Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi...

113
ASYHUR AL-HURUM MENURUT PERSPEKTIF AL-QUR’ÁN (STUDI KOMPARATIF ANTARA MUTAWALLI AL- SYA`RÂWI DAN SAYYID QUTHB DAN RELEVANSINYA SAAT INI) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh : Sayyida NIM : 11140340000154 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’ÁN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H / 2018

Transcript of Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi...

Page 1: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

ASYHUR AL-HURUM MENURUT PERSPEKTIF AL-QUR’ÁN

(STUDI KOMPARATIF ANTARA MUTAWALLI AL-

SYA`RÂWI DAN SAYYID QUTHB DAN RELEVANSINYA

SAAT INI)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh :

Sayyida

NIM : 11140340000154

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’ÁN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2018

Page 2: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

ii

ASYHUR AL-HURUM MENURUT PERSPEKTIF AL-QUR’ÁN

(STUDI KOMPARATIF ANTARA MUTAWALLI AL-

SYA`RÂWI DAN SAYYID QUTHB DAN RELEVANSINYA

SAAT INI)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Sayyida

NIM. 11140340000154

Di bawah bimbingan

Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA

NIP. 19550725 200012 2 001

Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah

Jakarta

1440 H / 2018 M

Page 3: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

"7

PENGESAHAN PAi'-]TL\ UJIAN

Skripsi yang berjudul "Asyflur Al-flurum Menurut Persfektif AI­

Qur'an (Studi Komparatif Antara Tafsir Al-Sya'rawi dan Sayyid Quthb

Tentang Relevansinya Saat lni)" telah cliujikan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Ushuluddin UfN Syarif Hidayatullah Jakaiia pada 17 Oktober 2018.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur'an Dan Tafsir

Ciputat, 17 Oktober 2018

Sidang Munaqasyah

Ketua

Dr. Bustamin, S.E., M.M. NIP: 19630701 199803 1 003

Penguji I

Gr�� Moh. Anwar Syarifuddin, M.A. NIP: 19720518 199803 1 003

Sekretaris

/'

Dra. Banun inaninorum. M. Pd NIP: 19680618 199903 2 001

Penguji II

Svahrullah, M.A. NIP: 19780818 200901 1 016

Pembimbing I

Page 4: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan
Page 5: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

iv

ABSTRAK

SAYYIDA

Asyhur Al-Hurum Menurut Persfektif Al-Qur’ân (Studi Komparatif Antara

Tafsir Al-Sya’râwi dan Sayyid Quthb dan Relevansinya Saat Ini)

Skripsi membahas pandangan al-Qur’an mengenai Asyhur Al-Hurum

menurut pandangan dua mufassir yaitu Mutawalli Al- Sya’râwi dan Sayyid

Quthb.

Penelitian ini bermaksud meneliti bagaimana pandangan al-Qur’ân

terhadap Asyhur Al-Hurum melalui penafsiran kedua ulama dengan mengambil

dua perbandingan kitab tafsir yaitu tafsir Mutawalli Al-Sya’râwi karya Mutawalli

Al-Sya’râwi, dan Tafsir Sayyid Quthb Penelitian ini bertujuan memberikan

penjelaskan bagaimanakah penafsiran kedua ulama terhadap Asyhur Al-Hurum

serta menjelaskan bagaimana relevansinya saat ini. Penelitian ini termasuk

dalam penelitian pustaka yang mengkaji penafsiran kedua ulama tentang Asyhur

Al-Hurum. Penelitian ini bersifat deskriptif- analisis, serta mengeksplorasi secara

mendalam terhadap panafsiran dua surat diantaranya QS. Al-Baqarah ayat 216

dan 217.

Dalam penelitian ini penulis menemukan bahwa dari dua kitab tafsir yang

penulis teliti yaitu tafsir Mutawalli Al-Sya’râwi karya Mutawalli Al-Sya’râwi,

dan Tafsir Sayyid Quthb penulis menemukan pandangan al Quran terhadap

Asyhur Al-Hurum berdasarkan penafsiran kedua ulama tersebut terhadap surah

Al- Baqarah Ayat 216 dan 217. Mereka semua menafsirkan bahwa larangan

perang di bulan hurûm dan larangan melakukan pembunuhan sangat relevan saat

ini . Hal tersebut berkaitan dengan keamanan proses perjalanan calon jemaah haji

dan saat-saat ketika melakukan ibadah haji.

Page 6: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

v

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمن الرحيم

Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji hanya milik Allah Swt. Salawat

dan salam semoga dilimpahkan kepada rasulullah, Nabi Muhammad Saw, semua

sahabat, keluarga serta umatnya. Syukur, Alhamdulillah, karena pertolongan-Nya,

akhirnya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Asyhur

Al-Hurum Menurut Perspektif Al-Qur’ân Kajian Komparatif Antara Tafsir

Mutawalli Al- Sya’râwi dan Sayyid Quthb dan Relevansinya Saat Ini .”

Skripsi ini, dengan ikhtiyar pertolongan banyak pihak dapat selesai dengan

baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan

Tafsir (Kajur IAT) yang membantu mempermudah proses administrasi dan

memotivasi agar penulis segera menyelesaikan tugas akhir.

4. Dra. Banun Binaningrum, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur’an

dan Tafsir (Sekjur IAT) yang telah membantu pula mempermudah dalam

proses administrasi.

5. Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA, Dosen Pembimbing yang ramah dan

sabar, tidak bosan-bosan serta meluangkan banyak waktunya dalam

Page 7: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

vi

membimbing penulis selama proses penyelesaian skripsi ini, mulai dari

kesesuaian konten hingga sitematika dan cara penulisan.

6. Seluruh dosen pada Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir atas segala

motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan, wawasan, dan pengalaman yang

diberikan kepada penulis selama menempuh studi. Semoga itu menjadi

bekal dalam kehidupan penulis dan amal jariyah baginya semua. Tidak

lupa, seluruh staff Fakultas Ushuluddin, khususnya Om Najib dan Kak

Hani yang membantu proses administrasi di ruang Kajur dan Sekjur.

7. Kedua orang tua penulis, yang tidak bisa penulis sebut satu-persatu mulai

dari om, sepupu dan lainnya yang sudah mendukung semua aktifitas dan

mendoakan penulis hingga penulis sampai pada keadaan sekarang ini.

8. Teman-teman kampus angkatan 2014, UKM BAHASA- FLAT, UKM

HIQMA, IRMAFA, Pondok Darus Sa’adah. Mohon maaf tidak saya

sebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat. Semoga niat dan

perlakuan baik mereka semua mendapat balasan lebih baik oleh Allah.

Kepada Allah lah penulis berharap ridha dan bersyukur, dan kepada-Nya

memohon ampun. Semoga tulisan ini sesuai dengan Tujuan dan Manfaat

Penelitian. Amin.

Page 8: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Dalam skripsi, tesis, dan disertasi bidang keagamaan (baca: Islam), alih

aksara atau transliterasi, adalah keniscayaan. Oleh karena itu, untuk menjaga

konsistensi, aturan yang berkaitan dengan alih aksara ini penting diberikan.

Pengetahuan tentang ketentuan ini harus diketahui dan dipahami, tidak saja

oleh mahasiswa yang akan menulis tugas akhir, melainkan juga oleh dosen,

khususnya dosen pembimbing dan dosen penguji, agar terjadi saling kontrol

dalam penerapan dan konsistensinya.

Dalam dunia akademis, terdapat beberapa versi pedoman alih aksara, antara

lain versi Turabian, Library of Congress, Pedoman dari Kementerian Agama dan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, serta versi Paramadina. Umumnya,

kecuali versi Paramadina, pedoman alih aksara tersebut meniscayakan

digunakannya jenis huruf (font) tertentu, seperti font Transliterasi, Times New

Roman, atau Times New Arabic.

Untuk memudahkan penerapan alih aksara dalam penulis tugas akhir,

pedoman alih aksara ini disusun dengan tidak mengikuti ketentuan salah satu versi

di atas, melainkan dengan mengkombinasikan dan memodifikasi beberapa ciri

hurufnya. Kendati demikian, alih aksara versi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini

disusun dengan logika yang sama.

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara lain:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts Te dan es ث

J Je ج

H H dengan garis bawah ح

Page 9: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

viii

Kh Ka dan Ha خ

D De د

Dz De dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy Es dan Ye ش

(S Es dengan garis di bawah ص

(D De dengan garis di bawah ض

(T Te dengan garis di bawah ط

Z Zet dengan garis di bawah ظ

‘ عKoma terbalik di atas hadap

kanan

Gh Ge dan ha غ

F Ef ف

Q Ki ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrof ` ء

Y Ye ي

Page 10: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

ix

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah ـ

I Kasrah ـ

U Dammah ـ

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

يـ Ia a dan i

وـ Au a dan u

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), ynag dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

 a dan garis di atas ـا

Î i dan garis di atas ـي

Û u dan garis di atas ـو

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiah

maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar- rijâl, al-dîwân bukan ad-

dîwân.

Page 11: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

x

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda tasydīd (ـ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan

huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan

tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu

terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.

Misalnya, kata (الضرورة) tidak ditulis ad-ḏarûrah melainkan al-ḏarûrah,

demikian seterusnya.

6. Ta Marbûṯah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada

kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf

/h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûṯah

tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta

marbûṯah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

Ṯarîqah طريقة 1

al-Jâmi‘ah al-Islâmiyyah اجلامعة اإلسالمية 2

Wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam

alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti

ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain

untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,

nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka

yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan

huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû

Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Page 12: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

xi

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat dierapkan

dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring

(italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis

dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian

seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan

meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Mislanya ditulis

Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-

Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf

(harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas

kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-

ketentuan di atas:

Kata Arab Alih Aksara

Dzahaba al-ustâdzu ذهب األستاد

Tsabata al-ajru ثبت األجر

Al-harakah al-‘asriyyah احلركة العصرية

Asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh أشهد أن ال إله إال هللا

Maulânâ Malik al-Sâlih موالان ملك الصاحل

yu`atstsirukum Allâh يؤثركم هللا

Al-maẕâhir al-‘aqliyyah املظاهر العقلية

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.

Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu

dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd;

Mohamad Roem, bukan Muhammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan Fadl al-

Rahmân.

Page 13: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

xii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ................................................................................... . i

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ............................................................................... v

PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................. vi

DAFTAR ISI .............................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

B. Identifikasi Masalah ...................................................... 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................ 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................... 7

E. Kerangka Teori .............................................................. 7

F. Metode Penelitian.......................................................... 9

G. Kajian Pustaka ............................................................... 10

H. Sistematika Penulisan ................................................... 11

BAB II BIOGRAFI DAN KARYA MUFASSIR .......................... 13

A. Profil Mutawalli asy-Sya’rawi ........ ............................. 13

1. Nama dan Nasab al-Sya`râwî ........ ......................... 13

2. Riwayat Pendidikan ................................................. 14

Page 14: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

xiii

3. Penghargaan yang Diterima al-Sya`râwî .................. 15

4. Karya-karyanya ........................................................ 15

5. Pandangan Ulama terhadap al-Sya`râwî .................. 18

6. Profil Kitab Tafsir al-Sya`râwî ................................. 18

a. Sejarah Tafsiral-Sya’râwi .................................... 18

b. Sumber Penafsiran dalam Tafsir al-Sya`râwî ......... 20

c. Metode Tafsir al-Sya`râwî .................................... 24

d. Apresiasi terhadap Kitab Tafsir al-Sya`râwî ....... 25

B. Profil Sayyid Quthb......... ............................................ 26

1. Profil Mufassir ........................................................ 26

a. Nama dan Nasabnya ........................................... 26

b. Riwayat Pendidikan ............................................ 27

c. Karir Sayyid Qutb ............................................... 28

2. Profil Kitab Tafsir Sayyid Quthb ............................ 29

a. Pemikiran terhadap Al Quran dan Penafsiran ..... 29

b. Sumber Penafsiran .............................................. 33

c. Karya-karya Sayyid Qutb ................................... 37

d. Komentar Ulama ................................................. 40

e. Penghargaan yang Diterima ................................ 41

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG BULAN DAN TAHUN DALAM

AL-QUR’AN ........................................................................... 42

A. Bulan dan Tahun dalam Kalender Arab ....................... 42

B. Nama-nama Bulan dalam Kalender Arab .................... 45

Page 15: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

xiv

C. Pengertian Kalender Hijriah ......................................... 46

D. Dasar Hukum Kalender Hijriah .................................... 50

1. Dasar Hukum dari al-Qur’an ................................... 50

2. Dasar Hukum dari Hadits ........................................ 54

E. Fungsi Hilal ................................................................. 56

F. Latar Belakang Penanggalan Hijriah ........................... 58

G. Penetapan Awal Tahun Hijriah .................................... 60

H. Dasar Hukum dari al-Hadis .......................................... 61

I. Penentuan Bulan ........................................................... 64

BAB IV BULAN-BULAN HURUM DALAM ISLAM (ASHUR AL-

HURUM) ............................................................................. 71

A. Definisi Bulan Hurum .................................................. 71

1. Asyhur al-Hurum Masa pra Islam ......................... 71

2. Asyhur al-Hurum dalam Pandangan Islam ............. 73

3. Keutamaan Bulan Hurum dalam Islam ................... 75

B. Penafsiran Sya’râwi dan Quthb terhadap Perintah

Perang………………………………………................ 78

1. Pandangan Sya’râwi tentang Perang pada Bulan-Bulan

Hurum .................................................................... 81

2. Penafsiran Sayyid Qutb tentang Perang pada Bulan

Hurum........................................................................ 83

C. Relevansi Larangan Perang dalam Asyhur al-Hurum ...... 86

1. Relevansi Larangan Perang pada Asyhur al-Hurum Saat Ini

………………………………………………………. 88

Page 16: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

xv

BAB V PENUTUP .......................................................................... 91

A. Kesimpulan ................................................................... 91

B. Saran ............................................................................. 92

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 93

Page 17: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw

melalui malaikat Jibril sebagai mukjizat kenabiannya. Ia menjadi sumber pertama

hukum Islam oleh sebab itu membacanya adalah ibadah.1 Al-Qur’ân sebagai

kitab petunjuk yang di dalamnya memuat ajaran moral universal bagi umat

manusia sepanjang masa.2 Ajaran moral itu disebut agama yang menjadi landasan

hidup manusia di dunia.

Mahmûd Syaltût sebagaimana dinukil oleh M. Quraish Shihab

menyatakan bahwa agama (Islam) adalah ketetapan-ketetapan Ilahi yang

diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia.3 Pedoman

ini sangat dibutuhkan seorang anak manusia dalam menjalankan perannya dalam

hidup di dunia yaitu sebagai khalifatullah (QS al-Baqarah [2]: 30) yang bertugas

membangun kehidupan di alam semesta ini bersama manusia lainnya. Setiap

orang dituntut untuk melakukan tugasnya dengan penuh dedikasi, pengabdian

serta menyempurnakannya; dan setiap orang harus dapat bekerja sesuai dengan

kemampuannya.

Dengan demikian Allah yang menetapkan pedoman tersebut yaitu agama

Islam. sebagai agama, Islam memiliki peraturan-peraturan hidup, baik secara

1 Manna’ KhalÎl al-Qattàn, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Penterjemah Mudzakir AS, (Jakarta:

PT. Pustaka Litera Antar Nusa 2004), h. 17 2Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir kontemporer, (Yogyakarta: LkiS Printing

Cemerlang, 2010), h. V 3 Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran ( Ciputat: Lentera Hati, 2015), h. 324

Page 18: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

2

umum maupun secara terperinci, khususnya pada hal-hal yang tak terjangkau akal

dan penalaran manusia.

Dengan menelaah makna Islâm, dapat diketahui bahwa ia adalah agama

yang mendambakan perdamaian. Kedamaian yang didambakan bukan hanya

untuk diri sendiri, tetapi juga untuk pihak lain. Hal ini terbukti dengan adanya

ucapan yang dianjurkan untuk disampaikan pada setiap pertemuan dengan

manusia lainnya yaitu, “Assalamu’alaikum ” (Damai untuk Anda), dengan

demikian perdamaian merupakan salah satu ciri utama agama Islam.

M. Quraish Shihab mengatakan bahwa perdamaian dan kerukunan yang

dikembangkan Islam, bukanlah yang bersifat semu, tetapi memberi rasa aman

pada jiwa setiap insan. Karena itu, langkah pertama yang dilakukannya adalah

mewujudkannya dalam jiwa setiap pribadi. Setelah itu ia melangkah kepada unit

terkecil dalam masyarakat yakni keluarga. Dan dari sini ia beralih kemasyarakat

luas, seterusnya kepada seluruh bangsa dipermukaan bumi ini, dengan demikian

dapat tercipta perdamaian dunia, dan dapat terwujud hubungan harmonis serta

toleransi dengan semua pihak.4

Meskipun Islam datang membawa nilai-nilai kedamaian dan

menganjurkan manusia agar menghiasi diri dengannya, serta memerintahkan

manusia agar memperjuangkannya. Tapi hal itu tak dapat terlaksana dengan

sendirinya, kecuali melalui perjuangan berat yaitu jihad bahkan melalui

peperangan.

M. Quraish Shihab mengatakan bahwa jihad merupakan aktivitas yang

4 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1999 ), h. 382

Page 19: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

3

unik, menyeluruh, dan tidak dapat dipersamakan dengan aktivitas lain sekalipun

aktivitas keagamaan. Tidak ada satu amalan keagamaan yang tidak disertai

dengan jihad. Paling tidak, jihad diperlukan untuk menghambat rayuan nafsu yang

selalu mengajak pada kedurhakaan dan pengabaian tuntunan agama. 5

Allah Swt. mewajibkan perang dan jihad, karena sebagaimana dalam

firman Allah QS. Al-Baqarah [2]: 251,

ذو ولول دفع الله النهاس ب عضهم بب عض لفسدت ا فضل على العالمني لرض ولكنه الله "Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia

dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai

karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.”

Peperangan meskipun diwajibkan dalam Islam namun pada hakikatnya

tidak dikehendaki oleh manusia. Hal ini dijelaskan dalam Firman Allah QS.Al-

Baqarah [2] : 216

ئا وهو خي لكم وعسى أن تبوا ئا كتب عليكم القتال وهو كره لكم وعسى أن تكرهوا شي شي ي علم وأن تم ل ت علمون وهو شر لكم والله

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang

kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,

dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;

Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

Meskipun perang diwajibkan ketika musuh menyerang namun Allah Swt

telah menetapkan empat bulan tertentu sebagai bulan-bulan agung. Bulan-bulan

yang diharamkan berperang. Bulan tidak boleh diubah oleh siapapun serta tidak

boleh juga mengganti tanggal dan bulannya atau mengundurkan dan memajukan

dari waktu yang telah ditetapkan-Nya. Allah berfirman dalam QS. At-Taubah [9]

5 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung :Mizan, 1999 ), h. 503

Page 20: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

4

: 36

ة الشهور عند الله اث نا عشر شهرا ف كتاب الله ي وم خلق السهماوات والرض من ها إنه عده

ين القي م فل تظلموا فيهنه أن فسكم وقاتلوا المشركني كافهة كما ي قاتلونكم أرب عة حرم ذلك الد

مع المتهقني كافهة واعلموا أنه الله“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan,

dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya

empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu

menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum

musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya,

dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. “

Tafsiran Al-Qurtubi6 terhadap ayat diatas mengatakan bahwa Allah

menyebutkan empat bulan haram secara khusus, lalu melarang pada bulan-bulan

ini untuk berbuat kezaliman, sebagai bentuk penghormatan baginya.7 Berperang

di bulan-bulan Haram memang tidak boleh, haram hukumnya, kecuali kalau

musuh menyerang.8

Dari sinilah kaum musyrikîn dikecam karena mengubah-ubah peraturan-

Nya. Sebagaimana terbaca dalam surat at-Taubah ayat 37.

6 Nama lengkap Al-Qurtubi adalah Abu ‘Abd Allah ibn Ahmad ibn Abi Bakr ibn Farh Al-

Anshori Al-Khuzroji Al-Andalusi Al-Qurthubi. Beliau dilahirkan di Andalusia. Pada

muqodimahnya tidak disebutkan tahun kelahirannya, tetapi terdapat informasi mengenai kematian

beliau malam Senin tanggal 7 Syawwal 671 H di kota Maniyyah ibn khasib. Beliau seorang yang

bermadzhab maliki. Abu ‘abdillah muhammad ibn Ahmad ibn Abu Bakr Ibn Farh al-Ansari al-

Khazroji al-Qurtubi, Tafsir Al-Qurtubi al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, I, pada Muqaddimah

Tarjamatu Shohibu al-Kitab. (Lebanon: Dar al-Kotob Al—Ilmiyyah, 1971). Hasan

Salman, Tarjamatu al-Imam al-Qurtubi, (Damsyq : Dar al-Qalm 1413), dalam Muhammad Tolhah

Bilal, Muqoddimah Tafsir al-Imam al-Qurtubi,(Libanon: Dar Ibn Hizm) h. 5. dalam Muhammad

Tolhah Bilal, Muqoddimah Tafsir al-Imam al-Qurtubi,(Libanon: Dar Ibn Hizm) h. 10. Hasan

Salman, Tarjamatu al-Imam al-Qurtubi, (Damsyq : Dar al-Qalm 1413), dalam Muhammad Tolhah

Bilal, Muqoddimah Tafsir al-Imam al-Qurtubi,(Libanon: Dar Ibn Hizm) h. 5. 7 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, penerjemah Ahmad Khotib,

(Jakarta:Pustaka Azzam, 2008). h. 315 8 Lihat Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan

Tafsirnya, 1983/1984, h. 383

Page 21: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

5

ا النهسيء زيدة ف الكفر يضل به الهذين كفروا يلونه عاما وير مونه عاما لي و ة ما إنه اطئوا عده

ل ي هدي الق زي ن لم سوء أعمالم والله ف يحلوا ما حرهم الله وم الكافرين حرهم الله

"Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah

kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu,

mereka menghalalkan pada suatu tahun dan mengharamkan pada tahun yang

lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan oleh

Allah. Maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan)

menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu dan

Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang- orang yang kafir. “9

Allah Swt mencela tindak tanduk orang-orang kafir yang mengubah-ubah

syariat Allah, merusak hukum-hukum Allah dan menghalalkan apa yang

diharamkan Allah serta sebaliknya. Di antara sikap dan kelakuan yang tercela itu

ialah mereka tidak segan-segan mengubah ketentuan bulan-bulan haram. Hal ini

untuk menyesuaikannya dengan kepentingan strategi mereka. Keadaan tersebut

menyebabkan bulan Muharram dijadikannya bulan halal dan Shafar sebagai

gantinya dijadikannya bulan haram. 10

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis akan membahas lebih lanjut tentang

apa motivasi adanya bulan-bulan yang dimuliakan Allah dan apa hikmah pengharaman

perang pada bulan- bulan hurum tersebut dalam dua tafsīr dengan judul "Asyhur Al-

Hurum Menurut Persfektif Al-Qur’an (Studi Komparatif Antara Tafsir

Mutawâli Al-Sya’rawi dan Tafsir Sayyid Quthb dan Relevansinya saat ini)”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

9Kementrian Agama RI Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Urusan

Agama Islam Dan Pembinaan Syariah, al-Qur’n Dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka

Indonesia, 2012), h. 815 10Muhammad Nasib Ar- Rifai’I, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibn Katsir,

Penerjemah, Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999). h. 35

Page 22: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

6

1. Identifikasi Masalah

Dari judul yang dibahas oleh penulis, dapat ditemukan beberapa masalah yang

patut untuk dibahas, diantaranya adalah

a. Bagaimana sistem penanggalan pra Islam dan masa Islam.

b. Bulan-bulan apa saja yang disebut dengan bulan-bulan Hurum

c. Bagaimana sejarah Asyhur Al-Hurum

d. Bagaimana orang-orang Arab jahiliah menyikapi bulan-bulan Hurum .

e. Motivasi diharamkannya perang pada bulan-bulan Hurum

f. Apakah yang dimaksud dengan jihad dan perang dalam Islam

g. Apakah hikmah dari larangan perang pada bulan-bulan Hurum

2. Pembatasan dan Perumusan masalah

Mengingat luasnya masalah yang terkait dengan Asyhur Al-Hurum dan

mengingat keterbatasan penulis sebagai peneliti pemula disamping singkatnya

waktu yang tersedia untuk menyelesaikan penulisan maka penulis membatasi

penelitian ini hanya pada bagaimana pendapat kedua mufassir terhadap Asyhur

Al-Hurum dan relevansinya saat ini. Dengan demikian rumusan masalah dari

skripsi ini adalah:" Bagaimana pendapat Al-Sya’rawi dan Sayyid Quthb

terhadap Asyhur Al-Hurum dan relevansinya saat ini.”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui apa motivasi Asyhûr Al-Hurûm dijadikan sebagai bulan bulan-

bulan damai karena diharamkannya perang pada bulan-bulan tersebut..

