Dermatitis Kontak Allergi Shah

download Dermatitis Kontak Allergi Shah

of 27

Transcript of Dermatitis Kontak Allergi Shah

DERMATITIS KONTAK ALERGI I. PENDAHULUAN Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan merupakan pembatas dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa kira-kira 1,5m 2 dengan berat kurang lebih 15% berat badan. Keadaan tersebut menjadikan kulit menjadi organ yang esensial dan vital. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.1,2 Fungsi utama kulit adalah proteksi, absorbsi, eksresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi. Namun sama halnya dengan organ-organ tubuh manusia yang lain, kulit juga dapat terserang 1 Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.1 Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu, Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dan Dermatitis Kontak Alergi (DKA); keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergi terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen.2 DKI lebih sering terjadi dibandingkan dengan DKA. DKI merupakan efek toksik yang lokal ketika kulit kontak dengan bahan iritan kimia seperti sabun, bahan pelarut, asam dan alkali. DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe

1

lambat yang didapat ketika kulit kontak dengan bahan kimia pada orang yang sebelumnya telah tersensitasi. Respon kulit terhadap DKA dan DKI tergantung pada bahan kimia, durasi dan sifat dasar dari kontak dan kelemahan individu. Bahan kimia yang menyebabkan dermatitis kontak ditemukan pada barang perhiasan, produk untuk perawatan diri, tanaman, pengobatan topikal ataupun sistemik. Gambaran klinik antara DKA dan DKI sulit dibedakan, dibutuhkan tes tempel untuk membantu mengidentifikasi alergen atau meniadakan alergen yang dicuriga.2 DKA dan DKI membutuhkan pemahaman dari proses perjalanan penyakit, kemampuan mengenali bagaimana mekanisme DKA dapat muncul, membutuhkan perhatian yang tajam dan ketepatan dalam menilai kemungkinan suatu alergen, seperti kemampuan tes tempel, dalam menginterpretasi dan edukasi pasien.2

II. DEFINISI

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. DKA terjadi akibat pajanan ulang dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama, atau mempunyai struktur kimia serupa pada kulit seseorang yang telah tersensitasi sebelumnya. Reaksi alergik yang terjadi adalah reaksi hipersensitivitas tipe lambat atau tipe IV menurut klasifikasi Coombs dan Gell dengan perantaraan sel limfosit T.3,4,5,6,9,12,18,21 DKA merupakan reaksi ketika sebuah bahan kontak dengan kulit yang telah mengalami perubahan teraktivasi spesifik. Perubahan reaktivitas ini merupakan hasil dari paparan sebelumnya yang terjadi pada kulit yang didapat dari bahan material atau zat kimia lain yang terkait.3

III. EPIDEMIOLOGI

Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergi lebih sedikit karena hanya mengenai orang yang kulitnya

2

sangat peka (hipersensitif). DKA dapat mengenai semua umur dan frekuensi sama pada pria dan wanita.1 Banyak data epidemologi mengenai DKA telah diperhitungkan dari laporan pemerintah mengenai prevalensi dan dampak ekonomi dari penyakit kulit akibat kerja ini. Asumsi dasar dari banyak penelitian adalah kebanyakan dermatitis yang terjadi karena pekerjaan memiliki tipe iritan. Akan tetapi, ada bukti terbaru yang menunjukkan proporsi yang lebih luar dari dermatosis alergi akibat pekerjaan dari yang sebelumnya dibayangkan.4 Pada tahun 2001, 4.714 kasus dermatitis akibat pekerjaan dilaporkan pada Statistik Pekerja Bureau, terjadi penurunan 50% dari 9.472 kasus yang dilaporkan 10 tahun sebelumnya. Penurunan substansial dalam dekade ini, baik dalam ratarata ataupun jumlah mutlak kasus dermatitis akibat pekerjaan (dermatitis okupasional) mencerminkan perbaikan dari kondisi kerja dan dapat menjelaskan penurunan relatif dari DKI dan peningkatan proporsi DKA. Penting untuk dicatat bahwa prevalensi DKA dalam populasi umum sering diprediksi dari data yang diperoleh dari hasil penelitian dermatitis akibat kerja yang pasiennya telah diuji temple (Patch test).4 Secara klinis, pada individu dengan umur > 65 tahun memiliki kecacatan pada fase elisitasi dari DKA. Pada penelitian reaktivitas Rush, individu yang lebih muda (18-25 tahun) memiliki onset dan penyembuhan dermatitis yang lebih cepat dibandingkan pada orang yang lebih tua. Saat fase sensitisasi mencapai batas standar, analisis terhadap alergen ternyata menunjukkan adanya pengaruh umur. Insiden penyakit ini ditemukan menurun secara signifikan pada orang yang lebih tua dari 70 tahun.4 Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insidens DKA di masyarakat sangat sedikit, sehingga beberapa angka yang mendekati kebenaran belum didapat. Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata cukup

3

tinggi yaitu berkisar antara 50-60 %. Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih sering daripada DKA akibat kerja.1IV. ETIOLOGI

Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah (