masyarakat yang berduyung-duyung ke Sekolah Troy untuk melihat komputerisasi jadwal, yang merupakan pertama kali diadopsi di luar California. Pada mulanya, para guru dan siswa Sekolah Troy merasa terdukung dengan kehadiran gerombolan tamu itu, namun lama kelamaan mereka merasa pada tamu itu menjadi penghalang dan pengganggu keefektifan belajar mengajar. (Gangguan pada tempat yang inovatif oleh para peninjau

semacam ini merupakan masalah yang lumrah dalam sistem difusi yang terdesentralisasi, sebagaimana telah dibahas pada Bab 9). Betapapun, kebanyakan guru sangat antusias terhadap inovasi, dan bekerja keras agar berhasil. Kelompok yang kompak dan berdedikasi tinggi tumbuh, terdiri dari sekitar 20 guru dan konselor yang sangat peduli terhadap inovasi. Mereka dengan sukarela masih tinggal sekolah setelah jam kerja hampir setiap hari untuk membahas dampak komputerisasi jadwal dan bagaimana merencanakan penerapan program baru ini lebih efektif. Pengawas menjauh dari inovasi itu, setidaknya sampai muncul keluhan dari para orangtua. Keluhan ini menjadi menonjol selama tahun 1966-1977, tahun kedua pengadopsian, banyak kontroversi berpusat pada Kelompok C, yakni program pendidikan bagi anak-anak bermasalah. Kepala Sekolah, Joe Blanchard, akhirnya mengakui bahwa ia telah salah tidak melibatkan semua staf sekolah dalam keputusan untuk memulai Kelompok C. Rumor membajir ke Sekolah Troy mengenai apa yang terjadi selama masa latihan. Beberapa guru yang tidak puas mengadu ke Yayasan Sekolah, yang kemudian menghentikan Kelompok C pada Maret 1967. tetapi kepala sekolah meyakinkan beberapa anggota Yayasan untuk mengubah keputusannya, dan pada bulan April Kelompok C dimulai lagi. Isu kontroversial lainnya selama tahun ajaran 1966-1967 berkait dengan program penceramah tamu. Ada kabar angin bahwa George Lincoln Rockwell, ketua Partai Nazi Amerika, telah memberi ceramah di Sekolah Troy (padahal tidak), dan beberapa warga yang cemas menuntut agar Yayasan meng-hentikan program itu. Kepala sekolah Blanchard mengadakan pertemuan terbuka dengan masyarakat untuk membahas isu ini, dihadiri 300 orang, dan kebanyakan mendukung program itu. Akibatnya, Yayasan Sekolah memutuskan untuk membuka lagi program Guru Tamu. Tetapi pada musim semi, John Sinclair--pendiri White Panther, kelompok sayap kiri radikalmuncul di Sekolah Troy. Surat kabar Troy memuat pidatonya. Banyak penduduk yang terganggu, dan sekolah dibanjiri telpon yang memprotes kejadian itu. Kontroversi tentang jadwal fleksibel di Sekolah Troy mendidih selama musim panas 1967. Koran lokal memuat satu halaman surat kepada editor tentang inovasi itu. Ketua Departemen IPS Sekolah Troy menulis: "Situasi kita sekarang ini adalah karena kepatuhan tanpa akal (noro bontek; mdr)terhadap prinsip-prinsip yang kurang dipahami". Kepala sekolah Blanchard dikutuk karena kontroversi di sekitar permasalahan Sekolah Troy dengan inovasi jadwal fleksibelnya. Dalam rapat tanggal 13 Juni, Yayasan memutuskan untuk memberi masa percobaan kepada kepala sekolah, agar dalam waktu satu tahun semua siswa masuk kelas dan program Kelompok C dihentikan. Pada Juli, Yayaan menolak sumbangan $120.000 dari pemerintah federal, dan juga menolak melanjutkan bantuan yang telah banyak membawa tamu ke Sekolah Troy, yang menjadikan xekolah seperti "akuarium". Klik guru yang tidak setuju mencoba mendesak kepala sekolah untuk mengundurkan diri, tetapi Yayasan masih mempertahankan. Namun demikian Joe Blanchard menjadi lelah dengan kontroversi tentang inovasi, dan pada akhir September 1967, dia meletakkan jabatan dan menerima pekerjaan di sekolah inovatif yang lain. Ia diganti kepala sekolah baru, yang bersekutu dengan klik minortitas guru yang menentang inovasi jadwal fleksibel. Tetapi mayoritas staf tetap mendukung inovasi, dan ini berlanjut sampai tahun ketiga, walaupun ada beberapa modifikasi. Selama tahun keempat, 1968-1969, pengawas sekolah diberhentikan, karena ia merasa sudah tidak dipercaya lagi oleh mereka yang menentang inovasi. Sebetulnya, dia telah dituduh menyalahgunakan dana, walaupun tuduhan ini tidak ada bukti. Pada awal musim semi 1969, koran memberitakan bahwa skor ujian siswa Troy menurun, dan jadwal fleksibel dituduh sebagai penyebab kinerja jelek siswa ini. Pada Maret 1969 yayasan sekolah memutuskan menghentikan inovasi itu. Tetapi setelah diadakan dengar pendapat dengan masyarakat, yayasan mengubah keputusannya dan menghedupkankembali jadwal fleksibel. Tetapi pada musim gugur 1969, pendukung inovasi telah kehilangan sema-ngat untuk melanjutkan inovasi. Dana sekolah tidak mencukupi, karena isu kegagalan meraih dana masyarakat, dan melonjaknya tekanan pendaftaran Sekolah Troy untuk masuk ke sessi setengah-hari. Yayasan Sekolah memu-tuskan menghentikan komputerisasi jadwal setelah tahun ajaran 1969-1970, tahun kelima inovasi. Sekarang, setelah satu dekade

atau lebih, sangat sedikit orang di Troy, Michigan, sangat sedikit yang ingat bahwa sekolah mereka pernah menjadi superinovator.

