Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

25
1. Pendahuluan Korupsi di Indonesia sudah menjalar pada seluruh elemen bangsa Indonesia. Korupsi di Indonesia bukan hanya dilakukan oleh para pejabat atau penyelenggara negara saja, namun juga dilakukan hampir pada berbagai level masyarakat. Bahkan, korupsi seakan sudah menjadi budaya yang biasa dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Sejak jaman kerajaan, masyarakat Nusantara telah mengenal adanya perilaku korupsi. Perilaku korup pada era kerajaan didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita. Pada era setelah kemerdekaan, yaitu pada era Orde Lama dan Orde Baru, korupsi di Indonesia bahkan semakin meluas. Korupsi yang terjadi pada era Orde Lama dan Orde Baru lebih kepada Kolusi dan Nepotisme, yaitu pemanfaatan jabatan dan kewenangan untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Hampir setiap lini pemerintahan dan bisnis-bisnis strategis dikuasai oleh tentara pada saat itu. Reformasi pada tahun 1998, mulai membuka jalan kepada masyarakat dan media untuk dapat ikut bersuara dan berperan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, bukan berarti korupsi sepenuhnya hilang dari Nusantara setelah era 1

description

Anti Korupsi

Transcript of Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

Page 1: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

1. Pendahuluan

Korupsi di Indonesia sudah menjalar pada seluruh elemen bangsa Indonesia. Korupsi di

Indonesia bukan hanya dilakukan oleh para pejabat atau penyelenggara negara saja, namun

juga dilakukan hampir pada berbagai level masyarakat. Bahkan, korupsi seakan sudah

menjadi budaya yang biasa dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Sejak jaman

kerajaan, masyarakat Nusantara telah mengenal adanya perilaku korupsi. Perilaku korup pada

era kerajaan didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita.

Pada era setelah kemerdekaan, yaitu pada era Orde Lama dan Orde Baru, korupsi di

Indonesia bahkan semakin meluas. Korupsi yang terjadi pada era Orde Lama dan Orde Baru

lebih kepada Kolusi dan Nepotisme, yaitu pemanfaatan jabatan dan kewenangan untuk

kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Hampir setiap lini pemerintahan dan bisnis-bisnis

strategis dikuasai oleh tentara pada saat itu.

Reformasi pada tahun 1998, mulai membuka jalan kepada masyarakat dan media untuk

dapat ikut bersuara dan berperan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, bukan

berarti korupsi sepenuhnya hilang dari Nusantara setelah era Reformasi. Kenyataannya,

setelah lebih dari 16 tahun Reformasi berjalan, perilaku pejabat, penyelenggara negara,

penegak hukum, dan masyarakat Indonesia belum juga lepas dari korupsi. Praktik korupsi di

era sekarang tidak hanya terjadi di lingkungan pemerintahan, tetapi juga perilaku sehari-hari

masyarakat yang sering berperilaku korup seperti berbuat curang, menyuap dsb.

Berbagai upaya yang dilakukan belum membuahkan hasil yang memuaskan sampai

dengan saat ini. Oleh karena itu, diperlukan sebuah rancangan baru dan juga perbaikan pada

berbagai aspek pencegahan dan pemberantasan korupsi yang saat ini telah berjalan di

Indonesia.

2. Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Indonesia

1

Page 2: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk memberantas korupsi

sejak era orde lama sampai dengan era reformasi sekarang ini. Upaya-upaya yang dilakukan

antara lain:

a. Era Orde Lama

Pemerintah orde lama membentuk Badan Pemberantasan Korupsi, yaitu Panitia

Retooling Aparatur Negara (PARAN) yang dibentuk berdasarkan UU Keadaan Bahaya.

Kemudian pada tahun 1963, melalui Keppres No 275 tahun 1963, dibentuk sebuah lembaga

yang dikenal sebagai “Operasi Budhi”. Sasaran utama Operasi Buhdi adalah perusahaan-

perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktik

korupsi dan kolusi.

