Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

28
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TANGERANG SELATAN MAKALAH DESAIN PENCEGAHAN KORUPSI DI INDONESIA Diajukan: Chabibah Nur Afida NPM: 144060006089 Kelas 7/A, Nomor Absen 06

Transcript of Desain Pencegahan Korupsi Di Indonesia

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

TANGERANG SELATAN

MAKALAH

DESAIN PENCEGAHAN KORUPSI DI INDONESIA

Diajukan:

Chabibah Nur AfidaNPM: 144060006089

Kelas 7/A, Nomor Absen 06Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata KuliahSeminar Antikorupsi Program Diploma IV Keuangan

Spesialisasi Akuntansi Kurikulum Reguler Semester VII T.A. 2014/2015I. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia, korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya telah berlangsung di manapun, mulai dari lembaga pemerintahan, sektor privat, hingga di kehidupan sehari-hari masyarakat. Pemberantasan korupsi telah menjadi salah satu agenda utama Pemerintah Indonesia pasca reformasi. Berbagai upaya telah ditempuh, tetapi cenderung ke arah represif. Paradigma dengan pendekatan represif berkembang karena diyakini dapat memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi. Sayangnya, pendekatan represif ini masih belum efektif dalam mengurangi perilaku dan praktik korupsi.

Strategi dasar penanggulangan korupsi seharusnya bukan pada penanggulangan korupsi itu sendiri, melainkan pada penanggulangan penyebab dan kondisi yang menyebabkan korupsi. Penanggulangan korupsi lewat penindakan hukum pidana hanya merupakan penanggulangan siptomatik, sedangkan penanggulangan penyebab dan kondisi yang menyebabkan korupsi merupakan penanggulangan kausatif dan bersifat preventif. Dengan demikian, pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi utama pemberantasan korupsi di Indonesia.

Berbagai upaya pencegahan korupsi sebenarnya telah dilakukan pemerintah. Namun, belum menunjukkan hasil yang optimal. Tulisan ini akan memberikan rekomendasi strategi pencegahan korupsi yang sebaiknya diterapkan di Indonesia berdasarkan pengalaman negara-negara yang telah berhasil dalam menekan terjadinya tindak pidana korupsi di negaranya, yaitu Singapura, Jepang, Tiongkok dan Finlandia.1.2. Maksud dan Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk:

1) Memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah Seminar Antikorupsi.2) Memberikan rekomendasi desain pencegahan korupsi di Indonesia berdasarkan best practice pencegahan korupsi dari negara Singapura, Jepang, Tiongkok dan Finlandia.1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini adalah bagaimanakah strategi pencegahan korupsi yang tepat untuk diterapkan di Indonesia berdasarkan pengalaman negara Singapura, Jepang, Tiongkok dan Finlandia?II. PENCEGAHAN KORUPSI DI INDONESIA

Terminologi pencegahan korupsi sebenarnya telah ada dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, yaitu pasal 41 dan 42. Namun, kedua pasal tersebut tidak menggambarkan dengan jelas upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Istilah pencegahan dalam kedua pasal tersebut hanya berkaitan dengan peran serta masyarakat yang berkutat pada dugaan adanya tindak pidana korupsi dan bagaimana keterbukaan informasi dalam penanganan hukum kasus korupsi. Dengan demikian, istilah pencegahan dimaksud jelas tidak merujuk pada penanggulangan kausatif dan preventif.

Selanjutnya, upaya pemerintah dalam pencegahan korupsi adalah dengan membuat suatu Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 tanggal 23 Mei 2012. Peraturan pemerintah tersebut memberikan acuan langkah-langkah strategis Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk memastikan terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik korupsi.