Page 23: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

7

2. Mengetahui, bagaimana orang-orang kafir dan orang-orang mukmin menyikapi

larangan perang pada Asyhûr Al-Hurûm

3. Mengetahui hikmah dilarangnya perang pada bulan-bulan Hurûm.

Adapun manfaatnya yaitu :

Manfaat secara akademik atau teoritis dari penelitian ini adalah mengetahui

penafsiran Mutawali al-Sya`râwî dan Sayyid Quthb dalam menafsirkan ayat-ayat

terkait larangan perang pda bulan Asyhûr Al-Hurûm baik dari sisi motivasi

pelarangan maupun hikmah dibalik pelarangan perang tersebut.

D. Kerangka Teori

Menurut Hamzah dalam Tafsir Mufradat bulan haram disbut sebagai al-

Syahûr al-Haram yaitu bulan yang di dalamnya haram melakukan peperangan.

Dalam konteks ini adalah bulan Rajab. Bulan-bulan haram ( Asyhur al-Hurum)

dalam Islam adalah Rajab, Żûl Qa’dah, Żûl Ңijjah dan Muharram.11

Di antara keutamaan yang telah Allah turunkan pada bulan-bulan haram

ini, dilipatgandakannya ganjaran dan balasan bagi seorang yang mengerjakan

amalan shalih, sehingga seorang hamba akan bersemangat untuk terus berada di

tengah-tengah amalan kebaikan. Begitu pula, ketika perbuatan dosa dan

kemaksiatan menjadi lebih besar dihadapan Allah, maka akan mengantarkan

dirinya kepada kekhawatiran dan ketakutan dari melakukan hal tersebut, karena

akan adanya siksaan dari Allah SWT kelak di hari akhir, yang akan menjadikan

dia selalu berusaha untuk menjauh dari perbuatan-perbuatan keji tersebut. Oleh

karena itu, keutamaan ini akan menjadikan dirinya untuk selalu berusaha meraih

11Hamzah, Tafsīr Maudhu’i al-Muntaha, Jilid I (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), h.

240

Page 24: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

8

keutamaan yang banyak dengan menjalankan ketaatan-ketaatan pada Allah dan

menghindari seluruh keburukan dengan menjauhkan dirinya dari perbuatan dosa

dan kemaksiatan serta melatih dirinya agar menjadi pribadi muslim yang selalu

memegang teguh konsekuensi keimanan dia kepada Allah dan Rasul-Nya.Yang

mana perkara ini akan mengantarkan dirinya kepada puncak kemuliaan, yaitu

tatkala ia diselamatkan oleh Allah SWT dari siksaan api Neraka dan dimasukkan

ke dalam surga-Nya.

Salah satu keutamaan amal shalih dalam bulan haram yaitu berpuasa.

Adapun bulan haram yang paling utama untuk menjalankan puasa adalah bulan

Muharram. Hadīś sahih menyebutkan, “Seutama-utama puasa setelah Ramadān

adalah puasa di bulan Muharram.” Dan seutama-utama shalat setelah shalat

fardlu adalah shalat malam.21

Penafsiran Mutawali dan Sayyid Quthb terhadap ayat-ayat al-Qur’an

dilakukannya melalui berbagai pendekatan. Akan tetapi dari berbagai

pendekatan tersebut maka yang paling menonjol adalah pendekatan sejarah

yang kemudian dipadukannya dengan sosiokultural.12 Oleh karena itu, ketika

kedua tafsir tersebut menceritakan peristiwa sejarah maka kadang-kadang

dikaitkannya pula dengan kondisi yang sedang dihadapi oleh masyarakat

berkaitan dengan hal tersebut maka penulisan ini menggunakan Tafsîr al-

Mutawâli al-Sya`râwî dan Tafsîr Sayyid Quthb dalam membahas bulan-bulan

haram dan keutamaannya.

12 Sosiokulturan menurut KBBI memiliki 1 arti. Sosiokultural memiliki arti dalam

kelas adjektiva atau kata sifat sehingga sosiokultural dapat mengubah kata benda atau kata ganti,

biasanya dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih spesifik.

Page 25: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

9

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan

(library research) dan bukan penelitian lapangan (field research). Penelitian

kepustakaan adalah bentuk penelitian yang dilakukan dengan penelusuran

buku-buku (pustaka) yang berkaitan dengan obyek yang diteliti. Jenis

penelitiannya menggunakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang

menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis

statistik atau cara kuantifikasi lainnya.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tematik

dan metode muqâran (perbandingan). Metode muqāran adalah metode tafsir

yang menggunakan cara perbandingan (Komparasi). Yaitu mengemukakan

penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh sejumlah para penafsir. Dan

juga membandingkan ayat satu dengan yang lain, dan ayat al-Qur’an dengan

hadis Nabi yang secara lahiriah tampak berbeda.13 Metode tematik untuk

mengumpulkan ayat-ayat yang terkait dengan judul. Sedangkan metodologi

muqâran ini dipilih untuk melihat penafsiran Sayyid Qutub dan penafsiran al-

Sya`râwî terhadap Asyhur al-Hurum dan relevansi saat ini.

13Ibnu Katsir, Tafsīr Ibnu Katsir, Jilid IV, terj. H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy,

(Surabaya: PT Bina Ilmu, 1998). hlm.50.

Page 26: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

10

Menurut Kirk dan Miller penelitian kualitatif didefinisikan sebagai

suatu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental

bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun

dalam peristilahannya.14

2. Sumber Data

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah ayat-ayat al-Qur’an, hadis,

kitab tafsir Mutawalli al-Sya`râwî dan kitab tafsir Sayyid Qutub tentang Asyhur

al-Hurum diantaranya adalah kitab Tafsir Fî Zhilalil Qur’an yang

menggunakan kata kunci Asyhur dan Hurum dan derivasinya serta

perbandingan antara kedua penafsir.

Sumber data sekunder adalah bahan rujukan kepustakaan yang mendukung

permasalahan yang dibahas, baik berupa buku, artikel, skripsi, jurnal, disertasi,

maupun lainnya yang dapat dijadikan sebagai data untuk memperkuat

argumentasi dalam penyusunan skripsi ini.

3. Analisis Data

Jenis pendekatan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian pustaka

yang bersifat kualitatif, metode ini akan diterapkan sebagai eksplorasi terhadap

setiap jenis data. Sedangkan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan model analisis data induktif. Data-data yang diperoleh akan

dianalisa sehingga menghasilkan kesimpulan yang lebih komprehensif.15

14 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2006), h. 4

15 Abdul Hakim Wahid, Autentisitas Hadis Nabi Studi Riwayat Nafi Dalam Kitab al-

Sahihayn (Jakarta, 2017), h. 17.

Page 27: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

11

4. Langkah-langkah Penelitian

Langkah dalam menyelesaikan penelitian ini yaitu dengan menganalisa

data agar menyentuh kepada inti permasalahan. Dalam menganalisa data ini,

penulis mengumpulkan dan membandingkan antara tafsir Mutawalli al-

Sya`râwî dan penafsiran Sayyid Qutub dari tafsir yang berkaitan dengan tema.

Kemudian menentukan kesimpulan dengan cara analogi yang mengacu kepada

komparatif antara tafsir Mutawalli al-Sya`râwî dan penafsiran Sayyid Qutub

tentang Asyhur al-Hurum.

F. Tinjauan Pustaka

Kajian pustaka dalam penelitian ini adalah telaah terhadap karya-karya

tulis baik berupa skripsi, majalah, maupun buku. Setelah ditelaah, penulis mencari

perbedaan-perbedaan dari karya-karya tersebut dengan penelitian ini. Berdasarkan

pencarian yang penulis lakukan ada beberapa karya tulisan yang berkaitan dengan

tema yang penulis teliti. Di antara karya-karya tersebut adalah:

Pertama, Pemahaman Asyhûr Al-Hurûm menurut Perspektif Hadis (Studi

Kualitas Sanad dan Matan Hadis) karya Achmad Alvienoer. Pembahasan tentang

Kualitas Sanad dan Matan Hadis beserta metodologi kritik sanad dan matan.16

Sedangkan penulis memfokuskan diri pada penelitian seputar ayat-ayat Al-Quran

melalui penafsiran Sayyid Quthub dan penafsiran Sya’rawi.

Kedua, penulis dalam skripsi Samsul Abidin (UIN Jogjakarta) yang

berjudul Arba’atun Hurûm Dalam al-Qur’an yang menjelaskan tentang kesucian

16Achmad Alvinoer,Pemahaman Asyhûr Al-Hurûm menurut Perspektif Hadis (Studi

Kualitas Sanad dan Matan Hadis), (Jakarta: UIN, 2014), h.11

Page 28: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

12

arba’atun hurum. Hasil penelitiannya yaitu Arba'atun Hurûm adalah empat

bulan yang dimuliakan yaitu, bulan Żûl Qa’dah, bulan Żûl Ңijjah, bulan

Muharram dan bulan Rajab. Dari hasil penelitian, peneliti menemukan apa yang

melatarbelakangi sehingga keempat bulan tersebut memiliki status dimuliakan.

Semisal bulan Żûl Qa’dah merupakan salah satu bulan Haji, bulan Żûl Ңijjah

seluruh manasik haji dilakukan pada bulan ini, bulan Muharram disunahkannya

puasa Asyura, bulan Rajab terdapat peristiwa yang bersejarah yaitu peristiwa

Isra' dan Mi'rajnya Nabi Muhammad saw. 17 sedangkan penulis akan

memfokuskan penelitian ini pada hikmah dibalik pelarangan perang pada bulan-

bulan Hurum dan relevansinya saat ini.

Ketiga penulis pada skripsi Suparmi (IAIN Walisongo Semarang) yang

berjudul Rahasia Dibalik Empat Bulan Yang Dimuliakan Allah dalam Tafsîr al-

Qur’an. Hasil penelitiannya yaitu Allah Swt telah memberikan keutamaan pada

empat bulan haram yang mana keutamaan-keutamaan ini tidak diberikan pada

bulan-bulan yang lain. Walaupun pada dasarnya bahwa semua bulan adalah baik

dan ada keutamaan-keutamaan tersendiri, namun empat bulan haram adalah

bulan dimana Allah sangat mengutamakan, sehingga siapa yang dapat

menggunakan waktunya dengan baik pada bulan haram niscaya Allah akan

memberikan tempat yang baik disisinya hal ini dikarenakan Allah telah

memerintahkan pada kita untuk menjalankan ibadah. Ibadah adalah prinsip

pertama yang diturunkan Allah di dalam kitab-kitab-Nya, mengutus para Rasul-

Nya untuk menyeru umat manusia supaya beribadah, mengingatkan mereka pada

17Samsul Abidin, Arba’atun Hurum Dalam al-Qur’an, (Jogjakarta: UIN, 2001), hlm. 10.

Page 29: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

13

ibadah saat mereka lupa atau mereka tersesat, ibadah mencapai segala bentuk

kegiatan (perbuatan dan perkataan) yang dilakukan oleh setiap muslim dengan

tujuan untuk mencari keridhaan Allah.18

Keempat penulis dalam jurnal Satibi Darwis (Sekretaris Dewan

Pengawas Syariah) yang berjudul Bulan-bulan Haram. Hasil karya ilmiah atau

jurnal ini berisikan dengan bulan apa saja yang dikategorikan bulan haram dan

keutamaan bulan haram dari bulan-bulan lainnya. Bulan Dzul Qa’dah termasuk

bulan haram, karena pada bulan itu, orang-orang mulai melakukan perjalanan

menuju Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. bulan Dzul Hijjah, termasuk

bulan haram, karena pada bulan tersebut merupakan bulan dilaksanakannya

ibadah haji. Bulan Muharram, juga termasuk bulan haram, karena pada bulan

tersebut waktu pulangnya para jamaah haji, dan bulan Rajab termasuk bulan

haram, karena bulan rajab berada di tengah-tengah bulan, dan merupakan waktu

yang sangat tepat untuk melakukan ibadah umrah, khususnya untuk orang-orang

yang tinggal disekitar Mekah. Sedangkan penulis akan memfokuskan penelitian

ini pada hikmah dibalik pelarangan perang pada bulan-bulan Hurum dan

relevansinya saat ini.

Kelima, penulis dalam jurnal Abdul Mu'thi bin Mughni Karim

(Islamhouse.com Divisi Indonesia) yang berjudul Keutamaan Bulan-bulan

Haram Dalam Islam. Hasil karya ilmiah jurnal ini menjelaskan tentang

keutamaan bulan haram dan keutamaan puasa 'Asyura serta hikmah-hikmah dan

kemuliaan yang ada di dalam bulan haram. Sedangkan penulis memfokuskan diri

18Suparmi, Rahasia Dibalik Empat Bulan Yang Dimuliakan Allah dalam Tafsīr al-Qur’an,

Skripsi, (IAIN Walisongo: Semarang, 2007).

Page 30: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

14

pada penelitian seputar ayat-ayat Al-Quran melalui perbandingan penafsiran

Sayyid Quthub dan penafsiran Asy-Sya’rawi.

G. Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan penulis sajikan menjadi lima bab. Setiap bab memiliki

beberapa sub bab.

Bab pertama, sebagaimana telah diuraikan di atas yaitu berisi pendahuluan

yang membahas tentang latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua, membahas tentang biografi al-Sya`râwî dan Sayyid Quthb,

beserta karya-karyanya.

Bab tiga, tinjauan umum tentang bulan dan perhitungan tahun dalam al-

Qur’an.

Bab empat, menjelaskan Analisa perbandingan antara tafsir Mutawali dan

Sayyid Quthb.

Bab kelima, adalah penutup dan kesimpulan. Bab ini menjawab rumusan

masalah penelitian ini dan memberikan rekomendasi serta saran untuk penelitian

lebih lanjut.

Page 31: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

15

BAB II

BIOGRAFI DAN KARYA MUFASSIR

MENGENAL MUHAMMAD MUTAWALLI AL-SYA`RÂWI DAN

KITAB TAFSÎR AL-SYA`RÂWI

A. Mengenal Profil Muhammad Mutawalli al-Sya`râwi

1. Nama dan Nasab al-Sya`râwî

Nama lengkap al-Sya`râwî adalah Muhammad Mutawalli al-

Sya`râwî. Beliau adalah seorang tokoh kenamaan yang lahir di tanah Mesir

yang menjadi daerah tempat tinggalnya para ulama pembaharu Islam

(mujaddid). Al-Sya`râwî yang dikenal sebagai seorang ahli tafsir kontemporer

yang telah melahirkan karya tafsir.19

Muhammad Mutawalli al-Sya`râwî dilahirkan pada hari Ahad tanggal

17 Rabi` al-Akhir 1329 H bertepatan dengan tanggal 16 April 1911 M di

Daqadus, salah satu kota kecil yang terletak tidak jauh dari kota Mayyit

Ghamr, ibukota provinsi al-Daqhaliyyat,20 Mesir. Daerah tersebut terletak di

tengah delta sungai Nil.21 Beliau wafat pada tanggal 22 Safar 1419 H

bertepatan dengan 17 Juni 1998 M dan dimakamkan di daerah Daqadus.

Ayahnya memberi gelar “Amin” dan gelar ini dikenal masyarakat di

19Muhammad Yasin Jazar, Muhammad Mutawalli al-Sya`râwi; `Âlim `Ashruhu fî`Uyûn `Ashrihi, (Kairo: Maktabah al-Turâts al-Islâmiy, 1409 H), h. 15

20Ahmad al-Masri Husain Jauhar (selanjutnya ditulis Husain Jauhar), al-Syaikh

Muhammad Mutawalli al-Sya`râwi (selanjutnya ditulis al-Sya`râwi), (Kairo: Nahdat Mishr,

1990), h. 11 21Muhammad Fawzi, al-Syaikh al-Sha‟rawi min al-Qaryah ila al-Qimmah, (Kairo: Dâr

al-

Nashr, 1992) h. 5

Page 32: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

16

daerahnya.22 gelar ‟Amin‟ yang diberikan kepada al-Sya`râwî berkaitan

dengan sifat jujur dan amanah.

Berkaitan dengan nasab (keturunan) al-Sya`râwî, dalam sebuah kitab

berjudul Anâ min Sulâlat Ahl al-Bait, al-Sya`râwî menyebutkan bahwa beliau

merupakan keturunan dari cucu Nabi Saw yaitu Hasan dan Husain.23 Ia

dibesarkan di lingkungan keluarga terhormat yang punya pertalian dengan

para ulama serta para wali.24 Ayahnya adalah seorang petani sederhana yang

mengolah tanah milik orang lain. Walaupun demikian, ayah al-Sya`râwî

mempunyai kecintaan terhadap ilmu dan sering mendatangi majelis-mejelis

untuk mendengarkan taushiyah- taushiyah para ulama.25 Ia mempunyai hasrat

dan keinginan yang besar untuk mengarahkan anaknya menjadi seorang

ilmuwan. Untuk merealisasikan cita-citanya ini, ia selalu memantau al-

Sya`râwî kecil ketika sedang belajar. Ia ingin kelak al-Sya`râwî masuk ke

Universitas al- Azhar.Al Sya`râwî sendiri mengakui besarnya peranan sang

ayah.7

2. Riwayat Pendidikan

Al-Sya’râwi terdaftar di Fakultas Bahasa Arab tahun 1937 M, dan

beliau sibuk dengan gerakan nasional dan gerakan al-Azhar. Pada tahun 1919

M revolusi pecah di al-Azhar, kemudian al-Azhar mengeluarkan

22Husain Jauhar, Ma`a Dâ`iyah al-Islâm Syekh Muhammad Mutawalli al-Sya`râwi Imâm

al-`Asr (selanjutnya ditulis: Imam al-`Asr), (Kairo: Maktabah Nahdah, t. th.), h. 14 23Sa`îd Abû al-`Ainain, al-Sya`râwi Anâ min Sulâlat Ahl al-Bait, (Kairo: Akhbâr al-

Yaum, 1995), h.6 24Husain Jauhar, Ma`a Dâ`iyah al-Islâm Syekh Muhammad Mutawalli al-Sya`râwi Imâm

al-`Asr (selanjutnya ditulis: Imam al-`Asr), (Kairo: Maktabah Nahdah, t. th.), h. 14 25Sa`îd Abû al-`Ainain, al-Sya`râwi alladzî lâ na`rifuhu, (Mesir: Dâr Akhbâr al-Yaum,

1995), h. 16

Page 33: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

17

pengumuman yang mencerminkan kejengkelan orang Mesir melawan

penjajah Inggris.26

Al-Sya`râwî ini merupakan salah seorang ulama yang sangat peka

dan jeli terhadap hal-hal yang bersifat ilmiah pada masanya. Ia selalu

menghubungkan ayat-ayat al-Qur’an dengan ilmu-ilmu pengetahuan dan

sains modern. Oleh karena itu, ia mengarang sebuah kitab yang secara khusus

membahas masalah ini dengan judul Mu`jizat al- Qur’ân al-Karîm sebanyak

3 jilid.27

3. Penghargaan yang Diterima al-Sya`râwî

Al-Sya’râwi diberikan tanda penghargaan pertama pada usia

pensiunnya pada tanggal 15 Maret 1976 M sebelum ditugaskan menjadi

Menteri Wakaf dan Urusan al-Azhar. Ia mendapatkan penghargaan nasional

tingkat pertama pada tahun 1983 M dan tahun 1988 M, dan pada hari Da'i

Nasional beliau mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa pada bidang sastra

dari Universitas Manshurah dan Universitas al-Azhar Daqhalia.28

4. Karya-karyanya

Al-Sya’râwi mempunyai sejumlah karya tulisan, beberapa orang

yang mencintainya mengumpulkan dan menyusunnya untuk disebarluaskan,

26Sa`îd Abû al-`Ainain, al-Sya`râwi alladzî lâ na`rifuhu, (Mesir: Dâr Akhbâr al-Yaum,

1995), h. 16 27Sa`îd Abû al-`Ainain, al-Sya`râwi alladzî lâ na`rifuhu, (Mesir: Dâr Akhbâr al-Yaum,

1995), h. 16 28Sa`îd Abû al-`Ainain, al-Sya`râwi alladzî lâ na`rifuhu, (Mesir: Dâr Akhbâr al-Yaum,

1995), h. 16

Page 34: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

18

sedangkan hasil karya yang paling populer dan yang paling fenomenal adalah

Tafsir Al-Sya’râwi. Selain itu karya-karya beliau antara lain:

1. Al-Mukhtâr min Tafsîr al-Qur‟ân al-Karîm, 3jilid

2. Mu`jizat al-Qur‟ânal-Karîm

3. Al-Qur‟ân al-Karîm Mu`jizah waManhaj

4. Al-Isrâ‟ waal-Mi`râj

5. Al-Qashsash al-Qur‟âniy fî Sûratal-Kahf

6. Al-Mar'ah fî al-Qur‟ânal-Karîm

7. Al-Ghaib

8. Mu`jizât al-Rasûl

9. Al-Halâl waal-Harâm

10. Al-Hajjal-Mabrûr

11. Khawâthir al-Sya`râwi haula `Imrânal-Mujtama`

12. Al-Sihr waal-Hasad

13. AsrâruBismillâhirrahmânirrahîm

14. Al-Islâmu wa al-Fikrual-Mu'ashiri

15. Al-Islâmu wa al-Mar'átu, 'Aqîdatun waManĥajun

16. Al-Syûrâ wa at-Tasyrî'u fîal-Islâmi

17. Ash-Shalâtu wa Arkânual-Islâmi

18. Ath-Tharîqu ilaAllâh

19. Al-Fatâwâ

20. Labbayka AllâhummaLabbayka

21. Suâlu wa Jawâbu fî al-Fiqhi al-Islâmî100

Page 35: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

19

22. Al-Mar'átu Kamâ ArâdahâAllâhu

23. Mu'jizat al-Qurâni

24. Min Faydhial-Qurâni

25. Nazharâtu al-Qurâni

26. 'Ala Mâídati al-Fikrial-Islâmî

27. Al-Qadhâu waal-Qadaru

28. Hâdzâ Huwaal-Islâm

29. Al-Muntakhabu fî Tafsîr al-Qurânal-Karîm29

29Lihat: Muhammad Alî Iyâzi, al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum, (Teheran:

Mu‟assasah al-Thabâ`ah wa al-Nasyr, 1372 H), h.268-269

Page 36: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

20

5. Pandangan Ulama terhadap al-Sya`râwî

Berikut beberapa pandangan ulama terhadap al-Sya’râwî antara lain

Ahmad `Umar Hâsyim mengemukakan bahwa al-Sya’râwi merupakan profil

da`i yang mampu menyelesaikan masalah umat secara proporsional. Tidak

hanya menolak mentah-mentah inovasi masa kini, bahkan ia sangat antusias

terhadap penemuan ilmiah terutama yang berkaitan dengan substansi al-

Qur‟an.30

Selain itu, Yusuf al-Qarâdhâwî memandangnya sebagai penafsir

yang handal karena penafsirannya tidak terbatas ruang dan waktu tetapi juga

mencakup kisi-kisi kehidupan.31

Abd al-Fattâh al-Fâwi berpendapat bahwa al-Sya`râwî bukanlah

seorang yang tekstual, beku dihadapan nash, tidak terlalu cenderung ke akal,

tidak pula sufi yang hanyut dalam ilmu kebatinan, namun ia menghormati

nash, memakai akal, terpancar darinya keterbukaan dan

kekharismatikannya.32

6. Profil Kitab Tafsir al-Sya`râwî

a. Sejarah Tafsiral-Sya’râwi

Kitab ini merupakan hasil kreasi yang dibuat oleh murid al-Sya`râwî,

yaitu Muhammad al-Sinrâwi dan `Abd al-Wâris al-Dâsûqi dari kumpulan

30Husain Jauhar, Ma`a Dâ`iyah al-Islâm Syekh Muhammad Mutawalli al-Sya`râwi Imâm

al-`Asr (selanjutnya ditulis: Imam al-`Asr), (Kairo: Maktabah Nahdah, t. th.), h. 14 31Husain Jauhar, Ma`a Dâ`iyah al-Islâm Syekh Muhammad Mutawalli al-Sya`râwi Imâm

al-`Asr (selanjutnya ditulis: Imam al-`Asr), (Kairo: Maktabah Nahdah, t. th.), h. 14 32Husain Jauhar, Ma`a Dâ`iyah al-Islâm Syekh Muhammad Mutawalli al-Sya`râwi Imâm

al-`Asr (selanjutnya ditulis: Imam al-`Asr), (Kairo: Maktabah Nahdah, t. th.), h. 14

Page 37: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

21

pidato-pidato atau ceramah-ceramah yang menjelaskan tafsir ayat-ayat al-

Qur’an. Sementara itu, hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Tafsir al-

Sya‟râwi di takhrîj oleh Ahmad `Umar Hâsyim. Kitab tafsir ini diterbitkan

oleh penerbit Akhbâr al- Yaum Idârah al-Kutub wa al-Maktabât pada tahun

1991 (tujuh tahun sebelum al-Sya‟râwi meninggal dunia). Sebelum

diterbitkan, kitab tafsir ini pernah dimuat dalam majalah al-Liwâ‟ dari

tahun 1986 – 1989, pada edisi 251-332.33\

Dengan demikian, Tafsir al-Sya`râwi ini merupakan kumpulan hasil-

hasil penafsirannya yang diajarkan di hadapan murid-muridnya kala itu atau

ceramah al-Sya’râwi yang kemudian diedit dalam bentuk tulisan buku oleh

murid-muridnya.34

\Al-Sya`râwî dalam muqaddimah tafsirnya menyatakan: “Hasil

renungan saya terhadap al-Qur’an bukan berarti merupakan sebuah tafsiran

al-Qur’an, melainkan hanya percikan pemikiran yang terlintas dalam hati

seorang mukmin saat membaca al-Qur’an‟. Kalau memang al-Qur’an dapat

ditafsirkan, sebenarnya yang lebih berhak menafsirkannya hanya Rasulullah

saw. , karena kepada beliaulah al-Qur’an diturunkan.

