Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

40
REFERAT DELIRIUM Oleh: Aisya Fikritama Aditya G99141150 Pembimbing: Djoko Suwito, dr., SpKJ KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA 1

description

jkmnn

Transcript of Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

Page 1: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

REFERAT

DELIRIUM

Oleh:

Aisya Fikritama Aditya

G99141150

Pembimbing:

Djoko Suwito, dr., SpKJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

1

Page 2: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

2015

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Setiap gangguan kognitif dapat menyebabkan kebingungan, misalnya

berkurangnya kejelasan dan koherensi fikiran, persepsi, pengertian, atau tindakan.

Bingung merupakan gambaran pertama dari gangguan kognitif yang diperhatikan

oleh anggota keluarga atau pemeriksa. Keadaan bingung akut adalah sindroma

umum yang terdiri dari gangguan global dari fungsi kognitif yang disertai dengan

deficit perhatian dan kesadaran. Gangguan kognitif biasanya meliputi orientasi

berubah, persepsi abnormal, penalaran yang terganggu dan ingatan yang lemah.

Delirium adalah suatu keadaan mental yang abnormal yang dicirikan oleh

adanya disorientasi, ketakutan iritabilitas, salah persepsi terhadap stimulasi

sensorik dan sering kali disertai dengan halusinasi visual. Tingkah laku yang

demikian biasanya menempatkan penderita disuatu alam yang tak berhubungan

dengan lingkunganya, bahkan kadang pasien sulit mengenali dirinya sendiri.

Biasanya delirium menimbulkan delusi seperti alam mimpi yang kompleks,

sistematis serta berlanjut sehingga taka da kontak sama sekali dengan

lingkunganya serta secara psikologis tidak mungkin dicapai oleh pemeriksaanya.

Penderita umumnya menjadi talkative, bicaranya keras, offensive, curiga,

agitatif. Keadaan ini timbulnya cepat dan jarang berlangsung lebihh dari 4-7 hari

namun salah persepsi dan halusinasinya dapat berlangsung sampai berminggu-

minggu terutama pada penderita alkoholik atau penderita yang berkaitan dengan

penyakit vaskuler kolagen. Keadaan delirium biasanya tampil pada gangguan

toksik dan metabolic susunan saraf seperti keracunan atropine yang akut,

sindroma putus obat, gagal hati akut, ensefalitis, penyakit vaskuler kolagen.

2

Page 3: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

Dalam delirium seseorang individu mengalami kesulitan dalam

menggerakkan, memusatkan, mengalihkan dan mempertahankan perhatian.

Beberapa simtom yang penting untuk didiagnosis sebagai delirium yaitu

gangguan perseptual, pembicaraan tidak koheran, insomnia atau mengantuk pada

siang hari, aktivitas psikomotor meningkat atau menurun, dan disorientasi dan

gangguan ingatan ( Sarason & Sarason, 1993)

Delirium merupakan penyakit yang umum dan ditemukan pada lebih dari

10% pasien berusia 65 tahun yang dirujuk ke rumah sakit. Delirium dapat terjadi

sebagai akibat kondisi otak yang akut atau kronis. Ada empat penyebab delirium

yaitu penyakit otak, penyakit atau infeksi dari bagian tubuh lain yang

mempengaruhi otak, intoksikasi, putus dari zat yang menjadi ketergantungan

individu. Kejadian delirium sangat tinggi pada orang-orang yang sudah tua dan

tidak diketahui apa sebabnya mereka mengalami delirium yang sangat tinggi

selain hanya di ketahui bahwa frekuensi penyakit otak organic dan penyakit

sistemik meningkat pada usia tua.

Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya

terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan

mood, persepsi, dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum. Tremor,

nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urin merupakan gejala neurologis

yang umum. Biasanya, delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam

atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat jika

faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi, masing-masing dari ciri

karakteristikk tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Delirium

merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium diketahui mempunyai

banyak sebab, semuanya menyebabkan pola gejala yang sama yang berhubungan

dengan tingkat kesadaran pasien dan gangguan kognitif. Sebagian besar penyebab

delirium terletak di luar sistem saraf pusat- contoh, gagal ginjal atau hati.

Delirium tetap merupakan gangguan klinis yang kurang dikenali dan

kurang didiagnosis. Bagian dari masalah adalah bahwa sindrom disebut dengan

3

Page 4: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

berbagai nama lain- sebagai contoh, keadaan konfusional akut, sindrom otak akut,

ensefalopati metabolis, psikosis toksis, dan gagal otak akut.

Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk

mengidentifiaksi dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk

mencegah perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium.

Komplikasi tersebut adalah cedera kecelakaan karena kesadaran pasien yang

berkabut atau gangguan koordinasi atau penggunaan pengekangan yang tidak di

perlukan. Kekacauan rutin bangsal adalah merupakan masalah yang terutama

mengganggu pada unit nonpsikiatrik, seperti pada unit perawatan intensif dan

bangsal medis dan bedah umum.

