Daftar - Ditjen Cipta Karyaciptakarya.pu.go.id/dok/bulletin/bulletinCK_nov09.pdf ·  ·...

32

Transcript of Daftar - Ditjen Cipta Karyaciptakarya.pu.go.id/dok/bulletin/bulletinCK_nov09.pdf ·  ·...

http://ciptakarya.pu.go.idDaftar Isi

Taman Kota TanggamusSimbol Penghijauan Propinsi

Lampung

Program Pemberdayaan Tulang Punggung Program 100 Hari Bidang Cipta Karya

Berita Utama

PKPD - PU Tahun 2009Lebih Ramping dan Berkualitas

Liputan Khusus Info Baru 1

Berita Utama4 Harapan Besar di Pundak Punggawa PAMSIMAS5 Optimisme Penyerapan Ditjen Cipta Karya TA 20096 PAMSIMAS Desa Randu Muktiwaren Kabupaten Pekalongan Wujud Komitmen Pemda dalam Program Pemberdayaan10 Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu II Januari 2010, 112 Twin Block Rusunawa Harus Sudah Dihuni

Liputan Khusus16 PKPD – PU 2009 Menuju Pemerataan Daerah Pemenang

Info Baru 220 Aset Ditjen Cipta Karya Bernilai Rp 11 Triliun

Inovasi 123 Regulasi Aspek Penting Peningkatan Pelayanan Air Minum

Inovasi 225 Bang Bua, dari Permukiman Preman Menjadi Permukiman Produktif

Resensi27 Pedoman Praktis Menghadapi Bencana

1812

2

Suara Anda

Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkaitbidang Cipta Karya ke email [email protected]

atau di saran dan pengaduan www.pu.go.id

Edito

rial

1

Saya dari Bappeda Depok. Saat ini penanganan masalah sanitasi khususnya air limbah di Depok masih sangat apa adanya. Kami sudah memiliki IPLT tapi hanya beroperasi seadanya. Belum ada perencanaan yang jelas bahkan kondisi sanitasi di masyarakatpun kami belum memiliki datanya.Mulai tahun depan kami ingin lebih serius memperhatikan masalah ini. Untuk itu di th 2010 akan dilakukan pemetaan profil sanitasi Kota Depok. Mohon Bpk/Ibu memberi gambaran data2 apa saja yang perlu kami kumpulkan agar kami mempunyai basis data yang kuat untuk merencanakan pembangunan di sektor sanitasi, serta metode pengumpulan data yg sebaiknya dilakukan.Saat ini kami sedang menyusun anggaran utk tahun depan. Jawaban Bpk/Ibu akan sangat bermanfaat bagi kami.

Herni - Bappeda Depok

Jawab:Perlu diketahui bahwa mulai tahun 2010 pemerintah pusat melalui TTPS (Tim Teknis Pembangunan Sanitasi) telah merilis program percepatan pembangunan sanitasi perkotaan (PPSP) yang merupakan strategi untuk meningkatkan keterlibatan para stakeholder khususnya pemerintah kabupaten/kota dalam penanganan masalah sanitasi di wilayah masing-masing.Beberapa hal yang perlu disiapkan oleh Pemerintah Kota Depok adalah pembentukan Pokja Sanitasi yang terdiri dari unsur multisektor dan merupakan wadah tempat para stakeholder menyusun visi, misi dan kerangka kerja strategis secara utuh/keseluruhan untuk sanitasi yang dituangkan dalam bentuk penyusunan SSK (Strategi Sanitasi Kota). Agar dapar direalisasikan maka SSK tersebut harus diintegrasikan kedalam RPIJM Kabupaten/Kota yang telah disusun.Sedangkan data-data yang diperlukan untuk pemetaan profil sanitasi, antara lain: (1) Data administrasi pemerintah (2) data geografis dan topografis (3) data kependudukan (4) data klimatologi (5) data geologi dan hidrologi (6) RUTRK (7) Kondisi eksisting prasarana dan sarana (baik individual maupun komunal) pengelolaan air limbah permukiman, pengelolaan persampahan dan pengelolaan sistem drainase perkotaan (8) data/peta terjadinya wabah penyakit akiabt air (water borne disease) (9) institusi pengelola yang ada termasuk kondisi SDM nya (10) peta tata guna lahan (11) data keuangan/pendapatan masyarakat (12) data kondisi sumber/badan air yang ada dan lain-lain data yang terkait dengan kegiatan pengelolaan air limbah, persampahan dan drainase.

Demikian kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Program 100 Hari Bidang Cipta Karya

Program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah didengungkan Oktober 2009 ini. Tak luput, Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum juga mendapat tugas program yang harus selesai dalam 100 hari.

Ditjen Cipta Karya Budi Yuwono menegaskan terdapat empat hal yang harus diselesaikan dalam waktu 100 hari. Keempat hal tersebut adalah pembangunan sarana air minum di 1.379 lokasi, peningkatan hunian rusunawa baik yang sudah maupun sedang dibangun hingga 80%, peningkatan layanan transportasi bagi masyarakat di daerah tertinggal dan penyedian sarana air minum untuk pelabuhan perikanan.

Dalam edisi kali ini redaksi mencoba mencoba untuk menengok lebih jauh program 100 hari yang dimiliki oleh Ditjen Cipta Karya, seberapa jauh program tersebut berjalan, bagaimana kesiapan daerah sampai dengan target-targetnya.

Selain program 100 hari, ada juga liputan mengenai penghargaan bergengsi PKPD-PU. Dalam edisi kali ini akan dikupas para nominasi yang akan mendapat penghargaan PKPD-PU. Seperti kita ketahui, penghargaan ini akan diberikan bertepatan dengan Hari Bakti Depertemen PU atau ulang tahun Dep PU yang jatuh pada awal Desember mendatang. Penghargaan yang diberikan kepada daerah terbaik dalam bidang ke PU an ini nampaknya bakal lebih ramping dalam hal kategori dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Aset Ditjen Cipta Karya yang bernilai lebih dari Rp 11 triliun juga akan kita kupas dalam edisi kali ini. Tanpa kita sadari ternyata banyak aset Ditjen Cipta Karya yang tersebar yang masih dalam sengketa dan jika dihitung-hitung aset tersebut mencapai Rp 11 triliun.

Penataan permukiman Bang Bua di Thailand dari permukiman preman menjadi permukiman produktif dapat menjadikan pembelajaran kita dalam menata suatu permukiman. Berbagai peraturan terkait bidang air minum kita coba dalami lebih jauh lagi.

Selain itu, pembangunan Taman Kota Tanggamus Propinsi Lampung yang menjadi simbol penghijauan Kota Lampung menarik untuk disimak. Tak luput, momen-momen penting selama bulan November akan kami sampaikan.

Selamat membaca dan berkarya !

Foto :Gotong Royong Masyarakat Sumedang Membangun Jalan Desa melalui Program Pembangunan Infra-struktur Perdesaan(PPIP)

Ber

ita U

tam

a

2

Program PAMSIMAS menjadi tulang punggung Ditjen Cipta Karya dalam program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Dari 1.379 lokasi sasaran program 100 hari bidang air

minum, 1.026 di antaranya akan dialirkan dari rahim PAMSIMAS.

Program Pemberdayaan Tulang Punggung Program 100 Hari

Bidang Cipta Karya

Menteri PU didampingi Sekjen PU, Dirjen Cipta Karya, Walikota Pekalongan saat meninjau pelaksanaan PAMSIMAS di Bandengan, Kota Pekalongan

Ber

ita U

tam

a

3

Program pemberdayaan sering dituding sebagai ‘biang’ penghambat laju pencapaian bidang cipta karya

di daerah. Bahkan hal itu diungkapkan tanpa tedeng aling-aling di hadapan Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, Budi Yuwono, pada suatu kesempatan di Batam, beberapa waktu lalu. Bahkan dia usulkan program Program Penanggulangan Kemisikanan di Perkotaan (P2KP), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) dan sejenisnya dihilangkan dari nomenklatur program keciptakaryaan.

Menyadari hal itu, Budi Yuwono dengan tenang menjawab bahwa program pemberdayaan adalah ciri khas yang membedakan Cipta Karya dengan yang lain. Bahkan keunikan ini menurutnya malah semakin didukung oleh kenaikan anggaran pada Tahun Anggaran 2008 lalu menjadi 20%, dan pada TA 2009 menjadi sekitar 35%, yaitu Rp 2,5 Triliun dari total anggaran Cipta Karya, dan diperkirakan TA 2010 akan menjadi 45%.

Program pemberdayaan memerlukan ketekunan sendiri karena terkait dengan edukasi kepada masyarakat. Dengan pemberdayaan, kita mengajari masyarakat untuk menentukan kebutuhannya sendiri, menyusun program sendiri, setelah itu masyarakat mampu melaksanakan dan mengelola infrastruktur yang dibangun oleh mereka sendiri. “Saya sedih jika ada orang cipta karya berkata seperti itu,” keluh Budi.

Selain PAMSIMAS, dalam program 100 hari kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II, Ditjen Cipta Karya bertugas untuk memberikan subsidi bantuan kepada para korban gemba bumi di Jawa Barat dan Sumatera Barat. Ditjen Cipta Karya juga berkoordinasi dengan Kementerian Negara Perumahan Rakyat untuk aspek penghunian Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) yang telah ada serta membantu Departemen Kelautan dan Perikanan untuk pengadaan fasilitas air minum pada beberapa pelabuhan perikanan.

Program 100 hari bidang air minum mentargetkan 1.379 lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Saat ini program tersebut sedang berlangsung dan diharapkan pada pertengahan Desember 2009 ini pekerjaan fisiknya sudah selesai. Jumlah lokasi tersebut terbagi untuk PAMSIMAS, Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Ibu Kota

Program 100 Hari Ditjen Cipta Karya Bidang Kesejahteraan Rakyat

Program 100 Hari Ditjen Cipta Karya Bidang Perekonomian

Ber

ita U

tam

a

4

Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya menargetkan pelaksanaan

PAMSIMAS pada 4.500 desa dalam kurun 2008-2010. Pada tahun pertamanya, program yang didanai oleh Bank Dunia tersebut telah berhasil dilakukan pada 990 desa. “Pada tahun ini, program tersebut dilanjutkan pada 1.650 desa,” ungkap Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Budi Yuwono beberapa waktu lalu di Jakarta.