Dalam jangka pendek, pemerintah menerbitkan strategi pencegahan tahunan. Strategi Pencegahan Korupsi tahun 2014 disampaikan dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 tanggal 21 Maret 2014 tentang Aksi Pencegaan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014. Pencegahan korupsi dalam instruksi presiden tersebut terdiri atas 161 aksi yang dikelompokkan menjadi aksi:1. Sistem pelayanan publik berbasis teknologi informasi (TI) dengan fokus pada:a. Kementerian/lembaga dan pemerintah daerah di seluruh provinsi dengan memperhitungkan integrasi internal kelembagaan yang telah memiliki target jelas sampai 2014, dengan fokus pada pemberian perizinan.b. Integrasi mekanisme penanganan keluhan/ pengaduan terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, termasuk proses penegakan hukum.c. Membuka akses antar lembaga untuk menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan masyarakat.d. Keterbukaan informasi dalam penanganan perkara (termasuk perkara korupsi), perencanaan, dan penganggaran pemerintah.2. Keterbukaan prosedur pengoperasian standar (standard operating procedure) penanganan perkara dan pemrosesan pihak yang menyalahgunakan wewenang.3. Penyempurnaan kode etik dengan sanksi yang jelas (diperkuat dengan penerbitan peraturan pemerintah tentang disiplin pegawai).4. Pengendalian dan pengawasan proses pelayanan publik, penguatan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), serta publikasi pelaku penyalahgunaan jabatan.5. Pembenahan sistem melalui reformasi birokrasi dengan fokus pada lembaga penegak hukum dan peradilan.6. Sertifikasi hakim tipikor berdasarkan kompetensi dan integritas.7. Pengembangan sistem dan pengelolaan pengaduan internal dan eksternal (termasuk masyarakat) atas penyalahgunaan kewenangan.8. Pemantapan administrasi keuangan negara, termasuk penghapusan dana off-budget, dan mempublikasikan penerimaan hibah/bantuan/donor di badan publik dan partai politik.9. Penyusunan dan publikasi laporan keuangan yang tepat waktu, dengan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) bagi K/L dan pemerintah daerah.10. Penertiban dan publikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bagi pejabat publik11. Penguatan mekanisme kelembagaan dalam perekrutan, penempatan, mutasi, dan promosi aparat penegak hukum berdasarkan hasil assesment terhadap rekam-jejak, kompetensi, dan integritas sesuai kebutuhan lembaga penegak hukum.12. Transparansi dan akuntabilitas dalam mekanisme pengadaan barang dan jasa.13. Transparansi dan akuntabilitas laporan kinerja tahunan kementerian/ lembaga dan pemerintah daerah yang dilaporkan dan dipublikasikan secara tepat waktu.14. Penerapan pakta integritas.

Selain strategi-strategi tersebut, pemerintah melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga terdepan dalam pemberantasan korupsi juga melakukan berbagai upaya pencegahan korupsi. Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemerantasan Korupsi memberikan gambaran tentang rumusan pencegahan tindak pidana korupsi. Pasal 13 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa dalam rangka melaksanakan tugas pencegahan korupsi, KPK berwenang dalam melaksanakan langkah-langkah atau upaya pencegahan sebagai berikut:1. Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara;

2. Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;

3. Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan;

4. Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi;

5. Melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;

6. Melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Fungsi pencegahan tersebut kemudian diwujudkan dalam organisasi tata laksana KPK dengan menambahkan fungsi penelitian dan pengembangan. Dalam struktur organisasinya, KPK memiliki Deputi Bidang Pencegahan yang terdiri atas empat direktorat, yaitu Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN, Direktorat Gratifikasi, Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat serta Direktorat Penelitian dan Pengembangan.III. REKOMENDASI PENCEGAHAN KORUPSI DI INDONESIAIII.1Latar Belakang

