DETERMINAN KEMATIAN NEONATAL DI DAERAH RURAL …

of 215 /215
DETERMINAN KEMATIAN NEONATAL DI DAERAH RURAL INDONESIA TAHUN 2008-2012 Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh: Siti Malati Umah NIM: 1110101000040 PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/1435 H

Embed Size (px)

Transcript of DETERMINAN KEMATIAN NEONATAL DI DAERAH RURAL …

Skripsi
Oleh:
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014 M/1435 H
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 28 Agustus 2014
DI DAERAH RURAL INDONESIA TAHUN 2008-2012
Telah disetujui dan diperiksa untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 28 Agustus 2014
iii
DAERAH RURAL INDONESIA TAHUN 2008-2012 telah diujikan dalam
sidang skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada 15 Agustus 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi
Kesehatan Masyarakat.
Penguji II,
iv
Skripsi, 28 Agustus 2014
Siti Malati Umah, NIM: 1110101000040 Determinan Kematian Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012
xviii + 156 halaman, 27 tabel, 6 gambar, 3 lampiran
ABSTRAK
Latar Belakang: Kematian neonatal merupakan penyumbang terbesar kasus kematian pada bayi di Indonesia sebanyak 59% kasus. Kematian neonatal lebih tinggi terjadi di daerah rural dibandingkan wilayah urban Indonesia. Pengetahuan tentang faktor yang berpengaruh terhadap kematian neonatal diperlukan untuk mencegah terjadinya kasus kematian neonatal khususnya di daerah rural. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
Metode: Sumber data penelitian adalah Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 dengan desain penelitian cross sectional study dan analisis statistik menggunakan uji chi square.
Hasil: Hasil penelitian didapatkan faktor yang berhubungan dengan kematian neonatal yaitu status pekerjaan ibu (p= 0,000), umur ibu (p=0,007), paritas (0,033), kunjungan antenatal (p=0,001) dan komplikasi kehamilan (p=0,002). Sedangkan pendidikan ibu (p=0,311), indeks kekayaan rumah tangga (0,375), jenis kelamin bayi (p=0,458), penolong persalinan (p=0,548), persalinan caesar (0,363) dan tempat persalinan (0,674) tidak berhubungan dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia.
Simpulan: Perlu dilakukan peningkatan pengetahuan pada kelompok ibu umur >20 tahun dan >35 tahun serta kelompok ibu yang bekerja, peningkatan ketersediaan dan kelengkapan fasilitas dan tenaga pada layanan KB, pelayanan antenatal yang fokus pada terjaminnya ketersediaan, kelengkapan dan kualitas fasilitas dan tenaga kesehatan, pemantauan berkelanjutan bagi ibu yang mengalami komplikasi kehamilan dan peningkatan kualitas tenaga penolong persalinan.
Kata kunci: Determinan, Kematian Neonatal, Rural, Indonesia Daftar bacaan: 121 (1992-2014)
v
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM EPIDEMIOLOGY CONCENTRATION
Undergraduate Thesis, August 29th 2014
Siti Malati Umah, NIM: 1110101000040 Determinants of Neonatal Mortality in Rural Indonesia Year 2008-2012 xviii + 156 pages, 27 tables, 6 pictures, 3 attachments
ABSTRACT
Background: Neonatal mortality accounts for almost 59% of infant mortality in Indonesia. Neonatal mortality shows to be higher in rural area than in urban area. An understanding of the factors related to neonatal mortality in rural setting is needed to prevent neonatal death. This study aimed to identify the determinants of neonatal deaths in rural Indonesia year 2008-2012.
Method: The data source for the analysis was the 2012 Indonesia Demographic and Health Survey with cross sectional study design and statistic analysis was performed using chi square test.
Results: The results indicated that maternal occupation status (p= 0,000), maternal age (p=0,007), parity (0,033), antenatal care (p=0,001) and complications during pregnancy (p=0,002) were associated with neonatal death. While maternal education (p=0,311), household wealth index (0,375), sex of neonatus (p=0,458), birth attendants (p=0,548), cesarean delivery (0,363) dan place of delivery (0,674) were not associated with neonatal death in rural area of Indonesia.
Conclusion: Strategies on improving maternal knowledge needed to be focus on maternal age >20 and >35 years and maternal working group, provision of adequate health facilities both of the availability of health professionals and the completeness of equipments on family planning and antenatal care service, sustained monitoring on maternal complication group and improving skilled birth attendance towards providing quality service.
Keywords: Determinants, Neonatal Mortality, Rural, Indonesia Reading list: 121 (1992-2014)
vi
Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 26 Juli 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, 52275
Nomor telepon : 0857 4784 2313
Email : [email protected]
Website : elummah35.wordpress.com
3. 2006 - 2010 : MAN 2 Ciamis
4. 2010 - sekarang : S1-Peminatan Epidemiologi, Program Studi
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang,
atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Mata Kuliah
Skripsi. Salawat dan salam senantiasa tecurahkan kepada Rasul tercinta yang telah
menjadi suri tauladan bagi umatnya.
Dengan bekal pengetahuan, pengarahan serta bimbingan yang diperoleh
selama perkuliahan, penulis menyusun skripsi mengenai “Determinan Kematian
Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012”. Skripsi ini disusun
dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah skripsi sebagai tugas akhir mahasiswa.
Masalah kematian pada neonatal dipilih sebagai topik penelitian mengingat
kematian neonatal menempati proporsi tertinggi kematian yang terjadi pada bayi.
Angka Kematian Bayi masih jauh dari target MDGs 2015. Target MDGs untuk
menurunkan Angka Kematian Bayi akan tercapai apabila penurunan Angka
Kematian Neonatal bisa dicapai. Sehingga diharapkan penelitian ini nantinya bisa
berkontribusi terhadap upaya penurunan angka kematian bayi serta balita di
Indonesia khususnya untuk daerah rural Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. (hc). Dr. M. K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
2. Ir. Febrianti, M.Si selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat serta
penanggungjawab Mata Kuliah Skripsi Mahasiswa Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013-2014.
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014-2015.
4. Ibu Minsarnawati Tahangnacca, SKM, M.Kes selaku penanggungjawab
Peminatan Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta serta dosen pembimbing skripsi atas arahan dan
bimbingannya selama penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM, MHS selaku dosen pembimbing skripsi atas
konsultasi, arahan serta bimbingannya selama penyusunan skripsi.
6. Orang tua penulis, bagi Bapak (Ali Syamsuddin Alm) rasa terimakasih yang
sangat besar atas dukungan, do’a serta kepercayaannya yang diberikan
kepada penulis sehingga penulis semakin percaya diri dalam menghadapi
berbagai hal. Untuk Ibu (Syariah), dengan kelembutan dan kasih sayang serta
do’anya yang tak pernah berhenti dipanjatkan untuk penulis serta keteguhan
hati yang dicontohkannya sehingga semakin menguatkan penulis. Penulis
selalu mendo’akan, semoga Allah SWT menerima seluruh amal kebaikan
mereka dan mengampuni segala dosanya. Amiin.
7. A Irfan yang terus memberikan masukan, motivasi, semangat disaat penulis
menghadapi kesulitan-kesulitan. Ceu Ela, dengan kasih sayangnya yang
sangat tulus sehingga membuat penulis semakin semangat. Udin, adikku yang
paling santai menghadapi berbagai masalahnya. Ceu, A, Udin, semuanya
makasih atas dukungan semangat, motivasi dan do’anya. Buat Udin, Ayoo,
ix
segera menyusul 3.5 tahun selesai ya… Tidak lupa buat si bungsu Fuad yang
menjadi sponsor pulsa bagi penulis, makasih Uad bantuannya,, sangat
bermanfaat…
8. Buat Rizka sahabatku, teman sekosanku yang mau direpotkan, sering
dimintain tolong ini itu, De, makasih banget ya udah banyak ngebantu aku...
Buat Nida, Najah, Zata, makasih Nid, Jah, Ta, masukan dan do’a kalian saat
penyusunan proposal membuat semangatku bangkit kembali. Buat Wiwid,
kamu keren sis, aku banyak belajar dari kamu lho,,. Buat Luthfi, Fi.. makasih
ya, udah ngasih banyak masukan buat proposal dan skripsiku, skripsi kita
bener-bener mirip ya, tapi tetep berbeda. Buat Bebe, Tika, juga Karlin,
makasih ya kalian udah sering berbagi cerita, informasi, ngasih masukan,
saling nyemangatin, semoga ukhuwah kita tetap terjaga... Buat kalian
semuanya, makasih ya udah sering main ke kosan, refreshing banget buat
aku, skripsi jadi lebih menyenangkan (kapan lagi ya kita bisa kumpul di
kosan). Tidak lupa buat Ii, makasih ya udah ngasih semangat juga saat
proposal. Buat Putri, semangat selalu ya, semoga kita lulus tahun ini semua.
Terakhir buat dua cowok yang memang hanya dua cowok di peminatan
epidemiologi, Harun dan Bayu, Wong Palembang, cowok-cowok rajin yang
ngalahin cewek paling rajin di kelas, kalian bener-bener superrr, patut
dijadikan contoh. Peminatan Epidemiologi Pokoknya Tak Terlupakan (udah
kangen banget sama kalian...).
9. Teman-teman Kesehatan Masyarakat, Reka, Ifa, Bila, Nina, Angga, Anin,
Mawar, Sari, Nita terutama buat Eliza, Syifa, Qotrun, Dillah, Supri, Nia,
x
makasih ya buat kalian, kalian seru banget, bikin skripsi lebih seru, sekilas
ketegangan hilang, thanks banget Guys...
