definisi delirium

7
DELIRIUM Delirium adalah sindrom, bukan suatu penyakit, dan memiliki banyak kausa, yang semuanya mengakibatkan pola gejala yang serupa berkaitan dengan tingkat kesadaran dan gangguan kognitif pasien. Sebagian besar kausa delirium muncul dari luar sistem saraf pusat, contohnya pada gagal ginjal atau hati. Delirium tetap merupakan gangguan klinis yang kurang dikenali dan jarang didiagnosis. Sebagian dari masalahnya adalah bahwa sindrom ini memiliki nama lain yang bervariasi, contohnya keadaan kebingungan akut, sindrom otak akut, ensefalopati metabolik, psikosis toksik, dan gagal otak akut. Tujuan sistem klasifikasi yang baru adalah membantu mengonsolidasi berbagai istilah tersebut menjadi satu label diagnosis. Dalam revisi DSM-IV-TR edisi ke-4, delirium “ditandai oleh gangguan kesadaran serta perubahan kognisi yang timbul dalam waktu singkat”. Gejala penanda delirium yang utama adalah hendaya kesadaran, biasanya terjadi pada hendaya fungsi kognitif secara menyeluruh. Abnormalitas mood, persepsi, dan perilaku merupakan gejala psikiatri yang lazim dijumpai; tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi, dan inkontinensia urin adalah gejala neurologis yang umumnya ditemui. Secara klasik, delirium memiliki awitan mendadak (dalam hitungan jam atau hari), perjalanan singkat dan berfluktuasi, serta perbaikan cepat bila faktor kausatif diidentifikasi serta dieliminasi, namun tiap gambaran khas ini dapat bervariasi secara individual. Dokter harus dapat mengenali delirium untuk mengidentifikasi dan mengatasi kausa yang mendasari serta mencegah timbulnya komplikasi akibat delirium. Komplikasi tersebut meliputi cedera aksidental akibat kesadaran pasien yang berkabut atau hendaya koordinasi atau karena penggunaan alat pengekang yang tidak perlu. Kekacauan rutinitas di bangsal adalah masalah yang sangat menyusahkan pada unit nonpsikiatri, seperti unit perawatan intensif serta bangsal medis umum dan bedah. Epidemiologi

description

saraf, kejiwaan

Transcript of definisi delirium

Page 1: definisi delirium

DELIRIUM

Delirium adalah sindrom, bukan suatu penyakit, dan memiliki banyak kausa, yang semuanya mengakibatkan pola gejala yang serupa berkaitan dengan tingkat kesadaran dan gangguan kognitif pasien. Sebagian besar kausa delirium muncul dari luar sistem saraf pusat, contohnya pada gagal ginjal atau hati. Delirium tetap merupakan gangguan klinis yang kurang dikenali dan jarang didiagnosis. Sebagian dari masalahnya adalah bahwa sindrom ini memiliki nama lain yang bervariasi, contohnya keadaan kebingungan akut, sindrom otak akut, ensefalopati metabolik, psikosis toksik, dan gagal otak akut. Tujuan sistem klasifikasi yang baru adalah membantu mengonsolidasi berbagai istilah tersebut menjadi satu label diagnosis.

Dalam revisi DSM-IV-TR edisi ke-4, delirium “ditandai oleh gangguan kesadaran serta perubahan kognisi yang timbul dalam waktu singkat”. Gejala penanda delirium yang utama adalah hendaya kesadaran, biasanya terjadi pada hendaya fungsi kognitif secara menyeluruh. Abnormalitas mood, persepsi, dan perilaku merupakan gejala psikiatri yang lazim dijumpai; tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi, dan inkontinensia urin adalah gejala neurologis yang umumnya ditemui. Secara klasik, delirium memiliki awitan mendadak (dalam hitungan jam atau hari), perjalanan singkat dan berfluktuasi, serta perbaikan cepat bila faktor kausatif diidentifikasi serta dieliminasi, namun tiap gambaran khas ini dapat bervariasi secara individual.