Telah disebutkan di muka bahwa sejatinya pencegahan korupsi telah menjadi perhatian besar pemerintah Indonesia dalam upaya pemberantasan korupsi. Namun, korupsi di negeri ini masih terus terjadi secara masif. Oleh sebab itu, kita perlu menyusun ulang desain pencegahan korupsi dengan belajar kepada negara lain yang telah sukses dalam menekan terjadinya korupsi. Negara yang dipilih untuk menjadi kiblat pencegahan korupsi adalah Finlandia, Singapura, Jepang dan Tiongkok. Tabel III.1 berikut menyajikan peringkat indeks persepsi korupsi (corruption perception index/ CPI) dari negara-negara tersebut. Finlandia dipilih karena memiliki skor CPI yang tinggi dan konsisten berada di peringkat teratas skor CPI dari tahun ke tahun. Sementara Singapura dan Jepang dipilih karena selain memiliki skor CPI yang bagus, juga memiliki kedekatan dan kesamaan rumpun bangsa, yaitu asia. Sedangkan Tiongkok, meskipun memiliki skor CPI yang rendah dan tidak jauh berbeda dari Indonesia, pemberantasan korupsi di Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir patut mendapat acungan jempol, yaitu terkait jangkauan dan jumlah penindakan hukum atas tindak pidana korupsi.Tabel III.1

Corruption Perseption Index 2014PeringkatNegaraSkor CPI 2014

3Finlandia89

7Singapura84

15Jepang76

100Tiongkok36

107Indonesia34

Sumber: Transparency International, 2014III.2Spesifikasi

Berdasarkan praktik yang telah diterapkan di negara Singapura, Jepang, Tiongkok dan Finlandia, penulis merekomendasikan desain strategi pencegahan korupsi di Indonesia sebagai berikut:

1. Pendidikan Karakter

Pendekatan pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan haknya sebagai warga negara dan kesadaran akan dampak negatif korupsi bagi kelangsungan pembangunan. Pendidikan karakter merupakan rekomendasi utama dari penulis karena dianggap merupakan faktor kunci keberhasilan dari rekomendasi lainnya.

Sebagai upaya KPK dalam wewenangnya mencegah korupsi, pendidikan karakter antikorupsi sebenarnya telah dilaksanakan di Indonesia pada setiap jenjang pendidikan, bahkan dibuat dalam mata kuliah tersendiri. Namun, pendidikan tersebut lebih menekankan upaya pembentukan character building dan moral antikorupsi dibanding transmisi pengetahuan dan seluk beluk teori antikorupsi kepada peserta didik. Berbeda dengan Jepang, siswa sekolah dasar di Negara Matahari Terbit tersebut diajari tentang tata cara menyeberang jalan, adab di dalam kereta, yang tidak saja berupa teori, tetapi langsung mempraktikkannya. Pendidikan karakter diajarkan dalam pelajaran seikatsuka atau pendidikan tentang kehidupan sehari-hari. Norma agama tidak diajarkan di sekolah dalam bentuk pelajaran wajib, seperti halnya di Indonesia. Nilai-nilai agama diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Karenanya, pendidikan moral di sekolah Jepang tidak diajarkan sebagai mata pelajaran khusus, tetapi diintegrasikan dalam semua mata pelajaran.

Sementara itu, dalam pemerintahan Singapura, sebagai bagian dari upaya mencegah korupsi, lembaga antikorupsinya, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), melakukan diseminasi mengenai buruknya dampak korupsi kepada pegawai negeri, khususnya yang bekerja di instansi penegakan hukum dan yang berpeluang untuk menerima suap dan tindak korupsi lainnya, seperti perpajakan, bea cukai dan imigrasi.

Terkait dengan budaya, perlu dibangun kembali budaya hidup sedehana. Finlandia terkenal dengan masyarakatnya yang hidup sederhana. Dengan hidup sederhana, dimana konsumsi kebutuhan disesuaikan dengan kemampuan, maka potensi terjadinya korupsi akan dapat berkurang dengan sendirinya.

Selain itu, budaya jujur dan malu juga turut ambil bagian dalam pencegahan korupsi. Konsep budaya jujur dan malu telah mengakar dalam budaya Jepang, Tiongkok dan Finlandia. Di negara-negara tersebut, seorang pejabat yang terindikasi melakukan kesalahan seperti korupsi atau melakukan kebohongan publik meskipun belum terbukti, akan mengundurkan diri dari jabatannya, dan yang lebih ekstrim lagi (di Jepang) adalah bunuh diri. Di Jepang terdapat peribahasa iki hajikaku yori, shinu ga mashi yang artinya, "lebih baik mati daripada hidup menanggung malu." Melalui budaya malunya, mereka merasa memiliki harga diri yang teramat tinggi. Mereka malu untuk berbuat nista, malu bekerja secara asal-asalan, malu korupsi, dan sebagainya. Berbeda sekali dengan kondisi di Indonesia. Tengok saja polah yang para koruptor di media, sangat jauh dari budaya malu tersebut

