GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN...

93
i GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Khoiriyah NIM : 11140331000054 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/ 2018 M

Transcript of GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN...

Page 1: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

i

GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN

MISKAWAYH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Khoiriyah

NIM : 11140331000054

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/ 2018 M

Page 2: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

ii

GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN

MISKAWAYH

Diajukan Ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Khoiriyah

NIM: 11140331000054

Dosen Pembimbing

Iqbal Hasanuddin, M.Hum.

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 3: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Khoiriyah

NIM : 11140331000054

Tempat, Tgl. Lahir : Menggala, 10 Februari 1995

Program Studi : Aqidah dan Filsafat Islam

Judul Skripsi : Gagasan Keadilan Dalam Etika Ibn Miskawayh

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1)

di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah

dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil

plagiasi dari karya orang lain, maka penulis bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Desember 2018

Penulis

Khoiriyah

NIM. 11140331000054

Page 4: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

iv

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN

MISKAWAYH” telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 12 Desember

2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam.

Jakarta,12 Desember 2018

Sidang Munaqasyah,

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Dra. Tien Rohmatin, MA. Dr. Abdul Hakim Wahid, MA.

NIP. 19680803 199403 2 002 NIP. 19780424201503 1 001

Penguji 1, Penguji II,

Dr. Edwin Syarif, MA. Drs. Nanang Tahqiq, MA.

NIP. 19670918 199703 1 001 NIP. 19660201 199103 1 001

Dosen Pembimbing

Iqbal Hasanuddin, M.Hum.

Page 5: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

v

MOTTO

Start with Basmallah, End with Hamdallah

Fight From Zero More Than Meaningful

Page 6: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

vi

ABSTRAK

GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH

Khoiriyah

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran keadilan Ibn

Miskawayh. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif

analitis. Sementara itu, teknik dalam pengumpulan data yang digunakan dalam

penulisan skripsi ini ialah kajian pustaka (library research). Sumber primer dalam

penulisan skripsi ini adalah salah satu karya Ibn Miskawayh, yaitu Tahdzīb Al-

Akhlāq yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Helmi Hidayat.

Keadilan dalam pandangan Ibn Miskawayh adalah sikap jiwa yang melahirkan

kebajikan. Oleh karena itu, ia juga menjelaskan tentang jenis-jenis keadilan,

meliputi keadilan Tuhan, keadilan alam, dan keadilan manusia. Ibn Miskawayh

juga berpendapat bahwa manusia yang adil bukan hanya memperoleh

keseimbangan atau harmoni pribadi melainkan juga dengan orang lain. Posisi atau

jalan tengah menurut Ibn Miskawayh merupakan keadaan sedemikian rupa

sehingga jiwa dapat menempati posisi yang utama (al-faḍilah). Maka keadilan

dan posisi pertengahan dapat berlaku seterusnya dalam kehidupan sesuai dengan

tantangan zaman dan tanpa menghilangkan nilai-nilai esensial dari keutamaan

moral.

Kata Kunci: Keadilan, Jiwa, Jalan Tengah, Ibn Miskawayh.

Page 7: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

vii

KATA PENGANTAR

“Dengan menyebut nama Allāh Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.”

Alhamdulillah puji syukur yang tak terhingga bagi Allah SWT, Yang

Maha Memudahkan segala urusan hamba-Nya dan senantiasa menyertai setiap

langkah hamba-Nya. Karena atas kuasa-Nya lah akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi sederhana ini yang berjudul Gagasan Keadilan dalam

Etika Ibn Miskawayh. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan

kepada junjungan besar Nabi Muḥammad SAW.

Dalam penulisan skripsi ini tentu melibatkan berbagai pihak yang turut

membantu baik spirit maupun materil dari awal proses penulisan hingga

terselesaikannya skripsi ini. Oleh karena itu, penulis juga ingin menyampaikan

terimakasih kepada:

1. Bapak Iqbal Hasanuddin, M.Hum. selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi hangat, mengoreksi

dan memberikan banyak kritik dan saran-sarannya. Big thanks Sir!

2. Ibu Dra. Tien Rohmatin, MA. selaku Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat

Islam dan Bapak Dr. Abdul Hakim Wahid, MA. selaku Sekretaris Jurusan

Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta yang senantiasa memberikan dorongan kepada

penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh Guru Besar, dosen, staff perpustakaan, dan civitas akademika

beserta keluarga besar Fakultas Ushuluddin, khususnya Bapak Hanafi,

Page 8: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

viii

MA. selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah membagikan begitu

banyak ilmu pengetahuan sekaligus bimbingannya selama empat tahun ini.

4. Keluarga penulis, khususnya kedua orang tua penulis yang telah

membesarkan dan mendidik penulis dengan kasih sayang, perjuangan, dan

pengorbanan yang begitu luar biasa. Teruntuk Ayahanda, Jamari dan

ibunda Mardiyah, (alm) kakek Sarman dan nenek Misirah, uncle Suyadi

dan aunty Mariyamah. Ketiga kakak tercinta penulis, mas Irul beserta

isterinya mbak Lia, ayuk Yati beserta suaminya mas Habib, mas Tri

beserta isterinya mbak Atun dan adik tercinta Ahmad. Serta keponakan-

keponakan onty tersayang ananda Irwan, Bilqis, Hafitzh, (alm) Altan,

Naura, Faqih, Zahra, dan Fajar. Terima kasih untuk doa, semangat, dan

dukungannya kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

5. Especially for my honey yang selalu memberikan motivasi dan menjadi

alarm bagi penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Terimakasih banyak atas kesabaranmu dalam mengarahkan dan senantiasa

meluangkan waktumu untuk mendiskusikan skripsi ini.

6. Sahabat terbaik sekaligus teman seperjuangan penulis baik suka maupun

duka diperantauan, Ulfiyatul Khoiroh, Nur Kholifah, S.Sos, Ade Nur

Ikhlashiah Ahmad. Terima kasih untuk kebersamaan dan segala hal positif

yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

Kawan-kawan terbaik penulis di program studi Aqidah dan Filsafat Islam

Angkatan 2014 (MAFIA 2014), khususnya kepada Amna, Zia, Rizka,

Jojo, Zen, Emha, Via, Luckmen, bang Rey, pres Mahmud, Key, Madon,

pak pejabat Qur, bang Wildan, pak kades Fiqih, Dani, Yola, Fatma, Nisa,

Page 9: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

ix

Aya, Ita, Ujer, Dede, Aldy, dir Fufu, dan Anu. Terimakasih karena telah

menjadi teman diskusi yang menghangatkan, bersedia membantu dengan

tulus dan ikhlas ketika penulis mengalami kesulitan serta selalu

memberikan dampak positif bagi penulis.

Teman-teman seperjuangan penulis di Monash Institute Ciputat sebagai

keluarga pertama penulis diperantauan, Himpunan Mahasiswa Jurusan

Aqidah dan Filsafat Islam (HMJ-AFI), kawan-kawan Himpunan

Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat, KOHATI KOMFUF, ciwi-ciwi

Latihan Khusus Kohati (LKK) tingkat Nasional cabang Bandar Lampung,

Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin (SEMA-FU), Forum Diskusi

PIUSH (Pojok Inspirasi Ushuluddin), para COK (Cuma Orang Kecil) dan

teman-teman kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) PANAH SOSIAL 055

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017,

serta para senior-junior yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Terima kasih untuk semua ilmu dan pengalaman yang pernah diberikan

kepada penulis.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan untuk semua pihak

yang telah penulis sebutkan di atas, āmīn. Penulis berharap skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembaca secara umum dan penulis pada khususnya. Penulis juga

berharap skripsi ini dapat memperkaya khazanah keilmuan khususnya dalam

bidang Etika/Ilmu Akhlak.

Jakarta, 12 Desember 2018

Penulis

Khoiriyah

NIM. 11140331000054

Page 10: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

x

Pedoman Transliterasi

Arab Indonesia Inggris Arab Indonesia Inggris

ṭ ṭ ط a a ا

ẓ ẓ ظ b b ب

„ „ ع t t ت

gh gh غ ts ts ث

f f ف j j ج

q q ق ḥ ḥ ح

k k ك kh kh خ

l l ل d d د

m m م dz dz ذ

n n ن r r ر

w w و z z ز

h h ه s s س

‟ ‟ ء sy sy ش

y y ي ṣ ṣ ص

h h ة ḍ ḍ ض

Vokal Panjang

Arab Indonesia Inggris

ā ā آ

ī ī إِى

ū ū او

Page 11: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iv

MOTTO .................................................................................................................. v

ABSTRAK .............................................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................... x

DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................................ 8

C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 8

E. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 9

F. Metode Penelitian..................................................................................... 10

G. Sistematika Penulisan .............................................................................. 11

BAB II PANDANGAN FAILASUF YUNANI TENTANG KEADILAN

A. Keadilan Menurut Platon ......................................................................... 15

B. Keadilan Menurut Aristoteles .................................................................. 28

BAB III BIOGRAFI IBN MISKAWAYH

A. Riwayat Hidup ......................................................................................... 40

B. Latar Belakang Intelektual ....................................................................... 42

C. Karya-karya .............................................................................................. 46

BAB IV KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH

A. Definisi Keadilan Dalam Etika ................................................................ 49

B. Jenis-jenis Keadilan ................................................................................. 59

C. Keadilan Merupakan Watak Jiwa ............................................................ 68

D. Keadilan Sebagai Jalan Tengah .............................................................. 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 77

B. Saran ......................................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 80

Page 12: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ibn Miskawayh adalah seorang failasuf yang membahas mengenai

keadilan. Ia lahir di kota Rayy (Iran) pada tahun 320 H/932 M dan wafat di

Asfahan pada 9 Safar 421 H/16 Februari 1030 M.1. Ia dikenal sebagai bapak etika

Islam. Ia telah merumuskan dasar-dasar etika dalam kitabnya Tahdzīb al-Akhlāq

wa Taṭhir al-A‟rāq (pendidikan budi dan pembersihan akhlak). Sumber pemikiran

etika Ibn Miskawayh berasal dari falsafah Yunani, peradaban Persia, ajaran

syariat Islam dan pengalaman pribadi.2 Keadilan merupakan bagian dari

pemikiran etika Ibn Miskawayh. Pembahasannya tentang keadilan juga tidak

terlalu jauh berbeda dengan para failasuf Yunani, terutama Platon dan

Aristoteles.3

Dalam penelitian ini, tidak semua failasuf Yunani akan dikaji di sini,

karena terlalu banyaknya. Di sini hanya dibahas Platon dan Aristoteles karena

kedua failasuf ini cukup mewakili falsafah Yunani dan menjadi dasar serta

pijakan para failasuf berikutnya.

Dasar pemikiran Platon tentang keadilan adalah kecendrungannya untuk

mengkaitkan norma-norma yang memiliki daya ikat mutlak. Pemikiran ini

berkaitan dengan problem tentang hukum dan alam, nomos dan physis. Dasar

falsafah Platon adalah “Ide/Idea”, ide bagi Platon adalah citra pokok dan perdana

1Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 204.

2Mustofa Hasan, Sejarah Filsafat Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), h. 87.

3Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam, h. 204.

Page 13: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

2

dari realitas. Dalam bahasa Yunani ide disebut eidos, berarti gambar atau citra.

Oleh sebab itu, ide menurut Platon tidak boleh disamakan dengan kata ide dalam

bahasa Indonesia yang berarti gagasan atau cita-cita.4 Namun demikian ide bukan

hanya gagasan yang terdapat di dalam pikiran saja dan bersifat subyektif

melainkan gagasan yang dibuat dan diciptakan manusia dan bersifat obyektif.

Dalam konteks doktrin ide Platon, ide keadilan bisa ditujukan dalam kaitannya

dengan ide Polis, karena perenungan tentang polis akan menghasilkan sebuah

citra di mana hukum dalam pandangannya tidak menemukan peran sama sekali.

Tema keadilan mendominasi dalam karyanya, Politeia atau Republic.

Dalam bukunya Politeia, Platon mengatakan bahwa di antara ide-ide

terdapat suatu tatanan atau hieraki. Puncak dari segala ide adalah ide “Yang Baik”

(agathon). Ide “Yang Baik” ini adalah ide dari segala ide, dan karenanya secara

kualitatif melampaui mereka. Ibarat matahari yang sinarnya membuat mata

manusia sanggup melihat dan mengenali segala sesuatu, demikian pula “Yang

Baik” merupakan sebab segala pengetahuan dan kebenaran dan karenanya berada

lebih tinggi dan jauh lebih indah daripada segala pengetahuan dan kebenaran.5

Berdasarkan ajarannya mengenai ide-ide ini, Platon menyatakan adanya

dua dunia, yakni dunia ide-ide yang hanya terbuka bagi rasio manusia (dunia

rasional) dan dunia jasmani yang hanya terbuka bagi panca indera manusia (dunia

inderawi). Dalam dunia rasional tidak ada perubahan, perubahan hanya ada dalam

dunia inderawi yang memang benar-benar memperlihatkan ketidakmantapan atau

4Simon Petrus L.Tjahjadi, Petualangan Intelektual (Yogyakarta: PT Kanisius, 2004), h.

48. 5Simon Petrus L.Tjahjadi, Petualangan Intelektual, h. 50.

Page 14: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

3

ketidakkekalan. Dengan teori dua dunianya ini, Platon berhasil mendamaikan

pertentangan antara pemikiran Herakleitos dan Parmenides. Herakleitos

berpendapat bahwa segala sesuatu senantiasa berubah dan tidak ada sesuatu pun

yang sempurna sifatnya. Platon mengatakan bahwa hal tersebut memang benar,

tetapi hanya berlaku di dunia inderawi. Sementara Parmenides berpendapat bahwa

“yang ada” (segala-galanya) itu sempurna, utuh dan kekal. Platon mengatakan

bahwa hal tersebut benar juga, tetapi hanya berlaku untuk dunia rasional atau

dunia ide-ide.6

Dengan demikian gagasan tentang keadilan Platon berangkat dari

pemikirannya tentang ide. Ide keadilan akan dapat dinyatakan bila diterapkan

dalam suatu komunitas negara ideal. Dalam negara ideal tersebut ada peraturan

dasar yang disebut nomos yang di dalamnya terdapat partisipasi tentang gagasan

keadilan dalam kehidupan masyarakatnya.

Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan

dalam karyanya The Nichomachean Ethics, Politics dan Rethoric. Lebih

khususnya, dalam buku Nichomachean Ethics, buku ini banyak membahas

keadilan umum Aristoteles. Bagian penting dari pandangannya ialah keadilan

semestinya dipahami dalam pengertian kesamaan. Aristoteles membuat perbedaan

penting antara kesamaan geometri dan aritmatika. Kemudian, ia membagi

keadilan menjadi lima macam, yaitu keadilan komutatif, keadilan konvensional

(keadilan legal), keadilan kodrat alam (sunnatullah), keadilan korektif

(pembetulan), dan keadilan distributif.

6Simon Petrus L.Tjahjadi, Petualangan Intelektual, h. 51.

Page 15: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

4

Keadilan menurut Aristoteles terbagi menjadi dua jenis, pertama keadilan

sebagai taraf hukum dan kedua keadilan sebagai kesetaraan. Dalam

pandangannya, keadilan ialah sebuah tindakan yang terletak di antara memberikan

tidak terlalu banyak dan juga tidak terlalu sedikit sehingga bisa diartikan

memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan apa yang menjadi haknya.

Berbeda dengan Platon, ia lebih membahas keadilan dalam ranah politik. Artinya,

Aristoteles memahami keadilan sebagai sesuatu yang berada diluar kemampuan

manusia biasa di mana suatu keadilan tersebut hanya ada dalam sebuah hukum

dan perundang-undangan yang telah dibuat.

Dalam pandangan Aristoteles keutamaan-keutamaan yang harus dimiliki

manusia adalah keberanian, penguasaan diri, kemurahan hati, kebesaran hati, budi

luhur, harga diri, sikap lemah lembut, kejujuran, keberadaban, keadilan, dan

persahabatan.7 Sedangkan, Platon membagi keutamaan-keutamaan menjadi empat

macam, yaitu kebijaksanaan, keberanian, sikap tahu diri, dan keadilan.8 Maka,

keadilan merupakan salah satu bentuk keutamaan yang harus dimiliki manusia.

Secara umum, tulisan Ibn Miskawayh mengenai keadilan („adl) bersifat

Aristoteles, meskipun demikian, bagi Miskawayh kebajikan ini merupakan suatu

bayangan dari keesaan Tuhan,9 atau disebut keseimbangan sejati. Pengetahuan

tentang cara atau batas setiap persoalan merupakan prasyarat dari keadilan, namun

berbeda dengan Aristoteles, ia berpendapat bahwa keadilan merupakan fungsi

kehendak ilahiah bukan sekedar pemikiran rasional dan sikap kehati-hatian.

7Rosmaria Sjafariah Widjajanti, Etika (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif

Hidayatullah, 2008), cet. I, h. 190. 8Rosmaria Sjafariah Widjajanti, Etika, h. 188.

9Ibn Miskawayh, Tahdzīb Al-Akhlāq (Beirut: Mansyurat Al-Jamal, 2011), h. 93.

Page 16: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

5

Seorang raja, sebagai khalifah Tuhan, dapat melaksanakan kebijaksanaan secara

rinci sesuai dengan keadaan waktu dan tempat tanpa merusak nilai-nilai kehendak

ilahiah.

Aristoteles mengakui kebajikan secara samar-samar dalam bentuk

kebebasan yang tidak sempurna. Ia berpendapat bahwa hal itu berarti memberi

“orang-orang yang layak, dalam proporsi dan waktu yang tepat”. Sedangkan bagi

Ibn Miskawayh, hal tersebut menjadi keberlebihan terhadap keadilan dan dapat

menghilangkan segala kemungkinan meremehkan keadilan itu sendiri, asalkan

efek prasangkanya terbatas pada orang yang baik itu saja dan penerima itu sendiri

merupakan suatu pilihan yang layak untuk itu. Dengan demikian, kemurahhatian

merupakan suatu bentuk keadilan yang aman dari gangguan.10

Keadilan juga berhubungan dengan masalah kehidupan. Platon

membedakannya menjadi dua macam. Pertama, kehidupan yang sesuai dengan

intelegensi, yaitu kehidupan alamiah dan kehidupan menurut materi, yaitu

kehidupan berdasarkan kemauan. Ibn Miskawayh menyebut dua kehidupan

tersebut dengan istilah gerak melingkar. Pertama, gerak ke arah intelegensia

artinya selalu mendekati Tuhan, menemukan diri, menuju kekekalan jiwa,

orientasi menuju Tuhan seperti yang dicontohkan oleh tokoh sufi. Sedangkan,

kedua gerak ke arah materi artinya menjauh dari Tuhan, keluar dari diri dan

menuju kebinasaan jiwa. Demikian pula dengan kematian, oleh karena itu Platon

mengatakan: Jika Anda mati berdasarkan kemauan, maka anda hidup secara

alamiah. Di sini “kemauan” diartikan sebagai “hasrat”.

10

M. M. Syarif, Para Filosof Muslim (Bandung: Mizan, 1996), h. 94-95.

Page 17: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

6

Namun Ibn Miskawayh berpendapat bahwa mati berdasarkan kemauan

ini bukan berarti penolakan terhadap dunia, hal itu merupakan sikap mereka yang

tak tahu apa-apa tentang dunia ini dan mengabaikan kenyataan bahwa manusia

secara fitrah beradab dan tidak dapat hidup tanpa manusia lainnya. Mereka yang

mengabaikan masalah dunia secara tidak adil karena mereka menginginkan

layanan yang lain tanpa bersedia melayani yang lain disebut sebagai ketidakadilan

sejati.

Ibn Miskawayh dalam kitabnya Tahdzīb Al-Akhlāq membagi keadilan ke

dalam beberapa bagian, yaitu jenis-jenis keadilan dan dalam salah satu jenis-jenis

keadilan terdapat bagian-bagian keadilan yang khusus diupayakan oleh manusia.11

Kemudian ia juga banyak mendefinisikan makna keadilan, menjelaskan keadilan

sebagai watak jiwa, keadilan sebagai jalan tengah dan memberikan sedikit

gambaran tentang keadilan politik. Hal ini menunjukkan bahwa berbagai macam

keadilan tersebut didasarkan pada keadilan jiwa baik dari pemikiran jiwa Platon

maupun Aristoteles. Begitupula dengan keadilan politik, Ibn Miskawayh juga

mengikuti doktrin Platon dan Aristoteles.