Dalam kurun waktu 3 bulan sejak Operasi Budhi dijalankan, keuangan negara dapat

diselamatkan sebesar kurang lebih Rp 11 miliar, jumlah yang cukup signifikan dalam kurun

waktu tersebut. Namun, Operasi Budhi akhirnya dihentikan karena dianggap mengganggu

prestise Presiden. Opreasi Budhi kemudian berganti nama menjadi Kotrar (Komando

Tertinggi Retooling Aparat Revolusi). Sejak penghentian Operasi Budhi, pemberantasan

korupsi di Indonesia akhirnya mengalami stagnasi.

b. Era Orde Baru

Upaya pemberantasan korupsi pada era orde baru diawali dengan dibentuknya Tim

Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai oleh Jaksa Agung. Namun, TPK dianggap tidak

serius dalam melakukan pemberantasan korupsi. Presiden akhirnya membentuk Komite

Empat yang beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa seperti Prof

Jonhannes, I.J Kasimo, Mr. Wilopo dan A Tjokroaminoto. Tugas utama Komite Empat

adalah membersihkan antara lain Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust,

Telkom, dan Pertamina. Namun komite ini ternyata hanya dianggap “macan ompong” karena

hasil temuannya tentang dugaan korupsi di Pertamina tak direspon Pemerintah.

2

Page 3: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

Selain TPK dan Komite Empat, sempat pula dibentuk Opstib (Operasi Tertib) namun

kebijakan ini hanya melahirkan sinisme di masyarakat karena adanya perbedaan pendapat

antara Laksamana Sudomo dan Nasution mengenai metode atau cara pemberantasan korupsi.

Seiring berjalannya waktu, Opstib pun hilang tanpa bekas sama sekali.

c. Era Reformasi

Pemberantasan korupsi pada era reformasi diawali dengan diterbitkannya UU Nomor 28

Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari KKN dan diikuti

dengan pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau Lembaga

Ombudsman. Kemudian pada tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid membentuk Tim

Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 19 Tahun 2000. Diterbitkannya UU No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU

No 21 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga tidak memberikan

efek signifikan terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Korupsi pada era reformasi

bukan hanya dilakukan oleh lembaga eksekutif dan lembaga penegakan hukum saja, lembaga

legislatif yang seharusnya bertugas menjalankan fungsi pengawasan juga ikut terserang

“Virus Korupsi”.

Pada tahun 2002, Pemerintah menerbitkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bersama dengan UU tersebut kemudian dibentuk

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi

dan memberantas korupsi yang semakin merajalela di Indonesia. Namun, sampai sekarang,

masih banyak terjadi kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan para penyelenggara negara.

Bahkan banyak kasus-kasus yang melibatkan penegak hukum sendiri seperti Kehakiman,

Kejaksaan dan Kepolisian.

Belum maksimalnya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia disebabkan oleh tidak

adanya dukungan dan perbaikan dari lingkungan pemerintahan sendiri dan belum adanya

3

Page 4: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

hukuman yang cukup tegas dan bisa menimbulkan efek jera kepada pelaku korupsi. Upaya

pemberantasan korupsi yang di lakukan pemerintah melalui KPK sering mendapat benturan

dengan pemerintah sendiri karena kasus-kasus yang KPK tangani memang sering melibatkan

para pejabat dalam lingkungan pemerintahan.

3. Pemberantasan Korupsi di Negara Lain

a. Tiongkok

Pada era pemerintahan Mao Tse Tung (1949-1976) dalam pemeberantasan korupsi yang

dilakukan Tiongkok adalah dengan melakukan gerakan tiga anti (san fan) dan lima anti (wu

fan). Pada akhir tahun 1951 dilaksanakan kampanye tiga anti yaitu pencurian, pemborosan

dan birokratisme. Sanfan merupakan kampanye melawan korupsi dan inefisiensi birokrasi.

Gerakan ini terutama ditujukan kepada kader-kader kota yang korup, lebih-lebih yang

berkecimpung di departemen keuangan dan ekonomi. Tujuannya untuk menakut-nakuti

siapa saja yang mempunyai akses ke uang pemerintah agar tidak korup. Pemerintah

menghukum mati, memenjarakan dan memecat pejabat-pejabat yang melakukan korupsi

(Jung Chang dalam Darini 2010).

