DIFUSI INOVASI GERAKAN MENSHOLATKAN ORANG HIDUP DI …

234
DIFUSI INOVASI GERAKAN MENSHOLATKAN ORANG HIDUPDI MASJID JOGOKARIYAN YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS IMARAH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos) Disusun oleh: Adilah Bagus Prasojo NIM: 11170510000031 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H / 2021 M

Transcript of DIFUSI INOVASI GERAKAN MENSHOLATKAN ORANG HIDUP DI …

DIFUSI INOVASI GERAKAN “MENSHOLATKAN

ORANG HIDUP” DI MASJID JOGOKARIYAN

YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS

IMARAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)

Disusun oleh:

Adilah Bagus Prasojo

NIM: 11170510000031

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2021 M

i

DIFUSI INOVASI GERAKAN “MENSHOLATKAN

ORANG HIDUP” DI MASJID JOGOKARIYAN

YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS

IMARAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)

Oleh:

Adilah Bagus Prasojo

NIM: 11170510000031

Pembimbing

Thalitha S. Rosyidiani, M.Ikom

NIP. 199102172018012004

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/ 2021 M

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Adilah Bagus Prasojo

NIM : 11170510000031

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul DIFUSI

INOVASI GERAKAN “MENSHOLATKAN ORANG

HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN YOGYAKARTA

DALAM MENINGKATKAN KUALITAS IMARAH” adalah

benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan

tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada

dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber

kutipannya dalam Skripsi. Saya bersedia melakukan proses

semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

jika ternyata tesis ini sebagian atau keseluruhan merupakan

plagiat dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 01 Agustus 2021

Penulis,

Adilah Bagus Prasojo

NIM. 11170510000031

iii

LEMBAR PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI

Skripsi yang berjudul DIFUSI INOVASI GERAKAN

“MENSHOLATKAN ORANG HIDUP” DI MASJID

JOGOKARIYAN YOGYAKARTA DALAM

MENINGKATKAN KUALITAS IMARAH telah diujikan

dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

pada hari Selasa, 24 Agustus 2021. Skripsi ini telah diterima

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

pada S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

Jakarta, 24 Agustus 2021

Sidang Munaqosyah

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Dr. Armawati Arbi, M.Si Dr. Edi Amin, M.A

NIP. 196502071991032002 NIP. 197609082009011010

Penguji I Penguji II

Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si Fita Fathurokhmah, M.Si

NIP. 197608122005011005 NIP. 198306102009122001

Pembimbing

Thalitha S. Rosyiidiani, M.I.Kom

NIP. 199102172018012004

iv

ABSTRAK

Adilah Bagus Prasojo, Difusi Inovasi Gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup” Di Masjid Jogokariyan Yogyakarta Dalam Meningkatkan

Kualitas Imarah.

Saat ini, eksistensi masjid sudah mulai tergerus seiring dengan

perkembangan zaman. Banyak fenomena dimana pertumbuhan masjid yang

semakin banyak namun tidak diimbangi dengan upaya memakmurkannya.

Dalam menjawab persoalan tersebut, hadirnya gerakan “Mensholatkan

Orang Hidup” di Masjid Jogokariyan Yogyakarta mampu menarik kembali

minat masyarakat dalam memakmurkan masjid. Dari permasalahan di atas, sebagai tujuan dari tulisan ini, dapat

diajukan sebuah pertanyaan mayor, yaitu bagaimana difusi inovasi gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” di Masjid Jogokariyan Yogyakarta dalam

meningkatkan kualitas imarah? Pertanyaan ini akan dijawab dengan dua

pertanyaan minor: 1) Bagaimana proses difusi inovasi gerakan “Mensholatkan

Orang Hidup”? 2) Apa saja faktor pendukung dan penghambat difusi difusi

inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”?

Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivisme untuk melihat

realitas nyata pada proses difusi dan pengambilan keputusan inovasi terhadap

inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”. Sebagai pisau analisis, penulis

gunakan Teori Difusi Inovasi milik Everret M. Rogers yang diartikan sebagai

proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran komunikasi

tertentu dalam jangka waktu tertentu kepada anggota sistem sosial. Teori ini

melihat suatu inovasi menyebar dalam pola yang dapat diprediksi.

Hasil penelitian menujukan inovasi gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup” yang hadir dalam bentuk pelayanan dan kemudahan dalam

beribadah telah berhasil dikomunikasikan melalui saluran interpersonal dan

media. Dalam menerima inovasi warga jamaah melalui serangkaian tahapan

pada proses pengambilan keputusan, diantaranya: tahap pengetahuan, tahap

persuasi, tahap keputusan, tahap implementasi dan tahap konfirmasi.

Terdapat faktor pendukung yaitu: 1) Derajat manfaat, 2) Efektivitas diri, 3)

Insentif status, dan 4) Nilai individu. Juga terdapat faktor penghambat

proses difusi inovasi yaitu berkaitan dengan 1) aspek ideologis dan historis,

2) Sosiologis, 3) Dampak negatif internet.

Sebagai refleksi, melalui inovasi gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup” di Masjid Jogokariyan Yogyakarta kini telah menjadi pilar penting

dalam membangun masyarakat madani dengan pendekatan aktivitas sosio-

keagamaannya. Dimulai dengan membangkitkan kesadaran dan pemahaman

masyarakat akan pentingnya sholat berjamaah.

Kata Kunci: Masjid, Kemakmuran, Difusi, dan Inovasi

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah Segala Puji Allah SWT, atas segala

limpahan berupa rahmat, hidayah dan inayah-Nya, serta

kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas

akhir ini. Shalawat bertangkaikan salam berbuah syafaat penulis

ucapkan kepada junjungan alam yakni Rasulullah Muhammad

SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliah

kepada zaman yang penuh cahaya dan ilmu pengetahuan seperti

yang kita rasakan pada saat sekarang ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Komunikasi Islam di Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam

penyusunan Skripsi hingga terselesaikannya, banyak sekali

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril

maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc.

MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Dekan Fakultas Dakwah

dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Dr. Siti Napsiyah, S.Ag sebagai

wakil Dekan I Bidang Akademik. Dr. Sihabbudin

Noor, M.Ag sebagai wakil dekan II Bidang

vi

Administrasi Umum dan Dr. Cecep Castrawijaya,

MA. sebagai wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.

3. Dr. Armawati Arbi, M.Si selaku Ketua Jurusan

Komunikasi dan Penyiaran Islam, dan Dr. H. Edi

Amin, M.A selaku sekertaris Jurusan Komunikasi dan

Penyiaran Islam.

4. Thalitha Sachariissa Rosyiidiani, M.I.Kom. selaku

Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan

waktu dan pikirannya di tengah kesibukannya untuk

membimbing, mengarahkan, memotivasi dan

membagi ilmu kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga Allah

SWT senantiasa memberikan keberkahan dan

kebaikan kepada beliau.

5. Fita Fathurokhmah, M.Si. selaku Dosen pembimbing

Akademik yang telah membantu memperlancar dan

memberikan semangat dalam penggarapan Skripsi ini.

6. Segenap Dosen, Karyawan serta Staff Tata Usaha

Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Segenap Keluarga Besar Takmir Masjid Jogokariyan

Yogyakarta dan para informan yang telah bekerja

sama memberikan izin penelitian dan telah membantu

penulis selama penelitian.

8. Orang Tua penulis, Bapak Sugiyanto, Ibu Rohimah,

dan Adik Diah Telogo Wiyah serta keluarga besar

tercinta yang selalu memberikan doa, semangat,

vii

bantuan dan dukungan baik secara moril dan materil

disetiap langkah penulis dalam menuntut ilmu di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Teman terdekat penulis di Kontrakan B4 An-Nubala

Hasanal Ali Tambak, Sasli Agus, Feri Arifyanto, Budi

Santoso, Aan Najmutsaqib, Zainy M. Hulwany,

Muslimin dan Mas Doni. Sohib penulis, akh Adi

Saputra, Qhoirul Aziz, Barkah Tri Anggono. Terima

kasih telah menjadi tempat berkeluh kesah dan selalu

membersamai penulis dalam keadaan apapun. Tiada

henti memberikan doa, dukungan semangat, motivasi

baik secara moril maupun materil selama penulis

menuntut ilmu baik di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta maupun di rumah.

10. Sahabat tercinta, sahabat seperjuangan di Ma’had Al-

Jami’ah Mabna Syekh Nawawi 2017/2018 khususnya

Arranda Alvin Bamisti, M. Ikhwanul Muslimin, Rais

Rahardi, AMR Hisyam dan di kelas S1 Komunikasi

Penyiaran Islam Angkatan 2017 Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Tantya

Legystania, S.Sos, Luthfhiya Mufiidah, S.Sos,

Febriansyah, Nafan Hudzaifi, S.Sos, Multazam,

Zaenal Ameth, Yefriadi Syahrin, Muslimin, Alyasa

Wasyil Bahri, Ryan Aldian. Yang sudah sama-sama

berjuang dalam menimba ilmu dan saling memberikan

bantuan dan dorongan motivasi satu sama lain.

viii

11. Tim Yogyakarta, Sedulur Mas Fitra Purnama Agung,

M.Pd, Ahmad Faisal Amini Fadli, Jepri Yanto,

Wildan Ahmad Nugraha dan Lanjar Triyono, Terima

kasih telah memberikan tempat kepada penulis dan

banyak membantu penulis selama melaksanakan

penelitian. Serta kepada semuanya yang telah

mendukung penulis yang tidak cukup disebutkan

namanya satu-persatu.

Demikian ucapan terima kasih yang penulis haturkan.

Semoga Allah senantiasa membalas semua kebaikan serta

menuntun kita ke jalan yang diridhai-Nya, Aamiin.

Penulis juga menyadari bahwa kripsi ini tidak terlepas

dari kekurangan, namun penulis berharap agar skripsi ini

dapat bermanfaat dan berguna sebagai referensi baik bagi

para pembaca, peneliti lama, maupun peneliti baru yang

sedang menulis karya ilmiah. Semoga skripsi ini dapat

memberikan kontribusi positif, memperluas wawasan

keilmuan, serta menambah khazanah perpustakaan.

Jakarta, 01 Agustus 2021

Penulis,

Adilah Bagus Prasojo

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................... i

PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN SIDANG ........................................ iii

ABSTRAK .................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................. v

DAFTAR ISI ................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................... xii

DAFTAR TABEL ........................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1

B. Batasan Masalah ........................................................... 8

C. Rumusan Masalah ......................................................... 9

D. Tujuan Penelitian .......................................................... 9

E. Batasan Masalah ............................................................ 10

F. Review Kajian Terdahulu .............................................. 10

G. Metodologi Penelitian ................................................... 13

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian ............................... 13

2. Paradigma Penelitian ................................................ 16

3. Subjek dan Objek Penelitian ..................................... 19

4. Sumber Data.............................................................. 19

5. Teknik Pengumpulan Data .................................... 20

6. Teknik Analisis Data................................................. 23

7. Teknik Keabsahan Data ............................................ 24

8. Waktu dan Tempat Penelitian ................................... 25

x

H. Pedoman Penulisan Skripsi ........................................... 25

I. Sistematika Penulisan ..................................................... 25

BAB II LANDASAN TEORI

A. Teori Difusi Inovasi ...................................................... 28

1. Unsur Difusi Inovasi ................................................. 30

2. Proses Keputusan Inovasi ......................................... 36

3. Karakteristik Inovasi ................................................. 41

4. Kategori Adopter ...................................................... 43

B. Konsep Kemakmuran Masjid (Imarah) ........................ 49

1. Pengertian Imarah .................................................... 41

2. Upaya Memakmurkan Masjid................................... 51

C. Kerangka Berpikir ......................................................... 54

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta ......................... 57

1. Sejarah Berdirinya Masjid Jogokariyan .................... 57

2. Proses Pembangunan Masjid Jogokariyan ................ 61

3. Bangunan Masjid ...................................................... 64

4. Visi dan Misi Masjid Jogokariyan Yogyakarta ........ 66

5. Struktur Organisasi ................................................... 67

6. Program Pengembangan dan Pemberdayaan Sarana

Masjid ....................................................................... 72

BAB IV TEMUAN PENELITIAN

A. Proses Difusi Inovasi Gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup” di Masjid Jogokariyan Yogyakarta dalam

Meningkatkan Kualitas Imarah ................................... 74

1. Pola Penyebaran Informasi Inovasi .......................... 98

xi

2. Faktor Ketertarikan Terhadap Inovasi Yang

Mempengaruhi Tahap Keputusan .......................... 103

3. Penerapan Inovasi dalam Kehidupan Beragama Warga

Masyarakat ............................................................. 110

4. Tanggapan Informan Terhadap Pengambilan Keputusan

Inovasi ...................................................................... 115

B. Faktor Pendukung dan Penghambat Difusi Inovasi

Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” di Masjid

Jogokariyan Yogyakarta dalam Meningkatkan Kualitas

Imarah .......................................................................... 118

BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A. Proses Difusi Inovasi Gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup” di Masjid Jogokariyan Yogyakarta dalam

Meningkatkan Kualitas Imarah ................................... 124

1. Tahap Pengetahuan ................................................... 135

2. Tahap Persuasi Terhadap Tahap Keputusan ............. 141

3. Tahap Implementasi .................................................. 152

4. Tahap Konfirmasi ..................................................... 159

B. Faktor Pendukung dan Penghambat Difusi Inovasi

Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” di Masjid

Jogokariyan Yogyakarta dalam Meningkatkan Kualitas

Imarah .......................................................................... 160

1. Faktor Pendukung ..................................................... 161

2. Faktor Penghambat ................................................... 162

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................... 175

B. Saran.............................................................................. 176

xii

DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 178

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 .................................................................................... 41

Gambar 2.2 .................................................................................... 47

Gambar 3.1 .................................................................................... 63

Gambar 3.2 .................................................................................... 66

Gambar 4.1 .................................................................................... 81

Gambar 4.2 .................................................................................... 85

Gambar 4.3 .................................................................................... 86

Gambar 4.4 .................................................................................... 91

Gambar 4.5 .................................................................................... 92

Gambar 4.6 .................................................................................... 94

Gambar 4.7 .................................................................................... 97

Gambar 4.8 .................................................................................... 111

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 ........................................................................................ 55

Tabel 4.1 ........................................................................................ 117

Tabel 5.1 ........................................................................................ 132

Tabel 5.2 ........................................................................................ 136

Tabel 5.3 ........................................................................................ 155

Tabel 5.4 ........................................................................................ 169

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Surat Bimbingan ............................................................................ 186

Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ........................ 187

Dokumentasi Penelitian ................................................................ 188

Daftar Informan ............................................................................ 189

Transkip Wawancara dengan Informan ........................................ 190

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, masjid merupakan tempat yang

sangat mulia yang biasa digunakan oleh umat Muslim

untuk menjalankan kegiatan ibadah seperti sholat,

berdzikir, bersholawat, dan majlis ta’lim. Istilah masjid

sendiri berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata

“sajada, yasjudu, sajdan” yang berarti bersujud, patuh,

taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan takzim.

Secara syara, sujud adalah menempelkan dahi, kedua

tangan, lutut dan kaki ke bumi.1

Karena itulah, Allah SWT begitu sangat mencintai

masjid dan orang orang yang berjalan untuk beribadah

dalam rangka memakmurkan masjid. Dalam Q.S. At-

Taubah ayat 18 Allah SWT berfirman,

ي قام عمر م إنما وأ وٱلوم ٱلأخر ءامن بٱلل من سجد ٱلل

إل يش ولم ة كو ٱلز وءات ة لو ه ٱلص ن سى فع ٱللأ ىئك ول

أ

١٨ يكونوا من ٱلمهتدين

1 Eman Suherman, Manajemen Masjid, (Bandung: Alfabeta, 2012),

hlm. 61.

2

Yang artinya; “Sesungguhnya yang memakmurkan

masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang

beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap

mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut

(kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka

merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk

golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. 2

Pada zaman Rasulullah SAW masjid tidak hanya

berperan sebagai tempat beribadah, tetapi juga dipakai

sebagai tempat menuntut ilmu, tempat pertemuan,

tempat bermusyawarah, tempat perlindungan, tempat

kegiatan sosial, tempat pengobatan orang sakit, dan

madrasah ilmu.3

Data World Population Review pada tahun 2020

mencatat populasi Muslim di Indonesia mencapai 229

juta jiwa atau membentuk 87,2 persen dari total

penduduknya yang sebanyak 273,5 juta jiwa.4 Sebagai

negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di

dunia, berdasarkan data Dewan Masjid Indonesia (DMI)

tahun 2021 Indonesia memiliki lebih dari 800 ribu

masjid. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua

Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla, dari

jumlah tersebut diperkirakan setiap 220 orang terdapat

2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya. (Bandung:

Gema Risalah Press, 2005)

3 Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan Masjid, (Jakarta: Al Qalam,

2009), hlm. 44 4 https://worldpopulationreview.com/countries/indonesia-population,

Diakses pada tanggal 24 Agustus 2020 pukul 16.46 WIB

3

satu masjid dengan jarak rata-rata 500 m dari tempat

tinggal.5 Muslim Indonesia terkenal Islami dimana dari

99% Muslim yang mengaku shalat, 78% diantaranya

menunaikannya dengan rutin.6 Namun hal tersebut tidak

selaras dengan pembumian ajaran Islam dalam dimensi

sosial dan kemanusiaan. Survei terakhir yang dilakukan

oleh Rehman dan Askari pada tahun 2010 tentang

“Seberapa Islami Negara-Negara Islam”,

mengungkapkan sebuah ironi. Dari 208 negara yang

diteliti, Indonesia berada di urutan ke-140.7

Dari data survei di atas patut dipertanyakan peran

yang dimainkan masjid selama ini terhadap peningkatan

kesalehan sosial umat Islam. Masjid yang makmur

adalah masjid yang terus tumbuh dan dapat menjadi

pusat pelayanan dan pemberdayaan bagi umat Islam.

Tugas memakmurkan masjid sesungguhnya bukan hanya

tugas para pengurus masjid saja, tetapi juga kesadaran

masyarakat yang menjadi jamaahnya. Masjid yang

makmur, disamping diukur dari ramainya jamaah dan

maraknya kegiatan, juga dilihat dari kualitas dan

kesatuan jamaahnya.

5 https://www.antaranews.com/berita/1323622/ketum-dmi-jusuf-

kalla-jumlah-masjid-indonesia-terbanyak-di-dunia, Di akses pada 24 Agustus

2021 pukul 16.55 WIB

6 Winfried Weck, Noorhaidi Hasan, and Irfan Abubakar, Islam in the

Public Sphere: The Politics of Identity & the Future of Democracy in

Indonesia (Jakarta: CSRC UIN Jakarta, 2011). hlm. 47.

7 Scheherazade S. Rehman and Hossein Askari, “How Islamic Are

Islamic Countries?,” Global Economy Journal Vol.10, No. 2 (2010). hlm.2

4

Saat ini, keberadaan masjid sudah mulai tergerus

seiring dengan perkembangan zaman. Ada banyak

fenomena dimana pertumbuhan masjid yang semakin

banyak namun tidak diimbangi dengan upaya

memakmurkannya. Masjid justru jauh dari jamaah,

hampir tidak terlihat orang berkumpul didalamnya untuk

mengkaji ayat-ayat Allah, dan hilanglah satu persatu

fungsi masjid. Padahal, nilai hikmah dari membangun

masjid sesungguhnya bukan hanya sekedar membangun

fisik masjid saja, tetapi juga menghidupkan fungsi

masjid sebagai tempat ibadah dan pusat pembinaan

umat.8

Di sinilah diperlukan sebuah upaya untuk

mengembalikan eksistensi masjid sebagai pusat

pemberdayaan umat Islam. Seiring dengan

perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, perlu ada

improvisasi dan inovasi dari pengurus masjid untuk

menjawab persoalan tersebut. Tentunya program-

program tersebut perlu dikenalkan dan dikomunikasikan,

sebagai upaya pembentukan sikap dan pola pikir.

Inovasi merupakan pangkal terjadinya perubahan

sosial atau sebagai inti dari pembangunan masyarakat.

Salah satu masjid di Indonesia yang menjadi

percontohan dalam hal inovasi dan kemakmuran adalah

Masjid Jogokariyan Yogyakarta. Masjid ini memiliki

8 Asadullah Al-Faruq, Mengelola dan Memakmurkan Masjid, (solo:

Pustaka Arafah, 2010).hlm.24

5

gagasan yang sangat unik dan berbeda daripada masjid

kebanyakan. Sebagai institusi percontohan, saat ini

Masjid Jogokariyan mampu menarik minat masyarakat

dalam memakmurkan masjid melalui berbagai inovasi

yang dilakukan. Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”

menjadi salah-satu inovasi unggulan yang tidak lain

bertujuan untuk mendekatkan Masjid Jogokariyan

kepada masyarakat muslim yang sudah mukallaf (sudah

baligh) agar dapat selalu menunaikan sholat lima waktu

secara berjamaah dalam rangka meramaikan masjid.

Sebagai sesuatu yang dianggap baru dan unik oleh

masyarakat, Inovasi ini telah dihadirkan melalui

berbagai bentuk pelayanan seperti pelayanan sprititual,

pelayanan sosial, dan pelayanan ekonomi yang

dikomunikasikan kepada sistem sosial oleh Takmir

Masjid Jogokariyan dengan memanfaatkan berbagai

saluran seperti melalui komunikasi interpersonal dengan

cara bersilaturahmi ke rumah-rumah warga. Dengan

adanya kemajuan teknologi, membuat cara berdakwah

mengalami perkembangan. Dakwah tidak lagi dilakukan

secara sederhana, tetapi mulai memanfaatkan kemajuan

teknologi komunikasi itu sendiri agar pesan dakwah

lebih meluas dan bisa dilakukan secara efektif. Masjid

Jogokariyan juga menggunakan saluran media baru

seperti YouTube, Instagram, Facebook Page, dan lain-

lain.

6

Sudah bukan rahasia lagi seperti shalat subuh

misalnya, banyak masjid di Indonesia hanya diikuti oleh

segelintir jamaah saja. Namun tidak demikian halnya

dengan Masjid Jogokariyan, kita akan menemukan suatu

realitas yang berbeda. Kita akan melihat jamaah yang

berjumlah ratusan orang memenuhi shaf-shaf yang ada

di ruang utama maupun di pelataran kanan, kiri, dan

belakang masjid. Sudah menjadi pemandangan biasa di

pagi subuh, puluhan perempuan bermukena putih

berjalan kaki menuju masjid dari rumah-rumah mereka.9

Masjid juga terus berinovasi agar terus seiiring sejalan

dengan perkembangan masyarakat dan dapat menjawab

permasalahan sosial masyarakat.

Keberhasilan Masjid Jogokariyan dalam

mengkomunikasikan gerakan “Mensholatkan orang

Hidup” dalam meningkatkan kemakmuran masjidnya

seperti sekarang tidak terjadi dengan sendirinya.

Sebaliknya, realitas tersebut merupakan buah dari proses

panjang melalui pembinaan dan pemberdayaan yang

bersifat continue terhadap masyarakat sekitar masjid.

Disinilah komunikasi perlu dibangun secara efektif, jelas

dan terarah supaya dapat menciptakan feedback yang

positif.

9 Rahmad Nasution, Menyingkap Tabir Subuh di Jogokariyan.

Diakses dari (https://megapolitan.antaranews.com/), pada tanggal 20 Januari

2021, pukul 19.00 WIB.

7

Setidaknya ada tiga hal yang menjadikan proses

difusi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup Ini” sebagai

sebuah kasus yang layak dikaji sebagai sebuah obyek

penelitian;

Pertama, implementasi inovasi ini telah

dikomunikasikan pada waktu yang cukup lama sejak

tahun 1999 dan telah mengalami peningkatan terutama

pada tahun 2015 sehingga pada tahun 2016 Masjid

Jogokariyan memperoleh penghargaan dari Kementerian

Agama Republik Indonesia sebagai masjid percontohan

nasional dalam bidang inovasi dan imarah

(kemakmuran). Kedua, keterlibatan banyak pihak

menjadikan proses difusi gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup” ini menjadi kompleks. Ketiga, inovasi gerakan

“Mensholatkan orang Hidup ini” merupakan manifestasi

inovasi di bidang keislaman yang diinisiasi oleh Takmir

Masjid Jogokariyan Yogyakarta yang bisa dicontoh oleh

seluruh masjid yang ada di Indonesia untuk membantu

meningkatkan kualitas kemakmuran seiring dengan

eksistensi masjid yang terus tergerus seiring

perkembangan zaman.

Penulis akan meninjau permasalahan di atas

menggunakan teori difusi inovasi dari Everett M.

Rogers.10 Dalam sosialisasi dan pengambilan keputusan

10 Difusi Inovasi adalah proses dimana suatu inovasi

dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu di antara

anggota sistem sosial. Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third

Edition (New York: The Free Press, 1983).hlm.6

8

inovasi, proses ini terdiri dari serangkaian tindakan dan

pilihan dari waktu ke waktu di mana seorang individu

atau organisasi mengevaluasi ide baru dan memutuskan

apakah akan memasukkan ide tersebut ke dalam praktik

yang berkelanjutan.11

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin

mengkaji lebih dalam kasus tersebut dengan judul

“Difusi Inovasi Gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup” Di Masjid Jogokariyan Dalam

Meningkatkan Kualitas Imarah”.

B. Batasan Masalah

Supaya penelitian ini lebih terarah, berangkat dari

beberapa permasalahan diatas, penting untuk dikaji bagaimana

proses difusi dan proses pengambilan keputusan gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” tersebut serta apa saja faktor

pendukung dan penghambatnya. Untuk itu penelitian ini mencoba

melihat bagaimana proses difusi inovasi gerakan “Mensholatkan

Orang Hidup” dan bagaimana gagasan tersebut di adopsi. Takmir

Masjid Jogokariyan bertindak sebagai penyampai pesan akan

hadirnya inovasi baru yaitu gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup”, sedangkan penerima inovasi adalah para warga jamaah

yang dalam penelitian ini dibatasi pada masyarakat Kampung

Jogokariyan.

11 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983). hlm.163

9

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik beberapa

pertanyaan minor diantaranya:

a. Bagaimana proses difusi inovasi gerakan

“mensholatkan orang hidup” di Masjid

Jogokariyan Yogyakarta dalam meningkatkan

kualitas imarah ?

b. Apa saja faktor pendukung dan penghambat

difusi inovasi pada gerakan “mensholatkan orang

hidup” di Masjid Jogokariyan Yogyakarya dalam

meningkatkan kualitas imarah?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat

dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses difusi inovasi gerakan

“mensholatkan orang hidup” di Masjid Jogokariyan

Yogyakarta dalam meningkatkan kualitas imarah.

2. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi faktor

pendukung dan penghambat difusi inovasi pada

“gerakan mensholatkan orang hidup” di Masjid

Jogokariyan dalam meningkatkan kualitas imarah.

10

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini ialah:

a. Manfaat Secara Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

wawasan tentang keberlakukan teori-teori komunikasi

mengenai difusi inovasi. Selain itu, penelitian ini

diharapkan memberikan sumbangan pemikiran

terhadap penelitian selanjutnya, terutama bagi civitas

akademika Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, khususnya dibidang Komunikasi

Penyiaran Islam.

b. Manfaat Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan bagi akademisi, praktisi, dan kepada

pembaca pada umumnya serta dapat memberikan

gambaran mengenai difusi inovasi beserta faktor-

faktor pendukungnya, khususnya dalam proses difusi

inovasi program masjid jogokariyan Yogyakarta

sehingga dapat diterima dan diadopsi oleh masyarakat.

F. Review Kajian Terdahulu

Tinjauan pustaka sangat penting untuk dilakukan oleh

peneliti. Hal ini bertujuan untuk memperkuat konten hasil

penelitian temuan peneliti di lapangan serta menghindari

kesamaan karya milik orang lain. Berikut adalah bahan

referensi yang berkaitan dengan permasalahan yang

peneliti angkat:

11

1. Skripsi Gista Aprilia mahasiswa Fakultas Dakwah

dan Komunikasi UIN Syarif Kasim Riau (2018)

dengan judul “Komunikasi Inovasi Transaksi

Elektronik Melalui Program Smart Card di Kota

Pekanbaru”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui komunikasi inovasi transaksi

elektronik melalui program Smart Card di kota

Pekanbaru. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa Inovasi program smart card madani sangat

membantu pemerintah dalam pelayanan publik di

kota Pekanbaru karena dapat digunakan dengan

mudah, efektif dan efisien oleh masyarakat.

Namun, perlu adanya peningkatan dari dinas

terkait dalam hal mempromosikan program smart

card ini melalui media massa, serta peningkatan

kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan

informasi. Persamaan dari penelitian ini dengan

yang akan penulis teliti yaitu sama-sama

menggunakan teori difusi inovasi dan metode

deskriptif kualitatif namun dengan fokus yang

berbeda di mana penelitian ini berfokus pada

elemen difusi inovasi sedangkan penulis berfokus

pada proses keputusan inovasi. Selain itu subjek

dan objek yang dikaji pun berbeda.

2. Skripsi Martini mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah

dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dengan judul “Difusi Inovasi Media

12

Dakwah Digital (Survei terhadap Tingkat

Pengguna Aplikasi SalingSapa Tahun 2019)”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

bagaimana proses difusi inovasi pengguna aplikasi

SalingSapa dan bagaimana pengaruh difusi inovasi

terhadap tingkat inovasi aplikasi SalingSapa. Hasil

penelitian menunjukkan jika pengetahuan user

terhadap aplikasi dakwah tersebut sangat tinggi,.

Prilaku user mencerminkan jika mereka

mengimplementasikan ajaran dakwah yang didapat

dari aplikasi dakwah tersebut. Sehingga jika dikaji

tingkat inovasi aplikasi SalingSapa cukup besar

dan berpengaruh dalam proses difusi inovasi.

Persamaan dari penelitian ini dengan yang akan

penulis teliti yaitu penggunaan teori difusi inovasi

namun dengan jenis penelitian yang berbeda,

dimana penelitian ini menggunakan pendekatan

kuantitatif dengan metode survei, sedangkan

penulis menggunakan metode kualitatif dengan

pendekatan studi kasus. Selain itu subjek dan

objek yang dikaji pun berbeda.

3. Skripsi Rino Akmal mahasiswa Fakultas Dakwah

dan Komunkasi UIN Syarif Kasim Riau (2019)

dengan judul “Komunikasi Difusi Inovasi Dinas

Perindustrian Provinsi Riau Dalam Meningkatkan

Produktivitas Kerja Industri Kecil Menengah”.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisa

13

bagaimana komunikasi difusi inovasi Dinas

Perindustrian Provinsi Riau dalam meninkatkan

produktivitas kerja industri kecil menengah. Hasil

penelitian ini yaitu komunikasi difusi inovasi

Dinas Perindurtrian Provinsi Riau dalam

penyebaran inovasi standarisasi adalah berupa

pembaruan pada penggunaan bahan, alat produksi,

penggunaan dan perawatan alat, serta lingkungan

kerja ke dalam beberapa tahapan yaitu pengenalan,

persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi

sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerja

industri kecil menengah. Persamaan dari penelitian

ini dengan yang akan penulis teliti yaitu sama-

sama menggunakan teori difusi inovasi dan

metode deskriptif kualitatif namun dengan subjek

dan objek kajian yang berbeda.

G. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah

untuk mendapatkan data dan kegunaan tertentu. Sehingga

terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:12

1. Jenis dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif

yang merupakan fokus perhatian dengan beragam metode,

mencangkup pendekatan interpretif yang mencoba

12 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D

(Bandung: IKAPI, 2017). hlm.2.

14

mendeskripsikan pendapat yang ada dalam objek penelitian

dan naturalistik terhadap subjek kajiannya.13 Lexy J.

Moleong dalam bukunya menyatakan bahwa pendekatan

kualitatif merupakan suatu pendekatan yang menghasilkan

suatu data deskriptif berupa kata kata tertulis atau lisan dari

orang atau perilaku yang dapat diamati.14

Metode penelitian yang penulis gunakan ialah studi

kasus yang merupakan studi mendalam hanya pada satu

kelompok orang atau peristiwa, teknik ini hanyalah sebuah

deskripsi tentang individu.15 Metode Studi Kasus penulis

gunakan untuk mendapatkan deskripsi yang jelas dan

mendalam tentang suatu peristiwa atau fenomena yang

nuansanya terikat sangat kental dengan tempat dan waktu.

Studi kasus dalam penelitian ini digunakan untuk menelaah

bagaimana proses difusi dan proses pengambilan keputusan

inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”.

13 Norman K.Denzin & Yvonna S.Lincoln (Eds), Handbook Of

Qualitative Research diterjemahkan oleh Dariyatno (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2009) hlm.2.

14 Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2002) hlm.3.

15 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Komunikasi , Ekonomi,

Kebijakan Politik, dan Ilmu Sosial Lainnya) Edisi Kedua (Jakarta: Kencana,

2007) hlm.132. Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok

bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how dan why, bila

peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peistiwa

yang akan diselidiki, dan bila mana penelitiannya terletak dalam konteks

kehidupan nyata. Lihat: Robert.K.Yin. Studi Kasus: Desain dan Metode

diterjemahkan oleh Djauzi Mudzakir (Jakarta: PT.Raja Grafiindo Persada

2012) hlm.1.

15

Ada beberapa alasan yang mendasari penulis dalam

memilih metode studi kasus dibandingkan dengan metode

yang lain, misalnya fenomenologi:

Pertama, jika dilihat dari obyek penelitian, metode

fenomenologi merupakan strategi untuk mengidentifikasi

hakikat dari suatu fenomena yang berkaitan dengan

pengalaman orang lain (individu) tentang dunianya.

Sedangkan studi kasus penulis gunakan untuk mempelajari

dan memahami sebuah kasus yang spesifik. Karena dalam

penelitian ini penulis tidak hanya meneliti jamaah tetapi dari

berbagai pihak seperti takmir yang mendifusikan inovasi

serta pengalaman jamaah yang menerima inovasi.

Kedua, jika dilihat dari hasil penelitian. Hasil dari

metode fenomenologi lebih kepada pemahaman tentang cara

orang lain menyikapi dunianya (how and why). Sedangkan

studi kasus penulis gunakan untuk mengeneralisasi dari

kasus-kasus yang spesifik.

Ketiga, ditahapan awal penelitian. Fenomenologi

menghindari kemungkinan penggunaan teori saat memulai.

Sedangkan dalam penelitian ini penulis sudah dibekali

kerangka teori di awal penelitian.

Keempat, unit analisis metode fenomenologi berupa

kesadaran subjek penelitian dalam menafsirkan

pengalamannya melalui interaksi. Sedangkan studi kasus,

unit analisis berupa satu individu, satu organisasi, dan satu

kasus.

16

Kelima, jika dalam fenomenologi peneliti

menempatkan diri sebagai orang yang diteliti untuk

memahami cara orang tersebut dalam memahami sesuatu.

Sedangkan disini peneliti bertindak sebagai pengamat yang

menganalisis (how and why) dari suatu kasus.

Studi kasus dalam penelitian ini menggunakan

desain studi kasus tunggal (single case) yakni penelitian

yang menyajikan uji kritis suatu teori yang signifikan.

Desain kasus tunggal ini lebih menekankan pada penentuan

unit analisis atau kasus itu sendiri.16

Semoga dengan penjelasan ini, didapat pengertian

yang sama bahwa penggunaan satu kasus difusi inovasi

“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” dalam penelitian ini

tidak akan mengurangi substansi yang ada maupun hasil

yang didapat.

2. Paradigma penelitian

Pada sebuah riset para peneliti membutuhkan sebuah

paradigma agar penelitian yang dilaksanakan menemukan

solusi pemecahan yang tepat. Paradigma dimaknai sebagai

serangkaian keyakinan dasar yang membimbing suatu

tindakan. Paradigma berkaitan dengan prinsip-prinsip

pertama, atau dasar.17 Paradigma juga memiliki arti yaitu

16 Robert K. Yin, Studi Kasus: Desain dan Metode, (Depok: PT. Raja

Grafindo Persada, 2012),hlm. 48.

17 Norman K.Denzin & Yvonna S.Lincoln (Eds), Handbook Of

Qualitative Research diterjemahkan oleh Dariyatno (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2009) hlm.123.

17

suatu cara pandang untuk memahami kompleksifitas dunia

nyata.18

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini

adalah paradigma post-positivisme (realitas nyata) yang

bertujuan untuk menjelaskan hasil penelitian yang pada

akhirnya memungkinkan untuk memprediksi dan

mengendalikan fenomena, apakah itu benda fisik atau

manusia.19 Paradigma Post-Positivisme muncul pada tahun

1980-an dipelopori Karl R. Popper, Thomas Kuhn, para

filsuf Frankfurt, Feyerabend dan Richard Rotry. Pemikiran

Post-positivisme merupakan gugatan terhadap paradigma

positivisme yang muncul pada abad 19 yang dimotori oleh

sosiolog August Comte dan juga Henry de Saint Simon. Hal

ini dikarenakan manusia bukanlah benda mati atau makhluk

yang statis. Manusia selalu berubah, tindakannya tak dapat

diprediksi hanya dengan satu penjelasan yang mutlak.