Jenis-jenis keadilan menurut Ibn Miskawayh terbagi menjadi tiga yakni

keadilan Tuhan, keadilan alam, dan keadilan manusia. Keadilan Tuhan adalah

mutlak, sedang keadilan alam menurut ketetapan Tuhan. Keadilan manusia akan

terwujud jika manusia itu dapat mewujudkan keadilan itu sendiri. Sedangkan

keadilan yang khusus diupayakan oleh manusia terdapat dalam bagian keadilan

manusia, meliputi keadilan dalam pembagian uang atau kehormatan, keadilan

11

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak terj. dari Tahdzib Al-Akhlaq oleh

Helmi Hidayat (Bandung: Mizan: 1998), cet. IV, h. 110.

Page 18: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

7

dalam transaksi jual beli dan segala sesuatu yang di dalamnya dapat terjadi

ketidakadilan dan pelanggaran hak-hak.12

Failasuf-failasuf berikutnya, seperti Naṣīr al-Dīn Al-Ṭūsī dan Al-Ghazālī,

terpengaruh oleh pemikiran etika Ibn Miskawayh. Akan tetapi, ia juga

terpengaruh oleh para failasuf Yunani, seperti Platon, Aristoteles, Galen, Stoa dan

hukum/ syariat Islam.13

Di sisi lain, meski pemikiran Ibn Miskawayh telah

berhasil mempengaruhi para failasuf berikutnya, tidak dipungkiri pula bahwa ia

juga dipengaruhi oleh failasuf muslim, seperti Al-Kindī, Al-Fārābi, dan Al-Rāzī.

Dengan demikian, Ibn Miskawayh merupakan failasuf muslim yang

mengharmonisasikan pemikiran etika melalui Yunani dan Islam.14

Setelah membaca dan menganalisa secara rinci uraian etika Ibn

Miskawayh di atas, sedikit dapat disimpulkan bahwa Ibn Miskawayh ialah

failasuf muslim yang humanis di mana keadilan menjadi bagian tatanan moral

kehidupan yang mengatur tingkah laku dan hubungan manusia. Atas dasar latar

belakang pemikiran tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan

tersebut dalam pembahasan skripsi yang berjudul “Gagasan Keadilan Dalam

Etika Ibn Miskawayh”.

12

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 116. 13

Osman Amin, Lights on Contemporary Moslem Philosophy (Kairo: The

Renaissance Bookshop, 1958), cet. I, h. 42-43. 14

Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (ed), Ensiklopedi Tematis Filsafat

Islam Buku Pertama terj. dari History of Islamic Philosophy (Bandung: Mizan, 2003),

cet. I, h. 317.

Page 19: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

8

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dipahami bagaimana

pandangan Ibn Miskawayh mengenai keadilan. Agar batasan masalah lebih

terarah dan fokus, maka permasalahan yang dikaji dibatasi dengan gagasan

keadilan menurut Ibn Miskawayh. Kemudian penulis merumuskan masalah dalam

penelitian ini dan pokok permasalahan tersebut dijabarkan ke dalam bentuk

pertanyaan. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana

gagasan keadilan menurut Ibn Miskawayh?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gagasan keadilan Ibn

Miskawayh.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif

bagi pengembangan wacana keilmuan, khususnya dalam bidang

keislaman dan lebih memahami pemikiran-pemikiran para tokoh

intelektual Muslim terutama dalam bidang akhlak/etika.

2. Dapat menjadi bahan bacaan atau literatur serta bahan rujukan dalam

bidang akhlak/etika pada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta serta menambah khazanah kepustakaan di

Indonesia.

Page 20: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

9

E. Tinjauan Pustaka

Berkaitan dengan tema yang penulis angkat, penulis tidak menemukan

tulisan yang secara spesifik membahas pemikiran Ibn Miskawayh mengenai

keadilan. Maka, dengan demikian tema yang penulis angkat merupakan tema

pertama yang dikaji.

Namun terdapat beberapa tulisan tentang Ibn Miskawayh yang berhasil

penulis temukan, diantaranya:

Pertama, Pendidikan Akhlak (Komparasi Pemikiran Ibn Miskawayh dan

Al-Ghazali), oleh Andika Ukik Krisnando. Skripsi prodi Pendidikan Agama Islam

Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta (2016). Dalam

penulisannya ini, ia membahas tentang pendidikan akhlak perspektif Ibn

Miskawayh dan Al-Ghazali yang kemudian dari kedua pemikiran tokoh tersebut

ia komparasikan.

Kedua, Konsep dan Strategi Pendidikan Akhlak Menurut Ibn Miskawayh

dalam Tahdzib Al-Akhlak, oleh Muthoharoh. Skripsi prodi Ilmu Pendidikan

Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang

(2014). Dalam penulisannya ini, ia mendeskripsikan tentang konsep dan strategi

pendidikan akhlak menurut Ibn Miskawayh.

Ketiga, Pengaruh Kesehatan Jiwa Terhadap Akhlak dalam Pemikiran

Ibn Miskawayh, oleh Akmad Samnuranto. Skripsi prodi Aqidah dan Filsafat Islam

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2017). Dalam

Page 21: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

10

penulisannya ini, ia menjelaskan tentang pengaruh kesehatan jiwa terhadap

akhlak dalam pemikiran Ibn Miskawayh.

Keempat, Konsep Pendidikan Akhlaq terhadap Manusia Menurut Ibn

Miskawayh, oleh Nur Rokhim. Skripsi prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas

Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta (2009). Dalam penulisannya

ini, ia memaparkan tentang konsep pendidikan akhlaq terhadap manusia dalam

pandangan Ibn Miskawayh.

Kelima, Konsep Pendidikan Akhlak dalam perspektif Ibn Miskawayh,

oleh Taifurrohman. Skripsi prodi Pendidikan Agama Islam IAIN Sunan Ampel

Surabaya (2012). Dalam penulisannya ini, ia menjabarkan tentang konsep

pendidikan akhlak perspektif Ibn Miskawayh.

Dari berbagai skripsi yang sudah peneliti baca meskipun sama tentang

pemikiran Ibn Miskawayh, akan tetapi sudut pembahasannya berbeda. Perbedaan

dengan pembahasan skripsi yang peneliti ambil yaitu tentang gagasan keadilan

Ibn Miskawayh.

F. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan kajian perpustakaan

(library research) yaitu menghimpun buku atau tulisan yang ada kaitannya

dengan tema skripsi. Adapun buku-buku yang menjadi sumber primer dalam hal

ini tentunya kitab dan buku-buku karya Ibn Miskawayh tersendiri yang beberapa

di antaranya telah diterjemahkan. Kitab tersebut adalah Tahdzīb al-Akhlāq dan

terjemahannya, Menuju Kesempurnaan Akhlak yang diterjemahkan oleh Helmi

Page 22: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

11

Hidayat Sedangkan sumber-sumber sekunder adalah dari buku-buku yang

memiliki hubungan dengan tema pembahasan dalam penelitian ini.

Adapun teknik analisisnya adalah deskriptif analitis. Maksudnya adalah

penelitian ini berupaya menggambarkan sedemikian rupa pemikiran Ibn

Miskawayh mengenai gagasan keadilan, yang kemudian penulis analisa sehingga

dapat memberikan kejelasan baik bagi penulis khususnya dan pembaca pada

umumnya.

Selanjutnya teknik penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang diterbitkan oleh

CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedangkan pedoman transliterasi dalam

penulisan skripsi ini mengacu pada Jurnal Ilmu Ushuluddin yang diterbitkan oleh

Himpunan Peminat Ilmu Ushuluddin (HIPIUS) tahun 2013.

G. Sistematika Penulisan

Dalam pembahasan skripsi ini penulis akan membuat sistematika

pembahasannya dalam beberapa bab dan sub bab.

Diantaranya sebagai berikut:

Bab I berisi latar belakang masalah yang mengemukakan alasan penulis

membahas topik ini, dilanjutkan dengan perumusan masalah, hal ini dilakukan

supaya pembahasannya lebih terfokus dan dapat menjawab masalah-masalah yang

dihadapi. Setelah itu, tujuan dan manfaat penelitian yang dilanjutkan dengan studi

kepustakaan untuk mengetahui bahwa topik yang penulis bahas tidak sama

Page 23: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

12

dengan tulisan-tulisan yang lain. Kemudian, metode penelitian membahas

bagaimana cara melakukan penelitian dan melalui pendekatan apa yang dilakukan

oleh penulis. Terakhir, sistematika penulisan menjelaskan pembagian bab secara

keseluruhan, disertai uraian singkat tentang isi masing-masing bab tersebut.

Bab II membahas pandangan failasuf Yunani tentang keadilan, meliputi:

keadilan menurut Platon dan keadilan menurut Aristoteles. Dalam bab ini

membahas para tokoh failasuf Yunani yang mempengaruhi pemikiran etika Ibn

Miskawayh, yaitu Platon dan Aristoteles.

Bab III menguraikan tentang biografi Ibn Miskawayh meliputi riwayat

hidup, latar belakang intelektual dan karya-karyanya.

Bab IV menjelaskan tentang keadilan dalam perspektif Ibn Miskawayh

meliputi: definisi keadilan dalam etika Miskawayh, jenis-jenis keadilan, keadilan

merupakan watak jiwa, dan keadilan sebagai jalan tengah.

Bab V berisi kesimpulan dan saran. Pada bab ini penulis akan

menjelaskan kesimpulan yang mengulas isi pembahasan yang telah dijelaskan

sebelumnya dan merupakan jawaban dari rumusan masalah disertai saran-saran

agar penulisan seperti ini dapat dilakukan lebih baik di masa-masa yang akan

datang.

Page 24: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

13

BAB II

PANDANGAN FAILASUF YUNANI TENTANG KEADILAN

Keadilan telah menjadi pokok perbincangan yang mendalam sejak awal

munculnya falsafah Yunani. Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas,

mulai dari yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai pada keadilan sosial.

Terdapat dua macam pendekatan yang dapat digunakan untuk

mendefinisikan keadilan, yaitu pendekatan etimologi dan pendekatan terminologi.

Dari sisi etimologi, keadilan berasal dari bahasa Arab al-„Adl,15

yang artinya

sesuatu Yang Baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan

cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Dalam kamus Mahmud Yunus

„Adlu, berarti adil (lawan aniaya), yang adil, lurus, sama dan pertengahan.16

Kata “keadilan” dalam Bahasa Inggris berarti “justice” yang berasal dari

bahasa latin “iustitia”. Kata “justice” memiliki tiga macam makna yang berbeda

yaitu; (1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair (sinonimnya

justness), (2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan

yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman (sinonimnya judicature), dan

(3) orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum

suatu perkara di bawa ke pengadilan (sinonimnya judge, jurist, magistrate).

15

Sedangkan kata „Adala dalam kamus Rodhe University diartikan sebagai "Keteguhan

hati, moral yang baik. Sebuah istilah hukum Arab yang menunjukkan kualitas tertentu,

kepemilikan yang diperlukan untuk fungsi dan kantor publik dan yuridis. Pemilik „adala disebut

„adl. Seorang saksi dalam melanjutkan sebelum qadl harus menjadi 'adl. Dalam kelompok waktu

yang diakui, saksi yang tidak dapat dihalangi, yang disebut shahid atau 'adl, datang untuk

membentuk suatu penengah dari profesi hukum dan bertindak sebagai notaris atau ahli menulis”. 16

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Mahmud Yunus wa Dzurriyyah,

2009), h. 257.

Page 25: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

14

Untuk mengetahui apa yang adil dan apa yang tidak adil terlihat bukan

merupakan kebijakan yang besar, lebih-lebih lagi jika keadilan diasosiasikan

dengan aturan hukum positif, bagaimana suatu tindakan harus dilakukan dan

pendistribusian menegakkan keadilan, serta bagaimana memajukan keadilan.

Namun tentu tidak demikian halnya jika ingin memainkan peran menegakkan

keadilan.17

Perdebatan tentang keadilan telah melahirkan pelbagai aliran pemikiran

hukum dan teori-teori sosial lainnya.18

Dalam mempelajari keadilan dan

ketidakadilan, maka harus memeriksa menyangkut jenis tindakan mana ia terkait,

jenis jalan tengah seperti apa keadilan itu dan ekstrem apa saja diantaranya. Suatu

tindakan adil menempati posisi di antara dua ekstrem tersebut.19

Oleh karena itu,

dalam membahas teori keadilan dalam penulisan skripsi ini dijelaskan dan

dijabarkan macam-macam keadilan menurut Platon dan Aristoteles, yang mana

akan ada dua sub bab pembahasan inti keadilan yang akan dibahas yakni keadilan

jiwa dan keadilan politik.

17

Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana

Filsafat Hukum Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995), h. 137. 18

Berbagai macam permasalahan keadilan dan kaitannya dengan hukum yang

berkembang dari berbagai aliran pemikiran dapat dibaca pada buku: W. Friedmann, Teori dan

Filsafat Hukum; Susunan II, (Legal Theory), diterjemahkan oleh Muhamad Arifin, cetakan Kedua

(Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1994). 19

Aristoteles, Nichomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika terj. dari The

Nichomachean Ethics oleh Embun Kenyowati (Bandung: Teraju, 2004), h. 111.

Page 26: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

15

A. Keadilan Menurut Platon

1. Biografi Platon

Pemikiran Ibn Miskawayh tentang keadilan dipengaruhi oleh beberapa

failasuf Yunani, salah satunya ialah Platon. Platon namanya, Plotinos yang hidup

di zaman Kekaisaran Romawi, dalam Enneades menyebutnya penuh hormat

sebagai ho theios Platon (Platon yang Ilahi). Kemudian Plotinos dijuluki al-

Shaykh al-Yunani, sementara tradisi Islam yang sama menyebut Platon menjadi

Aflaṭun. Sedangkan orang Italia mengikuti bahasa Yunani dan menuliskannya

dengan tambahan “e” menjadi Platone. Orang Jerman mengikuti persis orang

Yunani Platon, orang Prancis menyebutnya Platon (sama dengan orang Yunani,

tetapi pelafalannya berakhiran “ong”), orang Spanyol membahasakannya dengan

tekanan di “o” menjadi Platón. Orang Inggris menamainya Plato (dilafalkan

menjadi Pləto).

Sementara itu orang Indonesia selalu melafalkan dan menuliskannya

dengan istilah Plato mengikuti orang Belanda yang mengikuti penulisan latin

(Plato, deklinasi ketiga, genetifnya menjadi Platonis) daripada Yunani sendiri.

Oleh karena itu, penulis menyarankan agar menggunakan istilah Platon. Hal ini

juga lebih logis dan merujuk pada kata turunan <Platonisme, Platonik> atau

<Platonisian> diasalkan pada kata dasar Platon daripada Plato. Dalam Bahasa

Yunani memang ditulis Platōn bukan Plato dan kebanyakan bahasa internasional

pun juga menyebutnya demikian.20

Dalam beberapa literatur Indonesia juga sudah

menggunakan istilah Platon seperti karya A. Setya Wibowo yang berjudul Lysis

20

Platon, Lysis (Tentang Persahabatan) terj. oleh A. Setyo Wibowo (Yogyakarta:

Kanisius, 2015), h. 3-4.

Page 27: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

16

(Persahabatan) buku yang penulis pakai langsung untuk menjelaskan asal-usul

nama Platon, Xarmides (Keugaharian), Paideia: Falsafah Pendidikan Platon, dan

Areté Hidup Sukses Menurut Platon. Maka selanjutnya, nama Platon akan penulis

gunakan ketika menuliskan tokoh ini.

Platon dilahirkan di Athena tahun 427 SM, ia termasuk dalam kalangan

bangsawan kaya yang hidup ketika Yunani menjadi pusat kebudayaan besar

selama empat abad.21

Platon merupakan tokoh besar, ia dilahirkan dari keluarga

yang terkemuka, dari kalangan politisi. Semula ia ingin bekerja sebagai seorang

politikus, akan tetapi kematian Sokrates memadamkan ambisinya untuk menjadi

seorang politikus.22

Di samping itu, perkembangan politik di negaranya sedang

tidak baik. Ia ingin mengisi dunia dengan cita-citanya, namun pelajaran dari guru

yang sebelumnya, Kratilos murid Herakleitos hanya berlalu seperti air dan tidak

membekas di hati Platon yang terpengaruh dari tradisi keluarganya.

Selama 8 tahun Platon menjadi murid Sokrates, pengaruh Sokrates lah

yang membekas di hatinya dan ia menjadi muridnya yang setia sampai akhir

hidupnya. Ia bepergian sampai ke Italia dan Sisilia.23

Setelah kembali dari

pengembaraannya, ia mendirikan sekolah “Akademia”24

. Maksud Platon

mendirikan sekolah itu ialah: memberikan pendidikan yang intensif dalam ilmu

21

Tim Nuansa, Plato: Filosof Yunani Terbesar (Bandung: Nuansa, 2009), h. 11. 22

Harun Hadiiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta: Kanisius, 1980), h. 38. 23

Harun Hadiiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat, h. 39. 24

Akademia adalah sekolah yang didirikan Platon sendiri. Sekolah itu diberi nama

demikian karena halamannya dekat dengan kuil yang didedikasikan kepada pahlawan perang

Yunani Kuno yang bernama Akademios.

Page 28: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

17

pengetahuan dan falsafah. Ia memegang pimpinan akademi itu selama 40 tahun,

hingga akhirnya sekolah itu berakhir pada abad ke-6 Masehi.25

Ajaran Platon tergambar dari ucapan Sokrates. Sokrates digambarkan

sebagai juru bahasa isi hati rakyat Athena yang tertindas karena kekuasaan yang

bergantian dan kekuasaan demokrasi yang meluap menjadi anarki dan sewenang-

wenang digantikan oleh seorang tiran dan oligarki yang akhirnya membawa

Athena lenyap di bawah kekuasaan asing. Ia pandai menyatukan puisi, ilmu seni

dan filosofi, pandangan yang dalam dan abstrak sekalipun dapat dilukiskannya

dengan bahasa yang indah, sehingga tidak ada yang dapat menandinginya dalam

hal ini. Hukuman meminum racun yang dijatuhkan kepadanya dipandang sebagai

perbuatan dzalim. Peristiwa tersebut dipastikan menjadi motif besar pencarian

Platon tentang sebuah sistem politik yang ideal di mana orang seperti Sokrates

bisa hidup, bukan hanya terjamin hidup, tetapi juga bisa menjadi pemimpinnya.26

2. Keadilan Jiwa

Jiwa adalah gerak konflik antar berbagai dorongan dan hasrat yang ada

dalam diri manusia. Di dalam diri manusia terdapat berbagai macam hasrat yang

saling bertabrakan. Platon mendefinisikan jiwa sebagai autokineton (dia yang

menggerakan dirinya sendiri) atau aekineton (dia yang selalu bergerak). Jadi, dari

dirinya sendiri, kodrat manusia atau jiwanya adalah sebuah gerakan tanpa henti.

Jika kondisi faktual ini didominasi oleh pleonexia (hasrat tak terbatas) seperti

keyakinan kaum Sofis, maka bisa dibayangkan manusia seperti apa yang akan

muncul. Konflik antar bagian jiwanya akan menggerakan diri manusia. Karena

25

Simon Petrus L.Tjahjadi, Petualangan Intelektual (Yogyakarta: PT Kanisius, 2004), h.

58. 26

A. Setyo Wibowo, Paideia (Yogyakarta: PT Kanisius, 2017), h. 177.

Page 29: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

18

itu, upaya mencari keadilan dalam jiwa memang tidak dapat lepas dari soal

“gerakan”. Jika kaum Sofis gerakannya cenderung bergerak tanpa arah, maka

upaya falsafah Platon adalah mengarahkan agar gerakan ini diorientasikan menuju

Kebaikan.27

Argumentasi Platon mengajak orang membicarakan keadilan dengan

merujuk pada “kodrat” manusia atau jiwanya. Landasan untuk membicarakan

keadilan ditemukan dalam kodrat manusia. Jika manusia yang optimal adalah

manusia yang jiwanya (kodratnya) adil, maka keadilan itu ditemukan manakala

tiap bagian jiwa bersifat optimal.