Pada tahun terakhirnya, PAMSIMAS akan dilakukan pada 1.860 desa. Secara keseluruhan program selama tiga tahun tersebut dilakukan pada 110 kabupaten/kota di 15 provinsi. Budi Yuwono menjelaskan program tersebut dikerjakan dengan pembagian porsi pembiayaan 70 persen dari pemerintah pusat, 10 persen dari APBD dan sisanya berasal dari dana swadaya masyarakat desa bersangkutan.

“Dana kebutuhan pelaksanaan

PAMSIMAS di suatu lokasi berkisar Rp 250 juta, dimana Rp 192 juta diantaranya berasal dari pemerintah pusat, dan masyarakat biasanya iuaran dana sebesar 4 persen dari total kebutuhan (in cash) ditambah 16 persen berupa tenaga pengerjaan program dari masyarakat (in kind) ditambah 10 persen dari APBD,” tutur Dirjen Cipta Karya.

PAMSIMAS dilakukan dengan berbagai cara diantaranya pengeboran air tanah, penyaluran dari sumber mata air, pembuatan menara air, hingga menyambung perpipaan (sambungan rumah/SR).

Budi Yuwono melanjutkan, keberhasilan program tersebut dinilai melalui tiga

indikator yaitu, pertama, terwujudnya tata cara penyelenggaraan secara baik. Kedua, terselenggaranya pelaksanaan secara efisien dan efektif sesuai aturan yang berlaku. Dan terakhir, terwujudnya kualitas pelaksanaan fisik air minum dan sanitasi yang memenuhi standar teknis sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Program PAMSIMAS tahun ini termasuk program 100 hari yang setiap 25 hari di kontrol oleh tim Presiden. Untuk itu target harus tercapai sehingga bulan Januari 2010 nanti Program PAMSIMAS semuanya bisa berfungsi dengan baik. (bcr/rnd)

Harapan Besardi Pundak Punggawa PAMSIMAS

Kecamatan (IKK), dan penyediaan sistem penyediaan air minum di wilayah perbatasan dan kawasan tertinggal. Satu lagi program yang mendukung departemen/kementerian lain, yaitu memberi dukungan fasilitas air minum di pelabuhan perikanan pantai dan nusantara, dalam hal ini menyokong Departemen Kelautan dan Perikanan.

PAMSIMAS adalah program berbasis masyarakat (pemberdayaan), di mana bantuan bank dunia diteruskan kepada pemerintah daerah yang bersama masyarakat memberikan sharing dana dan pembentukan lembaga masyarakat. Lokasi PAMSIMAS yang masuk dalam target program 100 hari sebanyak 1.026 lokasi/desa yang tersebar di 110 kabupaten/kota di 15 propinsi.

SPAM IKK dibangun oleh pemerintah pusat dan daerah melalui penyiapan program dalam Rencana Program dan Investasi Jangka Menengah (RPJM) kabupaten/kota, serta dilakukan dengan pendekatan stimulan. Program ini ditargetkan bisa menyelesaikan kegiatan di 126 lokasi dalam 100 hari masa

Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Pada SPAM IKK, sumbangan APBN berupa penyediaan unit air baku dan unit produksi, sedangkan pemerintah daerah melanjutkannya dengan sistem distribusi dan lembaga pengelolanya.

Jika pada PAMSIMAS, SPAM IKK, maupun SPAM wilayah perbatasan harus bisa dinikmati manfaatnya oleh masyarakat selama masa 100 hari, lain halnya dengan dukungan SPAM di Pelabuhan Perikanan. Yang terakhir ini akan dimulai perbaikannya pada Januari 2010. Sesuai surat permohonan DKP kepada Menteri Pekerjaan Umum Cq. Direktur Jenderal Cipta Karya, beberapa pelabuhan perikanan pantai dan nusantara kondisi air bersihnya tidak memadai. Selanjutnya Ditjen Cipta Karya bergerak melakukan identifikasi, membuat detail rencana teknis, dan diharapkan mulai Januari 2010 sudah dimulai perbaikannya. Dari 53 pelabuhan yang diminta untuk dibantu, Departemen Pekerjaan Umum mengabulkan 13 lokasi.

Sampai saat ini pelaksanaan fisik SPAM

IKK sudah 100% selesai dan sudah siap dioperasikan. Namun tentu saja harus diikuti dengan komitmen Pemerintah Daerah untuk membuat unit pelayanan dan unit pengelolaan agar pada Januari 2010 nanti bisa dinikmati manfaatnya oleh masyarakat.

Mampukah program tersebut mampu dijawab bersama? Direktur Pengembangan Air Minum, Tamin MZ. Amin optimistis lantaran beberapa hal, pertama adalah arahan Menteri Pekerjaan Umum yang di setiap kesempatan menjelaskan bahwa APBN tidak boleh single investment. Selian itu, dalam Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan urusan penyediaan air minum dan sanitasi adalah kewajiban Pemerintah Daerah. Lambat laun dua hal tersebut semakin membukakan mata Pemda, salah satu buktinya mereka saat ini berlomba-lomba menyusun RPIJM serta mencantumkan program SPAM di daftar belanjanya dan berupaya mengikuti aturan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 mengenai Sistem Penyediaan Air Minum. (bcr)

Program PAMSIMAS tahun ini termasuk program 100 hari yang setiap 25 hari di kontrol oleh tim Presiden. Untuk itu target harus tercapai sehingga bulan Januari 2010 nanti Program PAMSIMAS

semuanya bisa berfungsi dengan baik.

Ber

ita U

tam

a

5

Optimisme Penyerapan Ditjen Cipta Karya TA 2009

Jika tahun lalu Ditjen Cipta Karya mencapai penyerapan 95%, maka diharapkan tahun ini lebih meningkat

sedikit menjadi 96%. Menurut Sekretaris Ditjen Cipta Karya

Antonius Budiono, harapan tersebut membutuhkan perjuangan yang berat dalam sisa waktu yang sangat sedikit tersebut. Hambatan lainnya adalah revisi Sisa Anggaran Lelang (SAL) yang sampai berita ini diturunkan masih dibahas di Departemen Keuangan. Artinya, dalam waktu sebulan (Desember 2009) harus ada pekerjaan-pekerjaan yang harus selesai dengan tambahan dana dari SAL tersebut. Namun Antonius Budiono tetap yakin bisa menyelesaikan pekerjaan dengan dana SAL tersebut karena sifat pekerjaannya yang prioritas.

Rapat teknis yang digelar di tiga kota, yaitu Batam, Semarang dan Makassar, bertujuan membagi semangat pantang menyerah dan membangun kerjasama dan konsolidasi pusat dan daerah. “Terus terang kami rasakan teman-teman Kepala Dinas belum mengendalikan sepenuhnya. Dengan tatap muka seperti ini (dalam rapat teknis) diharapkan teman-teman Kepala Dinas dapat mendorong Satker di daerah untuk meningkatkan proggressnya,” kata Budiono.

Pelaksanaan fisik di lapangan harus diimbangi oleh proses penyerapan keuangannya. Antonius mengakui masih banyak daerah yang fisiknya sudah 70 – 80% namun keuangan masih 40%. Dengan mengoptimalkan SAL, diharapkan progress keuangan bisa lebih tinggi lagi. Antonius mengakui selama ini SAL adalah penyebab progress tidak pernah mencapai 100%.

Optimisme lain diungkapkan Budiono dengan adanya Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu KIB II akan mendorong semangat untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan prioritas. Pada umumnya Program 100 Hari diisi oleh program-program pemberdayaan. Dalam program pemberdayaan, uang masuk lebih dulu diberikan sedangkan fisiknya belakangan. Berbeda dengan pekerjaan-pekerjaan yang dikontrakkan dibayar setelah fisik selesai. (bcr)

Jika ditilik dari proses, capaian progress cipta karya selalu lebih baik dibandingkan di bulan yang sama pada tahun lalu. Dengan digelarnya rapat teknis di tiga wilayah, Ditjen Cipta Karya bermaksud mendorong percepatan penyerapan sisa anggaran dalam waktu yang tinggal satu

bulan lagi ini.

Instalasi Pengolahan Air Minum Ibu Kota Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar berkapasitas 20 l/d

Optimisme diungkapkan Sekretaris Ditjen Cipta Karya Antonius Budiono dengan adanya Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu KIB II akan mendorong semangat untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan prioritas.

Ber

ita U

tam

a

6

PAMSIMAS Desa Randu Muktiwaren Kabupaten Pekalongan Wujud Komitmen Pemdadalam Program Pemberdayaan

Menara Air Minum Kapasitas 18 m3 dari Program PAMSIMAS Desa Randu Muktiwaren,

Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan.

Ber

ita U

tam

a

7

Siapa yang tidak gerah jika dianggap sebagai ‘biang’ penghambat laju pencapaian. Apalagi jika yang

dianggap seperti itu adalah program yang diusung bersama oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, bahkan dunia internasional melalui Bank Dunia.

Program pemberdayaan memerlukan ketekunan sendiri karena terkait dengan edukasi kepada masyarakat. Dengan pemberdayaan, kita mengajari masyarakat untuk menentukan kebutuhannya sendiri, menyusun program sendiri, setelah itu masyarakat mampu melaksanakan dan mengelola infrastruktur yang dibangun oleh mereka sendiri. “Saya sedih jika ada orang cipta karya berkata seperti itu,” keluh Budi.