Pemikiran post-positivisme banyak dipengaruhi oleh

penemuan Neils Bohr, Werer Heisenberg, dan Einstein,

mendasarkan pada pandangan positivis terkait dengan

masalah peramalan dan pengendalian, tetapi mencoba

menggembangkan pemahaman berbeda tentang hal-hal lain

18 Basrowi & Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta:

Rineka Cipta, 2008) hlm.12.

19 Paradigma dalam metodologi ini bertujuan untuk memecahkan

sebagian persoalan yang dipaparkan di muka dengan melakukan penelitian

dalam setting yang lebih alami, mengumpulkan informasi yang lebih

situasional, dan mengenalkan kembali penemuan sebagai satu elemen dalam

penelitian terutama dalam ilmu ilmu sosial, menentukan makna dan tujuan

yang dilekatkan manusia kepada tindakan-tindakan mereka. Norman K.Denzin

& Yvonna S.Lincoln (Eds). Handbook Of Qualitative Research diterjemahkan

oleh Dariyatno (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hlm.139.

18

untuk menjawab kritik-kritik yang dilontarkan terhadap

kelompok positivis.

Paradigma Post-Positivisme sependapat dengan

pandangan positivisme yang mengatakan bahwa realitas

objektif diyakini ada, tetapi pada sisi lain hanya dapat

didekati dan tidak dapat dipotret sepenuhnya. Manusia tidak

mungkin mendapatkan kebenaran dari realitas apabila

peneliti membuat jarak dengan realitas. Post-positivisme

menggunakan berbagai metode dalam penelitiannya, sambil

tetap menekankan penemuan (discovery) dan pembuktian

teori (theory verification). Meskipun mengambil posisi

objektif, tetap akan ada interaksi antara peneliti dan

partisipan untuk mendapatkan hukum-hukum umum

pendekatan yang dipilih.20

Paradigma post-positivisme digunakan karena

memberikan ruang bagi keterlibatan peneliti, tidak hanya

sekedar menilai fakta-fakta yang ada, sehingga

penggambaran hasil penelitian ini diharapkan cukup jelas

tanpa mengurangi obyektifitas. Paradigma ini penulis

gunakan untuk melihat realitas yang ada pada proses difusi

dan pengambilan keputusan terhadap inovasi gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” di Masjid Jogokariyan.

20 E.Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian

Prilaku Manusia (Jakarta: LPSP3 Universitas Indonesia, 2007) hlm. 37

19

3. Subjek dan objek penelitian.

Subjek penelitian kualitatif adalah subjek atau

informan yang memahami objek penelitian.21 Subjek pada

penelitian ini adalah takmir dan masyarakat masjid

Jogokariyan.

Sesuai dengan karakteristik kualitatif terdapat

teknik pemilihan subjek atau informan. Dalam penelitian

ini infroman dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu

misalnya orang tersebut dianggap yang paling tahu tentang

apa yang diharapkan sehingga akan memudahkan peneliti

menjelajahi objek atau situasi yang diteliti.22

Objek penelitian kualitatif adalah menjelaskan

objek penelitian yang fokus dan lokus penelitian, yaitu apa

yang menjadi sasaran. Sasaran penelitian tak tergantung

pada judul dan topik penelitian, tetapi secara konkret

tergambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Objek

penelitian ini ialah inovasi gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup” di Masjid Jogokariyan.23

4. Sumber data

Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah:

21 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Komunikasi , Ekonomi,

Kebijakan Politik, dan Ilmu Sosial Lainnya) Edisi Kedua (Jakarta: Kencana,

2007) hlm.78.

22 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif Cet: ke-5, (Bandung:

Alfabeta, 2009) hlm.1

23 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi,

Kebijakan Politik, dan Ilmu Sosial Lainnya) Edisi Kedua (Jakarta: Kencana,

2007) hlm.78.

20

a. Sumber Data Primer

Data primer adalah data data yang

diperoleh secara langsung dari objek penelitian

perorangan, kelompok, dan organisasi. Data ini

berupa wawancara, dokumentasi, observasi.24

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder ialah pelengkap

yang sifatnya melengkapi data yang sudah ada,

data yang mengutip dari sumber lain sehingga

tidak bersifat autentik karna sudah diperoleh dari

tangan kedua dan selanjutnya, seperti buku-buku

referensi, koran, majalah dan internet ataupun

situs-situs.25

5. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat beberapa teknik pengumpulan data yang

penulis gunakan dalam penelitian ini, diantaranya:

a. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini merupakan

teknik pengumpulan utama yang penulis gunakan.

Wawancara adalah bentuk perbincangan, seni

bertanya dan mendengar.26 Wawancara kualitatif

24 Burhan Bungin, Analisis Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2003) hlm.52

25 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta:

Gajahmada Universitas Press, 1998) hlm.95.

26 Norman K.Denzin & Yvonna S.Lincoln (Eds), Handbook Of

Qualitative Research diterjemahkan oleh Dariyatno (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2009) hlm.495.

21

dapat dilakukan dengan face-to-face interview

(berhadap-hadapan) dengan partisipan,

mewawancarai mereka dengan telepon, atau

terlibat focus group interview (kelompok tertentu)

yang terdiri dari enam sampai delapan partisipan

per-kelompok.27

Tipe wawancara yang penulis gunakan ialah

wawancara tidak terstruktur (unstructured

interview)28 yang memberikan ruang lebih luas

dibandingkan tipe-tipe wawancara lainnya.29 Jenis

wawancara ini peneliti mengajukan serangkaian

pertanyaan terkait proses pengambilan keputusan

inovasi yang dilalui para jamaah serta penguat data

Takmir Masjid Jogokariyan (sebagian) melalui

tatap muka langsung, pesan whatsapp, dan telepon

whatsapp.

b. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah salah satu metode

pengumupul data yang digunakan dalam

27 Jhon W. Creswell, Research Design (Pendekatan Kualitatif,

Kuantitatif, dan Mixed) diterjemahkan oleh Achmad Fawaid (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2010) hlm.266.

28 Norman K.Denzin & Yvonna S.Lincoln (Eds), Handbook Of

Qualitative Research diterjemahkan oleh Dariyatno (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2009) hlm.507.

29 Tipe wawancara ini juga memiliki sifat informal, tidak

berpedoman pada apapun, sehingga dapat mengeksplorasi suatu topik umum

bersama-sama dengan partisipan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

berdasarkan tujuan tertentu. Lihat: Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif

Dasar-Dasar Edisi 2 (Jakarta: PT.Indeks, 2003) hlm.47.

22

metodologi penelitian sosial.30 Dokumentasi sudah

lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber

data karena banyak hal sebagai sumber data yang

dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan,

bahkan untuk meramalkan.31

Jenis dokumen yang peneliti gunakan ialah

dokumentasi sumber eksteren yang masuk ke

dalam dokumen resmi sebagai bahan untuk

menelaah objek penelitian.32 Data dokumentasi

yang penulis gunakan dalam hal ini ialah berupa

data e-book resmi milik Masjid Jogokariyan

Yogyakarta.

c. Observasi

Observasi merupakan suatu proses yang

kompleks, suatu proses yang tersusun dari

berbagai proses biologis dan psikologis. Dua

30 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi,

Kebijakan Politik, dan Ilmu Sosial Lainnya) Edisi Kedua (Jakarta: Kencana,

2007) hlm.124.

31 Lexy J.moleong. Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1989) hlm.161. 32 Dokumen eksteren berupa bahan-bahan informasi yang

dikeluarkan oleh lembaga, seperti majalah, bulletin, berita-berita yang

disiarkan ke media massa, penggumuman atau pemberitahuan, Lihat: Burhan

Bungin. Penelitian Kualitatif (Komunikasi , Ekonomi, Kebijakan Politik, Dan

Ilmu Sosial Lainnya) Edisi Kedua (Jakarta: Kencana, 2007) hlm.125-126. Dan

Norman K.Denzin juga menyebutkan bahwa data dokumen bisa berupa

teknologi personal, Lihat: Norman K.Denzin & Yvonna S.Lincoln (Eds),

Handbook Of Qualitative Research diterjemahkan oleh Dariyatno

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hlm.544.

23

diantaranya yang terpenting adalah proses-proses

pengamatan dan ingatan.33

6. Teknik Analisis data

Analisis data adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari

hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan lainnya,

sehingga mudah dipahami dan dapat diinformasikan

kepada orang lain.34Analisis data yang penulis

gunakan ialah model interaktif dari Miles &

Huberman di mana terdapat tiga sub proses yang

saling berkaitan yaitu;35

Pertama, Reduksi data yaitu proses memilih,

memfokuskan, menentukan kerangka konseptual dari

berbagai sumber, yaitu wawancara, catatan observasi

dan data yang telah tersedia dengan cara merangkum,

memilih hal pokok. Penulis menfokuskan hanya pada

kalimat-kalimat serta frasa-frasa yang secara

langsung membahas fenomena difusi inovasi gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” yang diteliti lalu

dideskripsikan.

33 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D

(Bandung: IKAPI, 2017) hlm.145.

34 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,

2005) hlm.82.

35 Norman K.Denzin & Yvonna S.Lincoln (Eds), Handbook Of

Qualitative Research diterjemahkan oleh Dariyatno (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2009) hlm.592.

24

Kedua, Penyajian data adalah bagian kedua dari

tahap analisis. Seorang peneliti perlu mengkaji proses

reduksi data sebagai dasar pemaknaan. Penyajian data

yang lebih terfokus meliputi ringkasan terstruktur.

Penyajian data yang penulis lakukan dalam bentuk

uraian proses difusi dan pengambilan keputusan para

informan dalam menerima gerakan “Mensholatkan

Orang Hidup”.

Ketiga, Tahap kesimpulan dan verifikasi ini

melibatkan peneliti dalam proses interpretasi;

penetapan makna dari data yang tersaji. Dalam hal ini

ialah penarikan kesimpulan dan verifikasi dengan

proses difusi dan keputusan inovasi melalui teori

difusi inovasi.

7. Teknik Keabsahan data

Pengujian keabsahan data dilakukan dengan cara

teknik Triangulasi. Teknik triangulasi biasanya

merujuk pada suatu proses pemanfaatan persepsi yang

beragam untuk klarifikasi makna, memverifikasi

kemungkinan penggulangan dari suatu observasi

ataupun interpretasi.36

Adapun pada triangulasi terdapat empat jenis

teknik, yaitu: triangulasi sumber, triangulasi peneliti,

36 Norman K.Denzin & Yvonna S.Lincoln (Eds), Handbook Of

Qualitative Research diterjemahkan oleh Dariyatno (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2009) hlm.307.

25

triangulasi metodologi dan triangulasi teoritis.37

Terkait penelitian ini penulis menggunakan teknik

triangulasi sumber yang mana penulis

menggumpulkan data wawancara, dokumentasi dan

observasi dari beragam sumber yang saling berbeda

dengan menggunakan suatu metode yang sama untuk

menguji kredibilitas data dan validitas data. Penulis

membandingkan jawaban yang disampaikan oleh

informan kunci dengan informan pendukung untuk

mendapatkan data yang valid.

8. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-

Maret 2021 di Masjid Jogokariyan, Mantijeron,

Yogyakarta.

H. Pedoman Penulisan Skripsi

Pedoman penulisan skripsi sesuai dengan SK Rektor

No 5 Tahun 2017

I. Sistematika Penulisan

Agar penulisan skripsi ini teratur secara sistematis,

penulis membagi pembahasan menjadi 6 bab sesuai

ketentuan yang berlaku, sebagai berikut;

BAB I PENDAHULUAN

Dimulai dengan “pendahuluan” yang berisi latar

37 M.Q. Patton, How To Use Qualitative Methods In Evaluation.

(California: Sage Publications,Inc, 1987) hlm.331.

26

belakang masalah. Dalam bab ini terdapat pula batasan

masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

kajian terdahulu yang relevan, metode penelitian sampai

dengan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab selanjutnya berisikan landasan teori pertama,

membahas mengenai teori difusi inovasi mulai dari

pengertian, unsur/elemen, tahapan keputusan sampai kategori

adopter. kedua, membahas tentang konsep Imarah

(kemakmuran) dan kerangka berfikir.

BAB III GAMBARAN UMUM

Bab ini berisi gambaran umum mengenai Masjid

Jogokariyan Yogyakarta yang membahas mengenai profil,

fasilitas, serta kegiatan secara deskriptif.

BAB IV TEMUAN PENELITIAN

Selanjutnya bab ini berisi uraian penyajian data yang

penulis dapatkan dari pada informan yang terdiri dari

masyarakat dan takmir Masjid Jogokariyan yogyakarta

berdasarkan teknik pengumpulan data yang penulis gunakan

dalam penelitian ini.

BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS

Bab ini berisi uraian pemaparan temuan serta fakta

yang terjadi di lapangan yang penulis fokuskan pada hasil

temuan data dari para informan yang dikaitkan dengan latar

belakang dan teori yang penulis gunakan.

BAB VI PENUTUP

Dan terakhir bab ini berisi pemaparan kesimpulan

27

dari penelitian yang telah penulis lakukan, di mana

dituangkan hasil dan ide-ide ilmiah yang bersumber dari

data-data temuan dari penelitian. Selain itu bab ini juga akan

memberikan saran untuk peneliti selanjutnya serta saran

kepada lembaga terkait dan pembaca.

28

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Difusi Inovasi

Kajian mengenai difusi mulai tersebar sejak

adanya riset dari Everett M. Rogers dan beberapa peneliti

lainnya pada tahun 1950-an yang melakukan penelitian di

bidang pemasaran dan budaya. Penelitian difusi inovasi

tersebut berhasil menghasilkan karya tulisan yang

dijadikan sebagai rujukan penelitian di bidang pertanian

dan juga komunikasi pembangunan. Sebelum Everett M.

Rogers menerbitkan buku Diffusion of Innovation, teori

difusi inovasi sudah terlebih dahulu dikemukakan oleh

sosiolog Perancis, bernama Gabriel Tarde.1 Gabriel Tarde

memperkenalkan kurva difusi (shape diffusion curve)

yang berbentuk huruf S. Kurva difusi yang berbentuk

huruf S tersebut menggambarkan bagaimana suatu inovasi

diadopsi oleh masyarakat dari waktu ke waktu. Kontribusi

dari teori difusi inovasi terhadap perubahan sikap manusia

kemudian semakin berkembang dari tahun ke tahun.

Barulah kemudian pada tahun 1964 teori difusi

inovasi mulai dikenal luas melalui buku Everett M.

Rogers yang berjudul Diffusion of Innovations. Teori ini

dikembangkan Rogers sebagai suatu teori yang berusaha

menjelaskan bagaimana, mengapa, dan seberapa cepat

1 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New York: The

Free Press, 1983) hlm 37-39.

29

ide-ide baru dan teknologi menyebar melalui berbagai

budaya. Difusi inovasi diartikan Rogers sebagai suatu

proses dimana sebuah inovasi yang dikomunikasikan

melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu di antara

anggota sistem sosial. Ini adalah jenis komunikasi khusus

di mana peduli dengan ide-ide baru.2

Secara teori, difusi inovasi menjadi dasar untuk

mendukung keputusan para aktor untuk memakai sebuah

inovasi dengan menggabungkan pengaruh yang saling

mengimbangkan dari tingkat inividu, tingkat sub

kelompok, tingkat sistem, yang menerangkan perubahan

organisasi dan mengurangi ketidakpastian.3

Menurut Suciati Teori difusi inovasi sangat tepat

diterapkan dalam konteks komunikasi pembangunan di

negara-negara yang sedang berkembang seperti di

Indonesia.4 Sedangkan Sumadi Dilla mengatakan bahwa

komunikasi pembangunan bertujuan untuk

menyampaikan, mengkaji, dan menjelaskan tentang suatu

isu, ide atau gagasan aktual yang berkaitan dengan

perubahan menuju pembangunan masyarakat.5 Dari

pernyataan para pakar tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa pada dasarnya teori difusi inovasi oleh para ahli

2 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New

York: The Free Press, 1983) hlm.5

3 Charles R. Berger, Michael E.Roloff, & Roskos E. David,

Handbook ilmu komunikasi, (Jakarta: Penerbit Nusa Media, 2014). hlm. 349

4 Suciati, Teori Komunikasi dalam Multi Perspektif, (Yogyakarta:

Buku Litera, 2017). hlm. 89

5 Sumadi Dilla, Komunikasi Pembangunan: Pendekatan Terpadu,

(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007). hlm. 4

30

dikategorikan dalam konteks komunikasi pembangunan.

Teori ini di awal perkembangannya menduduki

peran pemimpin opini dalam mempengaruhi sikap dan

prilaku masyarakat. Artinya, media massa mempunyai

pengaruh yang kuat dalam menyebarkan penemuan baru.

Apalagi jika penemuan baru itu kemudian diteruskan oleh

para pemuka masyarakat.6 Teori ini memiliki mata rantai

secara teoritis yang penting dengan riset efek komunikasi.

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya,

penekananya memang tertuju pada efek komunikasi,

kemampuan dari pesan media dan opini pimpinan dalam

menciptakan pengetahuan dari gagasan baru dan

meyakinkan target untuk mengadopsi pembaharuan yang

telah diperkenalkan.7 Sehingga dalam difusi inovasi

dianggap sesuai dengan penelitian yang sedang penulis

kaji karena didalamnya merupakan informasi yang

nantinya akan diterima masyarakat dalam proses

komunikasi atau melalui kegiatan yang memiliki tujuan

menciptakan perubahan sosial.

1. Unsur Difusi Inovasi

Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses

difusi inovasi terdapat 4 unsur pokok, yaitu: suatu

inovasi, yang dikomunikasikan melalui saluran

6 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2007) hlm.188.

7 Srinivas R Melkote, Communication for Development in Third

World. (New Delhi: Sage Publications, 1991) hlm.75.

31

komunikasi tertentu, dalam jangka waktu dan terjadi

diantara anggota-anggota sistem sosial. Berikut

penjelasannya:

a. Inovasi (Innovation)

Inovasi adalah ide, praktik atau objek yang

dianggap baru oleh indivitu atau unit adopsi lainnya.

Itu tidak terlalu penting, sejauh menyangkut perilaku

manusia, terlepas dari apakah sebuah ide “objektif”

atau tidak yang baru diukur dengan selang waktu

sejak penggunaan pertama. Kebaruan gagasan yang

dirasakan individu menentukan reaksinya

terhadapnya. Jika ide itu tampak baru bagi individu,

itu adalah inovasi.8

Rogers mengatakan kebaruan dalam suatu

inovasi tidak hanya melibatkan pengetahuan baru.

Seseorang mungkin sudah tahu tentang suatu inovasi

beberapa waktu tapi belum mengembangan sikap

terhadapnya, juga belum mengadosi atau

menolaknya. Aspek ini dapat diekspresikan dalam

hal pengetahuan, persuasi, atau keputusan untuk

mengadopsi.9

8 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.11. Dalam hal ini, kebaharuan inovasi diukur

secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimannya. Jika suatu

ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu.

Namun, konsep baru dalam inovasi tidak harus baru sama sekali. Lihat: Andi

Ridwan Makkulawu. “Proses Percepatan Difusi Inovasi Produk Susu

Sterilisasi Nonhermal” Jurnal Teknik Industry ISSN: 1411-6340 IPB, Bogor.

hlm.47 9 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New

32

b. Saluran Komunikasi (Communication Channel)

Saluran Komunikasi Adalah sarana dimana

pesan itu didapatkan dari satu individu ke individu

lainnya. Jika dikaitkan dengan teori dasar

komunikasi, yang mana komunikasi akan berjalan

dengan sempurna jika mempunyai unsur chanel atau

saluran dalam menyampaikan pesan dari

komunikator kepada komunikan, hal itu pula sangat

berlaku dalam difusi inovasi. Totok Mardikanto

dalam bukunya menyebutkan terdapat tiga ragam

saluran dalam proses difusi inovasi,yaitu :10

1) Saluran Interpersonal

Saluran interpersonal tidak terlepas dari

proses komunikasi, yaitu komunikasi antara orang-

orang secara tatap muka adanya hasil yang efektif

pada tahapan lebih lanjut, memungkinkan setiap

pesertanya menangkap reaksi orang lain secara

langsung baik secara verbal atau nonverbal.11

Sosiolog Perancis, Gabriel Tarde

menyatakan, hubungan sosial, ditegaskannya akan

lebih mudah terbina diantara pribadi-pribadi yang

memiliki kesamaan dalam kedudukan dan

York: The Free Press, 1983) hlm.11.

10 Totok Mardikanto, Komunikasi Pembangunan, (Surakarta : UNS

Press, 2010) hlm.27.

11 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung :

Remaja Rosdakarya, 2010) hlm.81.

33

pendidikan.12 Sehingga dalam melakukan proses

komunikasi interpersonal, baiknya seorang

komunikator melihat latar belakang dari anggota

sistem sosial yang menjadi komunikannya.13

2) Saluran Media Massa

Saluran media-massa berdasar pada

pengertian komunikasi massa adalah komunikasi

melalui media baik itu media cetak dan

elektronik.14 Sedangkan, pengertian media massa

adalah alat-alat yang bisa menyebarkan pesan-

pesan secara serempak, cepat kepada audience

yang luas dan heterogen.15 Penggunaan saluran

media-massa lebih efektif dan murah untuk

mengenalkan inovasi kepada khalayak yang

banyak dan tersebar luas, juga sangat berguna

pada pengunaan pada tahap persuasi dalam adopsi

inovasi.

12 Depari dan Mac Andrews, Pernanan Komunikasi Massa Dalam

Pembangunan, (Yogyakarta : UGM University Press, 1995) hlm.27.

13 Latar belakang anggota sistem sosial dapat dikonsepkan menjadi

tiga. Pertama, sikap homofili. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan

tingkat di mana pihak yang berinteraksi memiliki kesamaan dalam beberapa

hal, seperti nilai-nilai, kepercayaan, pendidikan, status sosial dan sebagainya.

Sikap ini mendukung terbentuknya hubungan sosial yang efektif. Kedua,

heterofili, adalah tingkat di mana individu yang berinteraksi sangat berbeda

dalam berbagai hal. Dalam proses komunikasi di mana terdapat sikap seperti

ini, maka biasanya adanya usaha yang lebih agar komunikasi tersebut berjalan

satu pemahaman. Lihat, Depari dan Mac Andrews, Pernanan Komunikasi

Massa Dalam Pembangunan, (Yogyakarta : UGM University Press, 1995)

hlm.27.

14 Nurudin, Komunikasi Massa, (Malang: Cespur, 2003) hlm.2.

15 Nurudin, Komunikasi Massa, (Malang: Cespur, 2003) hlm.8.

34

3) Saluran Kelompok

Saluran komunikasi kelompok merupakan

sekumpulan orang yang mempunyai tujuan

bersama, berinteraksi satu dengan yang lain untuk

mencapai tujuan bersama. Komunikasi kelompok

hampir sama dengan komunikasi interpersonal,

yaitu bersifat tatap muka. Umpan baliknya juga

terjadi secara langsung, di mana antar anggota

dapat memberikan tanggapan saat terjadi proses

komunikasinya.16

c. Jangka Waktu

Waktu adalah elemen penting dalam proses

difusi. Waktu adalah aspek yang jelas dari suatu

perusahaan.17 Proses keputusan inovasi, dari mulai

seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk

menereima atau menolaknya dan pengukuhan

terhadap keputusaan itu sangat berkaitan dengan

dimensi waktu.18 Paling tidak dimensi waktu

terlihat dalam:

1) Proses pengambilan keputusan di mana

seorang individu beralih dari pengetahuan

pertama tentang suatu inovasi melalui adopsi

16 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung :

Remaja Rosdakarya, 2010) hlm.82.

17 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New

York: The Free Press, 1983) hlm.20.

18 Andi Ridwan Makkulawu, Proses Percepatan Difusi Inovasi

Produk Susu Sterilisasi Nonhermal, Jurnal Teknik Industry ISSN: 1411-6340

IPB, Bogor. hlm.48.

35

atau penolakannya,

2) Keunikannya seorang individu atau unit

adopsi lainnya yaitu: lebih awal atau lebih

lambat suatu inovasi diadopsi lalu

dibandingkan dengan anggota lain dari suatu

sistem.

3) Tingkat inovasi dalam suatu sistem biasanya

diukur sebagai jumlah anggota dari sistem

yang mengadopsi inovasi dalam periode

waktu tertentu.19

d. Sistem Sosial

Sistem sosial didefinisikan sebagai suatu

unit yang saling terkait yang terlibat dalam

pemecahan masalah bersama untuk mencapai

tujuan bersama.20 Anggota atau unit sistem sosial

dapat berupa individu, kelompok, informal,

organisasi atau subsistem. Di sini kita akan

berhubungan dengan topik: bagaimana struktur

sosial mempengaruhi difusi, pengaruh norma pada

difusi, peran pemimpin opini dan agen perubahan,

jenis keputusan inovasi dan konsekuensi dari

inovasi. Semua masalah ini melibatkan hubungan

antara sistem sosial dan proses difusi yang terjadi

19 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New

York: The Free Press, 1983) hlm.20.

20 Everett M. Rogers, Diffusion of Innovatios Third Edition, (New

York: The Free Press, 1983) hlm.24

36

di dalamnya.21

2. Proses Keputusan Inovasi

Proses pengambilan keputusan inovasi adalah

proses yang yang dilaluinya seorang individu (atau

unit pembuat keputusan lainnya) beralih dari

pengetahuan awal tentang suatu inovasi, ke

pembentukan sikap terhadap inovasi, ke suatu

keputusan untuk mengadopsi atau menolak, hingga

implementasi dari ide baru, dan untuk konfirmasi

keputusan ini. Proses ini terdiri dari serangkaian

tindakan dan pilihan dari waktu ke waktu di mana

seorang individu atau organisasi mengevaluasi ide

baru dan memutuskan apakah akan memasukkan ide

baru tersebut ke dalam praktik yang berkelanjutan.22

Dalam proses keputusan inovasi terdapat lima

tahapan pengambilan keputusan yang dapat dilihat

pada model adopsi inovasi dari Rogers.

a. Tahap Pengetahuan (Knowledge)

Tahap pengetahuan terjadi ketika seseorang

(atau unit pengambilan keputusan lainnya)

terpapar pada keberadaan inovasi dan memperoleh

pemahaman tentang bagaimana fungsinya. Kami

menganggap proses keputusan-inovasi sebagai

21 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New

York: The Free Press, 1983) hlm.24.

22 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.163.

37

dimulai dengan pengetahuan yang paling besar

tentang hal-hal yang terjadi ketika individu (unit

pembuat keputusan) dihadapkan pada keberadaan

inovasi dan memperoleh pemahaman tentang

bagaimana fungsinya.23

Namun, Rogers juga mengatakan bahwa suatu

inovasi seringkali sangat berbeda dari

menggunakan ide. Kebanyakan orang tahu tentang

banyak inovasi yang belum mereka adopsi. Karena

seseorang mungkin tahu tentang ide baru tetapi

tidak menganggapnya sebagai relevan dengan

situasinya, sebagai berpotensi berguna. Sikap

terhadap inovasi, oleh karena itu, sering

mengintervensi antara pengetahuan dan fungsi

keputusan. Dengan kata lain, sikap atau

kepercayaan individu tentang inovasi memiliki

banyak hal untuk dikatakan tentang perjalanannya

melalui proses keputusan inovasi.24

Menurut Hanafi terdapat tiga jenis

pengetahuan, pertama adalah pengetahuan

kesadaran, yakni pengetahuan kesadaran akan

adanya inovasi seperti yang dibicaakan di atas.

Kedua, pengetahuan teknis yang meliputi

informasi yang diperlukan mengenai cara

23 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.164.

24 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New

York: The Free Press, 1983) hlm.169.

38

pemakaian inovasi. Ketiga adalah pengetahuan

prinsip, yaitu berkenaan dengan prinsip-prinsip

berfungsinya suatu inovasi.25

b. Tahap persuasi (Persuasion)

Persuasi terjadi ketika seorang individu (atau

unit pengambilan keputusan lainnya) membentuk

sikap yang menguntungkan atau tidak

menguntungkan terhadap inovasi.26 Sedangkan

aktivitas mental pada tahap pengetahuan terutama

kognitif (atau mengetahui), tipe berpikir utama

pada fungsi persuasi adalah afektif (atau perasaan).

Sampai individu itu tahu tentang ide baru, tentu

saja, dia tidak bisa mulai membentuk sikap

terhadapnya.27

Di sini perilaku penting adalah ketika dia

mencari informasi, pesan apa yang dia terima, dan

bagaimana dia mengartikan informasi yang

diterima. Dengan demikian, persepsi selektif

penting dalam menentukan perilaku individu pada

tahap persuasi, karena pada tahap persuasilah

persepsi umum tentang inovasi dikembangkan.

Atribut yang dirasakan dari suatu inovasi sebagai

keunggulan relatif, kompatibilitas, dan

25 Hanafi. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, (Surabaya : Usaha Offset

Printing, 1981) hlm.43.

26 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New

York: The Free Press, 1983) hlm.164.

27 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New

York: The Free Press, 1983) hlm.169.

39

kompleksitasnya sangat penting pada tahap ini.28

c. Tahap keputusan (Decision)

Tahap keputusan dalam proses keputusan-

inovasi terjadi ketika seorang individu (atau unit

pengambilan keputusan lainnya) terlibat dalam

kegiatan yang mengarah pada pilihan untuk

mengadopsi atau menolak inovasi. Adopsi adalah

keputusan untuk memanfaatkan sepenuhnya

inovasi sebagai tindakan terbaik yang tersedia.

Penolakan adalah keputusan untuk tidak

mengadopsi inovasi. Penting untuk diingat bahwa

proses keputusan-inovasi dapat secara logis

mengarah pada keputusan penolakan dan adopsi.29

d. Tahap implementasi (Implementation)

Implementasi terjadi ketika seorang individu

(atau unit pengambilan keputusan lainnya)

menggunakan inovasi. Sampai tahap

implementasi, proses inovasi-keputusan telah

menjadi latihan mental yang ketat. Tetapi

implementasi melibatkan perubahan perilaku yang

terang-terangan, karena ide baru secara aktual

dipraktikkan. Implementasi biasanya mengikuti

tahap keputusan secara langsung kecuali jika

28 Everett M. Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New

York: The Free Press, 1983) hlm.169-170.

29 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New

York: The Free Press, 1983) hlm.172-173.

40

dihambat oleh beberapa masalah logistik, seperti

tidak tersedianya sementara inovasi.30

e. Tahap Konfirmasi (Confirmation)

Pada tahap konfirmasi, individu (atau unit

pembuat keputusan lainnya) mencari penguatan

untuk keputusan inovasi yang telah dibuat, tetapi

ia dapat membalikkan keputusan ini jika terkena

pesan yang saling bertentangan tentang inovasi

tersebut. Tahap konfirmasi berlanjut setelah

keputusan untuk mengadopsi atau menolak untuk

jangka waktu yang tidak terbatas. Sepanjang tahap

konfirmasi, individu berusaha untuk menghindari

keadaan disonansi atau menguranginya jika

terjadi.31

30 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New

York: The Free Press, 1983) hlm.174.

31 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.184.

41

Gambar 2.1

Model Proses Pengambilan Keputusan Inovasi.

3. Karakteristik Inovasi

Inovasi bukan sekedar sesuatu yang baru tetapi

lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru

tetapi yang dinilai baru atau dapat mendorong

terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada

lokalitas tertentu.32 Hal yang perlu dipahami, nilai

yang dianggap “baru” tidak selalu merupakan sesuatu

yang benar-benar baru, tetapi dapat juga sebagai nilai

yang baru diterapkan kepada anggota sistem sosial.

Menurut Rogers terdapat 5 karakteristik inovasi:

a. Keuntungan Relatif (relative advantage)

Keuntungan relatif adalah sejauh mana inovasi

dianggap lebih baik daripada ide yang

32 Totok Mardikanto, Komunikasi Pembangunan (Surakarta : UNS

Press, 2010) hlm.113.

42

digantikannya. Tingkat keuntungan relatif sering

dinyatakan dalam profitabilitas status, dengan cara

yang lain. Sifat inovasi sangat menentukan jenis

spesifik keuntungan relatif (seperti ekonomi, sosial

dan sejenisnya) yang penting bagi pengadopsi,

meskipun karakteristik pengadopsi potensial juga

mempengaruhi dimensi keuntungan relatif mana

yang paling penting.33

b. Kesesuaian Inovasi (compatibility).

Kompatibilitas adalah sejauh mana inovasi

dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada,

pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi

potensial. Gagasan yang lebih kompatibel kurang

tidak pasti bagi calon pengadopsi. Suatu inovasi

dapat kompatibel atau tidak kompatibel (1) dengan

nilai-nilai dan kepercayaan sosiokultural, (2)

dengan ide ide yang sebelumnya diperkenalkan

atau (3) dengan kebutuhan klien untuk inovasi.34

c. Kerumitan inovasi (complexity).

Kompleksitas adalah tingkat di mana suatu

inovasi dianggap relative sulit untuk dipahami dan

33 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.213.

34 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.223.

43

digunakan. Mungkin ada ide baru di klasifikasikan

pada kontinum kompleksifitas kesederhanaan.35

d. Kesempatan Mencoba Inovasi Secara Terbatas

(trialability).

Triabilitas adalah sejauh mana inovasi dapat

diujicobakan secara terbatas. Ide-ide baru yang

dapat diuji pada rencana angsuran umumnya akan

diadopsi lebih cepat dari pada inovasi yang tidak

dapat dibagi.36

e. Cepatnya Hasil Inovasi Itu Dapat Dilihat

(observability)

Observabilitas adalah sejauh mana hasil suatu

inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Hasil dari

beberapa ide mudah diamati dan dikomunikasikan

kepada orang lain, sedangkan beberapa inovasi

sulit untuk dijelaskan kepada orang lain.37

4. Kategori Adopter

Adopsi adalah reaksi positif orang terhadap

inovasi dan pemanfaatan. Reaksi yang dikeluarkan

oleh seseorang adalah buah dari proses interaksi

secara langsung maupun tidak langsung terkait

dengan perbaikan mutu-hidup melalui penerapan

35 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.230-231.

36 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.231.

37 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.232.

44

teknologi yang dipilih.38 Proses adopsi inovasi terjadi

di dalam diri masing-masing anggota sistem sosial.

Anggota sistem sosial dibagi ke dalam kelompok

adopter atau penerima inovasi berdasarkan tingkat

keinovatifannya. Terdapat tipe ideal yang merupakan

konseptualisasi berdasarkan pengamatan realitas dan

dirancang untuk memungkinkan perbandingan.

Fungsi tipe ini untuk memandu upaya penelitian dan

untuk melayani sebagai kerangka kerja untuk sintesis

temuan penelitian. Lima kategori pengadopsi menurut

Rogers yaitu:39

a. Inovator (Innovator)

Innovator adalah sebutan bagi mereka yang

pertama-tama mengadopsi inovasi. Seorang

innovator juga disebut sebagai agen pembaru

karena merekalah yang aktif menyebarkan inovasi

ke dalam suatu sistem sosial. Ciri agen pembaru

adalah cerdas, kemampuan ekonomi tinggi,

mobile, berani mengambil resiko.40

38 Totok Mardikanto, Komunikasi Pembangunan, (Surakarta : UNS

Press, 2010) hlm.137.

39 Ayu Mutiara Annur, Difusi Dan Adopsi Inovasi

Penanggunalangan Kemiskinaan (Studi Difusi Dan Adopsi Inovasi Layanan

“Mbela Wong Cilik‟ Unit Pelayanan Terpatu Penanggualangan Kemiskinan

(UOTPK) Di Kabupaten Sragen), Journal Of Rural and Development, Vol.

IV, No.1, Februari 2013. hlm.73.

40 Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, (Surabaya : Usaha Offset

Printing, 1981) hlm.31.

45

b. Pengadopsi Awal (Early Adopters)

Adopter awal disebut sebagai pemuka

pendapat karena keberadaan mereka relatif dapat

mempengaruhi sikap dan tingkah laku anggota

sistem lainnya untuk bertindak dalam caranya.41

Rogers mengatakan bahwa pengadopsi dalam hal

ini adalah lokal. Kategori pengadopsi ini lebih dari

yang lain, memiliki tingkat kepemimpinan

pendapat terbesar sebagian besar sistem sosial.

Pengadopsi awal dianggap oleh banyak orang

sebagai “individu yang harus diperiksa” sebelum

menggunakan ide baru.42

c. Mayoritas Awal (Early Majority)

Mayoritas Awal adalah individu atau

kelompok sebagai pengikut awal dari adanya

inovasi. Ketertarikan mereka terhadap inovasi

yang lebih awal dari anggota sistem sosial lainnya

dapat menjadikan mereka sebagai penghubung

atau tangan kanan dari pemuka pendapat. Ciri

mereka adalah interaksi tinggi dan penuh

pertimbangan.43 Hal yang sama diungkapkan oleh

Hanafi di mana mayoritas awal sering berinteraksi

dengan rekan-rekan mereka, tetapi jarang

41 Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, (Surabaya : Usaha Offset

Printing, 1981) hlm.31.