Dilihat dari perspektif sosiokultural, yang terjadi saat ini tentu mengherankan. Sebenarnya Indonesia juga memiliki budaya malu yang tak kalah hebat dibandingkan Jepang. Bahkan lebih kaya karena begitu beragamnya suku bangsa di Indonesia. Seandainya budaya itu terus dipertahankan, bukan mustahil dapat menekan tingkat korupsi di negeri ini. Misalnya saja budaya siri na pace pada suku Bugis yang berarti malu dan harga diri. Menjaga kehormatan yang dimaksud adalah menjadi yang terbaik, jujur, berani mengambil risiko tetapi tetap bertanggung jawab (pace). Melalui siri' na pace, masyarakat Bugis menganggap bahwa kejujuran adalah segala-galanya, kejujuran adalah pintu kehormatan. Menghianati kepercayaan adalah sebuah siri' dan kehilangan siri' adalah aib yang sangat memalukan.

2. Membangun Political Will serta Komitmen yang Kuat dari Pemerintah

Komitmen politik pemerintah yang tinggi dalam memberantas korupsi adalah faktor utama dan terpenting dari keberhasilan Singapura dalam memberantas korupsi. Hal ini kiranya dapat menjadi pembelajaran bagi Indonesia dalam melakukan pencegahan korupsi.

Berkenaan dengan political will serta komitmen yang harus dibangun, maka perlu menegaskan kembali political will pemerintah Indonesia di antaranya melalui :

a. Penyempurnaan Undang-undang Antikorupsi yang lebih komprehensif, mencakup kolaborasi kelembagaan yang harmonis dalam mengatasi masalah korupsi. Seperti yang telah diterapkan di negara Singapura, yaitu dengan secara periodik mereview legal framework yang sudah ada dengan terus menganalisa perlunya amendemen yang mungkin dibutuhkan dalam menyikapi dinamika lingkungan internal dan eksternal negaranya. Amandemen ini dilakukan bukan untuk mengubah isi, tetapi justru untuk memperluas jangkauan perundangan dalam rangka efektivitas pemberantasan korupsi. Seperi kita ketahui bersama, undang-undang antikorupsi Indonesia telah berusia lebih dari satu dekade, dengan amandemen terakhir pada tahun 2001. Dalam empat belas tahun ini, tentunya sudah banyak perubahan yang terjadi terkait korupsi. Penyempurnaan Undang-undang Antikorupsi yang perlu diterapkan ini selain untuk menjawab dinamika dan perkembangan kualitas kasus korupsi, juga untuk menyesuaikan dengan instrumen hukum internasional. Telah jelas bahwa saat ini isu korupsi tidak lagi dibatasi sekat-sekat negara, namun telah berkembang menjadi isu regional bahkan internasional. Hal ini tidak lepas dari praktik korupsi yang melibatkan perputaran dan pemindahan uang lintas negara.