Salah satu program pemberdayaan milik Ditjen Cipta Karya adalah Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) atau juga dikenal dengan WSLIC-3. Program ini merupakan salah satu program dan aksi nyata pemerintah (pusat dan daerah) dengan dukungan Bank Dunia untuk meningkatkan penyediaan air minum, sanitasi dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, terutama dalam menurunkan angka penyakit diare dan penyakit lain yang ditularkan melalui air dan lingkungan.

PAMSIMAS bergerak dalam ruang lingkup kegiatan yang meliputi; 1. Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan lokal, 2. Peningkatan kesehatan dan perilaku hidup bersih dan sehat serta pelayanan sanitasi. 3. Penyediaan prasarana air minum dan sanitasi umum 4. Insentif desa/kelurahan dan kabupaten/kota 5. Dukungan pelaksanaan dan manajemen proyek

Program ini dilaksanakan dengan pendekatan berbasis masyarakat melalui pelibatan seluruh masyarakat dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (demand responsive approach). Kedua pendekatan tersebut dilakukan melalui proses pemberdyaan masyarakat untuk menumbuhkan prakarsa, inisiatif, dan partisipasi aktif masyarakat dalam memutuskan, merencanakan, menyiapkan, melaksanakan, mengoperasikan dan memelihara sarana yang telah dibangun, serta melanjutkan kegiatan penignkatan derajat kesehatan di lingkungan masyarakat

dan sekolah.Usai mengunjungi pelaksanaan program

pemberdyaan di Kabupaten Pekalongan, tepatnya di Desa Randu Muktiwaren, Kecamatan Bojong, Budi Yuwono mengajak semuanya bercermin. “Mereka berusaha keras mewujudkan desa mereka sebagai tempat hunian yang baik dan layak. Tepat sekali jika mereka mengusung moto ‘Balik Desa, Bangun Desa’, kata Budi.

PAMSIMAS Desa Randu Muktiwaren Kabupaten Pekalongan dibagi dalam

19 wilayah kecamatan yang terdiri dari

283 desa/kelurahan dengan total luas keseluruhan 836,13 km2. Pada akhir 2006 jumlah penduduk mencapai 891.442 jiwa dengan kepadatan penduduk 1066 jiwa/km2. Pada tahun 2006 rata-rata hujan di wilayah Kabupaten Pekalongan 2.759 mm, lebih rendah dibandingkan tahun 2005 yang mengalami rata-rata curah hujan 2.817 mm, sedangkan rata-rata hujan tahun 2006 adalah 120 hari.

Desa Randu Muktiwaren Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan memiliki enam dusun. Potensi air yang bisa digunakan adalah air sumur dalam dengan kedalaman

Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono didampingi Bupati Pekalongan Siti Qomariyah memperhatikan air minum dari keran umum dari Program PAMSIMAS di Desa Randu Muktiwaren

8

Ber

ita U

tam

a

juta (16%). Beruntung masyarakat memiliki Bupati Pekalongan seorang perempuan yang peduli kesehatan masyarakatnya. Bupati Siti Qomariyah mengalokasikan dana pendampingan lebih besar (dua kali lipat) dari yang ditetapkan, yaitu sebesar Rp 58 juta (20%).

Ada beragam kebutuhan masyarakat di desa-desa di atas terhadap bantuan pemerintah melalui PAMSIMAS, ada yang membangun broncapturing, ada yang tapping PDAM, ada juga yang membuat sumur dalam. Khusus di Desa Randumuktiwaren, sebelumnya masyarakat menggunakan sumur dangkal dengan kualitas ari berwarna dan berbau.

Dengan jumlah penduduk sekitar 3.626 jiwa (995 KK) yang menempati wilayah seluas 380,4 ha, masyaarakat membutuhkan system penyediaan air minum yang lebih baik

sekitar 130 meter. Desa ini beriklim tropis dengan curah hujan sedang. Perkembangan penduduk Desa Randu Muktiwaren selama dua tahun terakhir yaitu 2006 dan 2007 mengalami perkembangan sebesar 0,9% dari total 3.620 jiwa (2006) menjadi 3.652 jiwa (2007), sedangkan jumlah kepala keluarga mengalami perkembangan sebesar 8% dari total KK tahun 2006 sebesar 921 KK menjadi 955 KK pada 2007.

“Program Pamsimas jangan dianggap hanya program air minum biasa. Tapi dibalik itu ada media pembelajaran dimana masyarakat harus dilibatkan dalam program tersebut. Program ini adalah dari, oleh dan untuk masyarakat. Pengalaman tahun pertama dan kedua Program Pamsimas harus dijadikan pembelajaran dan evaluasi supaya dalam tahun berikutnya lebih bermanfaat,” kata Budi Yuwono.

PAMSIMAS di Kabupaten Pekalongan dimulai pada tahun 2008 dengam menyasar Sembilan desa, yaitu Paninggaran, Sukoharjo, Kesesi, Randumuktiwaren, Rowolaku, Sastrodirjan, Sawangan, Pasanggarahan, dan Tegaldowo. Sedangkan pada tahun 2009 PAMSIMAS dilakukan pada 15 desa dengan rata-rata membangun broncapturing dan sumur dalam. Status saat ini sebanyak sepertiganya sudah berfungsi, dan sisanya sudah di atas 75%.

Biaya pembangunan untuk tiap desanya mencapai angka Rp. 275 juta. Biaya itu didapat dari hibah Bank Dunia yang diteruskan memlalui APBN sebesar 70%, sharing dana APBD atau yang sekarang dikenal dengan Dana Daerah untuk Program Bersama (DDUPB) sebesar 10%, dari masyarakat 20% yang diwujudkan berupa uang tunai Rp. 11 juta (4%) serta tenaga dan material Rp. 44

Masyarakat Desa Paninggaran, Kecamatan Paninggaran Kabupaten Pekalongan sedang mengantri air minum dari Program PAMSIMAS

lagi. Degnan PAMSIMAS, mereka membuat sumur dalam 90 meter dan menara air kapasitas 18 m3. Tidak cukup sampai di situ, mereka juga membangun jaringan pipa sepanjang 9.424 meter dan 10 unit keran umum.

Untuk menjamin keberlanjutan pembangunan dan pemanfaatan prasarana dan sarana yang dibangun, masyarakat kemudian membentuk Badan pengelola Sarana (BPS). Berkat ketekunan BPS dan kerjasama masyarakat, tak lama kemudian berhasil mengembangkan sebanyak 151 sambungan rumah (SR). Hingga 21 Nopember 2009 lalu, saldo kas BPS masih mencatatkan angka Rp 17 juta lebih. (bcr)

9

Ber

ita U

tam

a

“Program Pamsimas jangan dianggap hanya program air

minum biasa. Tapi dibalik itu ada media pembelajaran

dimana masyarakat harus dilibatkan dalam program

tersebut. Program ini adalah dari, untuk dan oleh

masyarakat. Pengalaman tahun pertama dan kedua Program Pamsimas harus

dijadikan pembelajaran dan evaluasi supaya dalam tahun berikutnya lebih bermanfaat,”

kata Budi Yuwono. Broncaptering yang dibangun oleh PAMSIMAS di Desa Kapundutan, Kabupaten Pekalongan

Masyarakat Kabupaten Pekalongan melakukan roadshow desa sasaran program Survei air baku di Kabupaten Jawa Tengah

Sosialisasi tingkat desa tentang program PAMSIMASBroncaptering yang dibangun oleh PAMSIMAS di Desa Kapundutan, Kabupaten Pekalongan

10

Ber

ita U

tam

a

Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu II Januari 2010, 112 Twin Block

Rusunawa Harus Sudah DihuniPada akhir Januari 2010, Departemen Pekerjaan Umum harus memenuhi target program 100 hari Kabinet

Indonesia Bersatu II. Sebanyak 80% jumlah unit dari Rusunawa yang sudah dibangun harus sudah dihuni, yakni sebanyak 112 twin block. Untuk memenuhi target tersebut, pemerintah bersama Pemerintah Daerah

akan merinci kekurangan tiap Rusunawa yang meliputi aspek listrik, air, maupun penghuninya.

Anak-anak sedang bermain bola di halaman Rusunawa Kaligawe, Kota Semarang.

11

Ber

ita U

tam

aDirektur Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Budi Yuwono saat mengunjungi kompleks

Rusunawa Muka Kuning dan Sekupang – Batam, pertengahan Nopember lalu. “Memang target yang berat, tapi itu sangat wajar karena dari sisi bangunan sudah ada, orang miskin juga banyak, tapi kenapa belum juga bisa dihuni, pasti ada sesuatu yang menghambat di sana,” ujarnya.

Sementara itu pada kesempatan lain, Direktur Pengembangan Permukiman Ditjen Cipta Karya Guratno Hartono menambahkan, yang paling mendasar adalah masalah listrik dan air. “Kita akan meneliti ada apa dengan listrik yang juga belum terpasang. Apakah karena Pemdanya yang belum menganggarkan atau memang tidak ada pasokan daya,“ kata Guratno.

Saat mengunjungi Rusunawa Kaligawe Semarang 24 Nopember 2009 lalu, Guratno mensinyalir belum adanya listrik pada dua twin block baru yang telah dibangun lebih dikarenakan Pemdanya yang tidak menganggarkan. “Karena itu kita harus duduk bersama Pemkot (Pemerintah Kota Semarang, red) untuk mengatasi ini bersama. Ditjen Cipta Karya bersama Pemda akan menyusun action plan dan ditandatangani bersama untuk mengatasi masalah yang

sudah lama terjadi ini,” imbuhnya. Di tempat yang sama, Guratno juga

menyoroti 1 twin block Rusunawa yang sudah dibangun sejak tahun 2003 lalu tapi belum juga dihuni meski sudah mendapat jaringan listrik. “Menurut sumber dari Pemda, belum dihuninya satu twin block Rusunawa

lama tersebut karen belum ada serah terima kunci. Masalah ini yang akan kita bahas dengan Pemda pada action plan dalam rangka pemenuhan target 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II,” katanya.