42 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New

York: The Free Press, 1983) hlm.248.

43 Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, (Surabaya : Usaha Offset

Printing, 1981) hlm.31.

46

memegang posisi kepemimpinan. Posisi unik

mayoritas awal ini antara yang paling awal dan

yang paling relatif terlambat untuk diadopsi

membuat mereka menjadi penghubung penting

dalam proses difusi.44

d. Mayoritas Akhir (Late Majority)

Mayoritas akhir mengadopsi ide-ide baru

setelah rata-rata anggota sistem sosial. Adopsi

mungkin merupakan kebutuhan ekonomi dan

jawaban untuk meningkatkan tekanan jaringan.

Inovasi didekati dengan sikap skeptis dan hati-

hati, dan mayoritas yang terlambat tidak

mengadopsi sampai kebanyakan orag lain dalam

sistem sosial mereka melakukannya.45 Sama

halnya dengan Hanafi yang menyebutkan sebagai

mayoritas akhir adalah mereka yang mengadopsi

inovasi setelah kebanyakan orang dalam

masyarakat tersebut menerima inovasi. Ciri

mereka diantaranya skeptis, terlalu berhati-hati.46

e. Pengadopsi Terakhir atau Orang Lamban

(Laggards)

Orang lamban adalah yang terakhir dalam

sistem sosial untuk mengadopsi suatu inovasi.

44 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.249.

45 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.249-250.

46 Hanafi. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru (Surabaya : Usaha Offset

Printing, 1981) hlm.31.

47

Titik acuan untuk laggard adalah masa lalu.

Keputusan sering dibuat dalam hal apa yang telah

dilakukan pada generasi sebelumnya dan individu-

individu ini berinteraksi terutama dengan orang

lain yang juga memiliki nilai-nilai yang relatif

tradisional. Ketika lamban akhirnya mengadopsi

inovasi, itu mungkin sudah digantikan oleh

gagasan lain yang lebih baru yang sudah

digunakan oleh para inovator. Orang lamban

cenderung terus terang curiga terhadap inovasi dan

agen perubahan. Posisi memaksa orang-orang ini

untuk sangat berhati-hati dalam mengadopsi

inovasi.47

Gambar 2.2 Kategori Pengadopsi Inovasi atau Kurva Difusi Yang

Diperkenalkan Oleh Gabriel Tarde

47 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.250.

48

Jahi dalam bukunya menyebutkan bahwa terdapat

lima kelompok jumlah pengadopsi dari suatu populasi

yaitu: 48

1) Perintis (Innovator), yang mencangkup

sekitar 2,5% dari suatu populasi;

2) Pelopor (early adopter) sekitar 1,5%;

3) Penganut dini (early majority) sekitar 34%;

4) Penganut lambat (late majority) sekitar

34%;

5) Kaum kolot (laggard) sekkitar 16%.

Kelima kelompok ini mencangkup hampir 100%.

Bagian sisanya adalah kepala batu. Kelompok ini tidak

pernah mengadopsi inovasi. Kelompok ini misalnya dosen

yang tidak perah mau menggunakan metode baru yang

lebih efektif dalam proses belajar mengajar atau juru

masak yang tidak pernah menggunakan blender atau food

processor. Para adopter awal ini biasanya berusia lebih

muda dibanding adopter akhir dan bersetatus sosial lebih

tinggi.49

48 Amri Jahi, Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di

Negara-Negara Dunia Ketiga: Suatu Pengantar, (Jakarta: Gramedia, 1988)

hlm.38.

49 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2007) hlm.191.

49

B. Konsep Kemakmuran Masjid (Imarah)

1. Pengertian Imarah

Imarah di ambil dari ayat al-Qur’an dalam surah

At-Taubah yaitu imarah, yuamiru, amaarah yang artinya

makmur, memakmurkan. Imarah masjid yaitu

memakmurkan masjid. Memakmurkan masjid yaitu upaya

agar lembaga masjid dapat berfungsi seperti yang

diharapkan yakni sebagai pusat ibadah, pemberdayan dan

persatuan umat dalam rangka meningkatkan keimanan,

ketaqwaan, akhlak mulia, kecerdasan umat dan

tercapainya masyarakat adil dan makmur yang diridhai

Allah SWT.50

Menurut istilah, Imarah adalah satu usaha untuk

memakmurkan masjid sebagai tempat ibadah,

pembinaan umat dan peningkatan kesejahteraan jama’ah.

Masjid merupakan rumah Allah yang harus dipelihara

kesucian dan keagungannya.51 Imarah berarti

memakmurkan masjid seperti peribadatan,

pendidikan,kegiatan sosial, dan peringatan hari besar

Islam dan lain sebagainya.52 Jadi, secara singkat dapat

disimpulkan bahwa imarah adalah suatu proses

memakmurkan masjid dengan berbagai kegiatan-

50 Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan Masjid, (Jakarta: Al-

Qalam, 2009), hlm. 44

51 Zubandi, Manajemen Masjid. Diakses dari

(https://humaskemenagmajambi.blogspot.com) pada tanggal 01 Maret 2021,

pukul 18.59 WIB.

52 Eman Suherman, Manajemen Masjid, (Bandung: Alfabeta, 2012),

hlm. 86.

50

kegiatan masjid dalam rangka meningkatkan keimanan

dan ketaqwaan jamaah.

Setiap bentuk ketaatan kepada Allah dapat

digolongkan sebagai usaha memakmurkan masjid.

Diantaranya adalah:53

a. Mendirikan dan membangun masjid.

b. Memberikan dan menyucikan masjid, serta

memberikan wewangian.

c. Mendirikan shalat jamaah dimasjid.

d. Memperbanyak dzikrullah dan tilawah Qur’an

dimasjid.

e. Memakmurkan masjid dengan taklim halaqah

dan masjlis ilmu lainnya.

Banyak hal yang bisa dilakukan dalam rangka

memakmurkan masjid. Hal yang paling sederhana

namun memiliki nilai yang sangat besar adalah dengan

cara menunaikan shalat berjamaah di masjid secara rutin.

Tak sebatas pahala yang diperoleh, keterikatan secara

emosional terhadap masjid dapat menjadikan kita

semakin mencintainya. Rasa cinta inilah yang kemudian

akan menjadikan semangat kita semakin mantap,

sehingga muncul keinginan untuk menghidupkan dan

memajukan masjid dari ranah ibadah hingga efektivitas

dakwah.

53 Abdul Rahmat & M.Ariel Effendi, Seni Memakmurkan Masjid,

(Gorontalo: Ideas publishing, 2014), hlm.8.

51

Perlahan namun pasti, dari usaha yang sungguh-

sungguh, maka apa yang kita cita-citakan yaitu

mewujudkan masjid sebagai pusat pembinaan akan

menjadi kenyataan. Pembinaan tidak hanya sebatas

dalam ritual ibadah, namun seluruh aspek kehidupan.

2. Upaya Memakmurkan Masjid

Masjid yang makmur adalah masjid yang

berhasil tumbuh menjadi sentral dinamika umat. Masjid

adalah tempat yang semata-mata bukan hanya sebagai

tempat ibadah namun juga sebagai pusat kebudayaan

Islam. Dan masjid sendiri merupakan simbol eksistensi

nya sebuah masyarakat muslim. Berbagai macam usaha

berikut ini, benar-benar dilaksanakan dapat diharapkan

memakmurkan masjid secara material dan spiritual

namun, kesemuanya tetap tergantung, pada kesadaran

diri pribadi muslim, yakni:

a. Kegiatan Pembangunan

Bangunan masjid perlu dipelihara dengan

sebaik-baiknya apabila ada yang rusak diperbaiki atau

diganti dengan yang baru, yang kotor dibersihkan,

sehingga masjid senantiasa berada dalam keadaan

bagus, bersih, indah, dan terawat. Memakmurkan

masjid dari segi material ini mencerminkan tingginya

kualitas hidup dan arena iman umat di sekitarnya.

Sebaliknya, apabila masjid itu tidak dipelihara, jorok

dan rusak, hal itu secara jelas menunjukkan betapa

52

rendah kualitas iman umat yang berada

disekitarnya.54

Masjid yang bersih dan indah akan membuat

para jamaah nyaman, dan akan semakin menarik

minat jamaah yang datang. Maka dari itu,

pembangunan masjid itu sangat diperlukan. Disini

takmir yang berada dalam bidang riayah sangat

diperlukan dalam pembangunan masjid, sarana dan

prasarana, serta kebersihan masjid.

b. Kegiatan Ibadah

Masjid sebagai tempat ibadah seperti shalat

merupakan hal yang lumrah bahkan masih di

praktekan hingga saat ini, hikmah yang didapat

dari kewajiban shalat adalah mengetahui waktu

untuk menata kehidupannya, suara adzan, suara

tahrim, suara bacaaan Al-Quran, juga kajian rutin

tentang ilmu agama, ataupun kegiatan menyambut

hari raya Islam, atau acara keagamaan yang lain,

dapat menambah keimanan dan ketaqwaan.55

Ibadah adalah tujuan utama yang umat

Islam lakukan saat berada dalam masjid. Disini

para takmir dalam bidang ibadah berupaya agar

masjid selalu ramai tidak hanya sekedar sholat 5

waktu dan sholat jumat saja, bahkan mungkin

54 Moh E.Ayub, Manajemen Masjid, (Jakarta:Gema Insani

Press,1996), hlm.73

55 Ahmad Sutardi, Manajemen Masjid Kontemporer, (Jakarta: Media

Bangsa, 2012),hlm.43

53

sholat sunnah juga bisa diupayakan dalam rangka

memakmurkan masjid.

c. Kegiatan Keagamaan

Meliputi kegiatan pengajian rutin, khusus

ataupun umum, yang dilaksanakan untuk

menngkatkan kualitas iman dan menambah

pengetahuan: peringatan hari-hari besar Islam,

kursus-kursus keagamaan (seperti kursus bahasa,

kursus mubaligh), bimbingan dan penyuluhan

masalah keagamaan, keluarga, dan perkawinan,

pensyahadatan para muallaf, upacara pernikahan

atau resepsi perkawinan.56

Dalam bidang keagamaan, masjid bukan

hanya tentang pengajian rutin ibu-ibu. Malainkan

juga takmir dapat merangkul remaja remaja sekitar

masjid untuk ikut kajian rutin dimasjid atau

bahkan melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat

memakmurkan masjid.

d. Kegiatan Pendidikan

Masjid adalah pusat pendidikan karenanya

masjid juga disebut sebagai pusat ilmu, Ilmu-ilmu

itu disampaikan melalui pengkajian-pengkajian

ceramah, kuliah, dan khutbah.Mencakup

pendidikan formal dan informal, secara formal

56 Moh E.Ayub, Manajemen Masjid, (Jakarta:Gema Insani

Press,1996), hlm.74

54

yaitu misalnya dilingkungan masjid didirikan

sekolah atau madrasah.57

e. Kegiatan-Kegiatan Lainnya

Banyak bentuk kegiatan yang juga perlu

dilaksanakan dalam usaha memakmurkan masjid

sebut saja dari menyantuni fakir miskin,dan yatim

piatu, kegiatan olahraga, kesenian, keterampilan,

perpustakaan, hingga penerbitan. Dengan demikian,

takmir masjid perlu memahami upaya apa yang harus

dilakukan, lalu mengaktualisasikan dikehidupan

sebenarnya. Sehingga makmurnya sebuah masjid

bukan hanya sebuah harapan tapi sebuah kenyataan

baik dengan tindakan nyata para takmir masjidnya.

C. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir adalah serangkaian konsep dan

kejelasan hubungan antar konsep tersebut yang

dirumusakan oleh peneliti berdasar pada tinjauan pustaka,

dengan mininjau teori yang disusun dan hasil-hasil

penelitian. Kerangka berfikir ini digunakan sebagai dasar

untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang

diangkat. Atau dapat diartikan untuk mengalirkan jalan

pikiran menurut kerangka konseptual yang relevan untuk

57 A. Bahrun Rifai & Moch Fakhroji, Manajemen Masjid:

Mengoptimalan Fungsi Sosial Ekonomi Masjid, (Jakarta: Benang Merah Press,

2005) hlm. 59

55

menjawab permasalahan yang diangkat. Untuk lebih

jelasnya dapat di lihat melalui skema di bawah ini:

Tabel 2.1

Kerangka Berpikir

Sumber: Penulis, 2021

Difusi Inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” di Masjid

Jogokariyan dalam Meningkatkan Kualitas Imarah (Kemakmuran)

Inovasi gerakan “Mensholatkan

Orang Hidup”

Proses Pengambilan Keputusan

Inovasi

Tahap Pengetahuan

Tahap Persuasi

Tahap Keputusan:

1. Adopsi

2. Menolak

Tahap Implementasi

Tahap Konfirmasi

Faktor Pendukung

dan Penghambat

Elemen Difusi Inovasi

Inovasi

Saluran

Komunikasi

Jangka Waktu

Sistem Sosial

56

Berpijak dari kerangka pemikiran di atas, penelitian ini

akan mengkaji bagaimana proses difusi inovasi pada gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” yang dilakukan oleh Takmir

Masjid Jogokariyan Yogyakarta terhadap warga masyarakat

Kampung Jogokariyan.

Proses difusi inovasi gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup” akan dianalisis dengan cara mengidentifikasi elemen

difusi inovasi yang ditawarkan oleh Rogers. Elemen difusi yang

akan dijadikan konsep penelitian diantaranya inovasi, saluran

komunikasi, jangka waktu dan sistem sosial. Menurut Lisa

Lindawati esensi dari proses difusi adalah pertukaran informasi

antar individu mengenai suatu ide atau beberapa ide baru.58

Berdasarkan pemahaman tersebut, maka elemen dasar yang

membentuknya yaitu inovasi, komunikator, komunikan, dan

terakhir adalah saluran komunikasi yang menghubungkan kedua

unit ini.

Kemudian untuk menganalisis proses pengambilan

keputusan inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” akan

dikaji dengan dengan cara mengidentifikasi tahapan proses

keputusan inovasi. Tahapan tersebut terdiri dari tahap

knowledge, persuasion, decision, implementation, dan

confirmation.

58 Lisa Lindawati, Difusi Inovasi Relevansi Teori di Era

Perkembangan Internet dalam Bianglala Pemikiran Komunikasi, (Yogyakarta:

Fisipol UGM, 2014). hlm. 272

57

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta

1. Sejarah Berdirinya Masjid Jogokariyan

Kampung Jogokariyan baru memiliki masjid sesudah

tahun 1967. Sebelum itu, kegiatan keagamaan dan

dakwah dipusatkan di sebuah langgar kecil di pojok

kampung yang terletak di RT 42 RW 11 yang sekarang

menjadi rumah keluarga Drs. Sugeng Dahlan. Langgar ini

berukuran 3x4 meter persegi dengan lantai berundak

tinggi dan tidak pernah terisi oleh jamaah. Hal tersebut

dikarenakan masyarakat Jogokariyan pada saat itu

umumnya adalah kalangan “Abangan” karena kultur Abdi

dalam prajurit keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang

lebih ngugemi “Tradisi Kejawen” dari pada kultur pada

kultur ke Islaman.1

Kampung Jogokariyan dibuka sejak masa Sultan

Hamengku Buwono IV (1802-1822) atau yang dikenal

sebagai Sinuwun Sedo Plesir karena wafat saat pesiar.

Pada masa itu, penduduk di dalam Benteng Baluwarti

yaitu para abdi dalem termasuk abdi dalem prajurit sudah

dirasa terlalu padat. Kawasan yang hanya seluas 1,6 Km²

dihuni oleh 36.000 penduduk. Maka tentara prajurit

Kesatuan dipindah keluar benteng bersama keluarganya

1 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,

(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 5

58

dan Abdi Dalem Prajurit dari Kesatuan “Jogokariyo”

dipindah di selatan benteng, di utara Panggung Krapyak

atau Kandang Menjangan, sehingga tempat tinggal

/Palungguhan Prajurit ini sesuai dengan Toponemnya

dikenal dengan nama “Kampung Jogokariyan”.

Pada masa Sultan Hamengku Buwono ke VIII ada

perubahan peran prajurit di Keraton Ngayogyakarta yang

semula adalah Prajurit Perang hanya menjadi prajurit

upacara saja dan dipersempit yang semula jumlahnya 750

orang hanya menjadi 75 orang saja. Maka para abdi dalam

prajurit banyak yang kehilangan jabatan dan pekerjaan.

Kebiasaan hidup mapan sebagai Abdi Dalem pun

harus berubah yang tadinya dengan senang judi, mabuk,

bahkan nyeret (Nyandu) menjadi petani karena tidak lagi

menerima gaji dari keraton, tetapi diberi tanah Palungguh

(sawah) dan Pekarangan. Namun tidak sedikit yang tidak

bisa menyesuaikan diri sehingga tanah pekarangan banyak

yang jatuh dijual kepada pengusaha batik dan tenun dari

Kampung Jogokariyan.

Terjadilah perubahan sosial ekonomi yang cukup

mencolok. Kampung Jogokariyan mulai berubah jadi

kampung batik dan tenun, generasi anak-anak Abdi

Dalem terpaksa bekerja menjadi buruh di pabrik-pabrik

Tenun dan Batik. Masa-masa kejayaan Batik dan Tenun,

merupakan masa-masa buram bagi keturunan Abdi Dalem

prajurit Jogokariyan yang tidak bisa menyesuaikan diri,

mereka penduduk asli yang sudah menjadi miskin

59

ditengah kemakmuran pendatang, padahal mereka punya

gelar bangsawan, Raden atau Raden Mas. Kesenjangan

sosial ekonomi ini dimanfaatkan oleh Partai Komunis

Indonesia (PKI) dengan sentimen kelas buruh dan

majikan.2

Maka gerakan PKI disambut antusias oleh warga

Jogokariyan yang termarjinalisasi ini, sehingga Kampung

Jogokariyan dijadikan basis PKI yang didominasi warga

miskin dan buruh. Pada saat meletus G30S PKI 1965,

banyak warga yang ditangkap dan dipenjara sebagai

tahanan politik. Di masa-masa kritis tersebut Masjid

Jogokariyan mulai dibangun dan menjadi alat perekat

untuk melakukan perubahan sosial menjadi masyarakat

Jogokariyan yang berkultur Islam.

Masjid Jogokariyan kemudian telah benar-benar

melaksanakan fungsi sebagai agen perubahan.

Jogokariyan yang dulu merupakan masyarakat “Abangan”

Komunis kini telah berubah mejadi masyarakat Islami

melalui dakwah berbasis Masjid.3

Masjid Jogokariyan mulai dibangun pada tanggal 20

September 1966, dan sejak dalam proses

pembangunannya sudah banyak usulan “Nama” yang

diusulkan. Bahkan hingga hari ini masih selalu saja ada

orang yang mempertanyakan tentang nama Masjid yang

2 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,

(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 6

3 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,

(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 6

60

terletak di tengah-tengah kampung ini. Tetapi para pendiri

dan perintis dakwah di Jogokariyan telah sepakat

memberi nama Masjid ini dengan nama “Masjid

Jogokariyan” dengan beberapa alas an sebagai berikut:4

a. Berdasarkan sunnah Rasulullah SAW yang memberi

nama masjid sesuai dengan nama kampungnya.

Seperti masjid yang pertama beliau dirikan di

kampung Kuba Madina di beri nama dengan “Masjid

Kuba” demikian pula dengan masjid yang dibangun

di kampung “Bani Salamah” juga dikenal sebagai

Masjid “Bani Salamah”, hanya karena ada peristiwa

peralihan arah kiblat, maka masjid tersebut kini lebih

dikenal sebagai “Masjid Kiblatain”.

b. Masjid diharapkan memiliki wilayah yang jelas,

dengan nama masjid “Jogokariyan” seperti nama

kampungnya, maka otomatis masjid telah memiliki

wilayah teritorial dakwahnya.

c. Masjid diharapkan mampu menjadi perekat dan

pemersatu masyarakat Jogokariyan yang sebelumnya

terkotak-kotak dalam aliran politik dan gerakan

politik dimasa-masa pergolakan sebelum peristiwa

1965, sehingga proses ishlah masyarakat segera

berlangsung melalui masjid.

4 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,

(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 3

61

2. Proses Pembangunan Masjid Jogokariyan

Pembangunan Masjid Jogokariyan dimulai dari ide

seorang Pengusaha batik dari Karangkajen yang bernama

H. Jazuri yang memiliki rumah di kampung Jogokariyan.

Ide ini kemudian dibicarakan dengan beberapa tokoh

ummat dan masyarakat ketika itu, maka dibentuklah

panitia pembangunan untuk kemudian segera bekerja

mengumpulkan dana untuk pembelian lahan untuk

dibangun masjid.

Pada awal Juli 1966, panitia berhasil membeli tanah

seluas kurang lebih 600 m2 di selatan masjid sekarang

berkat bantuan para pengusaha batik dan tenun yang

tergabung dalam koperasi “Karang Tunggal” dan koperasi

“Tri Jaya” yang sebagian besar adalah pendukung dakwah

Muhammadiyah dan Masyumi. Ketika hendak dimulai

pembangunan, ada usulan kalau masjid akan lebih baik

jika dibangun di pinggir jalan, agar supaya bisa lebih

menunjukkan syiar dan lebih monumental. Setelah

dirapatkan untuk tukar guling, maka terjadilah

kesepakatan tukar lokasi tanah dengan syarat panitia

diminta untuk membangunkan rumah permanen untuk

keluarga Bapak Sukadis selaku pemilik tanah dan tanah

beliau menjadi lokasi Masjid Jogokariyan saat ini.5

Pembangunan dimulai pada tanggal 20 September

1966 dan selesai pada hari Jumat Kliwon 20 Agustus

5 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,

(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 4

62

1967 masjid sekaligus diresmikan oleh Bapak Isman

sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Kotamadya Yogyakarta kala itu. Di saat itu pula Sholat

Jumat pertama di Kampung Jogokariyan ditegakkan

dengan imam dan khotib H. Amin Said Noto Widarso.

Saat diresmikan, bangunan masjid terdiri atas

bangunan utama 15x9m² dan serambi 6x15m² di atas

tanah 900m². Perkembangan dakwah mulai nampak

memberi harapan, maka pada tahun 1969 dibangun aula

untuk kegiatan pengajian dan pendidikan anak-anak

seluas 6x16m² di selatan masjid. Karena di Jogokariyan

tidak ada tanah wakaf, maka dibentuklah panitia dan

kemudian mengumpulkan dana untuk membeli tanah

dimana di atasnya akan dibangun Masjid Jogokariyan.6

Tetapi dalam perkembangannya masjid tidak lagi

cukup untuk menampung banyaknya Jama’ah sehingga di

tahun 1976 dibangunlah serambi selatan dengan atap seng

dan Tahun 1978 dibangun serambi utara dengan atap

Alumunium Krei. Karena Masjid tidak lagi memiliki

halaman, bahkan jalan masuk untuk tempat meletakkan

sandal saja tidak ada, kemudian Takmir memutuskan

membeli tanah milik Ibu Hj.Sukaminah Hadits Hadi

Sutarno seluas 100 m2. Sehingga pada Tahun 1978, luas

tanah masjid menjadi 760 m2.7

6 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,

(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 4

7 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,

(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 5

63

1 Masjid Jogokariyan Pada Tahun 1970-an

(Sumber: Dokumen Arsip Masjid Jogokariyan)

Pada Tahun 1999 ketika terjadi peremajaan Pengurus

Takmir, dimulailah renovasi masjid tahap I dan

dilanjutkan Tahun 2003 Tahap ke II, dengan menjadikan

masjid menjadi 3 lantai. Renovasi tersebut kemudian

selesai pada tahun 2004 dengan menghabiskan biaya

kurang lebih 2,1 Milyar Rupiah.

Pada Tahun 2009, Ibu Hj.Sukaminah Hadits Hadi

Sutarno, menawarkan agar tanah beliau di depan masjid

dibeli dan disusul dengan keluarga Hery Wijayanto

menawarkan tanah dirumahnya dibeli masjid.

Alhamdulillah hanya dalam waktu 3 minggu Takmir bisa

membeli 2 bidang tanah tersebut dengan harga 485 Juta

Rupiah yang kemudian dibangun Islamic Center Masjid

Jogokariyan, sehingga sekarang luas tanah masjid menjadi

64

1.478 m2. Semua dilakukan semata-mata untuk syiar

Islam, memakmurkan masjid, dan menjadikan masyarakat

sekitar masjid menjadi lebih maju, baik secara spiritual

maupun material.

3. Bangunan Masjid

Kondisi bangunan Masjid Jogokariyan saat ini berdiri

diatas tanah 635 m2 dan berbadan Hukum

Muhammadiyah Cabang Mantrijeron berdasar Akta Ikrar

Wakaf tanggal 30 November 1990 No. W.3/02/K-8/1990.

Sampai saat ini Masjid Jogokariyan dapat menampung

sholat Jum’at sebanyak 1350 orang. Adapun jumlah

pengurus masjid sebanyak 116 orang. Dengan Imam tetap

sebanyak 7 orang.8

Kondisi Fisik:

Lantai 1:

Ruang Utama : 9 x 15 m2

Serambi Utara : 5 x 15 m2

Serambi Selatan : 9 x 12 m2

Dapur : 4 x 6 m2

Garasi : 4 x 6 m2

Gudang Dapur : 4 x 6 m2

Kamar Mandi/Tempat Wudhu Wanita : 4 x 7 m2

Kamar Mandi/Tempat Wudhu Pria : 6 x 7 m2

8 M. Fanni Rahman. Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta.

(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 52-53

65

Gudang Sound : 3 x 7 m2

Poliklinik : 3 x 6 m2

Lantai 2:

Serambi Utara : 4 x 15 m2

Serambi Selatan : 4 x 16 m2

Perpustakaan : 19 x 8 m2

Serambi Timur : 8 x 9 m2

Aula Lantai : 15 x 9 m2

Gudang : 3 x 7 m2

Kamar Mandi dan Tempat Wudhu :3 x 5 m2

Kamar Musafir 1 : 3 x 5 m2

Kamar Musafir 2 : 4 x 6 m2

Lantai 3:

Aula Santai 3 : 19 x 8 m2

Kamar Mandi : 3 x 6 m2

66

Gambar 3.2 Masjid Jogokariyan Tahun 2021 Saat Ini

(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)

4. Visi dan Misi Masjid Jogokariyan Yogyakarta

Visi yang diusung oleh Masjid ini adalah

“Terwujudnya masyarakat sejahtera lahir batin yang

diridhoi Allah melalui kegiatan kemasyarakatan yang

berpusat di Masjid”. Sedangkan misi yang ingin

dicapai adalah sebagai berikut:

a. Menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan

masyarakat

b. Memakmurkan kegiatan Ubudiyah di Masjid

c. Menjadikan masjid sebagai tempat rekreasi rohani

jama’ah

d. Menjadikan masjid tempat merujuk berbagai

persolaan masyarakat

e. Menjadikan masjid sebagai pesantren dan kampus

masyarakat.

67

Selain visi dan misi, takmir Masjid Jogokariyan

mempunyai moto pemicu, semangat dan motivasi

para pengurus, serta sebagai prinsip dan jati diri dari

Takmir Masjid Jogokariyan. Moto dari Takmir

Masjid Jogokariyan adalah: “Dari Masjid

Membangun Umat”.9

5. Struktur Organisasi Masjid Jogokariyan Yogyakarta

Susunan pengurus takmir Masjid Jogokariyan periode

2019-2023 adalah sebagai berikut:10

a. Dewan Syuro

Ketua : H.M. Muhammad Jazir, Asp

Anggota : H. Muhammad Fanni Rahman, SIP

: Drs. H. Jufri Arsyad

: H. M. Chamid

: H. M. Supriyanto, ST.

b. Pengurus Harian

Ketua Umum : drh. Dwi Agus Abadianto

Ketua 1 : Arif Nur salim

Ketua 2 : M. Syaiful Basya

Sekretaris : Ridwan Shodiq

Eko Hidayatul Fikri

9 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,

(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 2

10 Surat Keputusan Camat Mantijeron No. 451/43b Tentang

Penetapan Ketua dan Pengurus Masjid Besar Jogokaryan Kecamatan

Mantijeron Kota Yogyakarta Bakti Tahun 2019 s.d. 2023 M.

68

Bendahara : M. Rizqi Rahim

Muhammad Agus

Amiruddin Hamzah

M.Ikhlas

Bidang 1

1. Biro Pembinaan HAMAS (Himpunan Anak-Anak

Masjid Jogokaryan); Dely, Adifa, Falah (11), Audi,

Akmal, Difa, Detta, Meisya

2. Biro Pembinaan RMJ (Remaja Masjid Jogokariyan);

Yusna, Haidar, Gustami, Dina, Istighfari

Ayuningtyas, Nur Santi

3. Biro Perpustakaan; Haidar, Bp.Supribadi, Nadifa,

Falah, Hakim,Matin Nuha Munada, Falahul Insan

4. Biro Komite Aksi untuk Umat (KAUM) dan Relawan

Masjid; Rais, Supradiyana, Bustami, Totok SP,

Purnomo, Sugiarto RT.44, Sunarto

5. Biro Pendidikan dan Pengkajian Islam; Arief Nur

Salim, M. Fanni Rahman, H. Rudiatin, Eko Budi

Prasetyo, H. Suhardjono, Nuruddin

6. Biro Humas, Media dan Teknologi Informasi;

Krishna Yuniar, Ahmeda aulia, Rizki Baldi, Adi

Maryanto, Lutfi Efendi, Nanda Eka, Andrian Kusuma

Wardana RW 10

7. Biro Pemberdayaan Ekonomi; Jardiyanto, Latif,

Cahyo Indarto, Tsalis Ikhwan, Wahyu Nur Putro, Bp.

Muslikhin, Firdaus, Wahyu Indrianto

69

8. Biro Klinik dan Kesehatan; Dina SKM, Ana Adina

Patriani, Budi Munarti, Endah Atantiasari, Istighfari

Ayuningtiyas, Intan, Isti, Husna, Nanda, Ilham Rais,

M.Ridhaniar Rahman, Bp. Heru Nurinto, Liza

Uswatun, Bp Eko Teguh

9. Biro Tadarus; Bp. Jendra Wardana, Bp.

Busani,Bp.Abdulloh Kahfi, Bp jardianto, Ibu. Ummu

Hanik, Ibu Mujiono, Ibu Basir, Ibu Rudiatin,

10. Biro Ahad Legi; Amiruddin Hamzah, Rudiatin,

Subandi Suyuti, Suharjono, Iwan Arif

Bidang 2

11. Biro Pembinaan Ibadah Haji; H. Subandi

Suyuti,BcHk, H.M.Ikhsan, H.Dedi Suwaryo,

Ibu.Hj.Joko Waskito, H. Wahyu Wijayanto, H.

Wildan Ahmad, Amiruddin Hamzah

12. Biro Pembinaan Imam dan Muazin; Syubban Rizali

Noor, Busani, H. Wahyu Wijayanto, Wafi Abdul

Qudus, Labibudin Alfin Afifi

13. Biro Ibadah Jumat; Nursaid, Falakhul Insan,

Bambang Wisnugroho, Suratno, Fian, Enggar Haryo

14. Biro Pembangunan; Ridwan Shodiq, ST, H. Ali

Rosadi, Sugeng (40), Yusna Septian, Sinung

Wijayanto

15. Biro Perawatan Jenazah; Anjang Nur Rohman,

Muhammad Rosyidi, ST., Jendro Wardana, Furqoni,

Joko Waskito, Sugeng Widodo, Waljiman, Surahman,

70

Ibu Rudiatin, Ibu Wasto, Ibu Sujono, Ibu Hj.Supadmi,

Ibu Hj.Juwariyah Suroto, Ibu Siti Jupari, Ibu Indah

Qomarinah

16. Biro Peringatan Hari Besar Islam (PHBI);

Muhammad Fibran, Aditya kuskarismantoro

17. Biro Kuliah Subuh dan Pembinaan Jamaah; M.

Rosyidi, H. Suharjono, Suratno, Subandi Suyuti,

Abdullah Kahfi, Bambang Wisnugroho, Joko

Sulasno, H. Rudiatin, Ibu Siti Zamharoch,Ibu Sri

Rahayu, Ibu Ummu Hanik, Ibu Dra.Alice,M.Hum,

Ibu Anis ASP, Ibu.Hj.Ismujadi, Ibu Suhardjono, Ibu

Wasto.

18. Biro Kerumahtanggaan; Bp. Riyadi Agustono,

Bp.Sudi Wahyono, Agung SA, Irgus Tri Cahyo,

Buditomo, Alfian, Ridwan S, Affan, Bp. Budi

Nugroho, Bp.Joko Waskito, Bp. Totok, Bp.Boi

Supriadi, Bp. Joko , Ibu Jufri Arsyad, Ibu Tok

Sutarno, Bp.Sugiarto, Bp.Sulistyono RW 9, Edi

Siswo, Sumanto,Ibu Marsuti Poniman.

19. Biro Ziswaf; Wahyu Tejo Raharjo, Nursaid, Ridwan

Shodiq, ST., Rizqi Rahim, Eko Hidayatul Fikri, Toni

Subiantoro, Aditya, Rigen, Ali Riyanto, Nunung.

20. Biro Keamanan; Joko Purnomo, Dhani Tri R, Egha,

Bustami Istianto, Nunung, Bp.Barwanto,

Bp.Poniman, Bp.Faturahman, Bp.Supra, Supri

Hartanto, Rigen, Aminudin Zaqi Riza, Irfan Syofyan.

71

Bidang 3

21. Biro Ummida (Ummi Muda); Dini Istiana, S.Psi.,

Liya Triyani, S.Psi, Fitri Kartikasari, Wahyuni Sri

Winasih, ST, Dina Andriana ST, Yuni Krisilowati,

Aida Melia, Nur Santi.

22. Biro Kurma (Keluarga Alumni Remaja Masjid); M.

Fanni Rahman, Eryo Sasongko, Dimas Fibran, Adi

Maryanto, Ibnu, Hasnan, Rosma Suparta, Irfan

Syofyan, Dhani Tri Rahmadi, Joko Wasisto,

Setyawanto Budi, Wawan RT.42

23. Biro Kebudayaan dan Olahraga; gittDr.Andre

Indrawan, Rusdi Harminto, Taufiq Nur Setiawan, Eko

HP, M. Rais Rusyadi, Sugiarto RT44, Bu Teddy,

Dhani Tri Rahmadi, Bp Mujiono.

24. Biro IKS (Ikatan Keluarga Sakinah); Wahyu Tejo, H.

Jupari, Ismail Thoha Putra, Zamzawi Ruslan,SE, Siti

Kusniatun, Sri Kadarwati, Siti Harjono, Suwarto, Ibu

Indra Welly, Bp. Janu Hermadi.

25. Biro Donor Darah; Mujiraharjo, Bagas, Ali Riyanto,

M.Diwan Sigit, Indri Prayoko.

26. Biro Dokumentasi dan Kearsipan; Adhi Maryanto,

Ananda Eka, Lutfi Efendi, Yoga, Zaki Ta’awud

27. Biro Pelatihan dan Pengembangan Masjid; Enggar

Haryo P, Gitta Welly A, Gustami, Suharyanto, SE.

Haidar M. Tilmitsani.

72

28. Biro Hukum dan Advokasi; Mustofa,SH, Agung

Setyo,SH , Ismail Thoha Putra,SH , Agus Triatno,SH,

Rudi Fadilah, Gustami.

29. Biro Binaan Dakwah; Muhammad Affan Priyono,

Nendi Sofanni, Hasan Habib, Bambang Priyambodo,

Suratno, Bp.Sugiarto.

30. Biro Koordinator Jamaah; RW 9: Bp. Mujiono,

RW10: Bp.Eko Teguh, RW 11: Bp.Jazir ASP, RW12:

Bp.Agus Triyatno, SH, Hartono, Jamaah Non Warga:

Bp.Sugiarto

6. Program Pengembangan dan Pemberdayaan Sarana

Masjid

“Masjid mandiri” telah menjadi sebuah cita-cita dari

Masjid Jogokariyan sejak beberapa tahun yang lalu. Setelah

sukses menggerakkan gerakan Jamaah Mandiri yang

mempunyai konsep agar Masjid dapat hidup mandiri dengan

infaq dari jamaah, tanpa sokongan dana eksternal, Masjid

Jogokariyan terus mengembangkan strategi menuju tahapan

selanjutnya dalam konsep pembiayaan menghidupi Masjid.

Konsep “masjid mandiri” mengharuskan sebuah Masjid harus

bisa memenuhi seluruh kebutuhan pemeliharaan dan

operasional rutin harian dari dana usaha masjid.