Pada bulan Januari 1952 diberlakukan Gerakan Lima Anti (wu fan) yang ditujukan

kepada golongan masyarakat yang lebih luas terutama kaum kapitalis. Gerakan ini ditujukan

untuk menumpas lima macam kejahatan: suap-menyuap, tidak membayar pajak, pencurian

uang negara, menipu kontrak dengan pemerintah dan mencuri informasi ekonomi milik

negara. Sejak kedua kampanye itu sangat sedikit orang yang berani menggerogoti uang

negara.

Kedua gerakan anti korupsi ini merupakan mekanisme kontrol yang dikembangkan

partai komunis, dan merupakan kampanye massa yang dipimpin oleh badan-badan yang

disebut tim kerja. Namun, kampanye ini juga banyak membawa korban orang-orang yang

4

Page 5: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

tidak bersalah karena kampanye dilaksanakan berdasarkan kriteria yang tidak jelas dan

dendam pribadi, bahkan gossip pun dapat dijadikan sebagai dasarnya.

Komitmen kuat penguasa Tiongkok untuk memberantas korupsi dimulai sejak masa Zhu

Rongji (1997-2002). Ucapannya yang sangat terkenal adalah “Beri saya 100 peti mati,

Sembilan puluh sembilan akan saya gunakan untuk mengubur para koruptor, dan satu

untuk saya kalau saya melakukan tindakan korupsi”. Bentuk keseriusan pemerintah

Tiongkok dalam pemberantasan korupsi salah satunya juga diwujudkan dengan ikut

meratifikasi Konvensi PBB melawan korupsi yang memasukkan suap kepada pejabat publik

sebagai tindak kriminal oleh Kongres Rakyat Nasional pada bulan Oktober 2005.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Tiongkok mengatur mereka yang

menawarkan dan menerima suap bisa dihukum. Hukuman mati bagi penerima suap dan

hukuman seumur hidup bagi pemberi suap. Hukuman mati merupakan hukuman terberat

yang dapat diberikan kepada koruptor. Hukuman mati ini juga diterapkan kepada pejabat

tinggi negara, bukan hanya kepada pejabat rendah atau orang-orang biasa.

b. Singapura

Kerangka konseptual dalam pemberantasan korupsi di Singapura, yakni:

1) Hukum tentang anti korupsi yang efektif;

2) Aparat anti korupsi yang efektif;

3) Keputusan pengadilan tentang kasus korupsi yang efektif;

4) Administrasi pemerintahan yang efisien.

Dengan dasar keinginan politik dari negara singapura tersebut, dengan dilaksanakan 4

(empat) kerangka konseptual dalam pemberantasan korupsi di Singapura, maka korupsi

bisa di kendalikan dan pemerintahan di singapura akan menjadi pemerintahan yang good

governance.

5

Page 6: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

Instrumen utama perundang-undangan di Singapura terkait dengan pemberantasan

korupsi, yaitu :

1) Prevention of Corruption Act (PCA);

2) Corruption, Drug Trafficking and Other Serious Crimes (Confiscation of

Benefits) Act.

Beberapa hal penting yang dapat digaris bawahi dan menjadi pelajaran dalam PCA

adalah:

1) Pengembalian hasil korupsi kepada Negara;

2) Ketidaksesuaian antara kekayaan dengan pendapatan dapat dijadikan bukti di

pengadilan;

3) Pernyataan di bawah sumpah atas kekayaan yang dimiliki seseorang(khususnya

pejabat publik), pasangan, maupun anak-anaknya;

4) Menyelidiki kasus korupsi di sektor publik maupun swasta.