Beliau banyak menjelaskan kepada manusia ajaran al-Qur’an dari

dimensi ibadah, karena hal itu yang diperlukan umatnya saat ini. Adapun

rahasia al-Qur’an tentang alam semesta, tidak beliau sampaikan, karena

33Lihat: Muhammad Alî Iyâzi, al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum, (Teheran:

Mu‟assasah al-Thabâ`ah wa al-Nasyr, 1372 H), h.268-269 34Buku ini diberi pengantar oleh Muhammad Abu Thâlîb Syâhîn. Dalam pengantarnya ia

menyatakan bahwa buku Khawâthiri hawl al-Qurân al-Karîm tidak ditulis dengan gaya bahasa

pidato dan dan gaya bahasa tulisan ilmiah, melainkan ditulis dengan gaya bahasa ceramah untuk

menunjukkan bahwa buku ini diperuntukkan bagi semua kalangan dan bukan kalangan tertentu

agar kemanfaatannya lebih besar. Lihat: Al-Sya‟râwi, Khawâthiri hawl al-Qurân al-Karîm,

(Kairo: Dâr Mayu al-Wathaniyyah, cet.I, vol. I, 1982), h. 18

Page 38: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

22

kondisi sosio-kultural saat itu tidak memungkinkan untuk dapat

menerimanya. Jika hal itu disampaikan, maka akan menimbulkan polemik

yang pada suatu saat akan merusak sendi-sendi agama, bahkan akan

memalingkan umat dari jalan Allah Swt.35

b. Sumber penafsiran dalam tafsiral-Sya`râwî

Dalam melakukan kegiatan penafsiran, al-Sya`râwî menggunakan

sumber penafsiran sebagai berikut:

1) Kategori sumber tafsir bilma’tsûr

a) Penafsiran al-Qur‟an dengan al-Qur‟an

Tafsir ini menggunakan kaidah bahasa bukan berarti tafsir ini

hanya mengandalkan gramatikal bahasa namun kaidah bahasa ini hanya

untuk mempermudah memahami penjelasan ayat al-Qur’an.

Contoh ketika menjelaskan QS. al-Nisâ’ 3 ) : 33

الله إنه نصيب هم فآتوهم أيانكم عقدت والهذين والق ربون الوالدان ت رك مها موال جعلنا ولكل

(33) شهيدا شيء كل على كان

“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak

dan karib kerabat, kami jadikan pewrais-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-

orang yang telah kamu bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada

mereka bagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu”.

Namun, ketika penulis memahami penafsiran al-Qurطan dengan al-

Qur’an dengan istilah penafsiran âyat bi al-âyat, terdapat dua kemungkinan

pemahaman. Pertama, ayat al-Qur’an ditafsirkan dengan ayat al-Qur‟an yang

35Muhammad Mutawalli al-Sya`rawi, Tafsir al-Sya`rawi, (Kairo: Akhbâr al-Yaum Idârah

al-Kutub wa al-Maktabât, 1991), jilid I, h. 9. Lihat juga: Muhammad `Ali Iyâzi, al Mufassirûn

Hayâtuhum wa Manhajuhum, (Teheran: Mu‟assasah al-Thabâ`ah wa al-Nasyr, 1372 H), h. 270

Page 39: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

23

lain. Pemahaman yang kedua, ayat al- Qur’an ditafsirkan dengan ayat Allah

Swt. yang terdapat di alam semesta dalam artian ayat di sini dipahami dengan

tanda-tanda kekuasaan Allah Swt.36

b) Penafsiran al-Qur’an dengan riwayat

Al-Sya’râwi tidak menempatkan posisi hadis yang dijadikan sumber

hadis yang berisi informasi tentang tafsir suatu ayat melainkan hadis

dijadikan sumber untuk memberikan pemahaman akan maksud ayat, dimana

hadis itu tidak mesti berisi penjelasan ayat melainkan cukup memilki

kandungan isi yang sama dengan apa yang dimaksud dalam ayat.

Contoh ayat: QS. Al-An`âm : 52:

م يدعون الهذين تطرد ول وما شيء من حسابم من عليك ما وجهه يريدون والعشي بلغداة ربه ( 52) الظهالمني من ف تكون ف تطردهم شيء من عليهم حسابك من

“Janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi

dan petang hari, mereka mengharapkan keridhaan-Nya. Engkau tidak memikul

tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan mereka tidak

memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan

engkau (berhak) mengusir mereka, sehingga engkau termasuk orang-orang

zhalim”

Menurut al-Sya`râwi yang menjadi hal utama pada ungkapan tersebut

adalah wasiat untuk memelihara anak yatim, baik padanya ada harta atau tidak.

Ia memperkuat pertanyaannya dengan merujuk hadis yang berbunyi:

“Dari Sahl ibn Sa‟ad Ra. Berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda “Aku dan

36Al-Sya`râwî, Tafsir al-Sya‟râwî, j. IV, h. 258

Page 40: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

24

orang yang mengurus anak yatim di surga seperti begini (dan beliau

mengisyaratkan dengan telunjuk dan jari tengah, dan merenggangkan

keduanya”.

c) Penafsiran al-Qur‟an dengan Qaulal-Shahâbah

Penggunaan sumber qaul sahabat atau tabiin dalam menafsirkan

banyak digunakan al-Sya`râwi untuk menjelaskan pemahaman dan term-

term tertentu. Hal itu dilakukan untuk mencari pemahaman awal dari

mufasir sebelumnya tentang maksud suatu kata atau kalimat. Contoh

dalam menafsirkan surat al-Taubah (9):55

ا أولدهم ول أموالم ت عجبك فل بم الله يريد إنه ن يا الياة ف با لي عذ وهم أن فسهم وت زهق الد

(55) كافرون

“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu.

Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak

itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan dunia dan kelak akan melayang

nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaankafir.”

Al-Sya`râwî menukil pernyataan `Alî Ra. ketika ditanya tentang ahli dunia

dan ahli akhirat:

“Dikatakan kepada „Alî Ra., „Wahai Imam, akun ingin mengetahui

menginginkan jawaban pertanyaan ini bukan dariku tetapiharus dari kamu.

Jika engkau lebih suka kepada orang yang datang kepadamu dan akan

meminta sesuatu dibanding dengan orang yang datang kepadamu dan ia

Page 41: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

25

akan memberi sesuatu, maka kamutermasuk ahliakhirat.”37

2) Kategori bi al-ra’yi

Penafsiran bi al-Ra’yi ini mempunyai peranan penting bagi corak

tafsir`ilmî yang dilakukan al-Sya`râwi pada penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an.

Penafsiran ilmiah yang dilakukan al-Sya`râwi banyak berasal dari penalaran

ilmiah al-Sya`râwi, yang pada awalnya menurut penulis, adalah karena

kecintaan al-Sya`râwi terhadap ilmu pengetahuan termasuk ilmu-ilmu

umum.38

Berkaitan dengan sumber ilmiah penafsiran al-Sya`râwi, menurut

penulis pada awalnya berasal dari permintaannya kepada ayahnya, untuk

dibelikan buku-buku literatur termasuk buku-buku umum. Dari buku-buku

itulah al-Sya`rawi mulai mempelajari ilmu-ilmu umum dan sains. Selain itu,

pastinya wawasannya tentang ilmu-ilmu umum terus bertambah karena

kecintaannya kepada ilmu pengetahuanmulai bertambah seiring

perkembangan keilmuannya ketika menuntut ilmu dan mengajar di

Universitas al-Azhar. Namun, yang perlu digarisbawahi, meskipun

penafsiran al-Sya`râwi bisa dikatakan penafsiran modern, tetapi tetap saja

ukuran modernnya sampai terbatas pada waktu ketika kitab tafsir ini

disusun.

Penafsiran al-Sya`râwî terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan

penciptaan Adam As., dapat dipandang sebagai hasil pemikiran dari al-

Sya`râwî ketika berusaha memahami ayat untuk para pembaca lainnya

37Al-Sya`râwî, Tafsir al-Sya‟râwî, j. IV, h. 258 38 Al-Sya`râwî., j. IX, h.5201

Page 42: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

26

dengan lebih komprehensif dan realistik. Menurutnya kisah tersebut adalah

miniatur kehidupan manusia dimuka bumi ini. Ia membahas hal tersebut

secara tematis di dalam sebuah buku khusus,39 selain di dalam kitab

tafsirnya. Inilah di antara penafsiran-penafsiran al-Sya`râwî yang bersumber

dari hasil ijtihadnya sendiri.

c. Metode tafsir al-Sya`râwî

Pada umumnya para mufasir menggunakan metode yang tidak terlepas

dari empat metode penafsiran, yaitu tahlîliyy, ijmâlî, muqâran, dan maudhui‟

Adapun metode umum yang dipakai al-Sya`râwî dalam penafsirannya adalah

metode tahlîliyy yaitu menjelaskan kandungan makna ayat-ayat al-Qur‟an dari

berbagai aspeknya, denganmemperhatikan urutan ayat sebagaimana yang

tercantum dalam mushhaf.40

Langkah-langkah yang dilakukan al-Sya`râwî telah sesuai dengan ciri-

ciri kitab tafsir yang menggunakan metode tahlîliyy, yaitu menjelaskan kosa

kata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan

kandungan ayat yaitu unsur i‟jâz, balâghah, dan keindahan susunan kalimat,

menjelaskan istinbâth dari ayat, serta mengemukakan kaitan antara ayat-ayat

dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya (munâsabât al-âyât wa

al-suwar), dengan merujuk kepada asbâb al-nuzûl, hadis-hadis Rasulullah

Saw., riwayat sahabat dan juga riwayat tabi`in.41

39 Al-Sya`râwî., j. IX, h.5201 40 Al-Sya`râwî, op. cit., j. IX, h.5201

41`Alî Hasan al-„Âridh, Tarîkh „Ilm al-Tafsîr wa Manâhij al-Mufassirîn, (t. tp.: Dâr al-

I`tishâm, t. th.), h. 47

Page 43: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

27

d. Apresiasi terhadap Kitab Tafsir al-Sya`râwî

Kitab ini merupakan tafsir modern yang cukup diperhitungkan.

Sebagai salah satu buktinya, setelah kitab ini selesai disusun dan dicetak, al-

Sya`râwî mendapat sambutan besar dari para ulama Mesir saat itu. Selain itu, ia

pun menerima hadiah dari negara Kuwait hingga ribuan dollar,42 yang

dihibahkan untuk membantu para mahasiswa Thailand pada saat itu. Faraj

Fodah pada pendahuluan menceritakan bahwa salah satu hal yang mendorong

Mutawalli Sya’râwi menyelesaikan kitab tafsirnya ialah untuk membuktikan

bahwa ia tidak hanya berorientasi pada bidang ekonomi belaka, akan tetapi

juga ingin menunjukkan dirinya sebagai seorang ilmuan (mufasir),

sebagaimana para ulama lainnya, seperti Kadafi, Anwar Syadat, Ayatullah

Khomaeni, dan Yûsuf al-Qarâdhâwi. Atau mungkin, untuk menafikan

anggapan sebagian kelompok minoritas yang memberikan penilaian negatif

terhadapnya.43

B. Mengenal Profil Sayyid Quthb

1. Profil Mufassir

a. Nama dan Nasabnya

Nama lengkapnya adalah Sayyid Quthb Ibrahim Husain Syadzili.

Lahir pada tanggal 09 Oktober 1906 di desa Mausyah, dekat kota Asyut,

Mesir. Sayyid Quthb adalah seorang kritikus sastra, novelis, pujangga,

42Informasi ini didapat dari beberapa mahasiswa yang pernah mengenyam pendidikan di

Universitas Al-Azhar. Mereka juga berpendapat bahwa ada dua pendapat tentang penyelesaian

kitab itu: Pertama, penulisan kitab tafsirnya sudah rampung dalam bentuk jilidan sebelum ajal

menjemputnya; Kedua, Ada juga yang mengatakan tafsirnya sudah rampung 30 juz tetapi baru

sebagian saja yang dijilid, kemudian ajal menjemputnya. 43Lihat: Pengantar Tafsîr al-Sya`râwi, al-Sya`râwî, Tafsîr al-Sya`râwi,., j. I, h. 9-26

Page 44: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

28

pemikiran Islam dan aktivis Islam Mesir paling terkenal pada abad ke-20.

Ayahnya bernama al-Hajj Quthb Ibrahim. Sayyid Quthb terkenal sebagai

anak yang cerdas, beliau mampu menghafal seluruh al-Qur’an di usia

sepuluh tahunnya.44

Sayyid Quthb bin Ibrahim, tokoh Ikhwanul Muslimin, jurnalis,

sastrawan, dan seorang syahid yang mati di tiang gantungan, lahir di

Musyah, Provinsi Asiyuth, pesisir Mesir, 9 Oktober 1906 M45 Bentuk

tubuhnya kecil, kulitnya hitam dan bicaranya lembut, oleh teman-teman

sezamannya ia dikenal sangat sensitif, serius, dan mengutamakan persoalan

tanpa rasa humor.46

b. Riwayat Pendidikan

Pada umur enam tahun, dia masuk ke sekolah Awwaliyah (Pra

Sekolah Dasar) di desanya selama empat tahun. Di Madrasah tersebut, dia

menghafal Al-Qur’an Al-Karim. Pada tahun 1921 M, dia pindah ke Kairo

untuk meneruskan belajarnya. Kemudian dia melanjutkan ke sekolah

persiapan Darul Ulum, 1925. Pada tahun 1929 Sayyid Quthb melanjutkan

pendidikannya ke Universitas Darul Ulum dan lulus dengan gelar Lisance

(Lc) dibidang sastra pada tahun 1933.

44Shalah Abdul Fatah al-Kalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Dilalil Qur’an, terj

Salafuddin Abu Sayyid (Surakarta: Era Internasional, 2001), h. 24 45Herry Muhammad, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:Gema Insani,

2006), h.296. Lihat Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Di Bawah Naungan Al-Qur’an (Al

Fatihah-Al-Baqarah), Jilid I, terj. As’ad Yassin Abdul Aziz Salim Basyarahil, Muchotob Hamzah,

(Jakarta: Gema Insani, 2000), h.406 46(Sayyid Qutb I 2000 : 406-407)Sayyid Quthb, Fi Zhilal Al Quran Al Mujallad Al

Awwal,Dar asy Syuruq, Kairo, 1992, h. 2

Page 45: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

29

Setelah Sayyid Quthb lulus dari Universitas Darul Ulum, dia bekerja

di Departemen Pendidikan dengan tugas sebagai tenaga pengajar di sekolah-

sekolah milik Departemen Pendidikan selama enam tahun. Setahun di

Suwaif, setahun lagi di Dimyat, dua tahun di Kairo, dan dua tahun di

Madrasah Ibtida’iyah Halwan. Di daerah pinggiran kota Halwan, yang

kemudian menjadi tempat tinggal Sayyid Quthb bersama saudara-

saudaranya.47

Sayyid Qutb mempunyai lima saudara kandung, yang pertama

adalah Nafisah, yang kedua: Aminah, ia juga aktivis Islam dan juga aktif

menulis buku-buku sastra, ada dua buku yang diterbitkannya yaitu: Fi

Tayyar Al-Hayah (dalam arus kehidupan ) dan Fith-Thariq (di jalan).

Ketiga, Hamidah. Hamidah adalah adik perempuan Qutb yang bungsu. Ia

juga seorang penulis buku. Ia menulis buku bersama saudara-saudaranya

dengan judul Al-Athyaf Al- Arba’ah. Keaktifannya dalam pergerakan Islam,

membuat dirinya divonis hukuman penjara 10 tahun dan dijalaninya selama

enam tahun empat bulan. Setelah kelar dari penjara, ia menikah dengan Dr.

Hamdi Mas’ud. Keempat, Muhammad Qutb. Ia adalah adik Sayyid Qutb

yang selisih umurnya 13 tahun. Ia mengikuti jejak Sayyid Qutb menjadi

aktivis pergerakan Islam dan penulis masalah Islam dalam berbagai

aspeknya,lebih dari 12 buku telah ditulisnya.48

47Ensiklopedi Islam Jilid 4, (Jakarta: Ichtra Hoeve, 2005), h. 90 48Shalah Abdul Fattah al Khalidi, Tafsir Metodologi Pergerakan Di Bawah Naungan al

Quran, terj. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Penerbit Yayasan Bunga Karang,Jakarta, h. 23-36

Page 46: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

30

c. Karir Sayyid Qutb

Setelah menjadi tenaga pengajar, Sayyid Quthb kemudian berpindah

kerja sebagai pegawai kantor Departemen Pendidikan, sebagai penilik untuk

beberapa waktu lamanya. Kemudian dia pindah tugas lagi ke Lembaga

Pengawasan Pendidikan Umum yang terus berlangsung selama delapan

tahun sampai akhirnya kementerian mengirimnya ke Amerika.

Tahun 1948, ia diutus Departemen Pendidikan ke Amerika untuk

mengkaji kurikulum dan sistem pendidikan Amerika. Di Amerika selama

dua tahun, lalu ia pulang ke Mesir tanggal 20 Agustus 1950 M. Setelah itu

ia diangkat sebagai Asisten Pengawas Riset Kesenian di kantor Mentri

Pendidikan. Tanggal 18 Oktober 1952, ia mengajukan permohonan

pengunduran diri. Dalam masa tugasnya di Amerika, ia membagi waktu

studinya antara Wilson’s Theacher’s College di Washington, Greeley

College do Colorado, dan Stanford University di California. Hasil studinya

dan pengalamannya itu meluaskan pemikirannya mengenai problema-

problema sosial kemasyarakatan yang ditimbulkan oleh paham materialisme

yang gersang akan pahan ketuhanan.

Ketika berada di Departemen pendidikan, Sayyid Quthb adalah

seorang pegawai yang tekun, pemikir yang berani, serta seorang yang mulia.

Sifat-sifat ini akhirnya banyak menyebabkan Sayyid Quthb mendapat

berbagai kesulitan dan sesudah itu akhirnya Sayyid Quthb pun melepaskan

pekerjaannya. Sayyid Quthb mengajukan surat pengunduran diri dari

pekerjaannya sekembalinya dari Amerika, karena pada tahap ini beliau

Page 47: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

31

lebih memfokuskan pikiran beliau untuk dakwah dan pergerakan serta untuk

studi dan mengarang.49

2. Profil Kitab Tafsir Sayyid Quthb

a. Pemikiran terhadap Al Quran dan Penafsiran

Sayyid Quthb memandang bahwa al-Quran adalah satu kesatuan

yang menyatu dan berlandaskan kepada kaidah khusus, yaitu suatu

kaidah yang mengandung keserasian. Keserasian itu begitu menakjubkan

dalam bentuk yang tidak pernah diimpikan dan belum pernah ada orang

yang membuat gambaran seperti itu. Pandangan ini berdasarkan

pengalamannya yang sejak kecil dididik oleh Ibunya untuk selalu diam

mendengarkan ketika ada bacaan al-Quran. Sayyid Quthb

mengatakan:Sesungguhnya aku telah membaca al Quran sejak masih

kecil, dan wawasan pengetahuanku tentang alQuran saat itu belum

mencapai tingkat memahami cakrawala maknanya, dan belum dapat

meliputi kebesaran tujuannya.50 Akan tetapi, aku menemukan sesuatu

yang menakjubkan dalam diriku tentangnya. Sesungguhnya hal yang

terlintas dalam imajinasiku yang sederhana karena masih kecil, adalah

terperagakannya sebagian gambaran-gambaran yang aku bayangkan dari

celah ungkapan al-Quran.Sesungguhnya hal ini benar-benar merupakan

gambaran yang sederhana, tetapi membangkitkan rasa rindu dalam diriku

kepadanya dan membuat perasaanku menikmatinya, sehingga

mendorongku untuk senantiasa merenungkannya dalam masa yang tidak

49Adegabriel, Negara Tuhan (Yogyakarta: IRNIS, 2006), h. 257 50Sayyid Quthb, Keindahan Al Quran yang Menakjubkan, terj. Bahrun Abu Bakar, Robbani

Press, Jakarta, 2004, h. 10

Page 48: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

32

pendek, sedang aku merasa gembira dan bersemangat dengannya.51

Sayyid Quthb menyimpulkan dari pemikiran-pemikirannyaterhadap

keindahan al Quran adalah bahwa al-Quran mempunyai metode terpadu

dalam berungkap. Tujuannya adalah untuk menyampaikan semua sasaran

yang dituju secara merata hingga menyangkut tujuan pembuktian dan

perdebatan. Akan tetapi, ini bukanlahkeistimewaan al-Quran yang paling

besar. Ini karena sesungguhnya metode yang dipergunakan al-Quran

dalam berungkap adalah yang menonjolkan semua tujuan dan semua

tema. Tidak sekedar keindahan seni dan keterpaduannya dalam al-

Quran.52Sayyid Quthb berpendapat bahwa sesungguhnya ciri khas utama

ungkapan al-Quran adalah mengikuti metode tashwir (gambaran)

berbagai makna pikiran dan kondisi kejiwaan, lalu menampilkannya ke

dalam gambaran-gambaran yang dapat diindra53.

Semua tujuan dan tema di dalamnya seakan-akan dihadirkan

secara nyata dan dapat dirasakan oleh imajinasi perasaan yang dipenuhi

oleh gerakan yang terbayangkan. Inilah yang disebut dengan metode

gambaran dan personifikasi melalui imajinasi dan perupaan. Akan tetapi,

ketika memandang tujuan pokok al-Quran, Sayyid berpendapat bahwa al

Quran bukan hanya sebagai kitab bacaan, buku ilmu pengetahuan,

penerangan, seni dan bahasa, serta bukan hanya sebagai kitab hukum

saja.