10. Teman-teman program studi lain, Keperawatan, Shulcha, Hilma, Alung;
teman-teman Farmasi Nia, Lina, Farida; adik kelas peminatan epidemiologi
Rini, Iis, Ila, Karim; teman-teman CSS MoRA UIN Jakarta, serta kakak
kelasku (Teh Eci) dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa penulisan laporan penelitian pada
skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar penulis
dapat menyusun laporan penelitian yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Wassalamu‘alaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Jakarta, 28 Agustus 2014
MOTTO HIDUP
"
.." “…Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada
kemudahan. Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan…” (Q.S. Al Insyiroh: 5-6)
xii
dan Ibu tercinta…
1.5.3 Bagi Pemerintah ..................................................................... 8
2.1 Kematian Neonatal .......................................................................... 10
2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kematian Neonatal .......... 13
xiv
2.3.2.3 Faktor Sebelum Melahirkan (Pre-Delivery Factors) . 38
2.3.2.4 Faktor Saat Melahirkan (Delivery Factors) .............. 47
2.3.2.5 Faktor Setelah Melahirkan (Post Delivery Factors) .. 61
2.4 Konsep Daerah Rural/Perdesaan ...................................................... 63
2.5 Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 (SDKI 2012) ....... 68
2.6 Kerangka Teori ................................................................................ 75
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 77
3.2 Definisi Operasional ........................................................................ 80
3.3 Hipotesis Penelitian ......................................................................... 83
4.1 Desain Penelitian ............................................................................. 84
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................ 85
4.3.1 Populasi Penelitian ............................................................... 85
4.3.2 Sampel Penelitian ................................................................. 85
4.6 Pengolahan Data .............................................................................. 89
4.7 Analisis Data ................................................................................... 90
4.7.1 Analisis Univariat ................................................................. 91
4.7.2 Analisis Bivariat ................................................................... 91
BAB V HASIL ............................................................................................ 92
5.2 Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu .................................................... 92
5.3 Distribusi Status Pekerjaan Ibu ........................................................ 93
5.4 Distribusi Indeks Kekayaan Rumah Tangga ..................................... 93
xv
5.6 Distribusi Jenis Kelamin Bayi .......................................................... 94
5.7 Distribusi Paritas ............................................................................. 95
5.13 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kematian Neonatal ..................... 97
5.14 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kematian Neonatal ....................... 98
5.15 Hubungan Indeks Kekayaan Rumah Tangga dengan Kematian
Neonatal .......................................................................................... 99
5.17 Hubungan Jenis Kelamin Bayi dengan Kematian Neonatal ............ 100
5.18 Hubungan Paritas dengan Kematian Neonatal ................................ 101
5.19 Hubungan Kunjungan Antenatal dengan Kematian Neonatal ......... 102
5.20 Hubungan Komplikasi Kehamilan dengan Kematian Neonatal....... 102
5.21 Hubungan Penolong Persalinan dengan Kematian Neonatal ........... 103
5.22 Hubungan Persalinan Caesar dengan Kematian Neonatal .............. 104
5.23 Hubungan Tempat Persalinan dengan Kematian Neonatal .............. 104
BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................... 106
6.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................. 106
6.2 Kematian Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 .. 107
6.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kematian Neonatal di
Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ..................................... 111
6.3.1 Pendidikan Ibu ................................................................... 111
6.3.2 Pekerjaan Ibu ..................................................................... 115
6.3.4 Umur Ibu ............................................................................ 123
7.1 Simpulan ....................................................................................... 161
7.2 Saran ............................................................................................. 162
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 164
Tabel 3.1 Definisi Operasional ...................................................................... 80
Tabel 4.1 Variabel dan Kode Variabel Penelitian Pada SDKI 2012 ............... 89
Tabel 4.2 Hasil Cleaning Data Daerah Rural Indonesia SDKI 2012 .............. 90
Tabel 5.1 Distribusi Kematian Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun
2008-2012 ..................................................................................... 92
Tabel 5.2 Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu di Daerah Rural Indonesia Tahun
2008-2012 ..................................................................................... 92
Tabel 5.3 Distribusi Pekerjaan Ibu di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-
2012 .............................................................................................. 93
Tabel 5.4 Distribusi Indeks Kekayaan Rumah Tangga di Daerah Rural
Indonesia Tahun 2008-2012 .......................................................... 93
Tabel 5.5 Distribusi Umur Ibu di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 . 94
Tabel 5.6 Distribusi Jenis Kelamin Bayi di Daerah Rural Indonesia Tahun
2008-2012 ..................................................................................... 94
Tabel 5.7 Distribusi Paritas di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ..... 95
Tabel 5.8 Distribusi Kunjungan Antenatal di Daerah Rural Indonesia Tahun
2008-2012 ..................................................................................... 95
Tabel 5.9 Distribusi Komplikasi Kehamilan di Daerah Rural Indonesia Tahun
2008-2012 ..................................................................................... 96
Tabel 5.10 Distribusi Penolong Persalinan di Daerah Rural Indonesia Tahun
2008-2012 ..................................................................................... 96
Tabel 5.11 Distribusi Persalinan Caesar di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-
2012 .............................................................................................. 97
Tabel 5.12 Distribusi Tempat Persalinan di Daerah Rural Indonesia Tahun
2008-2012 ..................................................................................... 97
Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 .................. 98
Tabel 5.14 Analisis Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Kematian Neonatal
di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ................................. 98
Tabel 5.15 Analisis Hubungan antara Indeks Kekayaan Rumah Tangga dengan
Kematian Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 .. 99
Tabel 5.16 Analisis Hubungan antara Umur Ibu dengan Kematian Neonatal di
Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ................................... 100
Tabel 5.17 Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin Bayi dengan Kematian
Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ................ 100
Tabel 5.18 Analisis Hubungan antara Paritas dengan Kematian Neonatal di
Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ................................... 101
Tabel 5.19 Analisis Hubungan antara Kunjungan Antenatal dengan Kematian
Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ................ 102
Tabel 5.20 Analisis Hubungan antara Komplikasi Kehamilan dengan Kematian
Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ................ 102
Tabel 5.21 Analisis Hubungan antara Penolong Persalinan dengan Kematian
Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ................ 103
Tabel 5.22 Analisis Hubungan antara Persalinan Caesar dengan Kematian
Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ................ 104
Tabel 5.23 Analisis Hubungan antara Tempat Persalinan dengan Kematian
Neonatal di Daerah Rural Indonesia Tahun 2008-2012 ................ 105
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tren Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Neonatal di
Indonesia Tahun 2002-2012 ........................................................ 13
Gambar 2.2 Bagan Alur Pengambilan Sampel Rumah Tangga dan Individu ... 69
Gambar 2.3 Kerangka Teori ........................................................................... 76
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 79
Gambar 4.1 Bagan Alur Pengambilan Sampel Penelitian ................................ 87
Gambar 4.2 Proses Pengambilan Data Penelitian ............................................ 88
1
proporsi kematian terbanyak yang terjadi pada bayi di dunia. Laporan
MDGs 2013 menunjukkan bahwa proporsi kematian neonatal pada kejadian
kematian balita di dunia mengalami peningkatan dari 36% pada tahun 1990
menjadi 43% pada tahun 2011 (United Nations, 2013). Data WHO juga
menunjukkan bahwa kematian neonatal memiliki proporsi sebesar 40%
kematian dari seluruh kematian yang terjadi pada balita di dunia (WHO,
2014).
Data SDKI 2012 menunjukkan kematian neonatal untuk periode 2008-
2012 di Indonesia sebesar 19 kematian per 1000 kelahiran hidup (KH).
Angka Kematian Neonatal ini merupakan proporsi kematian terbesar yang
terjadi pada bayi (59%) di Indonesia. Angka Kematian Bayi di Indonesia
yaitu sebesar 32 per 1000 KH untuk periode 2008-2012. Angka Kematian
Bayi ini menunjukkan masih cukup jauh untuk bisa mencapai target MDGs
menurunkan Angka Kematian Bayi sebesar 23 per 1000 KH pada tahun
2015 (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013).
Angka Kematian Neonatal berdasarkan wilayah rural dan urban di
Indonesia menunjukkan bahwa Angka Kematian Neonatal lebih tinggi di
2
(perkotaan) Indonesia. Angka Kematian Neonatal di daerah urban Indonesia
sebesar 15 per 1.000 KH. Sedangkan Angka Kematian Neonatal di daerah
rural Indonesia berdasarkan SDKI 2012 yaitu sebesar 24 per 1.000 KH
untuk periode 2003-2012 (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International,
2013). Angka Kematian Neonatal didaerah rural mengalami penurunan pada
hasil SDKI 2002-2003 (26 per 1000 KH) (BPS & ORC Macro, 2003),
namun Angka Kematian Neonatal di daerah rural Indonesia ini tetap konstan
berdasarkan hasil SDKI 2007 (24 per 1.000 KH) (BPS & Macro
International, 2008).
Angka Kematian Neonatal (AKN) merupakan kematian yang terjadi
pada dua puluh delapan hari pertama kehidupan dibagi jumlah bayi lahir
hidup. Pada SDKI 2012 AKN dihitung berdasarkan keterangan jumlah bayi
yang meninggal pada dua puluh delapan hari pertama kehidupan dibagi
dengan keterangan jumlah bayi yang bertahan hidup. Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 dilaksanakan untuk mengetahui
informasi mengenai masalah kependudukan serta masalah kesehatan yang
fokus pada kesehatan ibu dan anak di Indonesia (BPS, BKKBN, Kemenkes
& ICF International, 2013).
pada bayi setelah dilahirkan (WHO, 2006). Masa neonatal merupakan waktu
yang paling rentan untuk kelangsungan hidup anak. Upaya menurunkan
angka kematian neonatal menjadi semakin penting, bukan hanya karena
proporsinya yang semakin meningkat tetapi karena intervensi kesehatan
3
intervensi pada kematian balita secara umum (WHO, 2014).
Hasil penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa faktor-faktor
yang berhubungan dengan kematian neonatal yaitu usia ibu (Prabamurti,
dkk., 2008), berat bayi lahir (Onwuanaku dkk., 2011), jarak kelahiran
(Mekonnen dkk., 2013), jenis kelamin bayi (Bashir dkk., 2013), paritas
(Singh dkk., 2013), pendidikan ibu (Upadhyay dkk., 2012), suntikan tetanus
toksoid pada ibu (Singh dkk., 2013), persalinan caesar (Chaman dkk.,
2009), umur kehamilan (Onwuanaku dkk., 2011), riwayat komplikasi
persalinan (Singh, dkk., 2013) dan fasilitas persalinan (Tura, dkk., 2013).
Penelitian yang dilakukan di beberapa daerah rural menunjukkan
bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian neonatal yaitu
kelahiran prematur, berat bayi lahir rendah, persalinan sesar, paritas, jarak
kelahiran, pendidikan ibu, usia ibu, pekerjaan ibu, komplikasi persalinan
(Mercer, dkk., 2006; Chaman, dkk., 2009; Upadhyay, dkk., 2012; Singh,
dkk., 2013). Penelitian lainnya menemukan bahwa penyebab utama
kematian pada neonatal di daerah rural yaitu asfiksia, infeksi (31%), lahir
prematur (26%), sepsis (45%) dan pneumonia (36%) (Baqui, dkk., 2006).
Penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa faktor risiko
yang paling berpengaruh adalah berat badan saat lahir (Efriza, 2007;
Fachlaeli, 2000). Penelitian lainnya yang menggunakan data SDKI 2003
menunjukkan bahwa status orang tua, status pekerjaan ayah, jarak
kelahiran, jenis kelamin bayi, ukuran bayi lahir dan riwayat komplikasi
persalinan memiliki hubungan dengan kematian neonatal di Indonesia
4
(Titaley, dkk., 2008). Umur ibu saat melahirkan dan umur kehamilan dapat
meningkatkan risiko terjadinya kematian neonatal (Fachlaeli, 2000). Pada
penelitian yang dilakukan (Yani & Duarsa, 2013) Yani dan Duarsa (2013)
menemukan bahwa pelayanan antenatal dan penolong persalinan memiliki
hubungan dengan kematian neonatal.
Target MDGs untuk menurunkan angka kematian bayi sebesar 23
kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 cukup berat bagi
Indonesia. Penurunana angka kematian bayi ini membutuhkan berbagai
upaya yang perlu ditingkatkan (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF
International, 2013) sedangkan waktu pencapaian hanya tersisa satu tahun.
Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui faktor apa saja yang
berpengaruh terhadap kasus kematian neonatal di Indonesia dengan fokus di
daerah rural karena memiliki angka kematian neonatal yang lebih tinggi
dibandingkan di daerah urban serta memiliki angka kematian neonatal yang
tetap konstan dari tahun sebelumnya. Penelitian ini diharapkan dapat
berkontribusi dalam upaya melakukan intervensi terkait faktor risiko
kematian neonatal sehingga bisa berdampak terhadap penurunan Angka
Kematian Neonatal di daerah rural Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
bahwa kematian neonatal menjadi penyumbang utama kematian yang terjadi
pada Bayi di Indonesia. Angka Kematian Bayi masih tinggi, sangat jauh
untuk bisa mencapai target MDGs. Angka Kematian Neonatal di daerah
rural Indonesia menunjukkan lebih tinggi dibandingkan di daerah urban
5
penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
kematian neonatal di daerah rural Indonesia agar bisa diketahui intervensi
yang diperlukan untuk menurunkan Angka Kematian Neonatal yang juga
diharapkan bisa berdampak pada penurunan Angka Kematian Bayi.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1) Bagaimana distribusi kematian neonatal, pendidikan ibu, pekerjaan ibu,
indeks kekayaan rumah tangga, umur ibu, jenis kelamin bayi, paritas,
kunjungan antenatal, komplikasi kehamilan, penolong persalinan,
persalinan caesar dan tempat persalinan di daerah rural Indonesia tahun
2008-2012?
daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
3) Bagaimana hubungan pekerjaan ibu dengan kematian neonatal di
daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
4) Bagaimana hubungan indeks kekayaan rumah tangga dengan kematian
neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
5) Bagaimana hubungan umur ibu dengan kematian neonatal di daerah
rural Indonesia tahun 2008-2012?
6) Bagaimana hubungan jenis kelamin bayi dengan kematian neonatal di
daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
6
7) Bagaimana hubungan paritas dengan kematian neonatal di daerah rural
Indonesia tahun 2008-2012?
daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
9) Bagaimana hubungan komplikasi kehamilan dengan kematian neonatal
di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
10) Bagaimana hubungan penolong persalinan dengan kematian neonatal di
daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
11) Bagaimana hubungan persalinan caesar dengan kematian neonatal di
daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
12) Bagaimana hubungan tempat persalinan dengan kematian neonatal di
daerah rural Indonesia tahun 2008-2012?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus
sebagai berikut:
kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
1.4.2 Tujuan Khusus
1) Diketahuinya distribusi kematian neonatal, pendidikan ibu,
pekerjaan ibu, indeks kekayaan rumah tangga, umur ibu, jenis
kelamin bayi, paritas, kunjungan antenatal, komplikasi kehamilan,
7
daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
2) Diketahuinya hubungan pendidikan ibu dengan kematian neonatal
di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
3) Diketahuinya hubungan pekerjaan ibu dengan kematian neonatal
di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
4) Diketahuinya hubungan indeks kekayaan rumah tangga dengan
kematian neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
5) Diketahuinya hubungan umur ibu dengan kematian neonatal di
daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
6) Diketahuinya hubungan jenis kelamin bayi dengan kematian
neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
7) Diketahuinya hubungan paritas dengan kematian neonatal di
daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
8) Diketahuinya hubungan kunjungan antenatal dengan kematian
neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
9) Diketahuinya hubungan komplikasi kehamilan dengan kematian
neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
10) Diketahuinya hubungan penolong persalinan dengan kematian
neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
11) Diketahuinya hubungan persalinan caesar dengan kematian
neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
12) Diketahuinya hubungan tempat persalinan dengan kematian
neonatal di daerah rural Indonesia tahun 2008-2012.
8
1.5.1 Bagi Peneliti
kesehatan masyarakat yang telah didapatkan di perkuliahan
mengenai metodologi penelitian, epidemiologi kesehatan reproduksi,
manajemen dan analisis data serta keilmuwan kesehatan masyarakat
lainnya yang digunakan dalam penelitian ini.
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan bagi
kalangan akademisi sebagai informasi terhadap penelitian
selanjutnya.
mendapatkan hasil penelitian ini berupa Policy Brief mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian neonatal di daerah
rural Indonesia. Sehingga diharapkan Policy Brief tersebut
selanjutnya menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan upaya
penurunan Angka Kematian Neonatal di Indonesia terutama fokus di
daerah rural.
dengan kematian neonatal di daerah rural Indonesia setelah
membaca laporan hasil penelitian ini.
1.6 Ruang Lingkup Masalah
berhubungan dengan kematian neonatal. Penelitian ini merupakan penelitian
epidemiologi analitik dengan variabel independen adalah pendidikan ibu,
pekerjaan ibu, indeks kekayaan rumah tangga, umur ibu, jenis kelamin bayi,
paritas, kunjungan antenatal, komplikasi kehamilan, penolong persalinan,
persalinan caesar dan tempat persalinan. Sedangkan variabel dependennya
adalah kematian neonatal. Desain penelitian yang digunakan adalah cross
sectional study, dimana variabel dependen maupun independen
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Instrumen pada penelitian
berupa Kuesioner Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012.
Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2014. Populasi penelitian yaitu semua
neonatal di daerah rural Indonesia pada periode 2008-2012 dengan sampel
penelitian berjumlah 7.138 orang.
2.1 Kematian Neonatal
Neonatus (bayi baru lahir) adalah bayi dari saat lahir sampai usia 4
minggu pertama kehidupan (Wong, 2004). Periode neonatal dimulai saat
bayi lahir sampai 28 hari setelah kelahiran (WHO, 2006). Periode neonatal
ini merupakan periode paling kritis untuk perkembangan dan pertumbuhan
bayi (Saifudin, dkk, 2009). Bayi sangat mudah terserang penyakit akibat
terjadi transisi dari kehidupan didalam kandungan ke kehidupan di luar
kandungan (ekstrauterus) yang memerlukan beberapa penyesuaian
fisiologi dan biokimia agar bayi bisa bertahan hidup. Pada masa transisi ini
sebagian besar masalah yang terjadi adalah lemahya adaptasi bayi akibat
aspiksia, kelahiran prematur dan efek yang terjadi akibat proses persalinan
(Kliegman, dkk., 2011).
selama dua puluh delapan hari pertama kehidupan setelah bayi dilahirkan.
Kematian neonatal terbagi atas kematian neonatal dini dan kematian
neonatal lanjut. Kematian neonatal dini merupakan kematian seorang bayi
dari mulai setelah dilahirkan sampai 7 hari pertama kehidupan (0-6 hari).
Sedangkan kematian neonatal lanjut adalah kematian bayi setelah 7 hari
sampai sebelum 28 hari pertama kehidupan (7-27 hari) (WHO, 2006).
11
Angka Kematian Neonatal merupakan jumlah kematian bayi
berumur kurang dari 28 hari pada periode tertentu biasanya pada periode
satu tahun (Timmreck, 1994). Walaupun Angka Kematian Balita di dunia
menunjukkan terjadi penurunan sebesar 41% dari 87 kematian per 1000
kelahiran hidup tahun 1990 menjadi 51 kematian per 1000 kelahiran hidup
tahun 2011, masih diperlukan upaya lebih serius untuk menurunkan dua
per tiga kematian balita pada tahun 2015. Selain itu, proporsi kematian
neonatal pada kematian balita di dunia justru mengalami peningkatan dari
36% pada tahun 1990 menjadi 43% pada tahun 2011 (United Nations,
2013).
mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 penurunan
Angka Kematian Balita. Target MDGs untuk penurunan Angka Kematian
Balita yaitu penurunan kematian sebesar dua per tiga kematian pada 2015
dari kematian balita yang terjadi pada tahun 1990 (United Nations, 2013).
Penurunan angka kematian balita ini secara lebih rinci yaitu dari 97
kematian per 1000 KH menjadi 32 kematian per 1000 KH pada tahun 2015
(Stalker, 2008). Angka Kematian Balita di Indonesia diketahui sebesar 40
per 1.000 KH pada periode 2008-2012, dimana kematian yang terjadi pada
bayi merupakan penyumbang kematian tertinggi (BPS, BKKBN,
Kemenkes & ICF International, 2013).
Angka Kematian Bayi di Indonesia yaitu sebesar 32 per 1000 KH
untuk periode 2008-2012. Sedangkan Angka Kematian Bayi di daerah
12
rural Indonesia sebesar 40 per 1000 KH untuk periode 2003-2012. Pada
kematian bayi tersebut diketahui kematian neonatal merupakan proporsi
kematian penyumbang paling banyak.
Angka Kematian Neonatal di Indonesia yaitu sebesar 19 per 1000
KH untuk periode 2008-2012. Angka kematian neonatal ini tidak
mengalami penurunan maupun peningkatan (konstan) dari hasil SDKI
sebelumnya (SDKI 2007). Namun, Proporsi kematian neonatal terhadap
kematian bayi mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke tahun 2012
(58% menjadi 59%) (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International,
2013).
Angka kematian neonatal di daerah rural Indonesia berdasarkan
SDKI 2012 didapatkan sebesar 24 per 1000 KH. Angka kematian neonatal
ini mengalami penurunan berdasarkan SDKI 2002-2003, namun tetap
konstan berdasarkan SDKI 2007. Angka kematian neonatal di daerah rural
Indonesia berdasarkan SDKI 2002-2003 sebesar 26 per 1000 KH (BPS &
ORC Macro, 2003). Sedangkan berdasarkan SDKI 2007, angka kematian
neonatal di daerah rural Indonesia yaitu sebesar 24 per 1000 KH (BPS &
Macro International, 2008).
Gambar 2.1 Tren Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Neonatal
di Daerah Rural Indonesia Tahun 2002-2012
Sumber: (BPS & ORC Macro, 2003; BPS & Macro International, 2008;
BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013)
2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kematian Neonatal
Determinan atau faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup neonatal menurut Titaley, dkk (2008) terdiri dari
faktor sosial-ekonomi (socioeconomic determinants) dan faktor terdekat
(proximate determinants). Determinan terdekat tersebut terdiri dari faktor
ibu, faktor bayi dan faktor pelayanan kesehatan.
2.3.1 Faktor Sosial-ekonomi (Socioeconomic Factors)
Faktor sosial-ekonomi yang berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup bayi terdiri dari pendidikan ibu, pekerjaan ibu,
indeks kekayaan rumah tangga dan wilayah tempat tinggal (Titaley,
dkk, 2008; Mekonnen dkk., 2013; Singh, dkk., 2013; Upadhyay,
dkk., 2012; Yi, dkk., 2011).
1) Pendidikan Ibu
20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
52 45 40
26 24 24
m la
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Adapun jenjang pendidikan merupakan tahapan pendidikan
yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta
didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan. Jenjang pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi.
Semakin meningkatnya level pendidikan ibu dapat
meningkatkan kemampuan ibu untuk memperoleh, memproses
dan memahami informasi dasar kesehatan tentang manfaat
pelayanan sebelum melahirkan dan informasi pelayanan
kesehatan reproduksi yang dibutuhkan. Informasi sangat
penting bagi ibu untuk membuat keputusan yang tepat. Ibu
dengan tingkat pendidikan yang tinggi lebih percaya diri
bertanya mengenai pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh
dirinya (Karlsen, dkk., 2011).
pendidikan ibu berhubungan dengan kejadian kematian
neonatal (Mekonnen dkk., 2013; Upadhyay, dkk., 2012).