b. Pembuatan aturan dan kode etik PNS dalam rangka pencegahan conflict of interest dan perwujudan good corporate governance.c. Pembuatan pakta integritasDi Singapura, setiap pegawai negeri diharuskan untuk membuat pernyataan bebas dari hutang budi yang terkait dengan uang (pecuniary embarrassment) setiap tahunnya. Hal ini didasari keyakinan bahwa pegawai negeri yang memiliki hutang budi dapat dengan mudah dieksploitasi oleh pihak lain dan memiliki kewajiban tertentu yang menjadikannya tidak obyektif dalam melayani masyarakat dan rentan untuk melakukan korupsi. Selain itu, setiap pegawai negeri wajib membuat pernyataan tentang kekayaan dan investasinya pada saat ia diangkat menjadi pegawai negeri dan setiap tahun setelahnya, termasuk pasangan dan anak-anaknya. Apabila pegawai tersebut memiliki kekayaan yang tidak sesuai dengan gajinya, ia harus menjelaskan dari mana ia memperolehnya. Selanjutnya apabila ia memiliki sejumlah saham di perusahaan swasta, ia akan diminta untuk mendivestasikan kepemilikannya untuk menghindari konflik kepentingan. Pembuatan pakta integritas di Indonesia telah dilakukan di banyak kalangan dan sebagian besar berisi pernyataan untuk tindak melakukan tindak pindana korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembuatan pakta integritas tersebut sebaiknya diperluas dengan merinci apa saja yang dimaksud dengan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme tersebut, seperti yang diterapkan di Singapura.d. Penyederhanaan birokrasi (baik struktur maupun jumlah pegawai) dan seleksi yang ketat terhadap penerimaan pegawai negeri. Penyederhanaan prosedur administratif dalam pelayanan masyarakat dapat menghilangkan berbagai pungutan. Dengan seleksi pegawai negeri yang ketat, diharapkan akan diperoleh sumber daya manusia yang professional dan berkualitas, baik dari sisi moral maupun intelektual.e. Peningkatan kesejahteraan pegawai negeri (remunerasi).

Kesejahteraan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku korupsi. Kurangnya penghasilan dalam mencukupi kebutuhan hidup dapat menjadi motif bagi pegawai negeri untuk menerima suap. Dengan adanya kebijakan remunerasi, diharapkan pegawai publik dapat mencukupi kebutuhannya sehingga tidak lagi tertarik untuk melakukan korupsi. Hal ini telah disadari pemerintah Singapura dan Jepang, yaitu dengan mengeluarkan kebijakan bahwa gaji pegawai, khususnya pegawai baru (entry level), sama besarnya dengan sektor swasta. Tujuan lain dari kebijakan ini adalah memberikan insentif dan menciptakan daya tarik bagi para sarjana lulusan terbaik untuk berkarir di instansi pemerintah secara profesional. Skema keterkaitan remunerasi dengan korupsi dapat dilihat pada gambar III.1 berikut.Gambar III.1

Keterkaitan antara Remunerasi dan Korupsi

Remunerasi pegawai yang telah diterapkan di Indonesia di antaranya adalah di lingkungan Kementerian Keuangan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Agar dapat memberikan pengaruh yang besar dalam mengurangi tindak pidana korupsi, remunerasi PNS Indonesia sebaiknya dilakukan pada seluruh elemen pegawai negeri.

f. Melibatkan rakyat dalam penyusunan program pemerintah. Di Jepang, program tersebut dikenal dengan jigyou shiwake atau project screening. Program tersebut merupakan wahana bagi pemerintah untuk menjelaskan pentingnya program yang diusulkan dan kesempatan bagi warga negara (yang terdiri dari ahli sukarelawan dan warga setempat, pegawai pemerintah daerah serta pengamat) untuk mengetahui dan memberi masukan bagaimana agar pendapatan pajak dari masyarakat dimanfaatkan secara efektif. Hasil diskusi selanjutnya membawa simpulan apakah program yang diusulkan tidak diperlukan, program seharusnya dikerjakan oleh tingkat pemerintah yang lebih tinggi, ataukah program tetap dilakukan tetapi dengan mengakomodasi perbaikan sesuai usulan evaluator.3. Lembaga Antikorupsi Independen dengan Kewenangan Memadai

Adanya lembaga antikorupsi yang independen, memiliki kewenangan yang memadai, dan memiliki integritas tinggi, yaitu Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), menjadikan Singapura sebagai negara Asia yang paling bersih dari korupsi. Kewenangan CPIB yang luas di antaranya kewenangan untuk: melakukan penangkapan dan penyelidikan, memeriksa rekening pejabat publik termasuk milik anak istrinya atau agennya jika diperlukan, melakukan penangkapan terhadap pelaku tanpa harus menunggu adanya surat perintah (seizable offences) apabila ditemukan ada indikasi pelanggaran tindak pidana korupsi, melakukan kewenangan polisi seperti investigasi dan kewenangan lainnya untuk membebaskan dengan jaminan mereka yang menjadi subyek investigasi. Di samping itu, CPIB bersama lembaga General Audit juga memiliki wewenang untuk melakukan revieu atas proses bisnis pemerintah dan memberikan rekomendasi untuk mencegah timbulnya fraud.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai lembaga antikorupsi di Indonesia sebenarnya telah diberikan wewenang yang sangat luas dalam memberantas korupsi. Pasal 7 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemerantasan Korupsi menyebutkan bahwa KPK memiliki wewenang untuk:a. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi;b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;