Mengapa komputerisasi jadwal di Sekolah Troy gagal? 1. Teknologi itu belum dikembangkan dengan baik pada saat Sekolah Troy mengadopsi pada tahun 1965. Joe Blanchard dan koleganya menerapkan komputerisasi jadwal tanpa pernah melihat sekalipun ke sekolah yang telah menerapkannya (pengguna awal inovasi ini semua berada jauh di California). Troy pertama mengadopsi tanpa modifikasi (walaupun kemudian banyak terjadi re-invensi), dan barangkali inovasi itu merupakan perubahan yang terlalu radikal bagi sekolah konvensional seperti Sekolah Troy. Ketidak-sesuaian terbesar adalah berkenaan dengan kuliah tamu, Kelompok C bagi siswa bermasalah, dan waktu bebas yang diberikan kepada siswa. Sebetulnya tidak satupun dari unsur-unsur itu yang merupakan komponen penting inovasi (bayak sekolah di Midwestern yang mengunjungi Troy tidak melaksanakan unsur-unsur itu ketika mereka mengadopsi inovasi komputerisasi jadwal) Misalnya, kebebasan siswa dalam menggunakan waktu di luar jam pelajaran muncul karena tidak cara yang tepat untuk menelusuri kehadiran siswa yang dirancang sebelumnya pada saat jadwal fleksibel diterapkan. Kelompok C merupakan keberhasilan bagi siswa-siswa bermasalah yang mengikutinya, karena kebanyakan mereka belajar menikmati sekolah. Tetapi pada hari terakhir sekolah pada tahun 1966, seorang siswa di Kelompok C kelihatan memeluk seorang guru ketika perpisahan; tiga guru dari klik anti-inovasi melihat peristiwa itu, dan rumor mengenai Kelompok C mulai merebak. Inovasi komputerisasi jadwal disalahkan karena penentangan terhadap Kelompok C. 2. Inovasi itu disalah-pahami secara luas, dan kenyataannya dipersalahkan karena sesuatu yang berjalan salah di Sekolah Troy. Ketika tindakan vandalisme merebak, jadwal fleksibel dianggap penyebabnya, karena siswa diberi waktu bebas. Ketika nilai uji-kinerja siswa jatuh, jadwal fleksibel disalahkan, walaupun beberapa pengamat mengatakan bahwa tes itu tidak mengukur apa yang sedang diajarkan di Sekolah Troy. Kesalahpahaman-kesalahpahaman ini muncul, sebagian karena inovasi itu diterapkan dengan sangat cepat, dan beberapa guru, banyak siswa, dan kebanyakan orangtua mereka tidak sepenuhnya memahami dampak-dampak jangka panjang yang akan dihasilkan inovasi ini. 3. Yayasan dan pengawas sekolah, penjaga gawang* inovasi ini, tidak berpartisipasi sepenuhnya dalam proses inovasi di mana komputerisasi jadwal diperkenalkan ke Sekolah Troy. Joe Blanchard sangat bersemangat dengan inovasi itu sehingga ia kurang berupaya membantu Yayasan dan pengawas sekolah yang berkuasa untuk berpartisipasi dalam proses inovasi. Ia juga tidak menyadari sepenuhnya konsekuensi-konsekuensi tak nyaman akan muncul dari inovasi itu. Tetapi ia memperoleh penghargaan nasional sebagai seorang kepala sekolah yang inovatif, dan ketika ia meletakkan jabatan di Troy, ia ditawari jabatan yang menarik di sekolah-sekolah lain. 4. struktur komunikasi staf di Sekolah Troy tidak dipahami dengan baik oleh kepala sekolah dan para aktifis inovasi. Klik minoritas yang terdiri dari 13 guru yang sejak awal menentang komputerisisi jadwal; akhirnya jumlah mereka bertambah sampai cukup kuwat untuk menampakkan kecemasan mereka terhadap inovasi kepada Yayasan sekolah, yang akhirnya memutuskan untuk menghentikan inovasi itu.Penjaga gawang adalah perilaku komunikasi seseorang atau beberapa orang yang menyembunyikan atau mengubah informasi yang mereka*

Perlu dicatat bahwa dalam kasus yang dijadikan ilustrasi ini sebagian besar masalah yang berkenaan dengan komputerisasi jadwal baru mulai pada saat fase implementasi dalam proses inovasi. Bila pakar difusi seperti Havelock dkk (1974), Lin (1966, dan Lin dkk (1966) hanya meneliti tahap-tahap inisiasi dalam proses inovasi, sampai pengadopsiannya, banyak perilaku yang sangat menarik tidak terdeteksi.