51Sayyid Quthb, Keindahan Al Quran yang Menakjubkan, terj. Bahrun Abu Bakar,

Robbani Press, Jakarta, 2004, h. 10 52Sayyid Quthb, Keindahan Al Quran yang Menakjubkan, terj. Bahrun Abu

Bakar,Robbani Press, Jakarta, 2004, h. 445-446 53Sayyid Quthb, Keindahan Al Quran yang Menakjubkan, terj. Bahrun Abu Bakar,

Robbani Press, Jakarta, 2004, h. 449

Page 49: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

33

Tetapi untuk membentuk kepribadian muslim dan mewujudkan

umat Islam sebagai umat yang terbaik yang dilahirkan untuk seluruh

manusia.54Sedangkan keindahan dan seni dalam al-Quran hanyalah

sebagai nilai tambah untuk memukau para pendengarnya dan

mengalahkan semua orang, baik yang mukmin maupun kafir. Selain itu,

Sayyid Quthb memandang al-Quran sebagai kitab yang hidup dan penuh

dengan hikmah dalam semua ayatnya. Al-Quran adalah kitab dakwah

untuk umat Islam agar mampu menjadi umat seperti yang diharapkan

Allah subhaanahu wa ta’ala. Al-Quran juga memberi gambaran yang

jelas tentang jalan hidup dan kewajiban manusia, serta mampu menjawab

semua problem manusia dengan aktual. Inilah yang disebut Sayyid Quthb

sebagai manhaj Al Quran.55

Pengetahuannya tentang keuniversalan al-Quran membuatnya

berpendapat bahwa al-Quran itu tidak akan pernah habis keajaiban-

keajaibannya dan tidak pernah usang meskipun terlalu sering diulang-

ulang. Ini karena nash-nash al-Quran sangat kaya dengan arti, hakikat,

dan ketetapannya, sehingga orang-orang yang mengkaji al-Quran bisa

menjadikannya sebagai penjelasan dan pedoman dalam hidup. Juga

berperan besar dalam dakwah, pendidikan pergerakan, dan

perjuangan.56Pemikiran Sayyid Quthb terhadap al-Quran ini, sangat

bertalian dengan esensi dasar al-Quran dan pemahaman sahabat terhadap

54Shalah Abdul Fattah al Khalidi, Tafsir Metodologi Pergerakan di Bawah Naungan al

Quran, terj. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Penerbit Yayasan Bunga Karang,Jakarta, h. 39 55Shalah Abdul Fattah al Khalidi, Tafsir Metodologi Pergerakan di Bawah Naungan al

Quran, terj. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Penerbit Yayasan Bunga Karang,Jakarta, h. 40-41 56Shalah Abdul Fattah al Khalidi, Tafsir Metodologi Pergerakan Di Bawah Naungan al

Quran, terj. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Penerbit Yayasan Bunga Karang, Jakarta, h. 39

Page 50: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

34

al- Quran, dimana sahabat menggunakan metodologi dan sistem

menerima untuk dilaksanakan. Dari pandangannya terhadap sahabat ini,

Sayyid menyimpulkan bahwa Al Quran selalu melakukan pergerakan

yang dinamis dan aktual kekinian dengan aqidah. Ini karena dengan

aqidah, al-Quran selalu memberi bimbingan kepada manusia seutuhnya

dalam semua problematika kehidupannya.57Adapun pemikiran Sayyid

Quthb terhadap urutan masing-masing surah beserta tata urutan ayat-

ayatnya adalah bersifat tauqifi (begitu adanya dari Rasul). Sayyid Quthb

mengambil beberapa riwayat shahih yang menyimpulkan bahwa

Rasulullah telah membacakan al-Quran secara keseluruhan kepada

malaikat Jibril sebagaimana malaikat Jibril membacakannya kepada

Rasul. Ini berarti bahwa keduanya membaca ayat-ayat al-Quran secara

berurutan di dalam surah-surahnya.58 Dari pengalaman yang diperoleh

selama belajar di Barat inilah yang kemudian memunculkan paradigma

baru dalam pemikiran Sayyid Qutb atau bisa juga dikatakan sebagai titik

tolak kerangka berfikir sang pembaharu masa depan. Sepulangnya dari

belajar di negeri Barat, Sayyid Qutb langsung bergabung dalam

keanggotaan gerakan Ikhwân al- Muslimîn yang dipelopori oleh Hasan

al-Banna. Dan dia juga banyak menulis secara terang-terangan tentang

masalah keislaman.59

b. Sumber Penafsiran

57Shalah Abdul Fattah al Khalidi, Tafsir Metodologi Pergerakan Di Bawah Naungan al

Quran, terj. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Penerbit Yayasan Bunga Karang, Jakarta, h. 28-29 58Sayyid Quthb, Fi Zhilal Al Quran Al Mujallad Al Awwal,Dar asy Syuruq, Kairo, 1992,

h. 2 59Nuim Hidayat Sayyid Qutb Dan Kejernihan Pemikirannya, Gema Insani Press, Jakarta,

2005. h. 41

Page 51: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

35

Seluruh hayat Sayyid Quthb selalu digunakan untuk mempelajari

dan mengkaji Al Quran60. Hal inilah yang kemudian banyak

mempengaruhi pemikirannya dalam menafsirkan al-Quran. Secara

keseluruhan, Sayyid Qutb menggunakan pemikiran penafsiran

berdasarkan manhaj Ilahi, sesuai dengan metode al-Quran dan kehidupan

sahabat di masa jahiliyyah. Al-khalidiy telah meneliti dan membahas

secara mendalam tentang tafsir Fi Zhilaali Al-Quran dalam tiga bukunya

yang berjudul Madkhal Ila Zhilaali Al-Quran, Al-Manhaj Al-Harakiy Fi

Zhilali Al-Quran, Dan Fi Zhilaali Al-Quran Fi Al-Mizan beliau

menjelaskan 61 perkembangan pemikiran terhadap penafsiran, Sayyid

Quthb menggunakan tiga manhaj berikut:

1) Manhaj Jamali (Metodologi Keindahan Bahasa)

Manhaj Jamali Sayyid Quthb adalah manhaj yang memandang

al -Quran dari sudut keindahan ta’bir al-Quran62. Sayyid Quthb

membeberkan kaidah umum tentang ta’bir (ungkapan) al-Quran,

dengan balaghah sebagai alat yang paling utama dalam memahami

uslub qur’ani untuk mengungkap arti berdasarkan pemahaman hati

dan jiwa serta peristiwa yang terjadi. Metodologi ini digunakan

Sayyid Quthb semasa hidupnya ketika menulis makalah berjudul “At

Tashwir Al Fanniy Fi Al Quran”dalam majalah Al Muqtathaf di akhir

tahun 1939 M dan ketika menulis kitab dengan judul yang sama di

60Shalah Abdul Fattah al Khalidi, Tafsir Metodologi Pergerakan Di Bawah Naungan al

Quran, terj. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Penerbit Yayasan Bunga Karang, Jakarta, h. 8 61 Toto Haryanto Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Pemikiran Sayyid Qutb, Tesis,

Program Pasca Sarjana, IAIN Raden Fatah, Palembang, 2007. h. 52-54 62Sayyid Quthb, Fi Zhilal Al Quran Al Mujallad Al Awwal,Dar asy Syuruq, Kairo, 1992,

h. 11

Page 52: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

36

tahun 1945 M.63Kedua tulisan tersebut berisi tentang pandangan

Sayyid Quthb dalam hal penafsiran, yaitu tentang kaidah,

karakteristik, wawasan, dan tema-tema Al-Quran.

2) Manhaj Fikri (Metodologi Pemikiran)

Metodologi pemikiran Sayyid Quthb dalam penafsiran ini

adalah hasil dari kepeduliannya terhadap kehidupan sosial dan

pembaharuan masyarakat. Mengacu dari metode tashwir yang

dilakukan oleh Sayyid Qutb, bisa dikatakan bahwa tafsir Fî Zhilâali

al-Quran dapat digolongkan ke dalam tafsir al-Adabi al-Ijtimâ’i64

(sastra-budaya dan kemasyarakatan). Dalam metode ini, Sayyid Quthb

memaparkan konsepsi Islam dan merealisasikan keadilan Islam dalam

masyarakat setelah menjelaskan penyakit masyarakat dengan

memberikan diagnosanya65, yang kemudian dihadapkan pada al-

Quran untuk mencari obat penyembuh dan jalan keluarnya. Sayyid

menyerukan hal itu kepada kaum pemikir, intelektual, dan semua

bangsa untuk komitmen terhadap metodologi al-Quran. Pemikiran ini

disebarluaskan dalam majalah Al-Muslimun selama tujuh edisi

63Sayyid Quthb, Fi Zhilal Al Quran Al Mujallad Al Awwal,Dar asy Syuruq, Kairo, 1992,

h. 12 64Yaitu: corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat Al-Quran yang berkitan

langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha untuk menanggulanginya. Corak ini

disebut oleh Qurais Shihab dengan corak sastra, budaya dan kemasyarakatan.Tafsir ini seperti juga

Tafsir Al-Maraghi (W. 1945), atau Tafsir Al-Quran Al-‘Adhim karya Mahmud Syalthuth. Lihat:

Qurais Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, cet. Ke-3, 1993, hlm: 73. lihat juga:

Lukman Nul Hakim, Buku Daras Metodologi Dan Kaidah-Kaidah Tafsir, IAIN Raden Fatah,

Palembang, 2007, hlm: 59. lihat juga: Abd Hayy Al-Farmawi, Muqaddimah Fi Al-Tafsir Al-

Mawdhui, Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyah, 1977, Terj. Jakarta, Raja Grafindo, Persada, 1996,

hlm:24. dan M.Alfatih Suryadilaga, Dkk. Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta, Teras, 2005,

hlm:45. 65Sayyid Quthb, Fi Zhilal Al Quran Al Mujallad Al Awwal,Dar asy Syuruq, Kairo, 1992,

h. 16-17

Page 53: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

37

berturut-turut yang kemudian dilanjutkan dalam penulisan Fi Zhilal Al

Quran.66

3) Manhaj Haraki (Metodologi Pergerakan)

Sayyid Quthb selalu masuk ke dunia al Quran yang luas

dengan kondisi dan pengalaman yang banyak, dan semua itu serupa

dengan kondisi dan pengalaman yang menyertai turunnya al-Quran

yang dialami oleh jamaah Islam pertama67. Inilah yang menyebabkan

Sayyid akhirnya mengubah pemikiran terhadap penafsirannya ke arah

pergerakan. Pengalaman dan pandangannya membantu Sayyid untuk

mampu mengetahui esensi al-Quran dalam amaliah pergerakan dan

memahami kunci untuk membuka gudang pergerakan al-Quran.

Dalam metodologi ini, Sayyyid selalu mengajak kepada para

pembaca, pengamat, penulis, intelektual, dan pengarang buku, jika

mereka ingin mengetahui al-Quran dan manhajnya, maka mereka

harus bergerak dengan al-Quran dalam pergerakan yang aktual dan

amal nyata. Dalam metodologi inilah, akhirnya Sayyid mampu

mengerti karakteristik al-Quran yaitu pergerakan yang aktual dimana

ini menjadi titik akhir pemikirannya terhadap penafsiran dan

pemahaman al-Quran. Mengenai klarifikasi metodologi penafsiran,

Dr. Abdul Hayy al- Farmawy68 seorang guru besar Tafsir dan Ilmu-

ilmu al-Quran Universitas al-Azhar membagi corak penafsirkan al-

66Sayyid Quthb, Fi Zhilal Al Quran Al Mujallad Al Awwal,Dar asy Syuruq, Kairo, 1992,

h. 18 67Sayyid Quthb, Fi Zhilal Al Quran Al Mujallad Al Awwal,Dar asy Syuruq, Kairo, 1992,

h. 22 68Abdul Hayy Al-Farmawi , Metode Tafsir Maudhu’i Dan CaraPenerapannya (Terj.

Rosihon Anwar), Pustaka Setia, Bandung, 2002.

Page 54: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

38

Quran menjadi tiga bentuk; yaitu tahlily, maudhu’i dan ijmali

muqârin. Dilihat dari corak penafsiran yang terdapat yang tafsir Fi

Zhilal al-Quran dapat digolongkan ke dalam jenis tafsir tahlili.

Artinya, seorang penafsir menjelaskan kandungan ayat dari berbagai

aspek yang ada dan menjelaskan ayat per ayat dalam setiap surat

sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mushaf.69

c. Karya-karya Sayyid Qutb

Dalam beberapa literatur biografi tokoh-tokoh Islam, Sayyid Qutb

adalah salah seorang yang aktif berjuang dengan tulisan. Karya-karyanya

selain beredar di negara-negara Islam, juga beredar di kawasan Eropa,

Afrika, Asia dan Amerika. Ia menulis lebih dari 20 buku

yangditerjemahkan dalam berbagai bahasa di dunia. Di antara bukunya

adalah:70

1) Al-Taswir Al-Fanny Fi Al-Qur’an, Kairo, Dar Al-Maarif, 1945. Buku

ini mengupas tentang seni terutama dalam etika penggambaran dalam

Al-Qur’an.

2) Muhimmat Al-Sya’ir Fi Al-Hayat, Cairo, Lajnatu Al-Nashr Li Al-

Jami’iyyin, tt. Buku ini menjelaskan tentang urgensi penyair dalam

kehidupan berdasarkan syariat Islam.

3) Thifl Min Al-Qaryah, Cairo: Lajnatu Al-Nashr Li Al-Jami’iyyin, 1946.

Buku ini menjelaskan cerita anak desa, beberapa pandangan bahwa

buku ini merupakan refleksi dari biografi Sayyid Qutb.

69Lukman Nul hakim Buku Daras Metodologi dan Kaidah-Kaidah Tafsir, IAIN R.F.

Palembang, t.p, 2007.h. 73 70Sri AliyahKaidah-kaidah TafsirFi ZhilaliI Al-Qur’an JIA/Desember

2013/Th.XIV/Nomor 2/39-60

Page 55: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

39

4) Al-Asywak, Cairo: Dar Sa’ad Mishr Bi Al-Fuja’ah, 1947. Secara inti

penulis belum mendapatkan dan membaca kitab ini namun bila

diartikan secara etimologi kata al-asywak berarti duri-duri.71

5) Musyaahidat Al-Qiyamah Fi Al-Quran, Cairo: Dar Al-Maarif, 1947.

Dalam buku ini menjelaskan hari kiamat menurut Al- Quran.

6) Fi Zhilali Al-Quran, Cairo: Dar Ihya Kutub Al-‘Arabiyyah, 1986.

7) Al-Salam Al-Alamy Wa Al-Islam, Cairo: Dar Al-Kitab Al-Arabi, 1951.

Buku ini menjelaskan bagaimana membentuk dunia yang damai melalui

jalan syariat Islam.72

8) Al-Mustaqbal Li Hadza Al-Diin, Cairo: Maktabah Alwahbah, tt. Buku

ini berintikan gagasan dan pandangan menyongsong masa depan

dengan syariat Islam.

9) Al-‘Adalah Al-Ijtima’iyyah Fi Al-Islam, Cairo: Dar Alkitab Al-‘Arabi,

Dar Al-Maarif, 1948. buku pertama Sayyid Qutb dalam hal pemikiran

Islam. Inti dari buku ini adalah membedakan antara pemikiran sosialis

dengan pemikiran Islam, bagaimana keadilan dalam perspektif sosialis

dan Islam berdasarkan syari’at.

10) Hadza Ad-Din (inilah agama), Kairo, Dar Al-Qalam, 1955. kumpulan

berbagai macam artikel yang dihimpun oleh Muhibbudin al-khatib,

terbit 1953. buku ini menjelaskan secara rinci hakikat agama Islam.

JIA/Desember 2013/Th.XIV/Nomor 2/39-60

71Sri AliyahKaidah-kaidah TafsirFi ZhilaliI Al-Qur’anJIA/Desember

2013/Th.XIV/Nomor 2/39-60 72Sri AliyahKaidah-kaidah TafsirFi ZhilaliI Al-Qur’anJIA/Desember

2013/Th.XIV/Nomor 2/39-60

Page 56: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

40

11) Dirasah Al-Islamiyyah, Kairo: Maktabah Lajnah Syabab Al- Muslim,

1953, buku ini menjelaskan lebih spesifik terhadap agama Islam.73

12) Al-Islam Wa Muskilah Al-Hadharah, Dar Ihya Al-Kutub Al-

‘Arabiyyah, 1960/1962. Buku ini menerangkan bagaimana

problematika kebudayaan yang semakin kedepan semakin kompleks

dan bagaimana peran Islam dalam memandang problematika tersebut.

13) Khasaisu Tashawuri Al-Islami Wa Muqawwamatuhu (ciri dan nilai visi

Islam), buku dia yang mendalam yang dikhususkan untuk

membicarakan karakteristik akidah dan unsur-unsur dasarnya. Dar Ihya

Al-Kutub Al-‘Arabiyyah, 1960/1962. Buku ini menjelaskan tifologi

konsep-konsep islam dalam ekonomi, sosial, politik dan budaya.

14) Ma’alim Fi Al-Thariq, Cairo: Maktabah Al-Wahbah, 1964, buku ini

berintikan petunjuk-petunjuk jalan menuju Islam Kaffah.

15) Ma’rakatuna Ma’a Al-Yahudi, Beirut: Dar Al-Syuruq, 1978, inti dalam

wacananya adalah gerakan Islam terhadap kelompok Yahudi.74

16) Nahwa Mujtama’ Al-Islamiy, Cairo: Maktabah Al-Wahbah, 1966. Buku

ini berisi pembentukan masyarakat Islam.

17) Fit-Tariikh, Fikrah Wa Manaahij (teori dan metode dalam sejarah).

18) Ma’rakah Al-Islaam War-Ra’sumaaliyah (perbeturan Islam

dankapitalisme).

19) An-Naqd Al-Adabii Usuuluhu Wa Maanaahijuhu (kritik sastra, prinsip,

dasar dan metode-metode).

73Sri AliyahKaidah-kaidah TafsirFi ZhilaliI Al-Qur’anJIA/Desember

2013/Th.XIV/Nomor 2/39-60 74Sri AliyahKaidah-kaidah TafsirFi ZhilaliI Al-Qur’anJIA/Desember

2013/Th.XIV/Nomor 2/39-60

Page 57: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

41

20) As-Syathi’ Al-Majhul, kumpulan sajak Qutb satu-satunya, terbit februari

1935.

21) Nadq Kitab “Mustaqbal Ats-Tsaqafah Di Mishr” Li Ad-Duktur Thaha

Husain, terbit tahun 1939.

22) Al-Athyaf Al-Arba’ah, ditulis bersama saudara-saudaranya: Aminah,

Hamidah, Muhammad. Terbit tahun 1945.75

Beberapa ulama lainnya yang memberikan penilaian terhadap

tafsir Fi Zhilaali Al-Quran adalah Mahdi Fadhullah yang menilai

bahwa tafsir Sayyid Qutb yang tiga puluh juz itu merupakan

“Terobosan penafsiran yang sederhana dan jelas.” 76

d. Komentar Ulama

Sedangkan Subhi Shalih menilai bahwa dalam tafsir Fi Zhilaali Al-

Quran lebih banyak bersifat pengarahan dari pada pengajaran dan Jansen

menilai bahwa tafsir Sayyid Qutb hampir bukan merupakan tafsir Al-

Quran dalam pengertian yang ketat tetapi lebih merupakan kumpulan

khutbah-khutbah keagamaan.77

e. Penghargaan yang Diterima

Kemudian reputasi Qutb sebagai seorang fundamentalis modern

diraih lewat bukunya yang terkenal al-‘Ada’ lahal Ijtima’iyyah fi al-Islam.

75Sri AliyahKaidah-kaidah TafsirFi ZhilaliI Al-Qur’anJIA/Desember

2013/Th.XIV/Nomor 2/39-60 76Shalah Abdul Fattah al Khalidi, Tafsir Metodologi Pergerakan Di Bawah Naungan al

Quran, terj. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Penerbit Yayasan Bunga Karang, Jakarta, h. 17-20.

Lihat Fadhullah, Mahdi, Ma’a Sayyid Quthub Fi Fikrihi Al-Siyasah Wa Al-Din, Mua’sasah Al-

Risalah, Beirut,1979. 77Muhammad Chirzin Jihad Menurut Sayyid Qutb Dalam Tafsir Fi Zhilali Al-Qur’an,

Era Intermedia, Jakarta, 2001.h.135

Page 58: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

42

Meski ia fundamentalis modern, banyak pengamat Barat dan kaum liberal

mendapati bahwa gagasan-gagasannya sesekali cukup menenteramkan

hati.21 Dalam buku itu Qutb memaparkan konsep tentang keadilan dalam

islammelalui beberapa asas di antaranya kebebasan jiwa, persamaan

kemanusiaan dan jaminan sosial. Ia tak hanya ingin menampilkan konsep

yang matang saja, melainkan ia berharap agar umat islam bersatu padu

dalam merealisasikan syariat islam dalam bentuk amaliah yang telah

diletakkan asasnya tersebut.

Page 59: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

43

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG BULAN DAN TAHUN DALAM AL-

QUR’AN

A. Bulan, dan Tahun dalam Kalender Arab

Kalender Hijriah berasal dari dua kata yaitu kalender dan Hijriah. Istilah

Kalender berasal dari bahasa Inggris modern calendar, dari bahasa Inggris

pertengahan berasal dari bahasa Perancis lama calendier yang asal mulanya dari

bahasa Latin kalendarium yang artinya buku catatan pemberi pinjaman uang.

Dalam bahasa Latinnya kalendarium berasal dari kata kalendae atau calendae

yang artinya hari permulaan suatu bulan78

Istilah Hijriah berasal dari bahasa arab hajara-yuhajiru-hijratan 79yang

artinya pindah ke negeri lain atau hijrah, karena penamaan Hijriah mengacu pada

perhitungan tahun pertama yang dimulai sejak peristiwa hijrahnya Nabi dari

Makkah ke Madinah80

Definisi asyhûr dari kebahasaan asal katanya asy-syahr jama’ ashur dan

suhur yaitu bulan dari bulan-bulan. Kalender yang berjumlah 12 solar kalender.

Menurut bulan kalender arab : Qanun atsani 31 hari, tsabat 28 hari dan oada tahun

kabisat 29 hari), khuzaron 30 hari, tanuz 31 hari, aab 31 hari, ilul 30 hari tisin

78Ruswa Darsono, Penanggalan Islam: Tinjauan Sistem, Fiqih dan Hisab Penanggalan,

Yogyakarta: LABDA Press, 2010, Hal.27. 79Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Penerbit

Pustaka Progressif, cet-14, 1997, Hal.1489. 80Ruswa Darsono, Penanggalan Islam: Tinjauan Sistem, Fiqih dan Hisab Penanggalan,

Yogyakarta: LABDA Press, 2010, Hal.28.

Page 60: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

44

tsani 30 hari kanun al-awwal 31 hari.

Penangalan ini masih tetap berlaku di negara arab dan ditulis di majalah

dan surat kabar yang terbit di negara arab sedangkan oenanggalan syamsiah

Muharrom 30 hari, sofar 2 hari, rabi’ul awwal 30 hari, rabi’u tsani 29, jummadil

awwal 30 hari, jumadil akhiroh 29 hari, rajab 30 hari, sya’ban 29 hari, romadon

30 hari, syawal 29 hari, Dzulhijjah 29 hari, Dzulqo’dah 30 hari.81

Kalender merupakan salah satu karya cipta umat manusia dalam

mempelajari dan memanfaatkan keteraturan gerak alam. Pembahasan mengenai

kalender penelitian ini terkait dengan system penanggalan yang berdasarkan pada

perjalanan (pergerakan) bulan dan murni merupakan perhitungan bulan

mengelilingi matahari82 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kalender

memiliki makna yang sama dengan penanggalan, almanak, takwim, dan

tarikh.83Menurut Ruswa Darsono dalam bukunya Penanggalan Islam menjelaskan

bahwa kalender merupakan sistem pengorganisasian satuan-satuan waktu yang

dengannya permulaan, panjang dan pemecahan bagian tahun ditetapkan yang

bertujuan menghitung waktu melewati jangka yang panjang.84Sebagaimana yang

dikutip oleh Susiknan Azhari dalam Leksikon Islam bahwa kalender Hijriah

adalah penanggalan Islam yang dimulai dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad

saw.85Dalam bahasa Inggris hijrah ditulis Hegira atau Hejira dengan kata sifatnya

81 Munjid Filughoh wal I’lam bab syin hal 406 82 Tono Saksono, Mengompromikan Hisab Rukyat (Jakarta: Amythas Publicita, 2007), h.

13 83Muh. Nashirudin, Kalender Hijriah Universal..... Hal.23. 84Ruswa Darsono, Penanggalan Islam: Tinjauan Sistem, Fiqih dan Hisab Penanggalan,

Yogyakarta: LABDA Press, 2010, Hal.28. 85Susiknan azhari, Kalender Islam..... Hal.27.

Page 61: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

45

Hejric, sehingga dalam bahasa Inggris kalender Hijriah disebut Hejric Calendar.86

Kalender hijriyah adalah penanggalan rabani yang menjadi acuan dalam hukum-

hukum Islam. Seperti haji, puasa, haul zakat, ‘idah thalaq dan lain sebagainya.

Dengan menjadikan hilal sebagai acuan awal bulan. Sebagaimana disinggung

dalam firman Allah ta’ala,

والج للنهاس مواقيت هي قل الهلهة عن سألونك ي

“Orang-orang bertanya kepadamu tentang hilal. Wahai Muhammad

katakanlah: “Hilal itu adalah tanda waktu untuk kepentingan manusia dan badi

haji.”(QS. Al-Baqarah: 189)

Sebelum penanggalan hijriyah ditetapkan, masyarakat Arab dahulu

menjadikan peristiwa-peristiwa besar sebagai acuan tahun. Tahun renovasi

Ka’bah misalnya, karena pada tahun tersebut, Ka’bah direnovasi ulang akibat

banjir. Tahun fijar, karena saat itu terjadi perang fijar. Tahun fiil (gajah), karena

saat itu terjadi penyerbuan Ka’bah oleh pasukan bergajah. Oleh karena itu kita

mengenal tahun kelahiran Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam dengan istilah

tahun fiil/tahun gajah. Terkadang mereka juga menggunakan tahun kematian

seorang tokoh sebagai patokan, misal 7 tahun sepeninggal Ka’ab bin Luai.” Untuk

acuan bulan, mereka menggunakan sistem bulan qomariyah (penetapan awal

bulan berdasarkan fase-fase bulan)Kalender lunisolar pra Islam memiliki 12 bulan

yang tiap bulannya berjumlah 29 atau 30 hari, sehingga jumlah hari dalam satu

tahun kalender adalah 354 hari. Untuk menyesuaikan jumlah hari yang didasarkan

pada perputaran Bulan mengelilingi Bumi (lunar month) dengan jumlah hari

86Ruswa Darsono, Penanggalan Islam: Tinjauan Sistem, Fiqih dan Hisab Penanggalan,

Yogyakarta: LABDA Press, 2010, Hal.70.