4

Page 5: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi

Delirium adalah sindrom neuropsikiatrik yang sering dialami oleh pasien

rawat inap paliatif. Usia lanjut adalah factor risiko untuk perkembangan delirium.

Kira-kira 30 sampai 40 persen pasien rawat di rumah sakit yang berusia lebih dari

65 tahun mempunyai suatu episode delirium. Faktor predisposisi lainnya untuk

perkembangan delirium adalah cedera otak yang telah ada sebelumnya, riwayat

delirium, ketergantungan alkohol, diabetes, kanker, gangguan sensoris dan

malnutrisi. Adanya delirium merupakan tanda prognostik yang buruk.

2.2 Definisi

Delirium adalah gangguan kognitif dan kesadaran dengan onset akut. Kata

delirium berasal dari bahasa Latin “de lira” yang berarti “keluar dari parit” atau

keluar dari jalurnya. Dalam karyanya (2), Engel dan Romano menyebut delirium

sebagai “suatu sindrom insufisiensi serebral”. Keduanya menganggap delirium

bsebagai sindrom terkait dengan insufisiensi organ lain : Ginjal, jantung, hepar

dan paru-paru. Sebagai perbandingan, Lipowsky dalam “Delirium : Acute Brain

Failure In Man”, mengemukakan bahwa berkurangnya kewaspadaan terhadap

lingkungan dapat diasosiasikan dengan gangguan memori, disorientasi, gangguan

bahasa dan gangguan kognitif tipe lainnya. Beragam pasien mempunyai

pengalaman disorientasi yang berbeda seperti salah identifikasi, ilusi, halusinasi,

dan waham. Dengan onset yang mendadak dan durasi yang pendek, delirium

terjadi dari jam sampai hari dan berfluktiatif. Kebiasaan pasien menunjukkan

variasi dengan adanya agitasi yang menonjol pada beberapa individu,

dan hipoaktif pada pasien lainnya, dan pada individu yang sama pun akan

menunjukkan variasi berbeda dari waktu ke waktu. Delirium harus dibedakan

5

Page 6: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

dari demensia, kondisi kronis kemerosotan fungsi kognitif yang merupakan

faktor risiko terjadinya delirium. 

Diagnostic Statisitical Manual of Mental Disorders (DSM-IV)

mendefinisikan delirium sebagai gangguan kesadaran dan perubahan kognitif

yang terjai secara cepat dalam waktu yang singkat (APA, 1994). Gejala awal

delirium biasanya muncul tiba-tiba dan durasinya singkat (misal 1 minggu,

jarang lebih dari 1 bulan). Gangguan ini hilang sama sekali jika pasien pulih dari

determinan penyebab. Bila kondisi yang menyebabkan delirium menetap,

delirium berubah perlahan menjadi sindrom demensia atau berkembang menjadi

koma. Kemudian individu penderita mengalami pemulihan, menjadi vegetative

kronis, atau meninggal.

Klasifikasi Delirium berdasarkan DSM-IV :

1. Delirum akibat masalah medis umum

Masalah medis tertentu, seperti infeksi sistemik, gangguan metabolic,

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, penyakit hati atau ginjal, ensefalopati,

dan trauma kepala dapat menyebabkan gejala delirium.

2. Delirium akibat zat

Gejala delirium dapat disebabkan pajanan terhadap toksin atau ingesti obat,

seperti anti konvulsan, neuroleptik, ansiolitik, anti depresan, obat kardiovaskular,

anti neoplastik, dan hormone.

3. Delirium akibat intoksikasi zat

Gejala delirium dapat terjadi sebagai respons terhadap konsumsi

kanabis,kokain, halusinogen, alcohol, ansiolitik atau narkotik dalam dosis tinggi.

4. Delirium akibat putus zat

Pengurangan atau penghentian penggunaan zat jangka panjang dan dosis tiggi

zat tertentu, seperti alcohol, sedative, hipnotik, atau ansiolitik, dapat

menyebabkan delirium akibat putus zat.

5. Delirium akibat etiologi multiple

6

Page 7: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

Gejala delirium dapat berhubungan dengan lebih dari satu masalah medis

umum atau pengaruh kombinasi masalah medis umum dan penggunaan zat.

Selain klasifikasi di atas, delirium juga dapat dibagi menjadi sub tipe

hiperaktif dan hipoaktif, tergantung dari aktivitas psikomotornya. Keduanya dapat

terjadi bersamaan pada satu individu.

a. Delirium hiperaktif

Delirium hiperaktif merupakan delirium yang paling sering terjadi. Pada

pasien terjadi agitasi, psikosis, labilitas mood, penolakan untuk terapi medis, dan

tindakan dispruptif lainnya. Kadang diperlukan pengawas karena pasien mungkin

mencabut selang infus atau kathether, atau mencoba pergi dari tempat tidur.