Komplek Rusunawa Kaligawa terdiri dari 7 twin block, 2 diantaranya sudah dihuni oleh masing-masing 30 kepala keluarga (KK) yang menempati 2 blok terbaru bercorak biru dan posisinya di sisi paling barat. Menurut Guratno, untuk semua twin block yang ada di Kaligawe ini akan dibuatkan action plan penghunian dan kelengkapan prasarana dasarnya, tapi ada prioritas mana saja yang memungkinkan memenuhi target akhir Januari 2010 dihuni. Sementara yang tidak diprioritaskan tetap harus diusahakan tindak lanjutnya ke depan untuk penghunian.

“Sebetulnya dari 7 TB yang ada di Kaligawe bisa menutup kekurangan dalam pemenuhan target program 100 hari, begitu juga dengan Rusunawa di tempat lain yang sudah bisa lebih siap,” pungkasnya.

Sementara Wito (45), salah satu penghuni blok baru mengatakan sudah dua bulan lalu tinggal di Rusunawa Kaligawe karena ingin mandiri dari rumah mertuanya di kawasan Jalan Thamrin Semarang. Ia bersama istri dan anak satu-satunya berumur 1,5 tahun merasa sudah terbiasa dengan tiadanya listrik. Ia tetap yakin tidak lama lagi pemerintah akan menyediakan listrik untuk penghuni Rusunawa Kaligawe. (bcr)

Dirjen Cipta Karya, Budi Yuwono membuka keran air minum di salah satu unit Rusunawa Sekupang II, Kota Batam.

Wito dan keluarga menghuni Rusunawa Kaligawe, Kota Semarang. Meskipun listrik belum ada tetapi dia tetap yakin dalam waktu dekat Pemerintah akan menyediakan.

Penilaian Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pekerjaan Umum (PKPD-PU) telah berlangsung sebanyak empat kali selama empat tahun terakhir, dan tahun ini adalah untuk yang kelima kali. Selama pelaksanaan tersebut, kita telah melakukan banyak perbaikan dalam pelaksanaan. Namun demikian masih perlu banyak penyempurnaan.

PKPD - PU Tahun 2009

Lebih Ramping dan BerkualitasOleh : Apriady Mangiwa *)

Lipu

tan

Khu

sus

12

Trophy Anugerah PKPD-PU

Sejumlah Pemerintah Daerah, Provinsi, Kabupaten dan Kota telah menerima penghargaan, sesuai dengan

upaya dan prestasi yang telah mereka capai, Bahkan beberapa diantaranya telah menerima penghargaan lebih dari sekali. Disamping itu,minat dan animo Pemerintah Daerah untuk ikut didalam kompetisi ini juga meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari banyaknya Pemerintah Daerah, Provinsi, Kabupaten dan Kota yang telah menyampaikan keinginan untuk ikut serta dengan menyampaikan data-data kinerja pembangunan Bidang PU di daerah mereka. Terdapatnya sejumlah daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota) yang telah menerima penghargaan lebih dari sekali, disatu sisi memberikan kebanggaan dan menjadi pendorong bagi Pemerintah Daerah tersebut untuk lebih meningkatkan kinerjanya. Namun disisi lain menimbulkan rasa pesimis dan apatis bagi beberapa Provinsi, Kabupaten dan Kota, khususnya dari wilayah Indonesia Bagian timur yang merasa tidak akan mampu bersaing dengan Provinsi, Kabupaten/Kota di wilayah Pulau Jawa. Berdasarkan masukan-masukan yang telah diterima oleh Tim pelaksana PKPD PU selama kurun waktu empat kali pelaksanaan, dirasakan bahwa jumlah penghargaan yang diberikan terlalu banyak. Hal ini dianggap dapat memberi persepsi yang tidak terlalu baik bagi penghargaan itu sendiri. Oleh karena itu untuk menjaga keseimbangan persepsi terhadap penghargaan tersebut maka jumlah penghargaan akan dikurangi. Selain itu, pendekatan dan mekanisme pelaksanaan penilaian juga diupayakan penyempurnaannya. Pada tahun 2008 pendekatan penilaian menggunakan ”Pendekatan Aktif” yaitu Panitia dan Tim Juri hanya menilai Pemerintah Daerah yang aktif mengajukan diri dengan menyampaikan kelengkapan data-data kinerja Bidang Pekerjaan Umum di daerahnya kepada panitia/Tim Penilai sesuai Format yang dibagikan oleh Tim Penilai PKPD-PU. Pendekatan aktif dipilih karena pada saat itu data-data kinerja Pemerintah Daerah belum lengkap dipunyai oleh masing-masing Satminkal dilingkungan Departemen Pekerjaan Umum. Disamping itu pembagian kategori dan sub-kategori masih didasarkan pada sektor dan tingkatan pemerintahan sehingga jumlah penghargaan pada peringkat satu sebanyak 25 Trofi dan hal ini dianggap terlalu banyak.

Mekanisme pelaksanaan PKPD-PU tahun 2009

Bidang, sub bidang diklasifikasikan sebagai berikut :

Pada Tahun 2009 dilakukan penyempurnaan menjadi :

13

Lipu

tan

Khu

sus

Lipu

tan

Khu

sus

14

2. Penghargaan Pengelolaan Sumber daya Air tingkat Kabupaten.

C Direktorat Jenderal Bina Marga, 3 Trofi yaitu : 1. Penghargaan Penyelenggaraan dan Jembatan tingkat Provinsi. 2. Penghargaan Penyelenggaraan Jalan dan Jembatan tingkat Kabupaten. 3. Penghargaan Penyelenggaraan Jalan dan Jembatan tingkat Kota.D. Direktorat Jenderal Cipta Karya, 3 Trofi yaitu : 1. Penghargaan Penyelenggaraan Permukiman Kota Metropolitan. 2. Penghargaan Penyelenggaraan Permukiman Kota Besar. 3. Penghargaan Penyelenggaraan Permukiman Kota Sedang/Kecil.

E. Badan Pembinaan Konstruksi dan SDM, 2 Trofi yaitu : 1. Penghargaan Pembinaan Jasa konstruksi tingkat Provinsi. 2. Penghargaan Pembinaan Jasa konstruksi tingkat Kabupaten/Kota.

Pada tahun 2009 pendekatan pelaksanaan mengalami penyempurnaan yaitu menggunakan kombinasi ”Pendekatan Pasif- Aktif” karena pada saat sekarang data-data tentang kinerja Pemerintah Daerah telah dianggap cukup dipunyai oleh masing-masing Satminkal di Departemen Pekerjaan Umum. Pendekatan Pasif Aktif ini maksudnya adalah menilai kinerja seluruh Pemerintah Daerah di Indonesia berdasarkan data-data yang ada di Departemen Pekerjaan Umum tanpa kecuali. Pemerintah Daerah yang dalam hal ini akan dinilai, dapat bersikap pasif. Namun demikian sekiranya ada Pemerintah Daerah yang sangat berminat mengikuti penilaian ini,maka mereka dapat aktif menyampaikan kelengkapan usulan penilaian berupa data-data dan informasi terakhir Prasarana Bidang Pekerjaan Umum di daerahnya.Perubahan lain yang cukup mendasar adalah Penetapan Bidang, sub bidang dan kategori. Untuk lebih memotivasi Pemerintah Daerah dalam mengikuti kegiatan ini, maka dalam pelaksanaan PKPD-PU tahun 2009, Pemerintah Daerah yang telah pernah mendapatkan trofi sebanyak 3 kali berturut-turut atau lebih tidak akan diikutsertakan lagi dalam penilaian. Namun demikian agar tidak terjadi kesalahpahaman maka Pemerintah Daerah tersebut akan mendapat pemberitahuan dan Apresiasi Khusus.

Adapun daerah yang pernah mendapatkan throphy sebanyak 3 kali berturut adalah : 1. Provinsi Jawa Timur untuk Sub Bidang SDA dan Bina Marga. 2. Provinsi Jawa Barat untuk Sub Bidang BPKSDM. 3. Kota Surabaya untuk Sub Bidang BPKSDM dan Cipta Karya. 4. Kota Padang untuk Bidang Penataan Ruang. 5. KotaMedan untuk Sub Bidang Cipta Karya Kategori Kota Metropolitan. 6. Kota Buleleng untuk Sub Bidang Cipta Karya kategori kota sedang/kecil.

Dalam hal jumlah penghargaan yang akan diberikan maka, pada tahun 2009, jumlahnya akan direduksi menjadi hanya 12 Trofi, masing-masing:A. Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2 Trofi yaitu : 1. Penghargaan Penyelenggaraan Penataan Ruang tingkat Kabupaten. 2. Penghargaan Penyelenggaraan Penataan Ruang tingkat Kota

B Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, 2 Trofi yaitu : 1. Penghargaan Pengelolaan Sumber daya Air tingkat Provinsi.

Lipu

tan

Khu

sus

15

sidang pleno dan penetapan usulan calon pemenang. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada minggu kedua bulan November. • Penetapan Pemenang oleh Bapak Menteri PU pada minggu ke tiga bulan November 2009. • Penayangan secara audio visual melalui media massa televisi, minggu kedua bulan November 2009. • Penyerahan Penghargaan pada perayaan hari bakti PU pada tanggal 3 Desember 2009.*) Ketua Tim Panitia PKPD PU Bidang Cipta Karya

Sampai dengan awal November tahun 2009, Tim Penilai PKPD-PU 2009 bersama-sama dengan Satminkal terkait telah menyelesaikan : penyusunan Buku Panduan PKPD-PU 2009, Daftar Panjang ( Long List) Pemerintah daerah yang dinominasikan mengikuti tahap penilaian, konfirmasi dan pemutahiran data di daerah. Penyusunan short list, evaluasi lapangan oleh tim Juri bagi daerah yang dinominasikan dan saat ini sedang diproses evaluasi calon pemenang. Beberapa kesulitan yang dihadapi dalam proses pelaksanaan penilaian adalah data-data yang diperlukan untuk proses penyaringan awal dari daerah yang akan

dinilai , baik propinsi maupun Kabupaten atau kota seluruh Indonesia tidak semuanya tersedia, sehingga menyulitkan proses penyaringan awal. Selain itu penggabungan penilaian antara beberapa sektor di suatu Satminkal, memerlukan pendekatan dan metotologi penilaian baru dan kesepakatan internal sehingga prosesnya lebih membutuhkan waktu.