Keinovatifan Organisasi Penelitian difusi dimulai dengan penyelidikan terhadap pembuat keputusan individual seperti para petani, sebagaimana dibahas pada Bab 2. ketika paradigma ini diperluas ke para dokter dan guru, kajian-kajian difusi pada mulanya mengabaikan fakta bahwa para guru adalah pekerja sekolah dan kebanyakan dokter bekerja di rumah sakit atau dalam suatu kelompok praktek. Akhirnya, pada tahun 1960, kami mulai melihat kajian-kajian difusi yang unit adopsinya adalah suatu organisasi, bukan inodividual. Tetapi kajian-kajian awal tentang keinotifan organisasi sangat tidaklengkap dan terlalu menyederhanakan karena data hanya diperoleh dari individu tunggal (biasanya direktur); intinya, setiap organisasi dalam kajian difusi ini direduksi hingga menjadi sama dengan seorang individu. Sampai tahun 1970an ada kecenderungan untuk begitu saja mengalihkan model dan metode keinovatifan yang asalnya dikembangkan untuk individual ke kajian organisasi, sering tanpa berpikir cermat melalui cara-cara di mana dua level sistem itu sama atau berbeda (Eveland, 1979). Saya pikir Profesor Neal Gross dkk (1971:22) mungkin benar ketika (sekitar sepuluh tahun yang lalu) menyatakan: pendeknya, sementara model difusi (klasik)nya Rogers mungkin berguna untuk memahami adopsi inovasi sederhana di kalangan sejumlah individu, tampaknya kurang bernilai untuk menjelaskan implementasi inovasi organisasi. Ratusan studi tentang kenovatifan organisasi telah dilakukan sebelum saya mulai memimpin pemberontakan terhadap mereka. Selama tahun 1970an, suatu bentuk penelitian difusi mulai dilakukan di organisasi, melihat ke dalam organisasi itu pada saat inovasi berproses. Bukannya menentukan variabel-variabel yang berhubungan dengan lebih atau kurang inovatifnya organisasi, kami mulai menelusuri proses inovasi dalam organisasi. Ini adalah proses penelitian, suatu tipe penggalian dan analisis data yang terdiri dari penentuan co-variances di antara serangkaian variabel, tetapi tidak urutan waktunya. Kami tidak bermaksud mencela kajian-kajian tahun 1960an tentang keinovatifan organisasi. Sungguh, penelitian seperti yang dilakukan Mohr (1969) dan ratusan yang lain membantu menjelaskan karakter organisasi yang inovatif; banyak di antara karakter ini sama dengan karakter individu yang inovatif. Misalnya, organisasi yang lebih besar lebih inovatif, seperti halnya perseorangan semakin besar penghasilan dan semakin tinggi status sosial ekonominya semakin inovatif. Tetapi karakter-karakter tertentu organisasi tidak dimiliki oleh individu; misalnya karakteristik struktur organisasi antara lain keterbukaan sistem* dan formalisasi** yang ditemukan berhubungan positif atau negatif dengan keinovatifan organisasi. Maka ada ada cukup jelas keaslian konseptual dalam kajian-kajian keinovatifan organisasi, walaupun metodologi penelitian mereka dikopi dari kajian-kajian difusi (level) individual.

Keterbukaan sistem adalah seberapa jauh anggota suatu sistem terkait satu sama lain dengan mereka yangberada di luar sistem. Suatu sistem yang terbuka bertukar informasi dangan sistem-sistem di sekitarnya. ** Formalisasi adalah seberapa ketat suatu organisasi menerapkan aturan-aturan dan prosedur-prosedur dalam perilaku anggotanya.

*

Beberapa Kelemahan Kajian Keinovatifan Organisasi Setelah ratusan kajian keinovatifan organisasi dilaksanakan, pendekatan terhadap inovasi di organisasi ini umumnya menjadiketinggalan jaman. Mengapa? 1. kajian-kajian keinovatifan organisasi menemukan hubungan yang agak rendah antara variabel-variabel bebas yang dikaji dengan variabel bergantung keinovatifan. Karena semakin besar jumlah sampel (sering mencapai seratus organisasi atau lebih), semakin kajian keinovatifan organisasi itu mengikuti pendekatan analisis data yang sangat kuantitatif. Variabel bebas yang diukur biasanya dimensi-dimensi struktur organisasi seperti sentralisasi, formalisasi, dan semacamnya. Variabel bergantung keinovatifan yang umumnya diukur adalah skor gabungan, gabungan adopsi sepuluh atau duapuluh inovasi. Proses dari masing-masing inovasi dengan demikian tenggelam karena dikumpulkan ke dalam keseluruhan skor keinovatifan masing-masing organisasi. Akibatnya, perbedaan-perbedaan antar inovasi menjadi hilang. Pendekatan analisis data belah-silang (cross-sectional) juga berati bahwa waktu sebagai suatu variabel menjadi hilang; jadi aspek proses (yakni selang waktu) proses inovasi tidak dapat diukur. Kenyataannya, kajian-kajian keinovatifan organisasi belum dirancang dengan tepat untuk membuka pemahaman tentang proses inovasi di organisasi. Yang telah dirancang dan dilakukan dengan baik adalah menentukan karakteristik organisasi yang lebih atau kurang inovatif. Tetapi hasilnya terutama adalah: Atribut-atribut struktur organisasi mau-tidak-mau merupakan penentu adopsi inovasi (Kervasdoue dan Kimberly, 1978). Korelasi-korelasi relatif sederhana variabel-variabel struktur organisasi itu setidaknya membantu membuka kegagalan memahami inovasi di organisasi melalui survei-survei keinovatifan. 2. Salah satu masalah yang menjengkelkan pada kajian-kajian keinovatifan organisasi adalah seberapa memadai data yang diberikan para eksekutif itu mewakili perilaku inovasi anggota organisasi. Karena kajian-kajian keinovatifan organisasi biasanya hanya menggali data dari pucuk-pimpinan, tidak ada cara untuk menentukan seberapa memadai data ini mewakili keseluruhan perilaku organisasi berkenaan dengan inovasi teknologis. Bingham dan Fendreis (1978) mengumpulkan data kuesener dari delapan pejabat kota (Kabag Administrasi, Bag Keuangan, Kapolres, dll.) dari 276 kota diAS tentang pengadopsian inovasi penganggaran. Orang akan menduga bahwa Kepala Bagian dan Bagiankeuangan setuju tentang hal-hal pokok seperti apakah pengadopsian inovasi telah terjadi atau belum. Tetapi kesepakatan antara kedua pejabat itu hanya 86% untuk inovasi Anggaran-Berimbang (zero-base budgeting) dan 70% untuk Sistem Perencanaan, Pemrograman dan Penganggaran (PPBS) dan 60% untuk penganggaran program. Pertanyaan yang menyulitkan setiap pakar yang hanya bergantung pada data dari pucuk-pimpinan suatu organisasi adalah seberapa memadai informasi seperti itu dapat memerikan perilaku keinovatifan organisasi. Tak sepenuhnya, bukti yang ada menunjukkan. Untuk memperbaiki, adalah dengan mengikuti rancangan pengumpulan data responden-ganda (lebih dari satu orang), seperti yang dilakukan oleh Bingham dan Frendreis (1978), walaupun belum begitu baik, pendekatan