Pasien delirium karena intoksikasi, obat antikolinergik, dan alkohol withdrawal

biasanya menunjukkan perilaku tersebut. Delirium hiperaktif juga didapatkan

pada pasien dengan gejala putus substansi antara lain; alkohol,amfetamin,lysergic

acid diethylamideatau LSD.

b. Delirium hipoaktif

Adalah bentuk delirium yang paling sering, tapi sedikit dikenali oleh para

klinisi. Pasien tampak bingung, lethargia, dan malas. Hal itu mungkin sulit

dibedakan dengan keadaan fatigue dan somnolen, bedanya pasien akan dengan

mudah dibangunkan dan dalam berada dalam tingkat kesadaran yang normal.

Rangsang yang kuat diperlukan untuk membangunkan , biasanya bangun tidak

komplet dan transient. Penyakit yang mendasari adalah metabolit dan

enchepalopati.

2.3 Etiologi

Factor predisposisi:

1. Demensia

2. Obat-obatan multiple

3. Umur lanjut

4. Kecelakaan otak seperti stroke, penyakit Parkinson

7

Page 8: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

5. Gangguan penglihatan dan pendengaran

6. Ketidakmampuan fungsional

7. Hidup dalam institusi

8. Ketergantungan alcohol

9. Isolasi social

10. Kondisi ko-morbid multiple

11. Depresi

12. Riwayat delirium post-operative sebelumnya

Factor presipitasi:

A. Medikasi

B. Penyakit:

1. Infeksi

2. Metabolik

3. Kelainan SSP

4. Perubahan lingkungan

5. Penurunan rangsang sensoris

6. Lainnya: bedah, syok, demam, hipotermia, anemia

Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Penyebabnya bisa berasal

dari penyakit susunan saraf pusat, penyakit sistemik, intoksikasi akut (reaksi

putus obat) dan zat toksik. Penyebab delirium terbanyak terletak diluar sistem

saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan hati. Secara lengkap dan lebih terperinci

penyebab delirium dapat dilihat pada tabel dibawah ini.   

Tabel 1. Penyebab Delirium

Tabel 2.1 Penyebab Delirium

A. Penyebab Intrakranial : 

8

Page 9: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

     Epilepsi dan keadaan paska kejang  

    Trauma otak (terutama gegar otak)  

    Infeksi

       - Meningitis  

       - Ensefalitis  

    Neoplasma  

     Gangguan vaskular 

B. Penyebab Ekstrakranial : 

     Obat-obatan (meggunakan atau putus obat) dan racun  

          - Obat antikolinergik  

          - Antikonvulsan  

          - Obat antihipertensi  

          - Obat antiparkinson  

          - Obat antipsikosis  

          - Glikosida jantung  

          - Simetidin 

          - Klonidin  

          - Disulfiram  

          - Insulin  

          - Opiat

          - Fensiklidin  

          - Fenitoin  

          - Ranitidin  

          - Salisilat  

          - Sedatif (termasuk alkohol) dan hipnotik  

          - Steroid

    Racun 

          - Karbon monoksida  

9

Page 10: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

          - Logam berat dan racun  industri lain  

    Disfungsi Endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)

          - Hipofisis

          - Pankreas  

          - Adrenal  

          - Paratiroid  

          - Tiroid  

    Penyakit organ non endokron  

       Hati  

           Ensefalopati hepatik  

       Ginjal dan saluran kemih  

           Ensefalopati uremikum  

       Paru

           Narkosis karbon dioksida  

           Hipoksia

       Sistem Kardiovaskular  

           Gagal jantung

           Aritmia

           Hipotensi  

    Penyakit Defisiensi  

        Tiamin, asam nikotinik, vit B12 atau asam folat  

    Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis

    Ketidakseimbangan elektrolit dengan penyebab apapun  

    Keadaan pascaoperatif

    Trauma (kepala atau seluruh tubuh)

10

Page 11: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

Gambar 2.1 Penyebab Delirium Intrakranial dan Ekstrakranial

2.4 Patofisiologi

Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya.

Delirium menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan structural dan

fisiologik. Neuropatologi dari delirium telah dipelajari pada pasien dengan

hepatic encephalopathy dan pada pasien dengan putus alcohol. Hipotesis

utama yaitu gangguan metabolisme oksidatif yang reversibel dan abnormalitas

dari multipel neurotransmiter.

Neurotransmiter utama yang berperan terhadap timbulnya delirium

adalah asetilkolin dan daerah neuroanatomis utama adalah formasio

retikularis.  Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa berbagai faktor yang

menginduksi delirium diatas menyebabkan penurunan aktivitas asetilkolin di

11

Page 12: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

otak. Mekanisme patofisiologi lain khususnya berkenaan dengan putus

zat/alkohol adalah hiperaktivitas lokus sereleus dan neuron non

adrenergiknya.  Neurotransmiter lain yang juga berperan adalah serotonin dan

glutamat.

a. Obat dan Delirium

Lansia lebih sensitif terhadap efek obat atau dosis rendah dan secara

khusus beresiko delirium pada saat lebih besardari obat yang digunakan.