c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait; d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; e. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Dengan berkaca pada Singapura, kewenangan KPK tersebut sebaiknya diperluas lagi, salah satunya kewenangan untuk memeriksa rekening pejabat publik termasuk milik anak istrinya. Di samping itu, KPK juga perlu memiliki wewenang untuk membekukan kekayaan yang menurut pertimbangannya perlu disimpan untuk kepentingan orang yang sedang diperiksa.

Salah satu faktor keberhasilan suatu lembaga antikorupsi adalah independensi. Lembaga antikorupsi seharusnya bebas dari pengaruh segala kekuasaan dan kepentingan politik manapun. Kewenangan yang luas dari suatu lembaga antikorupsi tidak akan efektif jika lembaga tersebut tidak mampu menjaga independesi dan objektivitasnya. Di samping itu, lembaga antikorupsi juga harus mendapatkan dukungan politik dari lembaga publik dan masyarakat. Untuk itu, KPK wajib menjaga independensinya dan perlu mendapatkan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia serta dari lembaga pemerintah lainnya, baik eksekutif, legistatif maupun yudikatif.4. Publisitas dan Transparansi Kinerja Pejabat Publik

Transparansi pengambilan keputusan publik merupakan faktor kunci dalam mencegah korupsi dan dalam rangka mewujudkan good corporate governance. Keterbukaan akses atas kinerja pemerintahan merupakan upaya untuk menerapkan transparansi dan praktik informasi yang baik dalam kegiatan publik. Hal ini juga memungkinkan masyarakat dan swasta untuk mengontrol pelaksanaan kewenangan resmi dan penggunaan keuangan publik, untuk membentuk pendapat mereka, untuk mempengaruhi pelaksanaan kewenangan dan untuk menegaskan hak-hak mereka dan mengamankan kepentingan mereka.

Keterbukaan administrasi publik menjadi prinsip dasar di Finlandia. Setiap keputusan pemerintah harus dapat diakses publik, dan siap untuk menerima kritik dari pejabat publik lainnya, masyarakat maupun media. Di Finlandia, setiap orang memiliki hak konstitusional agar kasusnya secara administrasi dan hukum ditangani oleh orang yang tepat oleh otoritas, didukung oleh ketentuan-ketentuan konstitusi pada proses publisitas, hak untuk didengar, hak untuk menerima keputusan yang beralasan, hak untuk banding, serta jaminan lain dari pengadilan yang adil dan tata pemerintahan yang baik.5. Keadilan dan Penegakan Hukum yang Tegas dalam Pemberantasan Korupsi

Realitas penegakan hukum atas tindak pidana korupsi di Indonesia kerap kali menampilkan kesan tebang pilih dan juga parsial, terbatas pada para pelaku dalam level kedudukan dan perbuatan yang mungkin hanya salah satu mata rantai kecil dalam lingkaran utuh kontruksi korupsi.