Page 62: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

46

dalam tahun Matahari yang jumlahnya mencapai sekitar 11,53 hari setiap

tahunnya, dibuatlah bulan sisipan87 (intercalary month) sebagai bulan ke-13 yang

dalam al-Quran disebut dengan an-nasi’.88

B. Nama-nama Bulan dalam Kalender Arab

Bulan sisipan inilah yang kemudian dijadikan oleh Arab pra Islam sebagai

alat untuk mempermainkan bulan Muharam yang dilarang untuk melakukan

peperangan. Jika mereka menginginkan peperangan, maka bulan Muharam akan

dirubah menjadi Safar sehingga tidak lagi menjadikan bulan tersebut sebagai

bulan yang dilarang untuk berperang89Sekilas nama-nama bulan pada kalender pra

Islam dengan kalender Islam saat ini sama, bahkan nama-namanya mirip dengan

pembagian bulan dalam zaman kuno yang dihitung berdasarkan pada tahun

Matahari90diantaranya adalah:

1. Muharam (bulan yang disucikan)91

2. Safar (bulan yang dikosongkan)92

3. Rabiul awal (musim semi pertama)93

87Bulan sisipan pada kalender yahudi dan kalender Arab sebelum masa kerasulan

Muhammad saw dilakukan penggabungan setiap tiga tahun agar kalender Kamariah tetap sesuai

dengan musim. Nama bulannya disesuaikan dengan musim, seperti bulan Ramadhan yang semula

berarti bulan musim panas terik. Disebut Nasi’artinya dilarang karena dalam ajaran Islam pada

bulan ke-13 itu diisi dengan upacara atau pesta yang dipandang sesat. Lihat T. Djamaluddiin,

Menggagas Fiqih Astronomi..... Hal.89. 88Tono Saksono, Mengkrompomikan Hisab..... Hal.61. lihat juga Moh. Nashiruddin,

Kalender Hijriah..... Hal.61 89Moh. Nashiruddin, Kalender Hijriah.....Hal.61. 90Maskufa, Ilmu Falaq, Jakarta: Gaung Persada, 2009, Hal.190. 91 A. Kadir, Formula Baru Ilmu Falak, Jakarta: Amzah, 2012, Hal.133. artinya yang

diharamkan atau yang menjadi pantangan. Sebab pada bulan tersebut dilarang menumpahkan

darah atau berperang. Lihat Luwis Ma’luf, Munjid, (Beirut: Dar al-Masyrik, cet. 17 1986), hal.

130. Lihat Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer (Al-‘Asri) Arab-Indonesia.

hal. 1645. 92 A. Kadir, Formula Baru Ilmu Falak, Jakarta: Amzah, 2012, Hal.133. Artinya Kosong.

Dahulu, laki-laki Arab pergi meninggalkan rumah untuk merantau, berniaga, dan berperang ,

sehingga pemukiman kosong dari laki-laki. Lihat Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 427

Page 63: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

47

4. Rabiul akhir (musim semi kedua)94

5. Jumadil ula (musim kering pertama)95

6. Jumadil akhir (musim kering kedua)96

7. Rajab (bulan pujian)97

8. Sya’ban (bulan pembagian)98

9. Ramadhan (bulan yang sangat panas)99

10. Syawal (bulan berburu)100

11. Zulkaidah (bulan istirahat)101

12. Dzulhijjah (menunaikan haji)102

93A. Kadir, Formula Baru Ilmu Falak, Jakarta: Amzah, 2012, Hal.133. Rabi’ artinya

menetap dan awwal artinya pertama. Maksudnya kembalinya laki-laki yang merantau. Yaitu awal

menetapnya laki-laki di rumahLihat Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 246,21 94A. Kadir, Formula Baru Ilmu Falak, Jakarta: Amzah, 2012, Hal.133. masa menetapnya

kaum laki-laki untuk terakhir atau penghabisan. Lihat Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 100 95A. Kadir, Formula Baru Ilmu Falak, Jakarta: Amzah, 2012, Hal.133. Jumadi artinya

kering dan awwal artinya pertama. Lihat Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 100 96A. Kadir, Formula Baru Ilmu Falak, Jakarta: Amzah, 2012, Hal.133. Disebut juga

musim kemarau yang penghabisan. Karena akhir dari penghabisan bulan kemarau. Lihat Luwis

Ma’luf, Munjid, hal. 100 97A. Kadir, Formula Baru Ilmu Falak, Jakarta: Amzah, 2012, Hal.133. Disebut juga bulan

Mulia, . Lihat. Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 249. dulu bangsa Arab memuliakan bulan ini dengan

melarang berperang dan dinisbatkan kepada suku Mudhar karena mereka sangat komitmen dengan

bulan ini dan mengagungkannya berbeda dengan suku lainnya. Lihat Ahmad bin Ali bin Hajar al-

Asqalani, Fathul Bari, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah tth), hal.751. Lihat Fathul Bari

(Penjelasan Kitab Sahih al-Bukhari), Penerjemah, Amiruddin, Jakarta: Pustaka Azzam :2007, cet

II. Buku ke-22 hal. 617 98A. Kadir, Formula Baru Ilmu Falak, Jakarta: Amzah, 2012, Hal.133. artinya

berkelompok. Lihat. Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 249 99A. Kadir, Formula Baru Ilmu Falak, Jakarta: Amzah, 2012, Hal.133Lihat Luwis

Ma’luf, Munjid, hal. 280 100A. Kadir, Formula Baru Ilmu Falak, Jakarta: Amzah, 2012, Hal.133. Artinya

Kebahagiaan. Lihat Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 408 101A. Kadir, Formula Baru Ilmu Falak, Jakarta: Amzah, 2012, Hal.133. Dzu Artinya

Pemilik dan Qa’dah artinya duduk. Lihat Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 643, 237. Lihat Atabik Ali

dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer (Al-‘Asri) Arab-Indonesia. hal. 936 102 Luwis Ma’luf, Munjid, (Beirut: Dar al-Masyrik, cet. 17 1986), hal. 118

Page 64: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

48

C. Pengertian Kalender Hijriyah

Kalender Hijriyah adalah sebuah kalender yang dipegangi umat Islam,

semua syari’at Islam yang berhubungan dengan hari, pekan, bulan dan tahun,

patokannya adalah pergerakan bulan (qamar) yang kemudian disebut dengan

kalender Qamariyah atau kalender Hijriyah.

Kalender Hijriyah ini adalah kalender murni yang menggunakan

perhitungan peredaran bulan mengelilingi bumi. Karena bulan sinodik (Synodic

Month) hanya memiliki 12 x 29,53 hari, maka satu tahun kalender Qamariyah ini

hanya memiliki 354,36707 hari. Berarti bahwa kalender Islam secara lebih

konsisten lebih pendek sekitar 11, 256 hari dari kalender Syamsiyah (tahun tropis)

karenanya juga selalu bergeser (maju) terhadap kalender Kristen Gregorian.103

Kalender Hijriyah yang digunakan oleh umat Islam merupakan sebuah

system penanggalan yang dikelompokkan ke dalam Astronomical Calendar, hal

ini dikarenakan kalender Hijriyah didasarkan pada realitas astronomi yang

terjadi.104Berbeda dengan kalender Masehi yang hanya didasarkan pada aturan

numerik (rata-rata perhitungan fenomena astronominya) sehingga membuatnya

disebut Aritmathical Calendar.

Djamaluddin.T.,105 mengatakan bahwa kalender Hijriyah merupakan

kalender yang paling sederhana, yang mudah dibaca di alam. Awal bulan ini

ditandai dengan penampakan hilal sesudah matahari tenggelam (maghrib). Alasan

utama dipilihnya kalender bulan (Qamariyah) walaupun tidak dijelaskan dalam al-

103 Thomas Djamaluddin, Menggagas Fiqih Astronomi: Telaah Hisab Rukyat dan

pencarian Solusi Perbedaan Hari Raya, Bandung: Kaki Langit 2005, h. 88-89 104 Muhammad Ilyas,Sistem Kalender Islam dari Perspektif Astronomi, Cet. I, Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997, h. 40 105 Hendro Setyanto, Membaca Langit,......, h. 46

Page 65: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

49

Qur’an maupun al- Hadis- nampaknya karena kemudahan dalam mengenali

tanggal dari perubahan bentuk (fase bulan).Hal ini berbeda dengan kalender

Syamsiyah yang menekankan kepada keajegan (konsistensi) terhadap perubahan

musim, tanpa memperhatikan perubahan hariannya.

Adapun Tahun Hijriyah (sanāh al-hijrī) adalah tahun yang dimulai pada

saat nabi Muhammad saw melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah, sedangkan

perhitungan tahunnya didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi dan

awal bulannya menggunakan penampakan bulan setelah terjadinya ijtimak pada

saat matahari terbenam. Dalam sistem penanggalan Hijriyah, pergantian hari

dimulai sesaat setelah matahari terbenam. Menurut hisab, kriteria pergantian bulan

hijriyah antara lain yaitu bahwa pergantian bulan hijriyah itu manakala ijtimak itu

terjadi sebelum terbenam matahari. Artinya jika ijtimak terjadi sebelum matahari

terbenam maka malam itu dan keesokan harinya merupakan tanggal 1 bulan

berikutnya, tetapi apabila sebaliknya yakni ketika ijtimak terjadi sesudah matahari

terbenam maka malam itu dan keesokan harinya merupakan hari ke-30 bulan yang

sedang berlangsung.106

Pendapat lain menyatakan bahwa pergantian bulan hijriyah itu tatkala

matahari terbenam dan posisi hilal sudah sedemikian rupa yakni hilal dapat

dilihat (imkan rukyah) sebagaimana menurut kriteria Kementerian Agama RI

tinggi hilal adalah > 2°dari ufuk mar’i. Artinya apabila pada saat matahari

terbenam sedangakan saat itu posisi hilal sudah imkan rukyah maka malam itu dan

keesokan harinya adalah tanggal 1 bulan berikutnya, tetapi apabila saat matahari

terbenam dan posisi hilal belum imkan rukyah maka malam itu dan keesokan

106 Muhyiddin Khazin, 2004, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana

Pustaka, h. 145

Page 66: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

50

harinya merupakan hari ke 30 bulan yang sedang berlangsung.107

Dari beberapa pendapat tentang pergantian hari di atas maka pada

dasarnya perhitungan awal bulan itu adalah proses perhitungan untuk mengetahui

waktu matahari terbenam, waktu ijtimak, waktu hilal terbenam, dan posisi hilal

ketika matahari terbenam.108

Pada dasarnya, ada dua sistem kalender atau penanggalan. Pertama, sistem

penanggalan yang berdasarkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari, yang

selanjutnya dikenal dengan sistem syamsiah (solar sistem) atau tahun surya. Lama

hari dalam tahun syamsiah adalah 365 hari (untuk tahun pendek) dalam satu

tahun, sedangkan untuk tahun panjangnya adalah 366 hari. Kedua, sistem yang

didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi, yang dikenal dengan system

kamariah (lunar sistem) atau tahun candra. Satu tahun kamariah lamanya 354 hari

(untuk tahun pendek) dan 355 hari (untuk tahun panjang)).109

D. Dasar Hukum Kalender Hijriah

1. Dasar Hukum dari al-Qur’an

a. Surat Yunus ayat 5

ما والساب الس نني عدد لت علموا منازل وقدهره نورا والقمر ضياء الشهمس جعل الهذي هو

ي علمون لقوم اليت ي فص ل بلق إله ذلك الله خلق

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan

ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,

107 Muhyiddin Khazin, 2004, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana

Pustaka, h. 145-146 108 Muhyiddin Khazin, 2004, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana

Pustaka, h. 146 109Muhyiddin Khazin, 2004, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana

Pustaka, h. 146

Page 67: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

51

supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak

menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak.110Dia menjelaskan

tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Swt telah menetapkan manzilah-

manzilah bagi Bulan sebagai tempat-tempat dalam perjalanannya mengitari

Matahari, sehingga Bulan terlihat berbeda di Bumi sesuai dengan posisinya

dengan Matahari111

Kata qaddarahû manâzila dipahami dalam arti Allah swt menjadikan

bagi bulan manzilah-manzilah, yakni tempat-tempat dalam perjalanannya

mengitari matahari, setiap malam ada tempatnya dari saat ke saat sehingga

terlihat di bumi ia selalu berbeda sesuai dengan posisinya dengan matahari.

Inilah yang menghasilkan perbedaan-perbedaan bentuk bulan dalam pandangan

kita di bumi. Dari sini pula dimungkinkan untuk menentukan bulan-bulan

hijriyah. Untuk mengelilingi bumi, bulan menempuhnya selama 29 hari 12 jam

44 menit 2,8 detik. Ada juga ulama’ yang memahami kata qaddaraû manâzila

bukan hanya terbatas pada bulan tetapi juga matahari. Memang żamir / kata

ganti nama yang digunakan ayat ini berbentuk tunggal, tetapi menurut mereka

al-Qur’an tidak jarang menggunakan bentuk tunggal tetapi maksudnya adalah

dual dalam rangka mempersingkat. Ini serupa dengan firman-Nya dalam surat

at-Taubah: 62: “Padahal Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patutmereka

cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang mu’min.” Kata

“nya” yang menyertai kata “keridhaannya” disini berbentuk tunggal padahal

yang dimaksud adalah Allah dan Rasul-Nya. Ulama’ yang memahaminya

110Maksudnya: Allah menjadikan semua yang disebutkan itu bukanlah dengan percuma,

melainkan dengan penuh hikmah. 111 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Juz 6, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. 20.

Page 68: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

52

demikian mempersamakan kandungan ayat 5 surat ini dengan firman-Nya:

“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulandan malampun tidak

dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredarpada garis edarnya”

(QS. Yasin: 40).112

b. Surat al-An’am ayat 96

صباح فالق العليم العزيز ت قدير ذلك حسبان والقمر والشهمس سكنا اللهيل عل وج ال

“Dan Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk

beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan.

Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.”

Kata husbânan terambil dari kata hisab. Penambahan huruf alif dan

nun, memberikan arti kesempurnaan sehingga kata tersebut diartikan

perhitungan yang sempurna dan teliti. Penggalan ayat ini dipahami oleh

sebagian ulama’ dalam arti peredaran matahari dan bumi terlaksana dalam

satu perhitungan yang sangat teliti. Peredaran benda-benda langit sedemikian

konsisten, teliti, dan pasti, sehingga tidak terjadi tabrakan antar planet-planet,

dan dapat diukur sehingga diketahui –misalnya kapan terjadinya gerhana- jauh

sebelum terjadinya. Ada juga ulama’ yang memahami penggalan ayat di atas

dalam arti Allah menjadikan peredaran matahari dan bulan sebagai alat untuk

melakukan perhitungan waktu; tahun, bulan, minggu, dan hari, bahkan menit

dan detik. Bulan memantulkan sinar matahari ke arah bumi dari permukaannya

yang tampak terang, hingga terlihatlah bulan sabit. Apabila, pada paruh

pertama, bulan berada pada posisi di antara matahari dan bumi, bulan itu

menyusut, yang berarti bulan sabit baru muncul untuk seluruh penduduk

112 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Juz 6,( Jakarta: Lentera Hati, 2004), h.20.

Page 69: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

53

bumi.113

Dengan cara demikian dapat ditentukan dengan mudah penanggalan

bulan hijriyah. Perputaran bulan itulah yang mengajarkan manusia cara

perhitungan bulan, termasuk di antaranya bulan haji. Peredaran matahari

mengilhami perhitungan bulan.114

Ayat di atas juga mengisyaratkan dampak perbedaan matahari dan

bulan terhadap munculnya cahaya dan gelap. Kedua makna husbânan di atas

dapat diterima oleh banyak ulama’ tanpa memilih salah satunya. Kata taqdīr

digunakan oleh al-Qur’an untuk makna pengaturan dan ketentuan yang sangat

teliti. Kata ini terulang di dalam al-Qur’an sebanyak tiga kali dalam konteks

uraian tentang penciptaan. Ia digunakan untuk menunjukkan konsistensi

hukum-hukum Allah yang berlaku di alam raya.115

c. Surat al-Baqarah [2] ayat 185

شهد فمن والفرقان الدى من وب ي نات للنهاس هدى القرآن فيه أنزل الهذي رمضان شهر

ة سفر على أو مريضا كان ومن ف ليصمه الشههر منكم م من فعده بكم الله يريد أخر أيه

وا العدهة ولتكملوا العسر بكم يريد ول اليسر تشكرون ولعلهكم هداكم ما على الله ولتكب

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan

yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi

manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda

(antara yang hak dan yangbathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu

hadir (di negeritempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia

berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan

(lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang

ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki

113 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Juz 6, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h.20. 114 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Juz 6, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h.20. 115 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Juz 6, Jakarta: Lentera Hati, 2004, Hal.210.

Page 70: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

54

kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan

hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu

mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya

kamu bersyukur.

Ayat ini merupakan jawaban dari pertanyaan para sahabat tentang Bulan

Sabit. Demikian ditentukan perhitungan waktu melalui Bulan, demikian juga

diketahui permulaan dan akhir pelaksanaan ibadah haji. Penyebutan haji secara

khusus untuk menegaskan bahwa ibadah tersebut mempunyai waktu tertentu,

tidak boleh diubah dengan memajukan atau menundanya seperti yang dilakukan

oleh orang-orang musyrik melalui praktik apa yang dinamai oleh al-Quran dengan

nasi’116

2. Dasar hukum dari Hadits

a. Hadits Riwayat Muslim dari Ibn Umar (al-Hajjaj, tt: 481) :

هما للا رضي – عمر بن للا عبد عن : وسلهم عليه للا صلهى للا رسول قال : قال – عن رواه ،”له فاقدروا عليكم غمه فإن . ت روه حته ت فطروا ول اللل ت روا حته تصوموا ل “

ثلثني العدهة فأكملوا عليكم غمه فإن “ لما رواية وف ، ومسلم البخاري ”.

Artinya : “Dari Ibnu Umar ra. Berkata Rasulullah saw bersabda satu bulan

hanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelum melihat bulan, dan

jangan berbuka sebelum melihatnya dan jika tertutup awan maka

perkirakanlah. (HR. Muslim)117

116M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Juz 1, Jakarta: Lentera Hati, 2004, Hal.417. 117 Abi al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyayriy al-Naysaburiy, Shahîh

MuslimPenahkik: Muhammad Fu`ad ‘Abd al-Baqiy, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1991),

Juz 2, h. 1027

Page 71: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

55

b. Hadits Riwayat Bukhari (Bukhari, 1994: 34):118

ث نا ث نا مسلمة بن الله عبد حده هما الله رضي عمر بن الله عبد عن نفع عن مالك حده عن ول اللل ت روا حته تصوموا ل ف قال رمضان ذكر وسلهم عليه الله صلهى الله رسول أنه

له فاقدروا عليكم غمه فإن ت روه حته ت فطروا

Artinya : “Dari Nafi’ dari Abdillah bin Umar bahwasanya Rasulullah saw

menjelaskan bulan Ramadhan kemudian beliau bersabda: janganlah kamu

berpuasa sampai kamu melihat hilal dan (kelak) janganlah kamu berbuka

sebelum melihatnya lagi. jika tertutup awan maka perkirakanlah (HR

Bukhari)

c. Hadits Riwayat Bukhari (Bukhari, 1994: 34)119

وهكذا هكذا الشههر , نسب ول نكتب ل ، أم يهة أمهة إنه

Artinya : “ Dari Said bin Amr bahwasanya dia mendengar Ibn Umar ra dari

Nabi saw beliau bersabda : sungguh bahwa kami adalah umat yang Ummi

tidak mampu menulis dan menghitung umur bulan adalah sekian dan sekian

yaitu kadang 29 hari dan kadang 30 hari (HR Bukhari)

d. Hadits riwayat Muslim dari Kuraib120

م، أخبن كريب، أنه أمه الفضل بنت الارث، ب عث ته إل معاوية بلشهام قال: ف قدمت الشهالة اجلمعة، ثه ف قضيت حاجت ها، واستهله عليه هلل رمضان وأن بل شهام، ف رأي نا اللل لي

118 Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim al-Bukhariy (194-256 H),Shahîh al-Imâm al-

BukhâriyPenahkik: M. Zahir Nashir al-Nashir(Beirut: Dar Thawq al-Nashir, 1422 H), Juz 7, h. 12

dan 95 119 Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim al-Bukhariy (194-256 H),Shahîh al-Imâm al-

BukhâriyPenahkik: M. Zahir Nashir al-Nashir(Beirut: Dar Thawq al-Nashir, 1422 H), Juz 7, h. 12

dan 95

Page 72: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

56

قدمت املدينة ف آخر الشههر، فسألن ابن عبهاس، ثه ذكر اللل، ف قال: مت رأي تم لة اجلمعة، ف قال: أأنت رأي ت لة اجلمعة؟ ف قلت: رآه النهاس، اللل، ف قلت رأي ناه لي ه لي

لة السهبت، فل ن زال نصوم حته نكمل ثلثني وصاموا، وصام معاوية، قال: لكن رأي ناه لي أمرن رسول »مه، قال: ل، هكذا ي وما، أو ن راه، ف قلت: أل تكتفي برؤية معاوية وصيا

عليه وسلهم «الله صلهى الله

Artinya :“Dari Kuraib, bahwa Ummu Fadl binti al-Haris mengutus Kuraib

menghadap Muawiyah di Syam, lalu Kuraib berkata: Setelah saya sampai

di Syam, saya selesaikan urusan Ummu Fadl dan tampaklah oleh saya hilal

ramadlan ketika saya di Syam. Saya melihat hilal pada malam Jum’at.

Kemudian saya datang ke Madinah pada akhir bulan (ramadhan), lalu

Abdullah bin Abbas memanggilku lalu membicarakan tentang hilal.

Abdullah bertanya: Kapan kamu (Kuraib) melihat hilal?.” Saya menjawab:

“Kami melihatnya pada malam Jum’at.” Kamu melihatnya? Aku

menjawab: ya, dan banyak orang yang melihatnya lalu mereka berpuasa,

Muawiyah juga berpuasa. Abdullah bin Abbas berkata: “Tetapi kami

melihatnya pada malam Sabtu, kita senantiasa (mulai)berpuasa hingga

menyempurnakan (Sya’ban)30 hari atau melihat hilal.” Kemudian saya

(Kuraib) berkata: tidak cukupkah dengan ru’yat mereka dan puasanya

Mu’awiyah? Jawab Abdullah: tidak, demikian inilah perintah Rasulullah

SAW. (HR. Muslim dari Kuraib)121

Sistem penanggalan seperti ini berlanjut sampai ke masa Rasulullah

121 Abi al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyayriy al-Naysaburiy, Shahîh

MuslimPenahkik: Muhammad Fu`ad ‘Abd al-Baqiy, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1991),

Juz 2, h. 1027

Page 73: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

57

shallallahu’alaihiwasallam dan khalifah Abu Bakr Ash-Sidiq

radhiyallahu’anhu. Barulah di masa khalifah Umar bin Khatab

radhiyallahu’anhu, ditetapkan kalender hijriyah yang menjadi pedoman

penanggalan bagi kaum muslimin.Pada suatu saat terdapat persoalan yang

menyangkut sebuah dokumen pengangkatan Abu Musa al-Asy‟ari sebagai

gubernur di Basrah yang terjadi pada bulan Syakban. Muncul pertanyaan

bulan Syakban yang mana?122

E. Fungsi Hilal dalam Al-Qur’an serta Kaitannya dengan Siklus Peribadatan

Berkaitan dengan ayat di atas M. Quraish Shibab menjelaskan bahwa suatu

ketika para sahabat bertanya tentang bulan sabit. Firman-Nya: mereka bertanya

kepadamu tentang bulan sabit, mengapa bulan pada mulanya terlihat seperti sabit

kecil, tetapi dari malam ke malam ia membesar hingga mencapai purnama,

kemudian mengecil dan mengecillagi, sampai menghilang dari pandangan?

Katakanlah, “bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia. Waktu

dalam penggunaan al-Qur’an adalah batas akhir peluang untuk menyelesaikan

suatu aktivitas. Iadalah kadar tertentu dari satu masa.

Dengan keadaan bulan seperti itu, manusia dapat mengetahui dan

merancang aktivitasnya sehingga dapat terlaksana sesuai dengan masa

penyelesaian (waktu) yang tersedia, tidak terlambat, apalagi terabaikan dengan

berlalunya waktu; dan juga untuk waktu pelaksanaan ibadah haji Seperti terlihat

diatas, jawaban yang diberikan ini tidak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.

122Muhyiddin khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka,

2008, Hal.110.

Page 74: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

58

Karena jawaban yang seharusnya diberikan adalah bahwa bulan memantulkan

sinar matahari ke bumi melalui permukaannya yang tampak dan terang hingga

terbitlah sabit. Apabila pada paruh pertama, bulan berada pada posisi di antara

matahari dan bumi, bulan itu menyusut yang berarti muncul bulan sabit baru. Dan,

apabila berada di arah berhadapan dengan matahari, di mana bumi berada di

tengah, akan tampak bulan purnama. Kemudian purnama itu kembali mengecil

sedikit demi sedikit sampai paruh kedua. Dengan demikian sempurnalah satu

bulan Hijriyah selama 29,5309 hari. Atas dasar ini dapat ditentukan penanggalan

arab, sejak munculnya bulan sabit hingga bulan tampak sempurna sinarnya.123

Bila bulan sabit tampak seperti garis tipis di ufuk barat, kemudian

tenggelam beberapa detik setelah tenggelamnya matahari, ketika itu dapat terjadi

rukyah terhadap bulan. Demikian ditentukan perhitungan waktu melalui bulan,

demikian juga diketahui permulaan dan akhir masa pelaksanaan ibadah haji.