73

Dengan demikian, Seluruh infaq yang terkumpul dari

masyarakat dapat digunakan sepenuhnya untuk pelayanan dan

kegiatan dakwah.11

11 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,

(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 54

74

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN

A. Proses Difusi Inovasi ‘Gerakan Mensholatkan Orang

Hidup’ Di Masjid Jogokariyan Yogyakarta Dalam

Meningkatkan Kualitas Imarah.

Inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”

merupakan suatu gagasan yang mana tidak lain adalah

upaya untuk mengajak warga jamaah Muslim yang sudah

mukallaf (sudah baligh) untuk dapat menunaikan shalat

secara berjamaah di masjid.1 Banyak masjid di Indonesia

yang program-programnya hanya berfokus pada

peringatan hari besar Islam. Namun berbeda di Masjid

Jogokariyan Yogyakarta, gagasan utama masjid adalah

“Mensholatkan Orang Hidup”.

Gagasan ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun

1999, yang awalnya muncul sebagai bentuk keresahan

pengurus masjid akan sepinya warga jamaah yang datang

untuk melaksanakan sholat berjamaah di masjid.2 Padahal,

diperkirakan ada sekitar 3.960 warga yang tinggal di

Kampung Jogokariyan.3 Gagasan ini sebagai suatu inovasi

baru yang menghadirkan ide-ide baru ditengah

1 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada 20

Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.

2 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir

Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.

3 Hasil Survei Masjid Jogokariyan Pada Tahun 2005.

75

masyarakat sebagai tujuan untuk memudahkan kaum

muslimin dalam beribadah dalam rangka memakmurkan

masjid. Dimana inovasi berupa Gerakan mensholatkan

orang hidup ini kemudian disebarluaskan dan

dikomunikasikan melalui saluran tertentu, dari waktu ke

waktu, diantara anggota sistem sosial. Proses difusi

inovasi ini nantinya akan sangat berpengaruh terhadap

proses pengambilan keputusan terhadap inovasi tersebut.

Sebelum memasuki tahapan pengambilan

keputusan inovasi yang dilakukan oleh para warga jamaah

Masjid Jogokariyan, maka baiknya dan sesuai dengan

teori difusi inovasi itu sendiri, penulis harus mengetahui

elemen apa saja yang ada di dalam sebuah difusi inovasi.

Berikut hasil temuan penulis melalui wawancara bersama

Dewan Takmir Masjid Jogokariyan Yogyakarta.

1. Inovasi

Inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” adalah

sebuah gagasan yang dianggap baru oleh warga jamaah.

Gagasan ini menawarkan solusi dan berbagai ide-ide

menarik berupa pelayanan untuk memudahan warga

jamaah yang belum bisa sholat dan yang masih enggan

untuk mengerjakan sholat. Salah satu upaya yang

dilakukan yaitu memberikan pelayanan serta

memberikan pelatihan sholat kepada warga yang belum

bisa sholat, dan masjid berusaha memupuk semangat

76

jamaah sehingga tidak malu pergi ke masjid untuk sholat

berjamaah. Sebagaimana Takmir Masjid Jogokariyan

mengungkapkan bahwa :

“Saya kira menshalatkan orang yang sudah mati kita

sudah terbiasa, tapi menshalatkan yang masih hidup ini

tidaklah mudah dan adalah proses untuk mengajak

orang kepada rukun Islam, dan yang paling asasi ketika

mati, yang pertama ditanya (malaikat) adalah shalat.

Banyak masjid yang pogram-programnya adalah

peringatan hari besar Islam. Di tempat kami, program

utama masjid adalah “menshalatkan” orang hidup. Ini

lebih sulit dari pada menshalatkan orang mati.

Menshalatkan orang hidup tidak lain mengajak Muslim

yang sudah mukallaf (sudah baligh) untuk shalat

berjamaah di masjid..”4

Dalam pernyataan di atas, ada beberapa hal baru yang

dilakukan oleh Takmir Masjid Jogokariyan dalam

“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” yang mana ide

ide ini dipilih karena ingin memberikan sesuatu kesan

yang berbeda dan unik dibanding masjid-masjid

kebanyakan untuk dapat menarik jamaah agar mau

melaksanakan sholat berjamaah di masjid. Seperti yang

dikatakan oleh Ketua Takmir Masjid Jogokariyan:

4 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada 20

Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB. .

77

“Pada awalnya, gagasan ini muncul karena

keresahan Pengurus masjid akan sepinya warga jamaah

yang datang untuk melaksanakan sholat berjamaah di

masjid. Waktu itu ketuanya ust. Jazir tahun 1999. Waktu

itu yang sholat berjamaah hanya sekitar 2 keluarga,

kemudian kami berusaha mengajak warga di kampung

Jogokariyan untuk dapat melaksanakan sholat secara

berjamaah. Kami semaksimal mungkin memberi

pelayanan kepada jamaah supaya mau untuk datang

melaksanakan sholat berjamaah di masjid sekaligus

memaramaikannya. Inilah yang dinamakan (gerakan)

menshalatkan orang hidup.”

Berikut beberapa hal yang dihadirkan oleh Takmir

Masjid Jogokariyan dalam gerakan “Mensholatkan

Orang Hidup” sebagai ide baru dalam sebuah inovasi :

a. Pelayanan Spiritual

Pelayanan spiritual ditujukan agar Jama’ah

merasa tenang dan nyaman dalam beribadah di

Masjid. Pelayanan ini banyak jenisnya, sebagaimana

di ungkapkan oleh ketua Takmir Masjid

Jogokariyan:

“Mulai 15 mei tahun 2000 kita berikan

undangan shalat subuh berjamaah, materi-materi

kajiannya seputar keutamaan shalat berjamaah.

78

Selain itu jamaah kita layani, kita berikan fasilitas

supaya mereka mau melaksanakan sholat

berjamaah, yang tidak bisa sholat kita ajari, yang

sudah aktif kita semangati supaya lebih aktif lagi.

Kita sediakan Wifi gratis dan kulkas air minum

dingin terutama untuk anak-anak supaya betah,

ketika masuk waktu sholat mereka sholat. Masjid

mencoba mencukupi kebutuhan mendasar warga.

Jadi warga mudah diajak, karena kebutuhannya

dipenuhi oleh masjid”.5

Selain itu masjid juga memberikan

pelayanan berupa konsultasi syariah kepada jamaah

yang memiliki masalah baik dalam kehidupan

sehari-hari maupun masalah ibadah. Sehingga

harapannya jamaah mendapatkan solusi dari

permasalahannya tersebut dan dapat membuat

jamaah lebih tenang dalam beribadah di masjid. Hal

ini dirasakan oleh jamaah seperti yang dikatakan

Informan 4 berikut ini:

“ ... Juga kalo jamaah ada masalah pasti masjid

bisa ngasih solusi...”6

5 Hasil Wawancara dengan Gitta Welly Ariadi, Takmir Masjid

Jogokariyan pada 11 Maret 2021, Pukul: 09.00 WIB.

6 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid Jogokariyan

pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB.

79

Guna menambah pemahaman jamaah,

Masjid juga membuat kajian-kajian khusus setiap

bada sholat yang materinya pun berbeda-beda

sesuai dengan segmentasi jamaahnya. Seperti,

kajian UMIDA (Umi-Umi Muda) dilaksanakan 2

kali, ada yang materinya soft skill seperti memasak

dan membuat kerajinan dan yang lainya berupa

kajian tafsir untuk meningkatkan kapastitas ilmu

agama para ibu-ibu muda (UMIDA).

“Selain itu, kita berikan pemahaman ke

jamaah melalui kajian-kajian keislaman yang kita

sesuaikan dengan segmentasi jamaahnya mulai

dari remaja, ibu-ibu muda, keluarga, hingga yang

khusus untuk para haji (orang kaya/muzakki)”.7

Dibuatkan juga lomba keaktifan shalat

berjama’ah yang dilakukan dua kali dalam

setahun, masing-masing dilaksanakan selama

empat bulan. Lomba keaktifan Jama’ah ini

didukung dengan finger print sebagai alat presensi

sehingga data yang diperoleh akurat. Hafalan surat

khusus pun berhadiah umroh, pelaksanaanya pun

sama dengan lomba keaktifan shalat berjama’ah.

Sehingga dapat menarik jamaah.

7 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada 20

Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.

80

“... Kita juga memberikan hadiah umrah

bagi jamaah yang paling giat melaksanakan

sholat Subuh berjamaah di Masjid

Jogokariyan...”8

Dari berbagai pernyataan di atas, dapat

diketahui bahwa banyak sekali bentuk pelayanan

spiritual yang diberikan oleh Masjid Jogokariyan

dalam rangka memberikan pemahaman dan

kenyamanan kepada Warga Jamaahnya.

b. Pelayanan Sosial

Masjid Jogokariyan memberikan

pelayanan sosial yang bertujuan agar jamaah

lebih terbantu dalam beraktivitas di masjid

sehingga menjadikan masjid sebagai pusat

aktivitas masyarakat. Seperti yang dijelaskan

oleh Takmir Masjid Jogokariyan:

“Nah, di Jogokariyan kita punya model

pemetaan dakwah, kita punya sensus dakwah

yang datanya kita update setiap bulan

Ramadhan, jadi disitu kita punya data jamaah

yang dalam lingkup dakwah kita, yang sudah

shalat, yang belum shalat atau yang shalatnya

8 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir

Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.

81

masih bolong-bolong kita punya data jumlah.

Khusus untuk jamaah yang masih belum shalat,

maka Masjid Jogokariyan memberikan solusi

agar jamaah mau shalat, Nah kepada yang

belum shalat ini kita bisa hadirkan ustadz untuk

datang ke rumah, memberikan hadiah-hadiah,

bergembira merangkul mengajari shalat dirumah

sampai mereka bisa, sampai mereka percaya

diri, kemudian mengajak mereka untuk ke

masjid.”9

Gambar 4.1 Pembagian Bantuan Sembako Ke Rumah

Jamaah

(Sumber: Dokumentasi Masjid Jogokariyan 2021)

9 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir

Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.

82

Takmir juga berusaha merangkul berbagai

komunitas yang ada. Seperti yang dijelaskan oleh

Takmir Masjid Jogokariyan:

Kita juga berusaha mengajak mereka sholat

dengan masuk dalam kumpulan atau pemilik hobi

tertentu, semisal gowes. Untuk mewadahi kegiatan

hobi sepeda ini, akhirnya takmir mendukung

pendirian Djamboel (Djamaah Masjid Bersepeda

Oentel). Setiap kegiatan gowes pagi, misi

dakwahnya kita selipkan, misalnya dengan

mengajak mereka berhenti untuk shalat Dhuha di

masjid setelah itu kulineran yang biayanya

ditanggung masjid. Mereka yang hobi mancing juga

kita fasilitasi. Takmir masjid patungan untuk

dibelikan mobil bagi yang berhobi mancing. Seperti

biasa, sebelum berangkat ke lokasi, malamnya

mancing mania ini sudah diajak mabit dan

Tahajjudan di masjid.10

Senada dengan penyataan di atas, Gitta Welly

Ariadi mengungkapkan bahwa:

“Yang muda kita fasilitasi olahraga,

badminton, futsal, dan sepakbola. Pokokya

bagaimana caranya supaya jamaah betah dan mau

10 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada

20 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.

83

aktif di masjid. Kalo Cuma diteriaki adzan sih

nggak mempan mas.”11

Selain itu Masjid Jogokariyan juga memiliki

Relawan masjid yang siap sedia membantu masjid

dalam melayani jamaah.

“... Ya biasanya di dibantu anak-anak RMJ

dan juga Relawan Masjid.”12

Dari data temuan di atas, Pelayanan sosial

yang dilakukan takmir Masjid Jogokariyan meliputi

relawan masjid, mengadakan komunitas-komunitas,

olahraga. Relawan Masjid Jogokariyan ini

anggotanya memiliki skill yang beragam, dokter,

dokter hewan, ahli medis, atau lainya, sesuai

kebutuhan. Komunitas-komunitas pun dibuat agar

warga tetap meramaikan Masjid, seperti komunitas

DJAMBUL (komunitas sepeda onthel).

Olahraga seperti futsal, sepak bola dan

badminton pun rutin diadakan. Futsal dan sepakbola

umumnya diikuti oleh anak muda dan disediakan

klub khusus yang bernama MU (Muslim United).

11 Hasil Wawancara dengan Gitta Welly Ariadi, Takmir Masjid

Jogokariyan pada 11 Maret 2021, Pukul: 09.00 WIB.

12 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir

Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.

84

Badminton biasanya lebih beragam, diikuti oleh

anak muda hingga orangtua.

c. Pelayanan Ekonomi

Pelayanan ekonomi dilakukan agar

masyarakat terutama yang menjadi Jama’ah rutin

menjadi lebih sejahtera. Program pelayanan di

bidang ekonomi ini salah satunya melalui kulineran.

Seperti yang diungkapkan takmir masjid

jogokariyan:

“Selain itu kita mengajak warga sholat

melalui kulineran. Kita cari warga yang ingin

berdagang. Mereka kita kasih tempat di masjid

tanpa harus membayar, tapi kita kasih tugas kalau

azan tiba agar menyilahkan dan mengajak para

pembeli setia untuk sholat berjamaah”.13

Selain kulineran, takmir juga memberikan

pelayanan berupa jaminan kesehatan kepada jamaah

agar tetap sehat dalam melaksanakan ibada di

masjid.

“Langkah lainnya kami berikan jaminan

kesehatan bagi jamaah yang tidak mampu dengan

asuransi kesehatan, kami juga menyediakan klinik

13 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada

20 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.

85

kesehatan gratis yang buka seusai sholat maghrib

sampai jam 9 malam.”14

Gambar 4.2 RMJ Yang Bertugas Mengelola Poliklinik

Masjid

(Sumber: Dokumentasi Masjid Jogokariyan 2021)

Untuk memenuhi kebutuhan jamaah, Takmir

juga memberikan sembako gratis setiap 15 hari

sekali dan bantuan beras. Seperti yang disampaikan

oleh Takmir Masjid Jogokariyan sebagai berikut:

“Agar mau ke masjid, yang miskin dan yatim

kita kasih sembako gratis dan beras per 15 hari

sekali, sekarang sudah ada juga ATM beras.”15

14 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir

Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.

86

Selain itu, takmir juga memberikan

bantuan biaya pendidikan untuk warga

jamaahnya yang kurang mampu.

“Selain itu kami menyediakan ATM beras

bagi jamaah yang tidak mampu untuk memenuhi

kebutuhan ekonominya, kita sediakan seragam

dan biaya pendidikan juga untuk yang kurang

mampu.”16

Gambar 4.3 ATM Beras Masjid Jogokariyan

(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)

15 Hasil Wawancara dengan Gitta Welly Ariadi, Takmir Masjid

Jogokariyan pada 11 Maret 2021, Pukul: 09.00 WIB.

16 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir

Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB

87

Pembagian sembako biasanya diawali dengan

pembagian kupon sehari sebelumnya, kupon

tersebut dapat ditukarkan dengan sembako,waktu

penukarannya setelah shalat subuh dan tidak berlaku

setelah itu. Sarapan dan wedhangan setelah shalat

subuh ditujukan agar Jama’ah bersemangat datang

ke Masjid dan mengikuti ceramah setelah subuh.17

2. Saluran Komunikasi

Saluran komunikasi adalah sarana atau perantara yang

dipergunakan untuk menyampaikan pesan dari

komunikator ke komunikan. Dalam hal ini adalah sarana

yang digunakan oleh Takmir Masjid Jogokariyan dalam

melakukan penyebaran inovasi gerakan “Mensholatkan

Orang Hidup”.

Pola penyebaran informasi atas keberadaan inovasi

gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini utamanya

dilakukan dengan melalui berbagai saluran komunikasi

seperti:

17 Wedangan berasal dari sebuah kata berbahasa Jawa yaitu

“wedang” yang berarti minuman. Wedangan sendiri dapat berarti suatu tempat

makan sederhana yang buka pada malam hari dimana kita bisa menikmati

berbagai macam makanan dan minuman sambil duduk bersantai untuk sekedar

menikmati suasana yang ada atau bahkan bersosialisasi kepada sesama warga.

Wedangan atau angkringan atau HIK (Hidangan Istimewa ala Kampung)

sangat familiar dan populer di Jawa Tengah khususnya di Yogyakarta dan

Solo. Lihat: RA Kurniawan. Perancangan Promosi Pariwisata Kuliner

Wedangan Kota Solo Melalui Komik Ginasthel. UNS ( Universitas Sebelas

Maret, 2014). hlm. 55

88

a. Komunikasi Interpersonal dan Kelompok

Bersilaturrahim ke rumah-rumah warga di Kampung

Jogokariyan menjadi strategi pendekatan interpersonal

yang berhasil dilaksanakan. Dari, oleh, dan bagi

masyarakat, adalah manfaat yang kini dirasakan. Untuk

mencapai hal itu, takmir juga harus menyatu dengan

masyarakat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ust

Salim A. Fillah selaku Takmir Masjid Jogokariyan:

“Takmir sering mengajak dengan silaturahmi ke

rumah-rumah warga secara langsung, karena Takmir

harus mengenal secara utuh nama-nama kepala

keluarga”.18

Selain itu Takmir juga mengirim para dai ke setiap

rumah warga mukallaf yang belum melaksanakan sholat

untuk kemudian diajari sholat sampai selesai.

“Nah kepada yang belum shalat ini kita bisa

hadirkan ustadz untuk datang ke rumah, memberikan

hadiah-hadiah, bergembira merangkul mengajari shalat

dirumah sampai mereka bisa, sampai mereka percaya

diri, kemudian mengajak mereka untuk ke masjid.”19

18 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada

20 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.

19 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir

Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.

89

Dari Pendekatan interpersonal terbukti meningkatkan

jumlah partisipasi aktif warga Kampung Jogokariyan

yang kini mencapai ratusan jamaah. Pengamatan peneliti

di lokasi, Masjid Jogokariyan yang memiliki dua lantai

bahkan tidak mampu menampung jamaah salat subuh.

Ini membuktikan bahwa masyarakat setempat sudah

menjadi bagian Masjid Jogokariyan.

Setelah waktu sholat, Takmir juga mengadakan

sebuah kajian pekanan yang diisi dengan berbagai

macam materi mencakup semua aspek yang mengatur

kehidupan manusia dalam beragama, bersosial, dan lain

sebagainya. Kajian ini diadakan setiap hari senin, selasa,

kamis, dan ahad. Didalam kajian ini semua warga

jamaah berkumpul dari yang tua sampai yang muda

untuk mendengarkan ceramah agama oleh ustadz.

Melalui pendekatan komunikasi kelompok ini,

diharapkan dapat memberikan semangat dan motivasi

kepada jamaah untuk dapat menambah ilmu serta

memupuk keharmonisan dan kerukunan antar warga

jamaah. Sebagaimana disampaikan oleh Informan 1;

“Pengalaman dan ilmu jelas bertambah karna sering

ada kajian-kajian setiap ba’da sholat....”20

20 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB

90

b. Saluran Komunikasi Massa

Untuk mengajak dan menarik masyarakat agar mau

sholat berjamaah, Masjid Jogokariyan juga

menggunakan berbagai saluran new media seperti

Facebook, Instagram, Twitter, Youtube, WhatApp, serta

Telegram. Seperti yang dikatakan oleh Ust. Welly selaku

Takmir Masjid Jogokariyan sebagai berikut :

“Belum lama ini karena perkembangan internet kita

maksimalkan lewat media sosial. Setiap masjid ada

kegiatan kita share. Kita punya tim IT, Setiap kali azan,

kita akan membuat status untuk mengingatkan waktu

salat dan mengajak salat berjamaah, baik melalui

Facebook, Twitter, Telegram maupun Istagram. Tahun

2020 kemarin berhubung pandemi, jamaah juga mulai

kita buatkan grup WA untuk memudahkan kita berbagi

informasi. Sekarang kita pakai cara dengan media

sosial, dengan kata-kata yang lebih mengena. Kita

dakwah menyasar lini media sosial agar bisa tersebar

luas.”21

21 Hasil Wawancara dengan Gitta Welly Ariadi, Takmir Masjid

Jogokariyan pada 11 Maret 2021, Pukul: 09.00 WIB.

91

Gambar 4.4 Ruang Studio Tim IT Masjid Jogokariyan

(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis, 2021)

Memperjelas penuturan di atas, bahwasannya Takmir

memilih melakukan komunikasi melalui saluran media

massa karena dianggap efisien dan jangkauannya luas.

Hal ini selaras dengan pernyataan drh. Agus Abadianto

selaku Ketua Takmir Masjid Jogokariyan, berikut

pemaparannya:

“Sekarang karena zaman sudah berkembang, kita

juga sudah menggunakan media sosial untuk bisa

mengajak orang sholat berjmaaah di masjid karena

lebih cepat dan sasarannya bisa lebih luas.”22

22 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir

Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.

92

Gambar 4.5 Ajakan Sholat Gerhana Berjamaah di

Masjid Melalui Media Sosial

(Sumber: Instagram @masjidjogokariyan)

Sebagaimana disampaikan oleh Informan 1, bahwa

jamaah akan tertarik ke masjid jika konten yang

disampaikan di media sosial jelas dan menarik.

“Efektif, apalagi dengan info yang jelas dan konten

yang menarik.. Apalagi sekarang ada Ig masjid

jogokariyan, kemudian ada salah satu postingan yang

93

membuat saya tergugah dan menambah semangat untuk

beraktivitas di masjid.”23

Untuk meningkatkan jumlah jamaah sholat, selain

memanfaatkan new media, Masjid Jogokariyan juga

pernah membuat undangan cetak eksklusif yang

kemudian di sebar ke rumah-rumah warga yang menjadi

wilayah dakwah Takmir Masjid. Hal ini dibuat untuk

menarik jamaah agar dapat melaksanakan sholat.

Hasilnya pun cukup menakjubkan. Ada peningkatan

jumlah jamaah secara signifikan. Sebagaimana

diungkapkan oleh Takmir Masjid Jogokariyan:

“Dulu masjid pernah mengundang jamaah untuk

sholat subuh. Caranya, yaitu dengan membuat

undangan cetak, layaknya pernikahan. Semua undangan

ditulis dengan daftar nama jamaah. Undangan itu persis

berbunyi “Mengharap kehadiran Bapak/Ibu/Saudara

dalam acara Shalat Subuh Berjamaah, besok pada pukul

04.15 WIB di Masjid Jogokariyan”. Undangan itu

dilengkapi hadist-hadist keutamaan Shalat Subuh.”24

Setiap Tahun, Masjid Jogokariyan juga menerbitkan

kalender dan buletin yang di beri nama BULIF (Buletin

Idul Fitri) konten-kontenya berisi tentang sejarah

23 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB

24 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir

Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.

94

sahabat, inspirasi, kegiatan-kegiatan Masjid

Jogokariyan, cerita anak Islami, iptek qur’ani dan masih

banyak lagi. Seperti yang diungkapkan oleh Takmir

Masjid Jogokariyan:

“Kalau sekarang medianya banyak mas, kita setiap

tahun cetak kalender dan buletin setiap idul fitri, disitu

tetap kita sisipkan ajakan untuk sholat berjamaah di

masjid.” 25

Gambar 4.6 Kalender Masjid Jogokariyan 2021

(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)

25 Hasil Wawancara dengan Gitta Welly Ariadi, Takmir Masjid

Jogokariyan pada 11 Maret 2021, Pukul: 09.00 WIB.

95

Kalender dan buletin ini digunakan sebagai media

informasi dan komunikasi di kampung Jogokariyan.

setiap tahun buletin ini di cetak sebanyak 1.500

eksemplar.

3. Jangka Waktu

Pada elemen ini berkaitan dengan gambaran umum

tentang kapan suatu inovasi diputuskan untuk diterima

atau ditolak. Waktu penyebaran inovasi “Gerakan

Mensholatkan Orang Hidup” oleh Takmir Masjid

Jogokariyan sudah dimulai sejak tahun 1999, dalam hal

ini berdasarkan penuturan Takmir Masjid Jogokariyan

mengungkapkan bahwa:

”Memang kita programkan. Sebenarnya gagasan dan

inovasi mengajak warga untuk sholat berjamaah di

masjid itu sudah muncul dari tahun 1999. Kita buat

skenario planning sejak tahun 2000, skenario

planingnya, tahun 2005 jogokariyan kampung islami,

indikatornya shalat subuhnya mencapai 20% dari

jumatan, jumlah muzakkinya 15% dari jumlah penduduk,

program-program masjid menyentuh kebutuhan pokok

masyarakat. Mulai 15 mei tahun 2000 kita berikan

undangan shalat subuh berjamaah, materi-materi

kajiannya seputar keutamaan shalat berjamaah.

96

Sebenarnya kata kunci dari semuanya itu ya

perencanaan dan kesinambungan.”26

Dari pernyataan di atas bahwasannya adanya dimensi

waktu dalam proses difusi inovasi berawal dari tahun

1999 dan seiring berjalannya waktu jamaah Masjid

Jogokariyan kian bertambah banyak dan “Gerakan

mensholatkan orang hidup” ini mulai terlihat hasilnya

pada tahun 2015, dan sekarang mukallaf yang belum

shalat tinggal 3 orang. Sebagaimana diungkapkan oleh

Tamir Masjid Jogokariyan:

“Dari jumlah tersebut, 1.900 orang adalah mukallaf.

Masjid pernah melakukan survei tahun 2005 ada 480

dari 1900-an mukallaf yang belum melaksanakan shalat.

Alhamdulillah tahun ini mukallaf yang belum shalat

tinggal 3 orang. Mereka (yang sudah dilatih) kini lebih

rajin dari jamaah lama. Banyak yang datang ke masjid

jam tiga pagi, jauh sebelum shalat Subuh dilakukan.”.27

Meskipun demikian, jangka waktu atau kecepatan

yang dilalui informan dalam menerima inovasi gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” ini berbeda-beda. Hal

tersebut dapat dilihat pada proses pengambilan keputusan

inovasi.

26 Hasil Wawancara dengan Gitta Welly Ariadi, Takmir Masjid

Jogokariyan pada 11 Maret 2021, Pukul: 09.00 WIB

27 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada

20 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.

97

4. Sistem Sosial

Pada dasarnya sistem sosial yang dimaksud adalah

sistem sosial yang mengetahui serta ikut dalam

“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”. inovator

perlu untuk memahami sistem sosial yang menjadi

sasaran penerapan suatu inovasi yang akan

disebarluaskan. Elemen sistem sosial berkaitan

dengan siapa aktor yang terlibat dalam proses difusi

inovasi. Sebagaimana penuturan Takmir Masjid

Jogokariyan, sebagai berikut:

“Masjid kami melayani 4 RW dan 18 RT

mencakup 870 KK dengan perkiraan 3.960 jiwa. Dari

jumlah tersebut, 1.900 orang adalah mukallaf.”28

Gambar 4.7 Peta Dakwah Masjid Jogokariyan

(Sumber: Dokumen Arsip Masjid Jogokariyan)

28 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada

20 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.

98

Berdasarkan hasil wawancara diatas ditemukan aktor

yang terlibat dalam proses difusi inovasi dikategorikan

menjadi dua yaitu inovator yaitu Takmir Masjid

Jogokariyan Yogyakarta dan adopter yaitu para warga

masyarakat Kampung Jogokariyan.

Pada temuan data terkait proses adopsi inovasi

yang dilaluinya jamaah dalam hal ini penulis paparkan

berdasarkan kategorinya, berikut ini:

1. Pola Penyebaran Informasi Inovasi Gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup”

Tahap awal ketika seseorang memutuskan

mengadopsi suatu inovasi ialah pada keberadaan inovasi

dan memperoleh pemahaman tentang bagaimana

fungsinya.

a. Kesadaran Para Informan Terhadap Kehadiran

Inovasi

Berdasarkan data temuan yang penulis dapatkan,

para jamaah kebanyakan mendapatkan pengetahuan

melalui komunikasi interpersonal, seperti yang

diungkapkan informan 1 berikut ini:

“Dari ajakan mas, Awal mulanya dulu pernah ikut

TPA, kemudian bergaul dengan kakak-kakak dan

99

pengurus masjid. Nah disitu saya lalu dijelaskan

mengenai keutamaan memakmurkan masjid dan

sekarang direkrut jadi pengurus RMJ. Sekarang si

sudah banyak dishare di medsos masjid tentang

program itu.”29

Begitu pula halnya dengan yang dialami oleh

informan 4, berikut pemaparannya:

“Tahu pertama kali ada program seperti itu dari

takmir masjid ketika datang ke rumah pada tahun

2008, waktu ngobrol-ngobrol di ajak untuk aktif

sholat berjamaah di masjid dan dikasih tahu

keutamaannya. Itu cukup lama mas tadinya saya gak

langsung aktif. Baru sekitar tahun 2009 akhirnya

saya sadar.”30

Sedikit berbeda dengan yang diungkapkan oleh

informan 3 yang sudah aktif di masjid sedari usia

dini, berikut pemaparannya:

“Dari masih kecil saya sudah aktif ke masjid mas.

Sering diajak orang tua ke masjid karena rumah saya

dekat. Tapi sekitar umur 20an baru benar benar

terpahamkan tentang keutamaan sholat berjamaah.

29 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB

30 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB

100

Pernah dapet undangan juga dari takmir untuk sholat

subuh berjamaah dan itu sangat menarik buat

saya.”31

Ketiga informan ini sama sama mendapatkan

infromasi keberadaan “Gerakan Mensholatkan Orang

Hidup” melalui saluran komunikasi Interpersonal.

Sedangkan pada infroman 2 pengetahuan tentang

kehadiran gagasan “Gerakan Mensholatkan Orang

Hidup” didapatkan melalui ajakan dan dari saluran

komunikasi massa yaitu new media. Seperti yang

diutarakan oleh informan 2 yang mengetahui dari

aplikasi Instagram dan WhatsApp:

“Dari ajakan dan kesadaran mas, waktu masih

anak-anak kadang juga sering diajak ikut ke masjid.

Tapi mulai benar-benar aktif mungkin sekitar tahun

2015, liat-liat teman share kegiatan masjid

jogokariyan di Instagram dan WA kok menarik.”32

Pernyataan di atas memberikan pengertian bahwa

komunikasi interpersonal dan komunikasi massa

mempunyai peranan yang amat penting dalam

tahapan pengetahuan gerakan “Mensholatkan Orang

31 Hasil Wawancara dengan Bambang, Jamaah Masjid Jogokariyan

pada 9 Maret 2021, Pukul: 10.00 WIB

32 Hasil Wawancara dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada7 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB

101

Hidup” ini. Saluran komunikasi interpersonal menjadi

salah satu faktor utama sehingga ke 4 infroman di

atas dapat mengenal dan mengetahui sebuah inovasi

baru berupa “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”.

b. Fungsi dari Adanya Gerakan “Mensholatkan

Orang Hidup”

Penyebaran informasi terkait inovasi gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” yang berasal dari

saluran interpersonal dan komunikasi massa membuat

masyarakat tentunya memiliki kesadaran terkait

fungsi inovasi yang akan mereka adopsi.

Sebagaimana data yang penulis dapatkan, para

informan setelah proses penyebaran informasi yang

mereka dapatkan terkait inovasi tersebut, mereka

mencari tau fungsi dari gerakan tersebut.

Seperti yang dipaparkan oleh informan 4 yang

berpendapat bahwa ‘gerakan mensholatkan orang

hidup ini’ berfungsi sebagai solusi bagi warga jamaah

yang memiliki masalah seputar keagamaan :

“... Adanya gerakan ini cukup membantu, bisa

jadi solusi karena kebanyakan masyarakat males

untuk beraktivitas dan beribadah di masjid karena

102

mereka belum paham mengenai keutamaannya dan

kadang malu seperti saya dulu...”33

Begitu pula dengan informan 3 yang berpendapat

bahwa gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini bisa

menjadi alternatif solusi bagi permasalahan di

masyarakat:

“Pelayanannya banyak mas, dari segi kebersihan

masjid, keamanan, dan fasilitas masjid yang

diberikan sehingga jamaah bisa merasa nyaman dan

khusu shalat dimasjid. Ada juga yang jamaah belum

sholat diajak sholat, diajari sampai bisa. Yang

kurang mampu di bantu, jadi jamaah merasakan

manfaat dari kehadiran masjid. Kalo ngomongin

manfaatnya masih banyak mas, menambah ilmu,

wawasan tentang islam, mempererat silaturrahmi

dengan jamaah yang lainnya.”34

Berdasarkan data temuan di atas, para informan

beranggapan gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”

ini memiliki fungsi yang relevan. Di mana gagasan

ini sebagai alternatif solusi untuk warga jamaah

dalam masalah masyarakat dan keagamaan sehingga

merasa terfasilitasi. Pelayanan yang diberikan Takmir

33 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB

34 Hasil Wawancara dengan Bambang, Jamaah Masjid Jogokariyan

pada 9 Maret 2021, Pukul: 10.00 WIB

103

Masjid Jogokariyan dinilai sangatlah bermanfaat dan

dapat memperkuat semangat para jamaahnya untuk

memakmurkan masjid. Dengan kata lain, sikap atau

kepercayaan individu tentang inovasi memiliki

banyak hal untuk dikatakan tentang perjalanannya

melalui proses keputusan inovasi.

2. Faktor Ketertarikan Terhadap Gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” Yang Mempengaruhi

Tahap Keputusan

Proses disfusi inovasi gerakan “Mensholatkan

Orang Hidup” memiliki pertimbangan di mana inovasi

berupa gagasan tersebut akan diadopsi atau tidak.

Pertimbangan-pertimbangan ini dapat dilihat berdasarkan

karakteristik yang dapat mempengaruhi proses adopsi

tersebut.

a. Kemanfaatan Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”

1) Inovasi yang mengguntungkan.

Sifat inovasi sangat menentukan jenis

spesifik keuntungan relatif (seperti ekonomi,

sosial dan sejenisnya) yang penting bagi

pengadopsi, dalam hal ini para pengguna

merasakan inovasi itu mengguntungan atau tidak.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Informan 3 :

“Pelayanannya banyak mas, dari segi

kebersihan masjid, keamanan, dan fasilitas

masjid yang diberikan sehingga jamaah bisa

104

merasa nyaman dan khusu shalat dimasjid. Ada

juga yang jamaah belum sholat diajak sholat,

diajari sampai bisa. Yang kurang mampu di

bantu, jadi jamaah merasakan manfaat dari

kehadiran masjid. Kalo ngomongin manfaatnya

masih banyak mas, menambah ilmu, wawasan

tentang islam, mempererat silaturrahmi dengan

jamaah yang lainnya.”35

Tidak hanya itu gerakan “Mensholatkan

Orang Hidup” dapat dimanfaatkan para jamaah

sebagai media dakwah untuk dapat mengajak

orang lain dalam berbuat kebaikan. Sebagaimana

disampaikan oleh Informan 2:

“... banyak manfaatnya. Karena semakin

banyak yang ikut semakin baik. Dan bisa jadi

ladang dakwah kita juga.”36

Hal tersebut senada dengan informan 1

yang merasakan keuntungan dari adanya gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup”.

“Pengalaman dan ilmu jelas bertambah

karna sering ada kajian-kajian setiap ba’da

sholat. Apalagi sering ada banyak pelatihan jadi

35 Hasil Wawancara dengan Bambang, Jamaah Masjid Jogokariyan

pada 9 Maret 2021, Pukul: 10.00 WIB

36 Hasil Wawancara dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB

105

bisa tambah softskill dan bisa nemuin jati diri

seorang muslim”.37

Adanya gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup telah memenuhi kebutuhan para jamaah.

Para informan yang merupakan warga jamaah ini

tidak hanya memperoleh keuntungan berupa bisa

menunaikan sholat berjamaah saja. Para jamaah

juga memperoleh keuntungan dari segi agama,

sosial dan ekonomi. Di mana ditemukan data para

jamaah lebih terpahamkan akan urgensi sholat

berjamaah beraktivitas di masjid. Serta dari segi

sosial, gagasan ini sangat efektif untuk membina

kebersamaan jamaah. Di sisi lain warga jamaah

juga merasa terbantu dengan bantuan dan fasilitas

pelayanan yang diberikan.

2) Inovasi Konsisten dengan Nilai-Nilai Yang Dianut

Salah satu yang mempengaruhi proses

adopsi adalah sebuah inovasi yang dianggap

konsisten dengan nilai nilai yang ada, pengalaman

masa lalu serta kebutuhan. Jika inovasi tidak

sesuai dengan nilai dan norma dalam sistem sosial

dalam masyarakat umumnya, maka inovasi tidak

akan di adopsi. Seperti yang dikatakan informan 1

bahwa selain fokus mengajak orang untuk

melaksanakan sholat berjamaah di masjid

37 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB

106

sebagaimana diusung dalam gerakan ini, materi

materi yang disampaikan seputar keutamaan

sholat berjamaah dan memakmurkan masjid pun

berlandaskan Alquran dan Hadist serta

kepercayaan juga berasal dari adanya kegiatan-

kegiatan masjid yang disesuaikan dengan adat

budaya yang berlaku di lingkungan setempat.