Obat-obatan yang melewati sawar darah otak menyebabkan delirium.

Delirium karena toksisitas obat juga disebabkan oleh obat-obatan dengan

'indeks terapi sempit', meskipun beberapa obat seperti digoxin dilaporkan

menyebabkan delirium pada keadaan normal. Pasien dengan intoksikasi

alkohol dapat menyebabkan delirium selama perawatan meskipun

withdrawal alkohol dapat menyebabkan delirium 1-3 hari setelah dirawat,

seperti withdrawal ( reaksi putus obat) hipnotik dan sedatif.

Obat paling sering menyebabkan delirium adalah sedatif dan hipnotik,

antikolinergik dan narkotik. Penggunaan preparat ini sebaiknya berhati-hati

pada lansia, khususnya pada gangguan kognitif sebelumnya. Jika obat ini

harus dipakai sebaiknya dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan. Obat

hipoglikemi, khususnya kerja sedang dapat menyebabkan hipoglikemi yang

juga bermanifestasi konfusio.

(1) Asetilkolin

Data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu

dari neurotransmiter yang penting dari pathogenesis terjadinya delirium. Hal

yang mendukung teori ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui sebagai

penyebab keadaan bingung. pada pasien dengan transmisi kolinergik yang

terganggu juga muncul gejala ini. Pada pasien post operatif, delirium serum

antikolinergik juga meningkat.

(2) Dopamine

12

Page 13: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

Pada otak,hubungan muncul antara aktivitas kolinergik dan dopaminergik.

Pada delirium muncul aktivitas berlebih dari dopaminergik. Pengobatan

simptomatis muncul pada pemberian obat antipsikosis seperti haloperidol dan

obat penghambat dopamine.

b. Neurotransmitter lainnya

Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan

encephalopati hepatikum. GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada pasien

dengan hepatic encephalopati, peningkatan inhibitor GABA juga ditemukan.

Peningkatan level ammonia terjadi pada pasien hepatic encephalopati, yang

menyebabkan peningkatan pada asam amino glutamat dan glutamine (kedua

asam amino inimerupakan precursor GABA). Penurunan level GABA pada

susunan saraf pusat juga ditemukan pada pasien yang mengalami gejala putus

benzodiazepine dan alkohol.

c. Mekanisme peradangan/inflamasi

Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1 dan

interleukin-6,dapat menyebabkan delirium. Mengikuti setelah terjadinya

infeksi yang luas dan paparan toksik, bahan pirogen endogen seperti

interleukin-1 dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan iskemia, yang sering

dihubungkan dengan delirium, terdapat hubungan respon otak yang dimediasi

oleh interleukin-1 dan interleukin 6.

d. Mekanisme reaksi stress

Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya delirium.

e. Mekanisme struktural

Pada pembelajaran terhadap MRI terdapat data yang mendukung hipotesis

bahwa jalur anatomi tertentu memainkan peranan yang lebih penting daripada

anatomi yang lainnya. Formatio reticularis dan jalurnya memainkan peranan

penting dari bangkitan delirium. Jalur tegmentum dorsal diproyeksikan dari

formation retikularis mesensephalon ke tectum dan thalamus adalah struktur

yang terlibat pada delirium.

13

Page 14: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat menyebabkan delirium,

mekanismenya karena dapat menyebabkan agen neurotoksik dan sel-sel

peradangan (sitokin) untuk menembus otak.

2. 5 Diagnosis

Perbandingan kriteria diagnosis delirium DSM-5 dan DSM-IV

Kriteria Diagnostik untuk Delirium Putus Zat

a. Gangguan kesadaran (yaitu penurunan kejernihan kesadaran tehadap

lingkungan) dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan,

mempertahankan atau mengalihkan perhatian.

b. Perubahan kognisi (seperti defisit daya ingat, disorientasi, gangguan bahasa)

atau perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan

demensia yang telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan atau yang sedang

14

Page 15: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

timbul.

c. Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat dan cendrung

berfluktiasi selama perjalanan hari.

d. Terdapt bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan

laboratorium bahwa gejala dalam kriteria a dan b berkembang selama, atau

segera setelah suatu sindrom pututs.