Tingkat pendidikan ibu memiliki hubungan dengan kejadian
15
kematian bayi (Ibu tidak pernah sekolah, OR: 2.48; ibu
berpendidikan rendah, OR: 1.57) (Faisal, 2010). Penelitian
lainnya juga menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan ibu dengan kematian bayi (Sugiharto, 2011).
Penelitian yang dilakukan Pertiwi (2010) juga menunjukkan
ada hubungan antara pendidikan dengan kematian neonatal.
Ibu yang tidak memiliki riwayat pendidikan lebih rentan
mengalami kejadian kematian pada neonatusnya (Manzar,
dkk., 2012).
Murung Raya, menemukan bahwa terdapat remaja yang masih
duduk dibangku sekolah bahkan remaja yang belum
mengalami menstruasi yang sudah menikah. Hal tersebut
terjadi karena diketahui sebagian besar pendidikan masyarakat
setempat yang masih rendah (Kemenkes RI, 2012). Penelitian
pada masyarakat suku Gorontalo Desa Imbodu menemukan
bahwa sebagian besar masyarakat berpendidikan rendah.
Informasi yang didapatkan secara informal juga jarang
ditemukan di daerah perdesaan. Sebagian besar masyarakat
mendapatkan pengetahuan kesehatan berdasarkan penuturan-
penuturan orang tua. Para orang tua memiliki pengalaman
diobati oleh dukun saat mereka sakit. Selain itu, para remaja
16
reproduksi kepada orangtuanya. Biasanya para remaja tersebut
mendapatkan informasi dari teman-temannya (Kemenkes RI,
2012).
(2013) menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan ibu
dengan kejadian kematian neonatal.
memiliki kemungkinan terkena pajanan terhadap zat
fetotoksik, ketegangan fisik yang berlebihan, terlalu lelah serta
kesulitan yang berhubungan dengan keseimbangan tubuh. Ibu
yang sering beridiri di suatu tempat dalam jangka waktu lama
bisa berisiko mengalami varises vena, flebitis dan edema
(Ladewig, dkk., 2006).
hubungan antara status pekerjaan ibu dengan kematian
neonatal (Singh, dkk., 2013). Status ibu bekerja memiliki
hubungan dengan kematian neonatal (Titaley, dkk., 2008). Ibu
yang bekerja mempunyai kecenderungan untuk mengalami
kejadian kematian bayi 1.52 kali lebih besar dibandingkan ibu
yang tidak bekerja (Faisal, 2010). Ada hubungan antara status
ibu bekerja dengan kematian neonatal dini (Nugraheni, 2013).
17
kematian neonatal dibandingkan ibu yang tidak bekerja (Dewi,
2010). Penelitian lainnya menunjukkan tidak ada hubungan
antara pekerjaan ibu dengan kejadian kematian neonatal
(Wijayanti, 2013).
kematian bayi lebih tinggi terjadi pada ibu yang bekerja yang
merupakan usaha miliki sendiri. Bayi dari ibu tersebut
memiliki risiko 5.4 kali lebih besar untuk mengalami kematian
dibandingkan bayi dari ibu pada kelompok lainnya (petani,
IRT) (Andargie, dkk., 2013). Penelitian di daerah rural India
juga menemukan bahwa anak dari ibu yang tidak bekerja
(tinggal di rumah) memiliki risiko lebih rendah untuk
meninggal selama periode neonatal dibandingkan anak dari ibu
yang bekerja (Singh, dkk., 2013).
Penelitian kualitatif yang dilakukan di Desa Jrangoan
(Suku Madura) Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Jawa
Timur, menemukan bahwa remaja putri telah menikah
umumnya pada usia 17 tahun. Remaja putri tersebut yang
kemudian menjadi nyonya-nyonya kecil harus bisa membantu
suami mengurus ladang yang merupakan tempat mereka
mencari nafkah. Ibu hamil tetap bekerja ke sawah walaupun
dalam kondisi hamil karena ingin membantu suaminya
mencari nafkah untuk keluarga. Kegiatan bertani yang
18
jenis tanaman seperti padi, kacang-kacangan, singkong, ketela,
cabai, bawang dan tembakau (Kemenkes RI, 2012).
Kebiasaan ibu tetap bekerja juga ditemukan pada
masyarakat Etnik Manggarai Desa Waicodi Kecamatan Cibal
Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ibu
hamil usia muda maupun usia kehamilan tujuh bulan masih
selalu bekerja membantu suaminya di ladang. Pada saat
menjelang persalinan, ibu juga dianjurkan untuk turut bekerja
di kebun agar janin dalam kandungan tidak diganggu roh jahat
(Kemenkes RI, 2012).
Kabupaten Pegunungan Bintang Provinsi Papua juga diemukan
bahwa kebiasaan ibu saat hamil pada etnik ini yaitu dari mulai
menyiapkan sarapan untuk keluarga, memetik hasil kebun dan
kemudian menjualnya ke pasar, dimana jarak rumah ke pasar
cukup jauh. Ibu hamil dan ibu-ibu lainnya kemudian
menggunakan hasil penjualan dagangannya untuk membeli
keperluan keluarga yang telah habis. Selanjutnya ibu
menyiapkan makanan siang untuk keluarganya dan setelah
semua selesai ibu melakukan pekerjaan lain, mencuci pakaian,
mencuci piring, mengangkat air dan bahkan kembali lagi ke
kebun mengangkat kayu bakar untuk memasak di rumah.
Kebiasaan-kebiasaan melakukan pekerjaan berat ini berlaku
19
bagi seluruh ibu di Etnik Ngalum baik ibu tidak hamil maupun
tidak hamil (Kemenkes RI, 2012).
3) Indeks Kekayaan Rumah Tangga
Indeks kekayaan rumah tangga memiliki hubungan
dengan kejadian kematian neonatal. Rumah tangga dengan
indeks kekayaan rumah tangga terendah memiliki
kemungkinan 1,6 kali untuk mengalami kematian neonatal
dibandingkan rumah tangga dengan indeks kekayaan tinggi
(Bashir, dkk., 2013). Neonatus yang berasal dari ibu dengan
status sosial ekonomi dibawah rata-rata lebih rentan terhadap
kematian pada periode neonatal (Manzar, dkk., 2012; Gizaw,
dkk., 2014).
menunjukkan terdapat hubungan antara indeks kekayaan
rumah tangga dengan kematian neonatal. Rumah tangga
miskin yang tinggal jauh dari fasilitas kesehatan memiliki
risiko yang meningkat terhadap kematian neonatal (Målqvist,
dkk., 2010). Ibu dan anak yang berasal dari keluarga miskin
memiliki risiko meningkat terhadap kematian neonatal dan
memiliki tantangan untuk mengakses pelayanan tepat waktu
dibandingkan keluarga yang lebih kaya (Lawn, dkk., 2009).
20
Menurut Titaley, dkk (2008), determinan atau faktor
terdekat terhadap kematian neonatal terdiri dari faktor ibu, faktor
neonatal, faktor sebelum melahirkan, faktor saat melahirkan dan
faktor setelah melahirkan.
Faktor ibu yang berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup neonatal adalah umur ibu (Bashir, dkk., 2013;
Mekonnen, dkk., 2013; Upadhyay, dkk, 2012).
1) Umur Ibu
sering kali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa.
Akibatnya, ibu hamil pada usia itu mungkin mengalami
persalinan lama/macet atau gangguan lainnya karena
ketidaksiapan ibu untuk menerima tugas dan
tanggungjawabnya sebagai orang tua. Ibu dianjurkan
hamil pada usia antara 20-35 tahun. Pada usia ini ibu
lebih siap hamil secara jasmani dan kejiwaan. Pada umur
35 tahun atau lebih, kesehatan ibu sudah menurun,
akibatnya ibu hamil pada usia itu mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk mempunyai anak cacat,
persalinan lama dan perdarahan (Kemenkes RI, 2011).
21
kematian neonatal terjadi pada pada ibu usia muda (15-
24 tahun) (Yego, dkk., 2013). Umur ibu merupakan
faktor tidak langsung dan merupakan faktor confounding.
Ibu yang memiliki umur lebih dari 30 tahun bisa
mengalami kematian neonatal (Vandresse, 2008).
Terdapat hubungan antara variabel umur ibu saat
melahirkan dengan kejadian kematian bayi (Sugiharto,
2011) (Sugiharto, 2011; Mekonnen, dkk., 2013).
Penelitian yang dilakukan Bashir, dkk (2013)
menunjukkan bahwa kematian neonatal dipengaruhi oleh
umur ibu dengan OR sebesar 2.4 (≥ 40 tahun). Pada
penelitian Markovitz, dkk (2005) menunjukkan risko
kematian neonatal lebih tinggi pada ibu usia muda (12–
17 tahun) dari pada ibu usia lebih tua (18–19 tahun)
menunjukkan tidak ada perbedaan risiko kematian
neonatal.
neonatal dengan nilai (Yani & Duarsa, 2013). Ibu yang
melahirkan pada kelompok umur <20 tahun dan
kelompok umur >30 tahun memiliki peluang lebih besar
untuk terjadinya kasus kematian bayi dibandingkan ibu
melahirkan umur 20-30 tahun (<20 tahun = OR: 1.53;
>30 tahun = OR: 1.46) (Faisal, 2010). Penelitian lainnya
22
tinggi (OR: 1.595) dibandingkan dengan kelompok umur
antara 20-35 tahun (Wijayanti, 2013).
Namun hasil penelitian yang dilakukan
Onwuanaku dkk (2011) dan August, dkk., (2011)
menunjukkan bahwa umur ibu tidak memiliki hubungan
dengan kematian neonatal. Penelitian yang dilakukan
Pertiwi (2010) juga menunjukkan tidak ada hubungan
antara variabel umur ibu dengan kematian neonatal.
Tidak ada hubungan antara umur ibu kurang dari 20
tahun dengan kematian neonatal dini serta tidak ada
hubungan antara umur ibu lebih dari 35 tahun terhadap
kematian neonatal dini (Nugraheni, 2013).
Hasil penelitian kualitatif di salah satu daerah
rural Indonesia, yaitu pada masyarakat Etnik Madura
Jawa Timur, menemukan bahwa umumnya remaja putri
menikah sebelum menyelesaikan pendidikan pesantren,
yaitu sekitar usia 17 tahun (Kemenkes RI, 2012).
Penelitian kualitatif pada Etnik Nias, Sumatera Utara
juga menemukan bahwa masyarakat di Desa Hilifadölö
secara umum mentaati peraturan mengenai usia boleh
menikah yaitu minimal 18 tahun bagi perempuan dan 20
tahun bagi laki-laki. Selain itu, masih ditemukan
23
sebelum umur yang telah ditetapkan adalah pasangan
yang menikah di luar Pulau Nias (Kemenkes RI, 2012).