Kegiatan-kegiatan yang masih akan dilaksanakan sampai bulan Desember 2009 adalah : • Mengajukan usulan calon pemenang kepada tim pengarah, melaksanakan

Pada tahun 2009 pendekatan pelaksanaan mengalami penyempurnaan yaitu menggunakan kombinasi ”Pendekatan Pasif-Aktif” karena pada saat sekarang data-data tentang kinerja

Pemerintah Daerah telah dianggap cukup dipunyai oleh masing-masing Satminkal di Departemen Pekerjaan Umum.

Para pemenang PKPD-PU Tahun 2007 bidang Cipta Karya

Menurut Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum bidang Sosial Budaya dan Peran Serta Masyarakat, Ismanto,

penilaian di masing-masing bidang tersebut dilakukan dengan memberikan pembobotan dan penilaian berdasarkan pengelompokkan aspek non fisik yang meliputi peraturan kelembagaan dan peran serta masyarakat, serta aspek fisik berupa kondisi fisik prasarana, pemanfaatan prasarana, serta kondisi operasi dan pemeliharaan prasarana.

Lebih lanjut dikatakan Ismanto bahwa penyelenggaraan PKPD PU 2009 menggunakan pendekatan kombinasi “Pasif Aktif” dengan menitikberatkan pada pendekatan pasif. Dengan begitu, pengusulan akan dilakukan oleh masing-masing Satminkal terkait dengan data-data yang telah dimiliki dari PKPD PU sebelumnya. Namun, apabila Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten atau Kota berminat mengikuti penilaian ini maka mereka dapat menyampaikan kelengkapan usulan penilaian berupa data-data dan informasi terakhir prasarana bidang PU di daerahnya.

PKPD – PU 2009 Menuju Pemerataan Daerah Pemenang

Berbeda dengan tahun sebelumnya yang mencapai 22 tropi, tahun ini Departemen Pekerjaan Umum memberikan 12 tropi untuk empat sub bidang Penyelenggaraan Penataan Ruang Berkelanjutan, Pengelolaan Sumber Daya Air, Penyelenggaraan Jalan dan Jembatan, Penyelenggaraan Permukiman, dan Pembinaan Jasa Konstruksi. Tahun ini dilakukan penyederhanaan struktur pemberian penghargaan, khususnya di bidang Cipta Karya, dengan maksud agar penghargaan yang diperoleh sungguh-sungguh mencerminkan adanya keseimbangan antara sumber daya dan pencapaian kinerja yang sebenarnya.

Kota Palembang tampak atas

Lipu

tan

Khu

sus

16

Penilaian Kinerja Pemerintah Daerah bidang Pekerjaan Umum (PKPD-PU) sub bidang Cipta Karya mengalami penyederhanaan dari banyak sub bidang menjadi satu. Jika semula ada bidang air minum, penyehatan lingkungan permukiman (persampahan, air limbah, dan drainase), penanganan kumuh perkotaan, pengembangan kawasan perdesaan, dan pembinaan bangunan gedung. Namun pada PKPD-PU tahun 2009 hanya ada kategori Penyelenggaraan Permukiman dengan kategori hampir sama, yaitu untuk kota metro, kota besar, dan kota sedang/kecil.

Unsur pemberdayaan masyarakat juga menjadi aspek penilaian Tim Juri, bagaimana Pemerintah Daerah melibatkan dan mendorong masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan bidang pekerjaan umum. Bagaimanapun saat ini belum ada penghargaan khusus kepada masyarakatnya, namun itu diwakili oleh Pemda yang mampu mengerahkan masayarakatnya.

Perbedaan lain dari penyelenggaraan

PKPD-PU 2009 adalah upaya menuju pendekatan able to able, yaitu regionalisasi penilaian dengan mengelompokkan daerah-daerah di wilayah dengan kategori-kategori tertentu. Selama empat tahun penyelenggaraan sebelumnya, banyak daerah yang ‘protes’ karena merasa dinilai bersama kompetitor yang diketahui awam kurang beruntung, contohnya kota-kota di daerah Papua akan terus-terusan kalah jika disandingkan dengan kot-kota di Jawa maupun Sumatera. Ismanto juga meninyalir sistem penilaian pemenang pada PKPD-PU sebelumnya masih di lingkup ‘potret’, artinya baru menilai keadaan saat itu saja. Ismanto menilai aspek usaha perbaikan tiap tahun oleh kota-kota belum masuk bobot penilaian. Empat kali penghargaan PKPD-PU juga belum diikuti oleh insentif apa setelah diserahkannya anugerah PKPD-PU. Fakta lain menjelaskan, sebelumnya penyelenggaraan PKPD-PU hanya menilai daerah yang mengusulkan (aktif), sedangkan daerah yang tidak mengusulkan

PKPD – PU 2009 Menuju Pemerataan Daerah Pemenang

lantaran tidak siap maupun tidak percaya diri belum dijemput oleh Tim Penilai meskipun sebenarnya daerah bersangkutan mampu bersaing.

Beberapa hal itu yang oleh Ismanto akan menjadi perbaikan ke depan, diawali jemput bola melalui penerapan kombinasi pasif – aktif. Dari empat kali penyelenggaraan, Ismanto sedikit mengevaluasi bahwa ada beberapa daerah yang sudah tiga kali meraih penghargaan akan cenderung mempertahankan prestasinya seperti Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kota Surabaya, Kota Medan, Kota Buleleng, dan Kota Padang. Begitu juga dengan yang belum menyecap penghargaan, menurut Ismanto, mereka akan berlomba-lomba mengejar ketertinggalannya.

“Permasalahan ketertinggalan pembangunan bidang pekerjaan umum di daerah dari dulu penyebabnya sekitar keterbatasan anggaran, prioritas program, dan komitmen Pemerintah Daerah sebagai pangkalnya,” kata Ismanto. (bcr)

Unsur pemberdayaan masyarakat juga menjadi aspek penilaian Tim Juri, bagaimana Pemerintah Daerah melibatkan dan mendorong masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan bidang pekerjaan umum. Bagaimanapun saat ini belum ada penghargaan khusus kepada masyarakatnya, namun itu diwakili oleh Pemda yang mampu mengerahkan masyarakatnya.

Ismanto, Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum Bidang Sosial Budaya dan Peran Serta Masyarakat

17

Lipu

tan

Khu

sus

Info

Bar

u 1

18

Taman Kota TanggamusSimbol Penghijauan Propinsi Lampung

Oleh :Abdul Latif *)

Program ini merupakan keterpaduan Program Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum

Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mengamanatkan dalam DIPA Satuan Kerja

Penataan Bangunan dan Lingkungan Lampung Tahun Anggaran 2009 untuk membangun Ruang Terbuka Hijau di lokasi Kabupaten Tanggamus. ” Bak gayung bersambut ” Pemerintah Kabupaten Tanggamus dengan senang

hati menerima keberadaan pembangunan ruang terbuka hijau tersebut, dengan mempersiapkan lahan dan membongkar bangunan lama yang tidak dimanfaatkan untuk dijadikan pembangunan Ruang Terbuka Hijau. Pemerintah Kabupaten Tanggamus

Departemen Pekerjaan Umum dan Dinas PU Propinsi Lampung serta Pemerintah Kabupaten Tanggamus Bersinergi dalam suatu Ruang dalam membangun ” Ruang Terbuka Hijau ”.

Info

Bar

u 1

19

ikut serta dalam pembiayaannya dengan mewujudkan pembangunan talud dengan ornamennya serta pembuatan saluran. Sebagaimana kita ketahui bersama dalam Konfrensi KTT Bumi di Rio De Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002) disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30 % dari luas total kota, hal ini juga diamanatkan oleh UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 29 bahwa ruang terbuka hijau terdiri ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat, proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota sekurang – kurangnnya 30 % dari luas wilayah kota. Namun tampaknya bagi kota-kota di Indonesia pada umumnya hal ini sulit terealisir akibat terus adanya pertumbuhan dan kebutuhan sarana dan prasarana kota,

Gubernur Lampung (kiri) didampingi Bupati Tanggamus (kanan) saat peresmian Taman Kota

seperti pembangunan bangunan gedung, pengembangan dan penambahan jalur jalan yang terus meningkat serta peningkatan jumlah penduduk. Secara umum ruang terbuka publik di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau, ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi guna mendukung fungsi ekologis, sosial budaya dan arsitektural yang dapat memberi manfaat ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakatnya, seperti antara lain :1. Fungsi ekologis, RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara dan pengatur iklim mikro.2. Fungsi sosial budaya, keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi dan sebagai tetenger (landmark) kota.3. Fungsi arsitektural, RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota dan jalur hijau jalan kota.4. Fungsi ekonomi, RTH sebagai pengem- bangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan. Menanggapi permasalahan tersebut, maka diperlukan adanya suatu perencanaan, penyediaan dan pengelolaan RTH di perkotaan yang diharapkan nantinya dapat terwujud ruang kota yang nyaman, produktif dan berkelanjutan, maka sudah saatnya kita memberikan perhatian yang cukup terhadap keberadaan ruang terbuka hijau. Dalam

pengertian RTH, dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, dan RTH non alami atau hasil perencanaan.RTH berfungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir dan mengurangi polusi udara. Ruang Terbuka Hijau (Taman Kota) terletak ditengah ibukota Kabupaten Tanggamus.Luas Taman Kota 9.000 m2, menghabiskan dana sebesar Rp. 594.221.000, sumber dana APBN dan Rp. 453.782.000 sumber dana APBD Kabupaten. Pada hari Senin tanggal 16 November 2009 Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P didampingi oleh Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan dihadiri Wakil Bupati, Ketua DPRD, Dandim 0424, Wakapolres serta jajaran Muspida setempat, juga tidak ketinggalan masyarakat melimpah di lokasi tersebut untuk menyaksikan peresmikan Taman Kota yang menjadi ikon baru ibukota Tanggamus. Bupati mengatakan, ” dengan diresmikannya Taman Kota, maka lokasi tersebut dapat digunakan sebagai ajang promosi sanggar – sanggar kesenian dan berbagai aktivitas positif lainnya, kami mengajak seluruh masyarakat agar secara bersama – sama menjaga dan memelihara Taman Kota agar tetap rapih dan asri”.Dengan semangat kebersamaan, kita senantiasa bisa untuk bangkit menuju masyarakat yang lebih maju dan sejahtera.