Pada tahun 1952 Pemerintah Singapura di bawah Perdana Menteri Lee Kuan Yew

membentuk lembaga yang disebut Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). Terkait

dengan fungsi pencegahan korupsi di Singapura, CPIB menempuh beberapa cara yang

akan dijabarkan sebagai berikut:

1) Review of Work Methods. CPIB melakukan evaluasi di seluruh instansi pemerintah

dimana cara dan prosedur kerja ditingkatkan untuk mempercepat proses perijinan dan

mencegah pegawai negeri menerima suap dari masyarakat;

2) Declaration of Non-Indebtedness. Setiap pegawai negeri di Singapura diharuskan untuk

membuat pernyataan bahwa ia bebas dari hutang budi yang terkait dengan uang

(pecuniary embarrassment) setiap tahunnya;

3) Declaration of Assets and Investments. Aturan ini mewajibkan setiap pegawai negeri

menyatakan kekayaan dan investasinya pada saat ia diangkat menjadi pegawai negeri

6

Page 7: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

dan setiap tahunnya setelah menjadi pegawai negari, termasuk pasangan dan anak-

anaknya;

4) Non-Acceptance of Gifts. Pegawai negeri di Singapura dilarang untuk menerima hadiah

uang atau sejenisnya dari masyarakat yang dilayaninya;

5) Public Education. Sebagai bagian dari upaya mencegah korupsi, CPIB melakukan

diseminasi mengenai buruknya dampak korupsi kepada pegawai negeri, khususnya

mereka yang bekerja di instansi-instansi penegakan hukum dan mereka yang berpeluang

untuk menerima suap dan tindak korupsi lainnya.

Disamping pencegahan yang dilakukan oleh CPIB, terdapat juga komitmen pemerintah

Singapura dalam pemberantasan korupsi yang tidak terbatas hanya pada kegiatan penindakan

semata namun juga pada kegiatan pencegahan dan pendidikan masyarakat. Beberapa kegiatan

pencegahan yang pantas diteladani dari pemerintah Singapura diantaranya:

1) Pemerintah memotong peluang korupsi melalui penyederhanaan prosedur administratif,

menghilangkan berbagai pungutan dan menghukum kontraktor pemerintah yang

terlibat kasus suap.

2) Secara periodik mereview “legal framework” yang sudah ada dengan terus menganalisa

perlunya amendemen yang mungkin dibutuhkan dalam menyikapi perubahan situasi

dan kondisi terkini di Singapura.

3) Meningkatkan gaji pegawai layanan publik menjadi lebih memadai dan tidak

tertinggal jauh dengan gaji di sektor swasta. Oleh karena itu saat ini gaji pegawai

pemerintah di Singapura merupakan gaji pegawai pemerintahan tertinggi di dunia.

c. Jepang

Kunci utama dari pencegahan dan pemberantasan korupsi di Jepang adalah pendidikan

karakter sejak dini yang membentuk perilaku anti korupsi di masyarakat. Di Jepang,

pendidikan karakter diajarkan dalam pelajaran “seikatsuka” atau pendidikan tentang

7

Page 8: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

kehidupan sehari-hari. Siswa SD diajari tatacara menyeberang jalan, adab di dalam kereta,

yang tidak saja berupa teori, tetapi guru juga mengajak mereka untuk bersama naik kereta

dan mempraktikkannya. Norma dalam masyarakat Jepang sangat terkait dengan ajaran Shinto

dan Budha, tetapi menariknya agama ini tidak diajarkan di sekolah dalam bentuk pelajaran

wajib, seperti halnya di Indonesia. Nilai-nilai agama diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari

di sekolah. Karenanya, pendidikan moral di sekolah Jepang tidak diajarkan sebagai mata

pelajaran khusus, tetapi diintegrasikan dalam semua mata pelajaran. Pencegahan korupsi di

Jepang juga dibuat dengan membuat serangkaian kebijakan kebijakan yang bisa

menghindarkan/mengurangi kesempatan ataupun niat untuk melakukan perbuatan korupsi.

d. Finlandia

Ada beberapa faktor yang menyebabkan tingkat korupsi di Finlandia tergolong rendah,

antara lain:

1) Faktor Sistem Administrasi

Terdapat beberapa hal yang menyebabkan sistem administrasi di Finlandia dapat berjalan

dengan baik dan dapat meminimalisir korupsi. Yang pertama adalah budaya umum

administrasi di Finlandia yang memang sudah baik. Struktur sistem administrasi Finlandia

relatif "rendah" (yaitu dengan beberapa tingkat birokrasi), dengan tingkat otonomi pada

tingkat kota setempat. Sistem pendidikan memungkinkan bagi siapa saja yang bercita-cita

untuk karir yang baik, dengan promosi berdasarkan meritokrasi. Yang kedua, struktur

pengambilan keputusan secara kolektif dan berpendidikan. Korupsi paling mudah terjadi

ketika keputusan dibuat oleh satu orang saja, karena suap dapat memfokuskan semua upaya

pada satu orang ini. Korupsi menjadi lebih sulit ketika banyak orang yang terlibat. Yang

ketiga, adanya publisitas dan transparansi kerja pejabat publik. Keterbukaan luas administrasi

publik selalu menjadi prinsip dasar di Finlandia. Keputusan harus dapat diakses publik, dan

mereka terbuka untuk dikritik oleh pejabat publik lainnya, oleh masyarakat dan media. Yang

8

Page 9: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

terakhir adalah adanya pengawasan terhadap suatu keputusan. Sistem Finlandia memiliki

beberapa metode pengawasan keputusan yang diambil oleh otoritas administratif. Selain

kemungkinan menundukkan keputusan untuk mengajukan banding dan review oleh tingkat

yang lebih tinggi, legalitas keputusan diawasi oleh Kanselir Kehakiman dan Parlemen

Ombudsman.

2) Faktor Penegakan Hukum dan Sistem Peradilan

Finlandia tidak memiliki unit terpisah yang mengkhususkan diri secara khusus dalam

penyelidikan atau penuntutan tindak pidana korupsi terkait. Finlandia mengikuti model

Jerman memiliki sistem pengadilan bipartit, satu untuk kasus "biasa" dan satu untuk kasus-

kasus administratif. Kedua sistem pengadilan memiliki peran dalam pencegahan korupsi.

Sistem pengadilan "biasa" berkaitan dengan kasus-kasus perdata dan pidana, dan dengan

demikian akan berurusan dengan tuduhan korupsi. Peran sistem pengadilan administrasi

adalah untuk meninjau apakah keputusan administratif telah dibuat dalam urutan yang tepat

dan dengan alasan yang tepat.

3) Faktor Sosial

Sistem pendidikan di Finlandia telah diidentifikasi sebagai salah satu yang paling efektif

di dunia, dan tingkat melek huruf orang dewasa hampir 100%. Dari sudut pandang

pencegahan korupsi, kesetaraan dalam pendapatan, dikombinasikan dengan standar hidup

yang tinggi, dapat dilihat sebagai disinsentif untuk menerima suap: tingkat kemiskinan yang

rendah.

Secara umum, media memiliki peran penting dalam pencegahan korupsi. Mereka dapat

mengajukan pertanyaan dan memulai diskusi tentang transparansi dan keadilan, berurusan

dengan solusi yang berbeda. Peran media mungkin sangat kuat di Finlandia, di mana

pembaca surat kabar dan penggunaan internet adalah salah satu yang tertinggi di dunia.

4) Kebijakan Anti Korupsi

9

Page 10: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

Anti-korupsi telah diintegrasikan ke dalam kebijakan umum. Hal ini karena korupsi

dipandang sebagai bagian dari kriminalitas dan sebagai bagian dari pemerintahan dan/atau

politik yang buruk. Pencegahan korupsi juga melibatkan menciptakan dan mengamati norma-

norma etika perilaku, meningkatkan transparansi, meminimalkan peluang dan meningkatkan

efektivitas pengawasan.

4. Desain Perbaikan Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Indonesia

a. Perbaikan Peraturan Perundang-undangan dan Penegakan Hukum

Salah satu penyebab semakin menjamurnya korupsi di Indonesia adalah karena hukuman

yang ada kepada para pelaku korupsi saat ini masih kurang tegas dan kurang menimbulkan

efek jera. Ketegasan pemimpin dan penegakkan hukum diperlukan untuk dapat melaksanakan

peraturan perundang-undangan yang telah diterbitkan. Dalam hal, ketegasan pemimpian dan

penegakkan peraturan dan hukuman bagi para koruptor, Indonesia dapat mencontoh dari

ketegasan Mao Tse Tung di Tiongkok pada saat menjalankan gerakan tiga anti (san fan) dan

lima anti (wu fan). Kelebihan dari gerakan san fan yang sempat diterapkan di Tiongkok