Bahkan hasil penelitian lainnya menemukan bahwa usia
perkawinan yang dianjurkan pada masyarakat Etnik
Mamasa di Provinsi Sulawesi Barat yaitu minimal 16
tahun untuk perempuan dan minimal 18 tahun untuk
laki-laki (Kemenkes RI, 2012).
juga diketahui bahwa batasan usia boleh melakukan
pernikahan di Daerah Pegunungan Bintang adalah 18
tahun. Secara umum masyarakat yang benar-benar
memegang norma adat mematuhi aturan tersebut.
Namun, banyak juga masyarakat melanggar aturan
tersebut dengan melakukan perkawinan pada usia dini.
Diketahui, karena kurangnya pengetahuan para remaja
Etnik Ngalum mengenai kesehatan reproduksi, sehingga
banyak remaja yang hamil pada usia sangat muda yaitu
usia 13 tahun. Remaja tersebut melakukan aktivitas
belajar di sekolah dalam keadaan hamil dan pihak guru
tidak melarang mereka mengikuti kegiatan belajar karena
sudah memahami kondisi murid seperti itu di daerahnya.
Bahkan ada remaja yang telah memiliki anak, kemudian
24
terakhir mengalami haid, sehingga mereka tidak
mengetahui berapa umur kandungannya. Kasus
kehamilan tidak hanya ditemukan pada anak dan remaja
tetapi juga terjadi pada ibu usia lebih dari 45 tahun.
Padahal kehamilan pada usia tersebut sangat berisiko
terhadap terjadinya komplikasi kehamilan. Apalagi
diketahui kasus anemia pada ibu hamil di Suku Ngalum
merupakan kasus yang paling tinggi di Papua (Kemenkes
RI, 2012).
kelangsungan hidup neonatal yaitu infeksi/penyakit, paritas,
jarak kelahiran, jenis kelamin bayi, berat badan lahir,
inisiasi menyusu dini (Titalley, dkk., 2008; Debes, dkk.,
2013; Carlsen, dkk., 2013).
kematian neonatal (Mosley & Chen, 2003). Aspiksia,
kelahiran prematur, kelainan kongenital merupakan
penyebab terbanyak yang mengakibatkan buruknya
adaptasi bayi terhadap lingkungan diluar rahim
25
bahwa penyebab utama kematian neonatal dini adalah
aspiksia (45%), infeksi (22%) dan kelainan kongenital
(11%) (Djaja, dkk., 2005).
Agar bayi bisa bertahan hidup, bayi harus mampu
mengembangkan fungsi paru-paru dengan udara,
melakukan pernapasan secara kontinu, dan
mempertahankan area kontak antara gas alveolus
dengan darah kapiler yang cukup besar agar efek
perpindahan gas dapat memenuhi kebutuhan metabolik
(Rudolph, dkk., 2007).
orang dewasa bisa bersifat fatal jika terjadi pada bayi.
Gejala infeksi pada bayi sangat tidak jelas pada tingkat
awal kehidupan bayi, sehingga pengenalan terhadap
gejala infeksi pada bayi menjadi sangat penting. Pintu
masuk infeksi bisa melalui saluran pernapasan, saluran
pencernaan, saluran kemih, dan kulit (Price & Gwin,
2005).
26
utama kematian neonatal yang berkontribusi terhadap
perbedaan kematian antara area rural dan urban pada
kematian neonatal (Yanping, dkk., 2010). Aspiksia,
infeksi dan kelainan kongenital merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap kematian neonatal dini (Sriasih,
2012). Hasil penelitian Baqui, dkk (2006) menunjukkan
bahwa aspiksia, infeksi dan pneumonia merupakan
penyebab utama kematian pada neonatal selain.
Penelitian yang dilakukan Yego, dkk., (2013) juga
menunjukkan bahwa aspiksia merupakan salah satu
penyebab utama kematian neonatal.
(2008) menunjukkan ada hubungan antara kondisi
usaha napas bayi dengan kematian neonatal.
Manajemen infeksi pada bayi baru lahir merupakan
salah satu intervensi yang dapat menurunkan kematian
pada neonatal (Khan, dkk., 2013).
2) Jenis Kelamin Bayi
seseorang sebagai pria atau wanita (Andrews, 2009).
Bayi laki-laki cenderung lebih rentan terhadap penyakit
dibandingkan dengan bayi perempuan. Secara biologis,
27
(Wells, 2000).
neonatal (Pertiwi, 2010). Penelitian yang dilakukan
Rahmawati (2007) juga menunjukkan bahwa jenis
kelamin secara statistik berhubungan dengan kematian
neonatal. Bayi laki-laki berisiko mengalami kematian
neonatal sebesar 1.4 kali dibandingkan dengan bayi
perempuan. Beberapa penelitian lainnya juga
menunjukkan adanya hubungan antara jenis kelamin
dengan kematian neonatal (Pertiwi, 2010).
Namun penelitian lainnya menunjukkan tidak
terdapat hubungan antara jenis kelamin bayi dengan
kematian pada bayi (Faisal, 2010; Wijayanti, 2013).
Terjadi penurunan absolut kematian bayi yang lebih
tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan bayi
perempuan (Carlsen, dkk., 2013). Penelitian yang
dilakukan Dewi (2010) juga menunjukkan tidak
terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan
kematian neonatal.
diketahui bahwa anak laki-laki (ono matua) dianggap
lebih berharga dibandingkan dengan anak perempuan.
Hal ini disebabkan karena suku Nias menganut sistem
patrilinear, yakni garis keturunan yang diikuti adalah
dari pihak laki-laki sehingga anak laki-lakilah yang
akan meneruskan keturunan/marga (ngaötö/mado)
tua sehingga kelak ketika orang tua sudah tidak bisa
bekerja lagi maka anak laki-laki inilah yang akan
mengurus orang tuanya. Sehingga para ibu terus hamil
sampai akhirnya berhasil mendapatkan anak laki-laki
(Kemenkes RI, 2012).
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi
baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari
2500 gram (Saifuddin, dkk., 2009). BBLR sangat
terkait dengan kelahiran prematur dimana terjadi fungsi
organ belum matang, komplikasi akibat terapi dan
gangguan-gangguan tertentu (Kliegman, dkk., 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kematian
menjadi lebih tinggi pada neonatus dengan berat lahir
29
neonatal dini (Nugraheni, 2013). Anak lahir dengan
BBLR mempunyai kecenderungan untuk mengalami
kejadian kematian bayi sebesar 3.53 kali lebih besar
dibandingkan dengan ibu yang memiliki bayi lahir
BBLN (Faisal, 2010).
menunjukkan terdapat hubungan antara berat bayi lahir
dengan kematian neonatal (Schoeps, dkk., 2007;
Rahmawati, 2007; Dewi, 2010; Pertiwi, 2010;
Wijayanti, 2013). Namun, pada penelitian yang
dilakukan Sugiharto (2011) menunjukkan tidak terdapat
hubungan antara berat bayi lahir dengan kematian bayi.
2) Paritas
klasifikasi perempuan berdasarkan jumlah bayi lahir
hidup dan lahir mati yang dilahirkannya pada umur
kehamilan lebih dari 20 minggu. Pada masa kehamilan,
rahim ibu teregang oleh adanya janin. Apabila terlalu
sering melahirkan, rahim akan semakin lemah. Apabila
ibu telah melahirkan 3 anak atau lebih, perlu
30
Paritas lebih dari 3 menunjukkan ada hubungan
dengan kematian neonatal (Chaman, dkk., 2009).
Penelitian yang dilakukan Titaley, dkk (2008)
menunjukkan bahwa jarak kelahiran pendek
berhubungan dengan kematian neonatal. Hasil
penelitian lainnya menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara paritas dengan kematian neonatal
(Dewi, 2010). Penelitian yang dilakukan Sugiharto
(2011) menunjukan bahwa nomor urut kelahiran
memiliki hubungan dengan kematian bayi. Ibu yang
telah melahirkan lebih dari tiga anak mempunyai
kecenderungan untuk mengalami kejadian kematian
bayi sebesar 1.66 kali dibandingkan ibu yang telah
melahirkan 1-3 anak (Faisal, 2010). Penelitian lainnya
juga menyebutkan bahwa ibu yang memiliki paritas
lebih dari empat memiliki hubungan dengan kematian
neonatal (Rahmawati, 2007).
menunjukkan bahwa ibu yang memiliki paritas satu
tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kematian
neonatal. Penelitian lain yang dilakukan Nugraheni
(2013) juga menunjukkan tidak ada hubungan antara
31
dini. Pada penelitian yang dilakukan Wijayanti (2013)
menunjukkan tidak terdapat hubungan antara paritas
dengan kematian neonatal.
bahwa nilai anak bagi orang Toraja Sa’dan sangat
penting. Memiliki banyak anak masih menjadi
pandangan utama bagi sebagian besar penduduk
Sa’dan. Program Keluarga Berencana (KB) dari
pemerintah yang mengarahkan dua anak lebih baik
tidak berlaku bagi orang Toraja Sa’dan. Istilah KB bagi
orang Toraja Sa’dan diubah menjadi “keluarga besar”,
untuk menunjukkan banyaknya jumlah anak yang
mereka miliki. Bahkan seorang yang terpandang di
Toraja menceritakan bahwa dua bukan dua orang,
namun dua pasang (empat orang) untuk menunjukkan
anak yang beliau miliki. Ketiadaan seorang anak bagi
orang Toraja Sa’dan merupakan hal yang masiri’
(malu) dalam keluarga, dianggap lemah, dan dikasihani
oleh keluarga luas. Bahkan, sekalipun sudah memiliki
anak, tetapi baru satu, keluarga tersebut masih dianggap
belum lengkap (Kemenkes RI, 2012).
Padahal, hasil penelitian menunjukkan bahwa
intervensi yang bisa dilakukan untuk mengontrol
32
kontrasepsi. Penelitian yang dilakukan di Bangladesh,
menunjukkan bahwa penggunaan metode kontrasespi
berhubungan dengan kejadian kematian neonatal. Pada
ibu yang pernah menggunakan metode kontrasepsi
sekitar 39% lebih rendah terhadap kematian neonatal
dibandingkan ibu yang tidak pernah menggunakan
metode kontrasepsi (Chowdhury, dkk, 2013).
Pemakaian metode kontrasepsi (Contraceptive
Pemakaian kontrasepsi ini mengalami peningkatan dari
tahun 2007 sebelumnya yaitu sebesar 61%. Pemakaian
metode kontrasepsi modern juga mengalami
peningkatan dari 57% menjadi 58% (BPS, BKKBN,
Kemenkes & ICF International, 2013). Namun, angka
ini masih cukup jauh dari target MDGs 5 untuk
meningkatkan pemakaian metode kontrasepsi modern
sebesar 65% pada tahun 2015 (Kemenkes RI, 2014).