Kodrat jiwa, menurut Platon tidaklah satu. Saat membicarakan jiwa

manusia, Platon menggambarkan hadirnya tiga manifestasi hasrat (drive) dalam

diri manusia. Pertama, epithumia, yakni bagian nafsu-nafsu yang terdapat pada

bagian perut ke bawah, yang terdiri dari keinginan makan, minum, seks atau uang.

Kedua, thumos, terletak di atas bagian pertama di sekitar dada, yakni keinginan

akan kehormatan dan harga diri. Ketiga, logistikon/rasio yang terdapat pada

bagian leher ke atas/kepala.28

Di dalam praktek sehari-hari, ketiga manifestasi jiwa tersebut seringkali

saling bertarung. Misalnya, bagian perut ke bawah menginginkan makan karena

merasa lapar. Namun rasa hormat di dada mengatakan bahwa sebaiknya seseorang

tetap tinggal di kelas untuk menyelesaikan kuliah dan akhirnya rasio harus

bernegoisasi dengan epithumia dan thumos tersebut. Kemudian rasiolah yang

memutuskan untuk tetap tinggal di kelas, menahan lapar, karena alasan-alasan

27

A. Setyo Wibowo, Paideia, h. 220. 28

A. Setyo Wibowo, Paideia, h. 221.

Page 30: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

19

yang masuk akal. Namun, adakalanya rasio dan rasa harga diri pun kalah karena

epithumia lebih mendominasi seseorang sehingga persoalan makanan baginya

adalah nomor satu dan mengalahkan segalanya.

Ketiga manifestasi jiwa di atas juga merupakan tiga prinsip jiwa.

Pertama, epitumethikon, yaitu,”that which it loves hungers, thirsts and feels the

flutter and titillation of other desire, the irrational (alogistikon) and appetitive

companion of various repletions and pleasures, yang artinya lebih menyenangi

rasa lapar, rasa haus dan segala gelitikan hasrat-hasrat lainnya yang bersifat

irrasional yang muncul menyertai setiap kepuasan dan kenikmatan.29

Sedangkan

di tempat lain, dalam buku The Republic Platon mendefinisikan epithumia sebagai

“the mass of the soul in each of us and the most insatiate by nature of wealth,

yakni kumpulan massa jiwa yang dapat ditemukan dalam setiap diri manusia dan

yang paling tak memiliki rasa puas pada hasrat akan kekayaan” jika tidak bisa

dikendalikan dengan baik maka akan mencelakakan diri.30

Epithumia adalah irrational appetite, bagian nafsu yang dengannya

manusia merasa lapar, haus, berkeinginan seksual, mencari kekayaan/uang.

Elemen ini hanya tunduk pada hukum “pain and pleasure”. Bagian epithumia

bersifat independen, memiliki kebutuhan dan keinginannya sendiri, singkatnya

memiliki cara berpikir sendiri. Secara positif, epithumia adalah keinginan mencari

kenikmatan. Sebaliknya, secara negatif, epithumia adalah apapun yang cenderung

membuat takut. Karena cara “berpikirnya” yang buta maka epithumia harus

29

A. Setyo Wibowo, Paideia, h. 222. 30

Plato, Republic. terj dari The Republik oleh Syivester G. Sukur (Jakarta: PT

Buku

Seru, 2001), h. 325.

Page 31: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

20

dikontrol dan dikuasai agar tidak mendominasi keseluruhan manusia sehingga ia

menjadi pribadi yang hanya makan, minum, tidur atau mencari seks saja, yang

pada akhirnya jika tidak dikontrol akan dapat menghancurkan keseluruhan hidup

manusia tiap individu. Namun tidak dapat dihindarkan bahwa epithumia juga

berguna bagi kelangsungan dan keutuhan hidup manusia. Karena berkat epithumia

manusia tetap hidup dan berkembang biak. Hidup yang dimaksud di sini adalah

kelangsungan hidup biologis.

Kedua, reason atau logistikon adalah elemen kontrol yang

mengendalikan dan menguasai irrational appetite atau epithumia. Fungsi

logistikon adalah mengendalikan nafsu irrasional. Logistikon menjadi petugas

sensor yang mengomando kapan sebuah nafsu boleh dibiarkan atau harus

dikendalikan. Di sisi lain, logistikon juga memiliki fungsi integratif karena ia

melakukan itu semua demi kebaikan bersama seluruh bagian.31

Logistikon bekerja

bukan hanya sebagai pengontrol instrumental atas nafsu, tetapi juga melakukan

fungsinya demi keutuhan manusia.

Istilah rasio yang sering dipakai adalah logistikon, namun dalam

keseluruhan falsafah Platonisian, logistikon adalah reason “derajat kedua”.

Meskipun hanya terletak di kelas dua, logistikon atau logismos turut hadir di

mana-mana, mengendalikan desires manusia dan dengan itu menyatukan manusia.

Sedangkan di sisi lain, reason derajat yang lebih tinggi biasa disebut dengan nous.

Secara distingtif, bagian inilah yang oleh Platon di sebut ilahi dan immortal,

bagian ini tidak ditemukan dalam Republic.

31

A. Setyo Wibowo, Paideia, h. 223.

Page 32: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

21

Ketiga, thumos, merupakan prinsip semangat bangga diri yang tinggi.

Sebagai contoh, Platon mengkisahkan tentang Leontios dari Aglaionos yang

ketika berjalan-jalan melewati lapangan tempat penghukuman mati merasakan di

satu sisi “a desire to see them” (ingin melihat mayat-mayat yang dieksekusi)

namun di sisi lain merasakan “a repugnance and aversion” (merasa jijik dan

menolak melihat mayat-mayat tersebut).32

Platon di sini berbicara tentang sesuatu

yang lain dari logistikon tetapi lain dari irrational appetite. Karena tindakan

Leontios ini justru bertentangan dengan nafsu yang hanya ingin mencari rasa

nikmat dan menghindari rasa sakit. Terdapat elemen lain dalam jiwa yang

membuat Leontios marah, namun bukan sekedar anger, melainkan indignation,

kemarahan yang reasonable akibat sebuah injustice yang terjadi.

Thumos adalah rasa bangga, harga diri atau gagah diri yang membuat

orang bisa menahan keinginan irrational appetite, ia menjalankan fungsi ini

karena ia mengikuti nasihat-nasihat logistikon. Dengan nasihat logistikon inilah

thumos dapat mengendalikan epithumia. Thumos juga berfungsi khusus untuk

menjaga diri, bagian fungsi ini yang sangat penting. Ia menjadi pembantu

logistikon untuk menenangkan epithumetikon/epithumia.

Namun, sebagaimana epithumetikon yang jika tidak dapat dikendalikan

maka akan membawa manusia ke dalam kepentingan partikularnya dengan

merusak keseluruhan manusia, demikian juga thumos.33

Terkadang thumos dapat

menundukkan keseluruhan diri manusia demi kepentingan spesifiknya. Seseorang

32

A. Setyo Wibowo, Paideia, h. 224. 33

A. Setyo Wibowo, Paideia, h. 226.

Page 33: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

22

bisa kehilangan akal dan tidak menggunakan logistikon karena harga diri lebih

dominan dalam hal tertentu.

Menurut Platon, jiwalah yang menjadi penggerak badan. Jiwa

menurutnya adalah “dia yang menggerakan dirinya sendiri” (autokineton). Jiwa

adalah kompleksitas semua gerakan internal dalam diri manusia seperti

digambarkan di atas. Kadang ia termanifestasikan dalam badan, kadang melulu

bersifat internal. Maka dari itu, definisi jiwa menurut Platon merujuk pada “gerak

pada dirinya sendiri”. Kemudian secara sekunder barulah gerakan jiwa itu

dikaitkan dengan manifestasi sematis (wujud-wujud ragawi). Dalam arti itulah

pemikiran Platon tentang manusia dikatakan memberi prioritas kepada jiwa

ketimbang badan. Menurutnya, jati diri manusia adalah jiwanya, sementara badan

adalah sesuatu yang bersifat “tanda” bagi jiwanya.34

3. Keadilan Politik

Keadilan adalah salah satu dari keempat kebajikan pokok atau keutamaan

yang harus dimiliki oleh setiap individu dan oleh seluruh kelas dan golongan

dalam negara ideal. Oleh sebab itu, keadilan merupakan salah satu kebajikan

pokok atau perorangan dan masyarakat. Keadilan mengaitkan ketiga kebajikan

pokok atau keutamaan lainnya, yakni pengendalian diri, keperkasaan dan

kebijaksanaan atau kearifan, karena keadilan haruslah menjadi keutamaan bagi

seluruh bagian jiwa dan bagi semua kelas dalam negara. Dengan demikian,

34

A. Setyo Wibowo, Arete (Yogyakarta: PT Kanisius, 2010), h. 35.

Page 34: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

23

keadilan adalah pemelihara kesatuan dan keutuhan jiwa manusia serta pemelihara

kesatuan dan keutuhan negara.35

Dunia Yunani, tempat tinggal Platon adalah situasi yang sedang tidak

stabil dan tercerai berai. Di Surat VII ia memberi kesaksian bahwa “korupsi

(pembusukan) atas hukum-hukum yang tertulis dan adat istiadat kita terjadi

dengan kecepatan yang luar biasa” (Surat VII 325d). Dengan konteks tersebut, di

dalam bukunya Platon “Republic”, Platon mewacanakan figur failasuf raja/ratu,

menurutnya seorang failasuflah yang tepat untuk dijadikan pemimpin. Masyarakat

yang buruk jiwanya hanya bisa ditransformasikan lewat penataan negara oleh

pemimpin seperti itu yang dipersiapkan lewat cara-cara tertentu. Transformasi

tersebut dimulai melalui pendidikan. Anak-anak yang berbakat menjadi pemimpin

harus dimasukan dalam proses panjang paideia (pendidikan yang artinya

pembudayaan).

Langkah pertama, anak-anak harus dibentuk sensibilitasnya

(kepekaannya). Ketika masih berusia dini mereka dibekali dengan pendidikan

musik yang di dalamnya mengenai tentang sastra, kisah kepahlawanan. Kemudian

pendidikan gimnastik agar jiwa anak-anak selaras, harmonis, sederhana dan penuh

kontrol diri. Jika jiwa sudah tertata ke arah apa-apa yang harmonis dan baik, maka

ketika usia menjelang dewasa kemudian mereka diisi dengan ilmu-ilmu teoritis

antara lain: matematika, geometri ruang, astronomi dan dialektika. Setelah seleksi

35

J. H Rapar, Filsafat Politik Plato Aristoteles Augustinus Machiavelli (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2002), h. 73.

Page 35: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

24

lebih lanjut dan melewati kehidupan selama 15 tahun, akhirnya bisa dipilih siapa

yang layak menjadi raja/ratu failasuf.36

Penjabaran tentang sosok raja/ratu tersebut di atas barangkali terlalu

linear. Di satu sisi, tentu ada program, namun, di sisi lainnya Platon menyadari

lewat pengalamannya terutama saat kegagalan Sokrates mencerahkan Athena, di

samping itu kegagalan-kegagalan pribadinya saat mendidik Tiran di Syrakusa.

Reformasi politik bukanlah sesuatu yang mudah. Platon mengetahui persis bahwa

memunculkan pemimpin adalah tugas yang sulit. Apalagi ia juga menjelaskan

bahwa seandainya failasuf raja/ratu seperti itu ada, mengingat kodrat alamiahnya

sebagai failasuf (born natural philosopher) adalah menikmati kontemplasi, maka

ia juga harus dipaksa untuk berkuasa. Meskipun program pendidikan untuk

melahirkan pemimpin dibuat dengan seksama, tidak ada kepastian bahwa mereka

sungguh akan berkuasa. Dengan cara tersebut, wacana failasuf raja/ratu yang

dikemukakan oleh Platon kemudian mengalami beberapa kesulitan:

a) Situasi masyarakat sudah rusak/tidak stabil, sehingga perlu menyeleksi

anak-anak yang hendak dididik.

b) Calon yang dipilih harus memiliki bakat-bakat khusus.

c) Jika akhirnya kedua cara tersebut di atas menghasilkan failasuf raja/ratu

yang diharapkan, tidak dengan mudahnya orang tersebut bersedia turun

lagi ke “goa gelap” (dunia politik) untuk memegang kekuasaan.37

Pada poin (a) Platon juga menyadari bila masyarakat sudah sedemikian rusak, jika

anak-anak berbakat khusus berhasil ditemukan, lantas siapakah yang mampu

36

A. Setyo Wibowo, Paideia, h. 178. 37

A. Setyo Wibowo, Paideia, h. 179.

Page 36: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

25

mendidik mereka. Platon sendiri menyadari bahwa dirinya dan kawan-kawannya

termasuk “masyarakat yang rusak itu sendiri” sehingga tidak memungkinkan

untuk mendidik anak-anak tersebut menjadi seperti yang diharapkan.

Sulitnya untuk memunculkan failasuf raja/ratu membuat Platon dalam

bukunya Republic ia menyatakan bahwa figur seperti ini bisa datang berkat

chance atau divine inspiration. Platon yang rasional percaya bahwa jika sebuah

kesempatan datang, maka figur-figur kolos kagathos (yang elok dan baik), maka

figur failasuf raja/ratu akan muncul sendiri seolah dipaksa Sang Nasib guna turun

mengurusi kondisi masyarakatnya yang rusak. Pemikiran Platon tentang keadilan

adalah kecenderungannya untuk mengkaitkan norma-norma itu sendiri yang mesti

memiliki daya ikat mutlak. Pemikiran ini berkaitan dengan problem tentang

hukum dan alam, nomos dan physis.

Dasar falsafah Platon adalah “Ide”, ide bagi Platon adalah sebagai

sesuatu yang tetap, yang tidak berubah dan yang kekal. Namun demikian ide

bukan hanya gagasan yang terdapat di dalam pikiran saja, yang bersifat subyektif,

ide juga bukan gagasan yang dibuat dan diciptakan manusia, tetapi ide bersifat

obyektif. Dalam konteks doktrin ide Platon, ide keadilan bisa ditujukan dalam

kaitannya dengan ide Polis, karena perenungan tentang polis akan menghasilkan

sebuah citra di mana hukum dalam pandangannya tidak menemukan peran sama

sekali. Tema keadilan mendominasi dalam karyanya, Politea atau Republic.38

38

Simon Petrus L.Tjahjadi, Petualangan Intelektual, h. 48.

Page 37: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

26

Keadilan berarti seseorang membatasi dirinya pada kerja dan tempat

dalam hidup yang sesuai dengan panggilan kecakapan dan kesanggupannya.

Dengan demikian gagasan tentang keadilan Platon berangkat dari pemikirannya

tentang ide. Ide keadilan akan dapat dinyatakan bila diterapkan dalam suatu

komunitas negara ideal. Dalam negara ideal tersebut ada peraturan dasar yang

disebut nomos yang di dalamnya terdapat partisipasi tentang gagasan keadilan

yang pada gilirannya berperan serta dalam gagasan kebajikan.

Dalam Politeia, Platon mencita-citakan suatu pola kehidupan kenegaraan

Yang Baik. Kehidupan itu akan tercapai bila masyarakat ditata menurut cita-cita

keadilan. Menurut Platon keadilan adalah keadaan selaras dan seimbang berbagai

tatanan atau lapisan masyarakat. Masyarakat adil adalah masyarakat yang

dipersatukan oleh tatanan harmonis di mana tiap-tiap anggota memperoleh

kedudukan sesuai kodrat, tingkat pendidikan atau profesinya. Manusia akan sehat

dan utuh apabila semua bagian jiwanya berada dalam hubungan selaras satu sama

lain, begitu halnya polis.

Dengan pandangan semacam itu, Platon dapat membangun suatu model

negara. Dalam negara terdapat tiga golongan, yakni (1). golongan Penjamin

nafkah/produktor (money-makers), (2). Para penjaga (the helpers/guardians), dan

(3). Para pemimpin (the counselors/philosopher kings).39

Golongan pertama

adalah kelompok yang bekerja agar barang kebutuhan manusia dapat tersedia

(seperti para petani, tukang, pedagang, buruh, pengemudi dan pelaut). Golongan

kedua, yakni golongan penjaga, ialah para pengawas dan pengatur golongan

39

A. Setyo Wibowo, Paideia, h. 228.

Page 38: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

27

pertama agar tidak hanya memikirkan kepentingannya.40

Golongan kedua ini

seluruhnya harus mengabdi pada kepentingan umum. Maka mereka perlu

dikondisikan agar di antara mereka tidak berkembang berbagai kepentingan

pribadi. Mereka perlu dididik secara intensif sejak umur dua tahun dengan

konsentrasi pada mata pelajaran yang mengembangkan disiplin dan kebijaksanaan

(seperti gimnastic, falsafah dan seni musik).

Pada akhirnya, para pemimpin negara diambil dari antara para penjaga

yang paling mendalami falsafah. Dengan kata lain, pemimpin negara Yang Baik

adalah seorang failasuf raja atau ratu failasuf. Seorang failasuf raja adalah orang

yang sanggup mengenali ide-ide atau hakikat sejati di balik realitas inderawi yang

mudah berubah-ubah. Hal itu mungkin karena ia telah mengatasi berbagai

kelekatan pada nafsu dan indera dan dengan demikian, ia bebas dan pamrih.

Seorang failasuf raja dapat memimpin masyarakat dengan berorientasi pada ide

tertinggi, yaitu ide “Yang Baik”.41

Platon sadar bahwa gagasannya tidak dapat terealisasi dalam kenyataan

politik.42

Namun, setidaknya ia merumuskan suatu kerangka permasalahan yang

sungguh penting bagi kehidupan bermasyarakat dan kehidupan politik, yakni

bahwa pemimpin harus berorientasi pada “Yang Baik” (lepas dari berbagai

pamrih) agar dapat mewujudkan keadilan.

40

Simon Petrus L.Tjahjadi, Petualangan Intelektual, h. 57. 41

Simon Petrus L.Tjahjadi, Petualangan Intelektual, h. 57. 42

Dalam sejarah filsafat gambaran ideal mengenai negara yang dicita-citakan Platon ini

disebut utopia. Utopia berasal dari kata Yunani “ou-topos, yang berarti kira-kira “tidak ada

tempatnya” atau (negeri) “antah berantah”. Pemikiran utopis mengkonstruksikan dan

menggambarkan negara atau masyarakat pada suatu tempat yang memang belum pernah ditinggali

dan belum pernah ada, namun keberadaannya bisa diterima sebagai suatu kemungkinan dalam

horizon pemikiran.

Page 39: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

28

Dalam bukunya yang lain tentang politik yang ditulis sesudah Politeia,

yakni Nomoi (undang-undang atau hukum), Platon meninggalkan gagasannya

mengenai raja-failasuf atau failasuf-raja sebagai penguasa negara. Di sini ia

menyatakan bahwa bukan seorang pribadi, melainkan hukum atau undang-undang

tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus dapat diterima oleh akal budi dan

menjamin keadilan bagi seluruh warga. Dengan demikian, Platon tidak

menekankan lagi seorang individu, melainkan suatu sistem perundang-undangan

yang adil dan rasional sebagai penjamin negara Yang Baik dalam Nomoi.

B. Keadilan Menurut Aristoteles

1. Biografi Aristoteles

Aristoteles lahir 384 SM di Stageira, sebuah kota koloni Yunani di

semenanjung Chalcidice yang berada di wilayah Makedonia, yang terletak

disebelah utara Yunani.43

Kendati orang tuanya telah lama menetap di Makedonia,

namun mereka sebenarnya berasal dari Yunani. Ayahnya, Nichomacus, adalah

sahabat dan dokter keluarga Amyntas II, raja Makedonia, ayah raja Philippos dan

kakek Alexandros yang kemudian terkenal dengan nama Alexander yang Agung.