Tentu, hanya sekedar seberapa penuh akan bergantung pada seberapa banyak orang-orang dalam organisasi betul-betul terlibat dalam suatu keputusan inovasi. Beberapa kajianmenunjukkan bahwa tidak begitu banyak orang yang terlibat dengan keputusan seperti itu di organisasi publik/pemerintah ( Rogers dkk, 1977a; Rogers dkk, 1979b; Bingham, 1976). Dan dalam kebanyakan kasus, Kabag tidak begitu terlibat langsung dalam proses inovasi. Maka hanya bergantung pada persepsinya tentang proses inovasi akan sangat tidak lengkap

beraneka-pengukuran, di mana digabungkan wawancara, dokumen arsiparis, dan data-data lain tentang proses keputusan inovasi di organisasi. Pendekatan yang mendalam (in-depth approach) seperti itu artinya hanya ada sampel organisasi yang lebih kecil yang dapat dikaji dengan sumber-sumber penelitian yang sama, dan karena itulah di sini kurang sekali dasar-dasar untuk perampatan hasil-hasil penelitian itu. tetapi sebaliknya pendekatan-mendalam seperti itu memberikan data yang lebih diandalkan dan memungkinkan wawasan yang lebih luas dalam melacak sifat proses inovasi pada masing-masing organisasi. jenis rancnagan penelitian ini mengikuti suatu pendekatan proses daripada pendekatan varians. Kenyataan agak terbatasnya pemahaman inovasi dalam organisasi, penelitian proses yang pendekatannya lebih menukik itu lebih tepat. Ukuran dan Keinovatifan Organisasi ukuran suatu organisasi secara konsisten ditemukan berhubungan positif dengan keinovatifannya. Misalnya, Mytinger (1968:7) bertanya: "Apakah (keinovatifan karena) orang, agensi, atau tempat?". Keinovatifan empat puluh Puskesmas (atau Dinas Kesehatan Daerah) di California berhubungan dengan (1) banyaknya staf dan besarnya anggaran, yang selanjutnya bergantung pada (2) luasnya kota yang dilayani, dan (3) kekosmoplitan, akreditasi, dan prestise Kepala Dinas di antara pejabat-pejabat koleganya. Secara keseluruhan, "kajian ini menunjukkan bahwa besaran (size) luasnya luasnya masyarakat dan besarnya Dinas Kesehatan barangkali merupakan hal-hal yang paling mendorong keinovatifan" (Mytinger, 1968:7) Bukti yang sama tentang pentingnya ukuran sebagai suatu prediktor keinovatifan organisasi diberikan oleh Mohr (1969), Kaluzny dkk (1973), Mansfield (1963), dan beberapa yang lain. Mengapa para peneliti secara konsisten menemukan bahwa ukuran merupakan salah satu prediktor terbaik keinovatifan organisasi? Pertama, ukuran merupakan suatu variabel yang mudah diukur, dan dapat diduga dengan relatif agak tepat. Maka ukuran telah dimasukkan pada hampir setiap penelitian keinovatifan organisasi. Kedua, besaran barangkali merupakan suatu ukuran pengganti beberapa dimensi yang membawa pada inovasi: sumber keseluruhan, kelenturan sumber, struktur organisasi, dan sebagainya. Variabel-variabel yang telah teridentifikasi ini belum sepenuhnya dimengerti, atau diukur dengan tepat oleh kebanyakan peneliti. Tak diragukan variabel-variabel yang tak terukur itu merupakan hal yang penting, dan secara intelektual tercurangi, merupakan alasan untuk menemukan bahwa ukuran dan keinovatifan itu berhubungan. Beberapa pakar sangat berminat pada ukuran sebagai suatu variabel, tetapi adalah baik sekali untuk mencari variabelvariabel yang lain. Maka, selamat tinggal "besaran". Atau, setidaknya tutup dulu itu, dan lihat apa yang ada di balik itu.

Ciri-ciri Struktural dan Keinovatifan Organisasi Sepanjang tahun 1960an dan 1970an, keinovatifan dihubungkan dengan variabel bebas yang mengukur dimensi-dimensi tertentu struktur organisasi: sentralisasi, kecanggihan, formalisasi, dan keterbukaan. Gambar 10-1 menunjukkan variabelvariabel struktural itu, yang ditemukan berhubungan dengan keinovatifan organisasi. Kami membagi variabel-variabel bebas ini menjadi tiga macam: (1) ciriciri (kepemimpinan) seseorang, (2) ciri-ciri internal struktural organisasi, dan (3) ciri-ciri eksternal organisasi.