“Sangat sesuai mas, sama seperti yang di

ajarin guru waktu di TPA dan sekolah. Dalil yang

dipakai juga jelas ada di al-Quran dan hadist

kalau sholat berjamaah itu lebih utama daripada

sholat sendirian”.38

Sehingga para informan berpendapat

bahwa apa yang dilakukan oleh Takmir masjid

Jogokariyan dalam “Gerakan Mensholatkan orang

Hidup” ini sangat mulia dan dapat dipertanggung

jawabkan, sebagaimana yang diungkapkan oleh

informan 3:

“Ya sangat sesuai mas, karena menurut

saya sholat berjamaah itu penting. Apalagi

mengajak orang untuk berbuat kebaikan itu

perbuatan yang sangat mulia.”39

Dalam penelitian ini para informan

memiliki ketertarikan dengan gerakan

38 Hasil Wawancara dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB

39 Hasil Wawancara dengan Bambang, Jamaah Masjid Jogokariyan

pada 9 Maret 2021, Pukul: 10.00 WIB

107

“Mensholatkan orang Hidup” dikarenakan nilai

nilai yang dianut dalam inovasi tersebut. di mana

gagasan ini memiliki kesesuaian dengan ajaran

agama Islam dan adat budaya setempat.

3) Inovasi yang Mudah Digunakan Atau Dipahami.

Keberadaan gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup” yang berbasis pelayanan dalam

memudahkan ibadah merupakan sebuah inovasi

dari perkembangan dakwah di era modern.

Inovasi yang mudah untuk dipahami dan

dimengerti akan mempengaruhi kecepatan

individu untuk mengadopsi nya. Semakin mudah

dimengerti oleh warga masyarakat, maka inovasi

tersebut semakin mudah untuk menarik perhatian

dan diadopsi. Seperti yang dikatakan oleh

informan 4 di mana ia merasa gagasan ini mudah

dimengerti dan dipahami berdasarkan pelayanan

dan fasilitas yang diberikan Takmir Masjid

Jogokariyan :

“kami jamaah diberikan bantuan berupa

sembako dan beras oleh masjid. Juga kalo

jamaah ada masalah pasti masjid bisa ngasih

solusi. Terus dimasjid ada wifi yang bisa bikin

jamaah betah.”40

40 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB

108

Selain itu Takmir Masjid Jogokariyan

mengangap gerakan “Mensholatkan orang Hidup”

yang berbasis pelayanan dan fasilitas sudah

digolongkan sesuai dengan segmentasi sistem

sosial masing-masing :

“... kita berikan pemahaman ke jamaah

melalui kajian-kajian keislaman yang kita

sesuaikan dengan segmentasi jamaahnya mulai

dari remaja, ibu-ibu muda, keluarga, hingga yang

khusus untuk para haji (orang kaya/muzakki)”.41

Berdasarkan pernyataan di atas, penulis

mengambil kesimpulan bahwa para informan di

atas sama sekali tidak merasa kesulitan dalam

mengikuti gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”.

b. Pengambilan Keputusan Adopsi Inovasi

gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”

Pengambilan keputusan dalam adopsi inovasi

berupa gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”

terjadi ketika seorang individu terlibat dalam

aktivitas yang mengarah pada pilihannya untuk

menerima atau menolak inovasi tersebut. Dalam

penelitian ini, peneliti menemukan data bahwa

para warga jamaah memutuskan untuk menerima

inovasi tersebut dikarenakan faktor kepercayaan

41 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada

20 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.

109

terkait substansi ajakan kepada seseorang untuk

melaksanakan sholat berjamaah dan beraktivitas

memakmurkan masjid yang dilakukan Takmir

Masjid Jogokariyan dalam bentuk pelayanan dan

fasilitas yang memudahkan warga masyarakat

untuk beribadah di masjid.

Berdasarkan hasil temuan yang telah penulis

jelaskan sebelumnya di mana keuntungan dari

gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini seluruh

informan rata-rata berpendapat bahwa faktor

kemanfaatan dari pelayanan dan fasilitas yang

diberikan untuk memudahkan warga jamaah

dalam beribadah menjadikan mereka mempercayai

nilai nilai atau substansi materi yang terdapat

dalam gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”.

Sedangkan, terdapat faktor lain di mana para

informan memiliki ketertarikan mengadopsi

gagasan ini dikarenakan referensi yang dipakai

oleh Takmir Masjid Jogokariyan dalam

menjalankan “gerakan mensholatkan orang hidup”

ini berdasarkan Al-Quran dan hadist serta sesuai

dengan nilai-nilai ajaran islam sebagaimana ia

pelajari di TPA dan di sekolah berbasis agama.

“Sangat sesuai mas, sama seperti yang di

ajarin guru waktu di TPA dan sekolah. Dalil yang

dipakai juga jelas ada di al-Quran dan hadist

110

kalau sholat berjamaah itu lebih utama daripada

sholat sendirian”.42

Berdasarkan data di atas, ditemukan bahwa

informan memiliki ketertarikan pada gagasan ini

dan memutuskan untuk mengadopsi gagasan ini

dikarenakan sesuai dengan apa yang ada pada

Alquran dan Hadist. Gerakan “Mensholatkan

orang Hidup” ini bisa menjadi alternatif solusi

untuk warga masyarakat untuk dapat

melaksanakan sholat berjamaah dan

memakmurkan masjid.

3. Penerapan Gerakan “Mensholatkan orang Hidup”

dalam Kehidupan Beragama Warga Masyarakat

a. Program ini sebagai solusi kemakmuran Masjid

Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini

berfokus pada pelayanan berupa memberikan fasilitas

ibadah yang dapat membantu dan menarik warga

masyarakat untuk dapat menjalankan sholat berjamaah

dan beraktivitas di Masjid. seperti yang diungkapkan oleh

informan 1, sebagai berikut :

“Awalnya saya bingung apa itu maksudnya

mensholatkan orang hidup, tapi setelah tahu filosofinya

42 Hasil Wawancara dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB

111

jadi malah sangat ikut mensupport. Seneng kalau

masjidnya ramai.”43

Sementara itu informan 4 mengatakan bahwa

warga masyarakat memandang program ini dapat

meningkatkan motivasi masyarakat untuk sholat

berjamaah di masjid juga sekaligus sebagai alternatif

solusi bagi mereka yang memiliki permasalahan baik

dalam hal ibadah sampai dengan masalah sosial.

”kami jamaah diberikan bantuan berupa sembako

dan beras oleh masjid. Juga kalo jamaah ada masalah

pasti masjid bisa ngasih solusi. Terus dimasjid ada wifi

yang bisa bikin jamaah betah.”44

Gambar 4.8 Suasana Sholat Berjamaah Yang Tetap Ramai di

Masa Pandemi Covid-19

(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)

43 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB

44 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB

112

b. Intensitas penggunaan gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup”

Semakin sering dan semakin tinggi intensitas suatu

inovasi disebarluaskan dan dijalankan, maka setiap

individu akan semakin cepat mengadopsi inovasi tersebut.

Ditemukan data yang berbeda-beda dari setiap informan

dalam mengadopsi inovasi gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup” ini. Berdasarkan data temuan diperoleh informasi

bahwa para informan rata-rata sudah aktif mengikuti

sholat berjamaah dan kegiatan di masjid ketika sudah

mengadopsi inovasi tersebut. Seperti yang disampaikan

informan 3 :

“Dari masih kecil saya sudah aktif ke masjid mas.

Sering diajak orang tua ke masjid karena rumah saya

dekat. Tapi sekitar umur 20an baru benar benar

terpahamkan tentang keutamaan sholat berjamaah.”45

Hal yang tidak jauh berbeda juga disampaikan

informan 1:

“Alhamdulillah sering, Saya sudah enam belas

tahun aktif ikut sholat jamaah”.46

Berdasarkan data temuan di atas, didapati fakta

bahwa beberapa informan terbilang intens dalam

melaksanakan sholat berjamaah dan berkaktivitas di

45 Hasil Wawancara dengan Bambang, Jamaah Masjid Jogokariyan

pada 9 Maret 2021, Pukul: 10.00 WIB

46 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB

113

masjid setelah mereka mengadopsi “Gerakan

Mensholatkan Orang Hidup” ini

c. Perilaku individu dalam menerapkan inovasi.

Beberapa informan juga menunjukkan antusiasme

lebih setelah mengadopsi inovasi. Mereka tidak hanya

menikmati inovasi “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”

untuk diri mereka sendiri, tetapi juga berupaya mengajak

secara langsung dan berbagi informasi kepada orang lain

(teman ataupun keluarga). Mereka percaya bahwa dengan

membagikan informasi seputar keutamaan sholat

berjamaah dan memakmurkan masjid di new media

merupakan bentuk dari ekspresi dakwah. Seperti yang

dilakukan informan 1 yang tak ragu untuk mengajak

warga masyarakat yang lain untuk ikut sholat berjamaah

dan beraktivitas di masjid:

“Insya Allah selalu mas, bismillah untuk

istiqomah. Ya, karena itu bagian dari dakwah.”47

Sedikit berbeda dengan informan 2 yang

mengekspesikan dakwahnya dalam bentuk share dan

rekomendasi mengenai inovasi ini melalui media sosial

seperti informan 2 :

“Karena semakin banyak yang ikut semakin baik.

Dan bisa jadi ladang dakwah kita juga. Saya saya share

di medsos juga kalo ada acara.”48

47 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB

114

Berdasarkan data temuan di atas terkait prilaku

individu dalam penerapan inovasi berupa gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup”. Beberapa informan ada

yang mengekspresikan dakwahnya melalui ajakan secara

langsung. Sedangkan, ada juga yang merekomendasikan

inovasi ini ke khalayak melalui new media.

d. Perubahan Pengetahuan Spiritual Keagamaan dalam

Sistem Sosial

Intensitas serta aktivitas dalam mengikuti gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” ini berdampak pada

perbaikan sikap dan pengetahuan dalam kehidupannya.

Asumsi ini berangkat dari pertanyaan: apakah agama

dapat memberikan dorongan positif atau negatif terhadap

masyarakatnya.

Para informan rata rata mengaku ada perubahan

positif dari akibat intensifitas mereka selama mengikuti

gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”. Seperti yang

diungkapkan informan 4 sebagai berikut:

“Insya Allah iya mas, alhamdulillah saya

sekarang selalu ikut sholat berjamaah dan gak mau

ketinggalan setiap masjid ada kegiatan karena sangat

positif dan banyak manfaatnya.”49

48 Hasil Wawancara dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB

49 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB

115

Informan 4 berpendapat perubahan yang ia

rasakan ialah perubahan sikap yang lebih religius lebih

semangat dalam beribadah. Hal tersebut pun diungkapkan

oleh informan 2:

“...saya semakin terpahamkan dengan berjamaah

makin banyak manfaat yang bisa kita dapatkan, hidup

jadi lebih tenang. Bisa kumpul dengan orang-orang baik

yang mengajak kepada kebaikan.”50

Pemaparan di atas ialah pembuktian bahwa adanya

inovasi berupa gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”

dapat memberikan energi pengaruh yang positif baik itu

perubahan sikap yang menjadi lebih religius serta

pemahaman agama yang semakin bertambah.

4. Tanggapan Informan Terhadap Pengambilan

Keputusan Inovasi Gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup”

Temuan data dalam mencari penguatan untuk

keputusan inovasi yang telah dibuat, tetapi ia dapat

membalikkan keputusan ini jika terkena pesan yang saling

bertentangan tentang inovasi tersebut. Dalam hal ini semua

informan memutuskan untuk mengadopsi gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” karena dinilai sesuai dengan

kebutuhan mereka. Seperti yang di ungkapkan oleh informan

4 berikut ini:

50 Hasil Wawancara dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB

116

“Ya saya menerima, karna unik. Soalnya kayaknya

belum ada masjid yang begini. Seneng saja begitu mas kalo

masjidnya ramai. Adanya gerakan ini cukup membantu” 51

Hal yang tak jauh berbeda di ungkapkan oleh

informan 3:

“Pelayanannya banyak mas, dari segi kebersihan

masjid, keamanan, dan fasilitas masjid yang diberikan

sehingga jamaah bisa merasa nyaman dan khusu shalat

dimasjid. Ada juga yang jamaah belum sholat diajak sholat,

diajari sampai bisa. Yang kurang mampu di bantu, jadi

jamaah merasakan manfaat dari kehadiran masjid.”52

Pada tahap ini warga masyarakat memutuskan untuk

mengadopsi inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”

karena memberikan kemanfaatan, menambah pemahaman

seputar memakmurkan masjid dan sholat berjamaah serta

dapat menjadi alternatif solusi keagamaan sesuai kebutuhan

bagi para penggunanya melalui layanan dan fasilitas yang

diberikan.

51 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB

52 Hasil Wawancara dengan Bambang, Jamaah Masjid Jogokariyan

pada 9 Maret 2021, Pukul: 10.00 WIB

117

Tabel 4.1 Data Partisipasi Jamaah Masjid Jogokariyan Tahun

2005-2020

(Sumber: Hasil Survei Masjid Jogokariyan)

Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa terdapat

perkembangan yang sangat signifikan terhadap peningkatan

jumlah partisipasi aktif jamaah Masjid Jogokariyan dari

tahun 2005 sampai dengan tahun 2020. Dimana jumlah

mukallaf yang belum sholat mengalami penurunan disetiap

tahunnya hingga hanya tersisa beberapa orang saja di tahun

2020.53

53 Hasil Survei Masjid Jogokariyan Pada Tahun 2005-2020

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

2005 2010 2015 2020

DATA PARTISIPASI JAMAAH MASJID JOGOKARIYAN TAHUN 2005-2020

Mukallaf Yang Belum Sholat Jamaah Aktif

118

B. Faktor Pendukung dan Penghambat Difusi Inovasi

Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” Di Masjid

Jogokariyan dalam Meningkatkan Kualitas Imarah

Berdasarkan data yang peneliti temukan di

lapangan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

diterima atau ditolaknya suatu inovasi atau perilaku baru.

Begitu pula yang terjadi di Masjid Jogokariyan dalam

menjalankan Inovasi “Gerakan Mensholatkan Orang

Hidup”

1. Faktor Pendukung:

a. Derajat Manfaat

Derajat manfaat dimaksudkan apabila inovasi baru

tersebut bermanfaat bagi masyarakat, maka inovasi

tersebut dengan cepat akan diterima oleh masyarakat.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Informan 3, bahwa:

“Pelayanannya banyak mas, dari segi kebersihan

masjid, keamanan, dan fasilitas masjid yang diberikan

sehingga jamaah bisa merasa nyaman dan khusu shalat

dimasjid. Ada juga yang jamaah belum sholat diajak

sholat, diajari sampai bisa. Yang kurang mampu di bantu,

jadi jamaah merasakan manfaat dari kehadiran

masjid.”54

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa

gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” yang dijalankan

54 Hasil Wawancara dengan Bambang, Jamaah Masjid Jogokariyan

pada 9 Maret 2021, Pukul: 10.00 WIB

119

oleh Takmir masjid Jogokariyan memiliki banyak

manfaat. Dengan adanya manfaat dari program ini maka,

kemungkinan besar untuk diterimanya gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” ini sebagai inovasi baru

bagi masyarakat kampung Jogokariyan semakin besar.

b. Efektivitas Diri

Efektivitas diri dimaksudkan yaitu kepercayaan

pada diri sendiri dalam melakukan penerimaan inovasi.

Kadang perilaku membuat seorang menjadi ragu untuk

ikut gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini.

Namun, untuk difusi inovasi gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” diperlukan keyakinan pada

diri sendiri bahwa program yang diikuti tidak ada unsur

negatif dan merugikan, sehingga mau mencobanya. Hal

ini dibuktikan oleh penuturan informan 2 yang

mengungkapkan bahwa:

“Itu cukup lama mas tadinya saya gak langsung

ikut. Baru sekitar tahun 2009 akhirnya saya paham.”55

Insentif pernyataan di atas menunjukan bahwa

adanya rasa efektivitas diri yang tumbuh dari seorang,

dimana ia menemukan kepercayaan dirinya dan

mengaggap bahwa gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”

ini bukan hal yang negatif untuk dirinya.

55 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB

120

Adapun informan lainya, tidak ada yang

menjadikan efektivitas diri sebagai salah satu faktor

pendukung difusi inovasi.

c. Insentif Status

Insentif Status ini menjadi faktor paling

mempengaruhi penerimaan inovasi. Yang dimaksud

dengan insentif status ialah penerimaan terhadap

sesuatu yang baru seperti fasilitas jejaring sosial terbaru

dan segala sesuatu yang baru. Informan menyatakan

bahwa:

“... Liat-liat teman share kegiatan masjid

jogokariyan di Instagram dan WA kok menarik.”56

Dari pernyataan di atas, faktor insentif status

dalam proses difusi inovasi sangat berpengaruh.

Melihat kondisi sistem sosial yang ada tidak dapat

dinafikan lagi bahwa dari perkembangan teknologi

komunikasi ini, tidak sedikit warga jamaah yang

memanfaatkan beberapa flatform media sosial.

d. Nilai Individu

Penerimaan atau adopsi juga tergantung pada

nilai-nilai individu seseorang dan persepsi dirinya.

Jika inovasi atau perilaku baru tersebut berkonflik

dengan nilai atau persepsi yang dimilikinya, maka

56 Hasil Wawancara dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB

121

kecil peluang orang itu akan menerimanya. Hal ini di

ungkapkan oleh informan 1 bahwa:

“Awal mulanya dulu pernah ikut TPA, kemudian

bergaul dengan kakak-kakak dan pengurus masjid.

Nah disitu saya lalu dijelaskan mengenai keutamaan

memakmurkan masjid “57

Hal yang sama di ungkapkan oleh informan :

“Tahu pertama kali ada program seperti itu

dari takmir masjid ketika datang ke rumah pada

tahun 2008, waktu ngobrol-ngobrol di ajak untuk

aktif sholat berjamaah di masjid dan dikasih tahu

keutamaannya...”58

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa

salah satu faktor pendukung difusi inovasi yaitu

komunikasi. Dengan adanya interaksi antara dua

individu yang saling bertukar pikiran dan wawasan,

maka penyebaran inovasi gerakan mensholatkan

orang hidup bisa semakin luas, yang tadinya tidak

tahu, menjadi tahu dan dari yang tadinya tidak paham

keutamaan sholat berjamaah dan beraktivitas di

masjid, menjadi paham. Namun, jika informasi yang

disampaikan tidak sesuai dengan persepsi komunikan

57 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB

58 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid

Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB

122

maka secara otomatis komunikan akan menolak suatu

inovasi, tapi jika informasi yang disampaikan oleh

komunikator sesuai dengan persepsi komunikan maka

dengan mudahnya komunikan akan menerima inovasi

tersebut.

2. Faktor Penghambat

Selain faktor pendukung sebagaimana disebutkan

di atas, penulis juga menyinggung mengenai alasan

kenapa para warga masyarakat kampung Jogokariyan

masih ada sebagian warga yang belum aktif atau tidak

ikut dalam gerakan “Mensholatkan orang Hidup” ini.

Takmir Masjid Jogokariyan mengungkapkan bahwa:

“Hambatan pasti ada, karena Jogokariyan dulu

terkenal basis PKI, banyak budaya yang masih melekat.

Masih Banyak yang suka mabuk, judi dan bermain

perempuan.”59

Selain dari segi faktor historis dan ideologis

Kampung Jogokariyan di atas, ketua takmir masjid

menambahkan, sebagai berikut:

“Dulu awalnya banyak mas, karena di Kampung

Jogokariyan sini dulu terkenal basis PKI, jadi banyak

budaya-budaya komunis yang masih kebawa sampai

sekarang. Ada juga yang karena sebagian masyarakat

59 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada

20 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.

123

kerja di luar kota mungkin pas pulang capek mau ke

masjid.”

Dari pernyataan di atas, diketahui bahwa faktor

penghambat berasal dari aspek historis, ideologis, dan

sosiologis. Aspek historis dan ideologis awalnya sangat

berperan dalam menghambat proses pengembangan

Jama’ah Masjid Jogokariyan karena dahulunya banyak

warga Jogokariyan yang suka mabuk-mabukan, berjudi

dan bermain perempuan. Namun berdasarkan pengamatan

dilapangan, peneliti juga menemukan fakta lain seperti

penggunaan gawai yang berlebihan ikut menjadi faktor

penghambat.

124

BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Proses Difusi Inovasi Gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup” Di Masjid Jogokariyan Yogyakarta Dalam

Meningkatkan Kualitas Imarah

Berdasarkan hasil temuan yang sudah didiskusikan

pada bab sebelumnya, untuk meningkatkan jumlah jamaah

dalam rangka meningkatkan kualitas kemakmurannya Masjid

Jogokariyan Yogyakarta mencoba untuk menyajikan berbagai

hal pelayanan dan kemudahan yang dapat dirasakan oleh

jamaah. Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” dihadirkan

menjadi bagian dari apa yang dikatakan oleh Rogers sebagai

inovasi karena mengandung unsur kebaruan. Sifat kebaruan

inilah yang menggantikan pengetahuan, cara, teknologi, objek

atau penemuan yang lama yang sudah tidak efektif dalam

menyelesaikan suatu masalah yang ada. Inovasi yang telah

dicetuskan perlu untuk disebarluaskan atau dikomunikasikan.

Ahmed H. Tolba dan Maha Mourad menjelaskan

bahwa penyebaran inovasi dapat dilakukan secara difusi atau

diseminasi. Difusi inovasi adalah adalah proses untuk

mengkomunikasikan inovasi melalui sarana komunikasi pada

kurun waktu tertentu dalam sistem sosial. Itu artinya bahwa

difusi merupakan proses mengkomunikasikan sebuah ide atau

125

gagasan dan atau metode yang dianggap baru dengan tujuan

untuk melakukan pembaharuan.1

Berdasarkan analisis penulis, dalam penelitian ini

ditemukan empat permasalahan yang melatarbelakangi

lahirnya gagasan inovasi gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup”, yaitu:

1. Banyaknya warga masyarakat mukallaf yang masih

belum bisa dan belum mengerti tata cara sholat.

2. Sedikitnya warga masyarakat yang melaksanakan

sholat berjamaah di Masjid karena permasalahan

sosial dan ekonomi.

3. Sulitnya takmir masjid memberikan pemahaman

kepada warga masyarakat akan pentingnya

memakmurkan Masjid.

4. Kondisi sosiokultural kampung Jogokariyan yang

dulu terkenal sebagai basis PKI yang mayoritas

penduduknya merupakan kaum abangan.2

1 Tolba Ahmed H. & Mourad Maha. Individual and Cultural Factor

affecting Diffusion of Innovation. Journal International Business and Cultural

Studies 5, 2011. Diakses dari www.aabri.com/manuscripts/11806.pdf.\ pada 09

Juli 2021 pukul 22.00 WIB.

2 Sebagaimana disebut Greertz (1954) dalam kajiannya yang berjudul

“The Religion of java” Kaum Abangan adalah orang yang beragama Islam

tetapi tidak menjalankan peribadatan yang diwajibkan menurut syariat seperti

sholat, puasa, zakat, dan haji. Kaum Abangan melakukan ritual keagamaannya

berdasarkan tradisi lokal. Mereka menganggap praktik slametan sebagai ritual

keagamaan dan mata pencaharian kaum Abangan kebanyakan adalah petani.

Di bidang politik pada Pemulu 1955, aspirasi kaum Abangan adalah kepada

PKI. Lihat: Ani Nursalikah. Fenomena Sosial di Jawa: Santri dan Abangan.

2020. Diakses dari https://www.republika.co.id/ pada 09 Juli 2021. Pukul

21.45 WIB.

126

Berdasarkan keempat persoalan tersebut, inovasi

gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” memiliki potensi

yang sangat luas untuk menghadirkan warga masyarakat

agar dapat beraktivitas dan beribadah dalam rangka

meningkatkan kualitas imarah Masjid. Secara substansi,

“Mensholatkan Orang Hidup” merupakan suatu gerakan

atau gagasan yang mana tidak lain adalah upaya untuk

mengajak warga jamaah Muslim yang sudah mukallaf

(sudah baligh) untuk dapat menunaikan shalat secara

berjamaah dalam rangka meningkatkan kualitas

kemakmuran masjid. Saat ini keadaan masyarakat

Kampung Jogokariyan yang tadinya sebagian besar

terkenal sebagai kaum abangan dan basis komunisme

berubah menjadi kampung Islami yang segala aktivitas

masyarakatnya berpusat di Masjid.

Fakta tersebut sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa difusi inovasi merupakan suatu gejala

kemasyarakatan yang berlangsung seiring dengan

perubahan sosial yang terjadi. Kedua hal itu bahkan

merupakan sesuatu yang menjadi penyebab satu sama

lain. Penyebaran inovasi menyebabkan masyarakat

berubah dan perubahan sosial pun merangsang orang lain

untuk menemukan dan menyebarluaskan hal-hal yang

baru.3

3 Thalitha Sacharissa Rosyiidiani, dkk. Eksistensi Aplikasi

Keagamaan sebagai Media Informasi Umat (Studi Difusi Inovasi pada

Aplikasi Masjidku). Jurnal Publikasi Ilmu Komunikasi Media dan Cinema.

Vol. 1 No. 2 : Maret 2019. P-ISSN 2622-547X. hlm. 47-48

127

Penulis kemudian menganalisis proses

pengambilan keputusan oleh para warga jamaah terhadap

“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”. Hal ini dapat

menjawab pertanyaan mayor dengan teknik pengumpulan

data yang penulis lakukan dan menganalisisnya dengan

menggunakan teori difusi inovasi.

Sebelum memasuki tahapan pengambilan

keputusan oleh para warga jamaah terhadap gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup”, penulis akan memaparkan

terlebih dahulu proses terkait elemen difusi inovasi yang

sangat berpengaruh pada proses pengambilan keputusan,

diantaranya:

a. Inovasi

Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang

dianggap baru oleh individu atau unit adopsi lainnya.4

Inovasi yang dimaksud ialah gerakan “Mensholatkan

Orang Hidup” yang menawarkan berbagai ide-ide menarik

dan cukup berbeda dari Masjid kebanyakan yang dianggap

baru oleh para warga jamaahnya. Berdasarkan fakta yang

penulis dapatkan, inovasi tersebut dipilih karena dinilai

4 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.11. Dalam hal ini, kebaharuan inovasi diukur

secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimannya. Jika suatu

ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu.

Namun, konsep baru dalam inovasi tidak harus baru sama sekali. Lihat: Andi

Ridwan Makkulawu. “Proses Percepatan Difusi Inovasi Produk Susu

Sterilisasi Nonhermal” Jurnal Teknik Industry ISSN: 1411-6340 IPB, Bogor.

hlm.47

128

merupakan suatu yang hal unik dan tidak biasa, yang

cukup berbeda dengan masjid-masjid kebanyakan yang

biasanya hanya berfokus pada peringatan hari besar Islam

saja. Keunikan tersebut lah yang justru mampu menarik

minat masyarakat untuk datang ke masjid. Gagasan ini

dihadirkan dengan menawarkan solusi menarik untuk

memudahan dan membantu warga jamaah untuk mau

mengerjakan sholat terutama berjamaah di Masjid yang

disesuaikan dengan segmentasi masyarakatnya. Inovasi

yang hadir berupa pelayanan yang mana dianggap baru dan

sangat menarik para warga jamaahnya, diantaranya:

1) Pelayanan ibadah dan spiritual, ditujukan agar jamaah

merasa tenang dan nyaman dalam beribadah di

Masjid. Masyarakat yang memiliki masalah fisik

untuk sholat (karena difabel, faktor usia, kesehatan,

dan lain-lain) adalah orang-orang yang memiliki hak

besar untuk difasilitasi agar tetap bisa sholat jamaah

di masjid.

2) Pelayanan sosial, yang bertujuan agar jamaah lebih

terbantu dalam beraktivitas di masjid sehingga

menjadikan masjid sebagai pusat aktivitas

masyarakat. Masyarakat diberikan santunan beras dan

sembako setiap bulan, termasuk dalam hal ini

pelayanan kesehatan, jamaah difasilitasi dengan

klinik kesehatan yang diperuntukkan kepada jamaah

Masjid Jogokariyan dan masyarakat Kampung

129

Jogokariyan. klinik ini biasa melakukan praktik setiap

hari selasa dan rabu ba’da shalat isya. Namun jika

dibutuhkan secara mendadak, klinik Masjid

Jogokariyan akan siap sedia selama 24 jam.

3) Pelayanan ekonomi, dilakukan agar masyarakat

terutama yang kurang mampu yang menjadi jamaah

rutin menjadi lebih sejahtera. Termasuk dalam hal ini

bantuan pendidikan.

Berbagai bentuk pelayanan tersebut merupakan

sebuah cara Masjid Jogokariyan untuk menghidupkan

suasana gembira dan menyenangkan bagi jamaah supaya

betah dalam beribadah dan beraktivitas di masjid.

b. Saluran Komunikasi

Saluran Komunikasi adalah sarana yang

dipergunakan untuk menyampaikan pesan dari

komunikator kepada komunikan.5 Proses difusi inovasi

gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” menunjukkan

bahwa terdapat berbagai saluran komunikasi yang

digunakan oleh Takmir Masjid Jogokariyan dalam

melakukan penyebaran inovasi yang utamanya dilakukan

dengan pendekatan komunikasi interpersonal. Dalam hal

ini Takmir bersilaturahmi ke rumah-rumah warga untuk

kemudian memahamkan dan mengajak untuk sholat

berjamaah.

5 Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru (Surabaya : Usaha Offset

Printing, 1981) hlm.27.

130

Selain itu untuk menarik masyarakat agar mau

sholat berjamaah, Masjid Jogokariyan memanfaatkan

saluran komunikasi massa baik media cetak seperti

undangan, kalender, buletin idul fitri. Yang terbaru, seiring

berkembangnya internet yang sudah menjadi bagian dari

gaya hidup masyarakat. Masjid Jogokariyan juga

melakukan penyebaran inovasi dengan memanfaatkan

media baru seperti melalui website

www.masjidjogokariyan.com, channel YouTube Masjid

Jogokariyan, Instagram @masjidjogokariyan, Grup

WhatsApp dan Telegram Masjid Jogokariyan Channel

yang dikelola khusus oleh Tim IT Masjid Jogokariyan.

Dalam perpektif Komunikasi massa, terpaan informasi

yang disebarkan media bisa menjangkau wilayah yang

lebih luas. Bahkan beberapa informan menyatakan senang

dengan adanya konten di media sosial yang menarik.

Kemudian untuk terus membangkitkan motivasi

dan kesadaran warga jamaah untuk selalu memakmurkan

masjid, Masjid Jogokariyan menghadirkan kajian-kajian

ilmu yang rutin dilaksanakan. Secara tidak langsung, hal

tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat

yang menunaikan sholat. Melalui proses difusi inovasi

“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” ini, jamaah sudah

memiliki kesadaran untuk menunaikan kewajiban sholat

lima waktu. Tentunya, kesadaran itu semua tidak terlepas

dari Takmir masjid yang tidak bosan mengajak dan

131

mengingatkan melalui berbagai pendekatan komunkasi

yang dilakukan.

c. Jangka Waktu

Waktu adalah elemen penting dalam proses difusi.

Pada elemen ini yaitu proses dijelaskannya waktu yang

digunakan dalam menyampaikan inovasi tersebut.6

Dimensi waktu dalam proses difusi inovasi “Gerakan

Mensholatkan Orang Hidup” berawal pada tahun 1999

yang kemudian dikembangkan setiap lima tahun dan

seiring berjalannya waktu jamaah Masjid Jogokariyan kian

meningkat disetiap tahunnya. “Gerakan mensholatkan

orang hidup” ini mulai terlihat hasilnya pada tahun 2015,

dari yang tadinya hanya diisi oleh tiga keluarga kini

menjadi 1.800an orang dan sekarang mukallaf yang belum

shalat tinggal beberapa orang saja dari 480 orang.7 Dalam

praktiknya berdasarkan data hasil temuan, kecepatan warga

masyarakat dalam menerima gerakan “Mensholatkan

Orang Hidup” ini berbeda-beda.

Fenomena tersebut bisa dijelaskan dengan

menggunakan skema aksi Parson. Apabila ada inovasi

dalam masyarakat, maka ada rentang waktu yang

dibutuhkan oleh sebuah inovasi bermanfaat untuk

dicernakan dalam suatu sistem sampai kemudian seseorang

dapat memiliki sebuah tindakan yang akan dipilih untuk

6 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.20.

7 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada 20

Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.

132

menerima ataupun menolak inovasi tersebut. Keputusan

menolak inovasi sesungguhnya merupakan inovasi yang

tertunda karena kurun waktu tertentu seseorang dapat

menerima inovasi itu kembali.8

Dalam perkembangannya jangka waktu proses

difusi inovasi gerakan “Mensholatkan orang Hidup” dapat

digambarkan melalui tabel berikut:

Tabel 5.1 Jangka Waktu Penyebaran Inovasi

Periode Pencapaian

2000 – 2005

Jogokariyan Islami

- Mengubah masyarakat

abangan menuju islami

- Mengajak warga sholat

jamaah di masjid

- Target jamaah sholat subuh

sebanyak 25% jamaah sholat

jumat

2005 – 2010

Jogokariyan Darussalam I

- Membiasakan masyarakat

berkomunitas di masjid

- Memperbanyak pelayanan

sosial untuk jamaah masjid

- Target jamaah sholat subuh

sebanyak 10 shaf (50% sholat

jumat)

2010 – 2015

Jogokariyan Darussalam II

- Meningkatkan kualitas

keagamaan masyarakat

- Menuntaskan mengajak

warga yang belum sholat

jamaah di masjid

- Target jamaah sholat subuh

sebanyak 14 shaf (75% sholat

jumat).

(Sumber: Dokumen Arsip Masjid Jogokariyan)

8 Burhan, Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus

Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2017) hlm. 156

133

d. Sistem Sosial

Pada dasarnya sistem sosial yang dimaksud adalah

sistem sosial yang mengetahui serta ikut dalam “Gerakan

Mensholatkan Orang Hidup”. Segmentasi yang dimaksud

oleh gagasan ini dalam menyampaikan inovasinya, yaitu

utamanya adalah warga masyarakat kampung Jogokariyan

dan masyarakat umum yang dapat mengakses informasi

mengenai “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” di new

media.

Difusi inovasi yang berlangsung pada sistem sosial

sudah mulai terbuka terhadap ide-ide baru, paling tidak

ditandai dengan perubahan wawasan, pandangan, sikap,

dan baru kepada perubahan prilaku.

Sebagaimana yang sudah disebutkan, bahwa difusi

inovasi sangatlah dekat dengan perubahan sosial,

sedangkan perubahan sosial itu sendiri berkaitan dengan

sistem sosial masyarakatnya.9

Sebagaimana Talcott Parsons dalam Ritzer (1966)

mejelaskan teori sistem sosial, bahwa setiap masyarakat

memiliki sistem sosialnya. Sistem juga secara laten

memiliki kemampuan untuk mempertahankan pola-pola

dan aturan yang ada, bahkan memiliki kemampuan untuk

memperbaiki sistem yang rusak apabila ada serangan dari

luar sistem. Maka perubahan sosial yang terjadi sebagai

9 Burhan, Bungin. “Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan

Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat.” (Jakarta: Kencana, 2017)

hlm. 154

134

akibat dari proses sistem yang saling bergerak. Setiap

sistem sosial berhubungan dengan sistem sosial lainnya

yang lebih besar maupun dalam sub sistemnya seperti

sistem budaya, sistem prilaku organisme dan sistem

kepribadian.10

Keempat elemen difusi inovasi di atas sangat

berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan pada

ide ide baru yang diberikan oleh ”Gerakan Mensholatkan

Orang Hidup”.

Proses pengambilan keputusan inovasi adalah

proses yang dilaluinya seorang individu beralih dari

pengetahuan awal tentang suatu inovasi, ke pembentukan

sikap terhadap inovasi, ke suatu keputusan untuk

mengadopsi atau menolak, hingga implementasi dari ide

baru dan konfirmasi keputusan. Proses ini terdiri dari

serangkaian tindakan dan pilihan dari waktu ke waktu di

mana seorang individu atau organisasi mengevaluasi ide

baru dan memutuskan apakah akan memasukkan ide baru

tersebut ke dalam praktik yang berkelanjutan.

Berdasarkan data dan informasi yang telah penulis

dapatkan sebelumnya. Di sini penulis akan mengulas fakta

dari para warga jamaah untuk mengetahui pengalaman

terkait proses pengambilan keputusan yang penulis sajikan

dalam suatu matriks.11 Hasil analisis penulis sesuai data

10 George Ritzer. Sociological Theory, Fourth Edition. (New York:

McGraw-Hill International Editions, 1996) hlm. 238-240

11 Matriks penelitian merupakan gambaran keseluruhan isi penelitian

yang akan dibuat. Menurut Creswell (1998) matriks ini mengandung empat

135

dan fakta yang didapatkan, di mana pada 5 proses yang

dilalui para pengguna di sini penulis kategorikan menjadi 4

sub.