*) Staf Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Lampung

Info

Bar

u 2

20

Aset Ditjen Cipta Karya

Bernilai Rp 11 TriliunOleh: Ary Prasetyo, SH *)

Sejalan dengan kebijakan nasional yaitu adanya otonomi daerah serta bergulirnya perubahan struktur

kabinet yang memunculkan penghapusan suatu kementerian di satu sisi dan pendirian kementerian pada sisi yang lain membawa implikasi adanya mutasi barang milik negara. Beberapa hal yang menyebabkan BMN kurang terkelola dengan baik antara lain: Pertama, perubahan beberapa peraturan perundang-undangan di bidang BMN, antara lain Undang-Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah, Permen Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan BMN, dan PMK nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan BMN. Ciri menonjol dari produk-produk hukum tersebut adalah meletakkan landasan hukum dalam bidang administrasi keuangan negara dan melakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan administratif dan pemegang kewenangan perbendaharaan. Kedua, jumlah satker Departemen PU tahun 2007 adalah sebanyak 809 dan tersebar di 33 propinsi memerlukan tingkat intensitas koordinasi dan komunikasi yang tinggi agar pemrosesan BMN dapat diterbitkan tepat waktu dan tepat kualitas. Ketiga, pos mata anggaran pada masing-masing satker memiliki variasi yang heterogen dimana pada sebagian satker terdapat belanja modal dan pada sebagian lagi tidak terdapat belanja modal. Belum terdifferensiasinya pengetahuan dan

Eksistensi Departemen Pekerjaan Umum yang telah melaksanakan pembangunan infrastruktur selama lebih dari 60 tahun membawa implikasi kompleksnya pengelolaan aset atau Barang Milik Negara (BMN), apalagi jika dikaitkan dengan berbagai perubahan unit intern.

penguasaan para petugas BMN di satker-satker terhadap aplikasi Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN). Keempat, panjangnya rentang penyampaian Laporan BMN, sehingga ketidaksesuaian laporan BMN di tingkat satker akan berdampak pada ketidaksesuaian laporan BMN di tingkat Departemen Ditambah lagi dengan frekuensi

pergantian petugas atau operator BMN di tingkat satker yang relatif tinggi sehingga berdampak terhadap kualitas pelaporan. Dalam bidang Cipta Karya, berdasarkan Pasal 1 angka 1 PP No.38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah jo. Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Salah satu Aset Ditjen Cipta Karya di Kedoya, Jakarta Barat

21

Info

Bar

u 2

Salah satu Aset Ditjen Cipta Karya di Tanjung Morawa, Sumatera Utara

2004 Tentang Perbendaharaan Negara yang dimaksud Barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Direktorat Jenderal Cipta Karya sebagai pengguna barang milik negara bertanggung jawab untuk mengamankan dan memelihara barang milik negara yang berada dalam penguasaannya. Banyak sekali barang milik negara yang dimiliki Direktorat Jenderal Cipta Karya khususnya aset yang berupa tanah dan bangunan yang belum tuntas permasalahannya atau bahkan banyak yang belum mengetahui di mana saja aset Direktorat Jenderal Cipta Karya. Berdasarkan data dari Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara (PBMN) Departemen Pekerjaan Umum tahun 2009 ada sekitar Rp 134,57 triliun aset Departemen Pekerjaan Umum yang belum diamankan sedangkan Direktorat Jenderal Cipta Karya sebesar Rp 11 triliun atau sekitar 18% dalam bentuk tanah dan bangunan yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia.

Beberapa aset dan tanah dan bangunan yang tersebar di Indonesia milik Ditjen Cipta Karya antara lain :1. Tanah dan Bangunan di Jalan Hegarmanah Wetan No.19 / 39,

Bandung. Aset negara dengan luas tanah : 776 m2 dan luas bangunan : 213,50 m2 terletak di kawasan Bandung Utara dulunya merupakan Mess Direktorat Jenderal Cipta Karya, hingga dikeluarkan Permen PU No.16/PRT/1966 tentang Pembentukan Proyek Pembangunan Gedung MPD (Majelis Permusyawaratan Daerah). Namun saat ini bangunan tersebut beralih fungsi menjadi rumah tinggal sekaligus tempat boutique yang diakui milik perseorangan. Padahal Departemen Pekerjaan Umum mempunyai Bukti Kepemilikan Akte Jual Beli Nomor 39 Tahun 1966. Upaya penanganan dan pengamanan yang telah dilakukan Direktorat Jenderal Cipta Karya adalah dengan melakukan peninjauan kembali keadaan fisik tanah dan bangunan. Sampai saat ini kondisi bangunan belum mengalami perubahan dan secara fisik sudah memiliki batas-batas yang jelas.

2. Tanah di Blok Tikusan, Kedoya, KebonJeruk,JakartaBarat. Luas tanahnya adalah 3,9 Ha atau 39.000 m2 terletak di Kelurahan Kedoya Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Saat ini tanah tersebut dikuasai oleh PT. Sabar Ganda dengan dipasangi pagar dan plang nama. Tanah ini dulunya diperuntukan bagi

penduduk yang tanahnya digusur oleh Proyek Air Bersih di Pejompongan milik Departemen Pekerjaan Umum (sekarang), dengan bukti kepemilikan foto copy Akte Jual Beli Camat Kebon Jeruk No.75/65, 76/65, 78/65, 79/65, 80/65, 81/65, dan 197/1970. Tanah ini sampai saat ini masih disengketakan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

3. Tanah di Jalan Medan-Tebing Tinggi Km 17,5 Desa Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara. Tanah dengan luas : 21.050 m2 pada awalnya merupakan gudang Proyek Penyediaan Sarana Air Bersih (PSAB). Setelah Proyek PSAB dibubarkan tanah tersebut tidak lagi dipergunakan untuk kepentingan kedinasan kecuali pada saat terjadi gempa dan tsunami di Aceh pada tahun 2004 yang dipergunakan untuk gudang sementara bantuan darurat bencana gempa bumi. Tanah tersebut sudah dikelilingi tembok tetapi belum ada sertifikat atas nama Direktorat Jenderal Cipta Karya. Dalam rangka tertib pengelolaan aset negara perlu dipertibangkan pendayagunaan tanah tersebut sesuai dengan ketentuan PP No.6 Tahun 2006 antara lain dengan Kerjasama Pemanfaatan dengan Mitra Swasta. Upaya lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah

22

Info

Bar

u 2

kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Yang menjadi pertanyaan, kenapa aset negara di Indonesia ini sulit untuk ditangani? Apakah kurangnya aturan hukum? Atau Peraturan hukumnya sudah memadai tetapi sulit untuk diterapkan? Hal-hal inilah yang harus kita pecahkan bersama dalam rangka pengamanan barang milik negara termasuk di dalamnya aset berupa tanah dan bangunan yang meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik dan pengamanan hukum sesuai dengan Pasal 32 PP No.6 Tahun 2006. 1. Pengamanan administrasi meliputi kegiatan pembukuan,penginventarisasian dan pelaporan barang milik negara serta penyimpanan dokumen kepemilikan secara tertib.2. Pengamanan fisik antara lain ditujukan untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi barang, penurunan jumlah barang dan hilangnya barang. 3. Pengamanan fisik untuk tanah dan bangunan antara lain dilakukan dengan cara pemagaran dan pemasangan tanda batas tanah, sedangkan untuk selain tanah dan bangunan antara lain dilakukan dengan cara penyimpanan dan pemeliharaan. Berkaitan dengan pengamanan administrasi dalam Pasal 49 Undang Undang No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara disebutkan bahwa aset negara berupa tanah yang dikuasai Pemerintah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Sedangkan untuk Bangunan harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib. Pengamanan aset negara berupa tanah dan bangunan di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya harus menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (Good Governance) yang sesuai dengan lingkungan pemerintahan yaitu : asas persamaan, asas keterbukaan, asas kepentingan umum, asas profesionalitas, asas kepastian hukum dan asas akuntabilitas. Artinya aparatur pemerintah harus bersikap profesional, tidak membeda-bedakan antara satu dengan lainnya, mengutamakan kepentingan umum dan segala tindakannya harus mempunyai kepastian hukum.

*) Staf Bagian Hukum dan Perundang-undangan Setditjen Cipta Karya

memanfaatkan tanah tersebut sebagai lokasi perumahan pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya yang bertugas di Provinsi Sumatera Utara.