Diantara metode KB modern, metode KB yang
paling banyak digunakan wanita berstatus kawin adalah
suntikan dan pil (masing-masing 32 dan 14%). Peserta
KB suntikan mengalami peningkatan dari 12% tahun
33
IUD mengalami penurunan dari 13% tahun 1991
menjadi 4% tahun 2012. Wanita di daerah perdesaan
cenderung lebih banyak menggunakan metode suntik
dibanding daerah perkotaan (masing-masing sebesar
28% dan 35%) sedangkan metode IUD,
MOW/sterilisasi wanita dan kondom lebih banyak di
gunakan di daerah perkotaan (BPS, BKKBN,
Kemenkes & ICF International, 2013).
tidak terpenuhi (unmetneed) wanita berstatus kawin 15-
49 tahun pada SDKI 2012 sebesar 11% (7% untuk
membatasi kelahiran dan 4% untuk menjarangkan
kelahiran). Walaupun unmetneed ini telah turun dari
13% pada SDKI 2007 menjadi 11% pada SDKI 2012
(BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International, 2013),
namun angka ini masih belum mencapai target MDGs 5
untuk menurunkan unmetneed menjadi 5% pada tahun
2015 (Kemenkes RI, 2014).
Tengah menemukan bahwa ibu hamil Suku Dayak
Siang Murung terpaksa tidak melakukan KB karena
alat di fasilitas kesehatan tidak tersedia (Kemenkes RI,
2012). Pada masyarakat suku lainnya diketahui bahwa
34
tetap ingin memiliki anak lebih dari dua. Falsafah hidup
Banyak Anak Banyak Rezeki masih diyakini beberapa
warga hingga saat ini (Kemenkes RI, 2012).
4) Jarak Kelahiran
sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan
ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam
keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan
pertumbuhan janin kurang baik, mengalami persalinan
yang lama atau perdarahan (Kemenkes RI, 2011). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa jarak kelahiran kurang
dari 24 bulan (2 tahun) menunjukkan ada hubungan
dengan kematian neonatal (Chaman, dkk.,, 2009). Hasil
penelitian Titaley, dkk., (2008) juga menunjukkan
bahwa jarak kelahiran berhubungan dengan kematian
neonatal.
menunjukkan bahwa ibu yang memiliki jarak yang
pendek (<6 bulan) diantara kehamilannya memiliki
peluang lebih besar untuk mengalami komplikasi
pertama. Jarak antar kehamilan yang pendek
berhubungan peningkatan risiko kelahiran prematur dan
kematian neonatal. Penelitian lainnya menunjukkan
35
kematian bayi (Sugiharto, 2011). Namun, penelitian
lainnya menunjukkan tidak terdapat hubungan antara
jarak kelahiran dengan kematian neonatal dini
(Nugraheni, 2013). Jarak antar kelahiran tidak
berhubungan dengan kematian neonatal (Wijayanti,
2013).
terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara
20-37 minggu) (Saifuddin, dkk., 2009). Persalinan
prematur merupakan hal yang berbahaya karena
mempunyai dampak potensia terhadap kematian
perinatal (Wiknjosastro, dkk., 2002). Persalinan
prematur pada bayi dengan BBLR sangat tergantung
dengan usia kehamilan. Kelahiran prematur
berhubungan dengan kondisi kesehatan dimana terjadi
ketidakmampuan uterus untuk menahan janin akibat
ketuban pecah dini, pemisahan dini plasenta, kehamilan
ganda atau kondisi lain yang menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus sebelum waktu persalinan (Kliegman,
dkk., 2011).
36
menunjukkan angka kematian neonatal yang tinggi
dibandingkan dengan ibu melahirkan dengan umur
kehamilan 37 minggu atau lebih (Onwuanaku dkk.,
2011). Penelitian yang dilakukan Schoeps, dkk (2007)
menunjukkan terdapat hubungan antara kelahiran
prematur dengan kematian neonatal. Penelitian lainnya
menemukan bahwa kelahiran prematur pada minggu ke
32-36 memiliki risiko yang rendah terhadap kematian
neonatal dibandingkan kelahiran prematur kurang dari
32 minggu (Lisonkova, dkk., 2012).
6) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
ASI dapat memberikan keuntungan imunitas,
gizi, dan psikososial. Jika dibandingkan dengan susu
sapi, ASI lebih banyak mengandung zat besi, gula,
vitamin A, C dan Vitamin B3. ASI memiliki protein
dan kalsium yang lebih rendah daripada susu sapi, tapi
jumlah tersebut lebih baik bagi bayi. ASI lebih mudah
dicerna karena gelembung lemak berukuran kecil serta
terbebas dari bakteri. Sehingga, bayi menjadi lebih
kebal terhadap penyakit-penyakit tertentu pada anak-
anak. Bayi yang mendapatkan ASI lebih cenderung
tidak mengalami gangguan pencernaan (Price & Gwin,
37
juga memberikan perlindungan dalam melawan
sejumlah besar infeksi (Kliegman, dkk., 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inisiasi
menyusu dini memberikan risiko yang rendah terhadap
kejadian kematian neonatal pada bayi dengan BBLR
(RR=0.580 dan bayi dengan infeksi yang berhubungan
dengan kematian neonatal (RR = 0.55) (Debes, dkk.,
2013). Penelitian yang dilakukan Pertiwi (2010)
menunjukkan bahwa inisiasi menyusu dini
berhubungan dengan penurunan risiko kematian
neonatal. Inisiasi menyusu setelah satu jam pertama
memiliki risiko dua kali lipat terhadap kematian
neonatal.
10.67 kali lebih besar dibandingkan ibu yang
memberikan ASI pada waktu <1 jam (Faisal, 2010).
Penelitian yang dilakukan Sugiharto (2011) juga
menunjukkan terdapat hubungan antara waktu pertama
bayi mendapatkan ASI dengan kejadian kematian bayi.
Namun, pada penelitian yang dilakukan Dewi (2010)
dan Rahmawati (2007) menunjukkan tidak terdapat
38
kematian neonatal.
Faktor sebelum melahirkan yang berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup neonatal adalah kunjungan
antenatal dan komplikasi kehamilan (Singh, dkk., 2013,
Bashir, dkk., 2013; Singh, dkk 2014).
1) Kunjungan Antenatal
sebelum bayi dilahirkan melalui pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada ibu hamil. Berbagai bentuk upaya
pencegahan dan penanggulangan dini terhadap faktor-
faktor yang memperlemah kondisi seorang ibu hamil
perlu diprioritaskan seperti gizi rendah, anemia dan jarak
antar kelahiran dekat (Saifudin, dkk, 2009). Asuhan
antenatal merupakan upaya preventif program pelayanan
kesehatan obstetrik untuk optimalisasi kesehatan
maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan rutin
selama kehamilan (Saifuddin, dkk., 2010). Adanya
manajemen yang baik saat bayi masih dalam kandungan,
selama persalinan, segera setelah dilahirkan dan
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan setelahnya
akan menghasilkan bayi yang sehat (Saifudin, dkk.,
2009).
39
akses ibu terhadap layanan antenatal adalah cakupan
kunjungan pertama (K1) dan cakupan kunjungan
minimal empat kali (K4) dengan tenaga kesehatan sesuai
standar. K1 sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada
trimester pertama sebelum minggu ke-8. Sedangkan K4
sebaiknya dilakukan minimal satu kali pada trimester
pertama (0-12 minggu), minimal satu kali pada trimester
ke-2 (≥12-24 minggu) dan minimal 2 kali pada trimester
ke-3 (≥24 minggu sampai kelahiran) (Kemenkes RI,
2012).
secepatnya (Ladewig, dkk., 2006). Kondisi seperti ini
bisa diketahui apabila ibu melakukan kunjungan
antenatal.
hubungan antara kunjungan antenatal dengan kematian
neonatal (<4, ≥4). Kunjungan ANC merupakan faktor
protektif yang berhubungan dengan kematian neonatal
pada minggu pertama (OR: 0.65) dan pada hari pertama
kehidupan (OR: 0.71) (Singh, dkk., 2014). Beberapa
40
menunjukkan terdapat hubungan antara kunjungan
antenatal dengan kematian neonatal (Rahmawati, 2007;
Dewi, 2010; Sukamti, 2011; Sugiharto, 2011).
Pelayanan kesehatan yang berkualitas dapat
mencegah kematian neonatal (Sukamti, 2011). Ibu yang
tidak pernah melakukan kunjungan ANC mempunyai
kecenderungan untuk mengalami kematian bayi sebesar
.3.09 kali lebih besar dibandingkan ibu yang melakukan
kunjungan ANC sesuai standar minimal (Faisal, 2010).
Penelitian lainnya menemukan bahwa bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan pelayanan antenatal tidak
lengkap berisiko mengalami kematian neonatal sebesar
16.32 lebih besar daripada bayi yang dilahirkan ibu
dengan pelayanan antenatal lengkap (Yani & Duarsa,
2013).
kesehatan selama kehamilannya akan menerima
pemeriksaan dan pengidentifikasian kondisi-kondisi
mengenai tanda bahaya, potensi komplikasi dan tempat
untuk mencari pertolongan (Mahmood, 2002). Penelitian
lainnya oleh Hinderaker, dkk (2003) di wilayah rural
Tanzania menegaskan bahwa sekitar 62% kasus
41
kegiatan layanan antenatal di fasilitas layanan kesehatan.
Penyedia layanan kesehatan bertanggungjawab terhadap
lebih dari setengah dari faktor-faktor terhadap kematian
neonatal yang dapat dicegah, baik dari faktor kegagalan
klinik antenatal untuk merujuk ke fasilitas layanan
kesehatan yang lebih tinggi maupun kelalaian yang
terjadi di tingkat rumah sakit itu sendiri. Hal ini
mengindikasikan adanya potensi untuk melakukan
peningkatan layanan antenatal dan konsultasi rutin
termasuk layanan kehamilan di rumah sakit.
Kunjungan antenatal yang terlambat
manfaat sepenuhnya dari strategi pencegahan pada
layanan antenatal misalnya suplementasi zat besi, asam
folat, pengobatan untuk infeksi cacing dan pengobatan
untuk pencegahan malaria pada kehamilan (Eijk, dkk.,
2006).
Indonesia menemukan bahwa yang berhubugan sangat
kuat dengan rendahnya kunjungan antenatal yaitu bayi
dari ibu yang tinggal di daerah rural, memiliki tingkat
indeks kekayaan rumah tangga rendah, berasal dari ibu
dengan berpendidikan rendah, jumlah kelahiran tinggi
42
kualitatif yang dilakukan di beberapa daerah rural
Indonesia menemukan bahwa ibu hamil suku Alifuru di
Provinsi Maluku baru akan memeriksakan kehamilannya
saat terlihat perubahan yang nyata pada tubuh ibu
(terlihat jelas ibu hamil). Kunjungan saat terakhir
menstruasi (K1) dan kunjungan pada trimester kedua
relatif kecil (Kemenkes RI, 2012).
Penelitian kualitatif lainnya menemukan bahwa
alasan ibu Etnik Dayak Siang Murung di Kalimantan
Tengah tidak melakukan pemeriksaan kehamilan yaitu
karena Puskesmas Pembantu yang ada di desa tidak
menyediakan fasilitas kesehatan yang lengkap seperti
obat-obatan, wilayah puskesmas pembantu cukup sulit
dijangkau oleh masyarakat di RT lain dan tenaga
kesehatan yang ditugaskan sering tidak berada di tempat
sehingga membuat masyarakat kesulitan saat
membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu, sebagian
masyarakat memilih langsung melakukan pemeriksaan di
Rumah Sakit yang ada di Kabupaten. Rumah sakit
berada sangat jauh dari desa dan harus melewati jalan
yang cukup sulit terutama apabila terjadi hujan
disamping memerlukan biaya yang cukup besar.