adalah adanya ketegasan hukuman bagi para koruptor misalnya dengan menghukum mati,

memenjarakan dan memecat pejabat-pejabat yang melakukan korupsi. Sementara wu fan

yang ditujukan kepada golongan masyarakat yang lebih luas terutama kaum kapitalis dan

pengusaha-pengusaha swasta. Wu fan ditujukan untuk menumpas lima macam kejahatan:

suap-menyuap, tidak membayar pajak, pencurian uang negara, menipu kontrak dengan

pemerintah dan mencuri informasi ekonomi milik negara. Ketegasan hukuman dalam kedua

gerakan di Tiongkok ini dapat memberikan efek jera sehingga pada era Mao Tse Tung, tingkat

korupsi di Tiongkok tergolong rendah. Namun, kebijakan di atas juga memiliki kekurangan,

yaitu adanya potensi gerakan tersebut dimanfaatkan oleh pemimpin untuk kepentingannya

sendiri. Sehingga, jika Indonesia ingin mengadopsi kebijakan tersebut harus ada suatu

pengendalian untuk mencegah kebijakan disalahgunakan.

10

Page 11: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

Selain adopsi dari Tiongkok, Indonesia juga dapat mengadopsi penerapan Prevention of

Corruption Act (PCA) di Singapura. Beberapa hal penting yang dapat digaris bawahi dan

menjadi pelajaran dalam PCA adalah:

1) Pengembalian hasil korupsi kepada Negara;

2) Ketidaksesuaian antara kekayaan dengan pendapatan dapat dijadikan bukti di

pengadilan;

3) Pernyataan di bawah sumpah atas kekayaan yang dimiliki seseorang (khususnya

pejabat publik), pasangan, maupun anak-anaknya;

4) Menyelidiki kasus korupsi di sektor publik maupun swasta.

Saat ini, peraturan terkait korupsi di Indonesia belum memfasilitasi keempat hal tersebut

diatas. Hal-hal seperti pengambalian hasil korupsi kepada Negara dan kewenangan untuk

menyelidiki korupsi di sektor publik maupun swasta diharapkan akan dapat mengurangi

angka korupsi di Indonesia dengan peraturan yang lebih luas dan tegas.

Komitmen dan ketegasan pimpinan, sistem perundangan dan peradilan yang tegas dan

penegak hukum yang mumpuni adalah cara-cara yang dapat ditempuh oleh Indonesia

untuk dapat memberantas korupsi. Hal penting lain adalah adanya lembaga anti korupsi

yang kuat karena terkait dengan penegakkan aturan dan hukum di atas.

b. Penguatan Lembaga Anti Korupsi

Saat ini, di Indonesia, lembaga yang memiliki wewenang dalam pencegahan dan

pemberantasan korupsi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, sejak KPK

dibentuk tahun 2003 sampai sekarang, pemberantasan korupsi di Indonesia masih belum

membuahkan hasil yang maksimal. KPK belum optimal karena masih banyaknya gangguan,

tentangan dan kepentingan dari berbagai pihak, baik dari pemerintah maupun dari sesama

penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian.

11

Page 12: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

Salah satu contoh lembaga anti korupsi yang cukup baik dapat diadopsi oleh Indonesia

adalah Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). Salah satu fungsi pencegahan CPIB

yang dapat diadopsi adalah melakukan Review of Work Methods. CPIB melakukan evaluasi

di seluruh instansi pemerintah dimana cara dan prosedur kerja ditingkatkan untuk

menghindari penundaan pemberian ijin atau lisensi dan mencegah pegawai negeri menerima

suap dari masyarakat untuk mempercepat proses perijinan.

Fungsi pencegahan lain seperti Declaration of Non-Indebtedness mewajibkan setiap

pegawai negeri untuk membuat pernyataan bahwa ia bebas dari hutang budi yang terkait

dengan uang (pecuniary embarrassment) setiap tahunnya. Hal ini untuk mencegah adanya

rasa hutang budi dan memiliki kewajiban tertentu yang menjadikannya tidak obyektif dalam

melayani masyarakat dan menjadi rentan melakukan korupsi.