Kriteria Diagnostik untuk Delirium yang Tidak Ditentukan

Kategori ini harus digunakan untuk mendiagnosis suatu delirium yang itdak

memenuhi kriteria salah satu tipe delirium yang dijelaskan dalam bagian ini.

a. Suatu gambaran klinis delirium yang dicuriagai karena kondisi karena kondisi

media umum atau pemakaian zat tetapi di mana tidak terdapat cukup bukti

untuk menegakkan suatu penyebab spesifik

b. Delirium karena penyebab yang tidak dituliskan dalam bagian ini missal

pemutusan sensorik

Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan adalah :

a. Anamnesa terutama riwayat medis menyeluruh, termasuk penggunaan obat-

obatan atau medikasi.

b. Pemeriksaan fisik lengkap terutama dilakukan secara rutin pada pasien yang

rawat inap.

c. Pemeriksaan neurologis, termasuk status mental, tes perasaan (sensasi),

berpikir (fungsi kognitif), dan fungsi motorik. Pemeriksaan status kognitif

mencakup :

1) Tingkat kesadaran

2) Kemampuan berbahasa

3) Memori

15

Page 16: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

4) Apraksia

5) Agnosia dan gangguan citra tubuh

d. Pemeriksaan penunjang berupa :

1) Uji darah

Tujuannya untuk memeriksa adanya gangguan organik, memeriksa

komplikasi fisik akibat gangguan psikiatri untuk menemukan gangguan

metabolik. Uji darah serologis, biokimia, endokrin dan hematologis yang

harus dilakukan termasuk :

Pemeriksaan darah lengkap

Urea dan elektrolit

Uji fungsi tiroid

Uji fungsi hati

Kadar vitamin B12 dan asam folat

Serologi sifilis

2) Uji urin

Skrining obat terlarang dalam urine perlu dilaksanakan untuk memeriksa

penyalahgunaan zat psikoaktif yang samar.

3) Elektroensefalogram (EEG)

4) X-ray dada

5) CT scan kepala

6) MRI scan Kepala

7) Analisis cairan serebrospinal (CSF)

8) Kadar obat, alkohol (toksikologi)

9) Uji genetik

Penggolongan kariotipe merupakan pemeriksaan penunjang klinik kedua yang

bisa memastikan adanya gangguan akibat kelainan kromosom. Uji ini

terutama berguna untuk menyelidiki orang dengan disabilitas belajar

(retardasi mental).

Pemeriksaan fisik dan Laboratorium

16

Page 17: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

Delirium biasanya didiagnosis pada sisi tempat tidur dan ditandai oleh onset

gejala yang tiba-tiba. Penggunaan status pemeriksaan mental bedside seperti-Mini

Mental State Examination (MMSE) pemeriksaan fisik sering kali mengungkapkan

petunjuk adanya penyebab delirium. Adanya penyakit fisik yang diketahui atau

riwayat trauma kepala atau ketergantungan alkohol atau zat lain meningkatkan

kemungkinan diagnosis.

Pemeriksaan laboratorium untuk seorang pasien dengan delirium harus

termasuk tes-tes standar dan pemeriksaan tambahan yang diindikasikan oleh situasi

klinis. EEG pada delirium secara karakteristik menunjukkan perlambatan umum pada

aktivitas dan dapat berguna dalam membedakan delirium dari depresi atau psikosis.

EEG dari seorang pasien yang delirium sering kali menunjukkan daerah fokal

hiperaktivitas. Pasa kasus yang jarang, mungkin sulit membedakan delirium yang

berhubungan dengan epilepsi dari delirium yang berhubungan dengan penyebab lain.

2. 6 Gambaran Klinis

Gambaran kunci dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, keadaan

delirium mungkin didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan,

mengantuk, insomnia, halusinasi transien, mimpi menakutkan di malam hari, dan

kegelisahan. Selain itu. Pasien yang pernah mengalami episode rekuren di bawah

kondisi yang sama.

1. Kesadaran (Arousal)

Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien

dengan delirium. Satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan

dengan peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai oleh penurunan kesiagaan.

Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan putus zat sering kali

mempunyai delirium yang hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda

otonomik, seperti kemerahan, kulit pucat, berkeringat, takikardia, pupil

berdilatasi, mual muntahdan hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif

kadang-kadang diklasifikasikan sebagai depresi, katatonik, atau mengalami

17

Page 18: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

demensia. Pasien dengan pola gejala campuran hipoaktivitas dan

hiperaktivitas juga ditemukan dalam klinis.

2. Orientasi

Terhadap waktu, tempat, dan orang harus diuji pada pasien dengan

delirium. Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus

delirium yang ringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk

mengenali orang lain mungkin juga terganggu pada kasus yang berat. Pasein

delirium jarang kehilangan orientasi terhadap dirinya sendiri.

3. Bahasa dan kognisi

Pasien dengan delirium sering kali mempunyai kelainan dalam bahasa.

Kelainan dapat berupa bicara yang ngelantur, tidak relevan, atau

membingungkan (inkoheren) dan gangguan untuk mengerti pembicaraan.

Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium

adah fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun,

mempertahankan, dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun

ingatan kenangan yang jauh mungkin dipertahankan. Pasien delirium juga

mempunyai gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin

mempunyai waham yang tidak sistematik, kadang paranoid.

4. Persepsi

Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan

umum untuk membedakan stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan

persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka, akibatnya pasien

sering kali tertarik oleh stimuli yang yang tidak relevan atau menjadi teragitasi

jika dihadapkan denga informasi baru. Halusinasi juga relative sering pada

pasein delirium. Halusinansi yang paling sering adalah visual dan auditoris,

walaupun halusinansi dapat juga taktil atau olfaktoris. Halusinasi visual dapat

terentang dari gambar geometric sederhana atau pola berwarna orang yang

berbentuk lengkap dengan pemandangan. Ilusi visual dan auditoris adalah

sering pada delirium.

18

Page 19: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

5. Mood

Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan

mood. Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut

yang tidak beralasan. Kelainan mood lain yang sering ditemukan pada pasien

delirium adalah apatis, depresi, dan euphoria. Beberapa pasien dengan cepat

berpindah di antara emosi tersebut dalam perjalanan sehari.

2. 7 Gejala Penyerta

Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah terganggu. Pasien

sering kali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan tertidur sekejap. Tetapi

tidur pada pasien delirium hampir selalu singkat dan terputus-putus. Sering kali

keseluruhan siklus tidur bangun pasien dengan delirium semata-mata terbalik. Pasien

sering kali mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur situasi klinis

yang dikenal luas sebagai sundowning. Kadang pasien dengan delirium mendapat

mimpi buruk yang terus berlangsung ke keadaan terjaga sebagai pengalaman

halusinasi.

Gejala neurologis. Pasien dengan delirium sering kali mempunyai gejala

neurologis yang menyertai, termasuk disfasia, tremor, asteriksis, inkoordinasi dan

inkontinensia urin. Tanda neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola gejala

pasien dengan delirium.

2. 8 Diagnosis Banding

1. Delirium vs demensia

Penting untuk membedakan delirium dari demensia, dan sejumlah gambaran

klinis membantu membedakannya. Berbeda dengan onset delirium yang tiba-tiba,

onset demensia biasanya perlahan-lahan. Walaupun kedua kondisi melibatkan

gangguan kognitif, perubahan dementia adalah lebih stabil dengan berjalannya waktu

dan tidak berfluktuasi selama perjalanan sehari. Sebagai contoh seorang pasien

dengan demensia biasanya siaga; seorang pasien dengan delirium mempunyai episode

19

Page 20: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

penurunan kesadaran. Kadang-kadang delirium terjadi pada pasien yang menderita

demensia, suatu keadaan yang dikenal sebagai pengaburan demensia (beclouded

dementia). Suatu diagnosis delirium dapat dibuat jika terdapat riwayat definitif

tentang demensia yang ada sebelumnya.

Tabel 2.2 Frekuensi Gambaran Klinis Delirium dibandingkan Demensia

Tabel 2.2 Perbedaan klinis delirium dan Demensia

Gambaran Delirium Demensia

Riwayat Penyakit akut Penyakit kronik

Awal Cepat Lambat laun

Sebab Terdapat penyakit lain (infeksi, dehidrasi, guna/putus obat

Biasanya penyakit otak kronik (spt Alzheimer, demensia vaskular)

Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun

Perjalanan sakit Naik turun Kronik progresif

Taraf kesadaran Naik turun Normal

Orientasi  Terganggu, periodic Intak pada awalnya

Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas

Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya

Bahasa Lamban, inkoheren, inadekuat Sulit menemukan istilah tepat

Daya ingat Jangka pendek terganggu nyata Jangka pendek & panjang terganggu

Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang kecuali sundowning

Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal

Tidur Terganggu siklusnya Sedikit terganggu siklus tidurnya

Atensi & kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu

Reversibilitas Sering reversible Umumnya tak reversibel

Penanganan Segera Perlu tapi tak segera

Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang bertumpang tindih dengan demensia adalah umum.

2. Delirium vs Psikosis atau Depresi

Delirium juga harus dibedakan dengan skizofrenia dan gangguan depresif. Pasien

dengan gangguan buatan mungkin berusaha untuk mensimulasi gejala delirium; tetapi

20

Page 21: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

mereka biasanya mengungkapkan sifat berpura-pura dari gejalanya dengan

inkonsistensi pada pemeriksaan status mentalnya, dan EEG dapat secara mudah

memisahkan kedua diagnosis. Beberapa pasien dengan gangguan psikotik, biasanya

skizofrenia, atau episode manik mungkin mempunyai episode perilaku yang sangat

terdisorganisasi yang mungkin sulit dibedakan dari delirium. Tetapi pada umumnya,

halusinasi dan waham pada skizofrenik biasanya tidak mengalami perubahan dalam

tingkat kesadaran atau orientasinya. Pasien dengan gejala hipoaktif dari delirium

mungkin tampak agak mirip dengan pasien yang depresi berat tapi dapat dibedakan

atas dasar EEG. Diagnosis psikiatrik lain yang dapat dipertimbangkan dalam

diagnosis banding delirium adalah gangguan psikotik singkat, gejala skizofreniform,

dan gangguan disosiatif.