Kita seharusnya belajar dari Tiongkok mengenai penegakan hukum yang tidak pandang bulu. Di Tiongkok, para elit politik, mantan pemimpin, pejabat dan pebisnis yang melakukan korupsi dan kejahatan politik dibawa ke pengadilan, bahkan tidak ada yang dapat menghindar dari hukuman yang sangat keras, hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati. Keadilan dalam penegakan hukum yang tegas dalam pemberantasan korupsi akan dapat mencegah orang lain untuk melakukan tindakan korupsi tersebut.6. Penelitian tentang Korupsi secara Rutin dan Berkesinambungan

Pihak akademisi perlu dilibatkan dalam upaya pencegahan korupsi. Seperti yang telah diterapkan di Finlandia, penelitian atas korupsi terus menerus dilakukan untuk menemukan dampak dan bentuk-bentuk lain dari korupsi serta memberikan rekomendasi terkait. Penelitian ini kemudian disampaikan kepada pemerintah dan masyarakat untuk ditindaklanjuti.7. Media yang Bebas dan Independen

Media memiliki peran penting dalam pencegahan korupsi. Baik media cetak maupun elektronik dapat menjadi sarana sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya korupsi. Selain itu, media dapat juga difungsikan dalam mengikuti dan mempromosikan penelitian tentang korupsi kepada masyarakat. Seperti di Finlandia, peran media mungkin sangat kuat di mana pembaca surat kabar dan penggunaan internet adalah salah satu yang tertinggi di dunia. Mereka dapat mengajukan pertanyaan dan memulai diskusi tentang transparansi dan keadilan serta memberikan sudut pandnag yang berbeda tentang korupsi.

Peran penting media tersebut tidak akan terlaksana jika media tidak memiliki independensi dan kebebasan. Media yang bebas dari segala pengaruh dan kepentingan politik sama pentingnya dengan peradilan yang independen. Media yang independen juga penting agar informasi yang disampaikan kepada masyarakat obyektif. Oleh sebab itu, di Indonesia perlu dibentuk suatu aturan yang melarang pemilik media untuk terjun ke dalam dunia politik pemerintahan, atau melepaskan jabatan dan hubungannya dengan media tersebut ketika akan terjun dalam dunia politik pemerintahan.III.3Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan dari desain ini adalah kemudahan dalam implementasi karena sebagian besar telah dilaksanakan di Indonesia tetapi belum komprehensesif. Selain itu, strategi-strategi ini telah teruji di negara-negara Singapura, Jepang, Tiongkok dan Finlandia yang telah sukses dalam menekan terjadinya korupsi di negaranya. Kelemahan strategi ini adalah, kurang mendetail dalam menyebutkan aksi pencegahan dimaksud, selain itu juga perlu biaya yang besar (terkait remunerasi dan kelembagaan).IV. SIMPULAN

Pencegahan merupakan salah satu strategi utama dalam pemberantasan korupsi. Pemerintah Indonesia telah memiliki strategi pencegahan korupsi, baik jangka pendek, menengah, maupun panjang. Namun, dalam implementasinya, strategi tersebut belum mampu menanggulangi tindak pidana korupsi secara signifikan. Berdasarkan praktik-praktik yang telah diterapkan di Singapura, Jepang, Tiongkok dan Finlandia, penulis merekomendasikan 7 (tujuh) strategi berikut:1. Pendidikan karakter, yaitu moral dan budaya hidup sederhana, jujur dan malu;2. Pembentukan political will serta komitmen yang kuat dari pemerintah;3. Mewujudkan KPK sebagai lembaga antikorupsi yang independen dengan kewenangan memadai;4. Publisitas dan transparansi kinerja pejabat publik;5. Keadilan dan penegakan hukum yang tegas dalam pemberantasan korupsi;6. Penelitian tentang korupsi secara rutin dan berkesinambungan.

7. Media yang bebas dan independen.V. DAFTAR REFERENSI[1] Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.[2] Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemerantasan Korupsi.[3] Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 tanggal 23 Mei 2012 Tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014.

[4] Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 tanggal 21 Maret 2014 tentang Aksi Pencegaan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014.[5] Khurrohman, Ahmad Heni dkk. Pemberantasan Korupsi di Negara China. 2015. Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

[6] Kuswanadji, Arief dkk. Pemberantasan Korupsi di Jepang. 2014. Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

[7] Sanusi, A.M. Yuqbal dkk. Pemberantasan Korupsi di Negara Singapura. 2014. Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

[8] Wijaya, Andre dkk. Korupsi di Negara Finlandia (Korupsi dan Upaya Pencegahan). 2015. Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.[9] http://www.transparency.org/15