Berbeda dengan Platon (ia seorang bangsawan), Aristoteles berasal dari keluarga

menengah. Sejak kecil ia diasuh dan dididik oleh ayahnya sendiri dalam bidang

kedokteran dengan harapan agar kelak dapat mengganti kedudukan ayahnya

sebagai dokter keluarga raja Makedonia, tetapi ayahnya meninggal sebelum ia

berhasil menamatkan pelajarannya. Sekalipun demikian, ayahnya telah berhasil

43

Simon Petrus L.Tjahjadi, Petualangan Intelektual, h. 63.

Page 40: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

29

mewariskan kepada Aristoteles suatu minat yang amat besar terhadap biologi

yang tampak jelas lewat berbagai karyanya di kemudian hari.44

Pada waktu ia berumur kira-kira 18 tahun Aristoteles dikirim ke Athena

untuk belajar pada Platon. Selama 20 tahun ia menjadi murid Platon. Setelah

Platon meninggal dunia Aristoteles mendirikan sekolah di Assos (Asia Kecil).

Pada tahun 342 ia kembali ke Makedonia untuk menjadi pendidik pangeran

Alexander yang Agung. Setelah Alexander menjadi raja, Aristoteles kembali ke

Athena dan mendirikan sekolah di sana, sekolah tersebut bernama Liseo yakni

tandingan sekolah Akademia milik gurunya sendiri, Platon.

Namun, tepat pada tahun 323 SM, setelah kematian Alexander,

Aristoteles diburu oleh pihak yang memusuhi partai Makedonia. Ia dilirik dan

dianggap membahayakan karena pemikiran politiknya berbeda dengan Alexander.

Ia nyaris dihukum mati, kemungkinan besar karena tuduhan penghujatan terhadap

para dewa. Namun,”agar orang-orang Athena tidak berdosa untuk kedua kalinya

terhadap falsafah”45

, Aristoteles melarikan diri dari kota itu dan tinggal di Khalkis

hingga akhir hayatnya dalam usia 62 tahun.

2. Keadilan Jiwa

Menurut Aristoteles, jiwa dan tubuh ibarat bentuk dan materi. Jiwa

adalah bentuk dan tubuh adalah materi. Jiwa merupakan asas hidup yang

menjadikan tubuh memiliki kehidupan. Jiwa adalah penggerak tubuh, kehendak

jiwa menentukan perbuatan dan tujuan yang akan dicapai.46

44

J. H Rapar, Filsafat Politik Plato Aristoteles Augustinus Machiavelli, h. 139. 45

Simon Petrus L.Tjahjadi, Petualangan Intelektual, h. 63. 46

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1 (Yogyakarta: Kanisius, 2005), h. 51.

Page 41: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

30

Ajaran Aristoteles tentang manusia melalui dua tahap. Dalam tahap

pertama ia masih dipengaruhi Platon, sehingga masih mengajarkan dualisme

antara tubuh dan jiwa, serta mengajarkan pra-eksistensi jiwa. Akan tetapi ia

meninggalkan dualisme dengan menjembatani jurang yang ada di antara tubuh

dan jiwa. Keduanya dipandang sebagai dua aspek dari satu substansi, yang saling

berhubungan dan yang nisbahnya sama seperti nisbah antara materi dan bentuk,

atau antara potensi dan aktus. Jika tubuh adalah materi, maka jiwa adalah

bentuknya. Jika tubuh adalah potensi, maka jiwa adalah aktusnya.

Jiwa adalah aktus pertama yang paling asasi, yang menyebabkan tubuh

menjadi tubuh hidup. Jiwa adalah asas hidup dalam arti yang seluas-luasnya, yang

menjadi asas segala arah hidup yang menggerakkan tubuh, yang memimpin

seluruh perbuatan menuju kepada tujuannya. Terjadinya jiwa dikaitkan dengan

pengembangbiakan tubuh. Pada saat manusia mati jiwanya pun ikut binasa. Maka

tiada pra-eksistensi jiwa dan tidak ada jiwa yang tak dapat mati. Pengertian

tentang jiwa yang demikian itu berlaku baik bagi manusia maupun bagi binatang

dan tumbuh-tumbuhan.47

Aristoteles mengembangkan ajaran falsafah tentang etika. Etika

Aristoteles pada dasarnya serupa dengan etika Sokrates dan Platon. Tujuannya

mencapai eudaimonia48

, kebahagiaan sebagai “barang yang tertinggi” dalam

kehidupan. Akan tetapi, ia memahaminya secara realistis dan sederhana. Ia tidak

bertanya tentang budi dan berlakunya, seperti yang dikemukakan oleh Sokrates. Ia

tidak pula menuju pengetahuan tentang idea yang kekal dan tidak berubah-ubah,

47

Harun Hadiiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat, h. 51. 48

Eudaimonia adalah virtue ethic atau moral yang baik yang basisnya atau arahnya pada

kebahagiaan menurut Sokrates, Platon dan Aristoteles.

Page 42: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

31

tentang idea kebaikan, seperti yang ditegaskan oleh Platon. Ia menuju pada

kebaikan yang tercapai oleh manusia sesuai dengan gendernya, derajatnya,

kedudukannya, atau pekerjaannya. Tujuan hidup tidak hanya mencapai kebaikan

atau untuk kebaikan, melainkan merasakan kebahagiaan.49

Banyak orang mengartikan kebahagiaan itu jika memperoleh

kehormatan, kesenangan dan harta. Namun ketiga hal tersebut menurut Sokrates

bukanlah kebahagiaan sejati. Karena kehormatan menurutnya adalah sesuatu yang

hanya tergantung pada penilaian orang, kesenangan hanya bersifat sementara dan

harta masih ada target di depannya. Artinya ketiga hal tersebut bukanlah puncak

kebahagiaan. Sebagai contoh puncak kebahagiaan misalnya, seorang dokter,

kesehatanlah Yang Baik, bagi seorang pejuang, kemenanganlah Yang Baik dan

bagi seorang pengusaha, kemakmuranlah Yang Baik. Yang menjadi ukuran ialah

kegunaannya yang praktis. tujuan kita bukan mengetahui, melainkan berbuat.

Bukan untuk mengetahui apa budi, melainkan supaya kita menjadi orang yang

berbudi.

Bagaimana berlakunya budi itu, bergantung pada pertimbangan manusia.

Oleh sebab itu, tugas etika ialah mendidik kemauan manusia untuk memiliki sikap

yang pantas dalam segala perbuatan. Orang harus mempunyai pertimbangan yang

sehat, tahu menguasai diri, pandai mengadakan keseimbangan antara keinginan

dan cita-cita. Menurut Aristoteles budi pikiran meliputi: kebijaksanaan,

kecerdasan dan pendapat yang sehat. Budi perangai meliputi: keberanian,

kesederhanaan, pemurah hati dan lain-lain. Tiap-tiap budi perangai Yang Baik

49

Aristoteles, Nichomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika terj. dari The

Nichomachean Ethics, h. 12.

Page 43: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

32

harus duduk sama tengah antara dua sikap yang paling jauh. Misalnya, berani

berada diantara pengecut dan nekat, suka memberi berada di antara kikir dan

pemboros, rendah hati berada di antara berjiwa budak dan sombong, hati terbuka

berada diantara pendiam dan pengobrol. Budi itu terdapat antara manusia karena

perbuatannya. Ajaran tentang jalan tengah itu menunjukkan sikap hidup yang

sesuai dan benar dengan pandangan falsafah Yunani umumnya.50

Budi akan mempengaruhi sikap manusia, maka manusia perlu pandai

menguasai diri. Jika orang tak tahu menguasai diri, terjadi pertentangan antara

pikiran dan perbuatan. Manusia tidak selamanya tepat pertimbangannya, adil

sikapnya. Kadang-kadang, ia berbuat yang tidak masuk akal, adakalanya

tindakannya dikuasai oleh naluri kehewanan yang bersarang di dalam tubuhnya.

Oleh sebab itu, perlu sekali manusia tahu menguasai diri. Manusia yang tahu

menguasai diri, hidup sebagaimana mestinya, tidak terombang-ambing oleh hawa

nafsu, tidak tertarik oleh kemewahan.51

Menurut Aristoteles manusia harus mengambil jalan tengah ketika

terdapat masalah tentang etika yang perlu dijalankan. Ada tiga hal lagi yang perlu

dipenuhi untuk mencapai kebahagiaan hidup, antara lain:

1) Manusia harus memiliki harta secukupnya, supaya hidupnya terpelihara.

Kemiskinan mengakibatkan perilaku rendah bagi manusia, memaksa ia

menjadi loba/serakah. Kepemilikan membebaskan dia dari kesengsaraan

dan keinginan yang meluap, sehingga ia menjadi orang yang berbudi.

50

Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum (Bandung: Pustaka Setia, 2016), h. 234. 51

Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, h. 235.

Page 44: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

33

2) Alat yang terbaik untuk mencapai kebahagiaan ialah persahabatan.

Menurut Aristoteles, persahabatan lebih penting daripada keadilan.

Sebab, jika orang-orang bersahabat, dengan sendirinya keadilan timbul

antara mereka. Seorang sahabat sama dengan satu jiwa dalam dua orang.

Hanya persahabatan lebih mudah tercapai antara orang yang sedikit

jumlahnya dari antara orang banyak. Semua manusia adalah sahabat

maka tidak akan ada kemiskinan, karena sahabatnya yang kaya telah

menghilangkan kemiskinannya.

3) Keadilan. Keadilan adalah dua segi. Pertama, keadilan dalam arti

pembagian barang-barang yang seimbang, relatif sama menurut keadaan

masing-masing. Kedua, keadilan dalam arti memperbaiki kerusakan yang

ditimbulkan. Misalnya perjanjian mengganti kerugian, ini keadilan

menurut hukum.52

Inti dari tercapainya kebahagiaan menurut Aristoteles adalah jika kondisi

jiwa yang berada dalam keselarasan dengan kebajikan yang produknya akal,

karena berfungsinya rasionalitas manusia dengan kebajikan. Artinya jika pikiran

seseorang sehat, perilakunya baik maka jiwa pun akan tenang. Misalnya pencuri,

koruptor dan lain sebagainya. Jadi, kunci bahagia adalah akal jernih selaras

dengan perbuatan akan melahirkan perbuatan baik, maka jiwa akan bahagia.

Namun untuk mendapatkan kebahagiaan terkadang lingkungan sekitar juga

mempengaruhi. Akan tetapi, hal itu dapat diatasi dengan kuatnya mental untuk

52

Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, h. 236.

Page 45: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

34

menangani faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut, maka dengan demikian

akan menjadi orang yang bijak.

Bahagia seharusnya menimbulkan kesenangan jiwa. Ini tercapai dengan

kerja pikiran. Kerja pikiran tidak mencari tujuan di luar yang dilakukan,

melainkan mencari kesenangan dalam diri sendiri. Kesenangan jiwa itu

mendorong orang bekerja lebih giat. Karena rasa puas, tak kenal lelah dan

kesanggupan beristirahat pembawaan dari kerja pikiran, kebahagiaan yang

sebesar-besarnya bagi manusia terletak di dalamnya. Keadilan dan persahabatan,

menurut Aristoteles adalah budi yang menjadi dasar hidup bersama dalam

keluarga dan negara.

3. Keadilan Politik

Setiap tindakan tentunya memiliki tujuan dan setiap manusia

menginginkan tujuan “Yang Baik”, yaitu baik yang tertinggi.53

Pengetahuan akan

Yang Baik ini sangat penting bagi kehidupan. Sehingga pengetahuan tentang

Yang Baik ini harus dipikirkan, termasuk ke dalam ilmu induk yang paling

otonom dan paling menyeluruh. Mengenai hal tersebut, politik di sini sangat tepat

sekali. Karena, Yang Baik menentukan ilmu pengetahuan apa yang harus ada

dalam negara. Maka untuk merealisasikan hal tersebut, terdapat beberapa

kemampuan-kemampuan yang harus dicapai dan kemampuan-kemampuan

tersebut sangat dihormati, misalnya dalam merancang strategi, manajemen rumah

tangga dan kemampuan berbicara/berpidato yang mana hal-hal tersebut terdapat

53

Aristoteles, Nichomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika terj. dari The

Nichomachean Ethics oleh Embun Kenyowati (Bandung: Teraju, 2004), h. 2.

Page 46: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

35

dalam politik. Karena ilmu pengetahuan menggunakan seluruh ilmu-ilmu lain dan

karena mengatur apa yang harus dan tidak boleh dilakukan oleh orang banyak.

Tampaknya mencakup semua tujuan semua ilmu pengetahuan. Dengan demikian,

tujuan politik adalah Yang Baik bagi manusia.

Menurut Aristoteles, adil dalam urusan politis ada di antara orang yang

menjalankan kehidupan pada umumnya agar hubungannya dengan orang lain

menjadikannya mencukupi diri sendiri, bebas dan setara secara proporsional

maupun secara aritmatik. Karena itu, dalam masyarakat hal ini bukanlah

masalahnya, tidak ada yang adil dalam arti politis dalam hubungannya dengan

berbagai anggota antara satu dengan lainnya, tetapi hanya ada sesuatu yang

mengandung sesuatu yang mirip dengan apa yang adil. Yang adil hanya ada di

antara orang-orang yang hubungannya diatur oleh hukum, dan hukum ada di mana

ketidakadilan terjadi.54

Penilaian menurut hukum memutuskan dan membedakan antara apa yang

adil dan apa yang tidak adil. Di mana ada ketidakadilan, di sana ada tindakan

tidak adil. Meskipun tindakan tidak adil tidak selalu menunjukkan bahwa ada

ketidakadilan dan tindakan tidak adil berarti merujuk seseorang terlalu banyak

sesuatu yang secara intrinsik baik dan sedikit secara intrinsik buruk. Itulah

sebabnya tidak membenarkan peraturan oleh manusia, tetapi peraturan oleh akal

karena manusia akan mengambil bagian terlalu besar untuk dirinya sendiri dan

menjadi lalim. Suatu aturan (yang benar) adalah penjaga yang adil. Dengan

demikian, ia juga adalah penjaga keseimbangan dan keadilan. Seseorang berpikir

54

Aristoteles, Nichomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika terj. dari The

Nichomachean Ethics, h. 127.

Page 47: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

36

pengatur yang adil adalah orang yang tidak memperoleh bagian yang lebih besar

dari bagiannya. Ia tidak memberikan kepada dirinya sendiri bagian yang lebih

besar tentang apa yang secara intrinsik baik, sejauh bagian itu proporsional

terhadap jasanya.

Oleh karena itu, manfaat untuk banyak orang dan keadilan dalam hal ini

disebut “kebaikan orang lain”. Konsekuensinya, seseorang harus diberi

kompensasi dan hal ini terdapat dalam kehormatan dan keistimewaan. Bagi

mereka, hal ini bukan merupakan kompensasi yang mencukupi menjadi

sewenang-wenang atau lalim. Sebagai contoh, apa yang adil bagi tuan seorang

budak dan seorang ayah, hal tersebut tidak sama persis dengan adil secara

politik.55

Dengan demikian, yang secara politik tidak adil dan adil tidak berlaku.

Secara politik, adil adalah tergantung pada undang-undang dan diberlakukan

kepada orang-orang yang memiliki kemampuan alamiah terhadap hukum, yaitu

orang yang memiliki persyaratan persamaan dalam mengatur dan diatur.

Sederhananya adalah “adil” adalah orang yang mengikuti aturan/hukum dan

jujur, sedangkan “tidak adil” adalah orang yang tidak mengikuti aturan/hukum

dan tidak jujur.56

Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan

dalam karyanya Nichomchean Ethics, Politic dan Rethoric. Lebih khususnya,

dalam buku Nichomachean Ethics, buku ini sepenuhnya ditujukan bagi keadilan

55

Aristoteles, Nichomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika terj. dari The

Nichomachean Ethics, h. 129. 56

Aristoteles, Nichomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika terj. dari The

Nichomachean Ethics, h. 112.

Page 48: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

37

yang berdasarkan falsafah umum Aristoteles. Yang sangat penting dari

pandangannya adalah bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian

kesamaan. Aristoteles membuat perbedaan penting antara kesamaan proporsi

geometri dan kesamaan proporsi aritmatika.

Lebih lanjut Aristoteles membedakan dua jenis kebajikan, yakni

kebajikan intelektual dan kebajikan praktis. Kebajikan intelektual adalah

pengetahuan atau pemahaman yang dimiliki oleh para failasuf, ilmuwan, dan lain

sebagainya. Sedangkan kebajikan praktis adalah suatu tindakan atau perasaan

yang berupa kebajikan moral. Kebajikan moral sendiri terbagi menjadi dua

macam, yakni universal justice dan particular justice.57

Universal justice adalah

semua jenis kebajikan (moral justice) atau kebajikan akhlak. Sementara particular

justice terdiri dari lima macam.

Pertama, keadilan komutatif, yaitu keadilan yang berhubungan dengan

persamaan yang diterima oleh setiap orang tanpa melihat jasa-jasanya. Artinya

harus bersikap sama terhadap semua orang dan tidak melihat dari segi manapun.

Sederhananya adalah sama rata. Sebagai contoh misalnya, siswa yang

mengumpulkan tugas, maka ia berhak mendapatkan nilai seperti siswa lainnya,

maka perlakuan ini adil. Contoh lain, seorang koruptor yang hukumannya tidak

sesuai dengan hukum yang berlaku, maka perlakuan ini tidak adil.

Kedua, keadilan konvensional (keadilan legal), yaitu keadilan yang

mengikat warga negara karena telah disepakati melalui kekuasaan khusus.

Keadilan ini menekankan pada aturan atau kebiasaan yang harus dilakukan warga

57

Aristoteles, Nichomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika terj. dari The

Nichomachean Ethics, h. 115.

Page 49: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

38

negara yang dikeluarkan oleh suatu kekuasaan. Artinya seorang warga negara

telah dapat menegakkan keadilan setelah menaati hukum dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di dalam sistem pemerintahan. Sederhananya

adalah adil sesuai dengan hukum yang disepakati.58

Sebagai contoh misalnya,

menjalankan peraturan lalu lintas, taat membayar pajak, memiliki KTP dan lain

sebagainya, jika hal tersebut dipatuhi oleh setiap warga negara maka bisa

dikatakan adil . Contoh lain, suatu golongan agama yang ingin menjadikan

Negara Indonesia sebagai negara khilafah, sementara Indonesia memiliki dasar

negara yakni Pancasila dan UUD 1945, maka inilah perlakuan yang tidak adil.

Ketiga, keadilan kodrat alam (sunnatullah), yaitu keadilan yang

bersumber pada hukum alam atau hukum kodrat yang mana hukum alamiah

ditentukan oleh akal manusia yang dapat merenungkan sifat dasarnya sebagai

makhluk yang berakal dan bagaimana seharusnya perilaku yang patut dilakukan

oleh sesama manusia. Sederhananya adalah disesuaikan dengan pemberian orang

lain. Sebagai contoh misalnya, perbuatan baik atau buruk akan mendapat balasan

yang setimpal sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan, maka hal ini disebut

adil. Contoh lain yang bisa diluruskan dengan keadilan kodrat alam misalnya

kasus LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Trasnsgender) karena secara sunnatullah

hal tersebut tidak dibenarkan.

Keempat, keadilan korektif (keadilan perbaikan/pembetulan), yaitu

keadilan yang dimaksudkan untuk mengembalikan ketidakadilan atau suatu

keadaan atas status kepada kondisi yang seharusnya, dikarenakan kesalahan dalam

58

Aristoteles, Nichomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika terj. dari The

Nichomachean Ethics, h. 113.

Page 50: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

39

perlakuan/tindakan. Sebagai contoh misalnya, seorang terpidana dibebaskan

karena ternyata terjadi kekeliruan atau kesalahpahaman dalam perlakuan hukum.

Contoh lain, kekayaan yang diraih saat ini oleh seseorang bisa jadi pada saat

zaman nenek moyang dahulu didapatkan dengan cara yang tidak baik, maka harus

ada perbaikan misalnya membayar pajak bagi orang-orang kaya yang menikmati

jalan tol dan hasil pajak bisa dibagikan kepada orang-orang yang kurang mampu

sehingga mereka juga bisa menikmati keadilan.59

Kelima, keadilan distributif, yaitu keadilan yang diterima seseorang

berdasarkan jasa-jasa atau kemampuan yang telah disumbangkannya/sebuah

prestasi. Keadilan ini menekankan pada asas keseimbangan yaitu antara bagian

yang diterima dengan jasa yang telah diberikan. Sederhananya adalah keadilan

yang diberikan sesuai dengan prestasi/reward. Sebagai contoh misalnya,

pemberian nilai kepada mahasiswa sesuai dengan prestasi yang telah dicapai.