1. Tahap Pengetahuan

Tahap pengetahuan terjadi ketika seseorang atau

unit pengambilan keputusan lainnya terpapar informasi

pada keberadaan inovasi dan memperoleh pemahaman

tentang bagaimana fungsinya.12 Hasil analisis yang

penulis dapatkan, para informan melalui beberapa tahapan

pengetahuan terlebih dahulu sebelum memasuki proses

keputusan mengadopsi inovasi, di mana para informan

terlebih dahulu mengetahui atau memiliki kesadaran

adanya inovasi dan setelah itu baru mengetahui fungsinya.

Sebagaimana dikelompokan menjadi 2 yaitu:

a. Saluran Komunikasi

Berdasarkan analisis yang penulis lakukan, bahwa

para informan mengetahui keberadaan gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” ini melalui saluran

tipe data yaitu: wawancara, observasi, dokumen dan materi audio-visual untuk

kolom dan bentuk spesifik dari informasi. Dengan menggunakan model

matriks dalam menyampaikan data, peneliti dapat menunjukkan kedalaman

data dan banyaknya data yang berhadil dikumpulkan. Dengan demikian

kompleksitas kasus yang diangkat akan tampak dengan sendirinya. Lihat:

Cosmas Gatot Haryono, Ragam Metode Penelitian Kualitatif Komunikasi.

(Jawa Barat: CV Jejak, 2020) hlm. 164

12 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.164. Tahap pengetahuan terjadi ketika

seseorang (atau unit pengambilan keputusan lainnya) terpapar pada keberadaan

inovasi dan memperoleh pemahaman tentang bagaimana fungsinya. Kami

menganggap proses keputusan-inovasi sebagai dimulai dengan pengetahuan

yang paling besar tentang hal-hal yang terjadi ketika individu (unit pembuat

keputusan) dihadapkan pada keberadaan inovasi dan memperoleh pemahaman

tentang bagaimana fungsinya.

136

komunikasi yang berbeda.13 Dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 5.2 Saluran Komunikasi

Informan Saluran Komunikasi

Informan 1 Rekomendasi RMJ

Informan 2 Media sosial Ig dan WA

Informan 3 Rekomendasi orang tua

Informan 4 Rekomendasi Takmir

(Sumber: Data Wawancara)

Berdasarkan analisis, penyebaran informasi terkait inovasi

gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” yang berasal dari Saluran

Komunikasi Interpersonal dalam sistem sosial terbukti dominan

dan sangatlah efektif dalam menarik masyarakat. Upaya

mengajak warga mukallaf untuk dapat sholat berjamaah dalam

rangka memakmurkan Masjid Jogokariyan cukup berhasil dengan

adanya komunikasi interpersonal, yaitu jenis komunikasi yang

frekuensi terjadinya cukup tinggi dalam kehidupan sehari-hari.

Upaya-upaya yang dilakukan takmir Masjid Jogokariyan

yaitu dengan membangun komunikasi dua arah antara takmir dan

jamaah. Takmir mengambil langkah pendekatan secara personal

dan informal melalui kegiatan-kegiatan yang melibatkan

13 Hanafi. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru (Surabaya : Usaha Offset

Printing, 1981) hlm.27. Saluran Komunikasi adalah sarana atau perantara yang

dipergunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada

komunikan. Dalam penyampaian pesan tidaklah terlepas dari proses

komunikasi dengan melihat beberapa pertimbangan diantaranya tujuan

diadakannya komunikasi dan audiens dengan siapa saluran itu disambungkan.

137

masyarakat setempat. Hal ini berdampak pada umpan balik yang

positif, seperti terlihat pada kebersamaan dan tingkat partisipasi

jamaah yang meningkat. Komunikasi interpersonal takmir Masjid

Jogokariyan bersifat dinamis secara timbal balik dan

berkelanjutan. Efektifitas komunikasi interpersonal tidak hanya

ditentukan oleh pesan tetapi juga hubungan antarpribadi. Hal ini

merupakan aktivitas yang dibangun secara berkelanjutan, ada

ikatan emosional yang terjalin antara takmir masjid dan jamaah

Masjid Jogokariyan.

Liliweri (2011) menyampaikan ciri-ciri komunikasi

interpersonal yang efektif dengan adanya keterbukaan, empati,

dukungan, rasa positif dan kesetaraan. Takmir masjid sebagai

komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada

komunikan, dalam hal ini adalah warga jamaah. Dalam teori

komunikasi interpersonal fokus aktivitas yang dilakukan adalah

melalui percakapan. Percakapan yang dilakukan takmir Masjid

Jogokariyan melalui silaturahim yang intens kepada jamaah

setempat. Hal ini berdampak baik pada antusiasme jamaah salat

lima waktu di masjid dan keaktifan jamaah dalam berbagai

kegiatan masjid.14

Selain itu, komunikasi massa juga ikut mengambil

peranan yang cukup penting terhadap keberhasilan penyebaran

inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini. Sebagai media

informasi, efek komunikasi massa memiliki andil dalam hal

14 Atik Nurfatmawati. “Strategi Komunikasi Takmir Dalam

Memakmurkan Masjid Jogokariyan Yogyakarta”. Dalam Jurnal Dakwah

Risalah. Volume 31 Nomor 1 Juni 2020. P-ISSN: 1412-0348. hlm. 30-31

138

pembentukan sikap, prilaku, dan keadaan masyarakat seperti

halnya penyebaran budaya global yang menyebabkan masyarakat

berubah dari tradisional ke modern, dari modern ke post modern,

dan dari taat beragama ke sekuler, dan begitu sebaliknya.15

Dengan era digital saat ini, metode mengajak orang dalam

melaksanakan sholat berjamaah pun ikut berubah. Sebagaimana

untuk meningkatkan shalat subuh berjamaah, Masjid Jogokariyan

pernah membuat sebuah surat undangan eksklusif yang dicetak

layaknya seperti undangan pernikahan yang kemudian di sebar ke

rumah-rumah warga yang menjadi wilayah dakwah. Hal tersebut

ternyata cukup berhasil menarik minat jamaah untuk

melaksanakan sholat subuh berjamaah di masjid.

Masjid Jogokariyan saat ini memiliki tim IT khusus yang

bertugas mengelola dan membuat konten-konten agar inovasi

gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” juga bisa menyentuh

khalayak khususnya anak-anak muda yang kerap berselancar di

dunia online. Cara ini cukup kompetibel dengan kebiasaan

masyarakat saat ini yang selalu aktif beraktualisasi diri melalui

media baru. Media baru sendiri merupakan sebuah perkembangan

dan kemajuan dari teknologi media massa. Terry Flew dalam

Gun Gun Heryanto (2018) menjelaskan bahwa pemikiran dasar

dari media baru itu adalah untuk menggabungkan keunikan dari

digital media dengan pemakaian media konvensional untuk

15 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan

Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. (Jakarta, Kencana : 2017)

hlm. 326

139

mengadopsi dan mengadaptasi teknologi media baru.16 Sebagian

besar teknologi yang digambarkan sebagai media baru adalah

digital, seringkali memiliki karakteristik dapat dimanipulasi,

bersifat jaringan, padat, interaktif dan tidak memihak.17 Sekarang

ini kita mungkin banyak mengenal situs jejaring sosial seperti

Tiktok, Instagram, Twitter, Facebook, WhatsApp, Telegram, dan

lain-lain yang memungkinkan kita berinteraksi secara lebih

efektif sebagaimana yang digunakan oleh Masjid Jogokariyan

dalam menarik masyarakat ke masjid.

Penyebaran inovasi “Gerakan Mensholatkan orang

Hidup” melalui media sosial ini memang baru diterapkan dalam

beberapa tahun terakhir. Namun sudah cukup berhasil

menginspirasi dan menarik minat anak muda untuk mau ke

masjid.

Everett M. Rogers dalam bukunya Communication

Technology: The New Media in Society menguraikan hubungan

komunikasi dalam masyarakat mencakup era tulis, media cetak,

media telekomunikasi dan era komunikasi interaktif.18 Berkaitan

dengan hal tersebut, kegiatan dakwah melalui dunia maya

mengalami proses perubahan yang berjalan sangat cepat yang

memberi peluang bagi masyarakat untuk mengakomodasikan diri

dalam suatu aktivitas dakwah.

16 Gun Gun Heryanto, Media Komunikasi Politik: Relasi Kuasa

Media di Panggung Politik (Yogyakarta: IRCiSoD, 2018) hlm. 25

17 Danaher and Davis. A Comparison of Online and Offline

Consumer Brand Loyalty, Marketing Science, dalam Horton, Paul B dan

Chestern L Hunt. (1996). Sosiologi Jilid 2 (edisi 6) Diterjemahkan oleh:

Amiruddin Ram dan Tita Sobari). (Jakarta: Erlangga, 2003) hlm.462.

18 Everett M. Rogers. Communication Technology: The New Media

in Society. (London: The Free Press Collier Publisher, 1986) hlm. 25

140

Sebagaimana halnya yang dilakukan oleh Takmir Masjid

Jogokariyan. Proses difusi inovasi “Gerakan Mensholatkan orang

Hidup” menggunakan pendekatan komukasi kelompok melalui

kajian-kajian ilmu dibuat untuk memberikan pemahaman dan

membangkitkan semangat serta kesadaran masyarakat akan

pentingnya memakmurkan masjid. Perspektif Psikologi

komunikasi melihat aktivitas dakwah ini sebagai proses

membangkitkan motivasi untuk melakukan suatu tindakan yang

dinilai benar menurut ajaran.19

Dalam kerangka komunikasi, motivasi sendiri merupakan

kekuatan internal yang akan menentukan efektif tidaknya suatu

proses. Karena itu, jika aktivitas dakwah menargetkan terjadinya

perubahan, baik individu maupun kelompok, penggunaan

berbagai saluran, termasuk pemilihan bahasa dan logika yang

digunakan, pemanfaatan media cetak maupun elektronik, serta

beragam media sosial lainnya, dimaksudkan untuk

mempermudah proses perubahan tersebut. Proses dakwah sendiri

pada dasarnya merupakan proses komunikasi sosial yang

dilakukan untuk melakukan perubahan. Komunikasi dilakukan

bukan hanya dalam menyampaikan suatu pesan. Komunikasi juga

sering dilakukan justru untuk menumbuhkan gairah dan

kesenangan, sekaligus mendorong untuk melakukan suatu

tindakan.

19 Aminudin. Efektivitas Dakwah: Tinjauan Psikologi Komunikasi.

Dalam Jurnal Al-Munzir Vol. 8, No. 2, November 2015. hlm. 152

141

b. Pengetahuan Fungsi

Selain itu para jamaah tentunya memiliki kesadaran

terkait fungsi inovasi yang akan mereka adopsi. Berdasarkan data

temuan di atas, para informan beranggapan “Gerakan

Mensholatkan Orang Hidup” memiliki fungsi yang relevan, yaitu:

1) Sebagai alternatif menemukan jati diri seorang muslim

2) Sebagai wadah mendekatkan diri kepada Allah

3) Sebagai solusi permasalahan keagamaan

4) Sebagai solusi permasalahan sosial kemasyarakatan

Tahap pengetahuan mengenai fungsinya tersebut masuk

kedalam jenis pengetahuan kesadaran (di mana kesadaran berasal

dari pola penyebaran informasi yang para informan dapatkan

melalui saluran komunikasi) dan jenis pengetahuan prinsip yaitu

berkenaan dengan prinsip-prinsip berfungsinya suatu inovasi

dalam kehidupan sehari-hari mereka.

2. Tahap Persuasi Terhadap Tahap Keputusan

a. Tahap Persuasi

Tahap persuasi terjadi ketika seorang individu

membentuk sikap yang menguntungkan atau tidak

menguntungkan terhadap inovasi.20 Pertimbangan pertimbangan

para informan untuk mengadopsi inovasi ini dapat dilihat

berdasarkan karakteristik yang dapat mempengaruhi proses

adopsi tersebut.

20 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.164.

142

Berdasarkan hasil analisis para warga jamaah memiliki

pertimbangan yang penulis kelompokan menjadi 3 karakteristik

pada inovasi “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”, yaitu :

1) Keuntungan Relatif (Relative Advantage)

Keuntungan relatif adalah sejauh mana inovasi

dianggap lebih baik daripada ide yang digantikannya.21

Sebagaimana keuntungan relatif yang pada para pengguna

rasakan ialah:

a) Keuntungan Dari Segi Keagamaan

Keuntungan dari segi keagamaan di mana “Gerakan

Mensholatkan Orang Hidup” ini dapat dimanfaatkan

para jamaah sebagai media dakwah untuk dapat

mengajak orang lain dalam berbuat kebaikan. Karena

adanya pelatihan sholat ke rumah-rumah warga serta

banyaknya kajian ilmu yang dibuat oleh Masjid

Jogokariyan, mereka yang tadinya belum mau

melaksanakan sholat karena kurangnya pengetahuan

mengenai urgensi keutamaan sholat berjamaah di masjid

pun menjadi lebih terpahamkan. Hadirnya gagasan

“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” melaui media

sosial yang mulai dikembangkan Masjid Jogokariyan

juga dapat memenuhi kebutuhan jamaah mengenai

informasi keagamaan dengan lebih cepat yang dapat

diakses kapanpun dan dimanapun oleh siapapun.

21 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.213.

143

b) Keuntungan Dari Segi Sosial dan Ekonomi

Para warga jamaah merasa terbantu saat

beribadah di masjid karena kebutuhan sehari-hari

mereka sudah dipenuhi oleh Takmir melalui fasilitas

dan pelayanan yang diberikan. Manfaat sosial seperti

kenyamanan dirasakan saat beribadah di masjid karena

timbulnya kerukunan dan kebersamaan antar tiap

jamaah karena seringnya terjadi interaksi.

Meskipun demikian, selama proses difusi

dilakukan tidak ada unsur paksaan sama-sekali yang

dilakukan oleh Takmir Masjid Jogokariyan dalam

mengajak warga jamaah untuk selalu dapat

melaksanakan sholat lima waktu di masjid maupun ikut

dalam kegiatan yang diselenggarakan. Aspek

kemanfaatan yang dirasakan warga jamaah lah yang

kemudian memunculkan kesadaran untuk tergerak

dalam menunaikan sholat berjamaah dan beraktivitas di

Masjid.

2) Kesesuaian Inovasi (Compatibility)

Kompatibilitas adalah sejauh mana inovasi

dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada,

pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi

potensial.22 Jika inovasi tidak sesuai dengan nilai dan

norma dalam sistem sosial dalam masyarakat umumnya,

maka inovasi tidak akan di adopsi.

22 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New

York: The Free Press, 1983) hlm.223.

144

Berdasarkan hasil penelitian, seluruh informan

berpendapat bahwa faktor mereka memustuskan

mengikuti gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”

dikarenakan nilai nilai yang dianut dalam inovasi ini

sesuai dengan apa yang mereka anut. Selain memiliki

fokus tersendiri yaitu mengajak warga untuk

melaksanakan sholat berjamaah. Di mana sumber-sumber

yang dipakai dalam inovasi ini pun didasarkan pada Al-

Quran dan Hadist. Dimana dalam Islam kita diajarkan

untuk berbuat baik kepada setiap makhluk-Nya dan kita

diajarkan juga untuk senantiasa mengajak orang lain

untuk berbuat baik. Apalagi mengajak orang lain untuk

menegakkan salah satu rukun Islam yaitu sholat yang

merupakan pondasi atau pilar dari sebuah agama. Hal ini

merupakan suatu pekerjaan yang mulia yang sesuai

dengan norma yang berlaku di masyarakat sehingga dapat

diterima dengan baik.

3) Kerumitan inovasi (complexity).

Kompleksitas adalah tingkat di mana suatu inovasi

dianggap relatif sulit untuk dipahami dan digunakan.23

Keberadaan “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”

merupakan sebuah inovasi dari perkembangan media

dakwah. Inovasi yang mudah untuk dipahami dan

dimengerti akan mempengaruhi kecepatan individu untuk

mengadopsinya. Begitu pula dengan kemudahan dari

23 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New

York: The Free Press, 1983) hlm.230-231.

145

segala pelayanan dan fasilitas yang sudah digolongkan

sesuai dengan segmentasi masyarakat untuk

menumbuhkan minat dan semangat warga jamaah untuk

sholat berjamaah dari inovasi ini. Semakin mudah

dimengerti oleh warga jamaah maka inovasi tersebut

semakin mudah untuk menarik perhatian dan diadopsi.

Berdasarkan hasil penelitian, inovasi ini mudah untuk

diikuti dan dijalankan. Hal tersebut terbukti dengan pendapat dari

seluruh informan yang telah penulis jelaskan di Bab sebelumnya.

Hal ini membuktikan bahwa para informan menggangap bahwa

gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini justru memudahkan

mereka dalam menjalankan ibadah di masjid sehingga mudah

dipahami.

Dari ke lima karakteristik yang Rogers sebutkan dalam

teorinya, dalam hal ini penulis hanya menemukan tiga diantara

nya yang mempengaruhi proses keputusan inovasi dari para

pengguna, yaitu: Keuntungan Relatif, Kesesuaian Inovasi dan

Kerumitan inovasi.

b. Tahap Keputusan

Tahap keputusan dalam proses keputusan-inovasi terjadi

ketika seorang individu (atau unit pengambilan keputusan

lainnya) terlibat dalam kegiatan yang mengarah pada pilihan

untuk mengadopsi atau menolak inovasi.24 Berdasarkan analisis

24 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.172-173.

146

penulis, para informan memutuskan untuk menerima inovasi

“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” atau mengadopsi tersebut

dikarnakan terdapat faktor ketertarikan, yaitu:

1) Seluruh informan berpendapat bahwa faktor kemudahan

dan kemanfaatan dari pelayanan dan fasilitas yang

diberikan pada iniovasi ini yang menjadikan mereka

mempercayai nilai nilai atau subtansi ajakan untuk

melaksanakan sholat berjamaah dan aktivitas

memakmurkan masjid yang dilakukan Takmir Masjid

Jogokariyan.

2) Referensi yang dipakai oleh Takmir Masjid Jogokariyan

dalam menjalankan “gerakan mensholatkan orang hidup”

ini berdasarkan Al-Quran dan hadist serta sesuai dengan

nilai-nilai ajaran islam.

Selain itu, pada tahap keputusan ini juga sangat berkaitan

dengan dimensi waktu yang bisa dilihat pada kategori adopter.25

Dalam tahap keputusan ini melibatkan kategori adopter yaitu

mayoritas awal dan mayoritas akhir dikarnakan jangka

penerimaan informasi yang berbeda. Masyarakat yang

menghadapi suatu difusi inovasi, oleh Rogers dan Shoemaker

25 Kategori Adopter adalah Anggota sistem sosial dapat dibagi ke

dalam kelompok-kelompok adopter atau penerima inovasi berdasarkan tingkat

keinovatifannya, yakni lebih awal atau lebih akhirnya seseorang mengadopsi

inovasi.

147

(1971) dikelompokkan dalam golongan-golongan sistem sosial

yaitu:26

1) Inovator, yakni mereka yang memang sudah pada

dasarnya menyenangi hal-hal baru, dan rajin

melakukan percobaan-percobaan. Dalam penelitian

ini inovator ialah para Takmir Masjid Jogokariyan

yang membuat “Gerakan Mensholatkan Orang

Hidup”. Menurut Rogers (1983) seorang inovator

memiliki beberapa ciri, di antaranya: (1) suka

berpetualang dan mencoba hal-hal baru; (2) memiliki

obsesi terhadap hal-hal baru; (3) memiliki nilai

finansial yang lebih untuk mengembangkan inovasi

yang akan dilakukan; (4) jauh dari lingkup putaran

lokal dan berada dalam lingkungan yang kosmopolit;

(5) dan berani menghadapi risiko terhadap

ketidakpastian mengenai kapan inovasi yang mereka

adopsi akan diterima oleh adopter.27

2) Early adopter (penerima dini), yaitu orang-orang

yang berpengaruh, tempat teman-teman sekelilingnya

memperoleh informasi, dan merupakan orang-orang

26 Ayu Mutiara Annur.“Difusi Dan Adopsi Inovasi

Penanggunalangan Kemiskinaan (Studi Difusi Dan Adopsi Inovasi Layanan

“Mbela Wong Cilik‟ Unit Pelayanan Terpatu Penanggualangan Kemiskinan

(UOTPK) Di Kabupaten Sragen)” Journal Of Rural and Development,

Vol.IV, No.1, Februari 2013. hlm.73. 27 Sidiq Setiawan. Pola Proses Penyebaran dan Penerimaan

Informasi Teknologi Kamera DSLR (Studi Kasus Tentang Pola Proses

Penyebaran dan penerimaan Informasi Teknologi Kamera Dari Kamera

Analog Menjadi DSLR Pada Fotografer Profesional di Kota Solo dan

Yogyakarta). Dalam Tesis, UNS: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2015)

hlm. 31

148

yang lebih maju dibanding orang sekitarnya. Dalam

penelitian ini, Golongan ini diisi oleh informan 1 dan

3 yang sudah mengikutinya sejak dini serta kerabat

dekat para inovator yang kemudian turut serta

mensosialisasikan “Gerakan Mensholatkan Orang

Hidup ” melalui saluran komunikasi antarpribadi.

3) Early majority (mayoritas dini), yaitu orang-orang

yang menerima suatu inovasi selangkah lebih dahulu

dari rata-rata kebanyakan orang lainnya. Berdasarkan

analisis, informan 2 dan 4 masuk di kategori ini.

Informan mulai mencari tahu lebih banyak mengenai

“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” dan selama

rentang waktu tersebut mereka bisa membandingkan

program tersebut dengan program-program yang

sudah ada sebelumnya. Kelompok inilah yang mulai

aktif mengikuti sholat berjamaah dan setiap aktivitas

Masjid, baik sebagai peserta maupun panitia.

4) Late majority (mayoritas belakangan), yaitu orang-

orang yang baru bersedia menerima suatu inovasi

apabila menurut penilaiannya semua orang di

sekelilingnya sudah menerima. Orang-orang pada

golongan ini termasuk orang-orang yang cukup

terlambat mengetahui “Gerakan Mensholatkan Orang

Hidup”.

5) Laggards, yaitu lapisan orang yang paling akhir

dalam menerima suatu inovasi. Berdasarkan data

temuan, masih terdapat sebagian kecil warga

149

masyarakat yang termasuk kedalam kategori ini.

Mereka belum mau ikut dalam “Gerakan

Mensholatkan Orang Hidup” diantaranya karena

dipengaruhi oleh faktor sosial budaya dan sosiologis.

Meskipun demikian, beberapa hal yang telah

dipaparkan sebelumnya. Keputusan warga masyarakat

kampung Jogokariyan dalam nerima atau menolak adanya

inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” tetap

dipengaruhi oleh pengalaman dasar sesesorang, khususnya

melalui apa yang disebut dengan lingkup refrensi (frame of

reference) dari jenis dan jumlah pengalaman (field of

experience).

Dalam teorinya Talcott Parsons berpendapat bahwa

aksi (action) itu bukanlah perilaku (behavior). Aksi

merupakan tanggapan atau respon mekanis terhadap suatu

stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang

aktif dan kreatif. Menurut Parsons, yang utama bukanlah

tindakan individual, melainkan norma-norma dan nilai-nilai

sosial yang menurunkan dan mengatur perilaku.28

Parsons melihat bahwa tindakan individu dan

kelompok dipengaruhi oleh tiga sistem, yaitu sistem sosial,

sistem budaya, dan sistem kepribadian masing-masing

individu. Kita dapat mengaitkan individu dengan sistem

sosialnya melalui status dan perannya. Dalam setiap sistem

28 Sarlito W. Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial (Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada, 2008) hlm. 19

150

sosial individu menduduki suatu status dan berperan sesuai

dengan norma atau aturan yang dibuat oleh sistem tersebut

dan perilaku ditentukan pula oleh tipe kepribadiannya.29

Dalam menyesuaikan tingkah lakunya dengan norma

masyarakat biasanya individu melihat kepada kelompok

acuannya (reference group). Kelompok referensi yaitu

kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan

anggota kelompok) untuk membentuk pribadi dan

perilakunya. Dengan perkatan lain, seorang yang bukan

anggota kelompok sosial bersangkutan mengidentifikasi

dirinya dengan kelompok tadi.30

Menurut Parsons, salah satu asumsi dari teori aksi adalah

bahwa subyek, manusia bertindak atau berperilaku untuk

mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut antara lain untuk

mencukupi kebutuhan hidup manusia yang meliputi

kebutuhan makan, minum, keselamatan, perlindungan,

kebutuhan untuk dihormati, kebutuhan akan harga diri, dan

lain sebagainya. Untuk mencapai tujuan tersebut dapat

diupayakan dengan bekerja. Jadi tujuan yang hendak dicapai

seorang individu merupakan landasan dari segenap

perilakunya.

Orientasi sesorang bertindak terdiri dari dua elemen dasar,

yaitu orientasi motivasional dan orientasi nilai. Orientasi

motivasional menunjuk pada keinginan individu yang

29 Sarlito W. Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial (Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada, 2008) hlm. 19

30 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada, 1990) hlm. 154

151

bertindak itu untuk memperbesar kepuasan dan mengurangi

kekecewaan. Sedangkan orientasi nilai menunjuk pada

standar-standar normatif yang mengendalikan pilihan-pilihan

individu (alat dan tujuan) dan prioritas sehubungan dengan

adanya kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan yang berbeda.

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam

pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya

yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan

tindakan. Perilaku merupan respon individu terhadap stimulus

yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya, setelah

melalui proses berpikir dan respon yang muncul dapat berupa

perilaku yang tampak.

Pada titik tertentu setelah pengadopsi potensial

menyadari adanya suatu inovasi dan mempertimbangkan

keuntungan relatifnya, keputusan akan dibuat untuk

menerima atau menolak. Rogers mengungkapkan ada tiga

jenis keputusan inovasi:31

1) Opsional. Pada dasarnya setiap orang dalam sistem

sosial bebas menentukan pilihannya sendiri.

2) Kolektif. Melalui kesepakatan atau norma budaya yang

kuat, adopsi membutuhkan konsensus seluruh

kelompok.

3) Otoritas. Seorang pembuat keputusan membuat

keputusan untuk seluruh sistem sosial. Misalnya,

eksekutif perusahaan; pejabat pemerintah.

31 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New

York: The Free Press, 1983) hlm.212.

152

Dari berbagai uraian di atas, dapat dipahami bahwa

masyarakat dalam menerima inovasi gerakan “Mensholatkan

Orang Hidup” tidak menerimanya begitu saja secara

langsung, tetapi melewati beberapa tahap dalam proses

selektivitas individu. Proses selektivitas ini juga banyak

dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal seorang

individu.32

3. Tahap Implementasi

Implementasi terjadi ketika seorang individu (atau unit

pengambilan keputusan lainnya) menggunakan inovasi.

Sampai tahap implementasi, proses inovasi-keputusan telah

menjadi latihan mental yang ketat.33 Berdasarkan analisis

penulis, bahwa para warga jamaah mengimplementasikan

keberadaan inovasi dalam kehidupan beragama mereka.

a. Implementasi dalam Kehidupan Beragama

Berdasarkan analisis, para warga jamaah melalui tahap

implementasi dalam mengikuti “Gerakan Mensholatkan

Orang Hidup” ini menerapkan dalam kehidupan beragama,

yaitu:

32 Nurul Syobah. “Konstruksi Media Massa dalam Pengembangan

Dakwah”.Jurnal Dakwah Tabligh, Vol.14, No. 2, Desember 2013. hlm. 164

33 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.174.

153

1) Inovasi Ini Sebagai Solusi Kemakmuran Masjid

“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” ini

menjadi solusi permasalahan keagamaan dari para

informan. warga masyarakat memandang program ini

dapat meningkatkan motivasi masyarakat untuk sholat

berjamaah dan beraktivitas di masjid juga sekaligus

sebagai alternatif solusi bagi mereka yang memiliki

permasalahan baik dalam hal ibadah sampai dengan

masalah sosial. Berdasarkan hasil temuan yang telah

dipaparkan di bab sebelumnya, jumlah partisipasi jamaah

aktif Masjid Jogokariyan mengalami peningkatan di setiap

tahunnya sejak inovasi ini dilaksanakan. Semakin

banyaknya jamaah yang beribadah ataupun beraktivitas di

masjid, secara tidak langsung juga ikut mendorong

semakin banyaknya dana infaq yang didapatkan oleh

Masjid Jogokariyan.

Supardi mengatakan kaum muslimin saat ini

hampir- hampir tidak ada waktunya lagi untuk mampir

shalat berjamaah di masjid. Walaupun ada masjid yang

dekat dari tempat kerjanya itupun, mereka tidak ada lagi

kesempatan untuk ke masjid. Kalaupun dia shalat karena

kesibukannya dia memilih untuk shalat sendiri di kamar

kerjanya daripada shalat berjamaah di masjid.34 Akhir-

akhir ini kita mungkin melihat wujud fisik yang

bangunannya megah tetapi sunyi dari jamaah yang

34 Supardi. Manajemen Masjid dalam Pembangunan Masyarakat.

(Yogyakarta: UII Press, 2001) hlm. 3

154

beribadah. Di kota-kota, banyak masjid yang megah indah

dan strategis tempatnya tapi jamaahnya tidak lebih dari

lima orang pada saat shalat subuh. Beberapa masjid malah

hanya berfungsi untuk shalat Jum'at. Allah mencintai

masjid dan orang orang yang berjalan menuju masjid

untuk memakmurkannya sebagaimana Allah firmankan

dalam Q.S. At-Taubah ayat 18;

ي ن إ عمر م ما م سجد ٱلل ءامن بٱلل قام ن وأ وٱلوم ٱلأخر

ي ولم ة كو ٱلز وءات ة لو إل ٱلص فعسى ش ه ٱللأ ن

أ ىئك ول

١٨يكونوا من ٱلمهتدين Yang artinya; “Sesungguhnya yang memakmurkan

masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang

beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap

mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut

(kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka

merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk

golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. 35

Inovasi “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” di

Masjid Jogokariyan yang terletak di Daerah Istimewa

Yogyakarta, dapat menjadi jembatan baru bagi warga

Jogokariyan untuk saling mengenal dan saling mengetahui

satu sama lain. Sehingga hati warga merasa memiliki

35 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya.

(Bandung: Gema Risalah Press, 2005)

155

masjid seperti rumah sendiri, hal ini mampu dilihat dari

semangat warga dalam usaha memakmurkan masjid

dengan kegiatan-kegiatan keagamaan. Masjid dengan

bangunan sederhana, membuat warga merasa nyaman.

Kemudian banyaknya kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan di masjid tersebut, ternyata menarik warga

sekitar untuk ikut serta dalam kegiatan masjid.

2) Jamaah Cukup Intens dalam Memakmurkan Masjid

Berdasarkan analisis didapati informasi bahwa

para informan terbilang intens dalam melaksanakan sholat

berjamaah dan beraktivitas di masjid setelah mereka

mengadopsi “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”.

Tabel 5.3 Intensitas Memakmurkan Masjid

Informan Keterangan

Informan 1 Setiap hari

Informan 2 Setiap hari

Informan 3 Setiap hari

Informan 4 Setiap hari jika tidak ada

kegiatan

(Sumber: Data Wawancara)

3) Mengajak Orang Lain dan Membagikan Informasi di

Media Sosial Sebagai Bentuk Dakwah.

Berdasarkan ketertarikan dari masing-masing

informan, mereka tidak hanya menikmati inovasi

“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” untuk diri mereka

156

sendiri, tetapi juga berupaya mengajak secara langsung

dan berbagi informasi kepada orang lain (teman ataupun

keluarga). Mereka percaya bahwa dengan membagikan

informasi seputar keutamaan sholat berjamaah dan

memakmurkan masjid di media merupakan bentuk dari

ekspresi dakwah. Pelaksanaan dakwah melalui media

sesungguhnya selaras dengan perintah Islam yang

mewajibkan kepada seluruh umat muslim untuk

menyampaikan kebaikan apalagi ketika melihat suatu

kemungkaran. Meminjam istilah Mc Luhan, bahwasanya

pengaruh yang ditimbulkan oleh sebuah medium bukan

hanya terletak pada isi pesan dakwahnya, melainkan pula

dipengaruhi oleh jenis media yang digunakan baik

interpersonal, media cetak, maupun media baru.36

Saat ini dakwah tidak hanya dilakukan sebatas

pemberian khutbah di Masjid ataupun di Musholla,

kantor-kantor, sekolah maupun lembaga formal lainnya,

tetapi penyebaran dakwah Islam sudah berkembang

dengan melalui teknologi media, khususnya teknologi

komunikasi dan informasi yaitu internet. Internet sudah

difungsikan sebagai media berdakwah online, hal

tersebut semakin memudahkan umat muslim untuk

menyampaikan dakwah dan mendapatkan pengetahuan

Islam.

36 Jalaluddin Rakhmat. “Psikologi Komunikasi”. (Cet. XIII;

Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999). hlm. 220

157

Dakwah sendiri menurut Ibnu Taimiyah yaitu

mengajak manusia untuk beriman kepada Allah,

mengimani apa yang dibawa para Rasul-Nya, dengan

membenarkan apa yang mereka kabarkan kepada

manusia, mentaati mereka, mengucapkan dua kalimat

syahadat, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa

di bulan Ramadan, haji ke Baitullah, mengajak manusia

untuk beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya,

Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, beriman kepada hari

akhir (dibangkitkannya manusia sesudah mati), iman

kepada qadar yang baik dan buruk, dan mengajak manusia

untuk beribadah hanya kepada Allah saja seolah-olah ia

melihat-Nya.37

Dakwah merupakan sebesar-besar ketaatan di

jalan Allah dan merupakan salah satu amal shalih yang

sangat dianjurkan karena begitu banyak keutamaannya.

Sebagaimana diriwayatkan dari Sahabat Jarir bin

‘Abdillah Radhiyallahu anhu Rasulullah Shallallahu

‘alaihi wa sallam bersabda :

37 Ibnu Taimiyyah. Majmu’ah Al-Fatawa, (Beirut: Darul Fikr, 1980)

hlm. 157-158

158

سلم سنة من سن فـي جر من ة حسن ,الجرها وأ

فله أ

جو عمل ن ينقص من أ

ومن ,ء ش م ه ر بها بعده من غي أ

ـ س سن فـي ال وزرها ووزر من كن عليه , ة ئ لم سنة سين عمل بها

ء من بعده من غي أ وزارهم ش

ينقص من أ

"Barangsiapa yang memberi teladan (contoh)

perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan pahala

perbuatan tersebut serta pahala orang yang mengikutinya

(sampai hari kiamat) tanpa mengurangi pahala mereka

sedikit pun. Dan barangsiapa yang memberikan contoh

kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa perbuatan

tersebut serta dosa orang-orang yang mengikutinya

(sampai hari kiamat) tanpa mengurangi dosa mereka

sedikit pun". (HR. Muslim, No. 1017).38

b. Implikasi Terhadap Pengimplementasian dalam Kehidupan

Beragama

Dari tahap implementasi terdapat implikasi dari Intensitas

serta aktivitas dalam mengikuti gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup”. Seluruh informan merasakan adanya perubahan, dimana

memberikan energi pengaruh yang positif baik itu perubahan

sikap yang menjadi lebih religius serta pemahaman agama yang

semakin bertambah. Dalam bukunya Soekidjo Notoadmodjo

mengemukakan bahwa sikap (attitude) adalah merupakan reaksi

38 M. Fuad Abdul Baqi, Al-lu’lu’ Wal Marjan (Shahih Bukhari

Muslim). Terj. (Jakarta: Quanta, 2017) hlm. 20

159

atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus

atau obyek.39 Sikap dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi

terhadap obyek yang diekspresikan ke dalam proses-proses

kognitif, afektif (emosi) dan perilaku. Dari definisi-definisi di

atas menunjukkan bahwa secara garis besar sikap terdiri dari

komponen kognitif (ide yang umumnya berkaitan dengan

pembicaraan dan dipelajari), perilaku (cenderung mempengaruhi

respon sesuai dan tidak sesuai) dan emosi (menyebabkan respon-

respon yang konsisten).40

Dengan segala kemudahan beribadah di masjid jamaah

merasakan banyak manfaat seperti mendapat ketenangan dalam

hidup dan bisa berkumpul dengan orang-orang baik yang

mengajak kepada kebaikan. Berdasarkan analisis penulis seluruh

informan tidak ragu untuk ikut terlibat mendifusikan inovasi

“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” Ini kepada orang lain

dengan membagikan informasi melalui media sosial. Namun

disisi lain juga perlu kita ingat bahwasannya masih ada

masyarakat yang masuk kedalam kesenjangan digital yang masih

belum melek terhadap hadirnya media baru.

4. Tahap Konfirmasi

Pada tahap konfirmasi, individu (atau unit pembuat

keputusan lainnya) mencari penguatan untuk keputusan inovasi

39 Soekidjo Notoatmodjo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan

(Jakarta: Rineka Cipta, 2003) hlm. 124

40 Eagle & Chaiken (1993) dalam Wawan A. dan Dewi M, Teori dan

Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia, (Yogyakarta: Nuha

Medika, 2010) hlm. 20

160

yang telah dibuat, tetapi ia dapat membalikkan keputusan ini jika

terkena pesan yang saling bertentangan tentang inovasi tersebut.