Dokter harus dapat mengenali delirium untuk mengidentifikasi dan mengatasi kausa yang mendasari serta mencegah timbulnya komplikasi akibat delirium. Komplikasi tersebut meliputi cedera aksidental akibat kesadaran pasien yang berkabut atau hendaya koordinasi atau karena penggunaan alat pengekang yang tidak perlu. Kekacauan rutinitas di bangsal adalah masalah yang sangat menyusahkan pada unit nonpsikiatri, seperti unit perawatan intensif serta bangsal medis umum dan bedah.

Epidemiologi

Delirium merupakan gangguan yang lazim dijumpai. Menurut DSM-IV-TR, prevalensi delirium pada satu titik waktu pada populasi umum adalah 0,4 persen untuk orang berusia 18 tahun ke atas dan 1,1 persen pada usia 55 tahun ke atas. Sekitar 10 sampai 30 persen pasien yang sakit secara medis dan dirawat di rumah sakit mengalami delirium. Hampir 30 persen pasien di unit perawatan intensif bedah dan unit perawatan intensif jantung serta 40 sampai 50 persen pasien dalam penyembuhan dari bedah fraktur tulang panggul mengalami episode delirium. Kausa delirium pascaoperasi meliputi stres pembedahan, nyeri pascaoperasi, insomnia, pengobatan nyeri, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi, demam, dan kehilangan darah.

Usia lanjut adalah faktor risiko utama timbulnya delirium. Sekitar 30 sampai 40 persen pasien rawat inap yang berusia di atas 65 tahun mengalami satu episode delirium, dan 10 sampai 15 persen lansia lainnya mengalami delirium saat masuk rumah sakit. Enam puluh persen penghuni panti jompo yang berusia di atas 75 tahun mengalami episode delirium berulang. Faktor predisposisi lain timbulnya delirium adalah usia muda (yaitu anak), kerusakan otak yang telah ada sebelumnya (contohnya demensia, penyakit serebrovaskular, tumor), riwayat delirium, ketergantungan alkohol, diabetes, kanker, gangguan sensorik

Page 2: definisi delirium

(contohnya kebutaan), dan malnutrisi. Jenis kelamin pria merupakan faktor risiko independen untuk delirium menurut DSM-IV-TR.

Etiologi

Kausa utama delirium adalah penyakit susunan saraf pusat (seperti epilepsi), penyakit sistemik (seperti gagal jantung), serta baik intoksikasi maupun keadaan putus obat dari zat farmakologis atau toksik. Saat mengevaluasi pasien delirium, klinisi harus menganggap bahwa obat apapun yang dikonsumsi pasien dapat terkait secara kausatif dengan deliriumnya.

Diagnosis dan Gambaran Klinis

Sindrom delirium hampir selalu disebabkan oleh satu atau lebih penyakit sistemik atau serebral yang memengaruhi fungsi otak.

Gambaran klinis delirium meliputi terganggunya kesadaran, seperti penurunan tingkat kesadaran, terganggunya atensi, yang dapat mencakup berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan, atau mengalihkan atensi; hendaya dalam bidang fungsi kognitif lain, yang dapat bermanifestasi sebagai disorientasi (khususnya terhadap waktu dan tempat) dan penurunan memori; awitan yang relatif cepat (biasanya dalam hitungan jam atau hari); durasi singkat (biasanya selama beberapa hari atau minggu); dan seringkali fluktuasi keparahan serta manifestasi klinis lain yang nyata dan tak dapat diramalkan sepanjang hari, kadang memburuk di malam hari (senja), dengan kisaran dari periode yang jelas hingga hendaya kognitif serta disorganisasi yang cukup parah.

Gambaran klinis terkait sering muncul dan dapat menjadi prominen. Gambaran tersebut meliputi disorganisasi proses pikir (berkisar dari tangensialitas ringan hingga inkoherensi nyata), gangguan persepsi seperti ilusi dan halusinasi, hiperaktivitas dan hipoaktivitas psikomotor, gangguan siklus tidur-bangun (manifestasi yang sering berupa tidur yang terfragmentasi di malam hari, dengan atau tanpa rasa kantuk di siang hari), perubahan mood (dari iritabilitas halus sampai disforia, ansietas, atau bahkan eforia yang nyata), serta manifestasi lain dari fungsi neurologis yang terganggu (contoh: hiperaktivitas atau instabilitas otonom, hentakan mioklonik, dan disartria). Elektroensefalogram (EEG) biasanya menunjukkan perlambatan difus aktivitas latar, meski pasien dengan delirium akibat putus alkohol atau hipnotik-sedatif memiliki aktivitas voltase yang cepat.

Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium

Delirium biasanya didiagnosis di bangsal rawat dan ditandai oleh awitan gejala yang mendadak. Pemeriksaan status mental di bangsal rawat, contohnya Mini Mental State Examination (MMSE) dapat digunakan untuk mendokumentasikan hendaya kognitif serta untuk memberikan landasan untuk mengukur perjalanan klinis pasien. Pemeriksaan fisik sering mengungkapkan petunjuk penyebab delirium. Adanya penyakit fisik yang telah diketahui atau riwayat trauma kepala atau ketergantungan alkohol atau zat lain membantu menegakkan diagnosis.

Pemeriksaan laboratorium pasien delirium sebaiknya mencakup uji standar dan pemeriksaan tambahan sesuai indikasi situasi klinis. Pada delirium, EEG secara karakteristik menunjukkan perlambatan aktivitas secara umum dan dapat berguna untuk membedakan delirium dengan depresi atau psikosis. EEG pasien delirium kadang-kadang menunjukkan

Page 3: definisi delirium

area hiperaktivitas fokal. Pada kasus jarang, mungkin sulit membedakan delirium terkait epilepsi dengan delirium terkait penyebab lain.

Diagnosis Banding

Delirium Versus Demensia

Sejumlah gambaran klinis dapat membantu membedakan delirium dengan demensia. Bertentangan dengan awitan delirium yang mendadak, awitan demensia biasanya perlahan. Meski kedua kondisi tersebut mencakup hendaya kognitif, perubahan pada demensia lebih stabil dengan berjalannya waktu dan, contohnya, tidak berfluktuasi sepanjang hari. Seorang pasien demensia biasanya waspada; seorang pasien delirium mengalami episode penurunan kesadaran. Kadang-kadang, delirium dapat terjadi pada pasien demensia, suatu kondisi yang dikenal sebagai demensia berkabut. Diagnosis delirium dapat ditegakkan bila terdapat riwayat pasti demensia yang telah ada sebelumnya.

Delirium Versus Skizofrenia atau Depresi

Delirium juga harus dibedakan dengan skizofrenia dan gangguan depresif. Pasien dengan gangguan yang dibuat-buat dapat mencoba meniru gejala delirium namun biasanya akan menampakkan sifat gejala yang hanya buatan berupa inkonsistensi pemeriksaan status mental dan EEG dapat dengan mudah membedakan kedua diagnosis tersebut. Beberapa pasien gangguan psikotik, biasanya skizofrenia atau episode manik, mungkin mengalami periode perilaku sangat kacau yang sulit dibedakan dari delirium. Namun, umumnya halusinasi dan waham pada pasien skizofrenia lebih konstan dan lebih teratur dibanding pasien delirium. Pasien skizofrenia biasanya tidak mengalami perubahan tingkat kesadaran atau orientasi. Pasien delirium dengan gejala hipoaktif mungkin akan tampak serupa dengan pasien depresi berat namun dapat dibedakan berdasarkan EEG. Diagnosis psikiatri lain yang patut dipertimbangkan sebagai diagnosis banding delirium adalah gangguan psikotik singkat, gangguan skizofreniform, dan gangguan disosiatif.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Meski awitan delirium biasanya mendadak, gejala prodormal (seperti kegelisahan dan rasa takut) dapat terjadi berhari-hari sebelum awitan gejala yang utuh. Gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor kausatif yang relevan tetap ada meski delirium umumnya berlangsung kurang dari seminggu. Setelah identifikasi dilakukan dan faktor kausatif dihilangkan, gejala delirium biasanya akan surut dalam periode 3 sampai 7 hari meski beberapa gejala mungkin akan memakan waktu hingga 2 minggu sebelum benar-benar menghilang. Semakin tua pasien dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mereda. Mengingat kembali apa yang terjadi saat delirium, saat sudah reda, biasanya sulit; seorang pasien akan menyebut episode tersebut sebagai mimpi buruk atau mimpi buruk yang hanya dapat diingat secara samar-samar. Seperti yang dinyatakan dalam pembahasan epidemiologi, terjadinya delirium dikaitkan dengan tingkat kematian yang tinggi pada tahun berikutnya, terutama karena sifat serius kondisi medis terkait yang menyebabkan delirium.