Mari kita lihat variabel-variabel struktur organisasi yang berhubungan dengan keinovatifan organisasi. Sentralisasi yakni sejauh mana kekuatan dan kendali dalam suatu sistem terpusat pada tangan relatif sedikit orang. Sentralisasi biasanya ditemukan berhubungan negatif dengan keinovatifan; yakni, semakin kekuatan itu terpusat dalam suatu organisasi, semakin kurang inovatif organisasi itu. Rentang ide-ide baru dalam suatu organisasi agaknya terhambat ketika sedikit pemimpin di pusat itu mendominasi kancah. Walaupun inisiasi inovasi dalam suatu organisasi kurang sering daripada dalam organisasi yang terdesentralisasi, (organisasi) terpusat dapat betul-betul mendorong penerapan inovasi, begitu keputusan telah diambil. Pada organisasi terpusat, pimpinan puncak kurang terposisikan mengidentifikasi masalah, atau menyarankan inovasi-inovasi yang relevan untuk memenuhi kebutuhan itu. Kerumitan adalah sejauh mana anggota organisasi memiliki tingkat pengetahuan dan keahlian yang cukup tinggi, biasanya diukur dengan rentang spesialisasi jabatan dan tingkat keprofesionalan yang tercermin pada pelatihan formal yang pernah diikuti. Kerumitan mendorong anggota organisasi menyusun dan mengajukan inovasi, tetapi sulit memperoleh kesepakatan untuk menerapkannya. Formalisasi yakni sejauh mana suatu organisasi memberi tekanan pada kepatuhan pada aturan dan prosedur dalam penampilan peran para anggotanya. Tindakan formalisasi seperti ini menghambat anggota organisasi untuk berinovasi, tetapi mendorong penerapan inovasi. Kesinambungan yakni sejauh mana unit-unit dalam suatu sistem sosial dihubungkan dengan jejaringan antarpribasi. Ide-ide baru dapat mengalir lebih mudah dan cepat di kalangan anggota organisasi jika ia punya kebersinambungan sang erat, dan variabel ini berhubungan positif dengan keinovatifan organisasi. Kelenturan Organisasi yakni sejauh mana sumber-sumber yang tidak sepakat ada dalam suatu organisasi. Variabel struktural ini berhubungan positif dengan keinovatifan organsiasi: "kelenturan memberikan sumber dana bagi inovasi yang tidak akan disetujui karena kelangkaan" (Cyert danMarch, 1963:278-279).Ciri-ciri Individual (pemimpin) 1. sikap thd perubahan (+) 2. dll

Ciri-ciri Internal Struktur Organisasi 1. terpusat (-) 2. kerumitan (+) 3. formalisasi (-) 4. ketersinambungan (+) 5. Kelenturan organisasi (+) 6. Ukuran (+)

KEINOVATIFAN ORGANISASI

Ciri-ciri Eksternal Organisasi 1. keterbukaan sistem (+) 2. dll

Gambar 10-1. variabel bebas berhubungan dengan keinovatifan organisasi Beberapa ratus penelitian telah dilakukan tentang variabel-variabel yang berhubungan dengan keinovatifan organisasi. Namun, korelasi yang agak cukup umumnya diperoleh antara variabel-variabel bebas ini dan keinovatifan organisasi. Sejak tahun 1970an kajian-kajian keinovatifan organisasi initelah sangat luas digantikan dengan penelitian proses tentang inovasi dalam organisasi.

Jika kita melihat hasil beberapa ratus kajian keinovatifan organisasi, gambaran umumnya adalah sesuatu korelasi yang agak rendah untuk setiap variabel bebas dalam gambar 10-1 dengan keinovatifan organsisasi. Alasan dasar hasil-hasil yang mengecewakan ini adalah bahwa masing-masing variabel struktur organisasi berhubungan dengan inovasi dalam arah yang satu selama inisiasi, dan dalam arah sebaliknya selama pelaksanaan. Kurang terpusat, sangat rumit, dan kurang formalisasi akan memudahkan inisiasi proses inovasi, tetapi ciri-ciri struktural yang sama menjadikannya sulit bagi organisasi untuk menerapkan suatu inovasi (Sapolsky, 1967, Zaltman dkk, 1973). Jadi, kita melihat betapa membawa subproses inisiasi dan implementasi proses inovasi ke dalam analisis kita membantu menjelaskan hasil-hasil penelitian masa lalu pada korelat-korelat keinovatifan organisasi. Dalam hal ini, mengikuti suatu pendekatan proses (memahami urutan proses inovasi) membantu mengurangi paradoks dalamkorelat-korelat keinovatifan (hasil-hasil terdahulu yang agak mengecewakan diperoleh dari penelitian varians).

TAHAP-TAHAP DALAM PROSES INOVASI ORGANISASI Di awal kami telah menunjukkan bagaimana sifat kajian-kajian keinovatifan organisasi di masa lalu yang "terlalu-menyederhanakan" telah gagal menangkap sifat proses inovasi organisasi yang rumit dan lewat-waktu. Sejak pertengahan tahun 1970an, proses ini telah dilacak oleh pada pakar difusi yang telah mengidentifikasi urutan pokok keputusan, tindakan, dan peristiwa-peristiwa yang mensintesakan persepsi-persepsi aktor kunci yang dapat diingat dalam proses inovasi, rekama tertulis, dan sumber-sumber data lainnya. Penelitian inovasi dalam organisasi ini mengikuti suatu pendekatan proses, sebagai kebalikan dari pendekatan varians pada survei-survei belah-silang keinovatifan organisasi. Suatu Model Proses Inovasi di Organisasi Proses inovasi terdiri dari urutan lima tahap, masing-masing ditandai dengan rentang peristiwa, tindakan, dan keputusan-keputusan tertentu pada saat itu. Tahap yang berikut dalam proses inovasi tidak bisa dilakukan sebelum tahap sebelumnya mantap, apakah implisit atau eksplisit. Kelima tahapan proses inovasi itu tergambar dalam Tabel 10-1

PENGATURAN ACARA (AGENDA SETTING) Singkat kata, agenda-setting adalah sesuatu yang terus menerus berlangsung di setiap organisasi, dan sebetulnya bukan merupakan bagian proses inovasi. Kami membantu pemahaman proses inovasi dengan mempertimbangkan agenda-setting sebagai bagian urutan, karena di sinilah motivasi awal muncul dan mendorong langkah-langkahberikutnyadalam proses inovasi. Pandangan kami tentang agenda-setting mencakup pengertianbahwa satu atau lebih individuu dalam suatu organisasi mengidentifikasi masalah yang penting dan mencari inovasi sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut. Kesenjangan performansi adalah jarak antara harapan organisasi dengan performansi nyatanya. Perbedaan antara bagaimana anggota organisasi memandang penampilannya, dibandingkan dengan apa yang merasakan seharusnya, dapat menjadi daya pendorong yang kuat untuk mencari suatu inovasi. Di pihak lain, kebanyakan organisasi terkait dengan petualangan penjelajahan dengan menscan lingkungan barangkali ada ide-ide baru yang bermanfaat bagi organisasi. Seperti dikemukakan March (1981), inovasi dalam organisasi "sering kurang terdorong oleh masalah daripada pemecahan. Jawaban sering mendahului