Penyebutan haji secara khusus untuk menegaskan, bahwa ibadah tersebut

mempunyai waktu tertentu, tidak boleh diubah dengan mengajukan atau

menundanya.124

Mengetahui kehadirannya dengan melihat melalui mata kepala,atau

dengan mengetahui melalui perhitungan, bahwa ia dapat dilihat denganmata

kepala maka hendaklah ia berpuasa. Yang tidak melihatnya dalam pengertian di

atas wajib juga berpuasa bila ia mengetahui kehadirannya melalui orang yang

terpercaya.125

123 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Juz 6,( Jakarta: Lentera Hati, 2004), h.20. 124M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Juz 6,( Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. 417 125M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Juz 6,( Jakarta: Lentera Hati, 2004), h.404.

Page 75: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

59

F. Latar Belakang Penanggalan Hijriah

Berawal dari surat-surat tak bertanggal, yang diterima Abu Musa Al-Asy-

‘Ari radhiyahullahu’anhu; sebagai Gubernur Basrah kala itu, dari khalifah Umar

bin Khatab. Abu Musa mengeluhkan surat-surat tersebut kepada Sang Khalifah

melalui sepucuk surat,

اتريخ لا ليس كتب منك أيتينا إنه

“Telah sampai kepada kami surat-surat dari Anda, tanpa tanggal.”126

Dalam riwayat lain disebutkan,

فل شعبان، حمله كتاب قرأن وقد نعمل، أي على ندري فل كتب، املؤمنني أمي من أيتينا إنهه املاضي أم فيه نن الذي أهو ندري

“Telah sampai kepada kami surat-surat dari Amirul Mukminin, namun kami tidak

tau apa yang harus kami perbuat terhadap surat-surat itu. Kami telah membaca

salah satu surat yang dikirim di bulan Sya’ban. Kami tidak tahu apakah Sya’ban

tahun ini ataukah tahun kemarin.”

Karena kejadian inilah kemudian Umar bin Khatab mengajak para sahabat

untuk bermusyawarah; menentukan kalender yang nantinya menjadi acuan

penanggalan bagi kaum muslimin.127

Peristiwa hijrah adalah pengorbanan besar pertama yang dilakukan Nabi

126E. Dermawan Abdullah, Jam Hijriah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011, Hal.70-71. 127Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam..... Hal.110.

Page 76: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

60

dan umatnya untuk keyakinan Islam, terutama dalam masa awal

perkembangannya128Tanggal 1 Muharram tahun 1 Hijriah ada yang berpendapat

jatuh pada hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M. Penetapan ini kalau berdasarkan

pada hisab, sebab irtifa’hilal pada hari Rabu 14 Juli 622 M sewaktu Matahari

terbenam sudah mencapai 5 derajat 57 menit. Pendapat lain mengatakan 1

Muharam 1 Hijriah jatuh pada hari Jumat tanggal 16 Juli 622 M. Ini apabila

permulaan bulan didasarkan pada rukyat, karena sekalipun posisi hilal pada

menjelang 1 Muharam 1 Hijriah sudah cukup tinggi, namun waktu itu tidak satu

pun didapati laporan hasil rukyat129

Surat at-Taubah ayat 36

ة إنه ها والرض السهماوات خلق ي وم الله كتاب ف شهرا عشر اث نا الله عند الشهور عده أرب عة من

ين ذلك حرم كافهة م ي قاتلونك كما كافهة المشركني وقاتلوا أن فسكم فيهنه تظلموا فل القي م الد

(36) المتهقني مع الله أنه واعلموا

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam

ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat

bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu

menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum

musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya,

dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

Ayat ini menceritakan tentang kaum musyrikin, tentang bulan yang

mempunyai kaitan erat dengan ibadah haji dan juga dengan zakat dari sisi haul,

yakni masa jatuhnya kewajiban membayar zakat. Allah menegaskan bahwa

sesungguhnya batas yang tidak dapat ditambah atau dikurangi menyangkut

128et Hambali, Almanak Sepanjang..... Hal.59. 129Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam..... Hal.110-111.

Page 77: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

61

bilangan bulan di sisi Allah yaitu menurut ketetapan dan perhitungan-Nya

sebanyak dua belas bulan tidak lebih, tidak kurang dan juga tidak dapat

diputarbalikkan tempatnya130 Di antara dua belas bulan itu terdapat empat bulan

haram yaitu Zulkaidah, Zulhijjah, Muharam dan Rajab. Penyebutan empat bulan

haram ini sebagai penegasan tentang ketetapan Allah Swt tentang keharaman

berperang pada empat bulan tersebut melalui lisan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail

dan terus berlaku hingga masa kenabian Muhammad saw.131Berdasarkan ayat-ayat

inilah kemudian para astronom muslim menentukan panjang garis edar Matahari

dan Bulan serta waktu tempuh kedua benda itu mengelilingi Bumi. Dan juga

membuat berbagai kalender berdasarkan perubahan fase Bulan dan pergerakan

Matahari132

G. Penetapan Awal Tahun Hijriah

Dalam musyawarah Khalifah Umar bin Khatab dan para sahabat, muncul

beberapa usulan mengenai patokan awal tahun.

Ada yang mengusulkan penanggalan dimulai dari tahun diutus Nabi

shallallahu’alaihiwasallam. Sebagian lagi mengusulkan agar penanggalan dibuat

sesuai dengan kalender Romawi, yang mana mereka memulai hitungan

penanggalan dari masa raja Iskandar (Alexander). Yang lain mengusulkan,

dimulai dari tahun hijrahnya Nabi shallallahu’alaihiwasalam ke kota Madinah.

Usulan ini disampaikan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu. Hati

Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu ternyata condong kepada usulan ke dua ini,

130M. Quraish Shihab, Tafsir..... Juz 5, Hal.585-586. 131Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, Juz 10, Beirut: Dar al-Fikr, tt, Hal.114. 132Anton Ramdan, Islam dan Astronomi, Jakarta: Bee Media Indonesia, 2009, Hal.57.

Page 78: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

62

هبا فأرخوا والباطل احلق بني فرقت اهلجرة

”Peristiwa Hijrah menjadi pemisah antara yang benar dan yang batil. Jadikanlah

ia sebagai patokan penanggalan.” Kata Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu

mengutarakan alasan.

Akhirnya para sahabatpun sepakat untuk menjadikan peristiwa hijrah

sebagai acuan tahun. Landasan mereka adalah firman Allah ta’ala,

فيه ت قوم أن أحق ي وم أوهل من الت هقوى على أس س لمسجد

“Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari

pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. “(QS. At-Taubah:108)

Para sahabat memahami makna “sejak hari pertama” dalam ayat, adalah

hari pertama kedatangan hijrahnya Nabi. Sehingga moment tersebut pantas

dijadikan acuan awal tahun kalender hijriyah.

H. Dasar Hukum dari al-Hadis

Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani133 rahimahillah dalam Fathul Bari menyatakan,

التقوى على أسس ملسجد: تعال قوله من بلجرة التاريخ أخذوا الصحابة أن السهيلي وأفاد وهو مضمر شيء إل أضيف أنه فتعني ، مطلقا اليم أول ليس أنه املعلوم من لنه يوم أول من

133Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah

tth), hal.751. Lihat Fathul Bari (Penjelasan Kitab Sahih al-Bukhari), Penerjemah, Amiruddin,

Jakarta: Pustaka Azzam :2007, cet II. Buku ke-22 hal. 617

Page 79: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

63

وابتدأ ، آمنا ربه – وسلم عليه للا صلى – النيب فيه وعبد ، السلم فيه عز الذي الزمن أول قوله أن فعلهم من وفهمنا ، اليوم ذلك من التاريخ ابتداء الصحابة رأي فوافق ، املسجد بناء أول من: قوله معىن أن واملتبادر ، قال كذا ، السلمي التاريخ أيم أول أنه يوم أول من تعال . أعلم وللا املدينة وأصحابه – وسلم عليه للا صلى – النيب فيه دخل أي يوم

” Pelajaran dari As-Suhaili134: para sahabat sepakat menjadikan peristiwa hijrah

sebagai patokan penanggalan, karena merujuk kepada firman Allah ta’ala,

فيه ت قوم أن أحق ي وم أوهل من الت هقوى على أس س لمسجد

“Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid Quba), sejak hari

pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya.” (QS. At-Taubah: 108)

Sudah suatu hal yang maklum; maksud hari pertama (dalam ayat ini)

bukan berarti tak menunjuk pada hari tertentu. Nampak jelas ia dinisbatkan pada

sesuatu yang tidak tersebut dalam ayat. Yaitu hari pertama kemuliaan islam. Hari

pertama Nabi shallallahu’alaihiwasallam bisa menyembah Rabnya dengan rasa

aman. Hari pertama dibangunnya masjid (red. masjid pertama dalam peradaban

Islam, yaitu masjid Quba). Karena alasan inilah, para sahabat sepakat untuk

menjadikan hari tersebut sebagai patokan penanggalan.

Hadis Riwayat Bukhori135

Dari keputusan para sahabat tersebut, kita bisa memahami, maksud “sejak

hari pertama” (dalam ayat) adalah, hari pertama dimulainya penanggalan umat

135Muhammad ibn Ismail al Bukhori, Shahih Bukhari, juz I, Beirut: Dar al-Kutub al-

„Ilmiyyah, 1992, Hal.588.

Page 80: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

64

Islam. Demikian kata beliau. Dan telah diketahui bahwa makna firman Allah

ta’ala: min awwali yaumin (sejak hari pertama) adalah, hari pertama masuknya

Nabi shallallahu’alaihiwasallam dan para sahabatnya ke kota Madinah.”136

Sebenarnya ada opsi-opsi lain mengenai acuan tahun, yaitu tahun

kelahiran atau wafatnya Nabi shallallahu’alaihiwasallam. Namun mengapa dua

opsi ini tidak dipilih? Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan alasannya,”

فأعرضوا الوفاة وقت وأما ، السنة تعيني ف النزاع من منهما واحد خيلو ل واملبعث املولد لن

. ، الجرة ف فانصر ، عليه السف من بذكره توقع ملا عنه

“Karena tahun kelahiran dan tahun diutusnya beliau menjadi Nabi, belum

diketahui secara pasti. Adapun tahun wafat beliau, para sahabat tidak

memilihnya karena akan menyebabkan kesedihan manakala teringat tahun itu.

Oleh karena itu ditetapkan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun.”137

Alasan lain mengapa tidak menjadikan tahun kelahiran Nabi

shallallahu’alaihiwasallam sebagai acuan; karena dalam hal tersebut terdapat

unsur menyerupai kalender Nashrani. Yang mana mereka menjadikan tahun

kelahiran Nabi Isa sebagai acuan.

Dan tidak menjadikan tahun wafatnya Nabi shallallahu’alaihiwasallam

sebagai acuan, karena dalam hal tersebut terdapat unsur tasyabuh dengan orang

Persia (majusi). Mereka menjadikan tahun kematian raja mereka sebagai acuan

penanggalan.

136Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah tth),

hal.7: 335. Lihat Fathul Bari (Penjelasan Kitab Sahih al-Bukhari), Penerjemah, Amiruddin,

Jakarta: Pustaka Azzam :2007, cet II. Buku ke-22 hal. 617 137Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah tth),

hal.7:335. Lihat Fathul Bari (Penjelasan Kitab Sahih al-Bukhari), Penerjemah, Amiruddin,

Jakarta: Pustaka Azzam :2007, cet II. Buku ke-22 hal. 617

Page 81: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

65

I. Penentuan Bulan

Perbincangan berlanjut seputar penentuan awal bulan kalender hijriyah.

Sebagian sahabat mengusulkan bulan Ramadhan. Sahabat Umar bin Khatab dan

Ustman bin Affan mengusulkan bulan Muharram.

حجهم من الناس منصرف فإنه بحملرم بل

“Sebaiknya dimulai bulan Muharam. Karena pada bulan itu orang-orang usai

melakukan ibadah haji.” Kata Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu.

Akhirnya para sahabatpun sepakat.

Alasan lain dipilihnya bulan muharam sebagai awal bulan diutarakan oleh Ibnu

Hajar rahimahullah138,

مقدمة وهي الجة ذي أثناء ف وقعت البيعة إذ ؛ احملرم ف كان الجرة على العزم ابتداء لن

جيعل أن فناسب احملرم هلل الجرة على والعزم البيعة بعد استهل هلل أول فكان ، الجرة

بحملرم البتداء مناسبة من عليه وقفت ما أقوى وهذا ، مبتدأ

“Karena tekad untuk melakukan hijrah terjadi pada bulan muharam. Dimana

baiat terjadi dipertengahan bulan Dzulhijah (bulan sebelum muharom)

Dari peristiwa baiat itulah awal mula hijrah. Bisa dikatakan hilal pertama

setelah peristiwa bai’at adalah hilal bulan muharam, serta tekad untuk berhijrah

juga terjadi pada hilal bulan muharam (red. awal bulan muharam). Karena inilah

muharam layak dijadikan awal bulan. Ini alasan paling kuat mengapa dipilih

138 Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah

tth), hal.751. Lihat Fathul Bari (Penjelasan Kitab Sahih al-Bukhari), Penerjemah, Amiruddin,

Jakarta: Pustaka Azzam :2007, cet II. Buku ke-22 hal. 335-336. Bidayah wan Nihayah 3/206, Al-

I’lam bi at-Tauwbikh li man Dzammu At-Taarikh, Karya Asy-Syakhowi hal 78

Page 82: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

66

bulan muharam.” (Fathul Bari, 7/335)139

Mereka memulai penanggalannya pada awal tahun itu yaitu bulan

Muharram, menurut Imam Malik. Sedangkan diceritakan dari as Suhaily dan yang

lainnya bahwa awal tahun diambil dari Robiul Awal saat kedatangan Rasulullah

saw ke Madinah. Adapun jumhur ulama berpendapat bahwa awal tahun itu adalah

Muharram dan ia adalah awal tahun Islam. 140. As Suhaili141 menyebutkan bahwa

para sahabat memulai penanggalan dengan hijrah Rasulullah saw dari firman

Allah swt :

لهمسجد أس س على الت هقوى من أوهل ي وم أحق أن ت قوم فيه

”Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari

pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya.” (QS. At Taubah : 108)

Ibnu Hajar menyebutkan saat mereka berselisih didalam penentuan

penanggalan itu, Umar mengatakan, ”Hijrahlah yang membedakan antara

kebenaran dan kebatilan maka mulailah penanggalan darinya.” Dan peristiwa ini

terjadi ditahun 17 H.142

Ia juga menyebutkan tatkala para sahabat bersepakat dengan hijrahnya

Rasulullah saw sebagaai penanggalan lalu ada yang mengusukan, ”Mulailah dari

139Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah

tth), hal.751. Lihat Fathul Bari (Penjelasan Kitab Sahih al-Bukhari), Penerjemah, Amiruddin,

Jakarta: Pustaka Azzam :2007, cet II. Buku ke-22 hal. 617 140Bidayah wa Nihayah juz III hal 213, juz VII hal 78 – 79 141Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah

tth), hal.751. Lihat Fathul Bari (Penjelasan Kitab Sahih al-Bukhari), Penerjemah, Amiruddin,

Jakarta: Pustaka Azzam :2007, cet II. Buku ke-22 hal. 617 142 Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah

tth), hal.751. Lihat Fathul Bari (Penjelasan Kitab Sahih al-Bukhari), Penerjemah, Amiruddin,

Jakarta: Pustaka Azzam :2007, cet II. Buku ke-22 hal. 617

Page 83: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

67

bulan Ramadhan.” Maka Umar mengatakan, ”Akan tetapi.. mulailah dari bulan

Muharam karena ia adalah bulan haram.”143

Ada juga yang menyebutkan bahwa yang pertama kali menentukan

penanggalan adalah Ya’la bin Umayyah tatkala berada di Yaman sebagaimana

riwayat dari Ahmad bin Hambal dengan sanad yang shahih namun ada yang putus

yaitu antara ‘Amr bin Dinar dan Ya’la.144

Di dalam riwayat Hakim dari Said bin Musayyib disebutkan suasana

musyawarah yang terjadi diantara para sahabat dalam penentuan penanggalan itu.

Setelah disepakati dimulai dari hijrahnya saw kemudian Umar menanyakan—

kepada peserta musyawarah—dari bulan apa kita memulainya?

Sebagian mengatakan, ”Dari bulan rajab.” Ada yang mengatakan,

”Ramadhan.” Maka Utsman mengatakan, ”Mulailah penanggalan dari bulan

Muharram karena ia adalah bulan haram dan dia adalah awal tahun keberangkatan

manusia untuk pergi berhaji.” Dia (Hakim) menyebutkan bahwa peristiwa ini

terjadi pada tahun 17 H tapi ada juga yang mengatakan tahun 16 H di bulan

Robiul Awal.

143 Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah tth),

hal.751. Lihat Fathul Bari (Penjelasan Kitab Sahih al-Bukhari), Penerjemah, Amiruddin, Jakarta:

Pustaka Azzam :2007, cet II. Buku ke-22 hal. 617 144Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah

tth), hal.751. Lihat Fathul Bari (Penjelasan Kitab Sahih al-Bukhari), Penerjemah, Amiruddin,

Jakarta: Pustaka Azzam :2007, cet II. Buku ke-22 hal. 617

Page 84: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

68

Dari sejumlah data di atas maka yang mengusulkan agar penanggalan

dimulai dari bulan Muharam adalah Umar, Utsman dan Ali ra.”145

Sampai akhirnya di zaman Umar bin Khattab146radhiyallahu ‘anhu

menjadi khalifah. Di tahun ketiga beliau menjabat sebagai khalifah, beliau

mendapat sepucuk surat dari Abu Musa al-Asy’ari 147radhiyallahu ‘anhu, yang

saat itu menjabat sebagai gubernur untuk daerah Bashrah. Dalam surat itu, Abu

Musa mengatakan:

إنه أيتينا من أمي املؤمنني كتب، فل ندري على أي نعمل، وقد قرأن كتاب حمله شعبان، فل ندري أهو الذي نن فيه أم املاضي

“Telah datang kepada kami beberapa surat dari amirul mukminin,

sementara kami tidak tahu kapan kami harus menindaklanjutinya. Kami telah

mempelajari satu surat yang ditulis pada bulan Sya’ban. Kami tidak tahu, surat

itu Sya’ban tahun ini ataukah tahun kemarin.”

Kemudian Umar mengumpulkan para sahabat, beliau berkata kepada mereka:

ضعوا للناس شيئا يعرفونه

“Tetapkan tahun untuk masyarakat, yang bisa mereka jadikan acuan.”

145Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah

tth), juz VII hal.300-302. Lihat Fathul Bari (Penjelasan Kitab Sahih al-Bukhari), Penerjemah,

Amiruddin, Jakarta: Pustaka Azzam :2007, cet II. Buku ke-22 hal. 617

Page 85: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

69

Ada yang usul, kita gunakan acuan tahun bangsa Romawi. Namun usulan

ini dibantah, karena tahun Romawi sudah terlalu tua. Perhitungan tahun Romawi

sudah dibuat sejak zaman Dzul Qornain148

Kemudian disebutkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, dari Said bin al-

Musayib, beliau menceritakan:

Umar bin Khattab mengumpulkan kaum muhajirin dan anshar

radhiyallahu ‘anhum, beliau bertanya: “Mulai kapan kita menulis tahun.”

Kemudian Ali bin Abi Thalib mengusulkan: “Kita tetapkan sejak Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah, meninggalkan negeri syirik.” Maksud Ali

adalah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Kemudian

Umar menetapkan tahun peristiwa terjadinya Hijrah itu sebagai tahun pertama149

Mengapa bukan tahun kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang

menjadi acuan?

Jawabannya disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar150 sebagai berikut:

أن الصحابة الذين أشاروا على عمر وجدوا أن المور اليت يكن أن يؤرخ با أربعة، هي مولده ومبعثه وهجرته ووفاته، ووجدوا أن املولد واملبعث ل خيلو من النزاع ف تعيني سنة حدوثه، وأعرضوا عن التأريخ بوفاته ملا يثيه من الزن والسى عند املسلمني، فلم يبق إل الجرة

148Mahdhu ash-Shawab, 1:316, dinukil dari Dr. Ali Muhammad ash-Shalabi Fashlul

Khithab fi Sirati Ibnul Khatthab Amirul Mu’minin Umar bin Khotob ra, (Kairo: ‘ain al-syams,

2002 1:150) 149 al-Mustadrak 4287 dan dishahihkan oleh adz-Dzahabi 150Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah

tth), hal.751. Lihat Fathul Bari (Penjelasan Kitab Sahih al-Bukhari), Penerjemah, Amiruddin,

Jakarta: Pustaka Azzam :2007, cet II. Buku ke-22 hal. 7;268

Page 86: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

70

Para sahabat yang diajak musyawarah oleh Umar bin Khatthab151, mereka

menyimpulkan bahwa kejadian yang bisa dijadikan acuan tahun dalam kalender

ada empat: tahun kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tahun ketika

diutus sebagai rasul, tahun ketika hijrah, dan tahun ketika beliau wafat. Namun

ternyata, pada tahun kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tahun

ketika beliau diutus, tidak lepas dari perdebatan dalam penentuan tahun peristiwa

itu. Mereka juga menolak jika tahun kematian sebagai acuannya, karena ini akan

menimbulkan kesedihan bagi kaum muslimin. Sehingga yang tersisa adalah tahun

hijrah beliau.152

Abu Zinad mengatakan:

استشار عمر ف التاريخ فأمجعوا على الجرة

“Umar bermusyawarah dalam menentukan tahun untuk kalender Islam. Mereka

sepakat mengacu pada peristiwa hijrah153

Setelah mereka sepakat, perhitungan tahun mengacu pada tahun hijrah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, selanjutnya mereka bermusyawarah, bulan

apakah yang dijadikan sebagai bulan pertama. Pada musyawarah tersebut, Utsman

bin Affan radhiyallahu ‘anhu mengusulkan agar bulan pertama dalam kalender

Hijriah adalah Muharam. Karena beberapa alasan:

a. Muharam merupakan bulan pertama dalam kalender masyarakat Arab di masa

masa silam.

151 152Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah

tth), hal.751. Lihat Fathul Bari (Penjelasan Kitab Sahih al-Bukhari), Penerjemah, Amiruddin,

Jakarta: Pustaka Azzam :2007, cet II. Buku ke-22 hal. 7;268 153(Mahdzus Shawab, 1:317, dinukil dari Dr. Ali Muhammad ash-Shalabi Fashlul

Khithab fi Sirati Ibnul Khatthab Amirul Mu’minin Umar bin Khotob ra, (Kairo: ‘ain al-syams,

2002 1:150)

Page 87: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

71

b. Di bulan Muharam, kaum muslimin baru saja menyelesaikan ibadah yang besar

yaitu haji ke baitullah.

c. Pertama kali munculnya tekad untuk hijrah terjadi di bulan Muharam. Karena

pada bulan sebelumnya, Dzulhijah, beberapa masyarakat Madinah melakukan

Baiat Aqabah yang kedua.154

154 Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah tth),

hal.751. Lihat Fathul Bari (Penjelasan Kitab Sahih al-Bukhari), Penerjemah, Amiruddin, Jakarta:

Pustaka Azzam :2007, cet II. Buku ke-22 hal. 7:268

Page 88: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

72

BAB IV

PENGERTIAN ASYHUR AL-HURUM SEBELUM DAN SESUDAH ISLAM

A. Definisi Bulan Hurum

Al-Asyhur al-ḥurum155 adalah kata dari bahasa Arab yang memiliki arti

bulan-bulan yang dimuliakan Kata hurum jamak dari kata haram berasal dari kata

yahrumu, dengan - يحرم haruma, bentuk mudhory' (present tense)156 adalah - حرم

mashdar ada beberapa bentuk: حرم - hurmun, حرم - hurumun, حرمة - hirmatun, dan

رم ع ل يه اال مر harâmun. artinya: menjadi terlarang.157 – حرام م، ح ر ام، مح ر 158..ح

Al-Qurthubi menjelaskan bahwa yang dimksud dengan bulan-bulan hurum

adalah empat bulan yang dimuliakan dari dua belas bulan yang ada dissisi Allah.

Yaitubulan Muharram, Rajab, Zulqo’dah dan Zulhijjah.