KPK saat ini membutuhkan penguatan payung hukum dan perluasan kewenangan untuk

dapat memberantas korupsi di berbagai lini pemerintahan. Selain itu, KPK juga harus

memiliki pemimpin yang tidak ada benturan kepentingan dengan penguasa untuk dapat

meningkatkan independensi KPK. Diperlukan juga adanya kejelasan wewenang antara KPK,

Polri dan Kejaksaan agar dapat bersama-sama memberantas korupsi di Indonesia.

c. Ketegasan Pemimpin dan Perbaikan Sistem Politik

Masalah terbesar dalam sistem politik di Indonesia adalah terpilihnya orang-orang yang

tidak kompeten untuk menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan. Hal ini terjadi

sebagai dampak dari sistem demokrasi yang kurang baik. Banyak legislatif yang terpilih dari

hasil money politics. Sementara pada lembaga eksekutif ditempati oleh orang-orang terdekat

maupun orang-orang yang berjasa bagi pemimpin yang terpilih berdasarkan sistem koalisi

partai politik. Pemilihan pejabat-pejabat secara politik tidak sepenuhnya salah apabila orang

yang ditunjuk untuk menjalankan suatu jabatan memang berkompeten dalam bidang tersebut.

Namun, yang terjadi di Indonesia adalah banyak orang-orang yang tidak tepat dan tidak

12

Page 13: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

kompeten menduduki jabatan strategis di ekesekutif dan yudikatif sehingga rawan benturan

kepentingan dan penyalahgunaan kewenangan. Pada lembaga legislatif misalnya, para

pejabat DPR/DPRD sudah biasa untuk melakukan negosiasi dan menjadi makelar proyek

pada saat penyusunan anggaran. Sebagai regulator, legislatif juga memiliki kekuatan untuk

mengurangi wewenang KPK dengan merevisi Undang-Undang.

Masalah yang cukup kompleks pada sistem politik tersebut dapat diselesaikan jika

Presiden sebagai pemimpin tertinggi di Indonesia memiliki ketegasan dan komitmen untuk

perbaikan sistem politik di Indonesia. Salah satu bentuk ketegasan pemimpin adalah seperti

yang ditunjukkan oleh Mao Tse Tung di Tiongkok dan Lee Kuan Yew di Singapura yang

berani secara tegas menerapkan peraturan pemberantasan korupsi di Negara mereka.

Sedangkan sistem demokrasi di Indonesia juga perlu diperbaiki, salah satu caranya adalah

dengan membatasi jumlah Partai Politik agar tidak terjadi kebingungan di tengah masyarakat.

Indonesia juga dapat mengadopsi peraturan perundang-undangan mengenai pendanaan partai

politik seperti yang diterapkan di Finlandia sebagai sarana untuk meningkatkan transparansi

pendanaan partai politik dan mencegah adanya kepentingan para pejabat yang berasal dari

partai politik untuk mencari keuntungan dari uang Negara untuk partainya.

Sementara itu, agar jabatan-jabatan strategis dapat ditempati oleh orang yang tepat dan

kompeten, perlu diterapkan sistem meritokrasi seperti yang diterapkan di Finlandia.

Sehingga, orang yang naik ke tingkat atas betul-betul orang yang memiliki kompetensi.

d. Pendidikan Moral Sejak Dini

Poin penting dari keberhasilan Jepang dan Finlandia dalam pencegahan dan

pemberantasan korupsi adalah adanya pendidikan moral yang baik yang ditanamkan kepada

masyarakat mereka sejak dini. Pada sekolah tingkat dasar, fokus pelajaran anak-anak di

Jepang dan Finlandia bukan pada matematika ataupun sains seperti di Indonesia. Anak-anak

setingkat SD di Jepang diajarkan tentang tata tertib, budi pekerti, dan moral. Sitem

13

Page 14: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

pengajaran kepada anak-anak itu dilakukan dengan contoh dan penerapan dalam kehidupan

sehari-hari. Suksesnya sistem pendidikan seperti ini juga memerlukan peran serta dan

dukungan dari masyarakat dalam mendidik anak-anak di lingkungan keluarganya saat di luar

sekolah.

Sementara itu di Finlandia, kepintaran anak-anak tidak diukur sama sekali selama enam

tahun pertama pendidikan mereka jadi tidak ada yang lebih pintar atau lebih bodoh karena

setiap anak diperlakukan setara. Anak-anak di Finlandi dibiarkan berkembang sesuai dengan

bakat dan minat masing-masing. Guru-guru di Finlandia dipilih dari para lulusan terbaik

perguruan tinggi dan minimal bergelar master. Sistem pendidikan yang baik di Finlandia

menghasilkan SDM dengan kompetensi yang baik dan kompeten saat dipercaya menjadi

pejabat publik sehingga dapat meminimalisir terjadinya korupsi.

Sistem pendidikan di Indonesia saat ini belum mampu memperbaiki moral anak-anak.

Justru kurikulum yang terlalu berat dan ketat dengan batas kelulusan tertentu menjadikan

para pelajar mencari cara instan yaitu dengan melakukan kecurangan dalam menyelesaikan

ujian di sekolah. Indonesia kiranya perlu melakukan perbaikan sistem pendidikan dengan

melakukan studi pada negara-negara maju seperti Jepang dan Finlandia. Dari perbaikan

sistem pendidikan moral sejak dini diharapkan dapat membuahkan masyarakat yang lebih

anti korupsi di masa depan.

e. Partisipasi Masyarakat

Proses pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak bisa dilepaskan dari peran serta dan

kesadaran dari masyarakat dan sektor swasta untuk secara bersama-sama mendukung

pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Perbaikan dalam peraturan

hukum, perbaikan lembaga, dan perbaikan pendidikan tidak dapat maksimal tanpa dukungan

dan peran serta masyarakat. Contoh peran masyarakat adalah bagaimana Partai Komunis

Cina (PKC) di tiongkok sebagai wakil dari masyarakat ikut mengawasi pemeberantasan

14

Page 15: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

korupsi di Tiongkok. Dengan pengawasan dari masyarakat, para penyelenggara negara

diharapkan dapat lebih berhati-hati dalam bertindak.

Pemerintah juga harus memberikan kemudahan akses kepada masyarakat untuk

melakukan laporan apabila mereka menemukan ada indikasi korupsi yang dilakukan oleh

penyelenggara negara di lapangan. Sebagaimana yang dilakukan di Finlandia, Indonesia juga

harus bisa menyediakan fasilitas pengaduan korupsi. Selain itu, peran masyarakat dapat pula

diwakili oleh media yang terus menyoroti setiap kasus korupsi yang terjadi. Namun, peran

media disini juga harus diawasi dan diperbaiki karena media di Indonesia saat ini sudah ada

beberapa yang memiliki kepentingan politik. Peran lain dari masyarakat adalah membantu

menyukseskan program pendidikan moral di usia dini kepada anak-anak dengan

menanamkan contoh moral dan perilaku yang baik dan anti korupsi kepada masyarakat.

Masyarakat harus mulai sadar dan berubah dari kebiasaan-kebiasaan korup dan curang.

5. Kesimpulan

Perbaikan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia harus dilakukan

secara menyeluruh yaitu mulai dari perbaikan peraturan perundang-undangan, perbaikan

penegakan hukum, penguatan lembaga anti korupsi, perbaikan sistem politik yang didukung

dengan ketegasan pemimpin, perbaikan sistem pendidikan moral kepada anak-anak di usia

dini serta dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan

korupsi.

6. Daftar Pustaka

Tim Penulis. (2011). Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kemendukbud.

Darini, Ririn. 2010. Korupsi di Indonesia: Perspektif Historis. Jurnal Ilmiah. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Khurrohman, A.H., dkk. (2015). Pemberantasan Anti Korupsi di Negara China. Tangerang Selatan: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

Kuswanadji, Arief., dkk. (2015). Pemberantasan Korupsi di Jepang. Tangerang Selatan: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

Sanusi, A.M. Yuqbal., dkk. (2015). Pemberantasan Korupsi di Singapura. Tangerang Selatan: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

15

Page 16: Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

Wijaya, Andre., dkk. (2015). Korupsi dan Upaya Pencegahan Korupsi di Negara Finlandia. Tangerang Selatan: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

16