pertanyaan". Kebanyakan organisasi menghadapi banyak masalah, tetapi proses pengetahuan tentang sedikit inovasi yang memberikan pemecahan. Maka, peluang pengidentifikasian suatu inovasi yang cocok dengan permasalahan tertentu sangt kecil. Tetapi bila seseorang (organisasi) mulai dengan suatu pemecahan, ada peluang yangbaik bahwa inovasi akan cocok dengan masalah yang dihadapi organisasi. Akibatnya, kebanyakan organisasi terus-menerus menscan inovasi, dan mencocokkan setiap inovasi yang ditemui dengan masalah-masalah yang dihadapi. Bukti yang mendukung pendapat bahwa kesadaran tentang suatu inovasi melancarkan proses inovasi dalam suatu organisasi diberikan oleh Eveland dkk (1977). Rogers dkk (1976), dan beberapa peneliti lainnya. Misalnya, berdasarkan kajiannya tentang individualisasi-pengajaran pada enam sekolah di Filipina, (Bernas, 1981:71) menyimpulkan: "kesadaran keberadaan individualisasipembelajaran itu menciptakan tuntutan untuk inovasi itu sendiri" pada Bab 5 kami katakan bahwa orang bisa memulai proses keputusan-inovasi opsional karena kesadaran adanya suatu inovasi, dan kemudian menemukan bahwa mereka membutuhkan itu. Di sini kita melihat bahwa keberiringan urutan peluncuran suatu proses inovasi dalam organisasi. Maka proses itu bisa berawal dari pengenalan masalah ataupun pengenalan inovasi. Yang sering justru yang terakhir. Berdasar analisisnya tentang bagaiman peraturan-peraturan (undang-undang) baru diloloskan oleh Senat AS, Walker (1977) menyimpulkan: "Mereka yang menyusun agenda legislatif itu, dengan kata lain, dapat memperbesar pengaruhnya beberapa kali lipat denganmenentukan fokus perhatian dan daya dalamkeseluruhan proses politik". Peran agenda-setting dalam suatu organisasi itu sungguh sangat luar biasa. Tabel 10-1. Tahap-tahap Proses Inovasi di Organisasi

TAHAP PROSES INOVASII. INISIASI 1. AGENDA SETTING 2. PENCOCOKAN

KEGIATAN POKOK PADA SETIAP TAHAP DALAM PROSES INOVASIsemua kegiatan mulai dari pencarian informasi, konseptualisasi, dan perencanaan adopsi inovasi, yang membawa pada keputusan untuk mengadopsi pendefinisian masalah-masalah organisasional umum, yang mungkin menciptakan suatu kebutuhan nyata terhadap suatu inovasi. Mencari inovasi yang berharga bagi organisasi. masalah dari agenda setting dipertimbangkan bersama dengan suatu inovasi, dan merencanakan danmerancang kecocokan antara keduanya. semua peristiwa, tindakan dan keputusan-keputusan yang berkait dengan penggunaan suatu inovasi. (1) inovasi diubah dan dire-invensi untuk mencocokkan situasi khusus organisasi dengan masalah yang diketahui, dan (2) struktur organisasi secara langsung cocok dengan inovasi berubah untuk mengakomodasi inovasi hubungan antara inovasi dan organisasi didefinisikan lebih jelas sebagai inovasi adalah menempatkannya pada penggunaan penuh dan resmi sedikit demi sedikit inovasi kehilangan identitas berbedanya dan menjadi unsur dalam aktifitas organisasi yang biasa.

II. IMPLEMENTASI 3. PENDIFINISIAN-ULANG/ PENSTRUKTUSAN 4. KLARIFIKASI 5. RUTINISASI

3. PENCOCOKAN Pada tahap proses inovasi ini, terjadi pembahasan masalah yang dihadapi organisasi dengan inovasi dalam rangka memastikan seberapa cocok antara keduanya. Inilah bentuk ujian realitas di mana organisasi berupaya menguji kelayakan inovasi dalam memecahkan masalah yang dihadapi organisasi. Percobaan simbolik perlu dibuat mengenai antisipasi permasalahan yang akan muncul bila inovasi diterapkan. Tentu saja pengambil keputusan di organisasi perlu menyimpulkan ketakcocokan inovasi dengan masalah yang terjadi. Keputusan ini akan membawa pada penolakan, penghentian inovasi sebelum proses implementasi. Agenda-setting dan tapa pencocokan dalam proses inovasi bersama-sama merupakan inisiasi, yang diartikan sebagai semua pencarian informasi, konseptualisasi, dan perencanaan pengadopsian suatu inovasi, yang membawa kepada keputusan untuk mengadopsi. Maka keputusan ini merupakan pembatas dalam proses i novasi antara inisiasi dan implementasi, yang diartikan sebagai semua peristiwa, tindakan, dan keputusan-keputusan yang berkenaan dengan penggunaan inovasi. Implementasi terdiri adari tiga tahap. 3. Restrukturisasi Pada tahap ini inovasi yang diimpor dari luar organisasi sediit-demi sedikit mulai kehilangan sifat asingnya. Di satu pihak, jika inovasi tidak terlalu sesuai dengan situasi organisasi, ia direinvensi agar lebih dapat mengakomodasi dengan kebutuhan dan struktur organisasi. Sebagaimana dikemukakan pada Bab 5, reinvensi tdak banyak dikenal sebagai sesuatu perilaku yang sering terjadi sampai para pakar difusi mulai menyelidiki proses inovasi di organisasi. Begitu para pakar mulai menggunakan penelitian proses, dan mengkaji inovasi dalam organisasi, mereka mulai menemukan banyak perilaku reinvensi. Tidak hanya inovasi yang diubah agar cocok dengan organisasi, struktur organisasi mungkin juga diubah untukmengakmodasi inovasi. Kadang-kadang suatu unit organisasional baru diadakan yang bertanggung jawab dala mpenerapan inovasi. Misalnya, ketika suatu organisasi menginstal komputer baru atau perlengkapan pemrosesan data baru. Pada kasus lain, inovasi itu mungkin mempengaruhi keseluruhan struktur organisasi, misalnya ketika diperkenalkan sistem pengiriman pesan elektronik. 4. KLARIFIKASI Sedikit demi sedikit inovasi diterapkan secara luas di organisasi, dan ketika ini terjadi maka makna ide-ide baru itu menjadi lebih jelas bagi anggota organisasi. Seperti kami kemukakan pada ilustrasi kasus, terlalu cepat penerapan suatu inovasi pada tahap klarifikasi dapat membawa malapetaka. Salah paham atau efek samping inovasi yang tak diharapkan bisa terjadi, namun bila teridentifikasi, tindakan korektif dapat dilakukan. Susunan yang mantab berkenaan inovasi sekarang dapat dibuat; inovasi menjadi melekat (tertanam) dalam sturktur organisasi. 5. PERUTINAN Pada tahap ini inovasi menyatu dalam kegiatan reguler organisasi, dan inovasi kehilangan identitas pembedanya. Kita hendaknya tidak lupa bahwa penghentian inovasi dapat terjadi sepanjang tahap perutinan; tak melanjutkan penerapan seperti itu telah diuraikan sebelumnya pada inovasi komputerisasi jadwal di Sekolah Troy.

Tabel 10-2. pengklasifikasian Adopsi Komputerisasi Jadwal dn Sekolah Troy berdasarkan Tahapan Proses Inovasi.

TAHUN SEKOLAH1964-1965

TAHAPAN DAN PROSES INOVASI INISIASI1. AGENDA SETTING (1) Kepala sekolah merasa bahwa Sekolah Troy perlu suatu perubahan besar; mencari inovasi yg radikal. (2) Seorang profesor memberi KS sebuah buku tentang Komputerisasi Penjadwalan 2. MATCHING 3. RESTRUKTURISASI

IMPLEMENTASI4. KLARIFIKASI 5. PERUTINAN

(1) KS minta film tentang inovasi tersebut (2) KS pergi ke Chicago untuk mendiskusikan inovasi itu dengan perwakilan Stanford Univ. (1) staf sekolah menyetujui inovasi itu (2) Pengawas Sekolah dan Yayasan Sekolah menyetujui

1965 1966

(1) Komputerisasi Penjadwalan dijelaskan kpd siswa dan ortu (2) Ketidak-hadiran kelas (yg tinggi) memaksa sekolah membuat sistem pelacakan (1) masalah muncul berkait dengan Klaster C dan Program Guru Tamu (2) KS mengundurkan diri (3) Penilik mengundurkan diri (4) Nilai ujian Sekolah Troy merosot (5) Keterbatasan dana sekolah da merosotnya pendaftar memaksa jam sekolah setengah hari (6) Yayasan Sekolah memutuskan untuk menghentikan Komputerisasi Penjadwalan (inovasi tidak dirutinkan)

1966-1967

1967-1968 1968-1969

1969-1970

URUTAN WAKTU TAHAP-TAHAP PROSES INOVASI Kelima tahap yang baru saja diuraikan itu biasanya terjadi dalam suatu urutan, namun tidak selalu begitu. Yakni, sampai aktifitas pada satu tahap selesai secara substansial, setidaknya secara implisit, tahap berikutnya tidak dapat dimulai. Proses inovasi bisa berjalan lambat atau cepat; ini bisa menyebabkan masalahmasalah yang sebelunya tak dikenali. Dan sangat mungkin terjadi satu atau lebih tahapan dalam proses inovasi terloncati. Sayangnya, hanya belasan penelitian tentang proses inovasi di organisasi yang telah dilakukan sampai saat ini, dan demikian sedikit bukti apakah tahap-tahapan dalam model kami itu terjadi atau tidak. Tabel 10-2 tentang diagram tahap-tahap proses inovasi komputerisasi jadwal di Sekolah Troy, kasus yang telah kami sajikan sebelumnya. Dukungan yang paling meyakinkan terhadap urutan tahap yang kami ajukan diberikan oleh Pelx (1981), yang menyelidiki urutan waktu serangkaian tahap yang mirip dengan yang kami susun tentang tiga inovasi (konservasi energi, pemrosesan sampah pada, dan pengendali kebisingan) yang masing-masing diadopsi oleh 18 kota di AS. Tahap-tahap proses inovasi biasanya terjadi dalam urutan waktu sebagaimana diharapkan bila inovasi itu diimpor oleh organisasi dari sumbersumber dari luar. Tetapi bila inovasi itu berasal dari organisasi itu sendiri, tahaptahap dalam proses inovasi tampaknya kacau-balau dan tumpang tindih. Implementasi yang Gagal: berawal terlalu besar2 Banyak masalah yang dapat mengganggu atau menghentikan penerapan suatu inovasi dalam organisasi.salah satunya adalah permulaan yang terlalu besar. Suatu gerakan yang mendadak pada penerapan inovasi secara menyeluruh bisa membawa suatu organisasi melupakan tahap-tahap penting dala proses inovasi. Misalnya, jika tahap klarifikasi dilakukan tergesa-gesa, tahap perutinan mungkin tidak pernah terjadi karena muncul masalah-masalah penerapan. Dial-A-Ride merupakan satu bentuk pemesanan tiket perjalanan (bisa, kereta, atau van) lewat telpon. Sepanjang tahun 1970an DAR menyebar dengan cepat ke seluruh AS sebagai satu solusi masalah tarnsportasi perkotaan. Pada pertengahan tahun 1978 lebih dari 300 organisasi lokal di AS telah mengadopsi DAR. Tak diragukan, pengalaman paling luas diketahui dengan implementtasi yang terlalu cepat DAR adalah pada Kabupaten Santa Clara di California. DAR diusulkan oleh distrik transit kabupaten pada 24 November 1974, dan mulai memberikan layanan penuh pada 21 Desember 1974. ia melayani keseluruhan kabupaten yang berpenduduk sekitar 1,2 juta jiwa, suatu daerah padat terpusat di San Jose. Pengadopsian DAR merupakan yang terbesar yang pernah diupayakan pada saat itu di AS (Carlson, 1976) Harapan tinggi masyarakat terhadap DAR cepat sekali runtuh. Pada hari pertama layanan penuhnya, Minggu, sekitar 50.000 panggilan DAR masuk. Permintaan yang sangat banyak ini membanjiri kapasitas sistem telpon lokal. Pada hari Selasa, semua penduduk kabupaten mendapatkan cerita horor berkenaan dengan sistem komunikasi telpon. Tujuan DAR yang dinyatakan, lima sampai sepuluh menit masa tunggu, akan diterima setidaknya 210 kendaraan DAR; lebih sedikit dari 75 yang ada pada suatu hari. Ketak-tepatan (unreliability) layanan DAR menyebabkan para penumpang terlantar di pelosok-pelosok kabupaten; pengalman pahit mereka segera termuat dalam surat-surat pembaca di koran-koran lokal. Krisis ini mereda ketika Bupati Santa Clara membuat aturan bahwa dinas perhubungan harus menghentikan DAR di Santa Clara atau segera mulai bernegosiasi untuk membeli ke delapan perusaha taksi yangbersaing di kota itu.2