B. Asyhur al-Hurum pada masa pra Islam.

Apakah orang Arab menepati bulan Hurum? Ada satu suku yaitu Mudhar

yang sangat menepati bulan hurum. Larangan perang pada bulan haram telah ada

sejak zaman Jahiliyah dan tetap berlaku sampai permulaan Islam. Dalam Tafsir Fi

Zhilal Alquran karya Sayyid Quthb dijelaskan, bahwa pengharaman ini berkenaan

dengan diwajibkannya haji pada bulan-bulan tertentu sejak zaman Nabi Ibrahim

155 Bulan hurum terdiri dari kata Asyhur dan hurum. Asyhur adalah jama’ danri bulan dalam Bahasa

Arab sedangkan dalam Bahasa Indonesia artinya nama bulan. Hurum merupakan bentuk jamak dari kata

kharam, kata kharam merupakan bentuk derivative dari kata Arab harama yang mengandung makna larangan

dan pertentangan. Kata harama berkembang pula maknanya sehingga berarti hormat. Al-Qurthubi, seorang

ahli tafsir, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan bulan hurum adalah empat bulan yang dimuliakan dari

dua belas bulan yang ada pada sisi Allah adalah bulan Muharam, Rajab, Zulqa’dah, dan Zulhijjah. (lihat:

Abdul Halim, Ensiklopedi Haji dan Umrah, Jakarta: PT Grafindo Persada: 2002), h. 31 156 Al-‘Alamah al-Raghib al-Asfahani, Mufradat Alfadz al-Qur’an, (Beirut: Dar al- Fikr, 1992), h.

229 157Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Edisi Indonesia-Arab, (Surabaya: Pustaka Progressif,

2002), h. 309 158Shihab, M Quraish,Tafsir al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jilid III, (Ciputat:

Lentera Hati, 2001), 11

Page 89: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

73

dan Ismail. 159

Meskipun bangsa Arab sudah banyak mengubah agama Nabi Ibrahim dan

sudah menyimpang darinya dalam kejahilan mereka sebelum Islam, mereka

masih menghormati bulan-bulan haram ini. Karena ada hubungannya dengan

musim haji yang menjadi amat penting bagi kehidupan suku Hijaz, khususnya

penduduk Makkah yang masa itu juga merupakan masa-masa perdamaian yang

menyeluruh di Jazirah Arab untuk berpergian dan berniaga. Bulan hurum tidak

selalu identic dengan haji karena bulan Rajab tidak terkait haji

Menurut Ensiklopedi Islam, orang Arab dahulu memuliakan bulan ini

dengan cara menyembelih anak unta yang pertama dari induknya. Kurban ini

disebut fara'a dan dilakukan pada 1 Rajab. Pada 10 Rajab, anak unta disembelih

lagi, tetapi tidak mesti anak unta pertama. Penyembelihan kurban ini disebut

'atirah, sebagai persembahan untuk tuhan mereka dalam rangka mendekatkan diri

kepada tuhan-tuhan.

Orang Arab Jahiliyah160 meskipun mengakui adanya bulan yang

dimuliakan tersebut namun, mereka sering melanggarnya dengan melakukan

peperangan pada bulan haram tersebut. Apabila peperangan di antara mereka

sedang berlangsung dan bulan haram masuk, mereka sulit untuk menghentikan

159 Sayyid Quthb, Fi Zhilal Al Quran Al Mujallad Al Awwal,Dar asy Syuruq, Kairo, 1992, h. 2 160 Masyarakat Arab pra-Islam selalu diidentikkan dan disebut dengan masyarakat jahiliah.

Dalam al-Qur’an, sebutan jahiliyah pada subtansinya adalah permusuhan atau kecenderungan

untuk memusuhi dalamberbagai bentuk. (Tentang istilah dan subtansi jahiliyah dapat dilihat dalam

QS (3): 154, (5): 50, (33): 33, dan (48): 26). Masyarakat jahiliyah ditegakkan atas dasar

permusuhan dan pertumpahan darah antar suku. Perang menjadi bagian dari hidup mereka,

sehingga sulit terbentuk kesatuan politik. (lihat: Effat, Al-Sharqawi, Filasafat Kebudayaan Islam,

ter. Ahmad Rofi’ Usmani, Bandung: Pustaka, 1986), hlm. 69. Namun demikian, kejahiliahan

masyarakat Arab tidak berarti mereka tidak memilki peradaban dan nilai-nilai religius.

Page 90: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

74

peperangan itu. Bulan haram mereka pindahkan ke bulan lain. Sehingga, mereka

ubah bulan-bulan haram yang telah ditetapkan oleh Allah ke bulan lain. Bahkan

sekadar untuk memenuhi nafsu peperangannya, mereka menambah jumlah

bilangan bulan dalam satu tahun menjadi tiga belas atau empat belas bulan.

Sehingga, demikian bertambah kafirlah mereka.161

Dalam satu riwayat dikemukakan bahwa kaum kafir pra-Islam sering

mengubah penanggalan bulan serta menambah jumlah bulan menjadi tiga belas

untuk setiap tahun sehingga Muharram jatuh pada Shafar. Ini agar mereka dapat

menghalalkan hal-hal yang diharamkan dalam Muharram. Mereka biasa

mengubah, menambah, atau mengurangi jumlah tanggal atau bulan jika sesuai

kepentingan merek, baik sebagai strategi perang atau menghalalkan perburuan

pada bulan-bulan tersebut.

C. Asyhur Hurum Dalam Pandangan Islam

Larangan perang pada bulan haram yang telah ada sejak zaman Jahiliyah

tetap berlaku sampai permulaan Islam. Dalam Tafsir Fi Zhilal Alquran karya

Sayyid Quthb dijelaskan, pengharaman ini berkenaan dengan diwajibkannya haji

pada bulan-bulan tertentu sejak zaman Nabi Ibrahim dan Ismail, yang menjadi

amat penting bagi kehidupan suku Hijaz, khususnya penduduk Makkah. Bulan-

bulan Hurum juga merupakan masa-masa perdamaian yang menyeluruh di

161 Al-Sharqawi, Filasafat Kebudayaan Islam, ter. Ahmad Rofi’ Usmani, Bandung:

Pustaka, 1986), hlm. 69.

Page 91: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

75

Jazirah Arab untuk berpergian dan berniaga di sana.162

Bulan-bulan haram itu ada empat yaitu: Rajab, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah,

dan Muharram. Satu bulan yang letaknya terpisah (dari yang lain) yaitu Rajab,

sementara sisanya terletak berurutan, Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram.

Keharaman berperang ini termaktub dalam firman Allah pada surah al-Baqarah

[2] ayat 217:

والمسجد به وكفر الله سبيل عن وصد كبي فيه قتال قل فيه قتال الرام الشههر عن يسألونك

نة الله عند أكب منه أهله وإخراج الرام ي ردوكم حته ي قاتلونكم ي زالون ول القتل من أكب والفت

أعمالم حبطت فأولئك كافر وهو ف يمت دينه عن منكم ي رتدد ومن استطاعوا إن دينكم عن

ن يا ف خالدون فيها هم النهار أصحاب وأولئك والخرة الد

Artinya :”. Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram.

Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar tetapi menghalangi

(manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk)

Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya)

di sisi Allah. dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.

mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat)

mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka

sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati

dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di

akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”.

. Bulan haram yang telah disebutkan oleh Allah ta’ala pada ayat di atas

adalah semakna dengan apa yang telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang shahih,

منها ، شهرا عشر اثنا السنة ، والرض السماوات للا خلق يوم كهيئته استدار قد الزمان إن

162 Sayyid Quthb, Fi Zhilal Al Quran Al Mujallad Al Awwal,Dar asy Syuruq, Kairo, 1992, h. 2

Page 92: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

76

مجادى بني الذي مضر ورجب ، واحملرم الجة وذو القعدة ذو: ثلمثتواليات ، حرم أربعة

وشعبان

Artinya:“Sesungguhnya zaman ini telah berjalan (berputar) sebagaimana

perjalanan awalnya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, yang mana satu

tahun itu ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram, tiga bulan

yang (letaknya) berurutan, yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram,

kemudian bulan Rajab Mudhar yang berada diantara Jumada (Akhir) dan

Sya’ban.” (HR. Al Bukhari: 4385 dan Muslim: 1679)163

Dalam hadits diatas, disebutkan secara terperinci apa saja bulan-bulan

haram. Yaitu tiga bulan berurutan yang dimulai dari Bulan Dzul Qa’dah sampai

bulan Muharram. Dan satu bulan yang terletak diantara bulan Jumada Akhir dan

Sya’ban yaitu bulan Rajab.

Menurut Ibnu Abbas ketika menjelaskan hadis ini menyatakan bahwa

Allah mengkhususkan 4 bulan sebagai bulan Haram (bulan yang dimuliakan)

adalah jika berbuat dosa pada bulan itu, maka dosanya akan lebih besar

dibandingkan dengan bulan yang lain, begitu juga sebaliknya jika berbuat amal

shaleh, maka ganjaran kebaikan akan diperoleh dengan pahala yang berlipat-

lipat.164

Muhammad Sholikhin dalam bukunya yang berjudul Misteri Bulan Suro:

Perspektif Islam Jawa menerangkan, ayat tersebut mengutuk perbuatan sewenang-

wenang dan sikap mementingkan diri sendiri di kalangan orang-orang Arab

Musyrik.

163Muhammad ibn Ismail al Bukhori, Shahih Bukhari, juz I, Beirut: Dar al-Kutub al-

„Ilmiyyah, 1992, Hal.4385. Abi al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyayriy al-Naysaburiy,

Shahîh Muslim Penahkik: Muhammad Fu`ad ‘Abd al-Baqiy, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah,

1991), Juz 2, h. 1679 164Ibnu Rajab al-Hanbali, Lathaif Al Ma’arif, Beirut Dar al-Kutub al-Aiamiyah, Cet 1,h.

207

Page 93: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

77

“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram.

Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar.”

Maka (dari ayat diatas) menjelaskan pada kita tentang haram (dilarang)

nya berperang dalam bulan-bulan tersebut, dan itu merupakan rahmat Allah

terhadap segenap hambaNya, agar mereka bisa melakukan perjalanan (dengan

aman) didalamnya, dan agar mereka bisa melaksanakan haji dan umrah.

D. Keutamaan bulan-bulan hurum dalam Islam

Di antara keutamaan yang telah Allah turunkan pada bulan-bulan haram

ini, dilipatgandakannya ganjaran dan balasan bagi seorang yang mengerjakan

amalan shalih, sehingga seorang hamba akan bersemangat untuk terus berada di

tengah-tengah amalan kebaikan. Begitu pula, ketika perbuatan dosa dan

kemaksiatan menjadi lebih besar dihadapan Allah, maka akan mengantarkan

dirinya kepada kekhawatiran dan ketakutan dari melakukan hal tersebut, karena

akan adanya siksaan dari Allah ta’ala kelak di hari akhir, yang akan menjadikan

dia selalu berusaha untuk menjauh dari perbuatan-perbuatan keji tersebut. Oleh

karena itu, keutamaan ini akan menjadikan dirinya untuk selalu berusaha meraih

keutamaan yang banyak dengan menjalankan keta’atan-keta’atan pada Allah dan

menghindari seluruh keburukan dengan menjauhkan dirinya dari perbuatan dosa

dan kemaksiatan serta melatih dirinya agar menjadi pribadi muslim yang selalu

memegang teguh konsekuensi keimanan dia kepada Allah dan Rasul-Nya.Yang

mana perkara ini akan mengantarkan dirinya kepada puncak kemuliaan, yaitu

tatkala ia diselamatkan oleh Allah ta’ala dari siksaan api Neraka dan dimasukkan

Page 94: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

78

ke dalam syurga-Nya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ketika ada seorang

yang datang kepada beliau dan bertanya tentang shalat yang paling utama dan

puasa yang paling utama, maka beliau menjawab:

الشهر رمضان شهر بعد الصيام وأفضل الليل جوف ف الصلة املكتوبة بعد الصلة أفضل

احملرم يدعونه الذي

“Shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat di penghujung

malam, dan puasa yang paling utama setelah bulan Ramadhan adalah pada

bulan yang disebut dengan Muharram.” (HR. Muslim: 1163)165

Sungguh bulan Muharram yang telah dinyatakan oleh Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits diatas adalah bulan yang sangat

dimuliakan oleh Allah dan para Nabi. Terkhusus pada hari kesepuluh dari bulan

itu, yang lebih dikenal dengan nama hari ‘Asyura. Bahkan nabi Nuh dan Musa

‘alaihima assalam berpuasa pada hari tersebut, begitupula nabi kita Muhammad

bin ‘Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi, juga

berpuasa pada hari itu dan memerintahkan kaum muslimin untuk turut berpuasa

padanya. Sebagaimana dalam sebuah hadits shahih yang datang dari sahabat

‘Abdullah bin ‘Abbas, ketika beliau berkisah: Saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wa sallam datang ke kota Madinah, maka beliau mendapati kaum yahudi berpuasa

pada hari kesepuluh dari bulan Muharram, maka beliau bertanya pada mereka:

“Mengapa kalian berpuasa pada hari ini?”, mereka pun menjawab: “Ini

merupakan hari dimana Allah ta’ala telah menyelamatkan Musa dari kejahatan

165Abi al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyayriy al-Naysaburiy, Shahîh Muslim

Penahkik: Muhammad Fu`ad ‘Abd al-Baqiy, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1991), Juz 2, h.

1163

Page 95: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

79

Fir’aun dan bala tentaranya, dan pada hari ini pula Allah menenggelamkan

mereka, maka Musa pun berpuasa dalam rangka bersyukur atas nikmat tersebut,

dan kami pun berpuasa sebagaimana Musa berpuasa.” Ketika mendengarkan

jawaban itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بصيامه وأمر فصامه منكم مبوسى أحق نن

Artinya “Kami lebih berhak untuk mengikuti Musa daripada kalian”, maka

beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan kami untuk berpuasa.” (HR. Al

Bukhari: 2004, dan Muslim: 1130)166

Dari hadits di atas, maka terdapat silang pendapat di kalangan para ulama,

apakah hukum berpuasa pada hari tersebut wajib ataukah mustahab? Dan yang

lebih kuat dari penjelasan-penjelasan yang mereka utarakan adalah wajibnya

berpuasa di hari ‘Asyura sebelum turun kewajiban berpuasa kepada kaum

muslimin di bulan Ramadhan, maka setelah turun kewajiban tersebut pada tahun

kedua setelah hijrahnya Nabi ‘alaihi ash shalatu wa assalam, maka berpuasa di

hari Asyura pun berpindah hukumnya menjadi mustahab, karena Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

تركه شاء ومن صامه شاء فمن. للا أيم من يوم عاشوراء إن

“Sesungguhya Asyura ini adalah satu hari diantara hari-hari yang dimilik oleh

Allah ta’ala, maka bagi siapa yang hendak berpuasa maka baginya untuk

berpuasa dan bagi siapa yang ingin meninggalkan maka baginya pula untuk

meninggalkannya.” (HR. Muslim: 1126)167

166Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim al-Bukhariy (194-256 H),Shahîh al-Imâm al-

BukhâriyPenahkik: M. Zahir Nashir al-Nashir(Beirut: Dar Thawq al-Nashir, 1422 H), Juz 7, h.

2004 dan 95Abi al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyayriy al-Naysaburiy, Shahîh

MuslimPenahkik: Muhammad Fu`ad ‘Abd al-Baqiy, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1991),

Juz 2, h. 1130 167Abi al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyayriy al-Naysaburiy, Shahîh

Page 96: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

80

E. Penafsiran Sya’râwi terhadap perintah perang di bulan hurum.

Perintah berperang tertera dalam Al-Quran pada surah al-Baqarah [2] ayat 216

yaitu :

ئا تكرهوا أن وعسى لكم كره وهو القتال عليكم كتب ئا تبوا أن وعسى لكم خي وهو شي شي

ت علمون ل وأن تم ي علم والله لكم شر وهو

.Artinya :”Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu

adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia

Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia

amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. “

Sya’râwi memulai penafsirannya seputar kandungan ayat ini dengan

mengatakan bahwa sesungguhnya kebencian terhadap perang adalah fitrah

manusia yang disampaikan oleh sang penciptanya. Apapun yang menimpa

manusia dari hal-hal terkait perang yang dibencinya sudah diinformasikan, namun

demikian perang telah disyariatkan. kalau tidak diiforasikan oleh sang pencipta

bahwa perang itu suatu hal yang dibenci, maka manusia akan memahami bahwa

perang itu mudah. Padahal perang itu mengharuskan orang yang berperang

bersedia menerima semua kesulitan dan bersedia meninggalkan harta mereka dan

semua kesenangan mereka.168

Hal yang sama juga dilakukan oleh para petinggi Negara. Biasanya

mereka tidak suka berperang kecuali terpaksa. Apabila mereka terpaksa berperang

merekapun akan menerangkan kepada tentaranya bahwa mereka akan menghadapi

MuslimPenahkik: Muhammad Fu`ad ‘Abd al-Baqiy, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1991),

Juz 2, h. 1027 168 Mutawali Asy-Syarowi, Tafsir Mutawali asy-Sya’rowi h. 924

Page 97: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

81

berbagai kesulitan. Ini berarti seorang pemimpin negara harus mempersiapkan diri

tentaranya dan semangat semangat mereka untuk siap menghadapi situasi dan

kondisi perang. Oleh sebab itu, Allah swt ketika memerintahkan perang

menjelaskan bahwa urusan perang ini di luar kemampuan ilmu pengetahuan

manusia. Meskipun perintah perang itu berat namun tetap diwajibkan. Namun

Allah menjelaskan kepada manusia bahwa banyak dari hal-hal yang disenangi

datang daripadanya kejahatan atau kejelekan. Sebaliknya banyak hal yang

disangka bahwa kejahatan akan datang darinya tetapi yang datang adalah

kebaikan. sya’rawi juga mengatakan bahwa Allah tidak akan membebani atau

memerintahkan sesuatu kecuali sesuatu itu mengandung kebaikan. Kemudian

Allah juga tidak membebani kewajiban perang kecuali kepada orang-orang yang

yang beriman sehingga kewajiban berperang merupakan bagian dari keimanan.169

Di akhir penafsiran ayat ini sya’rawi berpesan untuk tidak melihat sebuah

kasus dari sisi dzhohirnya saja, baik atau buruknya, senang atau susahnya, tetapi

kita harus memandang suatu kasus dari berbagai aspek kehidupan, baik terkait

masa kini maupun masa mendatang, sebagaimana firman Allah swt ayat 23 al-

hadid :” (kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita

terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira

terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap

orang yang sombong lagi membanggakan diri”.170

Menurut Sya’rawi, yang dimaksud dengan kesenangan yang diperoleh dari

169 Mutawali Asy-Syarawi, Tafsir Mutawali asy-Sya’rowi j. 2 h.925 170 Mutawali Asy-Syarawi, Tafsir Mutawali asy-Sya’rowi j. 2 h 927

Page 98: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

82

peperangan adalah memperoleh kemenangan, mampu menghalau musuh, bisa

mempertahankan diri dan eksistensi negara, memperoleh harta rampasan perang

dan mampu memupuk kepercayaan pada diri sendiri dan negara yang

diperjuangkannya.171

Menjawab pertanyaan yang mungkin timbul adalah mengapa perang

diharamkan pada bulan-bulan hurum, sya’râwi menjelaskan bahwa peperangan

menyebabkan tidak hanya bagi para tentara yang berperang akan tetapi juga bagi

orang-orang yang berada di luar peperangan. Perang juga dapat memberikan

kemudharatan pada tempat perang itu terjadi. Serta perang akan berlangsung

terus-menerus selama belum ada pihak yang kalah. Maka, diperlukan intervensi

Allah swt., agar salah satu pihak bisa menghentikan perang, bukan karena mereka

adalah orang-orang yang kalah, akan tetapi karena menghormati perintah Allah

dan menghormati tempat-tempat suci yang diharamkan Allah berperang.

1. Pandangan Sya’râwi tentang perang pada bulan-bulan hurûm

Perang yang telah diwajibkan pada ayat yang tersebut diatas dilarang pada

bulan-bulan Hurum yang disebutkan dalam surah al-Baqarah [2] ayat 217 yaitu

:

والمسجد به وكفر الله سبيل عن وصد كبي فيه قتال قل فيه قتال الرام الشههر عن يسألونك

نة الله عند أكب منه أهله وإخراج الرام ي ردوكم حته ي قاتلونكم ي زالون ول القتل من أكب والفت

أعمالم حبطت فأولئك كافر وهو ف يمت دينه عن م منك ي رتدد ومن استطاعوا إن دينكم عن

171 Mutawali Asy-Syarawi, Tafsir Mutawali asy-Sya’rowi h.921-922

Page 99: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

83

ن يا ف خالدون فيها هم النهار أصحاب وأولئك والخرة الد

Artinya :” mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan

Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi

menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi

masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar

(dosanya) di sisi Allah. dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada

membunuh. mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat)

mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka

sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati

dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di

akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”.

Sebab nuzul ayat ini menurut Sya’rawi adalah Rasulullah mengutus

delapan orang mata-mata yang dipimpin oleh Abdullah bin jahsin al asadi mereka

diperintahkan pergi ke Batni Nakhlah yaitu tempat antara mekah dan thaif, untuk

mencari berita tentang kafilah dagang. Di tengah perjalanan salah seorang

anggota mata-mata tersebut itu Sa’ad bin Abi Waqos serta aqobah bin gozwan

kehilangan unta mereka sehingga mereka terpaksa berpisah dengan kelompoknya

untuk mencari unta mereka. Enam orang mata-mata yang dipimpimpin oleh

Abdullah pergi ke batni nakhlah di tempat ini mereka bertemu dengan tiga orang

kafilah dagang quraish orang dipimpin oleh Amr bin al-Khadromi bersama tiga

orang lainnya yang menjaga kafilah. Maka terjadilah kontak senjata di antara

mereka peristiwa ini terjadi pada awal bulan rajab yaitu salah satu bulan yang

diharamkan perang.172 Kontak senjata ini mengakibatkan terbutuhnya Amr bin

Khadromi dan tertawannya dua orang bersamanya sedangakan seorang lainnya

berhasil melarikan diri. maka apa yang terjadi di Batni Nakhlah ini itu kontak

senjata antara kaum muslimin dan orang-orang quraish dianggap sebagai satu hal

yang melanggar kehormatan bulan rajab. Maka orang-orang Quraish mengatakan

172 Mutawali Asy-Syarawi, Tafsir Mutawali asy-Sya’rowi h.921-922

Page 100: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

84

bahwa Muhammad yang mengaku-ngaku selalu menghormati tempat-tempat suci

dan bulan-bulan hurum ternyata telah menumpahkan darah di bulan tersebut maka

turunlah ayat 217173

Dalam menafsirkan ayat ini sya’rawi mengatakan bahwa orang-orang

musyrik Mekkah menanyakan kepada Nabi tentang bulan-bulan haram dan

peperangan yang terjadi dalam perang Batni Nakhlah. Maka Nabi diperintahkan

untuk menjawab pertanyaan mereka bahwa peperangan dalam salah satu bulan –

bulan hurum adalah persoalan yang sangat besar dosanya. Akan tetapi Nabi harus

mengingatkan kepada orang-orang Musyrik Mekah bahwa perbuatan mereka

yang melebihi dari perbuatan yang dilarang dalam bulan haram yaitu perang di

bulan haram, seperti upaya mereka mencegah orang-orang untuk beriman kepada

Allah dan beribadah di Masjidil haram, mengusir orang-orang muslim dari tanah

kelahiran mereka yaitu tanah mekah. Perbuatan ini dianggap lebih besar dosanya

dari perang di bulan hurum. Nabi juga diperintahkan untuk menyampaikan kepada

orang-orang musyrik mekah bahwa memfitnah orang-orang mukmin dalam

urusan agama mereka, dan mencegah mereka dari beriman kepada Allah, dan

kekafiran mereka kepada Allah serta melanggar kehormatan Masjidil haram

dengan peribadatan di luar peribadatan yang diajarkan kepada Allah kesemua

perbuatan ini merupakan dosa besar di sisi Allah bahkan lebih besar dosanya dari

perang di bulan-bulan hurum. Karena sudah menjadi keinginan orang-orang

musyrik mekah untuk selalu memerangi orang-orang muslimin sampai mereka

berhasil mengembalikan mereka kepada agama nenek moyang mereka. Hal 930,

173 Mutawali Asy-Syarowi, Tafsir Mutawali asy-Sya’rowi h.928

Page 101: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

85

jilid 2 mutawalli asy-syarowi.174

Mengenai larangan perang pada empat bulan hurum, menurut Sya’rawi

adalah agar tercipta situasi damai, tenang dan pikiran tidak lagi terfokus hanya

pada perang. Apalagi pada bulan-bulan tersebut berlangsung persiapan dan

pelaksanaan ibadah haji. 175 Sedangkan Rajab dulu bangsa Arab memuliakan

bulan ini dengan melarang berperang dan dinisbatkan kepada suku Mudhar karena

mereka sangat komitmen dengan bulan ini dan mengagungkannya berbeda

dengan suku lainnya.