Sehingga beberapa ibu hamil lainnya memilih tidak
43
kesehatan sering tidak ada di tempat (Kemenkes RI,
2012).
Gorontalo Provinsi Gorontalo menemukan bahwa
sebagian ibu hamil yang melakukan pemeriksaan
kehamilan kepada bidan tidak memakan vitamin yang
diberikan dengan alasan tidak diberi penjelasan manfaat
minum obat. Ibu juga tidak meminum vitamin penambah
darah dengan alasan vitamin rasanya pahit (Kemenkes
RI, 2012).
ada hubungan antara variabel antenatal dengan kematian
neonatal (Pertiwi, 2010). Penelitian yang dilakukan
Nugraheni (2013) juga menunjukkan tidak terdapat
hubungan antara kunjungan antenatal dengan kematian
neonatal dini (Nugraheni, 2013). Penelitian lainnya juga
menunjukkan tidak ada hubungan antara ANC dengan
kematian neonatal (Wijayanti, 2013).
kehamilan terdiri dari perdarahan, infeksi, pre-
eklampsia/eklampsia, persalinan lama/macet dan abortus.
44
yang sering terjadi selama kehamilan dan persalinan.
Masalah kesehatan ibu bisa saja terjadi sebelum
kehamilan yang pada akhirnya berdampak komplikasi
pada masa kehamilan. Komplikasi ini dapat berdampak
pada kesehatan ibu, kesehatan bayi ketika dilahirkan,
atau keduanya (Wiknjosastro, dkk., 2002).
Perdarahan yang terjadi pada kehamilan harus
selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya.
Perdarahan setelah kehamilan dua minggu biasanya lebih
banyak dan lebih berbahaya daripada sebelum 22 minggu
sehingga membutuhkan penanganan yang berbeda.
Perdarahan yang berbahaya umumnya bersumber pada
kelainan plasenta. Kejang merupakan salah satu gejala
pada wanita penderita eklampsia yang biasanya juga
diikuti dengan koma. Biasanya eklampsia terjadi
didahului pre-eklampsia, sehingga pengawasan antenatal
yang teliti dan teratur merupakan salah satu upaya untuk
mencegah timbulnya eklampsia (Wiknjosastro, dkk.,
2002).
hubungan antara komplikasi kehamilan dengan kematian
neonatal dini. Prevalensi kematian neonatal dini lebih
besar pada kelompok komplikasi kehamilan
45
(Nugraheni, 2013). Penelitian lainnya menunjukkan ada
hubungan antara komplikasi selama kehamilan dengan
kejadian kematian neonatal (95% CI, 1.690-3.897)
(Wijayanti, 2013). Ibu yang mengalami komplikasi
kehamilan memiliki risiko 1.8 kali dibandingkan ibu
yang tidak mengalami komplikasi kehamilan
(Rahmawati, 2007). Hasil penelitian (Schoeps, dkk.,
2007) juga menunjukkan terdapat hubungan antara
komplikasi saat kehamilan dengan kematian neonatal.
Penelitian lainnya yang dilakukan di daerah rural
Bangladesh juga menunjukkan bahwa ibu yang
mengalami pendarahan selama kehamilannya
Penelitian yang dilakukan pada ibu hamil Etnik
Ngalum Provinsi Papua menemukan bahwa ibu yang
hamil tetap mengalami komplikasi walaupun telah
melakukan pemeriksaan kehamilan karena hamil pada
usia lebih dari 45 tahun dan memiliki anak rata-rata11-14
anak dengan jarak kelahiran yang berdekatan. Tingkat
anemia ibu hamil pada suku ini paling tinggi
dibandingkan etnik lainnya. Kondisi seperti ini
menyebabkan tingginya kejadian retensio plasenta saat
46
memberikan tablet penambah darah yang seharusnya
diberikan tiga bulan sekali menjadi satu bulan sekali
karena tingginya kasus anemia. Namun, petugas
kesehatan tidak bisa memastikan apakah obat yang
diberikan rutin diminum oleh ibu hamil setiap hari
(Kemenkes RI, 2012). Hasil penelitian pada ibu hamil
Etnik Gorontalo Provinsi Gorontalo menemukan
sebagian ibu hamil yang melakukan pemeriksaan
kehamilan tidak memakan vitamin yang diberikan
dengan alasan tidak diberi penjelasan manfaat minum
obat. Ibu juga tidak meminum vitamin penambah darah
dengan alasan rasanya pahit (Kemenkes RI, 2012).
Anemia atau kadar Hb <11 g/dl yang salah
satunya bisa disebabkan karena defisiensi besi sehingga
perlu diberi obat penambah zat besi. Kondisi anemia
pada ibu hamil sangat berbahaya bisa menyebabkan
terjadinya perdarahan pasca persalinan (WHO;
Kemenkes RI; POGI; IBI, 2013). Perdarahan merupakan
penyebab terbanyak kematian pada ibu (Zakariah, dkk.,
2009). Berdasarkan hasil review bahwa dampak anemia
pada ibu hamil terhadap bayinya bervariasi sesuai tingkat
defisiensi Hb yang dialami oleh ibu. Defisiensi Hb <11
gr/dl berhubungan dengan peningkatan kematian pada
47
ibu dengan Hb <8.0 gr/dl dan peningkatan 8-10 kali
ketika kadar Hb <5.0 gr/dl. Selain itu, penurunan
terhadap berat bayi lahir dan lambatnya pertumbuhan
janin terjadi ketika kadar Hb ibu <8.0 gr/dl (Kalaivani,
2009).
kehamilan dengan kematian neonatal.
persalinan (Titalley, dkk., 2008; Singh, dkk., 2013; Bashir,
dkk., 2013; Chaman, dkk 2009; Singh, dkk., 2014).
1) Penolong Persalinan
merupakan pelayanan persalinan yang aman yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten (Depkes
RI, 2009). Penolong persalinan memiliki tugas untuk
mengawasi ibu yang sedang berada pada proses
persalinan dan mengecek apakah semua persiapan untuk
persalinan sudah lengkap serta member obat kepada ibu
jika terdapat indikasi bagi ibu maupun anaknya
48
tepat dan memadai selama melahirkan dapat menurunkan
risiko komplikasi yang bisa menyebabkan kesakitan
serius pada ibu dan bayinya (BPS, BKKBN, Kemenkes
& ICF International, 2013).
hubungan antara penolong persalinan dengan kematian
neonatal. Penolong persalinan memiliki hubungan
dengan kematian neonatal pada minggu pertama
kehidupan yang terjadi di Asia (Singh, dkk., 2014).
Penelitian yang dilakukan di Indonesia juga
menunjukkan terdapat hubungan antara penolong
persalinan dengan kematian neonatal (Pertiwi, 2010;
Wijayanti, 2013). Ibu yang melahirkan dengan bantuan
tenaga bukan kesehatan mempunyai kecenderungan
untuk mengalami kejadian kematian bayi sebesar 2.01
kali lebih besar dibandingkan ibu yang melahirkan bayi
dengan bantuan tenaga kesehatan (Faisal, 2010).
Penelitian yang dilakukan Yani & Duarsa (2013) juga
menemukan bahwa penolong persalinan berhubungan
dengan kejadian kematian neonatal.
persalinan pada kurun waktu 2008-2012 ditolong oleh
tenaga kesehatan profesional (62% perawat/bidan/bidan
49
73% persalinan yang ditolong tenaga kesehatan
profesional (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF
International, 2013).
bidan penting untuk mencegah kematian maternal dan
neonatal. Penolong persalinan yang sebagian besar
dilakukan oleh penolong persalinan dengan keterampilan
yang rendah dapat berkontribusi terhadap kejadian
kematian neonatal dan kematian maternal. Pada
penelitian lainnya juga menemukan bahwa perlunya
pelatihan bagi penolong persalinan agar penolong
persalinan mampu menangani kasus infeksi yang
diketahui merupakan penyebab terbanyak kasus
kematian neonatal (Turnbull, dkk., 2011).
Pada penelitian yang dilakukan Kusiako, dkk
(2000) menunjukkan bahwa komplikasi pada saat
melahirkan merupakan penyebab sepertiga kematian
pada perinatal. Padahal peningkatan layanan persalinan
oleh tenaga kesehatan yang terkualifikasi dan layanan
neonatus yang lebih baik seharusnya dapat menurunkan
kematian pada perinatal. Penelitian yang dilakukan di
50
penolong persalinan terlatih atau melakukan persalinan
di fasilitas layanan kesehatan sebagian besar dilakukan
ketika ibu mengalami komplikasi kehamilan (Titaley,
dkk., 2010). Hasil penelitian kualitatif pada masyarakat
Suku Nias juga menemukan bahwa terkadang keluarga
alot dalam memutuskan merujuk ke rumah sakit atau
puskesmas. Hal tersebut menyebabkan ibu terlambat
mendapatkan pertolongan dari petugas kesehatan. Ibu
yang melakukan persalinan di rumah sakit biasanya ibu
yang sudah mengalami masalah pada persalinannya
(Kemenkes RI, 2012).
juga menunjukkan bahwa kurangnya sumber daya yang
terampil merupakan salah satu penyebab kematian
neonatal yang terjadi di daerah rural India. Kurangnya
sumber daya manusia yang terampil berdampak pada
rendahnya kualitas pelayanan yang diterima oleh
neonatus. Sehingga penyediaan tenaga kesehatan yang
terkualifikasi ke daerah rural merupakan tantangan yang
harus dilakukan untuk menghindari kematian pada
neonatal.
menemukan bahwa walaupun Malawi mengalami
51
sebagian besar ibu dan bayi baru lahir yang mengalami
komplikasi masih belum mendapatkan penanganan
kesehatan yang diperlukan. Pada penelitian lainnya
diketahui bahwa peralatan dan kualitas layanan yang
tidak memadai juga merupakan tantangan di wilayah
Afrika dan Asia (Harvey, dkk., 2007). Menurut Singh,
dkk (2014) definisi tenaga penolong persalinan yang ada
saat ini, tidak mencakup unsur layanan yang memadai.