Diaambil dari Rogers dkk (1979b) dengan ijin.

Pada 9 Mei 1975. DAR di Santa Clara dihentikan (kecuali DAR kecil yang bergerak dengan 6 kendaraan di wilayah yang terbatas di county tersebut). Suatu evaluasi post-mortem yang dilakukan Carlson (1976) mengidentifikasi empat Kesalahan: (1) memulai layanan menyeluruh sistem DAR secara serentak, (2) ketidak-tepatan sistem komuikasi pelanggan, (3) ketidak-tepatan jumlah kendaraan, dan (4) perusahaan taksi mogok. Kesalahan pertama adalah yang paling gawat; keputusan pemerintah kabupaten untukmelayani keseluruhan daerah dari hari pertama bahwa layanan diberikan berarti bahwa semua kesalahan punya dampak luas, dan semua masalah adalah luasnya sistem sejak awal (Carlson, 1976) Mengapa DAR di Santa Clara tidak diterapkan secara bertahap? Perencana transportasi Santa Clara sesungguhnya telah menyarankan implementasi bertahap, tetapi karena alasan politik pejabat daerah mengabaikan saran ini. Mereka merasa bahwa ini secara politik akan saran tersebut akan tidak menampakkan kepada penduduk kota bahwa suatu sistem transportasi baru akan ada kecuali pada beberapa wilayah yg terbatas, walaupun semua penduduk akan membayar untuk itu. Pelajaran negatif dari Kab Santa Clara adalah tidak terjadi pada banya kota yang kemudian mengadopsi DAR: ada bbrp resiko serius dalam penerapan suatu inovasi dengan cara yang memungkinkan penerapan ssegera, tampak dan meluas. Ketakutan terlibatnya masyarakat dalam skala besar dalam bencanajelas mendorong banyak pengaopsi yang lebih lambat untuk menerapkan DAR pelanpelan (bertahap)3. Informasi tentang keruntuhan hebat DAR Santa Clara tersebar dengan cepat, walaupun tidak ada bahan-bahan tertulis mengenai hal ini. Sejumlah besar pengunung dari berbagai kota AS, dan dari Eropa, Ustrali dan Jepang, mengunjungi San Jose untuk mendiskusikan pengalaman itu. Kesadaran yang luas tentang DAR SANta Clara menjadi pembicaraan luas, melalui jaringan antarpribadi para profesional perhubungan. KESIMPULAN Organisasi adalah suatu sistem tetap orang-orang yang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama melalui suatu hirarki jenjang dan suatu divisi tenaga kerja. Walaupun perilaku organisasi ini relatif tetap, inovasi berlangsung sepanjang waktu. Sampai kira-kira pertengahan 19070an, inovasi dalam organisasi hanyalah dikaji sebagai variabel penelitian; variabel-variabel indpenden yang dihubungkan dengan keinovatifan organisasi dalam analisis data belah-silang. Kepala eksekutif suatu organisasi diminta memberiinformasi dalam survei skala besar ini. Hal-hal yang berkenaan dengan karakteristik keinovatifan organisasi yang agak rendah ditemukan, dan sekarang jenis riset seperti ini sudah jauh ketinggalan jaman. Ia telah digantikan oleh penelitian proses tentang proses inovasi di organisasi. Kami membagi proses inovasi di organisasi menjadi (1) inisiasi, yaitu semua pencarian informasi, konsptualisasi, dan perencanaan pengadopsian suatu inovasi, sampai pada keputusan untuk mengadopsi, dan (2) implementasi, yakni semua peristiwa, tindakan dan keputusan yang berkait dengan penerapan inovasi. Dua tahap inisiasi adalah agenda setting dan penyesuaian, dan tiga tahapan implementasi adalah restrukturisasi, klarifikasi dan perutinan.

3

Jelas, pelajaran Santa Clara County tidak sepenuhnya disadari oleh program DAR di Wichita pada bulan Desember 1976. sekitar 7000 panggilan telpon diterima pada jam pertama, yang memukul sistem telpon lokal, dan membawa pada penghentian inovasi.