2. 9 Perjalanan dan Prognosis

Walaupun onset delirium biasanya mendadak, gejala prodromal (sebagai

contoh, kegelisahan dan ketakutan) dapat terjadi pada hari sebelum onset gejala yang

jelas. Gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor penyebab yang relevan

ditemukan , walaupun delirium biasanya berlangsung kurang dari satu mingggu.

Setelah identifkasi dan menghilangkan faktor penyebab, gejala delirium biasanya

menghilang dalam periode tiga sampai tujuh hari, walaupun beberapa gejala mungkin

memerlukan waktu sampai dua minggu untuk menghilang secara lengkap. Semakin

lanjut usia pasien, dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama

waktu yang diperlukan bagi delirium untuk menghilang. Ingatan tentang apa yang di

alami selama delirium, jika delirium telah berlalu, biasanya hilang timbul, dan pasien

mungkin menganggapnya sebagai mimpi buruk atau pengalaman yang mengerikan

yang hanya di ingat samar-samar. Terjadinya delirium berhubungan dengan angka

mortalitas yang tinggi pada tahun selanjutnya, terutama disebabkan oleh sifat serius

dari kondisi medis penyerta yang menyebabkan delirium.

Apakah delirium berkembang menjadi demensia belum ditunjukkan dalam

penelitian terkontrol yang cermat. Tetapi, suatu observasi klinis yang telah disahkan

21

Page 22: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

oleh suatu penelitian, adalah bahwa periode delirium kadang-kadang diikuti oleh

depresi atau gangguan stress pasca traumatic.

2. 10 Pengobatan

Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan

delirium. Jika kondisinya dalah toksisitas antikolinergik, penggunaan physostigmine

salicylate (Antrilirium) 1- 2 mg intravena (IV) atau intramuscular (IM) dengan dosis

ulang dalam 15 sampai 30 menit, dapat diindikasikan. Tujuan pengobatan yang

penting lainnya dalah memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Bantuan

fisik adalah diperlukan sehingga pasien delirium tidak masuk ke dalam situasi dimana

mereka mungkin mengalami kecelakaan. Pasien dengan delirium tidak boleh dalam

lingkungan tanpa stimulasi sensorik atau dengan stimulasi yang berlebihan. Biasanya

pasien delirium dibantu dengan meminta teman atau sanak keluarga di dalam ruangan

atau oleh adanya penunggu yang teratur. Gambar dan dekorasi yang akrab, adanya

sebuah jam atau kalender, dan orientasi yang teratur terhadap orang, tempat, dan

waktu membantu pasien delirium menjadi nyata. Delirium kadang dapat terjadi pada

pasien lanjut usia dengan penutup mata setelah pembedahan katarak. (black-patch

delirium). Pasien tersebut dapat dibantu dengan menempatkan sebuah lubang kecil

pada penutup mata untuk membiarkan masuknya suatu stimuli atau dengan kadang-

kadang melepaskan satu penutup pada suatu waktu selama pemulihan.

2. 11 Pengobatan Farmakologis

Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan

farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih dari psikosis adalah

haloperidol (Haldol), suatu obat antipsikotik golongan butyrophenone. Tergantung

pada usia, berat badan, dan kondisi fisik pasien, dosis awal dapat terentang antara 2

sampai 10 mg IM, dapat diulang dalam satu jam jika pasien tetap teragitasi. Segera

setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat atau bentuk tablet dapat

dimulai. Dua dosis oral harian harus mencukupi, dengan dua pertiga dosis diberikan

22

Page 23: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-kira

1,5 kali lebih tinggi dari dosis parenteral. Dosis harian efektif total dari haloperidol

mugnkin terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium.

Droperidol (Inapsine) adalah suatu butyrophenone yang tersedia sebagai suatu

formula intravena alternatif, walaupun monitoring elektrokardiogram adalah sangat

penting dalam pengobatan ini. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien

delirium, karena obat tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna.

Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu

paruh pendek atau dengan hydroxyzine 25 sampai 100 mg. Golongan benzodiazepine

dengan waktu paruh panjang dan barbiturate harus dihindari kecuali obat tersebut

telah digunakan sebagai bagian dari pengobatan untuk gangguan dasar (sebagai

contohnya, putus alkohol).