Contoh lain, seorang karyawan yang telah bekerja bertahun-tahun dan telah

mendedikasikan diri, maka berhak mendapatkan reward, misalnya kenaikan gaji,

jabatan, dan lain sebagainya.60

59

Aristoteles, Nichomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika terj. dari The

Nichomachean Ethics, h. 120. 60

Aristoteles, Nichomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika terj. dari The

Nichomachean Ethics, h. 118.

Page 51: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

40

BAB III

BIOGRAFI IBN MISKAWAYH

A. Riwayat Hidup

Nama lengkap Ibn Miskawayh adalah Abū ʻAlī Aḥmad (Muḥammad) bin

Yáqūb bin Ibn Miskawayh.61

Ia lahir di kota Rayy (Iran) pada tahun 320 H/932 M

dan wafat di Asfahan pada 9 Safar 421 H/16 Februari 1030 M.62

Mengenai

agamanya, Yaqut berkata bahwa ia mula-mula beragama Majusi, kemudian

memeluk Islam. Namun, ayahnya membenarkan bahwa Ibn Miskawayh sendiri

sebenarnya adalah orang Islam. Di samping itu, Muḥammad yang menyertai

namanya juga mencerminkan jika ia adalah putera seorang Muslim.

Nama aslinya adalah Aḥmad Muḥammad bin Yáqūb, disebutkan pula

dengan nama Abu Ali Miskawayh yang diambil dari nama keluarga. Ibn

Miskawayh adalah seorang failasuf Islam yang pertama kalinya membicarakan

masalah akhlak dalam kitabnya Tahdzīb al-Akhlāq yang saat ini sudah

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Menuju Kesempurnaan Akhlak. Ibn

Miskawayh menjelaskan masalah keadilan dan jalan untuk mencapainya. Selain

belajar falsafah, beliau juga mempelajari sejarah, ilmu sejarah yang ia pelajari

yakni dari karya Abū Bakr Aḥmad Ibn Kāmil al-Qāḍī yang berjudul Tarikh al-

Ṭabari. Sedangkan ilmu falsafah ia dapatkan dari Ibn Khammar,63

sedangkan

falsafah Aristoteles dan ilmu kimia dipelajarinya dari Abū al-Ṭayyib al-Rāzī.

61

Moeflih Hasbullah, Filsafat Sejarah (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 210. 62

Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 204. 63

Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya (Jakarta: Rajawali Press,

2012), h. 127.

Page 52: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

41

Menurut Ensiklopedia Islam di Indonesia Ibn Miskawayh lahir di kota

Rayy (Iran) pada tahun 320 H/932 M dan wafat di Asfahan pada 9 Safar 421 H/16

Februari 1030 M.64

Ibn Miskawayh merupakan golongan pejabat dan intelektual

yang memperoleh kemajuan pesat di bawah perlindungan Buwaihiyyah (abad ke-

4 sampai 5 H/abad ke-10 sampai 11 M) dan yang memberikan sumbangsih kepada

kehidupan intelektual dan kultural yang kaya dalam periode ini. Berawal dari

berbagai ilmu pengetahuan dan kesusastraan yang ia pelajari sehingga membentuk

elemen-elemen utama kultur di masanya. Sampai pada akhir hayatnya, ia menjadi

seorang pakar dan penulis yang tekun.65

Ibn Miskawayh hidup pada masa pemerintahan dinasti Buwaihiyyah

(320-450 H/932-1062 M) yang besar pemukanya bermazhab Syi‟ah. Ibn

Miskawayh memiliki hubungan baik dengan orang-orang penting dan penguasa di

zamannya. Sudah cukup lama ia mengabdi kepada para wazir dan amir Bani

Buwaih yakni pada Wazir Ḥasan bin Muḥammad al-Azdari al-Maḥlabi di

Baghdad (348-352 H/ 963 M). Setelah al-Mahlabi meninggal, ia diterima oleh

Wazir Abū Faḍl Muḥammad Ibn al-„Ᾱmid di Rayy (352-360 H), masa

pengabdiannya dengan Ibn al-„Ᾱmid ini ia diangkat sebagai pustakawan istana

selama tujuh tahun. Oleh karena itu, dari jabatan tersebut Ibn Miskawayh

mendapat kesempatan untuk memanfaatkan perpustakaan istana untuk membaca

berbagai macam literatur serta ia mempelajari falsafah Yunani dari buku-buku

yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Sehingga dari hasil bacaannya

64

Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam, h. 204. 65

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak terj. dari Tahdzib Al-Akhlaq oleh

Helmi Hidayat (Bandung: Mizan: 1998), cet. IV, h. 18.

Page 53: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

42

tersebut, ia dapat menulis dan mampu menghasilkan karya-karya yang

berkualitas.

Setelah Ibn al-„Ᾱmid wafat pada tahun 360 H/970 M, Ibn Miskawayh

tetap mengabdi kepada putra Ibn al-„Ᾱmid yang bernama Wazir Abū al-Fatḥ Alī

bin Muḥammad (360-366 H), dengan jabatan yang sama yakni sebagai

pustakawan istana. Hingga pada akhirnya Abū al-Fatḥ dipenjarakan dan

meninggal pada tahun 366 H/976 M, kemudian Abū al-Fatḥ digantikan oleh

musuh sengitnya, wazir terkemuka dan ahli sastra yakni Al-Ṣahib Ibn „Abbād.

Sejak saat itu, Ibn Miskawayh meninggalkan Rayy dan menuju Baghdad, di

sanalah ia mengabdi pada istana pangeran Buwaihiyyah yakni Amir Addud ad-

Daulah bin Buwaih (367-372 H).66

Oleh pangeran Buwaih tersebut ia memperoleh

kepercayaan untuk menjadi bendaharawan dan jabatan-jabatan lain.

Setelah pangeran Buwaih meninggal, ia tetap mengabdi kepada para

amir-amir berikutnya. Sehingga dari berbagai jabatan-jabatan yang didudukinya

tersebut menjadikannya tokoh yang berpengaruh di ibukota Buwaihiyyah.

Menjelang tahun-tahun terakhir dari hidupnya, ia memilih untuk belajar dan

menulis sampai pada akhirnya ia meninggal di usianya yang lanjut pada tahun 421

H/1050 M.

B. Latar Belakang Intelektual

Dari latar belakang pendidikan Ibn Miskawayh tidak ditemukan data

sejarah yang rinci. tetapi ditemukan beberapa keterangan, bahwa ia mempelajari

sejarah yang ia pelajari dari karya Abū Bakr Aḥmad Ibn Kāmil al-Qāḍī yang

66

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 19.

Page 54: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

43

berjudul Tarikh al-Ṭabari. Sedangkan ilmu falsafah ia dapatkan dari Ibn

Khammar,67

seorang mufassir ternama mengenai falsafah dan karya-karya

Aristoteles.68

Sedangkan ilmu kimia dipelajarinya dari Abū al-Ṭayyib al-Rāzī,

seorang ahli kimia. Keahliannya dalam berbagai bidang ilmu, ia dapat

dikelompokkan sebagai seorang pemikir, moralis dan sejarawan Parsi yang paling

terkenal.69

Ibn Miskawayh merupakan seorang failasuf yang representatif dalam

bidang akhlak (falsafah etika) dalam Islam. Meski terpengaruh oleh budaya asing,

terutama Yunani, namun usahanya sangat berhasil dalam melakukan harmonisasi

antara pemikiran falsafah dan pemikiran Islam, terutama dalam bidang akhlak.

Pemikiran Ibn Miskawayh diwarnai oleh pemikiran para pendahulunya

dari para failasuf Yunani dan Muslim, seperti Plato, Aristoteles, Galen, kaum

Stoa, Al-Kīndī, Al-Fārābī dan lain sebagainya. Selain pendidikan dari guru

langsung, di sisi lain Ibn Miskawayh juga memperdalam pemikirannya secara

otodidak. Apalagi pada saat Ibn Miskawayh diberi kepercayaan sebagai

pustakawan. Kesempatan menjadi pustakawan tersebut tidak disia-siakannya

untuk menimba ilmu pengetahuannya.

Ibn Miskawayh dikenal sebagai bapak etika Islam. Ia telah merumuskan

dasar-dasar etika dalam kitabnya Tahdzīb Al-Akhlāq wa Taṭhir al-A‟raq

(Pendidikan Budi dan Pembersihan Akhlak). Sementara sumber falsafah etika Ibn

67

Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, h. 127. 68

Moeflih Hasbullah, Filsafat Sejarah, h. 211. 69

M. M. Syarif, Para Filosof Muslim (Bandung: Mizan, 1996), h. 85.

Page 55: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

44

Miskawayh berasal dari falsafah Yunani, peradaban Persia, ajaran syariat Islam

dan pengalaman pribadi.70

Gelar guru ketiga setelah al-Fārābī disandangkan kepada Ibn Miskawayh

karena dikenal sebagai seorang ilmuwan agung. Ia merupakan ilmuwan hebat

yang juga dikenal sebagai seorang failasuf, penyair dan sejarawan yang sangat

terkenal.71

Terlepas dari sejarah perjalanan hidup Ibn Miskawayh yang sangat

minim penjelasannya, penulis mencoba menggali dari sisi tahun di masa

kehidupan Ibn Miskawayh. Secara umum masa hidup Ibn Miskawayh adalah pada

abad 9-10. Pada saat itu Islam dikuasai oleh Dinasti „Abbasiyah yang memimpin

Islam dalam periode yang cukup lama, yakni pada tahun 750 M sampai 1030 M/

abad ke-7 sampai abad ke-12 M.72

Adapun secara khusus Ibn Miskawayh berada dalam kepemimpinan

„Abbasiyah tepatnya pada periode ketiga. Karena dalam dinasti „Abbasiyah

terbagi menjadi lima periode kepemimpinan. Periode pertama berlangsung pada

tahun 750-847 M, periode kedua pada tahun 847-945 M, periode ketiga pada

tahun 945-1055 M. Sehingga dapat ditarik benang merah bahwa masa kehidupan

Ibn Miskawayh berada pada akhir „Abbasiyah periode kedua dan ketiga.73

Pada periode „Abbasiyah ketiga (334 H-447 H/ 945 M-1055 M) Dinasti

„Abbasiyah dikuasai oleh Bani Buwaih. Bani Buwaih merupakan tiga putera

Buwaih yang ingin mengubah nasib dengan memasuki militer di dalam pasukan

70

Muhaimin, Kawasan dan Wawasan Studi Islam (Jakarta: Fajar Interpratama Offset,

2005), h. 328. 71

Mustofa Hasan, Sejarah Filsafat Islam, h. 87. 72

Badri Yatim, Historitografi Islam (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 69. 73

Badri Yatim, Historitografi Islam, h. 70.

Page 56: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

45

Makan Ibn Kali, salah seorang panglima di Dailam. Karir putera Buwaih dalam

bidang militer menjadikan mereka sebagai penguasa yang diberi gelar Amir al-

Umara oleh Khalifah. Oleh karena itu, Bani Buwaih inilah yang menguasai

daerah Persia. Bani Buwaih menganut aliran Syiah. Sehingga hal tersebut

menjadikan ciri bahwa aliran Syiah berkembang pesat di Persia.74

Kedudukan Syiah sebagai aliran yang dianut Bani Buwaih ini kemudian

berdampak pada Ibn Miskawayh sendiri. Seperti yang disebutkan oleh

Sudarsono,” Ibn Miskawayh merupakan pemikir yang menganut aliran Syiah”.75

Bahkan Hasyimsyah juga menyampaikan bahwa Ibn Miskawayh menghabiskan

usianya untuk mengabdi kepada Bani Buwaih.76

Meskipun dengan kondisi perbedaan paham aliran yang dianut antara

Bani Buwaih sebagai penganut Syiah dengan Bani Abbas yang menganut aliran

Sunni. Namun, tidak menjadi kendala bagi kedua pemimpin ini dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan. Para pemimpin Bani Buwaih tak mau kalah,

mereka juga memberikan perhatian dan penghargaan yang cukup besar terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan. Sehingga pada masa Bani Buwaih banyak

failasuf yang bermunculan, Ibn Miskawayh salah satunya.77

Masa puncak kejayaan Bani Buwaih adalah pada masa „Aḍud al-Daulah

yang berkuasa pada tahun 367-372 H. Perhatiannya terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan dan kesusasteraan amat besar, sehingga pada masa ini Ibn

Miskawayh mendapatkan kepercayaan menjadi bendaharawan, pada masa ini pula

74

Badri Yatim, Historitografi Islam, h. 71. 75

Sudarsono, Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), h. 89. 76

Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 56. 77

Badri Yatim, Historitografi Islam, h.71.

Page 57: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

46

Ibn Miskawayh mulai dikenal sebagai seorang failasuf, ilmuwan dan penyair.

Namun keberhasilan politik dan kemajuan ilmu pada saat itu tidak dibarengi

dengan ketinggian akhlak, bahkan secara umum sedang dilanda kemerosotan

akhlak, baik di kalangan atas, menengah dan bawah. Oleh sebab itu, masalah

penurunan akhlak tersebut yang memotivasi Ibn Miskawayh untuk memusatkan

perhatian dan pemikirannya pada etika Islam78

Di akhir masa kehidupannya Ibn Miskawayh menghabiskan sisa

umurnya dengan belajar dan menulis. Karena itu, hal tersebut menjadi bukti

bahwa Ibn Miskawayh juga memegang jabatan strategis sebagai bendaharawan.

Hanya sedikit pemaparan mengenai biografi Ibn Miskawayh, dikarenakan

keterbatasan literatur dan beberapa literatur hanya menjelaskan hal-hal penting

saja. Seperti karya-karyanya dan keterlibatannya dalam kondisi politik yang ada

pada saat itu. Namun pemikiran Ibn Miskawayh tidak akan pernah padam, bahkan

selalu menjadi rujukan dalam dunia pemikiran terutama falsafah etika/akhlak.

C. Karya-karya

Beberapa jumlah karya tulis Miskawayh dalam tulisan Abdul Aziz

Dahlan yang mendasarkan kepada para penulis masa lalu adalah sebanyak 18

buah judul yang kebanyakan berbicara tentang jiwa dan akhlak (etika).79

Sementara Yaqūt memberikan 13 buah karya Miskawayh, antara lain:80

1. Al-Fauz al-Akbar (keberhasilan Besar)

2. Al-Fauz al-Asghar (keberhasilan Kecil)

78

Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 56. 79

Oliver Leaman,” Ibnu Miskawaih” dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, editor

Sayyed Hossein Nasr (Bandung: Mizan, 2003), h. 310-311. 80

M. M. Syarif, Para Filosof Muslim, h. 83.

Page 58: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

47

3. Tajārib al-Umam (Pengalaman Bangsa-bangsa sejak awal sampai masa

hidupnya/ sebuah sejarah tentang Banjir Besar yang ditulis pada tahun

369 H/979 M)

4. Uns al-Faraīd (kumpulan anekdot, syair, pribahasa dan kata-kata

mutiara)

5. Tartīb al-Sa‟adah (akhlak dan politik)

6. Al-Muṣṭafa (syair-syair pilihan)

7. Jawīdān Khirād (kumpulan ungkapan bijak)

8. Al-Jāmi‟

9. As-Ṣiyār (aturan hidup)

Mengenai karya-karya di atas, al-Qifti hanya menyebutkan karya Ibn

Miskawayh nomor 1,2,3 dan 4 dan menambahkan sebagai berikut:81

10. Tentang Pengobatan Sederhana (mengenai kedokteran)

11. Tentang Komposisi Bajat (mengenai seni memasak)

12. Tahdzib al-Akhlaq (pendidikan akhlak)

13. Kitab al-Asyribah (mengenai minuman)

Nomor 2, 3 dan 13 kini masih ada dan telah diterbitkan. Di samping itu

ada lima daftar lagi yang tak disebut oleh Yaqut dan al-Qifti, yaitu:

14. Risālah fī al-Lazzāt wal-Ᾱlam fī Jauhar al-Nafs (Naskah di Istanbul,

Raghib Majmu‟ah No. 1463, lembar 57a-59-a)

81

M. M. Syarif, Para Filosof Muslim, h. 84-85.

Page 59: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

48

15. Ajwibāh wa As‟ilah fi al-Nafs wal-Aql (tanya jawab tentang jiwa. Dalam

Majmu‟ah tersebut terdapat di Istanbul, Raghib)

16. Al-Jawab fī al-Masā‟il al-Tsalats (jawaban tentang tiga masalah. Naskah

di Teheran, Fihrists Maktabat al-Majlis, II, No. 634 (31)

17. Risālah fī Jawāb fi Su‟al „Alī bin Muḥammad Abū Ḥayyān al-Sufi fī

Haqīqat al-Aql (Perpustakaan Mashhad di Iran, I, No. 43 (137))

18. Thahārat al-Nafs (kesucian jiwa. Naskah di Koprulu, Istanbul, No. 767)

Muḥammad Bāqir ibn Zaīn al-Abidīn al-Hawanṣari mengatakan bahwa ia

juga menulis beberapa risalah pendek dalam bahasa Parsi (Raudhat al-Jannah,

Teheran, 1287 H/1870 M, hlm. 70).82

Mengenai urutan karya-karyanya, yang kita ketahui dari Miskawayh

sendiri bahwa al-Fauz al-Akbar ditulis setelah al-Fauz al-Asghar, dan Tahdzīb al-

Akhlāq ditulis setelah Tartib al-Sa‟adah.83

82

Mustofa Hasan, Sejarah Filsafat Islam, h. 89. 83

M. M. Syarif, Para Filosof Muslim, h. 85.

Page 60: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

49

BAB IV

KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH

A. Definisi Keadilan dalam Etika

Keadilan merupakan salah satu pemikiran etika Ibn Miskawayh. Dalam

bukunya Tahdzīb al-Akhlāq, ia banyak memaparkan mengenai keadilan. Karyanya

ini mencoba menunjukkan bagaimana untuk memperoleh watak-watak yang lurus

untuk menjalankan tindakan-tindakan yang secara moral benar terorganisasi dan

tersistem.84

Dasar argumentasinya adalah tinjauannya tentang sifat dasar jiwa,

yang diambil dari Platon sebagai entitas dan substansi yang berdiri sendiri, yang

berbeda dengan gagasan Aristoteles mengenai jiwa. Jiwa, menurut Ibn

Miskawayh, dapat dipandang sebagai sesuatu yang berbeda dengan badan karena

beberapa alasan. Jiwa menjadi pembeda antara manusia satu dengan manusia

lainnya, ia memanfaatkan badan dan bagian-bagiannya dan ia juga berusaha

menjalin hubungan dengan alam-alam wujud yang lebih spiritual dan lebih

tinggi.85

Ibn Miskawayh membagi jiwa menjadi tiga daya: 1. daya rasional atau

jiwa rasional (al-nafs al-nāṭiqah), 2. daya emosi atau jiwa emosi (al-nafs al

sabu‟īyah/ al-nafs al-ghaḍabīyyah), 3. daya syahwat atau nafsu syahwat (al-nafs

al-bahīmīyyah)86

. Daya rasional (al-nafs al-nāṭiqah) adalah jiwa yang menjadi

dasar berpikir, membedakan dan menalar hakikat segala sesuatu. Pusat daya ini

terdapat di otak. Daya emosi (al-nafs al sabu‟īyah/ al-nafs al-ghaḍabīyyah),

84

Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), h. 114. 85

Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, h. 115. 86

Maftukhin, Filsafat Islam (Yogyakarta: Teras, 2012), h. 122.

Page 61: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

50

adalah jiwa yang menjadi dasar kemarahan, tantangan, keberanian atas hal-hal

yang menakutkan, keinginan berkuasa, keinginan pada ketinggian pangkat dan

berbagai kesempurnaan. Pusat daya ini terdapat di dalam jantung. Daya syahwat

(al-nafs al-bahīmīyyah), adalah jiwa yang menjadi dasar syahwat, usaha mencari

makan, kerinduan untuk menikmati makanan, minuman dan perkawinan serta

berbagai macam kenikmatan inderawi lainnya. Pusat daya ini terdapat di dalam

hati.87

Daya syahwat adalah daya jiwa yang paling rendah, daya emosi yang

paling tengah dan daya rasional yang paling terhormat. Manusia dapat menjadi

manusia karena ketiga daya tersebut. Dengan jiwa rasional manusia dapat

membedakan diri dengan hewan dan bahkan dapat menyamakan diri dengan

malaikat.

Keadilan (al-„adalah) adalah gabungan dari tiga keutamaan al-nafs.

Dikatakan demikian, karena seseorang tidak dapat disebut ksatria jika ia tidak

adil. Demikian pula orang tidak dapat disebut pemberani jika ia tidak mengetahui

keadilan jiwa atau dirinya mengarahkan semua inderanya untuk tidak mencapai

tingkat nekad (al-taḥawwur) maupun pengecut (al-jubn). Al-ḥakīm tidak akan

memperoleh al-ḥikmat apabila ia tidak menegakkan keadilan dalam berbagai

pengetahuannya dan tidak menjauhkan diri dari sifat kelancangan (al-safah) dan

kebodohan (al-balah). Dengan demikian, manusia tidak akan dikatakan adil jika

ia tidak mengetahui cara menggabungkan antara al- ḥikmat (kebijaksanaan), al-

syajā‟ah (keberanian) dan al-„iffah (kesederhanaan). Sehingga dari ketiga

87

Muhammad Utsman Najati, Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim (Bandung:

Pustaka Hidayah, 2002), h. 88.

Page 62: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

51

keutamaan tersebut menghasilkan keseimbangan (al-I‟tidāl). Keseimbangan ini

kemudian diinterpretasikan secara Phytagorean dan Neo-Platonik sebagai cara

penyatuan, bahwa prinsip utama hidup di dunia ini adalah sebagai pengganti

(surrogate) atau bayangan keesaan (ẓhill al-waḥdah/shadow of unity). Pada

hakikatnya kesatuan ini merupakan sinonim dari kesempurnaan sesuatu

(perfection of being) dan pada lain kesempatan ia juga merupakan sinonim dari

kebijaksanaan yang sempurna (perfect goodness).88

Ibn Miskawayh dengan meyakinkan berpendapat bahwa gagasan tentang

keadilan Ilahi atau keadilan sempurna adalah idea tunggal yang hanya berurusan

dengan prinsip-prinsip yang kekal dan immaterial. Sebaliknya, keadilan manusia

berubah-ubah dan bergantung pada karakter komunitas tertentu dan anggota-

anggotanya. Hukum Ilahi menentukan apa yang harus dilakukan di setiap tempat

pada setiap saat, sedangkan hukum negara mempertimbangkan adat kebiasaan

yang bisa berubah dan relatif/serba mungkin pada masanya.

Ibn Miskawayh berpendapat bahwa keadilan memang diartikan sebagai

pertengahan antara al-ẓulm dan al-inzilam. Al-ẓulm berarti memperoleh hak milik

dari sumber dan cara yang tidak semestinya (berbuat aniaya). Sedangkan al-

inzilam adalah menyerahkan hak milik kepada yang tidak semestinya dengan cara

yang tidak semestinya pula (teraniaya).89

Pengertian keadilan di sini disepakati oleh para failasuf bukan sebuah

keutamaan tersendiri melainkan keutamaan secara menyeluruh. Keadilan ini

88

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak terj. dari Tahdzib Al-Akhlaq oleh

Helmi Hidayat (Bandung: Mizan: 1998), cet. IV, h. 108. 89

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 109.

Page 63: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

52

merupakan gabungan dari semua keutamaan. Oleh karena itu, keadilan hanya

akan tercapai jika setiap jiwa mewujudkan masing-masing keutamaan.

Secara umum tulisan Ibn Miskawayh tentang keadilan („adl) bersifat

Aristoteles, meskipun baginya kebajikan ini merupakan suatu bayangan dari

keesaan Tuhan, yakni keseimbangan sejati. Pengetahuan tentang cara atau batas

setiap persoalan merupakan prasyarat dari keadilan, namun berbeda dengan

Aristoteles, ia berpendapat bahwa keadilan merupakan fungsi kehendak ilahiah

bukan sekedar pemikiran rasional dan sikap kehati-hatian. Seorang raja, sebagai

khalifah Tuhan, dapat melaksanakan kebijaksanaan secara terinci sesuai dengan

keadaan waktu dan tempat tanpa merusak nilai-nilai kehendak ilahiah.90

Ibn Miskawayh mengartikan keadilan sebagai titik tengah dari beberapa

sisi. Keadilan merupakan kebajikan paling sempurna dan paling dekat dengan

kesatuan. Kesatuan adalah sesuatu yang memiliki kemuliaan dan tingkatan paling

tinggi.91

Keadilan dapat terwujud melalui rasa takut dan kekuatan.92

Seperti yang dijelaskan oleh Dedi Supriyadi dalam bukunya Pengantar

Filsafat Islam. Pada saat Ibn Miskawayh membicarakan sifat dasar kebajikan, ia

menggabungkan gagasan Aristotelian dengan gagasan Platonik. Sementara itu,

meskipun Ibn Miskawayh tidak dikenal sebagai sufi tetapi agaknya ia juga tidak

dapat menolak kenyataan bahwa usaha memperoleh keselamatan pribadi

hakikatnya juga termasuk salah satu ciri kesufian. Artinya untuk memperoleh

keselamatan harus memiliki jiwa seperti seorang sufi. Kebajikan muncul sebagai

90

M. M. Syarif, Para Filosof Muslim, h. 93-94. 91

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 115. 92

Thawil Akhyar Dasoeki, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam (Semarang: CV Toha Putra,

1993), h. 50.

Page 64: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

53

kesempurnaan aspek jiwa yang menggambarkan esensi kemanusiaan, yakni akal,

dan yang membedakannya dari bentuk-bentuk eksistensi yang lebih rendah.

Kebaikan akan meningkat selama diri mengembangkan dan memperluas

kemampuan yang dimiliki untuk mengasah dan menerapkan akal pada kehidupan.

Cara-cara untuk melakukan hal ini harus sesuai dengan jalan tengah, titik terjauh

dari dua titik ekstrem dan keadilan muncul jika diri berupaya untuk mengelola hal

itu.93

Ibn Miskawayh mengembangkan seperangkat kebajikan yang berkaitan

dengan kebijaksanaan, keberanian, kesederhanaan dan keadilan yang menguraikan

perkembangan moral yang hendak dituju. Ia mengkombinasikan pembagian

kebajikan versi Platon dengan pemahaman versi Aristoteles tentang apa

sesungguhnya kebaikan itu dan menambahkan gagasan bahwa akan lebih baik bila

kebajikan-kebajikan ini dapat diperlakukan sebagai suatu kesatuan. Hal ini karena

ia mengidentikkan kesatuan dengan kesempurnaan, dan mencirikan keragaman

dengan kemajemukan objek fisik tak bermakna. Gagasan Phytagorean semacam

itu disukai lebih dari sekedar lantaran pesona estetis.94

Etika dapat juga disebut sebagai filsafat moral. Filsafat moral sangat

berkaitan dengan psikologi, sehingga Ibn Miskawayh memulai risalah besarnya

itu dengan akhlak, dengan menyatakan doktrinnya tentang jiwa. Masalah

peralihan psikologi ke akhlak disajikan dengan mengikuti doktrin Platon, ia

mempersamakan pembawaan-pembawaan jiwa dengan kebajikan-kebajikan. Jiwa

mempunyai tiga pembawaan: rasional, keberanian, hasrat dan tiga kebajikan yang

93

Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, h. 115-116. 94

Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, h. 116.

Page 65: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

54

saling berkaitan: bijaksana, berani dan sederhana. Dengan keberkaitan ketiga hal

itu, maka dapat diperoleh yang keempat, yaitu: keadilan. Sejauh ini Ibn

Miskawayh adalah Platonis, namun kemudian ia menjadi Aristotelian dan

menganggap kebajikan sebagai jalan tengah di antara dua kejahatan.95

Dalam kesempatan lain Ibn Miskawayh juga membedakan antara

pengetahuan jiwa dan pengetahuan panca indera. Secara tegas ia katakan bahwa

panca indera tidak dapat menangkap selain apa yang diraba atau diindera.

Sementara jiwa dapat menangkap apa yang dapat ditangkap pancaindera, yakni

yang dapat diraba dan juga yang tidak dapat diraba.96

Pancaindera terdiri dari

perabaan, pengecapan, penciuman, penglihatan dan pendengaran. Masing-masing

memahami obyek inderawi tertentu. Pancaindera mengindera objek yang berbeda

dengannya dalam hal cara. Misalnya, pengecapan mengindera kelembaban yang

berbeda dalam hal cara karena kelembaban lidah. Udara yang ada di bagian dalam

telinga memiliki cara tertentu. Jika ada udara lain yang bergerak ke dalamnya,

maka manusia akan menginderanya. Artinya indera mengindera sebagai akibat

berbagai perubahan yang ditimbulkan obyek inderawi melalui keadaan fisik

indera.

Indera kolektif adalah daya di mana sketsa-sketsa inderawi yang

diperoleh pancaindera lahiriah berkumpul dan membedakan di antara sketsa-

sketsa tersebut. Pusat indera ini ada di bagian depan otak. Kemudian indera

kolektif mendorong sketsa inderawi ke dalam daya fantasi. Pusat daya ini terletak

di salah satu bagian depan otak. Daya fantasi mendorong sketsa inderawi ke daya

95

M. M. Syarif, Para Filosof Muslim (Bandung: Mizan, 1996), h. 93. 96

Sirajuddin Zar, Filsafat Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 134.

Page 66: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

55

ingat, sedangkan daya ingat seperti gudang yang menyimpan berbagai sketsa

inderawi yang dapat dihadirkan ketika dibutuhkan. Pusat daya ini terletak di

bagian belakang otak.97

Pemaparan dari daya-daya di atas melahirkan daya pikir. Daya pikir

adalah daya yang menimbulkan proses berpikir dan mengarah pada akal. Hanya

manusia yang memiliki daya tersebut. Daya inilah yang membedakan manusia

dengan hewan. Derajat manusia dan tingkat perbedaannya dengan hewan

tergantung pada tingkat dinamika, konsistensi, kebenaran penalaran serta

kemampuan membedakan dari daya pikir. Intinya, kadar kemanusiaan manusia

bergantung pada kadar kesempurnaan dinamikanya dan kadar penerimaannya

terhadap pengaruh akal. Sesungguhnya daya pikir merupakan daya psikis yang

luhur, yang melihat hasil perolehan inderawi, kesamaan dan perbedaannya. Daya

pikir berusaha mengenal sebab-sebab dan prinsip-prinsip makrokosmos. Itulah

sebabnya dapat dikatakan bahwa tugas daya pikir adalah membuka tugas akal,

yaitu memahami hakikat segala sesuatu. Dampak daya ini terlihat di bagian dalam

tengah otak.

Puncak dari daya-daya yang telah dijelaskan di atas adalah daya rasional.

Daya rasional atau jiwa rasional terbagi menjadi dua bagian atau dua daya.

Pertama, daya teoretis dan kedua, daya praktis. Kesempurnaan awal manusia

terwujud melalui daya rasional teoretis. Daya inilah yang membuatnya rindu pada

ilmu pengetahuan. Sebab, ilmu membuatnya berpandangan, berpikiran dan

97

Muhammad Utsman Najati, Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim, h. 91.

Page 67: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

56

merenung secara benar, sehingga ia tidak salah tentang suatu keyakinan dan tidak

ragu-ragu terhadap suatu hakikat.

Ilmu berujung pada perkara-perkara maujūdāt/ makrokosmos secara

berurutan sampai ke ilmu Ilahi yang merupakan tingkatan terakhir ilmu. Ia

percaya kepadanya, merasakan kedamaian dan ketenangan karenanya lantaran

kebingungannya hilang, sehingga ia menyatu dengannya. Dengan daya rasional

yang bersifat praktis, manusia dapat mewujudkan kesempurnaannya yang kedua

yaitu kesempurnaan akhlak. Jika manusia mengalami kesempurnaan bagian akal

rasional yang bersifat teoretis atau ilmiah dan bagian daya rasional yang bersifat

praktis, maka manusia mengalami kesempurnaan total.98

Ibn Miskawayh berpendapat bahwa manusia memahami hakikat dengan

dua cara atau dua pola. Pertama, melalui pancaindera, dalam hal ini hewan juga

sama. Kedua, melalui akal yang khusus untuk manusia, sedangkan hewan tidak

memilikinya. Pemahaman rasional ini tidak membebaskan manusia dari

ketergantungan terhadap pemahaman inderawi, kecuali melalui latihan yang lama.

Hal tersebut disebabkan karena jika manusia ingin melihat makna rasional untuk

tujuan memahaminya, maka sketsa-sketsa inderawi itu muncul di dalam daya jiwa

karena mendominasi dan mendekatkan kepadanya. tetapi dengan melakukan

latihan olah batin dan pembiasaan diri untuk menalar hal-hal yang rasional dan

memutuskan diri dari indera sesuai kemampuan, maka akan terlihat keluhuran dan

kelebihan hal-hal yang rasional atas hal-hal yang inderawi.

98

Muhammad Utsman Najati, Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim, h. 93.

Page 68: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

57

Manusia akan melihat bahwa hal-hal yang inderawi bagi akal sama

dengan sesuatu yang bercampur bagi sesuatu yang terwujud.99

Oleh karena itu,

semua obyek inderawi berubah-ubah dan mengalir atau tidak berada dalam satu

situasi. Jika indera memahami sesuatu, maka ia akan segera berganti dan berubah,

sedangkan obyek rasional bersifat tetap dan tidak berubah.

Ibn Miskawayh berpendapat bahwa di dalam jiwa terkandung

pengetahuan rasional utama yang tidak bersumber dari alat indera. Dengannya

jiwa dapat memahami obyek inderawi yang salah dan yang benar, membedakan di

antara obyek-obyek inderawi yang ada, memahami sebab-sebab perbedaan dan

persamaan yang terkandung di dalamnya, serta memahami kesalahan-kesalahan

alat indera dan mengembalikan hukum-hukumnya. Contohnya mata, terkadang

salah dalam memahami matahari bahwa ia kecil padahal matahari amat besar.

Mata juga salah dalam menangkap sesuatu bergerak berdasarkan titik edar, lalu ia

melihatnya seperti lingkaran atau kalung. Mata juga salah dalam memahami

pensil yang terendam di dalam air, sehingga melihatnya seperti bengkok, padahal

sebenarnya lurus.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa akal mengawasi kerja indera dan

membetulkan kesalahan-kesalahannya. Jika jiwa mengetahui bahwa indera salah,

maka jiwa tidak akan mengambil ilmu tersebut dari indera, tetapi ia

mengambilnya dari dirinya sendiri atau dari pengetahuan rasional utama yang ada

di dalamnya.100

99

Ibn Miskawayh, Tahdzīb Al-Akhlāq (Beirut: Mansyurat Al-Jamal, 2011), h. 33. 100

Ibn Miskawayh, Tahdzīb Al-Akhlāq, h. 8.

Page 69: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

58

Ibn Miskawayh juga menjelaskan proses tahapan mekanisme perolehan

pengetahuan melalui indera, dan dimulai dengan pencerapan pancaindera lahiriah

terhadap objek inderawi. Indera mengumpulkan obyek inderawi tersebut di dalam

indera kolektif kemudian memindahkannya ke daya fantasi lalu ke daya ingat.

Semua tingkat pemahaman tersebut ada pada hewan dan manusia. Namun, ada

daya lain dari jiwa yang khusus dimiliki manusia dan tidak ada pada hewan yaitu

daya pikir, di sanalah berlangsung dinamika kognitif, orientasi menuju akal dan

pemahaman hakikat segala sesuatu yang ada di dalam akal. Jika manusia

mencapai tingkatan ini, maka potret kemanusiaan di dalam dirinya menjadi

sempurna dan mencapai titik ujung garis vertikal.

Selain itu, jika manusia mencapai tingkatan tersebut, maka ia akan

mengalami dua keadaan. Pertama, ia akan mengalami peningkatan normal, artinya

ia tetap mempertahankan gagasan tentang semua maujūdāt/ makrokosmos selama

hidupnya agar mendapatkan hakikatnya sesuai kapasitas manusia sehingga

gagasannya menjadi kuat, pandangannya menjadi tajam dan ia dapat melihat

perkara-perkara ketuhanan. Kemudian, perkara-perkara pertama yakni akal

menetap di dalam dirinya dan tampak lebih jelas sehingga tidak dibutuhkan lagi

qiyās burhāni/ analogi argumentatif. Penampakan ini lebih tinggi, lebih bercahaya

dan lebih jelas dibandingkan akal. Kedua, ia mengalami perkara-perkara tersebut

tanpa peningkatan bahkan membuatnya mundur karena melakukan kontak

dengannya. Misalnya, manusia berkembang dari daya indera ke daya fantasi, lalu

ke daya pikir. Selanjutnya, dari daya pikir ke pemahaman hakikat segala sesuatu

Page 70: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

59

yang ada di dalam akal. Hal itu karena daya-daya tersebut saling berkaitan secara

ruhani.101

Ibn Miskawayh memberikan penjelasan mengenai jalan pengetahuan.

Pertama, jalan para ahli hikmah dan failasuf yakni jalan yang naik dari indera ke

akal. Kedua, jalan bagi para nabi yakni jalan yang turun dari Akal Aktif di mana

hakikat-hakikat memancar dari kebenaran ke akal manusia kemudian ke daya

pikir, ke daya fantasi, lalu ke indera. Ibn Miskawayh memandang adanya

kesamaan hakikat yang menjadi tujuan dari kedua jalan tersebut.

B. Jenis-Jenis Keadilan

Ibn Miskawayh membagi keadilan secara umum menjadi tiga macam,

yaitu: keadilan alam (al-„adl al-ṭhabi‟i/natural justice), keadilan manusia (al-„adl

al-wad‟i/conventional justice), dan keadilan Tuhan (al-‟adl al-ilahi/divine

justice). Keadilan yang khusus diupayakan manusia, ada dalam salah satu dari

ketiga macam keadilan ini, karena itu keadilan yang khusus diupayakan manusia

tidak dapat dipisahkan dari ketiga keadilan lainnya. Inti dari masing-masing

keadilan tersebut adalah bernilai baik selama sisi keharmonisan hubungan dari

unsur-unsur yang hakikatnya berbeda.102

Adapun penjabaran jenis-jenis keadilan di atas sebagai berikut: Pertama

keadilan alam (al-„adl al- ṭhabi‟i/natural justice). Unsur dari benda-benda alam

adalah bersifat fisik tidak akan pernah terbebas dari pluralitas, maka benda-benda

fisik tersebut tidak akan pernah pula menyatu dalam arti yang sebenarnya,

melainkan hanya lebih dekat kepada persatuan dalam arti kiasan atau pengganti

101

Ibn Miskawayh, Tahdzīb Al-Akhlāq, h. 97. 102

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 120.

Page 71: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

60

persamaan. Melalui persamaan ini, benda-benda yang bersifat fisik menerima

suatu penyatuan atau keseimbangan, tetapi benda-benda tersebut tetap memelihara

identitasnya sendiri dan tidak dapat didominasi atau dirusak oleh sekelompok

benda lain. Hal seperti inilah yang dimaksud dengan keadilan alam. Tanpa adanya

keadilan seperti ini, alam secara keseluruhan akan hancur.