Sepanjang tahap konfirmasi, individu berusaha untuk

menghindari keadaan disonansi atau menguranginya jika

terjadi.41

Pada tahap ini warga masyarakat memberikan penegasan

seperti memberikan dukungan dan merasakan kepuasan setelah

memutuskan untuk menerima dan mengimplementasikan inovasi

gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” karena memberikan

kemanfaatan, menambah pemahaman seputar memakmurkan

masjid dan sholat berjamaah serta dapat menjadi alternatif solusi

keagamaan sesuai kebutuhan bagi para penggunanya melalui

layanan dan fasilitas yang diberikan.

B. Faktor Pendukung Dan Penghambat Difusi Inovasi Pada

Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” Di Masjid

Jogokariyan Dalam Meningkatkan Kualitas Imarah

Berdasarkan analisis penulis, keberhasilan Takmir Masjid

Jogokariyan Yogyakarta dalam meningkatkan jumlah partisipasi

jamaah aktif melalui gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini

pastinya tidak terlepas dari faktor yang mempengaruhi

diterimanya suatu inovasi, diantaranya yaitu:

41 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New

York: The Free Press, 1983) hlm.184.

161

1. Faktor Pendung

a. Derajat Manfaat

Dengan adanya inovasi ini masyarakat merasakan

banyak sekali manfaat yang dirasakan dan kemudahan

dalam beribadah di masjid yang diberikan oleh Takmir,

sehingga warga jamaah dengan mudah untuk menerima

“Gerakan mensholatkan orang hidup” ini sebagai inovasi

baru bagi masyarakat kampung Jogokariyan.

b. Efektivitas Diri

Rasa efektivitas diri merupakan keyakinan yang

tumbuh dari seorang, dimana ia menemukan

kepercayaan dirinya dan mengaggap bahwa “Gerakan

mensholatkan orang Hidup” ini bukan hal yang negatif

untuk dirinya. Berdasarkan analisis, informan meyakini

bahwa program yang diikuti tidak ada unsur negatif dan

merugikan bahkan sebaliknya.

c. Insentif Status

Faktor insentif status dalam proses difusi inovasi

sangat berpengaruh. Saluran komunikasi yang digunakan

untuk mengkomunikasikan gerakan “Mensholatkan

orang Hidup” banyak ragamnya. Melihat kondisi sistem

sosial yang ada tidak dapat dinafikan lagi bahwa dari

perkembangan teknologi komunikasi ini, tidak sedikit

warga jamaah yang memanfaatkan beberapa flatform

media sosial.

162

d. Nilai Individu

Interaksi antara dua individu yang saling bertukar

pikiran dan wawasan, menyebabkan penyebaran inovasi

gerakan mensholatkan orang hidup bisa semakin luas.

Dalam hal ini, silaturahmi yang dilakukan oleh Takmir

ke rumah-rumah warga yang cukup intens ikut

mendukung terjadinya proses difusi terhadap warga

jamaah tadinya tidak tahu, menjadi tahu dan dari yang

tadinya tidak paham keutamaan sholat berjamaah dan

beraktivitas di masjid, menjadi paham.

2. Faktor Penghambat

Selain keempat faktor pendukung yang telah disebutkan

diatas, proses difusi inovasi gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup” ini tentu tidak serta merta berjalan lancar begitu saja.

Masih ada sebagian kecil warga masyarakat yang belum aktif

atau tidak ikut dalam kegiatan memakmurkan masjid.

Menurut Chaney dan Martin dalam bukunya Intercultural

Business Communication mengungkapkan bahwa yang di

maksud dengan hambatan komunikasi adalah segala sesuatu

yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang

efektif.42 Beberapa faktor penghambat tersebut yaitu:

42 Chaney & Martin, Intercultural Business Communication (New

Jersey: Pearson Education. Inc, 2004) hlm. 11

163

1. Faktor Historis dan Ideologis Kampung Jogokariyan

Adanya perbedaan budaya antara Takmir Masjid

Jogokariyan dan Masyarakat Kampung Jogokariyan,

karena dulunya tak sedikit generasi keturunan para Abdi

Dalem yang terpaksa bekerja sebagai buruh di pabrik-

pabrik batik dan tenun. Berbanding terbalik dengan

masyarakat pendatang yang lebih makmur daripada

penduduk asli, yakni generasi Abdi Dalem. Kesenjangan

itu lalu dimanfaatkan oleh PKI untuk menggaungkan

sentimen kelas buruh melawan majikan. Lantas

kehadiran PKI kemudian disambut baik.43 Karena itu,

Kampung Jogokariyan akhirnya didominasi oleh kaum

abangan yang sejatinya mengaku beragama Islam namun

tidak pernah sama sekali menjalankan ajarannya dan

menjadi salah satu basis massa PKI di Yogyakarta.

Diantara budayanya yang kental dan masih sulit sekali

ditinggalkan oleh masyarakat yaitu suka mabuk-

mabukan, berjudi, mencuri serta bermain perempuan.

Selain itu perbedaan persepsi mengenai inovasi gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” ini menyebabkan adanya

perbedaan dalam mengartikan atau memaknai sesuatu.

Dalam perspektif komunikasi antar budaya, perbedaan

tersebut merupakan salah satu faktor penghambat

komunikasi.

43 Adi Nur Ahmad, Masjid Membangun Umat: Sejarah Masjid

Jogokariyan di Yogyakarta 1980-2013.Dalam Skripsi. (UGM, 2017). hlm. 16

164

2. Faktor Sosiologis

Berdasarkan hasil analisis, hambatan selanjutnya

berkaitan dengan struktur sosial masyarakatnya. Jamaah

yang antusias dalam mengikuti sholat berjamaah dan

kegiatan di masjid utamanya diisi oleh orang-orang yang

tidak begitu sibuk dengan pekerjaanya (umumnya adalah

petani dan pedagang) dan masyarakat yang tinggal paling

dekat dengan masjid. Namun lain halnya dengan mereka

yang bekerja kantoran atau bahkan sering dinas ke luar

kota. Sangat sedikit sekali waktu untuk bisa mengikuti

sholat berjamaah dan mengikuti kegiatan masjid karena

adanya tuntutan pekerjaan.

Pada umumnya kelompok sosial di atas adalah

kelompok sosial yang teratur, artinya mudah diamati dan

memiliki struktur yang jelas. Menurut Burhan Bungin,

kelompok sosial merupakan kehidupan bersama dalam

himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang

umumnya secara relatif kecil yang hidup secara guyub.44

Pergaulan dalam kelompok tersebut cukup mempengaruhi

dan menciptakan kebiasaan yang melembaga bagi setiap

anggota kelompok, dan kebiasaan itu menciptakan suatu

pola prilaku yang dilakukan terus-menerus.

44 Burhan, Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan

Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2017)

hlm. 43.

165

3. Dampak Negatif Internet

Berkembangnya teknologi komunikasi turut

berperan dalam perubahan masyarakat. Internet atau

istilah lain disebut dengan media online sudah menjadi

bagian dari gaya hidup penggunanya. Sebagaimana fakta

yang penulis dapatkan di lapangan, ketergantungan

terhadap Internet turut menjadi penghambat proses difusi

inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”. Ketika

adzan berkumandang di Masjid yang juga memberikan

fasilitas Wi-fi gratis selama 24 jam tersebut, masih

didapati sebagian orang yang masih sibuk dengan

gawainya. Hal tersebut merupakan suatu hal yang sangat

disayangkan sekali. Gawai yang seharusnya memudahkan

manusia menjadi pengingat waktu ibadah atau mencari

materi-materi seputar keagamaan justru mengganggu

fokus kita dalam melaksanakan ibadah. Begitu banyak

waktu terbuang sia-sia untuk hal-hal yang tidak

bermanfaat, kemudian melalaikan waktu shalat lima

waktu.

Sebagai refleksi, melalui inovasi gerakan “Mensholatkan

Orang Hidup” ini, Masjid Jogokariyan berupaya membangkitkan

kesadaran dan menjadi alat perekat umat Islam. Untuk melakukan

perubahan sosial dalam lingkup masyarakat setempat dimulai

dengan memberikan informasi dan memahamkan warga jamaah

akan pentingnya sholat berjamaah. Sekalipun sulit dilakukan,

seiring perjalanan waktu kesan buruk di Kampung Jogokariyan

166

itu mulai berubah bahkan saat ini dikenal sebagai kampung

Islami.

Setelah melalui serangkaian proses penyebaran inovasi yang

cukup panjang. Masjid Jogokariyan Yogyakarta kini telah hadir

menjadi pilar penting dalam membangun masyarakat madani

dengan pendekatan aktivitas sosio-keagamaannya.45 Keberhasilan

ini terus berkembang sehingga membuat Masjid Jogokariyan

menjadi destinasi pengurus masjid lainnya di Indonesia untuk

datang dan belajar bagaimana membuat masjid menjadi situs

penting dalam pemberdayaan masyarakat sekitar terutama

menghidupkan kesadaran sholat berjamaahnya.

Pada hakekatnya manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk

tujuan beribadah kepada-Nya. Ibadah merupakan bentuk

penghambaan manusia sebagai makhluk kepada sang pencipta.

Karna ibadah merupakan fitrah (naluri) manusia, maka ibadah

kepada Allah membebaskan manusia pemujaan dan pemujaan

yang salah dan sesat. Sebagai seorang muslim kita harus

melaksanakan kewajiban kita kepada Tuhan, yakni dengan

melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua

larangan-Nya. Shalat merupakan bagian dari bentuk rasa syukur

kepada Allah SWT dan pengabdian atas segala nikmat dan

karunia yang telah diberikan. Dalam ajaran islam ibadah sholat

memiliki kedudukan tertinggi diantara ibadah-ibadah lainnya,

bahkan kedudukannya terpenting dalam islam yang yang tak

45 Suhairi Umar, Pendidikan Masyarakat Berbasis Masjid.

(Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019). hlm. 90-91

167

tertandingi oleh ibadah lain, karena ibadah shalat yang terdahulu

sebagai konsekuensi iman, tidak ada syariat samawi lepas dari-

Nya.46

Allah SWT mewajibkan ibadah shalat kepada kita bukan

karna Dia membutuhkan tetapi justru untuk kepentingan kita

sendiri sebagai seorang hamba, agar kita bisa meraih derajat

ketakwaan yang akan melindungi kita dari berbagai kemaksiatan

dan kesalahan sehingga kita bisa meraih keridhoan Allah SWT

untuk mendapatkan surga-Nya. Allah SWT berfirman dalam Q.S

Ibrahim ayat 40 sebagai berikut :

ٱجعلن مقيم ٱلص يت ربنا وتقبل دعء رب ة ومن ذر ٤٠لو

”Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang

yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah

doaku”.47

Ayat di atas mengandung makna bahwa ibadah sholat

merupakan ibadah utama selain ibadah-ibadah lainnya. Islam

memandang sholat sebagai tiang agama dan pokok ajaran islam

terletak pada ibadah sholat, sebab dalam sholat tersimpul seluruh

rukun agama. Dalam sholat terdapat kalimat “syahadatain”

kesucian hati terhadap Allah, agama dan sesama manusia. Maka

46 Shalih bin Ghanim as-Sadlan, Fiqih Shalat Berjamaah, (Jakarta:

Pustaka as Sunnah, 2006), Cet. Ke-1, hlm. 30

47 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya.

(Bandung: Gema Risalah Press, 2005)

168

dari itu orang yang paham dengan kewajibannya sebagai hamba

atau orang yang cinta dan bersyukur kepada allah SWT, pasti ia

akan melaksanakann sholat. Shalat juga merupakan sebuah

pijakan utama dalam mewujudkan sistem sosial yang

bernapaskan Islam. Karena itu, Al-Qur’an menekankan

pentingnya sholat. Kemalasan dan keengganan melaksanakannya

merupakan tanda seorang hamba yang lalai dan merupakan tanda

hilangnya iman.48

Lebih lanjut, dalam situasi pandemi ini masjid harus

mengambil peran sebagai kepemimpinan arus bawah. Artinya

dapat melayani masyarakat, memastikan kelangsungan hidup

jamaah dari mulai pasokan pangan hingga proses pemulasaran

jenazah, menjamin keamanan dan kenyamanan jamaah dalam

beribadah di masjid, serta membantu memberikan informasi yang

positif dan benar kepada warga jamaah dengan memaksimalkan

berbagai saluran komunikasi yang digunakan. Diseminasi

infromasi yang benar dari pengurus masjid sangat penting saat ini

dilakukan untuk mengurai disinformasi.

Masjid harus hadir ikut berperan aktif sebagai konsekuensi

dari suatu bentuk pelayanan sosial terhadap warga masyarakat

yang menjadi jamaahnya. Jangan kemudian, kita menuntut masjid

selalu makmur, ramai akan jamaah yang beribadah tetapi tidak

diimbangi dengan rasa kepedulian terhadap permasalahan

jamaah.

48 Sudirman Tebba, Nikmatnya Shalat Jamaah, (Banten: Pustaka

Irvan, 2008), Cet. Ke-1.hlm. 17

169

Tabel 5.4 Matriks Difusi Inovasi Para Informan

Difusi Inovasi Pertanyaan Pengguna Hasil Kesimpulan

Saluran

komunikasi

Sumber informasi terhadap

keberadaan “Gerakan

Mensholatkan Orang Hidup”

Penyebaran informasi terkait inovasi “Gerakan

Mensholatkan Orang Hidup” terjadi pada saluran

Komunikasi Interpersonal, Kelompok dan Komunikasi

Massa .

Informan 1 : atas rekomendasi pengurus RMJ

Informan 2 : atas rekomendasi teman melalui media sosial

Instagram, dan WhatsApp

Informan 3 : atas ajakan orang tua dan takmir

Informan 4 : atas ajakan takmir

Di mana informasi keberadaan “Gerakan Mensholatkan

Orang Hidup” melalui saluran komunikasi media sosial

yaitu Instagram dan WhatsApp. Sedangkan, pada saluran

komunikasi interpersonal para informan mendapat

pengetahuan tentang kehadiran “Gerakan Mensholatkan

Orang Hidup” melalui rekomendasi dan ajakan dari

keluarga, kerabat, dan Takmir.

Karakteristik adopter

Lama penggunaan inovasi

Informan 1 dan 3 : sejak kecil

Informan 2 : sejak tahun 2015

Informan 4 : sejak tahun 2009

170

Tahap Pengetahuan

Pengetahuan terhadap fungsi

dari “Gerakan Mensholatkan

Orang Hidup”

Informan 1 : menambah pengalaman dan menemukan jati

diri

Informan 2 : menambah pahala dan pengalaman

Informan 4 : sebagai alternatif solusi permasalahan

keagamaan.

Informan 3 : sebagai solusi permasalahan sosial

Dengan kata lain, sikap atau kepercayaan individu tentang

inovasi memiliki banyak hal untuk dikatakan tentang

perjalanannya melalui proses keputusan inovasi. Tahap

pengetahuan mengenai fungsinya tersebut masuk kedalam

2 jenis, yaitu: Pengetahuan Kesadaran dan Pengetahuan

prinsip

Pengetahuan terhadap fasilitas

yang menjadi ketertarikan

pengguna.

Para informan memiliki ketertarikan tersendiri pada

fasilitas yang diberikan “Gerakan Mensholatkan Orang

Hidup”:

Informan 1 : pelatihan dan kajian ba’da sholat

Informan 2 dan 3 : semua sesuai kebutuhan

Informan 4 : bantuan sembako dan beras

Karakteristik Inovasi

Keuntunggan Relatif

Para informan tidak hanya memperoleh keuntungan

berupa lebih terpahamkan akan urgensi sholat berjamaah

dan memakmurkan masjid saja. Di mana ditemukan data

para jamaah juga memperoleh keuntungan dari segi

171

agama, sosial dan ekonomi. “Gerakan Mensholatkan

Orang Hidup” ini dapat dimanfaatkan para jamaah sebagai

media dakwah untuk dapat mengajak orang lain dalam

berbuat kebaikan dan sangat efektif untuk membina

kebersamaan jamaah. Di sisi lain warga jamaah juga

merasa terbantu dengan bantuan dan fasilitas pelayanan

yang ditawarkan.

Inovasi sesuai dengan nilai

nilai yang anut.

Berdasarkan hasil temuan yang telas dijelaskan

sebelumnya di mana bahwa selain fokus mengajak orang

untuk melaksanakan sholat berjamaah di masjid

sebagaimana diusung dalam gerakan ini. seluruh informan

rata rata berpendapat bahwa materi materi yang

disampaikan seputar keutamaan sholat berjamaah dan

memakmurkan masjid pun sesuai dengan kepercayaan

mereka karena berlandaskan Alquran dan Hadist.

Kegiatan-kegiatan masjid juga sesuai dengan adat budaya

yang berlaku di lingkungan setempat.

Inovasi mudah untuk

dipahami.

Kemudahan yang diberikan dalam “Gerakan

Mensholatkan orang Hidup” yang berbasis pelayanan dan

fasilitas sudah digolongkan sesuai dengan segmentasi

jamaah menjadi ketertarikan warga jamaah.

172

Sikap informan terhadap

“Gerakan Mensholatkan

Orang Hidup”

Sikap seluruh informan menggambarkan bahwa mereka

menerima atau mengadopsi “Gerakan Mensholatkan

Orang Hidup” ini karena ide ide baru yang diberikan dan

sesuai dengan kebutuhan warga jamaah.

Sikap

Faktor Informan

mempercayai substansi materi

“Gerakan Mensholatkan

Orang Hidup”

Para warga jamaah memutuskan untuk menerima inovasi

tersebut dikarenakan faktor kemanfaatan dari pelayanan

dan fasilitas yang diberikan untuk memudahkan warga

jamaah dalam beribadah. Selain itu, seluruh informan juga

mengatakan referensi yang dipakai oleh Takmir Masjid

Jogokariyan dalam menyebarkan inovasi ini berdasarkan

Al-Quran dan hadist yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran

islam sebagaimana yang pelajari di TPA dan di sekolah

berbasis agama.

Intensias penggunaan

“Gerakan Mensholatkan

Orang Hidup”

Intensitas penggunaan ini dilihat dalam kurun waktu

dimana sesorang mulai menyadari dan menggunakan

inovasi tersebut.

Informan 1 : setiap hari

Informan 2 : setiap hari

Informan 3 : setiap hari

Informan 4 : setiap hari jika tidak ada kegiatan lain.

Perilaku Inovasi ini sebagai solusi Berdasarkan data temuan, “Gerakan Mensholatkan Orang

173

kemakmuran masjid Hidup” ini berfokus pada pelayanan berupa memberikan

fasilitas ibadah yang dapat membantu dan menarik warga

masyarakat untuk dapat menjalankan sholat berjamaah dan

beraktivitas di Masjid. Beberapa informan memandang

program ini dapat meningkatkan motivasi masyarakat

untuk sholat berjamaah di masjid juga sekaligus sebagai

alternatif solusi bagi mereka yang memiliki permasalahan

baik dalam hal ibadah sampai dengan masalah sosial.

Informan merekomendasikan

dan turut mengajak orang lain

untuk ikut dalam kegiatan

memakmurkan masjid

Seluruh informan menunjukkan antusiasme. Mereka tidak

hanya menikmati inovasi “Gerakan Mensholatkan Orang

Hidup” untuk diri mereka sendiri, tetapi juga berupaya

mengajak secara langsung dan berbagi informasi kepada

orang lain (teman ataupun keluarga). Mereka percaya

bahwa dengan membagikan informasi seputar keutamaan

sholat berjamaah dan memakmurkan masjid di new media

merupakan bentuk dari ekspresi dakwah.

Perubahan sikap, prilaku dan

pengetahuan terhadap

informan.

Intensitas serta aktivitas dalam mengikuti “Gerakan

Mensholatkan Orang Hidup” ini berdampak pada

perbaikan sikap dan pengetahuan dalam kehidupannya.

Para informan rata rata mengaku ada perubahan positif

dari akibat intensifitas mereka selama mengikuti inovasi

tersebut. Ada perubahan sikap yang lebih religius dan

174

lebih bersemangat dalam beribadah serta terpahamkan

keutamaan sholat berjamaah.

Konfirmasi Pendapat informan mengenai

keikutsertaan dalam “Gerakan

Mensholatkan Orang Hidup”

Setelah warga masyarakat memutuskan untuk mengadopsi

inovasi “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”. Rata-rata

informan akan terus ikut karena memberikan kemanfaatan,

menambah pemahaman seputar memakmurkan masjid dan

sholat berjamaah serta dapat menjadi alternatif solusi

keagamaan sesuai kebutuhan bagi para penggunanya

melalui layanan dan fasilitas yang diberikan.

(Sumber : Data Wawancara)

175

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan data dan temuan yang sudah

dikumpulkan dan dianalisis dalam penelitian ini, penulis

dapat menyimpulkan bahwa:

1. Hasil penelitian membuktikan, sebagai sesuatu yang

dianggap baru dan unik. Inovasi “Gerakan Mensholatkan

Orang Hidup” yang dihadirkan oleh Takmir Masjid

Jogokariyan dalam bentuk pelayanan dan kemudahan

dalam beribadah seperti: Pelayanan spiritual, Pelayanan

sosial, dan Pelayanan ekonomi telah berhasil

dikomunikasikan kepada masyarakat kampung

Jogokariyan melalui berbagai saluran seperti: komunikasi

interpersonal, kelompok dan komunikasi media. Seluruh

informan dalam penelitian ini sudah bisa dikatakan

sebagai adopter karena telah menerima inovasi gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” dan telah melewati proses

adopsi inovasi sebagaimana dengan lima tahapan proses

pada teori difusi inovasi yang dikemukakan oleh Everett

M. Rogers seperti: 1) Tahap Pengetahuan, 2) Tahap

Persuasi, 3) Tahap keputusan, 4) Tahap Konfirmasi, dan

5) Tahap Konfrimasi. Adapun jangka waktu masyarakat

dalam menerima inovasi gerakan “Mensholatkan Orang

Hidup” berbeda-beda.

176

2. Keberhasilan proses difusi inovasi gerakan

“Mensholatkan Orang Hidup” di Masjid Jogokariyan

Yogyakarta dalam meningkatkan kualitas

kemakmurannya juga dipengaruhi oleh beberapa faktor

pendukung seperi: 1) Derajat manfaat, 2) Efektivitas diri,

3) Insentif status, dan 4) Nilai individu. Adapun faktor

yang menghambat proses difusi yaitu: 1) Berkenaan

dengan aspek historis dan ideologis Kampung

Jogokariyan, 2) Faktor Sosiologis Masyarakatnya, dan 3)

Faktor dampak negatif internet.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, maka

penulis memnberikan saran berkenaan dengan penelitian

yang telah dilakukan, yaitu:

1. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa

para warga masyarakat memiliki ketertarikan

untuk ikut dalam “Gerakan Mensholatkan

Orang Hidup” dikarenakan banyak sekali

manfaat yang diberikan serta bisa menjadi

alternatif solusi untuk meningkatkan

kemakmuran masjid. Untuk itu, bagi para

Takmir diharapkan tetap memberikan

pelayanan yang terbaik bagi warga jamaah dan

juga meningkatkan serta mengembangkan

inovasi ini supaya jamaah tetap betah dan

177

konsisten dalam menjadikan masjid sebagai

pusat aktivitas ibadah.

2. Penelitian ini tentunya masih jauh dari kata

sempurna karena terdapat banyak sekali

kekurangan seperti keterbatasan waktu selama

proses pelaksanaannya sehingga peneliti tidak

dapat memperoleh data dan hasil yang

maksimal sehingga itu menjadi kekurangan

dalam penelitian ini. Oleh karena itu

diharapkan pada penelitian selanjutnya,

dengan waktu yang cukup, penelitian ini bisa

dikembangkan menjadi lebih baik lagi dengan

penggalian data secara lebih mendalam dan

maksimal.

3. Bagi para pembaca khalayak, hal ini bisa

dijadikan motivasi untuk melakukan sesuatu

yang memberikan manfaat. Pada dasarnya

semua umat islam di dunia ini mempunyai

peran dalam melakukan dakwah, menyeru atas

kebaikan dan melarang akan keburukan.

Semua orang mempunyai peranan penting

dalam melakukan kebaikan, melakukan

dakwah dengan tingkah dan prilakunya

masing-masing.

178

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abdul Baqi, M. Fuad. 2017. Al-lu’lu’ Wal Marjan (Shahih

Bukhari Muslim)-Terj. Jakarta: Quanta

Al-Faruq, Asadullah. 2010. Mengelola dan Memakmurkan

Masjid, Solo: Pustaka Arafah.

Ahmad, Adi Nur. 2017. Masjid Membangun Umat: Sejarah

Masjid Jogokariyan di Yogyakarta 1980-2013. Dalam

Skripsi, UGM: Fakultas Ilmu Budaya.

Ayub, E. Moh. 1996. Manajemen Masjid, Jakarta: Gema Insani

Press.

Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif

Jakarta: Rineka Cipta.

Berger, Charles R, Roloff, Michael E. dan David Roskos E. 2014.

Handbook Ilmu Komunikasi. Jakarta: Penerbit Nusa

Media.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif (Komunikasi ,

Ekonomi, Kebijakan Politik, dan Ilmu Sosial Lainnya)

Edisi Kedua. Jakarta: Kencana.

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Penelitian, Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Bungin, Burhan. 2017. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma,

dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat.

Jakarta: Kencana.

Chaney & Martin. 2004. Intercultural Business Communication,

New Jersey: Pearson Education. Inc

Creswell, Jhon W. 2010. Research Design (Pendekatan

Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed) diterjemahkan oleh

Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

179

Danaher, P.J., Wilson, I and Davis, R. 2003. A Comparison of

Online and Offline Consumer Brand Loyalty, Marketing

Science. Horton, Paul B dan Chestern L Hunt. (1996).

Sosiologi Jilid 2 (edisi 6) Diterjemahkan oleh: Amiruddin

Ram dan Tita Sobari). Jakarta: Erlangga

Denzin, K. Norman & Yvonna S.Lincoln (Eds). 2009. Handbook

Of Qualitative Research-terj oleh Dariyatno. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Depari & Andrews, Mac. 1995. Pernanan Komunikasi Massa

Dalam Pembangunan. Yogyakarta : UGM University

Press.

Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur’an dan Terjemahannya.

Bandung: Gema Risalah Press.

Dilla, Sumadi. 2007. Komunikasi Pembangunan: Pendekatan

Terpadu. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Ghanim as-Sadlan, Shalih. 2006. Fiqih Shalat Berjamaah.

Jakarta: Pustaka as Sunnah. Cet. Ke-1

Hanafi. 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, Surabaya : Usaha

Offset Printing.

Haryono, Cosmas Gatot. 2020. Ragam Metode Penelitian

Kualitatif Komunikasi. Jawa Barat: CV Jejak.

Heryanto, Gun Gun. 2018. Media Komunikasi Politik: Relasi

Kuasa Media di Panggung Politik. Yogyakarta: IRCiSoD

Jahi, Amri. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan

Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga: Suatu

Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Lindawati, Lisa. 2014. Difusi inovasi relevansi teori di era

perkembangan internet dalam bianglala pemikiran

komunikasi. Yogyakarta: Fisipol UGM.

180

Mardikanto, Totok. 2010. Komunikasi Pembangunan, Surakarta :

UNS Press.

Melkote, Srinivas R. 1991. Communication for Development in

Third World. New Delhi: Sage Publications.

Moleong, Lexy J. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar,

Bandung : Remaja Rosdakarya.

M.Q. Patton, 1987. How To Use Qualitative Methods In

Evaluation. California: Sage Publications,Inc.

Nawawi, Hadari. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial.

Yogyakarta: Gajahmada Universitas Press.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku

Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa.Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Nurudin. Komunikasi Massa. 2003. Malang: Cespur.

Poerwandari, E.K. 2007. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian

Prilaku Manusia. Jakarta: LPSP3 Universitas Indonesia

RA Kurniawan. 2014. Perancangan Promosi Pariwisata Kuliner

Wedangan Kota Solo Melalui Komik Ginasthel.

Universitas Sebelas Maret.

Rahman, M. Fanni. 2019. Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta.

Masjid Jogokariyan: Dokumen Arsip.

181

Rahmat, Abdul & Effendi, M.Ariel. 2014. Seni Memakmurkan

Masjid,Gorontalo: Ideas Publishing.

Rakhmat, Jalaluddin. 1999. Psikologi Komunikasi. Bandung:

Remaja Rosdakarya. Cet. XIII

Rifai, A. Bahrun & Fakhroji, Moch. 2005. Manajemen Masjid:

Mengoptimalan Fungsi Sosial Ekonomi Masjid, Jakarta:

Benang Merah Press.

Ritzer, George. 1996. Sociological Theory, Fourth Edition. New

York: McGraw-Hill International Editions.

Rogers, Everett M. 1983. Diffusion Of Innovations Third Edition.

New York: The Free Press.

Rogers, Everett M. 1986. Communication Technology: The New

Media in Society. London: The Free Press Collier

Publisher.

Sarosa, Samiaji. 2003. Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar Edisi 2

Jakarta: PT.Indeks

Sarwono, Sarlito W. 2008. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta:

PT. Rajagrafindo Persada

Setiawan, Sidiq. 2015. Pola Proses Penyebaran dan Penerimaan

Informasi Teknologi Kamera DSLR (Studi Kasus Tentang

Pola Proses Penyebaran dan penerimaan Informasi

Teknologi Kamera Dari Kamera Analog Menjadi DSLR

Pada Fotografer Profesional di Kota Solo dan

Yogyakarta). Dalam Tesis, UNS: Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik.

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:

PT Rajagrafindo Persada.

Suciati. 2017. Teori komunikasi dalam multi perspektif.

Yogyakarta: Buku Litera.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan

182

R&D. Bandung: IKAPI.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:

Alfabeta.

Sutardi, Ahmad. 2012. Manajemen Masjid Kontemporer, Jakarta:

Media Bangsa.

Suherman, Eman. 2012. Manajemen Masjid, Bandung: Alfabeta.

Supardi. 2001. Manajemen Masjid dalam Pembangunan

Masyarakat. Yogyakarta: UII Press.

Taimiyyah, Ibnu. 1980. Majmu’ah Al-Fatawa, Beirut: Darul Fikr

Tebba, Sudirman. 2008. Nikmatnya Shalat Jamaah. Banten:

Pustaka Irvan.

Umar, Suhairi. 2019. Pendidikan Masyarakat Berbasis Masjid.

Yogyakarta: CV Budi Utama.

Wawan A. dan Dewi M. 2010. Teori dan Pengukuran

Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta:

Nuha Medika

Weck, Dkk. 2011. Islam in the Public Sphere: the Politics of

Identity & the Future of Democracy in Indonesia. Jakarta:

CSRC UIN Jakarta.

Yani, Ahmad. 2009. Panduan Memakmurkan Masjid, Jakarta: Al

Qalam.

Yin, Robert. K. 2012. Studi Kasus: Desain dan Metode

diterjemahkan oleh Djauzi Mudzakir. Jakarta:

PT.Rajagrafiindo Persada.

183

Jurnal:

Ahmed H, Tolba & Maha, Mourad. 2011. Individual and

Cultural Factor affecting Diffusion of Innovation. E-

Journal International Business and Cultural Studies 5.

Diakses dari www.aabri.com/

Aminudin. 2015. Efektivitas Dakwah: Tinjauan Psikologi

Komunikasi. Jurnal Al-Munzir Vol. 8, No. 2.

Annur, Ayu Mutiara. 2013. Difusi Dan Adopsi Inovasi

Penanggunalangan Kemiskinaan (Studi Difusi Dan

Adopsi Inovasi Layanan “Mbela Wong Cilik‟ Unit

Pelayanan Terpatu Penanggualangan Kemiskinan

(UOTPK) Di Kabupaten Sragen). Journal Of Rural and

Development, Vol. IV, No.1

Makkulawu, Andi Ridwan. Proses Percepatan Difusi Inovasi

Produk Susu Sterilisasi Nonhermal. Jurnal Teknik

Industri ISSN: 1411-6340 IPB, Bogor.

Nurfatmawati, Atik. 2020. Strategi Komunikasi Takmir Dalam

Memakmurkan Masjid Jogokariyan Yogyakarta”. Jurnal

Dakwah Risalah. Volume 31 Nomor 1. P-ISSN: 1412-

0348

Rehman, Scheherazade S. & Askari, Hossein. 2010. “How

Islamic Are Islamic Countries?” Global Economy Journal

International 10, No. 2

Rosyiidiani, Thalitha S dkk. 2019. Eksistensi Aplikasi

Keagamaan sebagai Media Informasi Umat (Studi Difusi

Inovasi pada Aplikasi Masjidku). Jurnal Publikasi Ilmu

Komunikasi Media dan Cinema. Vol. 1 No. 2. P-ISSN

2622-547X.

Syobah, Nurul. 2013. Konstruksi Media Massa dalam

Pengembangan Dakwah.. Jurnal Dakwah Tabligh, Vol.14,

No. 2.

184

Internet:

Nasution, Rahmad. 2016. Menyingkap Tabir Subuh di

Jogokariyan . Internet,

(https://megapolitan.antaranews.com/berita/24942/menyin

gkap-tabir-subuh-di-jogokariyan).

Nursalikah, Ani. 2020. Fenomena Sosial di Jawa: Santri dan

Abangan. Internet, (https://www.republika.co.id)

Zubandi. 2017. Manajemen Masjid. Internet,

(https://humaskemenagmajambi.blogspot.com).

https://www.antaranews.com/

https://worldpopulationreview.com/

Hasil Wawancara:

Wawancara pribadi dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid

Jogokariyan, Yogyakarta,7 Maret 202.

Wawancara pribadi dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid

Jogokariyan, Yogyakarta, 7 Maret 2021.

Wawancara pribadi dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid

Jogokariyan Yogyakarta, 15 Maret 2021.

Wawancara pribadi dengan Bambang Wisnugroho, Jamaah

Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, 9 Maret 2021.

Wawancara pribadi dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir

Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, 5 Maret 2021.

Wawancara pribadi dengan Gitta Welly Ariadi, Takmir Masjid

Jogokariyan, Yogyakarta, 11 Maret 2021.

Wawancara pribadi (online) dengan Salim A. Fillah, Pendakwah,

Yogyakarta, 20 Maret 2021.

185

LAMPIRAN

186

DOKUMENTASI PENELITIAN

187

188

189

DAFTAR INFORMAN WARGA JAMAAH MASJID JOGOKARIYAN

No Nama Umur Pekerjaan Status

1. Muhammad Syafiq H. 22 Tahun Karyawan Swasta Informan 1

2. M. Falakhul Insan 23 Tahun Tutor Informan 2

3. Bambang Wisnugroho 45 Tahun Pedagang Informan 3

4. Tri Junianto 30 Tahun Petugas Kebersihan Informan 4

DAFTAR INFORMAN PENDUKUNG TAKMIR MASJID JOGOKARIYAN

5. drh. Agus Abadianto 57 Tahun Dokter Hewan/ Ketua

Takmir Informan Pendukung

6. Gitta Welly Ariadi 44 Tahun Wiraswasta/ Takmir Biro

Latbang Masjid Informan Pendukung

7. Ust. Salim A. Fillah 37 Tahun Pendakwah Informan Pendukung

190

TRANSKRIP PERTANYAAN WAWANCARA

SKRIPSI

DIFUSI INOVASI GERAKAN ‘MENSHOLATKAN

ORANG HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN

YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS

IMARAH

A. Identitas Informan

Nama : Muhammad Syafiq H.

Tempat/Tanggal Lahir: Kudus, 13 Februari 1999

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Telp/Email : 089560327****

Tgl.Wawancara : 7 Maret 2021

Jam : 11.00 WIB

B. Daftar Pertanyaan

1. Kapan dan bagaimana awal mula Anda aktif mengikuti

kegiatan memakmurkan Masjid Jogokariyan? Kesadaran

pribadi atau ada ajakan?

Dari ajakan mas, Awal mulanya dulu pernah ikut TPA,

kemudian bergaul dengan kakak-kakak dan pengurus masjid.

Nah disitu saya lalu dijelaskan mengenai keutamaan

memakmurkan masjid dan sekarang direkrut jadi pengurus

RMJ. Sekarang si sudah banyak dishare di medsos masjid

tentang program itu.

191

2. Sudah berapa lama dan seberapa sering Anda ikut aktif dalam

kegiatan memakmurkan masjid Jogokariyan?

Alhamdulillah sering, Saya sudah enam belas tahun aktif ikut

sholat jamaah

3. Bagaimana sikap Anda setelah mengetahui adanya program

‘gerakan mensholatkan orang hidup’ di Masjid Jogokariyan?

Apakah menerima atau menolak ?