4. Tanah di Kelurahan Ma’cini, Tamalate Tanjung Bunga, Makassar,SulawesiSelatan. Tanah yang berlokasi di Tanjung Bunga, Makassar seluas 10.000 m2 semula merupakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah selama dua tahun setelah dipindahkan saat ini hanya berupa tanah kosong. Tanah tersebut merupakan Aset Pusat yang tidak diserahkan kepada Pemerintah Daerah, pernah diklaim milik Goa Makassar Tourism Development Corporation (GMTDC) karena merasa telah membeli dari Walikota Makassar. Walikota Makassar pun pernah meminta tanah tersebut untuk dihibahkan kepada Pemerintah Daerah Kota

Makassar, namun permintaan tersebut tidak dikabulkan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Untuk mengamankan tanah tersebut Cipta Karya telah memberikan surat kuasa kepada Kasatker Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum Provinsi Sulawesi Selatan untuk melakukan pengurusan sertifikat Hak Pakai ke Kantor Pertanahan Kota Makassar. Masih banyak lagi aset negara yang belum diamankan hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi Direktorat Jenderal Cipta Karya yang banyak memiliki Satuan Kerja sebanyak 355 di daerah. Kendala-kendala yang dihadapi antara lain minimnya bukti-bukti tertulis seperti akte jual beli, sertifikat ataupun sejarah mengenai proses kepemilikan karena banyak saksi-saksi sejarah yang sudah pensiun bahkan meninggal dunia kemudian minimnya dana untuk pengamanan aset tersebut karena

Salah satu Aset Ditjen Cipta Karya di Tanjung Bunga, Makassar Sulawesi Selatan

Salah satu Aset Ditjen Cipta Karya di Hegarmanah, Bandung

Inov

asi 1

23

Salah satu kontribusi kurang berkembangnya pelayanan air minum selama tiga dasawarsa

membangun, adalah karena pemerintah maupun penyelenggara air minum tidak memiliki peraturan yang memadai terkait pengembangan air minum.

Menurut Direktur Pengembangan Air Minum Tamin Zakaria, aspek kebijakan dan peraturan perundangan sangat penting dalam rangka mendukung peningkatan pelayanan air minum. Pemerintah siap untuk memfasilitasi dan memberikan dukungan kebijakan serta peraturan perundangan yang diperlukan untuk mendukung upaya tersebut.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah yang mengacu pada peraturan pemerintahan yang ada yaitu UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka tanggung jawab dan tugas dalam pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) ada pada Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

Bidang Pekerjaan Umum (PU) merupakan salah satu urusan pemerintahan yang dibagi bersama antara tingkatan pemerintah. Hal ini dijabarkan dalam peraturan yang lebih operasional dari Undang-Undang tersebut melalui PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Tamin menjelaskan, dalam lampiran

RegulasiAspek Penting Peningkatan Pelayanan Air Minum

“Implementasi dari berbagai peraturan

pemerintah tentang SPAM tidak akan efektif apabila

tidak juga dilengkapi peraturan yang tentu saja mengatur operasionalisasi penyelenggaraan SPAM”

Inov

asi 1

24

PP 38/2007 butir 4 Subbidang Air Minum disebutkan, tugas utama pembangunan pengembangan SPAM hingga mencapai pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM) adalah tugas Pemda Kabupaten/Kota. Pemerintah Pusat, melalui Ditjen Cipta Karya Departemen PU, memiliki tugas dan fungsi dalam melakukan pengaturan, pembinaan dan pengawasan dalam pengembangan SPAM kepada Pemda.

Untuk itu, Pemerintah Pusat bertanggungjawab untuk menerbitkan NSPM (Norma Standard dan Pedoman Manual) dalam pengembangan SPAM. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah juga telah mengatur dalam peraturan teknisnya yaitu dalam UU 7/2004 yaitu tentang Sumber Daya Air. Berbagai peraturan pemerintah dan tiga peraturan Menteri PU juga telah disusun yang merupakan penjabaran lebih operasional dari Undang-Undang 7 ini.

Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah PP No.16 Tahun 2005 Tentang SPAM. PP ini memberikan pedoman baik kepada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan SPAM. Dengan PP tersebut diharapkan kulitas teknis penyelenggaraan dan pelayanan air minum kepada masyarakat dari tahap perencanaan, pelaksanaan konstruksi sampai pemanfaatan dan pengelolaan memenuhi standar yang ditetapkan.

Pengembangan SPAM bertujuan membangun, memperluas dan meningkatkan sistem fisik (teknis) dan non-fisik (kelembagaan, keuangan, dan peran serta masyarakat) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada mayarakat menjadi lebih

baik.Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun

2005 juga mengatur SPAM melalui Jaringan Perpipaan dan SPAM Bukan Jaringan Perpipaan (BJP). Penyelenggaraan SPAM BJP seperti disebutkan diatas, termasuk upaya-upaya masyarakat memperoleh air minum melalui bangunan perlindungan mata air, bangunan penampung air hujan, sumur dalam, sumur dangkal (sumur gali dan sumur pompa tangan), instalasi pengelolaan air minum sederhana, instalasi saringan rumah tangga, instalasi dengan desilator surya atap kaca, dan instalasi pengelolaan air minum dengan reverse osmosis, dengan unit pelayanan berupa hidran umum, terminal air/mobil tangki air dan sambungan rumah. Selain itu penyediaan air minum dapat juga melalui instalasi air minum dalam kemasan, termasuk air minum isi ulang.

Pedoman penyelenggaraan SPAM BJP perlu disediakan mengingat kondisi geografis, topografis, geologis dan sumber daya manusia di setiap wilayah berbeda sehingga dalam perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengelolaan dan rehabilitasi, perlu diatur melalui Permen PU tentang SPAM BJP.

Beberapa Permen PU tersebut antara lain, Peraturan Menteri PU No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan SPAM, Permen PU No. 18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan SPAM dan yang terbaru adalah Permen PU No. 01/PRT/M/2009 tentang Penyelenggaraan Pengembangan SPAM Bukan Jaringan Perpipaan. Ketiga peraturan tersebut dikeluarkan untuk mewujudkan pelayanan

air minum yang prima.“Implementasi dari berbagai peraturan

pemerintah tentang SPAM tidak akan efektif apabila tidak juga dilengkapi peraturan yang tentu saja mengatur operasionalisasi penyelenggaraan SPAM. Peraturan Menteri tersebut di atas seluruhnya merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah No. 16/2005 yang seluruhnya terkait langsung dengan penyelenggaraan pengembangan SPAM,” tambah Tamin.

Selama tiga dasawarsa terakhir, pembangunan prasarana dan sarana air minum dilaksanakan dan cakupan pelayanan air minum melalui perpipaan yang tercapai hingga 2007 hanya sebesar 44 persen di perkotaan dan 10 persen di perdesaan. Secara nasional cakupan pelayanan baru mencapai 24 persen.

”Hal ini tentu saja masih cukup jauh dari sasaran yang telah kita tetapkan bersama yaitu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) yaitu sebesar 80 persen penduduk Indonesia akan memperoleh akses air minum yang aman,” tambahnya.

Angka tersebut di atas bukanlah tidak meningkat, tetapi perkembangan pembangunan sistem penyediaan air minum hampir tidak mampu menyaingi pesatnya perkembangan penduduk. Disamping itu, permasalahan yang mendera pelayanan air minum ini diperburuk dengan pengelolaan sistem teknis maupun nonteknis yang kurang memadai.

Tamin menerangkan, Pemerintah bertekad untuk menyediakan akses air minum yang aman melalui jaringan perpipaan bagi masyarakat. Oleh karena itu, Pemerintah sangat mengharapkan adanya dukungan dan komitmen dari semua pihak, baik itu Pemda, PDAM, Badan Usaha Swasta/Perbankan, Asosiasi Profesi yang terkait dengan air minum, serta masyarakat.

Dengan langkah-langkah yang dilakukan secara sinergis antara semua stakeholders maka peningkatan pelayanan air minum yang prima akan dapat dicapai. Yang paling penting adalah komitmen semua pihak untuk berperan aktif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat Indonesia.

Menurutnya, Pemda dan PDAM sebagai lokomotif pelayanan air minum di Indonesia perlu mempersiapkan diri dengan baik dalam meningkatkan kemampuan kinerjanya agar mampu untuk mengemban tugas melayani masyarakat di seluruh Indonesia. (rnd)

Untuk itu, Pemerintah Pusat bertanggungjawab untuk menerbitkan NSPM (Norma Standar dan Pedoman Manual)

dalam pengembangan SPAM.

Inov

asi 2

25

Bang Bua, dari Permukiman PremanMenjadi Permukiman ProduktifOleh: Anastasia Carolina*)

Pada awalnya kawasan permukiman kumuh ini merupakan kawasan dengan struktur tata ruang yang tidak

tertata. Selain itu, di sudut-sudut kota yang gelap dan rawan banyak dijadikan sebagai perdagangan obat- obatan terlarang. Tidak ada interaksi sosial yang dilakukan antar warga dalam kawasan ini. Untuk mengatasi hal tersebut, pada Januari 2003 Pemerintah Thailand menyusun sebuah strategi baru dalam penanganan masalah permukiman kumuh yaitu Baan Mankong (BMK) Community Upgrading Program. Baan Mankong (dalam bahasa Thailand berarti “secure housing”) adalah sebuah program yang tidak hanya merencanakan pembangunan unit-unit rumah bagi masyarakat tetapi lebih menekankan pada penerapan konsep community-based development (pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat). BMK Community Upgrading Program dilaksanakan bersama oleh beberapa pihak terkait yaitu Community Organizations Development Institute (CODI) (organisasi nasional atau NGO di bawah Departemen Sosial yang memberikan pendampingan kepada warga), Pemerintah, pakar dari perguruan tinggi, dan warga komunitas Bang Bua. BMK Community Upgrading Program merupakan salah satu upaya Pemerintah Thailand dalam mewujudkan “cities without slums” Secara bertahap masyarakat yang tergabung dalam komunitas Bang Bua dibawah pendampingan CODI melakukan kegiatan rutin antara lain membersihkan sungai, membuat filter untuk limbah rumah tangga, dan sebagainya. Hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan komunitas di sepanjang sungai Bang Bua bukan polluter yang harus digusur melainkan aset penting bagi kota untuk menjaga keberlanjutan

Salah satu sudut Bang Bua

Permukiman kumuh merupakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh perkotaan, khususnya kota metropolitan, di seluruh dunia. Pemerintah Thailand pun menghadapi permasalahan yang sama di Kota Bangkok.

dikerjakan dengan dana yang berasal dari iuran warga. Kawasan Bang Bua merupakan kawasan kumuh di bantaran sungai yang pertama ditangani di Thailand. Konsep community-based development yang diterapkan melalui CODI merupakan kunci sukses pelaksanaan BMK Community Upgrading Program di kawasan Bang Bua. Hasil dari pelaksanaan program ini bukan hanya tampak dari perubahan fisik bangunan di kawasan tersebut tapi jupa adanya perubahan sosial dimana antar warga memiliki rasa kebersamaan dan rasa memiliki untuk menjaga dan membangun kawasan Bang Bua. Kini kawasan Bang Bua bukan lagi merupakan kawasan yang kumuh. Infrastruktur tersedia dengan baik dan antar warga memiliki aktivitas serta hubungan sosial yang erat. Konsep BMK Community Upgrading Program kini banyak diterapkan untuk penanganan kawasan kumuh lainnya di Thailand.*) Staf Subdit Pengembangan Permukiman Baru, Dit. Pengembangan Permukiman

Inov

asi 2

26

sistem jaringan sungai di kota tersebut. Ada beberapa tahap dan kendala dalam menyelesaikan masalah permukiman kumuh di Bang Bua, beberapa diantaranya adalah:

a. Kepemilikan lahan (Land Ownership) Salah satu permasalahan terkait dengan lahan pada kawasan tersebut adalah warga komunitas Bang Bua tinggal di lahan milik pemerintah dan private sector/swasta. Untuk mengatasi hal tersebut, CODI memfasilitasi upaya negosiasi dengan pemilik lahan (pemerintah maupun private sector/swasta) untuk mendapatkan harga minimum sewa lahan atau kemungkinan untuk pembelian lahan secara kredit (pembayaran bertahap) dengan syarat dan ketentuan yang disepakati oleh masing-masing pihak.

b. Pembiayaan (Budgeting) Pembiayaan untuk program ini berasal dari dana yang dihimpun dari warga secara rutin dengan pendampingan dari CODI serta subsidi dari Pemerintah yang akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur kawasan, perbaikan atau pembangunan rumah dan biaya operasional (memberi gaji kepada warga yang dipekerjakan selama proses konstruksi di kawasan ini berlangsung).

c. Proses Perencanaan (Planning Process) Proses perencanaan BMK Community Upgrading Program yang dimulai pada Desember 2003 diawali dengan pendekatan kepada masyarakat berupa pembentukan Small Group Management (SGM) yang masing-masing terdiri dari kurang lebih 5 KK. SGM dibentuk sebagai sarana untuk berdiskusi, menyalurkan aspirasi warga dalam proses perencanaan kawasan Bang Bua, meningkatkan pemahaman warga tentang BMK Community Upgrading Program, dan yang terpenting adalah memperkuat hubugan sosial antar warga. CODI bersama dengan para pakar perguruan tinggi di Bangkok memfasilitasi masyarakat yang tergabung dalam SGM untuk secara rutin mengadakan diskusi bersama memrumuskan kebutuhan infrastruktur (needs), penyusunan masterplan kawasan, rencana desain pembangunan / renovasi rumah, dsb.

d. Proses Konstruksi (Construction Process)

Proses konstruksi BMK Community Upgrading Program dimulai pada Desember 2004. Tahap pertama pelaksanaan progam ini adalah penanganan perbaikan 14 unit rumah. Selama proses konstruksi, warga yang rumahnya sedang dibangun tidak perlu kawatir akan tempat tinggal karena CODI menyediakan beberapa rumah temporer (semi permanen) yang dapat ditinggali selama proses konstruksi berlangsung. Warga komunitas Bang Bua berpartisipasi dan terlibat aktif dalam pembangunan infrastruktur kawasan. Warga yang tidak memiliki pekerjaan tetap (baik yang berpengalaman maupun tidak berpengalaman) akan diberdayakan untuk menjadi pekerja selama proses konstruksi berlangsung. Sebagai contoh adanya pastisipasi warga dalam penanganan kawasan ini adalah dalam pembangunan infrastruktur kawasan (jerambah beton, lebar : 3m).Pemerintah melalui CODI memberikan subsidi dana untuk pembangunan jalan selebar 2 meter, sedangkan 1 meter sisanya

Perbaikan Lingkungan di Bang Bua

Interaksi Sosial di Bang Bua

Dalam rangka mendapatkan gambaran umum keadaan pengelolaan persampahan di Indonesia, Kementrian Negara Lingkungan Hidup mengeluarkan buku statistik persampahan

Indonesia tahun 2008. Penyusunan buku ini hasil kerjasama antara Kementrian Lingkungan Hidup dengan Japan Interanasional Cooperation Agency (JICA).

Penyusunan buku ini diawali dengan penyebaran kuesioner secara nasional ke 465 Kota/Kabupaten pada 33 Propinsi di seluruh Indonesia. Hasil rekapitulasi Statistik Persampahan Indonesia akan meliputi berbagai aspek pengelolaan, yaitu kelembagaan, besaran timbunan, aspek teknis penanganan sampah, aktivitas daur ulang, peraturan terkait, pembiayaan dan partisipasi masyarakat.

Untuk menggambarkan kondisi Indonesia secara keseluruhan, estimasi beberapa data dari seluruh kota/kabupaten yang terkumpul dilakukan berdasarkan enam kelompok yaitu: Metropolitan/Kota Besar, Sumatera, Jawa, Balinusra (Bali dan NusaTenggara), Kalimantan, Sumapapua (Sulawesi, Maluku dan Papua).

Dari aspek kelembagaan kita bisa mengetahui jumlah pegawai serta keterlibatan pihak swasta dalam pengelolaan persampahan. Selain itu jumlah Tempat Pembuangan Sampah (TPS), transfer depo dan transportasi pengangkutan sampah.

Untuk informasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA), jumlah dan lokasi TPA, status lahan, jalan akses, jumlah pemulung, pendataan sampah yang masuk ke TPA¸ prasrana dan pemantauan di TPA sampai dengan calon lokasi TPA.

Dari segi aspek pembiayaan diketahui estimasi nilai total pengeluaran untuk persampahan di Indonesia adalah sebesar Rp 2,342 miliar per tahun dengan estimasi biaya pengeluaran Rp 10.070 per orang per tahun.

Buku setebal 22 halaman ini disajikan dalam bentuk grafik yang mudah dibaca dan dipahami. Penyusunan buku ini merupakan momentum tepat karena bersamaan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam pasal 11 disebutkan bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi yang benar, akurat dan tepat waktu mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah.

Namun, penyusunan buku statistik ini hanyalah satu tahapan awal yang tidak mudah didapatkan. Informasi dan data statistik ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum kondisi pengelolaan sampah di Indonesia dan dapat menjadi arahan dasar bagi pengambilan kebijakan pengelolaan sampah kota secara terpadu. (Dvt)

Statistik PersampahanIndonesiaTahun 2008

Res

ensi

27

Sepu

tar K

ita

28

Sebagai perwujudan keadilan dan persamaan kesempatan bagi kaum difable atau , sejak 2003 Departemen Pekerjaan Umum melalui Ditjen Cipta Karya telah melakukan langkah-langkah diantaranya kegiatan percontohan fasilitas dan aksesibiltas pada bangunan gedung Pemerintah dan pelayanan umum pada 108 bangunan gedung di 33 provinsi. Hal tersebut disampaikan Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum (PU) Bidang Sosial Budaya dan Peran Masyarakat Ismanto saat membuka Seminar Nasional Menuju Kota yang Aksesibel Bagi Semua di Jakarta, Senin (16/11). “Aksesibilitas merupakan salah satu unsur kemudahan dalam persyaratan keandalan bangunan yang harus dipenuhi guna mewujudkan kelaikan fungsinya yang ditandai dengan diterbitkannya sertifikat layak fungsi bangunan gedung. Selama ini pembangunan fasilitas publik belum berorientasi untuk mengakomodasi kegiatan seluruh lapisan masyarakat, terutama bagi masyarakat difable,” ujar Ismanto.

Dep PU Fasilitasi 108 Gedung Untuk Kaum Difable

Perbaikan Sarana Air Minum Pelabuhan Masuk Dalam Program 100 Hari Dep PU

Dalam program 100 hari Departemen Pekerjaan Umum, program perbaikan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan terkait penyediaan sarana air minum merupakan program 100 hari yang masuk dalam Bidang Cipta Karya. Output dari program tersebut yaitu perbaikan sarana air minum untuk pelabuhan perikanan yang berada di 44 lokasi. Program ini ditargetkan selesai akhir Januari 2010. “Untuk lokasi sebanyak 44 titik itu DKP yang menentukan. Untuk tahun 2010 ini akan ada 44 lokasi, untuk 2011 nanti tambah lagi. Karena memang program kita banyak yang berkoordinasi dengan departemen atau kementrian lain, jadi ini urusan kabinet secara keseluruhan,” kata Djoko Kirmanto saat memaparkan program 100 hari dalam acara coffee morning dengan wartawan di Jakarta, Kamis (12/11).

Desa Plajan, Kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara menjadi titik awal Kirab Gong Perdamaian Dunia (GPD). Gong tersebut rencananya akan dikirap dari Jepara menuju Kota Ambon Maluku untuk diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Taman Pelita Kota Ambon. Pelepasan tersebut dilakukan secara simbolik oleh Menko Kesra Agung Laksono ditandai dengan penyerahan palu pemukul gong kepada Gubernur Maluku Kareng Albert Rahalolo di Jepara, Senin (9/11). Menko Kesra Agung Laksono mengatakan, pemasangan Gong Perdamaian Dunia di Taman Pelita Kota Ambon Maluku ini diharapkan mampu meredam terjadinya konflik di daerah tersebut. Sekaligus, menjadikan Maluku sebagai simbol perdamaian dunia.“Gong perdamaian dunia menjadi satu-satunya sarana untuk menyatukan umat manusia di dunia,” katanya.

Jepara Awali Kirab Gong Perdamaian Dunia