Inti adanya keadilan alam adalah adanya ekstrem yang bertentangan

masing-masing ekstrem mewujud dalam pertentangan yang sama kuat sehingga

bagian-bagian tersebut mempunyai daya eksistensi berbeda-beda. Kondisi ini

melahirkan gerak melingkar yang hakikatnya adalah satu. Di sini tidak ada yang

kalah atau menang. Oleh karena itu, ia menjadi satu dengan yang memelihara

wujudnya.103

Aristoteles berpendapat bahwa keadilan Tuhan adalah juga keadilan

alam. Oleh karena itu, Aristoteles hanya membagi keadilan menjadi dua jenis,

yaitu keadilam alam dan keadilan manusia. Ibn Miskawayh justru

mempertentangkan keadilan alam dengan keadilan Tuhan. Namun, Ibn

Miskawayh juga mengakui ada sisi persamaan antara keadilan alam dan keadilan

Tuhan. Menurut Ibn Miskawayh, meskipun keduanya sama-sama abadi, keadilan

Tuhan/Ilahi eksis dalam alam immateri sedangkan keadilan alam hanya eksis

dalam alam materi. Untuk menjelaskan pemahaman tentang hal ini, Ibn

Miskawayh mengutip teori Phythagorean tentang paham bilangan. Teori ini

menyatakan bahwa bilangan merupakan abstraksi dari sesuatu yang terbilang. Jika

103

Agus Darmaji, “Laporan Penelitian Pengaruh Etika Aristoteles pada Etika Ibn

Miskawayh”, Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1999,

h. 43.

Page 72: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

61

sesuatu yang terbilang itu dihilangkan, maka bilangannya tetap tidak akan hilang

atau berubah.

Dengan demikian, keadilan alam terjadi karena masing-masing benda

alam eksis pada dirinya. Eksis pada diri ini muncul karena ada dua sisi ekstrem

yang sama-sama kuat atau sama-sama lemah. Sepertinya teori ini dapat ditarik

pengertian bahwa eksistensi sesuatu akan eksis dikarenakan oleh eksis lainnya,

yakni ekstrem-ekstremnya. Kedua, keadilan manusia (al-„adl al-

wad‟i/conventional justice). Keadilan ini dibagi menjadi dua: umum, artinya

disetujui oleh setiap orang dan khusus, hanya disetujui oleh bangsa, daerah,

sampai yang terkecil (dua individu). Norma dalam keadilan ini tidak bisa tetap

dan absolut.104

Dalam keadilan ini terdapat bidang-bidang keadilan yang khusus

diupayakan manusia, yakni dengan cara menjaga keselarasan atau keseimbangan

fakultas-fakultas jiwanya sehingga satu dengan yang lainnya tidak saling

berselisih dan menindas. Hal ini berlaku pada kesehatan jiwa, berguna pula pada

kesehatan tubuh. Jika jiwanya mulia, maka akan bisa dicapai apabila manusia

dapat menjaga keseimbangan.105

Seperti halnya Aristoteles, Ibn Miskawayh juga berpendapat bahwa

manusia yang adil bukan hanya memperoleh keseimbangan atau harmoni pribadi

melainkan juga dengan orang lain. Adapun bidang-bidang keadilan dalam

kaitannya dengan orang lain dibagi menjadi tiga, yaitu:106

104

Agus Darmaji, “Laporan Penelitian Pengaruh Etika Aristoteles pada Etika Ibn

Miskawayh”, h. 44. 105

M. S. Khan, An Unpublished Treatise of Miskawaih On Justice or Risala fi Mahiyat

Al-Adl li Miskawaih (Leiden: E. J. Brill, 1964), h. 30. 106

M. S. Khan, An Unpublished Treatise of Miskawaih On Justice or Risala fi Mahiyat

Al-Adl li Miskawaih, h. 29.

Page 73: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

62

Pertama, keadilan dalam pembagian uang atau kehormatan. Untuk

memperoleh keadilan dalam pembagian uang atau kehormatan, digunakan ilmu

hitung yang oleh Ibn Miskawayh disebut perbandingan terpisah ( al-nisbat al

munfaṣhilah/ discrete proportion). Keadilan dalam hal ini berbentuk proporsi

terpisah yang ada di antara empat premis, yaitu di mana hubungan premis pertama

dengan premis kedua sama dengan hubungannya antara premis ketiga dengan

premis keempat.107

Contohnya, “orang ini terhadap kehormatan ini atau terhadap

uang ini, sama dengan setiap uang yang sama derajatnya terhadap (kehormatan

atau uang) yang sama. Jika benar begitu, bagian ini harus diberikan

kepadanya”.108

Maksud dari bentuk pertama ini adalah derajat seseorang memiliki

kesamaan terhadap uang atau pun kehormatan.

Kedua, keadilan dalam pembagian transaksi seperti jual beli. Adapun

persoalan-persoalan yang terdapat pada bagian kedua, yakni transaksi-transaksi

yang disengaja, berbentuk proporsi bersambung (al-nisbat al-

mutaṣhillah/continuous proportion). Contohnya,”Pembuat pakaian ini terhadap

pembuat sepatu itu sama dengan pakaian ini terhadap sepatu itu.”Kendatipun

demikian, juga bisa kita katakan:”Pembuat pakaian ini terhadap tukang kayu, atau

pakaian itu terhadap sepatu sama dengan sepatu terhadap kursi.”Dari kedua

contoh di atas jelas sekali bahwa proporsi pertama hanya terjadi dalam kedalaman

saja, sementara proporsi kedua terjadi dalam keluasan dan juga kedalaman.

Jelasnya, bahwa proporsi pertama terjadi di antara dua universal dan dua

partikular yang lebih identik dengan kedalaman, sedangkan proporsi kedua terjadi

107

Aristoteles, Nichomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika terj. dari The

Nichomachean Ethics oleh Embun Kenyowati (Bandung: Teraju, 2004), h. 119. 108

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 116.

Page 74: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

63

dalam keluasan antara dua partikular, dan dapat juga terjadi antara dua universal

dan dua partikular.109

Untuk keadilan dalam kaitannya dengan transaksi yang tidak disengaja,

yang di dalamnya terdapat ketidakadilan, dipergunakan perbandingan geometris

(al-nisbat al-misaḥiyyat/geometrical proportion).110

Adapun keadilan yang akan

diterapkan ketika menjadi ketidakadilan dan penindasan, itu lebih mendekati

proporsi geometris yang telah disebutkan di atas. Karena ketika ada hubungan

tertentu antara seseorang dengan orang lain, dan yang pertama meniadakan

hubungan itu dengan berbuat tidak adil atau merugikan yang kedua, maka

keadilan menuntut agar orang pertama memperoleh persamaan dan hilanglah

kelebihan dan kekurangan.

Ibn Miskawayh tidak menginginkan membuat perbandingan antara diri

sendiri dengan orang lain. Jika tetap juga dibuat perbandingan, maka hasilnya

tidak mudah didapat secara tepat, dikarenakan perbandingan hanya bisa dilakukan

jika semua unsur perbandingan diperoleh. Di samping itu, diperlukan juga

pengetahuan tentang posisi tengah antara ekstrem kelebihan dan ekstrem

kekurangan dalam setiap hal. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan di

bidangnya masing-masing. Cukup rumit sekali untuk memperoleh perbandingan

yang tepat. Ibn Miskawayh memberikan ilustrasi sebagai berikut: Jika ada sebuah

garis lurus yang dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama, maka dia harus

mengambil dari yang lebih panjang, lalu menambahkannya pada yang lebih

109

M. S. Khan, An Unpublished Treatise of Miskawaih On Justice or Risala fi Mahiyat

Al-Adl li Miskawaih, h. 30. 110

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 117.

Page 75: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

64

pendek, sederhananya yang kurang ditambah dan yang lebih dikurangi.111

Sehingga diperoleh persamaan dan hilanglah kelebihan dan kekurangan. Oleh

sebab itu, untuk memperoleh kesesuaian dalam perbandingan dimungkinkan

menggunakan berbagai pendekatan yang sesuai dengan objeknya. Di antara

pendekatan itu adalah perbandingan dengan hitungan, geometri dan penyesuaian

(al-nisbat al-ta‟līfīyyah).112

Menurut Ibn Miskawayh, keadilan yang diupayakan manusia diarahkan

kepada keadilan terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Kedua arah keadilan ini

masing-masing mempunyai tingkat kesulitan. Keadilan untuk diri sendiri berarti

keseimbangan dan keharmonisan masing-masing jiwa yang ada dalam dirinya.

Untuk mengatasi kesulitan mencapainya diperlukan pemahaman secara pasti

posisi tengah dari masing-masing jiwa. Adapun cara memperoleh keadilan

terhadap orang lain dapat tercipta melalui berbagai pendekatan, seperti

pendekatan bilangan, geometri atau persesuaian, yang intinya harus diperoleh

kesamaan. Keadilan hanya akan terwujud bila segala aspek yang mungkin ada

pengaruh bagi terciptanya ketidakadilan (berbuat aniaya atau teraniaya), mestilah

diwaspadai. Jika demikian, yang dapat disebut adil di sini berarti adil untuk diri

sendiri dan adil untuk pihak lain, termasuk terhadap alam dan Tuhan.

Pembuat aturan dan perundang-undangan harus menyesuaikan situasi dan

kondisi. Semua pengaturan atau perundang-undangan tidak boleh berlaku tetap

melainkan dapat diubah sesuai perubahan situasi dan adat. Hal ini dimungkinkan

karena bisa jadi sesuatu bernilai adil dalam waktunya, namun pada waktu yang

111

M. S. Khan, An Unpublished Treatise of Miskawaih On Justice or Risala fi Mahiyat

Al-Adl li Miskawaih, h. 26. 112

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 117.

Page 76: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

65

lainnya bisa berubah menjadi tidak adil. Di sini bisa dilihat bahwa ukuran bagi

keadilan manusia adalah peraturan atau perundang-undangan yang disepakati.

Ketiga, keadilan Tuhan (al-„adl al-ilahi/divine justice). Seperti yang telah

dijelaskan di atas, Ibn Miskawayh membedakan antara keadilan alam dengan

keadilan Tuhan sesuai pada pandangannya bahwa keadilan Tuhan/Ilahi eksis

dalam alam immateri sedangkan keadilan alam hanya eksis dalam alam materi.

Tugas manusia mengenai keadilan ini adalah manusia harus berperilaku menurut

kewajibannya terhadap Penciptanya dan sesuai dengan batas kemampuan. Karena

keadilan itu merupakan memberikan apa yang harus diberikan kepada orang yang

tepat dengan cara yang benar, maka tak dapat dimengerti jika manusia tidak

melakukan kewajibannya terhadap Tuhannya yang telah memberi kebaikan yang

tak terhingga ini.

Kemudian, dari ketiga jenis-jenis keadilan di atas, Ibn Miskawayh

menekankan salah satu aspek terpenting yakni Ibn Miskawayh menegaskan

kewajiban manusia terhadap Tuhannya. Meskipun sudah jelas, Ibn Miskawayh

berusaha mengemukakan persoalan yang cocok dengan tema keadilan tersebut.

Menurutnya, jika keadilan hanya bisa terwujud dalam aksi timbal-balik

mengambil dan memberi atau dalam berbagai kehormatan yang telah diuraikan di

atas, maka Tuhan memiliki hak atas kita, karena kita sudah terlalu banyak

memperoleh pemberian dan nikmat yang tak terhingga dari-Nya. Sebab orang

yang diberi kebaikan, meskipun sedikit, lantas ia tak pernah mau membalasnya

dengan kebaikan yang serupa, maka orang seperti ini berlaku lalim.113

113

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 121.

Page 77: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

66

Maka dari itu Ibn Miskawayh memberikan contoh dalam kitabnya

Tahdzīb al-akhlāq, jika seorang raja yang adil menyebarkan keadilan, meluaskan

kemakmuran, gigih membela negara, memperhatikan seluruh rakyat, membasmi

anarki serta menggerakan produksi dalam negeri demi kemaslahatan kehidupan

rakyatnya. Maka tak dipungkiri lagi raja ini sudah melaksanakan tugasnya yang

terbaik terhadap rakyatnya. Artinya, ia melakukan hal yang terbaik bagi dirinya,

meski kebaikan itu dilakukan untuk seluruh rakyatnya. Oleh sebab itu, tentu saja

raja ini berhak menerima balasan dari seluruh rakyatnya. Jika rakyatnya hanya

bisa menikmati nikmat yang diberikannya, sedangkan raja sendiri tidak menerima

balasan apa pun, maka lalimlah rakyat yang demikian.114

Menurut Miskawayh, semestinya rakyat dapat membalas kebaikan sang

raja. Bentuk balasan rakyat untuk sang raja yakni senantiasa bersikap baik,

berterima kasih, selalu patuh, tidak melawan raja baik secara sembunyi maupun

terang-terangan, menunjukkan cinta yang tulus, memenuhi permintaan raja sesuai

dengan batas kemampuan, serta mengikuti cara raja dalam mengatur rumah

tangga, keluarga dan sahabatnya. Karena hubungan raja dengan negara dan

rakyatnya, sama dengan hubungan seorang kepala rumah tangga dengan rumah

dan keluarganya. Dengan demikan, barangsiapa tidak membalas kebaikan tersebut

dengan ketaatan dan kecintaan yang tulus, berarti ia telah berlaku licik dan lalim.

Kelicikan dan kelaliman ini, jika terjadinya berkaitan dengan nikmat yang banyak,

maka perbuatan tersebut lebih keji dan buruk sekali. Sebab, membalas kenikmatan

114

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 121-122.

Page 78: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

67

harus sesuai dengan kedudukannya, dalam ukuran dan manfaatnya, serta berkaitan

dengan kuantitasnya.115

Sebagaimana yang dijelaskan Ibn Miskawayh, jika membalas

kenikmatan itu merupakan perbuatan baik dan kewajiban rakyat terhadap raja dan

para pemimpin kita. Maka jauh lebih benar dan tepat jika rakyat harus membalas

kebaikan Raja Diraja, yang dari-Nya setiap saat manusia menerima berbagai

bentuk anugerah yang tak terhingga, maka manusia harus melaksanakan

kewajiban-kewajibannya terhadap Tuhan.116

Meskipun Sang Pencipta tak pernah

membutuhkan pertolongan dan upaya kita, maka sangat keji dan lalim jika

manusia tidak melaksanakan kewajiban terhadap-Nya, atau manusia tak membalas

nikmat dan anugerah itu dengan perbuatan yang membuat manusia terlepas dari

kelaliman dan manusia telah gagal memenuhi syarat keadilan.117

Dari pemaparan yang begitu panjang di atas Ibn Miskawayh

menyimpulkan bahwa balasan manusia terhadap Allah yang telah memberi

anugerah hidup serta menciptakan alam semesta beserta isinya yang dapat

dimanfaatkan adalah dengan cara bersyukur dan beribadah serta mengikuti

perintahnya dan menjauhi larangannya. Dan alangkah lalimnya jika seseorang

berada di antara orang-orang yang tak mensyukuri dan tak menaati serta berbuat

baik kepada Allah, padahal seseorang sudah menikmati banyak anugerah yang

diberikan oleh Allah kepada makhluk-Nya.

115

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 122. 116

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 122. 117

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 122-123.

Page 79: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

68

C. Keadilan Merupakan Watak Jiwa

Ibn Miskawayh berpendapat bahwa watak jiwa bukan merupakan

perbuatan, bukan pengetahuan, dan bukan daya. Dikatakan bukan perbuatan

karena hal ini telah dijelaskan pada kitab Tahdzīb al-Akhlāq dalam bab keadilan,

bahwa perbuatan dapat terjadi tanpa watak jiwa seperti dalam kasus orang yang

melakukan perbuatan-perbuatan adil tapi dia bukan orang yang adil, atau orang

yang melakukan perbuatan berani namun ia bukan pemberani. Ia juga berbeda

dari daya dan pengetahuan, karena daya dan pengetahuan masing-masing sama

bagi dua hal yang berlawanan, yaitu pengetahuan tentang dua hal berlawanan itu

sama, demikian pula daya bagi dua hal berlawanan. Tetapi watak yang baik bagi

satu dari dua hal berlawanan berbeda dengan watak yang baik bagi yang lain.

Misalnya, watak si pemberani berbeda dengan watak pengecut. Demikian pula,

watak sederhana berbeda dengan watak rakus, dan watak adil berbeda dengan

watak lalim.118

Selain itu menurut Ibn Miskawayh, keadilan dan murah hati dilakukan

dalam lingkup transaksi, penerimaan dan pembayaran. Hanya saja keadilan terjadi

dalam hal mencari uang yang sesuai dengan faktor-faktor yang telah dijelaskan di

atas. Sementara itu, murah hati terjadi dalam hal membelanjakan uang yang sesuai

dengan faktor-faktor yang juga telah dijelaskan di atas. Diibaratkan orang yang

mencari uang adalah mengambil, maka ia dikatakan sebagai orang yang pasif.

Sedangkan orang yang membelanjakan adalah memberi, maka ia dikatakan

118

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 126.

Page 80: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

69

sebagai orang yang aktif.119

Karena inilah, maka kecintaan terhadap orang yang

murah hati lebih besar ketimbang kecintaan mereka terhadap orang yang adil,

meskipun keteraturan alam lebih didasarkan pada keadilan daripada

kemurahhatian.

Aristoteles mengakui kebajikan secara samar-samar dalam bentuk

kebebasan yang tidak sempurna. Ia berpendapat bahwa hal itu berarti memberi

“orang-orang yang layak, dalam proporsi dan waktu yang tepat”. Sedang bagi Ibn

Miskawayh, hal itu merupakan keberlebihan terhadap keadilan dan dapat

menghilangkan segala kemungkinan meremehkan keadilan itu sendiri, asalkan

efek prasangkanya terbatas pada orang yang baik itu saja, dan penerima itu sendiri

merupakan suatu pilihan yang layak untuk itu.120

Dengan demikian kemurahhatian

merupakan suatu bentuk keadilan yang aman dari gangguan.

Ciri khas kebajikan terletak pada melakukan kebaikan, bukan pada

menghindari keburukan. Sedangkan ciri khas kecintaan dan pujian orang terletak

pada membelanjakan uang, bukan pada mengumpulkan uang. dengan begitu,

orang yang murah hati adalah orang yang tidak mengagungkan uang, ia

mengumpulkan uang tersebut bukan tanpa tujuan. Namun ia mempergunakan

uang atau harta tersebut sebagaimana mestinya dan dengan sebaik mungkin,

misalnya dengan cara menginfakkannya. Ia pun memperoleh uang tersebut

dengan cara yang benar serta tanpa rasa malas. Oleh karena itu, melalui harta

tersebut ia dapat mencapai keutamaan murah hati.121

Sebab itulah, ia tidak

menghamburkan hartanya secara mubazir, namun juga tidak pelit. Maka tiap

119

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, 126-127. 120

M. M. Syarif, Para Filosof Muslim, h. 95. 121

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 127.

Page 81: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

70

orang yang murah hati itu pasti adil, tetapi tidak setiap orang yang adil itu murah

hati.122

D. Keadilan Sebagai Jalan Tengah

Secara umum Ibn Miskawayh memberikan pengertian jalan tengah

adalah keseimbangan, moderat, harmoni, utama, mulia atau posisi tengah antara

dua ekstrem. Namun, ia cenderung berpendapat bahwa keutamaan moral secara

umum diartikan sebagai posisi tengah antara ekstrem kelebihan dan ekstrem

kekurangan masing-masing jiwa manusia. Jiwa manusia memiliki tiga bagian,

yaitu jiwa al-bahīmīyyah, jiwa al-ghaḍabīyyah, dan jiwa al-nāṭiqah.

Menurut Ibn Miskawayh, posisi tengah jiwa al- bahīmīyyah adalah al-

„iffah/temperence (kesucian diri), posisi tengah jiwa al- ghaḍabīyyah adalah al-

syajā‟ah/courage (keberanian) dan posisi tengah jiwa al-naṭiqah adalah al-

ḥikmat/wisdom (kebijaksanaan). Adapun gabungan dari posisi tengah ketiga jiwa

tersebut adalah al-„adalah/justice (keadilan). Keempat keutamaan moral tersebut

merupakan pokok. Sedangkan keutamaan lainnya adalah cabangnya. Cabang dari

keempat pokok keutamaan tersebut sangat banyak, tidak terhitung jumlahnya.