2. 12 Penatalaksanaan Klinis

Pertama, kondisi medis diperbaiki seoptimal mungkin. Sampai kondisi baik,

pemantauan harus tetap dilakukan untuk mempertahankan kesehatan dan keselamatan

pasien, termasuk observasi rutin, perawatan konsisten, menenangkan dengan

penjelasan sederhana secara berulang. Mengurangi ketegangan jiwa diperlukan oleh

pasien dengan agitasi tinggi meskipun pengalaman menunjukkan bahwa pada

beberapa pasien cenderung mengalami peningkatan agitasi. Rangsangan eksternal

diperkecil. Karena bayangan atau kegelapan mungkin menakuti mereka. Pasien

delirium sangat sensitif terhadap efek samping obat, jadi pengobatan yang tidak perlu

harus dihentikan termasuk golongan hipnotik-sedatif (contoh benzodiazepin). Pasien

dengan agitasi tinggi ditenangkan dengan dosis rendah obat antipsikotik potensi

tinggi (contoh : haloperidol, thiothixene). Obat dengan efek antikolinergik seperti

klorpomazine, tioridazin di hindari karena dapat memperburuk atau memperpanjang

delirium. Kenyataannya, tingkat antikolinergik plasma yang memicu delirium

ditemukan pada pasien-pasien bedah. Bila sedasi diperlukan gunakan dosis rendah

benzodiazepin dengan kerja singkat seperti oxazepam, lorazepam.

23

Page 24: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

Rekomendasi untuk penatalaksanaan Delirium

Lingkungan rumah sakit yang tenang, penerangan yang baik adalah terapi

yang baik untuk pasien.

1. Pribadi yang konsisten menenangkan pasien delirium

2. Secara rutin pasien dilatih mengingat hari, tanggal, waktu dan situasi dalam

ruangan pasien

3. Pengobatan untuk penatalaksanaan tingkah laku harus di batasi

Hanya obat-obatan yang penting diberikan pada pasien, polifarmasi

harus dihindari

Hipnotik-sedatif dan ansiolitik harus dihindari

Tingkah laku yang sulit dikoreksi diberikan neuroleptik dosis rendah,

benzodiazepin dengan kerja singkat

2. 12 Prognosis

Onset delirium biasanya mendadak, gejala prodromal (kegelisahan dan

ketakutan) dapat terjadi pada hari sebelum onset gejala yang jelas. Gejala delirium

biasanya berlangsung selama faktor penyebab yang relevan ditemukan, walaupun

delirium biasanya berlangsung kurang dari 1 minggu setelah menghilangnya faktor

penyebab, gejala delirium menghilang dalam periode 3 - 7 hari, walaupun beberapa

gejala mungkin memerlukan waktu 2 minggu untuk menghilang secara lengkap.

Semakin lanjut usia pasien dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin

lama waktu yang diperlukan bagi delirium untuk menghilang. Beberapa pada lanjut

usia susah untuk diobati dan bisa melanjut jadi kronik. Morbiditas dan mortalitas

lebih tinggi pada pasien yang masuk sudah dengan delirium dibandingkan dengan

pasien yang menjadi delirium setelah di Rumah Sakit. Beberapa penyebab delirium

seperti hipoglikemia, intoxikasi, infeksi, faktor iatrogenik, toxisitas obat, gangguan

keseimbangan elektrolit biasanya cepat membaik dengan pengobatan.

24

Page 25: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

25

Page 26: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

BAB III

PENUTUP

3. 1 Simpulan

Delirium adalah gangguan kognitif dan kesadaran dengan onset akut. Dengan

onset yang mendadak dan durasi yang pendek, delirium terjadi dari jam sampai hari

dan berfluktiatif. Delirium dapat disebabkan oleh berbagai penyakit susunan saraf

pusat, penyakit sistemik, intoksikasi akut (reaksi putus obat) dan zat toksik.

Delirium hampir selalu merupakan kondisi sementara yang sembuh apabila

penyebab yang mendasarinya berhasil diatasi. Akan tetapi, pada beberapa kasus yang

penyebab deliriumnya, seperti cedera kepala atau ensefalitis, dapat menyebabkan

klien mengalami gangguan kognitif, perilaku, atau emosional, bahkan setelah

penyebab yang mendasarinya diatasi.

26

Page 27: Referat Dr. Djoko Jiwa Delirium

DAFTAR PUSTAKA

American Psychriatric Association. Highlight of Changes from DSM IV TR to DSM V. American Psychriatric Publishing.

Guze, Barry dkk. 1997. Buku Saku Psikiatri. Jakarta : EGC.

Kaplan. H. I, Sadock B.J. Comprehensive Textbook of Psychiatry. 8th Ed

Kurt J. Isselbacher, 1999. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Vol I. Edisi 13. Jakarta: EGC.

Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.

Satyanegara, et. al. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Edisi V. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Soejono CH. Sindrom delirium. Buku ajar ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran Indonesia. Jilid 3 edisi 5. 2009.

Yustinus Semiun, OFM, 2006. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Penerbit Kasinus.

27