Awalnya saya bingung apa itu maksudnya mensholatkan

orang hidup, tapi setelah tahu filosofinya jadi malah sangat

ikut mensupport. Seneng kalau masjidnya ramai

4. Apakah “gerakan mensholatkan orang hidup” yang dilakukan

oleh takmir masjid jogokariyan sesuai dengan nilai atau norma

yang anda anut?

Sangat sesuai mas, sama seperti yang di ajarin guru

waktu di TPA dan sekolah. Dalil yang dipakai juga jelas ada

di al-Quran dan hadist kalau sholat berjamaah itu lebih utama

daripada sholat sendirian.

5. Apa yang menjadi ketertarikan anda dan apa keuntungan serta

manfaat pada anda dengan aktif sholat berjamaah di Masjid

Jogokariyan?

Pengalaman dan ilmu jelas bertambah karna sering ada

kajian-kajian setiap ba’da sholat. Apalagi sering ada banyak

pelatihan jadi bisa tambah softskill dan bisa nemuin jati diri

seorang muslim.

192

6. Berdasarkan perubahan Anda, apakah kedepannya Anda akan

selalu ikut dalam kegiatan memakmurkan Masjid

Jogokariyan?

Insya Allah selalu mas, bismillah untuk istiqomah.

7. Apakah Anda merekomendasikan dan turut mengajak orang

lain untuk ikut dalam kegiatan memakmurkan masjid

Jogokariyan?

Ya, karena itu bagian dari dakwah.

8. Menurut Anda , seberapa efektifkah saluran komunikasi yang

dipakai masjid jogokariyan baik lewat kajian maupun lewat

media massa dalam menarik minat jamaah untuk

memakmurkan masjid?

Efektif, apalagi dengan info yang jelas dan konten yang

menarik.. Apalagi sekarang ada Ig masjid jogokariyan,

kemudian ada salah satu postingan yang membuat saya

tergugah dan menambah semangat untuk beraktivitas di

masjid.

Ttd Infroman,

193

TRANSKRIP PERTANYAAN WAWANCARA

SKRIPSI

DIFUSI INOVASI GERAKAN ‘MENSHOLATKAN

ORANG HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN

YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS

IMARAH

B. Identitas Informan

Nama : M. Falakhul Insan

Tempat/Tanggal Lahir: Yogyakarta, 18 April 1998

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Tutor

Telp/Email : 08121502****/

[email protected]

Tgl.Wawancara : 7 Maret 2021

Jam : 13.00 WIB

C. Daftar Pertanyaan

1. Kapan dan bagaimana awal mula Anda aktif mengikuti

kegiatan memakmurkan Masjid Jogokariyan? Kesadaran

pribadi atau ada ajakan?

Dari ajakan dan kesadaran mas, waktu masih anak-anak

kadang juga sering diajak ikut ke masjid. Tapi mulai benar-

benar aktif mungkin sekitar tahun 2015, liat-liat teman share

kegiatan masjid jogokariyan di Instagram dan WA kok

menarik.

194

2. Sudah berapa lama dan seberapa sering Anda ikut aktif dalam

kegiatan memakmurkan masjid Jogokariyan?

Benar-benar aktif mungkin sekitar tahun 2015 an sampai

sekarang.

3) Bagaimana sikap Anda setelah mengetahui adanya program

‘gerakan mensholatkan orang hidup’ di Masjid Jogokariyan?

Apakah menerima atau menolak ?

Saya sangat menerima dan mensupport, karena dari sini

kita dipahamkan urgensi sholat berjamaah. Orang kadang ke

masjid karena gak bisa sholat dan malu mau tanya.

Alhamdulillah adanya “Gerakan mensholatkan orang hidup”

ini sangat membantu dan bermanfaat.

4) Apakah “gerakan mensholatkan orang hidup” yang dilakukan

oleh takmir masjid jogokariyan sesuai dengan nilai atau norma

yang anda anut?

Tentu saja sesuai, mengajak orang untuk menegakkan

sholat sesuai rukun Islam.

5) Apa yang menjadi ketertarikan anda dan apa keuntungan serta

manfaat pada anda dengan aktif sholat berjamaah di Masjid

Jogokariyan?

Yang membuat menarik itu ramainya orang yang sholat

berjamaah. Disitu sangat terasa sekali kebersamaan jamaah.

Sangat banyak manfaat yang saya rasakan seperti menambah

pengalaman, senang saja jika ramai sholat berjamaah.

Manfaat dari sisi agama ya kita dapat pahala, juga manfaat

sosial dimana kalau bertemu jamaah di masjid bisa saling

mengenal, bertukar pikiran, dan bekerja sama bikin kegiatan.

195

Apalagi ditambah fasilitas dan pelayanan yang diberikan oleh

takmir jadi lebih nyaman kalo ke masjid.

6) Berdasarkan perubahan Anda, apakah kedepannya Anda akan

selalu ikut dalam kegiatan memakmurkan Masjid

Jogokariyan?

Semoga bisa, karena saya semakin terpahamkan dengan

berjamaah makin banyak manfaat yang bisa kita dapatkan,

hidup jadi lebih tenang. Bisa kumpul dengan orang-orang

baik yang mengajak kepada kebaikan.

7) Apakah Anda merekomendasikan dan turut mengajak orang

lain untuk ikut dalam kegiatan memakmurkan masjid

Jogokariyan?

Tentu saja, banyak manfaatnya. Karena semakin banyak yang

ikut semakin baik. Dan bisa jadi ladang dakwah kita juga.

Saya saya share di medsos juga kalo ada acara.

8) Menurut Anda , seberapa efektifkah saluran komunikasi yang

dipakai masjid jogokariyan baik lewat kajian maupun lewat

media massa dalam menarik minat jamaah untuk

memakmurkan masjid?

196

Untuk sekarang menurut saya efektif, Jadi mas belum

lama tahun 2020, takmir Masjid Jogokariyan membuat grup di

WhatsApp khusus untuk jamaah. Disitu lalu informasi-

informasi mengenai Aktivitas kegiatan di Masjid Jogokariyan

di share supaya semua jamaah mengetahui dan mengikuti

sambil disemangati untuk terus mau sholat berjamaah di

masjid. Tapi mungkin perlu di maksimalkan lagi

Ttd Infroman,

197

TRANSKRIP PERTANYAAN WAWANCARA

SKRIPSI

DIFUSI INOVASI GERAKAN ‘MENSHOLATKAN

ORANG HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN

YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS

IMARAH

A. Identitas Informan

Nama : Bambang Wisnugroho

Tempat/Tanggal Lahir: Yogyakarta, 6 Oktober 1976

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Pedagang

Telp/Email : 08190472****

Tgl.Wawancara : 9 Maret 2021

Jam : 10.00 WIB

B. Daftar Pertanyaan

1. Kapan dan bagaimana awal mula Anda aktif mengikuti

kegiatan memakmurkan Masjid Jogokariyan? Kesadaran

pribadi atau ada ajakan?

Dari masih kecil saya sudah aktif ke masjid mas. Sering

diajak orang tua ke masjid karena rumah saya dekat. Tapi

sekitar umur 20an baru benar benar terpahamkan tentang

keutamaan sholat berjamaah. Pernah dapet undangan juga

dari takmir untuk sholat subuh berjamaah dan itu sangat

menarik buat saya.

198

2. Sudah berapa lama dan seberapa sering Anda ikut aktif dalam

kegiatan memakmurkan masjid Jogokariyan?

Yaa sejak kecil mas sudah jamaah di masjid sini, soalnya

rumah saya gak jauh dari sini. Alhamdulillah setiap waktu

saya berjamaah di masjid ini.

3. Bagaimana sikap Anda setelah mengetahui adanya program

‘gerakan mensholatkan orang hidup’ di Masjid Jogokariyan?

Apakah menerima atau menolak ?

Saya si mendukung dan menyambut positif gagasan ini.

Disini semua sudah kita anggap seperti saudara, sehingga

kami bisa sering berkumpul setiap ada aktivitas di masjid .

4. Apakah “gerakan mensholatkan orang hidup” yang dilakukan

oleh takmir masjid jogokariyan sesuai dengan nilai atau norma

yang anda anut?

Ya sangat sesuai mas, karena menurut saya sholat

berjamaah itu penting. Apalagi mengajak orang untuk berbuat

kebaikan itu perbuatan yang sangat mulia.

5. Apa yang menjadi ketertarikan anda dan apa keuntungan serta

manfaat pada anda dengan aktif sholat berjamaah di Masjid

Jogokariyan?

Pelayanannya banyak mas, dari segi kebersihan masjid,

keamanan, dan fasilitas masjid yang diberikan sehingga

jamaah bisa merasa nyaman dan khusu shalat dimasjid. Ada

juga yang jamaah belum sholat diajak sholat, diajari sampai

bisa. Yang kurang mampu di bantu, jadi jamaah merasakan

manfaat dari kehadiran masjid. Kalo ngomongin manfaatnya

199

masih banyak mas, menambah ilmu, wawasan tentang islam,

mempererat silaturrahmi dengan jamaah yang lainnya

6. Berdasarkan perubahan Anda, apakah kedepannya Anda akan

selalu ikut dalam kegiatan memakmurkan Masjid

Jogokariyan?

InsyaAllah selagi masih sehat akan terus istiqomah ke

masjid mas. Bisa kumpul bersilaturahmi dengan jamaah

lainnya.

7. Apakah Anda merekomendasikan dan turut mengajak orang

lain untuk ikut dalam kegiatan memakmurkan masjid

Jogokariyan?

Pasti mas. Saya juga selalu ngajak istri, anak-anak, dan

saudara kalau masjid ada kegiatan. Teruatama sholat subuh

berjamaah yang ramai sekali.

8. Menurut Anda , seberapa efektifkah saluran komunikasi yang

dipakai masjid jogokariyan baik lewat kajian maupun lewat

media massa dalam menarik minat jamaah untuk

memakmurkan masjid?

Setiap kajian-kajian selalu ramai mas, masjid terasa

penuh karena banyaknya jamaah yang ikut. Alhamdulillah

masyarakat kini mulai paham. Dan menurut saya media sosial

sekarang efektif untuk menarik jamaah apalagi orang tua ga

Cuma anak-anak muda sekarang kan pegangannya HP.

Ttd Infroman,

200

TRANSKRIP PERTANYAAN WAWANCARA

SKRIPSI

DIFUSI INOVASI GERAKAN ‘MENSHOLATKAN

ORANG HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN

YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS

IMARAH

A. Identitas Informan

Nama : Tri Junianto

Tempat/Tanggal Lahir: Bantul, 11 Juni 1991

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Petugas Kebersihan

Telp/Email : 08574303****

Tgl.Wawancara : 15 Maret 2021

Jam : 14.00 WIB

B. Daftar Pertanyaan

1. Kapan dan bagaimana awal mula Anda aktif mengikuti

kegiatan memakmurkan Masjid Jogokariyan? Kesadaran

pribadi atau ada ajakan?

Tahu pertama kali ada program seperti itu dari takmir

masjid ketika datang ke rumah pada tahun 2008, waktu

ngobrol-ngobrol di ajak untuk aktif sholat berjamaah di

masjid dan dikasih tahu keutamaannya. Itu cukup lama mas

tadinya saya gak langsung ikut. Baru sekitar tahun 2009

akhirnya saya paham.

201

2. Sudah berapa lama dan seberapa sering Anda ikut aktif dalam

kegiatan memakmurkan masjid Jogokariyan?

Sudah dari tahun 2009. Sering mas kalau tidak ada kegiatan

lain

3. Bagaimana sikap Anda setelah mengetahui adanya program

‘gerakan mensholatkan orang hidup’ di Masjid Jogokariyan?

Apakah menerima atau menolak ?

Ya saya menerima, karna unik. Soalnya kayaknya belum

ada masjid yang begini. Seneng saja begitu mas kalo

masjidnya ramai. Adanya gerakan ini cukup membantu, bisa

jadi solusi karena kebanyakan masyarakat males untuk

beraktivitas dan beribadah di masjid karena mereka belum

paham mengenai keutamaannya dan kadang malu seperti saya

dulu.

4. Apakah “gerakan mensholatkan orang hidup” yang dilakukan

oleh takmir masjid jogokariyan sesuai dengan nilai atau norma

yang anda anut?

Menurut saya sesuai mas, karena selama ini ajakannya

baik. Ngajak orang untuk mau sholat berjamaah di masjid.

5. Apa yang menjadi ketertarikan anda dan apa keuntungan serta

manfaat pada anda dengan aktif sholat berjamaah di Masjid

Jogokariyan?

Yang pertama si mungkin pelayanan ya mas, kami jamaah

diberikan bantuan berupa sembako dan beras oleh masjid.

Juga kalo jamaah ada masalah pasti masjid bisa ngasih

solusi. Terus dimasjid ada wifi yang bisa bikin jamaah betah.

202

6. Berdasarkan perubahan Anda, apakah kedepannya Anda akan

selalu ikut dalam kegiatan memakmurkan Masjid

Jogokariyan?

Insya Allah iya mas, alhamdulillah saya sekarang selalu

ikut sholat berjamaah dan gak mau ketinggalan setiap masjid

ada kegiatan karena sangat positif dan banyak manfaatnya.

7. Apakah Anda merekomendasikan dan turut mengajak orang

lain untuk ikut dalam kegiatan memakmurkan masjid

Jogokariyan?

Tentu saja, saya selalu mengajak keluarga dan kawan-kawan

saya setiap masjid ada kegiatan.

8. Menurut Anda , seberapa efektifkah saluran komunikasi yang

dipakai masjid jogokariyan baik lewat kajian maupun lewat

media massa dalam menarik minat jamaah untuk

memakmurkan masjid?

Saya kira sekarang efektif sekali ya mas, terutama

sekarang kan jamannya orang pakai internet semua. Kalo pas

saya dulu masih sempat dikasih undangan sholat berjamaah

dari takmir.

Ttd Infroman,

203

TRANSKRIP PERTANYAAN WAWANCARA

SKRIPSI

DIFUSI INOVASI GERAKAN ‘MENSHOLATKAN

ORANG HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN

YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS

IMARAH

A. Identitas Informan

Nama : drh. Agus Abadianto

Tempat/Tanggal Lahir: Yogyakarta, 13 Agustus 1964

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Dokter Hewan/ Ketua Takmir Masjid

Jogokariyan

Telp/Email : 0816489****

Tgl.Wawancara : 5 Maret 2021

Jam : 20.24 WIB

B. Daftar Pertanyaan

1. Apa itu program ‘Gerakan mensholatkan orang hidup’ dan

siapa yang pertama kali menemukan gagasan tersebut?

Pada awalnya, gagasan ini muncul karena keresahan

Pengurus masjid akan sepinya warga jamaah yang datang

untuk melaksanakan sholat berjamaah di masjid. Waktu itu

ketuanya ust. Jazir tahun 1999. Waktu itu yang sholat

berjamaah hanya sekitar 2 keluarga, kemudian kami berusaha

mengajak warga di kampung Jogokariyan untuk dapat

melaksanakan sholat secara berjamaah. Kami semaksimal

mungkin memberi pelayanan kepada jamaah supaya mau

204

untuk datang melaksanakan sholat berjamaah di masjid

sekaligus memaramaikannya. Inilah yang dinamakan

(gerakan) menshalatkan orang hidup.

2. Seperti apa konsep dan implementasi dari inovasi tersebut?

Nah, di Jogokariyan kita punya model pemetaan dakwah,

kita punya sensus dakwah yang datanya kita update setiap

bulan Ramadhan, jadi disitu kita punya data jamaah yang

dalam lingkup dakwah kita, yang sudah shalat, yang belum

shalat atau yang shalatnya masih bolong-bolong kita punya

data jumlah. Khusus untuk jamaah yang masih belum shalat,

maka Masjid Jogokariyan memberikan solusi agar jamaah

mau shalat, Nah kepada yang belum shalat ini kita bisa

hadirkan ustadz untuk datang ke rumah, memberikan hadiah-

hadiah, bergembira merangkul mengajari shalat dirumah

sampai mereka bisa, sampai mereka percaya diri, kemudian

mengajak mereka untuk ke masjid. Selain itu untuk menarik

jamaah agar mau sholat berjamaah, kita tunjang dengan

pelayanan dan fasilitas. Bagi yang tidak bisa sholat, kita

sediakan tenaga untuk mengajari sholat. Kemudian kita

menyebarkan undangan untuk melaksanakan sholat

berjamaah di Masjid Jogokariyan. Kita berikan fasilitas

kulkas bagi jamaah yang mau minum, apabila ada alas kaki

jamaah yang hilang, kita siap mengganti dengan merk yang

sama. Kita juga memberikan hadiah umrah bagi jamaah yang

paling giat melaksanakan sholat Subuh berjamaah di Masjid

Jogokariyan. Langkah lainnya kami berikan jaminan

205

kesehatan bagi jamaah yang tidak mampu dengan asuransi

kesehatan, kami juga menyediakan klinik kesehatan gratis

yang buka seusai sholat maghrib sampai jam 9 malam. Selain

itu kami menyediakan ATM beras bagi jamaah yang tidak

mampu untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, kita sediakan

seragam dan biaya pendidikan juga untuk yang kurang

mampu.

3. Apakah inovasi ‘gerakan mensholatkan orang hidup’ ini

efektif dalam meningkatkan kualitas kemakmuran di Masjid

Jogokariyan?

Bisa dilihat sekarang alhamdulillah jamaah sholat subuh

kita ramainya sudah seperti sholat jumat. Apalagi setiap tahun

kita juga menggelar kegiatan Kampung Ramadan dan pasar

sore yang pesertanya sangat luar biasa banyaknya.

4. Media apa saja yang dipilih untuk mensosialisasikan inovasi

tersebut? Jika menggunakan media massa dan media internet,

ada berapa media yang digunakan?

Kalau sekarang beragam mas. Kadang lewat ngobrol-ngobrol

pas lagi di angkringan masjid. Juga setiap hari bisa lewat

kajian-kajian di masjid, tapi sekarang lagi off karena

pandemi. Dulu masjid pernah mengundang jamaah untuk

sholat subuh. Caranya, yaitu dengan membuat undangan

cetak, layaknya pernikahan. Semua undangan ditulis dengan

daftar nama jamaah. Undangan itu persis berbunyi

“Mengharap kehadiran Bapak/Ibu/Saudara dalam acara

Shalat Subuh Berjamaah, besok pada pukul 04.15 WIB di

206

Masjid Jogokariyan”. Undangan itu dilengkapi hadist-hadist

keutamaan Shalat Subuh. Sekarang karena zaman sudah

berkembang, kita juga sudah menggunakan media sosial untuk

bisa mengajak orang sholat berjmaaah di masjid karena lebih

cepat dan sasarannya bisa lebih luas.

5. Apakah ada kagiatan penyuluhan atau sosialiasi yang

dilakukan oleh Masjid Jogokariyan untuk mengkomunikasikan

kepada masyarakat? Siapa saja yang terlibat?

Nah kepada yang belum shalat ini kita bisa hadirkan

ustadz untuk datang ke rumah, memberikan hadiah-hadiah,

bergembira merangkul mengajari shalat dirumah sampai

mereka bisa, sampai mereka percaya diri, kemudian mengajak

mereka untuk ke masjid. Ya biasanya di dibantu anak-anak

RMJ dan juga relawan masjid.

6. Apakah ada kesulitan dan hambatan komunikasi dalam

mensosialisasikan inovasi ‘gerakan mensholatkan orang hidup

tersebut’ ?

Dulu awalnya banyak mas, karena di Kampung

Jogokariyan sini dulu terkenal basis PKI, jadi banyak budaya-

budaya komunis yang masih kebawa sampai sekarang. Ada

juga yang karena sebagian masyarakat kerja di luar kota

mungkin pas pulang capek mau ke masjid.

7. Bagaimana pandangan Anda Sejauh ini, apakah gagasan

tersebut sudah berjalan dengan baik hingga saat ini? Faktor

apa saja yang mendukungnya?

Alhamdulillah sudah berjalan dengan baik. Jadi ada

proses dan tahapan-tahapan panjang untuk mencapai visi kita

207

itu. Kita berusaha bagaimana membuat kehadiran masjid

sangat dibutuhkan masyarakat. Masyarakat sudah percaya

karena sudah merasakaan manfaat dari apa yang kita

lakukan.

8. Bagaimana sikap dan respon masyarakat terhadap gerakan ini

? Apakah masyarakat menerima dengan baik atau tidak?

Masyarakat menyambut baik dan alhamdulillah bisa

meningkatkan jumlah jamaah.

9. Apakah ada perubahan perilaku masyarakat setelah adanya

gerakan mensholatkan orang hidup ini? Terutama dalam

peningkatan kualitas kemakmuran di masjid Jogokariyan?

Warga lebih antusias, biasanya mereka tidak lupa

mengajak warga yang lain untuk bersama-sama menuju

masjid. Sebagian jamaah juga ada yang lebih aktif, setiap ada

kegiatan masjid pasti selalu hadir.

10. Apakah feedback umpan balik dari gagasan “gerakan

mensholatkan orang hidup” ini sudah sesuai dengan yang

diharapkan Masjid Jogokariyan?

Perjuangan masih terus berlangsung, minimal kehadiran

masjid telah dirasakan oleh jamaah. Terutama di masa

pandemi ini kita terus berusaha hadir untuk bisa memberi

manfaat nyata secara ekonomi, sosial dan budaya kepada

masyarakat.

Ttd Infroman,

208

TRANSKRIP PERTANYAAN WAWANCARA

SKRIPSI

DIFUSI INOVASI GERAKAN ‘MENSHOLATKAN

ORANG HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN

YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS

IMARAH

A. Identitas Informan

Nama : Gitta Welly Ariadi

Tempat/Tanggal Lahir: Yogyakarta, 15 Sepetember 1977

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Wiraswasta/Takmir Biro Latbang

Telp/Email : 08127116****

Tgl.Wawancara : 11 Maret 2021

Jam : 09.00 WIB

B. Daftar Pertanyaan

1. Apa itu program ‘Gerakan mensholatkan orang hidup’ dan

siapa yang pertama kali menemukan gagasan tersebut?

Jadi ceritanya pada waktu tahun 1999 ketika itu ust. Jazir

terpilih menjadi ketua takmir. Waktu itu miris melihat yang

sholat jamaah di masjid sepi sekali hanya 2 keluarga,

kemudian setiap malam lampu masjid sudah mati gelap gulita

seperti tidak ada kehidupan. Dimulailah ide cita-cita

mengembalikan masjid seperti zaman rasulullah, sebagai

tempat segala aktivitas dan peradaban umat. Kami coba

mengajak jamaah untuk shalat namun awalnya sangat sulit,

terus akhirnya kami punya gagasan untuk membuat undangan

209

kepada warga untuk menghadiri shalat subuh berjamaah,

akhirnya dari ide itu masyarakat terpanggil untuk shalat

subuh.

2. Seperti apa konsep dan implementasi dari inovasi

tersebut?

Memang kita programkan. Sebenarnya gagasan dan

inovasi mengajak warga untuk sholat berjamaah di masjid itu

sudah muncul dari tahun 1999. Kita buat skenario planning

sejak tahun 2000, skenario planingnya, tahun 2005

jogokariyan kampung islami, indikatornya shalat subuhnya

mencapai 20% dari jumatan, jumlah muzakkinya 15% dari

jumlah penduduk, program-program masjid menyentuh

kebutuhan pokok masyarakat. Mulai 15 mei tahun 2000 kita

berikan undangan shalat subuh berjamaah, materi-materi

kajiannya seputar keutamaan shalat berjamaah. Sebenarnya

kata kunci dari semuanya itu ya perencanaan dan

kesinambungan. Selain itu jamaah kita layani, kita berikan

fasilitas supaya mereka mau melaksanakan sholat berjamaah,

yang tidak bisa sholat kita ajari, yang sudah aktif kita

semangati supaya lebih aktif lagi. Kita sediakan Wifi gratis

dan kulkas air minum dingin terutama untuk anak-anak

supaya betah, ketika masuk waktu sholat mereka sholat.

Masjid mencoba mencukupi kebutuhan mendasar warga. Jadi

warga mudah diajak, karena kebutuhannya dipenuhi oleh

masjid. Komunitas-komunitas pun yang ada seperti olahraga,

sepeda onthel atau warga yang suka mancing kita dekati kita

ikut jadi anggotanya sambil kita selipkan ajakan untuk sholat

210

berjamaah dan beraktivitas di masjid. Agar mau ke masjid,

yang miskin dan yatim kita kasih sembako gratis dan beras

per 15 hari sekali, sekarang sudah ada juga ATM beras. Yang

muda kita fasilitasi olahraga, badminton, futsal, sepakbola,

komunitas pencinta. Pokokya bagaimana caranya supaya

jamaah betah dan mau aktif di masjid. Kalo Cuma diteriaki

adzan sih nggak mempan mas.

3. Apakah inovasi ‘gerakan mensholatkan orang hidup’ ini efektif

dalam meningkatkan kualitas kemakmuran di Masjid

Jogokariyan?

Alhamdulillah hasilnya sangat efektif, tapi memang

prosesnya tidak sebentar.

4. Media apa saja yang dipilih untuk mensosialisasikan inovasi

tersebut? Jika menggunakan media massa dan media internet,

ada berapa media yang digunakan?

Ya tadi awalnya kita silaturahmi ke rumah-rumah warga,

ngobrol-ngobrol sambil kita ajak ke masjid baik-baik. Lalu

kemudian ada ide untuk buat undangan sholat subuh

berjamaah yang dibuat persis seperti undangan pernikahan.

Kalau sekarang medianya banyak mas, kita setiap tahun cetak

kalender dan buletin setiap idul fitri, disitu tetap kita sisipkan

ajakan untuk sholat berjamaah di masjid. Di masjid juga ada

kajian-kajian untuk memahamkan jamaah. Belum lama ini

karena perkembangan internet kita maksimalkan lewat media

sosial. Setiap masjid ada kegiatan kita share. Kita punya tim

IT, Setiap kali azan, kita akan membuat status untuk

mengingatkan waktu salat dan mengajak salat berjamaah,

211

baik melalui Facebook, Twitter, Telegram maupun Istagram.

Tahun 2020 kemarin berhubung pandemi, jamaah juga mulai

kita buatkan grup WA untuk memudahkan kita berbagi

informasi. Sekarang kita pakai cara dengan media sosial,

dengan kata-kata yang lebih mengena. Kita dakwah menyasar

lini media sosial agar bisa tersebar luas.

5. Apakah ada kagiatan penyuluhan atau sosialiasi yang

dilakukan oleh Masjid Jogokariyan untuk mengkomunikasikan

kepada masyarakat? Siapa saja yang terlibat?

. Tentu saja kita tidak sendirian dalam mengajak seluruh

masyarakat untuk bisa sholat ke masjid. Kita alhamdulillah

punya relawan masjid yang selalu siap sedia membantu

jamaah. Kita kirim mereka ke rumah-rumah warga untuk

mengajak sholat sambil membawa sembako, setiap ada

kegiatan sosial pokoknya mereka ikut kita libatkan. Termasuk

kami melibatkan rt rw mas supaya mengajak warganya untuk

ikut jamaah ke masjid.

6. Apakah ada kesulitan dan hambatan komunikasi dalam

mensosialisasikan inovasi ‘gerakan mensholatkan orang hidup

tersebut’ ?

Jogokariyan kan dulu dikenal sebagai kampung brengsek,

banyak pemabuk dan PKI, jadi orang-orang itu takut datang

kesini, dan itu berlangsung sampai tahun 1990an. Banyak

pertikaian antar keluarga, dan lainya. Tapi kadang budayanya

sulit hilang sampai sekarang

212

7. Bagaimana pandangan Anda Sejauh ini, apakah gagasan

tersebut sudah berjalan dengan baik hingga saat ini? Faktor

apa saja yang mendukungnya?

Kalo dalam kurun waktu 10 tahun ini mungkin karena

sudah terbiasa dengan kultur masjid, karena masjid menjadi

pusat perubahan sosial, maka masyarakat lebih mudah

diarahkan.

8. Bagaimana sikap dan respon masyarakat terhadap gerakan ini

? Apakah masyarakat menerima dengan baik atau tidak?

Responnya si positif sekali, sebab banyak manfaat karena

masjid mencukupi kebutuhan mendasar mereka.

9. Apakah ada perubahan perilaku masyarakat setelah adanya

gerakan mensholatkan orang hidup ini? Terutama dalam

peningkatan kualitas kemakmuran di masjid Jogokariyan?

Ya pasti ada mas, itu mas masyarakat jadi sadar akan

pentingnya shalat berjamaah sehingga mereka tidak ragu

untuk mengajak warga yang lain untuk ke masjid. Perubahan

kultul masyarakatnya pun berubah jauh lebih baik dibanding

tahun 1990an.

10. Apakah feedback umpan balik dari gagasan “gerakan

mensholatkan orang hidup” ini sudah sesuai dengan yang

diharapkan Masjid Jogokariyan?

Kita berhasil membuat kultur baru yang sesuai dengan

yang kita rencanakan. Dan itu prosesnya panjang.

Ttd Infroman,

213

TRANSKRIP PERTANYAAN WAWANCARA

SKRIPSI

DIFUSI INOVASI GERAKAN ‘MENSHOLATKAN

ORANG HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN

YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS

IMARAH

A. Identitas Informan

Nama : Salim A. Fillah

Tempat/Tanggal Lahir: Kulon Progo, 21 Maret 1984

Jenis Kelamin : LK

Pekerjaan : Pendakwah/Pakar Komunikasi Islam

Telp/Email : 08575590****

Tgl.Wawancara : 20 Maret 2021

Jam : 13.00 WIB Via WhatsApp Telepon

B. Daftar Pertanyaan

1. Apa itu program ‘Gerakan mensholatkan orang hidup’ dan

siapa yang pertama kali menemukan gagasan tersebut?

Saya kira menshalatkan orang yang sudah mati kita

sudah terbiasa, tapi menshalatkan yang masih hidup ini

tidaklah mudah dan adalah proses untuk mengajak orang

kepada rukun Islam, dan yang paling asasi ketika mati, yang

pertama ditanya (malaikat) adalah shalat. Banyak masjid

yang pogram-programnya adalah peringatan hari besar

Islam. Di tempat kami, program utama masjid adalah

“menshalatkan” orang hidup. Ini lebih sulit dari pada

menshalatkan orang mati. Menshalatkan orang hidup tidak

214

lain mengajak Muslim yang sudah mukallaf (sudah baligh)

untuk shalat berjamaah di masjid.

2. Seperti apa konsep dan implementasi dari inovasi tersebut?

Masjid kami melayani 4 RW dan 18 RT mencakup 870 KK

dengan perkiraan 3.960 jiwa. Dari jumlah tersebut, 1.900

orang adalah mukallaf. Masjid pernah melakukan survei

tahun 2005 ada 480 dari 1900-an mukallaf yang belum

melaksanakan shalat. Alhamdulillah tahun ini mukallaf yang

belum shalat tinggal 3 orang. Mereka (yang sudah dilatih)

kini lebih rajin dari jamaah lama. Banyak yang datang ke

masjid jam tiga pagi, jauh sebelum shalat Subuh dilakukan. Ya

tidak mengherankan, karena Jogokariyan dulu terkenal basis

PKI, bahkan tahun 1966 LEKRA setempat pernah mengemas

pertujukan ketoprak Patine Gusti Allah (Matinya Allah).

Kebanyakan dari mereka orang tua. Mereka tidak ke masjid

karena belum bisa shalat. Meskipun di masjid sudah digelar

kajian shalat, mereka tetap tidak datang karena malu. Karena

itu, kami membuka open donation untuk menyiapkan kafalah

bagi para dai yang datang langsung ke rumah mereka dan

mengajari mereka sampai 10 kali pertemuan. Setelah selesai,

mereka diberikan hadiah dari sarung, peci, hingga mukena

untuk memacu dan menyemangati semangat menegakkan

shalat. Selain itu kita mengajak warga sholat melalui

kulineran. Kita cari warga yang ingin berdagang. Mereka kita

kasih tempat di masjid tanpa harus membayar, tapi kita kasih

215

tugas kalau azan tiba agar menyilahkan dan mengajak para

pembeli setia untuk sholat berjamaah.

Kita juga berusaha mengajak mereka sholat dengan

masuk dalam kumpulan atau pemilik hobi tertentu, semisal

gowes. Untuk mewadahi kegiatan hobi sepeda ini, akhirnya

takmir mendukung pendirian Djamboel (Djamaah Masjid

Bersepeda Oentel). Setiap kegiatan gowes pagi, misi

dakwahnya kita selipkan, misalnya dengan mengajak mereka

berhenti untuk shalat Dhuha di masjid setelah itu kulineran

yang biayanya ditanggung masjid.

Mereka yang hobi mancing juga kita fasilitasi. Takmir

masjid patungan untuk dibelikan mobil bagi yang berhobi

mancing. Seperti biasa, sebelum berangkat ke lokasi,

malamnya mancing mania ini sudah diajak mabit dan

Tahajjudan di masjid.

3. Apakah inovasi ‘gerakan mensholatkan orang hidup’ ini

efektif dalam meningkatkan kualitas kemakmuran di Masjid

Jogokariyan?

Sangat efektif, hasilnya mulai kelihatan tahun 2015,

mukallaf yang belum shalat tinggal 28 orang. Mereka (yang

sudah dilatih) kini lebih rajin dari jamaah lama. Banyak yang

datang ke masjid jam tiga pagi, jauh sebelum shalat Subuh

dilakukan. Dan sekarang alhamdulillah setiap ada kegiatan

masjid terisi penuh .

216

4. Media apa saja yang dipilih untuk mensosialisasikan inovasi

tersebut? Jika menggunakan media massa dan media internet,

ada berapa media yang digunakan?

Takmir sering mengajak dengan silaturahmi ke rumah-rumah

warga secara langsung, karena Takmir harus mengenal

secara utuh nama-nama kepala keluarga. Kita pernah

kirimkan undangan sholat subuh eksklusif yang kita cetak

seperti undangan pernikahan lengkap disertai hadist-hadist

dan keutamaan sholat berjamaah. Selain itu, kita berikan

pemahaman ke jamaah melalui kajian-kajian keislaman yang

kita sesuaikan dengan segmentasi jamaahnya mulai dari

remaja, ibu-ibu muda, keluarga, hingga yang khusus untuk

para haji (orang kaya/muzakki). Dan beberapa tahun

belakangan ini kita coba manfaatkan menggunakan berbagai

media sosial seperti twitter dan instagram karena cepat dan

luas.

5. Apakah ada kagiatan penyuluhan atau sosialiasi yang

dilakukan oleh Masjid Jogokariyan untuk mengkomunikasikan

kepada masyarakat? Siapa saja yang terlibat?

Ada, ya itu tadi. Kebanyakan dari mereka orang tua. Mereka

tidak ke masjid karena belum bisa shalat. Meskipun di masjid

sudah digelar kajian shalat, mereka tetap tidak datang karena

malu. Karena itu, kami membuka open donation untuk

menyiapkan kafalah bagi para dai yang datang langsung ke

rumah mereka dan mengajari mereka sampai 10 kali

pertemuan.

217

6. Apakah ada kesulitan dan hambatan komunikasi dalam

mensosialisasikan inovasi ‘gerakan mensholatkan orang hidup

tersebut’ ?

Hambatan pasti ada, karena Jogokariyan dulu terkenal

basis PKI, banyak budaya yang masih melekat. Masih Banyak

yang suka mabuk, judi dan bermain perempuan.

7. Bagaimana pandangan Anda Sejauh ini, apakah gagasan

tersebut sudah berjalan dengan baik hingga saat ini? Faktor

apa saja yang mendukungnya?

Selama ini dakwah hanya dipahami memberikan satu

materi dakwah dalam pengajian, ceramah, khutbah dan

sebagainya. Padahal kita tahu asasnya dakwah adalah

menjemput. merangkul, mengetuk. Itulah yang kita lakukan

sehingga masyarakat merasakan sebuah kemanfaatan yang

membuat mereka tergerak untuk memakmurkan masjid.

8. Bagaimana sikap dan respon masyarakat terhadap gerakan ini

? Apakah masyarakat menerima dengan baik atau tidak?

Alhamdulillah selama program ini berjalan, masyarakat

sangat menyambut positif dan antusias.

9. Apakah ada perubahan perilaku masyarakat setelah adanya

gerakan mensholatkan orang hidup ini? Terutama dalam

peningkatan kualitas kemakmuran di masjid Jogokariyan?

Mereka (yang sudah dilatih) kini lebih rajin dari jamaah

lama. Banyak yang datang ke masjid jam tiga pagi, jauh

sebelum shalat Subuh dilakukan. Dan sekarang alhamdulillah

setiap ada kegiatan masjid terisi penuh.

218

10. Apakah feedback umpan balik dari gagasan “gerakan

mensholatkan orang hidup” ini sudah sesuai dengan yang

diharapkan Masjid Jogokariyan?

Semua itu butuh yang namanya proses, tetapi

alhamdulillah kini sudah membuahkan hasil. InsyaAllah

kedepan akan terus kita perbarui dan kembangkan supaya

warga jamaah terutama millenial tetap betah dan nyaman

beraktivitas di masjid.