F. Penafsiran Sayyid Quthb Terhadap Ayat Perang di Bulan Hurum

Sayyid Quthb memulai penafsirannya dengan menjelaskan munasabah

ayat ini dengan ayat sebelumnya ia mengatakan bahwa sesudah menjelaskan

tentang ayat-ayat yang membahas tentang info perang yang diberikan kepada

kedua orangtua, anak yatim dan fakir miskin sebagai cara untuk mendekatkan diri

kepada Allah tetapi juga kepada sesama manusia (hablum minallah dan hablum

minan nas) maka ayat berikut ini berisi perintah untuk melaksanakan jihad yang

merupakan kewajiban yang harus ditunaikan. Sesungguhnya perang di jalan Allah

merupakan sebuah kewajiban yang berat namun tetap harus dilaksanakan karena

di balik terjadinya peperangan banyak terdapat kebaikan dan kemaslahatan baik

bagi pribadi seorang muslim, bagi kaum muslimin maupun bagi semua

manusia.176

Islam sebagai agama yang fitri tidak mengingkari adanya kesulitan besar

174 Mutawali Asy-Syarowi, Tafsir Mutawali asy-Sya’rowi h.930 175 Mutawali Asy-Syarowi, Tafsir Mutawali asy-Sya’rowi h.929 176 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Di Bawah Naungan Al-Qur’an, Jilid 2, h. 167

Page 102: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

86

dalam melaksanakan kewajiban perang dan bagaimana perasaan manusia yang

tidak menyukai peperangan karena begitu beratnya masuk dalam kancah

peperangan dengan berbagai dampaknya. Islam tidak mengabaikan semua

perasaan yang fitri dari manusia terhadap perang tetapi islam menangani masalah

perang dari sisi lain yaitu menetapkan bahwa kewajiban perang adalah suatu yang

dibenci akan tetapi dibalik peperangan itu ada hikmah yang bisa mengabaikan

semua kesulitan tersebut. Dan menghilangkan semua kesulitan-kesulitannya

sehingga muncul berbagai kebaikan yang pada mulanya tidak dilihat pada mata

manusia. Karena tidak ada yang tahu apa yang ada yang di balik sesuatu yang

dibenci bahwa itu mungkin suatu kebaikan atau bisa juga kejahatan hanya Allah

yang maha mengetahui yang ghaib yang tahu kebaikan apa yang ada di balik

sebuah peperangan.177 Ketika hal ini disadari maka dengan mudah orang akan

memasuki medan perang tanpa mengindahkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi.

Yang mereka lakukan hanyalah berharap kepada sang pencipta dengan ketataan

mereka melaksanakan kewajiban perang dengan penuh keyakinan dan keridhoan.

Dia menyadari bahwa Allah akan memberikan bantuannya dan akan memberikan

semangatnya. Dengan kepasrahan ini dia bertekad maju menghadapi berbagai

bencana. Dengan demikian dalam sebuah peperangan terkandung suatu kebaikan

dan kemudahan sesudah kesabaran. Ada pula ketenangan sesudah berbagai

kekacauan dari kesulitan. Begitu juga sebaliknya, ada kerugian dibalik

kenikmatan. Ada hal-hal yang tersembunyi dibalik orang-orang yang dicintai.

Kenyataan ini merupakan metode pendidikan yang mengagumkan dalam Islam

177 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Di Bawah Naungan Al-Qur’an, Jilid 2, h. 167

Page 103: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

87

yaitu metode yang memperkenalkan cara untuk menembus jiwa manusia dengan

yang hak, yang benar, bukan dengan iming-iming yang menipu yaitu benar

adanya ketidaksenangan jiwa manusia yang lemah terhadap sesuatu yang

tersembunyi di dalamnya semua kebaikan.

Quthub mengakhir penafsirannya dengan mengatakan bahwa Allah telah

membukakan alam lain atau dunia lain selain alam yang hanya bisa dilihat oleh

mata. Akibatnya mereka merespon apa yang diperintahkan namun mereka harus

tetap berharap memohon dan merasa takut dan menyerahkan seluruhnya ke tangan

Allah yang memiliki semua pengetahuan yang sempurna. Sedangkan mereka

harus rela terhadap keputusan Allah tersebut.178

Menurut Sayyid Quthb “Barangsiapa yang merusak kehormatan bulan

haram, balasannya adalah dirusaknya jaminan-jaminan yang diberikan kepada

mereka pada bulan haram itu. Allah telah menjadikan Baitul Haram sebagai

daerah khusus bagi keamanan dan kedamaian di tempat itu, sebagaimana dia

menjadikan bulan-bulan haram sebagai waktu khusus untuk keamanan dan

kedamaian di waktu itu, sehinggga pada masa-masa itu darah dilindungi.

Demikian pula segala sesuatu yang patut dihormati dan semua harta benda.

Artinya jika darah dilindungi maka sedikit demi sedikit pertumpahan darah tidak

akan terjadi.

G. Relevansi larangan berperang dalam Asyhûr al-Hurûm

Telah dijelaskan bahwa Ibnu Abbas menyatakan bahwa Allah

178 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Di Bawah Naungan Al-Qur’an, Jilid 2, h. 167

Page 104: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

88

mengkhususkan 4 bulan sebagai bulan Haram (bulan yang dimuliakan) adalah jika

berbuat dosa pada bulan itu, maka dosanya akan lebih besar dibandingkan dengan

bulan yang lain, begitu juga sebaliknya jika berbuat amal shaleh, maka ganjaran

kebaikan akan diperoleh dengan pahala yang berlipat-lipat.179Ayat ini juga

mengutuk perbuatan sewenang-wenang dan sikap mementingkan diri sendiri di

kalangan orang-orang Arab Musyrik yang melanggar larangan perang pada bulan-

bulan tersebut. oleh sebab itu Allah memerintahkan berhenti perang jika musuh

cenderung berdamai sebagaimana firman Allah SWT. Pada surah al-Anfal [8] ayat

61

العليم السهميع هو إنهه الله على وت وكهل لا فاجنح للسهلم جنحوا وإن

Artinya;”. dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka

condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah

yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.

Ayat ini menunjukkan bahwa Islam – sesuai dengan namanya- adalah

agama yang condong pada kedamaian. Kaum musrik Makahpun pun memperoleh

rasa aman dari adanya Islam, namun tentu saja rasa aman yang sempurna

dirasakan oleh orang-orang mukmin. Jangankan terhadap yang tidak berbuat baik,

terhadap yang berbuat jahil pun al-Qur’an menganjurkan agar diberikan

kepadanya “salam” karena demikian itulah sifat hamba-hamba Allah yang

Rahman: al-Furqon [25] :63

سلما قالوا اجلاهلون خاطب هم وإذا هون الرض على يشون ذين اله الرهحن وعباد

179Ibnu Rajab al-Hanbali, Lathaif Al Ma’arif, Beirut Dar al-Kutub al-Aiamiyah, Cet 1,h.

207

Page 105: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

89

Artinya:”dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah)

orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-

orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung)

keselamatan”.

Sikap itu yang di ambil karena as-Salam/ keselamatan adalah batas antara

keharmonisan atau kedekatan dan perpisahan, serta batas antara rahmat dan

siksaan. Inilah yang paling wajar atau batas minimal yang diterima seorang jahil

dari hamba Allah yang Rahman, atau si penjahat dari seorang yang muslim, atau

yang meneladani Allah yang memiliki sifat al-Mu’min ( pemberi rasa aman). Itu

dilakukannya dalam rangka menghindari kejahilan yang lebih besar atau menanti

waktu untuk lahirnya kemampuan mencegahnya. 180

Sejalan dengan ayat ini, bisa dinyataan bahwa seseorang yang meneladani

sifat Allah as-Salam paling tidak, bila dia dapat memberi manfaat kepada

selainnya, maka jangan sampai dia mencelakakannya , kalau dia tidak dapat

memasukkan rasa gembira ke dalam hatinya, maka paling tidak dia tidak

meresahkannya, kalau dia tidak dapat memujinya, maka paling tidak dia jangan

mencelanya.

H. Relevansi larangan perang pada Asyhûr al-Hurûm saat ini

Relevansi larangan berperang dalam ashurul Hurum terutama kaitannya

dengan pelaksanaan ibadah haji saat ini sangat besar Menurut Sayyid Quthb

“Barangsiapa yang merusak kehormatan bulan haram, balasannya adalah

dirusaknya jaminan-jaminan yang diberikan kepada mereka pada bulan haram itu.

apalagi jika yang dirusak itu adalah terkait dengan ritual ibadah haji. Allah telah

menjadikan Baitul Haram sebagai daerah khusus bagi keamanan dan kedamaian

180 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan

Masyarakat, (Bandung: PT Mizan Pusaka), h. 111

Page 106: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

90

di tempat itu, sebagaimana dia menjadikan bulan-bulan haram sebagai waktu

khusus untuk keamanan dan kedamaian di waktu itu, sehinggga pada masa-masa

itu darah dilindungi. Demikian pula segala sesuatu yang patut dihormati dan

semua harta benda. Artinya jika darah dilindungi maka sedikit demi sedikit

pertumpahan darah tidak akan terjadi. Ke tanah suci Mekah terus berlangsung.

Larangan ini tidak hanya berlaku pada masa awal Islam tetapi juga relevan

diberlakukn saat ini, mengingat ibadah ritual haji yaitu pergi ketanah suci Makah

masih berlaku saat ini. jamaah haji pun tidak terbatas pada kota-kota diseputar

jazirah Arab, tetapi jamaah datang dari semua penjuru dunia. Contohnya pada

pecahnya perang Dunia I tahun 1921-1929 dan Perang Dunia II tahun 1940-1945

kekacauan dan ketidak amana akibat perang telah membuat situasi perhajian

menjadi tidak aman. Perang Dunia I membuat tidak aman jema’ah haji dari

wilayah Barat Arab Saudi karena keterlibatan Turki dalam perang dunia itu.

Perang Dunia II yang melibatkan Jepang terutama di wilayah Asia-Pasifik

membuat proses dan situasi perhajian juga tidak aman di wilayah Timur Jauh,

Asia Tenggara termasuk di dalamnya. Serangan sekutu atas Jepang

mempengaruhi keamanan perjalanan haji Indonesia yang kala itu masih

menggunakan jalur laut, sehingga KH Hasyim Asy’ari sebagai Rais Am Partai

Masyumi kala itu melarang Warga Negara Indonesia melaksanakan ibadah haji

dan menyatakan haram berhaji karena situasi itu.181

Larangaan berhaji tercantum dalam bab istitha’ah (kemampuan berhaji)

yang dalam penjelasan Rasulullah saw disebutkan dalam hal zad (bekal) dan

181 Kementerian Agama RI, Haji dari Masa Ke Masa, ( Direktorat Jenderal

Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama, 2012), h. 111

Page 107: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

91

rahilah (angkutan). Ketidakamanan dan gangguan dalam perjalanan haji termasuk

hambatan untuk bisa sampai ketujuan dengan aman, bisa menggugurkan

kewajiban menunaikan ibadah haji. Dalam fikih disebutkan, jika seseorang telah

mengenakan ihram dan kemudian terjadi gangguan keamanan dan dibatalkan

hajinya, maka ia tak perlu membayar dam.

Dalam fikih, hambatan berhaji ini disebut sebagai mawani’ul hajj yang

antara lain menyebutkan hambatan keamanan di jalanan bisa menjadi salah

satunya. Oleh karena situasi telah aman, penyelenggaraan haji dibuka dan

diizinkan kembali oleh Pemerintah Indonesia selesai agresi kedua tahun 1949.

Pendudukan Irak atas Kuwait 1990 nyaris memicu perang besar. Pasukan

Sekutu dipimpin Amerika Serikat mempersiapkan perang melawan Irak dengan

memanfaatkan Arab Saudi sebagai pangkalan. Terminal haji di Jeddah dijadikan

pusat logistic dan persenjataan oleh pasukan sekutu. .Pemerintah Indonesia

mengantisipasi kemungkinan terburuk untuk perhajian tahun 1991. Bahkan,

Menteri Agama Munawwir Sjadzali, MA, menyatakan adanya kemungkinan

terulangnya fatwa tidak wajib haji jika Perang Teluk terjadi. Sebab, saat itu

penerbangan sudah meminta tambahan biaya asuransi perang sebesar USD 60

untuk antisipasi itu. Tarif penerbangan haji dari USD 1.500 menjadi USD.1.760

karena adanya kenaikan harga avtur sebesar 44%. Jumlah Jemaah haji tahun itu

terdaftar 79.373 jemaah dengan biaya sebesar Rp. 6.000.000, untuk haji biasa dan

sekitar 4.600 jemaah ONH Plus (haji khusus). Namun, perang tidak jadi karena

Irak mundur dari Kuwait atas desakan beberapa negara Arab.182

182 Kementerian Agama RI, Haji dari Masa Ke Masa, ( Direktorat Jenderal

Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama, 2012), h. 111

Page 108: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

92

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan penulis tentang Asyhur al-hurum yang melarang peperangan

di bulan-bulan tersebut dan relevansinya dengan ibadah haji, berdasarkan

pandangan mufassir Sya’rowi dan Sayyid Quthub dapat dipaparkan seperti berikut

ini.

1. Bahwa yang dimaksud dengan “Bulan-bulan haram itu ada empat: Rajab, Dzul

Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Satu bulan yang letaknya terpisah (dari

yang lain) yaitu Rajab, sementara sisanya terletak berurutan, Dzul Qo’dah,

Dzul Hijjah, dan Muharram.

2. Allah telah menjadikannya sebagai bulan-bulan haram, yang telah dilebihkan

kedudukannya daripada bulan yang lain. Dan perbuatan dosa yang dilakukan

didalamnya lebih besar dihadapan Allah, begitu juga amalan shalih yang

dilakukan akan menghasilkan ganjaran yang lebih besar pula.

3. Dalam menafsirkan ayat-ayat terkait Asyhur al-hurum dan larangan perang di

bulan-bulan tersebut, baik Sya’râwi maupun Sayyid Qutub sepakat

mengatakan bahwa larangan tersebut sangat penting apalagi jika dikaitkan

dengan kewajiban menjalankan ibadah haji . sebab walaupun haji itu wajib

namun ada hal-hal yang bisa menggugurkan kewajiban tersebut , diantaranya

tidak terjaminnya keamanan bagi jemaah haji baik dalam perjalanan menuju

kota Makah atau ketidakamanan situasi ketika jamaah haji sedang menjalani

ritual ibadah haji tersebut.

Page 109: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

93

4. .Revansi larangan perang di bulan bulan Hurum yaitu empat bulan yang

dimuliakan dari dua belas bulan yang ada di sisi Allah. Yaitu bulan Muharram,

Rajab, Zulqo’dah dan Zulhijjah. Pada bulan tersebut dilarang untuk melakukan

peperangan kecuali jika musuh terlebih dahulu memerangi di bulan hurum

tersebut. Menjadikan bulan-bulan haram sebagai waktu khusus untuk

keamanan dan kedamaian di waktu itu, sehinggga pada masa-masa

melaksanakan ibadah haji itu darah dilindungi. Demikian pula segala sesuatu

yang patut dihormati termasuk harta benda. Artinya jika darah dilindungi maka

sedikit demi sedikit pertumpahan darah tidak akan terjadi. Bulan hurum tidak

selalu identik dengan haji karena bulan Rajab tidak terkait haji.

B. Saran-saran

Setelah penulis mengkaji tentang Asyhûr al-Hurûm penulis memberi saran-saran

berikut:

a. Mengingat sangat terbatasnya hasil penelitian ini karena keterbatasan waktu

dan keterbatasan penulis maka perlu ada kajian lanjut tentang Ashur al-Hurum

ini terutama kajian yang akan mengungkap hikmah larangan perang di bulan-

bulan tersebut. walaupun larangan ini sudah berfungsi mengerem nafsu

manusia untuk berperang.

b. Setiap negara hendaknya menghormati larangan perang di bulan-bulan tersebut

agar ibadah haji bisa dilaksanakan setiap umat Islam dengan tenang karena

terciptanya situasi aman dan damai baik ketika dalam perjalanan maupun

ketika pelakanaan ibadah haji tersebut.

Page 110: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Yatimin, Study Islam Kontemporer, Amzah, Jakarta, 2006.

Al’Arabi, Abu Bakar ibn. 534 H. Ahkam al-Qur’an, Jilid. I. Bairut: Dar al-Jil.

Al-Asfahani, Ar-Ragib, Mu’jam Mufradat Al-Fazh Al-Qur’an, Dar Alfikr, Beirut

Libanon, t.t.

Al-Baqi, Muhammad Fuad Abd, Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfaz Al- Qur’an Al-

Karim, Cet Ke-2, Dar Al-Fikr, Beirut,1401 H/1981 M.

Al-Bukhori. 1994. Jawahirul al-Bukhori, ed. Musthofa Muhammad Hamrah,

Kitab al-Hibah “bab Man Da’a Imro’atuhu Ila Firaasyihi Fa’abat”. Beirut:

Dar al-Fikr.

Al-Farmawi, Abdul Hayy , Metode Tafsir Maudhu’i Dan Cara Penerapannya

(Terj. Rosihon Anwar), Pustaka Setia, Bandung, 2002.

Al-Imam Fakhruddin Ar-Razi, Asrar al-Tanzil wa Anwar At-Ta’wil, (Dar Al-

Jail,Beirut dan Al-Maktabah Al-Kulliyat Al-Azhariyat, Qairo, Mesir)

1992, 1997 Terj. M.Abdurrahman, (Tafsir Kalimah Tauhid, Pustaka

Hidayah, Bandung), 2007.

Al-Jazairi, Syaikh Abu Bakar Jabir, Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar, Jilid I, Darus

Sunnah, Jakarta, 2006.

Al-Khalidi, Shalah Abdul Fatah, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilali Al-

Qur’an, Intermedia, Solo, 2001.

--------------, Fi Zhilali Al-Qur’an Fi Al-Mizan, Darul Mannarah, Jeddah, 1986.

---------------, Tafsir Metodologi Pergerakan Di Bawah Naungan Al- Qur’an, Terj.

Jakarta, Yayasan Bunga Karang, 1995.

Al-Mahalli, Jalaluddin dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, Jilid 1, Terj.

Bahrun Abu Bakar, Sinar Baru Al-Gensindo, Bandung, Cet. 3, 2005.

Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. 1998. Tafsir al-Maraghi, Jilid II. Bairut: Dar al-

Kutub al-Imiyah.

Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Maraghi, Jilid IV, VII, XXX, XXVII,

XXIII, Terj. Anwar Rusydi, et.al. Karya Toha Putra, Semarang,1974.

Al-Misri, Jamaluddin Muhammad Ibnu Mukram Ibnu Manzur Al-Ifriqi, Lisan Al-

Page 111: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

‘Arab, Dar Al-Fikr, Beirut, 1990.

Al-Qur’an dan Terjemahannya: Ayat Pojok Bergaris. Semarang: As-Syifa’, 1998.

Al-Qur’an dan Terjemahannya. T.tt: CV. Penerbit J-ART, 2005)

Al-Qurtubhi, Imam.2008. Tafsir al-Qurthubi, Penerjemah: Ahmad Rijali. Jakarta:

Pustaka Azzam.

Al-Shabuni, Ali, Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir, Jilid I, Dar Al-Qur’an Al-Karim,

Saudia Arabia,1396 H. Al-Qaththan, Syaikh Manna’, Pengantar Study

Ilmu Al-Qur’an, Terj: Aunur Rafiq El-Mazni, Pustaka Al Kautsar, Jakarta,

2006.

Amrullah, Abdul Malik Abdul Karim (Hamka). Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1983.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasith. 2005. Tafsir al-‘Aliyyi al-Qadir al-Ikhtisar Tafsir

ibn Katsir, terjemahan Syihabudin, Ringkasan Tafsir ibn Katsir. Jilid. I.

Jakarta: Gema Insani Press.

As-Shidieqy, Tengku Muhammad Hasbi, Tafsir Al-Qur’anul Majid An- Nur, Juz

II, Jilid I, dan juz 23, jilid IV, Putra Rizki Putra, Semarang, 2000.

Ash-Shobuni, Muhammad Ali. 1997. Rawa’i al-Bayan: Tafsir Ayat Al-Ahkam

Min Al-Qur’an. Juz. 1. Bairut: Dar al-Qalam.

At-Tirmidzi, Abu Abdillah Muhammad Ibn Ali Al-Hakim, Bayan Al- Faqri Baina

Al-Shadri Wa Al-Qalbi Wa Al-Fuad Wa Al-Lubb, Dar Al-‘Arab, Mesir, t.t.

Audah, Ali, Konkordansi Qur’an (Panduan Kata Dalam Mencari Ayat Al-

Qur’an), Pustaka Lintera Antar Nusa, Bogor,1991.

Badan Litbang dan Diklat De-Pag RI, Tafsir Al-Qur’an Tematik (Tafsir

Maudhu’i) Pelestarian Lingkungan Jidup, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-

Qur’an, Jakarta,2009, Seri 4.

Baqi, Muhammad Fuad Abd al-. Mu’jam al-Mufahras Li Alfadz al-Qur’an Bi

Hasiyah al-Mushaf al-Syarif. Kairo: Dar al-Hadis, 2007.

Binjai, Abdul Halim Hasan. 2006. Tafsir al-Ahkam. Jakarta: Kencana.

Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Jilid 1, Terj. Achmad Sunarto, et.al., Wijaya, Jakarta,

t.t.

Chirzin, Muhammad, Jihad Menurut Sayyid Qutb Dalam Tafsir Fi Zhilali Al-

Qur’an, Era Intermedia, Jakarta, 2001.

Page 112: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

Departemen Agama, Tarbiyah Uli Al-Albab: Dzikir, Fikr Dan Amal Saleh,

Konsep Pendidikan Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim

Malang, 2010.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 1998.

Fadhullah, Mahdi, Ma’a Sayyid Quthub Fi Fikrihi Al-Siyasah Wa Al-Din,

Mua’sasah Al-Risalah, Beirut,1979.

Gulen, M. Fethullah, Memadukan Akal Dan Kalbu Dalam Beriman, Marai

Kencana, Jakarta, 2002.

Hakim, Lukman Nul, Buku Daras Metodologi dan Kaidah-Kaidah Tafsir, IAIN

R.F. Palembang, t.p, 2007.

Halimatussa’diyah, ulumul qur’an, Palembang, IAIN Raden Fatah Press, 2007.

JIA/Desember 2013/Th.XIV/Nomor 2/39-60

Hamdan, Basyaruddin , Diktat Tafsir 1, Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Fatah,

Palembang, 1986.

Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 24, jilid 7, jilid 8, Pustaka Panji Emas, Jakarta,1983.

Haryanto, Toto, Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Pemikiran Sayyid Qutb, Tesis,

Program Pasca Sarjana, IAIN Raden Fatah, Palembang, 2007.

Hidayat, Nuim, Sayyid Qutb Dan Kejernihan Pemikirannya, Gema Insani Press,

Jakarta, 2005.

Ibrahim, Mohammad Ismail, Mu’jam Alfazh Wal-A’lam Al-Qur’aniyah, Dar Al-

Fikr Al-Arabiy, Kairo, 1968.

Kementrian Agama RI Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,

Direktorat Urusan Agama Islam Dan Pembinaan Syariah. Al-Qur’an Dan

Terjemahnya. Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012.

Quthb, Sayyid. 1971. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Juz IV. Bairut: al-Ahya’ al-Turas

al- ‘Arabi.

----------------------- 1985. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Juz 1. Cairo: Dar asy-Syurua.

Qolay Sm. Hk , A. Hamid Hasan. Indeks Terjemah al-Qur’an al-Karim.. Jakarta:

Yayasan Halimatus-Sa’diyyah, 1997.

Razi, Muhammad al-. al-Tafsir al-Kabir Wa Mafatih al-Ghaib. Beirut: Dar al-

Page 113: Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Disusun untuk Memenuhi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42884/1/SAYYIDA-FUF.pdf · disusun dengan logika yang sama. 1. Padanan

Fikr, 1990.

Sahil, Azharuddin. Indeks al-Qur’an: Panduan Mencari Ayat al-Qur’an

Berdasarkan Kata Dasarnya. Bandung: Mizan, 1994.

Shaleh, Qamaruddin, et, Al. 1982. Asbabun Nuzul. Bandung: CV

Diponegoro.Hatta, Ahmad.

Shihab, M.Quraish. 1999. Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’I atas Berbagai

Persoalan Umat. Cet, 9. Bandung: Mizan

Sonhaji, HM. Dkk. al-Qur’an Dan Tafsirannya. Jilid. 10. Yogyakarta: PT. Dana

Bhakti Wakaf, T. t.t.

----------------------- 2002. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-

Qur’an. Jilid. II. Jakarta: Alhmahira.

Tafsir Qur’an Perkata: Dilengkapi Dengan Asbabun Nuzul Dan Terjemahannya.

Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2009.

Thabari, Muhammad Bin Jarir al-. Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil Aayi al-Qur’an.

Beirut: Dar al-Fikr, 1984.