Jenis dan pemahamannya pun dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman.123

Ibn Miskawayh berpendapat bahwa setiap keutamaan memiliki dua

ekstrem, yang tengah adalah terpuji dan yang ekstrem adalah tercela. Posisi

tengah yang dimaksud di sini adalah suatu standar atau prinsip umum yang

berlaku bagi manusia. Posisi tengah yang sebenarnya (al-wasaṭ al-ḥaqiqi) adalah

satu, yaitu keutamaan (al-faḍilah). Yang satu di sini diistilahkan sebagai garis

122

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 127-128. 123

Ibn Miskawayh, Tahdzīb Al-Akhlāq (Beirut: Mansyurat Al-Jamal, 2011), h. 45.

Page 82: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

71

lurus (al-khaṭ al-mustaqīm). Karena pokok keutamaan ada empat, yaitu kesucian

diri, keberanian, kebijaksanaan dan keadilan. Maka yang tercela ada delapan,

yaitu 1) Nekad (al-taḥawwur/recklessness), 2) Pengecut (al-jubn/cowardice), 3)

Rakus (al-syaraḥ/profligacy), 4) Dingin Hati (al-khumūd/frigidity), 5)

Kelancangan (al-safah/impudence), 6) Kebodohan (al-balah/stupidity), 7) Aniaya

(al-jaur/al-ẓulm/tyranny), dan 8) Teraniaya (al-muhanat/al-inzhilam/servility).124

Menurut Aristoteles, posisi tengah di bidang moral bukan merupakan

proporsi ilmu hitung. Oleh karena itu, Aristoteles berpendapat bahwa posisi

tengah sangat relatif. Meskipun Ibn Miskawayh mengakui adanya sifat relatif bagi

posisi tengah, namun Ibn Miskawayh tidak ingin menjadikan ukuran tengah

tersebut berasal dari perorangan tetapi berupa kaidah umum yang berlaku bagi

setiap orang. Pendapat Aristoteles mengenai alat pengukuran sikap

pertengahan/moral adalah akal125

, sedangkan pendapat Ibn Miskawayh terhadap

alat ukur tersebut adalah akal dan syariat.

Ibn Miskawayh menjabarkan sikap tengah dalam moral (al-wasaṭ fī al-

akhlāq) tidak membawa satu pun ayat al-Qur‟an atau Hadits. Namun demikian,

spirit ajaran jalan tengah ini adalah islami karena memang banyak dijumpai ayat-

ayat al-Qur‟an yang memberi pesan untuk hal tersebut, misalnya tidak boleh kikir

tetapi juga tidak boleh boros, makan dan minumlah tetapi jangan berlebihan.

Ajaran mengenai jalan tengah ini juga dapat dipahami sebagai ajaran yang

mengandung arti dan nuansa dinamis.

124

Ibn Miskawayh, Tahdzīb Al-Akhlāq, h. 164. 125

Aristoteles, Nichomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika terj. dari The

Nichomachean Ethics oleh Embun Kenyowati (Bandung: Teraju, 2004), h. 46.

Page 83: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

72

Letak dinamikanya terlihat pada tarik-menarik antara kebutuhan,

peluang, kemampuan dan efektivitas. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu

dalam dinamika, mengikuti gerak zaman. Pesatnya perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, pendidikan, ekonomi merupakan pemicu bagi gerak

zaman. ukuran jalan tengah selalu berubah mengikuti perubahan ekstrem

kekurangan dan ekstrem kelebihan. Ukuran tingkat kesederhanaan di bidang

materi misalnya, si kaya dan si miskin tidak dapat disamakan.

Sebagaimana Ibn Miskawayh yang mengadopsi pemikiran keadilan

Platon, jika keadilan itu telah berhasil dicapai oleh seseorang, maka bagian

jiwanya akan menyinari bagian lainnya, sebab dalam keadilan ini tercapai seluruh

kebajikan jiwa. Pada saat seperti inilah jiwa bangkit dan melakukan perbuatan-

perbuatannya dengan cara yang paling baik. Itulah batas kedekatan manusia yang

berbahagia dengan Tuhannya.126

Mengikuti Platon, Ibn Miskawayh berkata pula bahwa keadilan

menduduki posisi tengah, yang tidak sama dengan kebajikan-kebajikan lain yang

telah dijelaskan di atas. Karena keadilan berada di tengah, sementara kelaliman

berada di kedua ujungnya. Kelaliman berada di dua ujung, yakni merupakan

kelebihan dan kekurangan. Sebab, tindakan lalim tak lain adalah mengupayakan

kelebihan dan kekurangan sekaligus atau mengupayakan kelebihan atas apa yang

memberikan manfaat dan kekurangan atas apa yang memberikan kerugian.127

Oleh karena itu, Ibn Miskawayh berpendapat bahwa orang yang lalim

mempraktekan kelebihan dan kekurangan secara bersamaan. Untuk yang

126

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 124. 127

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 125.

Page 84: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

73

mendatangkan manfaat pada dirinya ia memberikan lebih, sedangkan untuk orang

lain ia memberinya kurang. Sementara itu, untuk hal yang merugikan dirinya

seminimal mungkin ia mendapat sedikit, sedangkan orang lain ia berharap

mendapatkan banyak. Maka dari itu, kebajikan-kebajikan yang telah diuraikan di

atas adalah sebagai titik tengah di antara keburukan-keburukan, juga merupakan

batas dan ujungnya. Sebab titik tengah di sini adalah ujung keburukan. Oleh sebab

itu, pada saat seseorang menjauh dari titik tengah, berarti dia semakin dekat pada

keburukan.128

Menurut Ibn Miskawayh keadilan juga dapat diartikan sebagai

persamaan. Artinya, keadilan yang merupakan persamaan pada suatu saat berlaku

pada kuantitas, di saat lain pun berlaku kualitas dan seterusnya. Sebagai contoh,

proporsi antara air dengan udara, misalnya bukan dalam kuantitas tetapi dalam

kualitas. Andai saja hal tersebut dalam kuantitas, maka kedua benda ini harus

sama ukurannya. Namun, dalam hal ini pastilah keduanya akan saling

mengungguli dan salah satunya tentu akan mengurangi, sedangkan yang satunya

lagi akan menjadi substansinya sendiri. Begitu juga pada api dan udara. Jika

masing-masing unsur ini saling meredusir satu dengan yang lainnya, maka akan

hancur leburlah jagat raya ini dalam waktu yang singkat.129

Namun, Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan daya pada masing-

masing unsur tersebut dengan adil. Semuanya saling berupaya, namun yang satu

tidak akan mengatasi yang lainnya secara penuh, tetapi hanya diujung-ujungnya

saja yang bertemu. Adapun totalitasnya tidak dapat saling mengatasi, sebab daya

128

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 125. 129

M. S. Khan, An Unpublished Treatise of Miskawaih On Justice or Risala fi Mahiyat

Al-Adl li Miskawaih, h. 27.

Page 85: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

74

mereka adalah sama. Keadilan dalam hal inilah yang dikatakan Nabi Muhammad

bahwa,” Dengan keadilan, berdirilah langit dan bumi”. Jika yang satu lebih kuat

dari yang lainnya, meskipun dengan kekuatan yang lebih sedikit saja, maka yang

lebih kuat itu akan menelan yang kurang kuat dan menguasainya. Oleh karena itu,

maka akan hancur leburlah alam jagat raya ini. Oleh sebab itu, Maha Suci Dia

yang telah menegakkan keadilan.130

Dari berbagai pemaparan di atas, bagi Ibn Miskawayh jelas sekali bahwa

semua kebajikan mencerminkan keseimbangan-keseimbangan dan bahwa

keadilan merupakan nama yang mencakup seluruh kebajikan. Semakin jelas pula,

karena syariat agama menentukan perbuatan-perbuatan sukarela yang merupakan

hasil dari berpikir dan peraturan Ilahi, maka orang yang berpegang teguh pada

syariat agama dalam perbuatannya pasti orang yang adil, dan orang yang

melanggarnya pasti orang yang lalim. Untuk itulah, Ibn Miskawayh mengatakan

bahwa keadilan ini sebutan untuk orang-orang yang berpegang teguh pada syariat

agama. Ibn Miskawayh juga berpendapat, bahwa keadilan adalah sikap jiwa yang

melahirkan kebajikan, dalam artian jika seseorang telah memiliki sikap adil, maka

secara tidak langsung ia pasti akan tunduk dan patuh pada syariat agama dengan

tangan terbuka dan tidak akan menentangnya dengan cara apa pun.131

Demikian yang dimaksud dengan posisi tengah, yakni posisi tengah

adalah keadaan sedemikian rupa sehingga jiwa dapat menempati posisi yang

utama (al-faḍilah). Jika seseorang selalu berusaha menempuh posisi tengah dalam

segala hal, maka sifat-sifat utama, yaitu kesucian diri, keberanian, kebijaksanaan

130

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 126. 131

Ibn Miskawayh, Menuju Kesempurnaan Akhlak, h. 126.

Page 86: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

75

dan keadilan akan dapat dihasilkan. Dari penjabaran di atas dapat ditarik benang

merah bahwa ajaran jalan tengah tidak hanya memiliki nuansa dinamis namun

juga memiliki nuansa fleksibel. Karena itu, posisi pertengahan dapat berlaku

seterusnya sesuai dengan tantangan zaman dan tanpa menghilangkan nilai-nilai

esensial dari keutamaan moral.

Perbedaan yang cukup mencolok dari Aristoteles dengan Ibn Miskawayh

adalah landasan untuk memperoleh posisi tengah atau keutamaan. Aristoteles

hanya menyebut akal, sedangkan Ibn Miskawayh menyebut akal dan syariat. Ibn

Miskawayh menyatakan bahwa akal dan syariat menempati posisi penting pada

tempatnya masing-masing. Akal berfungsi efektif bagi terciptanya posisi tengah

jiwa al-nāṭiqah, sedangkan syariat berfungsi efektif untuk terciptanya posisi

tengah jiwa al-bahīmīyyah dan jiwa al-ghaḍabiyyah.

Mengenai keadilan politik, Ibn Miskawayh terpengaruh pula oleh

pemikiran politik failasuf Yunani, terutama Platon dan Aristoteles. Ibn

Miskawayh menegaskan bahwa yang dapat menjaga tegaknya syari‟at Islam

adalah imam yang kekuasaanya seperti kekuasaan raja. Penguasa yang berpaling

dari agama adalah penjajah (mutaghalib).132

Penguasa semacam ini tidak berhak

disebut sebagai raja. Raja adalah pengawal utama aturan-aturan Tuhan dan

menjaga agar masyarakat tetap berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama.

Oleh karena itu, Ibn Miskawayh berpendapat bahwa antara agama dan

negara tidak dapat dipisahkan. Agama dan kerajaan ibarat dua saudara kembar

atau dua sisi mata uang yang sama (two side of the same coin), yang satu tidak

132

Maftukhin, Filsafat Islam, h.130.

Page 87: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

76

dapat sempurna tanpa yang lain. Raja yang berkuasa berkewajiban menjaga

tegaknya agama, melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh, tidak lengah, dan

tidak mengejar kenikmatan pribadi. Raja yang melampaui batas kewenangannya

akan mengakibatkan kelemahan dan kerusakan. Rakyat menjadi sengsara dan

kebahagiaan tidak pernah didapat. Oleh karenanya raja yang demikian harus

diganti dengan raja yang adil.133

133

Maftukhin, Filsafat Islam, h.131.

Page 88: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berbicara mengenai keadilan erat sekali kaitannya dengan jiwa. Karena

jiwa merupakan dasar dari terwujudnya keadilan. Ibn Miskawayh membagi jiwa

menjadi tiga daya: pertama daya rasional atau jiwa rasional (al-nafs al-nāṭiqah)

pusat daya ini terletak di bagian otak, kedua daya emosi atau jiwa emosi (al-nafs

al sabu‟īyah/ al-nafs al-ghaḍabīyyah) pusat daya ini terletak di bagian jantung,

dan ketiga daya syahwat atau nafsu syahwat (al-nafs al-bahīmīyyah) pusat daya

ini terletak di bagian hati. Hal ini tidak jauh berbeda seperti kodrat jiwa yang

disajikan oleh Platon. Daya syahwat adalah daya jiwa yang paling rendah, daya

emosi yang paling tengah dan daya rasional yang paling terhormat.

Menurut Ibn Miskawayh, posisi tengah jiwa al- bahīmīyyah adalah al-

„iffah/temperence (kesucian diri), posisi tengah jiwa al- ghaḍabīyyah adalah al-

syajā‟ah/courage (keberanian) dan posisi tengah jiwa al- nāṭiqah adalah al-

ḥikmat /wisdom (kebijaksanaan). Adapun gabungan dari posisi tengah ketiga jiwa

tersebut adalah al-„adalah/justice (keadilan). Jadi, keadilan (al-adalat) adalah

gabungan dari tiga keutamaan al-nafs. Dengan demikian, manusia tidak akan

dikatakan adil jika ia tidak mengetahui cara menggabungkan antara al- ḥikmat

(kebijaksanaan), al- syajā‟ah (keberanian) dan al-„iffah (kesucian diri).

Ibn Miskawayh membagi keadilan menjadi tiga macam, yaitu: Pertama,

keadilan alam (al-„adl al-ṭhabi‟i/natural justice). Kedua, keadilan manusia (al-

Page 89: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

78

„adl al-wad‟i/conventional justice). Ketiga, keadilan Tuhan (al-ilahi/divine

justice). Dalam pandangan Ibn Miskawayh, keadilan Tuhan/Ilahi eksis dalam

alam immateri sedangkan keadilan alam hanya eksis dalam alam materi. Ibn

Miskawayh juga memberikan ilustrasi untuk menggambarkan perbandingan moral

seperti sebuah garis lurus. Pendapat Ibn Miskawayh terhadap alat ukur moral

adalah akal dan syariat.

Seperti halnya Aristoteles, Ibn Miskawayh juga berpendapat bahwa

manusia yang adil bukan hanya memperoleh keseimbangan atau harmoni pribadi

melainkan juga dengan orang lain. Adapun bidang-bidang keadilan dalam

kaitannya dengan orang lain dibagi menjadi tiga, yaitu: Pertama, keadilan dalam

pembagian uang atau kehormatan. Kedua, keadilan dalam pembagian transaksi

seperti jual beli. Ketiga untuk keadilan dalam kaitannya dengan transaksi yang

tidak disengaja, yang di dalamnya terdapat ketidakadilan.

Ibn Miskawayh berpendapat bahwa semua kebajikan mencerminkan

keseimbangan-keseimbangan dan bahwa keadilan merupakan nama yang

mencakup seluruh kebajikan. Maka, keadilan adalah sikap jiwa yang melahirkan

kebajikan. Demikian pula yang dimaksud dengan posisi tengah, yakni posisi

tengah adalah keadaan sedemikian rupa sehingga jiwa dapat menempati posisi

yang utama (al-faḍilah). Karena itu, posisi pertengahan dapat berlaku seterusnya

sesuai dengan tantangan zaman dan tanpa menghilangkan nilai-nilai esensial dari

keutamaan moral.

Page 90: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

79

Mengenai keadilan politik, Ibn Miskawayh terpengaruh pula oleh

pemikiran politik failasuf Yunani, terutama Platon dan Aristoteles. Ibn

Miskawayh menegaskan bahwa yang dapat menjaga tegaknya syari‟at Islam

adalah imam yang kekuasaanya seperti kekuasaan raja. Raja adalah pengawal

utama aturan-aturan Tuhan dan menjaga agar masyarakat tetap berpegang teguh

kepada ajaran-ajaran agama. Oleh karena itu, Ibn Miskawayh berpendapat bahwa

antara agama dan negara tidak dapat dipisahkan.

B. Saran

Kontribusi Ibn Miskawayh bagi pemahaman akhlak khususnya dalam

etika Islam yang religius serta rasional begitu layak sekali untuk ditindaklanjuti

sebagai suatu kajian yang semestinya diteruskan dalam penelitian ke depannya.

Pemikirannya tentang keadilan diharapkan dapat diimplementasikan dalam

kehidupan sehari-hari baik bagi setiap individu maupun seluruh lapisan

masyarakat.

Dengan demikian, penulis menyadari terbatasnya penelitian ini

dikarenakan masih banyak sekali pemikiran Ibn Miskawayh yang harus

dikembangkan. Maka dari itu, sangat dianjurkan untuk penelitian selanjutnya

menggunakan karya-karya Ibn Miskawayh secara lengkap agar penelitian yang

dilakukan memperoleh hasil yang maksimal.

Page 91: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

80

DAFTAR PUSTAKA

Alfan, Muhammad. Filsafat Etika Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2011

Amin, Osman. Lights on Contemporary Moslem Philosophy. Kairo: The

Renaissance Bookshop. 1958

Aristoteles, Nichomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika terj. dari The

Nichomachean Ethics oleh Embun Kenyowati. Bandung: Teraju. 2004

Dahlan, Abdul Aziz et.al (eds). Ensiklopedi Hukum Islam Jilid I. Jakarta: Ichtiar

Baru Van Hoeve. 1996

Darmaji, Agus. “Laporan Penelitian Pengaruh Etika Aristoteles pada Etika Ibn

Miskawayh”. Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. 1999

Darmodiharjo, Darji dan Shidarta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan

Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama. 1995

Dasoeki, Thawil Akhyar. Sebuah Kompilasi Filsafat Islam. Semarang: CV Toha

Putra. 1993

Daudy, Ahmad. Kuliah Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1992

Friedmann, W. Legal Theory oleh Muhamad Arifin. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada. 1994. Cet II

Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius. 1980

Hasan, Mustofa. Sejarah Filsafat Islam. Bandung: CV Pustaka Setia. 2015

Hasbullah, Moeflih. Filsafat Sejarah. Bandung: Pustaka Setia. 2012

Leaman (ed), Seyyed Hossein Nasr dan Oliver. Ensiklopedi Tematis Filsafat

Islam Buku Pertama terj. dari History of Islamic Philosophy. Bandung:

Mizan. 2003. Cet. I

Page 92: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

81

M. S. Khan. An Unpublished Treatise of Miskawaih On Justice or Risala fi

Mahiyat Al-Adl li Miskawaih. Leiden: E. J. Brill. 1964

Maftukhin. Filsafat Islam. Yogyakarta: Teras. 2012

Miskawayh, Ibn. Menuju Kesempurnaan Akhlak terj. dari Tahdzib Al-

Akhlaq oleh Helmi Hidayat. Bandung: Mizan: 1998. Cet. IV

_____________. Tahdzīb Al-Akhlāq. Beirut: Mansyurat Al-Jamal. 2011

Muhaimin. Kawasan dan Wawasan Studi Islam. Jakarta: Fajar Interpratama

Offset. 2005

Najati, Muhammad Utsman. Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim.

Bandung. Pustaka Hidayah. 2002

Nasution, Hasyimiyah. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2013.

Cet. VI

Plato. Republic. terjemahan dari The Republik oleh Syivester G. Sukur. Jakarta:

PT Buku Seru. 2001. Cet I

Platon. Lysis (Tentang Persahabatan) terj. oleh A. Setyo Wibowo. Yogyakarta:

Kanisius. 2015

Rapar, J. H. Filsafat Politik Plato Aristoteles Augustinus Machiavelli. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada. 2002

Saebani, Beni Ahmad. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia. 2016

Sudarsono. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2005

Supriyadi, Dedi. Pengantar Filsafat Islam: Konsep, Filsuf, dan Ajarannya.

Bandung: CV Pustaka Setia. 2013

Syarif, M. M. Para Filosof Muslim. Bandung: Mizan. 1996

Page 93: GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43304/1/KHOIRIYAH-FUF.pdf · Skripsi berjudul “GAGASAN KEADILAN DALAM ETIKA IBN MISKAWAYH”

82

Tim Nuansa, Plato: Filosof Yunani Terbesar. Bandung: Nuansa. 2009

Tjahjadi, Simon Petrus L. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: PT Kanisius.

2004

Wibowo, A. Setyo. Arete. Yogyakarta: PT Kanisius. 2010

Wibowo, A. Setyo. Paideia. Yogyakarta: PT Kanisius. 2017

Widjajanti, Rosmaria Sjafariah, SS. Etika. Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah. 2008. Cet. I

Yatim, Badri. Historitografi Islam. Ciputat: Logos Wacana Ilmu. 1997

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Mahmud Yunus wa

Dzurriyyah. 2009

Zar, Sirajuddin. Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya. Jakarta: Rajawali Press.

2012