Walaupun sebagian besar negara di Afrika dan Asia
mengalami peningkatan jumlah tenaga penolong
persalinan terampil, sebagian besar setiap individu yang
disebut sebagai tenaga kesehatan terampil tidak memiliki
kompetensi yang diperlukan atau peralatan yang
dibutuhkan untuk mengatasi komplikasi pada ibu dan
bayi baru lahir. Berdasarkan tingginya kematian pada
minggu pertama kehidupan, pelatihan intervensi pada
masa intrapartum harus ditekankan.
neonatal pada penolong pesalinan non tenaga kesehatan
di daerah rural Indonesia kemungkinan terjadi karena
masih rendahnya akses ibu hamil terhadap tenaga
keseahatan.menurut. Seperti diketahui hasil penelitian
Titaley, dkk (2010) bahwa di beberapa daerah terpencil
52
merupakan satu-satunya tenaga kesehatan penolong
persalinan yang tersedia, terkadang pergi keluar desa
(Titaley, dkk., 2010).
persalinan non tenaga kesehatan kemungkinan besar
karena pengetahuan dan keterampilan penolong
persalinan bukan tenaga kesehatan yang sangat kurang
tentang penanganan persalinan pada ibu bersalin,
maupun tentang penanganan bayi baru lahir. Apalagi
penanganan ibu dengan gejala eklampsia, akan sangat
sulit bagi penolong bukan tenaga kesehatan untuk dapat
melakukan tindakan yang tepat. Pengetahuan penolong
yang kurang tentang bagaimana melakukan upaya
pencegahan terhadap kemungkinan bayi aman dari risiko
terjadinya gangguan thermoregulasi, gangguan respirasi,
dan risiko lainnya yang biasa melekat pada bayi baru
lahir, sangat berpengaruh besar terhadap status kesehatan
neonatus. Jika penanganannya kurang tepat maka
kecenderungan terjadinya risiko kematian akan semakin
besar (Astuti, dkk., 2010).
menunjukkan tidak ada hubungan antara penolong
persalinan dengan kematian bayi (Sugiharto, 2011;
53
(2013) juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara
penolong persalinan dengan kematian neonatal dini.
2) Komplikasi Persalinan
yang terjadi pada saat persalinan. Komplikasi yang
terjadi pada saat persalinan diantaranya adalah
perdarahan, ketuban pecah sebelum waktunya dan
persalinan lama (Kemenkes RI, 2011). Perdarahan yang
banyak segera atau dalam satu jam setelah melahirkan
sangat berbahaya dan merupakan penyebab kematian ibu
paling banyak. Ibu harus segera mendapatkan
pertolongan agar bisa diselamatkan (Kemenkes RI,
2011). Ketuban pecah dini merupakan keadaan pecahnya
selaput ketuban sebelum persalinan (WHO; Kemenkes
RI; POGI; IBI, 2013). Biasanya ketuban pecah saat
menjelang persalinan, setelah ada tanda awal persalinan
seperti mulas dan keluarnya lendir bercampur sedikit
darah. Bila ketuban pecah dan cairan ketuban keluar
sebelum ibu mengalami tanda-tanda persalinan, janin dan
ibu akan mudah terinfeksi (Kemenkes RI, 2011).
Kemudian, persalinan lama merupakan waktu
persalinan yang memanjang akibat kemajuan persalinan
yang terhambat (WHO; Kemenkes RI; POGI; IBI, 2013).
54
Apabila persalinan lebih dari 12 jam perlu ibu harus
segera mendapatkan pertolongan di rumah sakit untuk
menyelamatkan janin serta mencegah perdarahan dan
infeksi pada ibu (Kemenkes RI, 2011).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan
antara komplikasi kelahiran dengan kematian neonatal
(Dewi, 2010). Ibu yang memiliki komplikasi persalinan
meningkatkan risiko kematian neonatal sebesar 1.5 kali
dibandingkan ibu yang tidak mengalami komplikasi
persalinan (Rahmawati, 2007). Penelitian lainnya yang
dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
komplikasi saat persalinan dengan kematian neonatal
(Schoeps, dkk., 2007). Penelitian lainnya yang dilakukan
di daerah rural Bangladesh juga menunjukkan bahwa ibu
yang mengalami pendarahan selama kehamilannya
berhubungan kuat dengan adanya peningkatan risiko
terhadap kematian neonatal (Owais, dkk., 2013).
Penelitian yang dilakukan pada ibu hamil Etnik
Ngalum Provinsi Papua menemukan bahwa ibu yang
hamil tetap mengalami komplikasi walaupun telah
melakukan pemeriksaan kehamilan karena hamil pada
usia lebih dari 45 tahun dan memiliki anak rata-rata11-14
anak dengan jarak kelahiran yang berdekatan. Tingkat
55
dibandingkan etnik lainnya. Kondisi seperti ini
menyebabkan tingginya kejadian retensio plasenta saat
melahirkan. Padahal petugas kesehatan telah
memberikan tablet penambah darah yang seharusnya
diberikan tiga bulan sekali menjadi satu bulan sekali
karena tingginya kasus anemia. Namun, petugas
kesehatan tidak bisa memastikan apakah obat yang
diberikan rutin diminum oleh ibu hamil setiap hari
(Kemenkes RI, 2012).
melakukan pemeriksaan kehamilan tidak memakan
vitamin yang diberikan dengan alasan tidak diberi
penjelasan manfaat minum obat. Ibu juga tidak
meminum vitamin penambah darah dengan alasan
rasanya pahit (Kemenkes RI, 2012).
Anemia atau kadar Hb <11 g/dl yang salah
satunya bisa disebabkan karena defisiensi besi sehingga
perlu diberi obat penambah zat besi. Kondisi anemia
pada ibu hamil sangat berbahaya bisa menyebabkan
terjadinya perdarahan pasca persalinan (WHO;
Kemenkes RI; POGI; IBI, 2013). Perdarahan merupakan
penyebab terbanyak kematian pada ibu (Zakariah, dkk.,
56
pada ibu hamil terhadap bayinya bervariasi sesuai tingkat
defisiensi Hb yang dialami oleh ibu. Defisiensi Hb <11
gr/dl berhubungan dengan peningkatan kematian pada
perinatal. Peningkatan 2-3 kali kematian perinatal pada
ibu dengan Hb <8.0 gr/dl dan peningkatan 8-10 kali
ketika kadar Hb <5.0 gr/dl. Selain itu, penurunan
terhadap berat bayi lahir dan lambatnya pertumbuhan
janin terjadi ketika kadar Hb ibu <8.0 gr/dl (Kalaivani,
2009).
hubungan antara komplikasi selama persalinan dengan
kematian neonatal (Wijayanti, 2013).
melahirkan bayi melalui sayatan pada dinding uterus
yang masih utuh (Saifuddin, dkk., 2009). Persalinan
caesar merupakan operasi besar yang dilakukan pada
saat terdapat alasan kesehatan tertentu (Whalley, dkk.,
2008).
dengan cara bedah caesar memiliki hubungan dengan
kematian neonatal (Bashir, dkk., 2013). Bayi dari ibu
yang kembali melakukan persalinan dengan cara caesar
57
tinggi dan tinggal di rumah sakit lebih lama
dibandingkan ibu yang melakukan persalinan per
vaginam yang sebelumnya melakukan persalinan caesar
(Kamath, dkk., 2009). Kematian neonatal meningkat
sejalan dengan tingginya persalinan caesar yang
dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan. Selain itu
secara keseluruhan, persalinan caesar (kondisi
kegawatdaruratan maupun non kegawatdaruratan)
neonatal (Shah, dkk., 2009).
persalinan caesar tanpa adanya alasan kesehatan
(kegawatdaruratan) juga bisa membahayakan kondisi ibu
dan janinnya baik dari segi pendek maupun lamanya
waktu yang diperlukan prosedur persalinan caesar
dibandingkan persalinan normal (Wiklund, dkk., 2012).
Penelitian lainnya menunjukkan tidak terdapat
hubungan antara persalinan caesar terhadap kematian
neonatal dini (Nugraheni, 2013). Penelitian yang
dilakukan Wijayanti (2013) juga menunjukkan tidak ada
hubungan antara riwayat operasi caesar dengan kejadian
kematian neonatal.
kematian ibu dan anak adalah terbatasnya tempat
persalinan yang memadai. Upaya untuk mengurangi
risiko kematian ibu dan anak adalah sangat penting
dengan cara meningkatkan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang profesional yang dilakukan di fasilitas
kesehatan (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF
International, 2013). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ibu yang melahirkan di fasilitas non kesehatan
mempunyai kecenderungan untuk mengalami kejadian
kematian bayi sebesar 1.35 kali lebih besar dibandingkan
ibu yang melahirkan bayi di fasilitas kesehatan (Faisal,
2010). Melahirkan diluar fasilitas layanan kesehatan
lebih memungkinkan untuk mengalami kematian
neonatal dibandingkan melahirkan dilakukan di fasilitas
layanan kesehatan (Ajaari, dkk., 2012).
Penelitian kualitatif pada Suku Mamasa,
Sulawesi Barat menemukan bahwa walaupun telah
terdapat program Jampersal (Jaminan Persalinan) namun
belum diketahui oleh ibu-ibu di wilayah tersebut. Selain
itu, mereka belum mempercayai sepenuhnya bahwa
bersalin di fasilitas kesehatan tidak dikenakan
biaya/gratis. Apalagi jika mereka harus di rujuk ke
59
Selain itu, permasalahan juga terdapat pada tenaga
kesehatan dimana belum keluarnya pembayaran (klaim)
terhitung sejak 2011-2012. Padahal semua catatan dan
bukti telah terkumpul dengan rapi. Kejadian tersebut
terjadi pada semua bidan di desa dan kecamatan di
Kabupaten Mamasa. Meskipun demikian, bidan desa
tetap melayani dan menggratiskan persalinan yang
ditolong di fasilitas persalinan (Kemenkes RI, 2012).
Penelitian lainnya pada suku Toraja Sa’dan
menunjukkan bahwa terdapat pertimbangan lain,
pertimbangan ekonomi untuk memenuhi biaya-biaya di
luar cakupan Jampersal, seperti transportasi, uang makan
keluarga yang menungguinya di sarana kesehatan, anak-
anak kecil yang ditinggalkan, hewan-hewan ternak
(pemeliharaan babi) yang menjadi tanggung jawab ibu.
Pendapatan sehari-hari menjadi pertimbangan lain
mengapa ibu memutuskan untuk melahirkan sendiri di
rumahnya. Selain itu, beberapa wilayah Toraja Sa’dan
memang berada jauh dari sarana pelayanan kesehatan.
Selain jarak yang jauh, akses warga terhadap pelayanan
kesehatan dipersulit dengan kondisi jalan yang rusak.
Sarana transportasi menjadi sulit dan mahal karena
kondisi jalan yang rusak parah (Kemenkes RI, 2012).
60
hubungan antara tempat persalinan dengan kematian bayi
(Sugiharto, 2011). Beberapa penelitian lainnya juga
menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis tempat
persalinan dengan kematian neonatal (Pertiwi, 2010;
Nugraheni, 2013; Wijayanti, 2013). Penelitian yang
dilakukan di daerah rural Burkina Faso bahwa kematian
bayi lebih tinggi terjadi di fasilitas layanan kesehatan.
Adanya fasilitas pelayanan kesehatan tidak akan
memberikan perbedaan yang berarti jika fasilitas tersebut
tidak memiliki kelengkapan alat atau tenaga kesehatan
yang cukup terlatih (Diallo, dkk., 2012).
Menurut penelitian Singh, dkk (2012) juga
menunjukkan bahwa setelah adanya peningkatan
penggunaan rumah sakit bersalin di India berdampak
pada terjadinya penurunan kematian neonatal sebesar
2.5% namun penurunan kematian neonatal ini tidak
signifikan dimungkinkan terja