Berkembangnya delirium menjadi demensia belum dapat dibuktikan pada studi yang sangat terkontrol meski banyak klinisi yang yakin bahwa mereka pernah menyaksikan progresi semacam itu. Namun, sebuah pengamatan klinis yang telah disahkan oleh beberapa

Page 4: definisi delirium

studi, menunjukkan bahwa periode delirium terkadang diikuti oleh depresi atau gangguan stres pascatrauma.

Pengobatan

Dalam mengobati delirium, tujuan utamanya adalah mengatasi penyebab yang mendasari. Bila kondisi yang mendasari adalah keracunan antikolinergik, dapat diindikasikan penggunaan fisostigmin salisilat (Antilirium) 1 sampai 2 mg secara intravena atau intramuskular, dengan dosis berulang dalam 15 sampai 30 menit. Tujuan pengobatan lain yang juga penting adalah memberikan dukungan fisik, sensorik dan lingkungan. Dukungan fisik dibutuhkan agar pasien delirium tidak terjebak dalam situasi yang menyebabkannya mengalami kecelakaan. Pasien delirium sebaiknya tidak mengalami deprivasi sensorik maupun dirangsang secara berlebihan oleh lingkungan. Mereka biasanya akan terbantu dengan adanya teman atau saudara di ruangan yang sama atau pengasuh yang biasa mengasuh. Lukisan dan dekorasi yang familiar, adanya jam dinding atau kalender, dan orientasi yang teratur terhadap orang, tempat, dan waktu dapat membantu membuat pasien delirium merasa nyaman. Delirium terkadang dapat terjadi pada pasien lansia yang mengenakan perban mata setelah operasi katarak (delirium perban-hitam). Pasien semacam ini dapat dibantu dengan membuat lubang seukuran jarum pada perban tersebut untuk memberikan sedikit stimulus atau sesekali melepas perban tersebut selama penyembuhan.

Farmakoterapi

Dua gejala utama delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat pilihan untuk psikosis adalah haloperidol (Haldol), yaitu obat antipsikotik golongan butirofenon. Bergantung pada usia, berat badan, dan kondisi fisik pasien, dosis awal dapat berkisar dari 2 sampai 10 mg yang diberikan secara intramuskular, diulang dalam 1 jam bila pasien masih teragitasi. Segera setelah pasien tenang, pengobatan oral dalam bentuk konsentrat cair atau tablet harus dimulai. Dua dosis oral perhari biasanya mencukupi, dengan dua pertiga dosis diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral sebaiknya sekitar 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral. Total dosis harian haloperidol yang efektif dapat berkisar dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium. Droperidol (Inapsine) adalah butirofenon yang tersedia sebagai alternatif bentuk intravena, meski diperlukan pemantauan elektroensefalogram ketat pada pengobatan jenis ini. Golongan fenotizin sebaiknya dihindari pada pasien delirium; obat tersebut dikaitkan dengan aktivitas antikolinergik yang signifikan.

Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepin yang memiliki waktu paruh pendek. Benzodiazepin dengan waktu paruh panjang dan barbiturat sebaiknya dihindari kecuali bila digunakan sebagai bagian pengobatan penyakit yang mendasari (contohnya keadaan putus alkohol). Terdapat laporan kasus perbaikan atau remisi keadaan delirium akibat penyakit medis yang menetap dengan terapi elektrokonvulsif (ECT). Meski terapi elektrokonvulsif jarang disarankan oleh konsultan yang ahli melakukan prosedur tersebut, pertimbangan untuk melakukan terapi elektrokonvulsif secara rutin untuk delirium tidak disarankan. Jika delirium disebabkan oleh nyeri hebat atau dipsnea, dokter sebaiknya tidak menunda pemberian opioid baik untuk efek analgesik maupun sedatifnya.