Css Trauma Thorax

download Css Trauma Thorax

of 42

description

trauma thorax

Transcript of Css Trauma Thorax

CLINICAL SCIENCE SESSIONTRAUMA THORAKSDiajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) SMF BedahDisusun oleh:Kelompok 5

Persentan :

Kurnia Tejawati (12100112040)

Marizca Saras Chitra Hidayat (12100112004)

Anggota Kelompok :

Novan Ardiansyah (12100112043)

Nunie Ismi Amri (12100112015)

Ismail Harun Ziha (1210011200)Perseptor:

dr. Arief Guntara, Sp.B.

BAGIAN ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

RSUD AL-IHSAN BANDUNG

2011BAB I

PENDAHULUAN

Trauma thorax adalah cidera pada bagian tubuh antara leher dan diafragma respiratorius yang dibungkus oleh iga-iga. Jadi trauma toraks mencakup area anatomis yang dapat menyebabkan kelainan pada sistem respirasi, sistem sirkulasi, dan sistem pencernaan. Kematian dapat berlangsung segera (dalam hitungan detik hingga menit), cepat (hitungan menit ke jam) dan lambat (hitungan hari hingga minggu). Kematian segera biasanya diakibatkan adanya disrupsi pada jantung atau injuri pada pembuluh darah besar, kematian yang cepat sering diakibatkan oleh obstruksi jalan nafas, tension pneumotoraks, kontusio paru ataupun tamponade jantung. Sedangkan komplikasi paru, sepsis serta injuri yang tidak terdeteksi atau terlewatkan bertanggung jawab terhadap kematian yang lambat. Insiden trauma toraks juga meningkat seiring dengan meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor.

Angka mortalitas pada trauma toraks mencapai 10%. Akan tetapi kematian akibat trauma toraks merupakan 1/4 jumlah kematian total akibat kasus-kasus trauma. Banyak dari pasien-pasien ini meninggal setelah sampai di rumah sakit. Banyak dari kematian tersebut dapat dicegah dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat dan tepat dan dibarengi dengan pemahaman mengenai faktor patofisiologi yang berhubungan denagn trauma thoraks.

Karena banyak dari cidera tersebut terjadi pada tempat yang jauh dari trauma center, pengenalan terhadap ciri-ciri trauma thoraks yang membutuhkan penanganan segera dan mempengaruhi transportasi menjadi sangat penting. Kurang dari 10% cidera tumpul thoraks membutuhkan operasi, dan 15% - 30% dari trauma thoraks penetrasi membutuhkan torakotomi terbuka. Penatalaksanaan awal dari pasien trauma thorax menjadi tanggung jawab dokter yang pertama memeriksa pasien, bukan dokter bedah trauma dimana pasien dirujuk.ANATOMI THORAKS

Rongga toraks merupakan struktur tubuh yang sangat penting berkaitan dengan fungsi pernapasan serta melindungi struktur organ-organ penting di dalamnya. Selain itu banyak tindakan bedah yang berkaitan dengan dinding toraks ini. Oleh karena itu pemahaman terhadap anatomi dinding toraks serta aplikasi klinisnya, baik berhubungan dengan kelainan kongenital, kasus trauma, maupun kasus klinis lainnya, sangat perlu dikuasai oleh ahli bedah.

THORACIC WALL

Gambar Thoracic Skeleton

(Sumber:: Clinically Oriented Anatomy, 2006)1Thorax adalah bagian atas batang tubuh yang terletak antara leher dan abdomen. Thorax tersusun oleh 12 pasang ribs, breast bone (sternum), costal cartilages , dan 12 pasang thoracic vertebraee. Struktur tulang dan kartilago ini yang menyusun thoracic cage (rib cage) atau thoracic cavity yang mengelilingi thoracic cavity dan mendukung pectoral (shoulder) girdle.

Thoracic cage membentuk thoracic wall yang menyelubungi dan melindungi thoracic cavity (jantung dan paru) serta melindungi sebagian organ abdominal (liver dan spleen).

Thoracic cage menyediakan perlekatan untuk otot leher, thorax, upper limb, abdomen dan punggung.

Otot-otot thorax menaikkan dan menurunkan thoraxic cage selama bernapas. Thorax adalah salah satu bagian tubuh yang paling dinamis.Gambar Thoracic Skeleton

(Sumber: Clinically Oriented Anatomy, 2006)1Thoracic cage diselubungi oleh kulit, fascia, dan otot, termasuk yang menempel ke pectoral girdle sampai upper limb dan trunk.

Fungsi thoracic wall:

Melindungi isi thoracic cavity;

Membantu fungsi mekanis pernapasan.

FASCIA OF THORACIC WALL

Terdiri dari 2 lapisan, yaitu:

1. Subcutaneous tissue (superficial fascia, hypodermis)Lapisan yang tersusun oleh jaringan ikat longgar dan ireguler di bawah kulit yang menempel ke kulit oleh coarse bands (ligamen kulit/retinacula cutis).

Lapisan ini mengandung lemak, kelenjar keringat, pembuluh darah, pembuluh limfe, cutaneous nerve dan mammary gland.

2. Deep fascia (investing fascia)Merupakan membran fibrosa yang tipis, tanpa lemak, yang padat dan biasanya terikat dengan longgar ke jaringan subkutan dan kulit di atasnya.

Deep fascia juga menyelubungi otot di bawahnya ( membentuk epimysium (connective tissue envelope).

Deep fascia menempel ke periosteum tulang.

Fungsi: membantu mengokohkan bagian thorax bersama-sama dan menjadi barrier terhadap infeksi.

SKELETON OF THORACIC WALL

Thoracic skeleton membentuk osteocartilaginous thoracic cage ( fungsi: melindungi thoracic viscera dan beberapa organ abdominal.

Thoracic skeleton meliputi:

12 pasang ribs dan costal cartilages ( membentuk bagian terbesar dari thoracic cage.

12 thoracic vertebraee dan intervetebral disc.

Sternum

Ribs dan Costal cartilages

Ribs Curved, flat bones yang membentuk sebagian besar thoracic cage.

Ringan, dapat meregang.

Mempunyai struktur spon di dalamnya yang mengandung bone marrow yang befungsi memproduksi sel-sel darah.

Tipe-tipe ribs:

1. True (vertebrocostal) ribs 1st-7th ribs.

Melekat langsung ke sternum melalui costal cartilage-nya masing-masing.

2. False (vertebrochondral) ribs 8th-10th ribs.

Costa cartilage-nya menyatu dengan rib di atasnya, jadi hubungan dengan sternumnya tidak langsung.

3. Floating (vertebrael, free) ribs 11th-12th ribs.

Awal kartilago ribs ini tidak melekat walaupun secara tidak langsung pada sternum.

Ribs ini berakhir pada posterior abdominal vasculature.

Costal cartilage

Perpanjangan rib ke arah anterior dan berkontribusi dalam keelastisitasan thoracic wall.

Panjangnya meningkat pada 7 rib pertama, lalu panjangnya menurun.

1st-7th costal cartilage ( berlekatan langsung dengan sternum.

8th-10th costal cartilage ( berartikulasi dengan costal cartilage di atasnya.

11th-12th cartilage ( membentuk caps (topi) di ujung anterior.

Intercostal space ( memisahkan antara ribs dan costal cartilage, berisi intercostal muscle, vessels, dan nerves.

Thoracic Vertebrae

Ciri umum ( memiliki vertebrael arches (neural arches) dan tujuh processus untuk perlekatan otot dan sendi.

Ciri khusus:

1. Demifacets/costal facets ( letak: body of vertebrae, untuk artikulasi dengan head of ribs.

2. Costal facet ( letak: transverse processes, untuk artikulasi dengan tubercle of ribs, kecuali pada inferior 2/3 thoracic vertebrae.

3. Spinosus processes yang panjang.

Sternum

Tulang pipih dan memanjang yang membentuk bagian tengah anterior thoracic cage.

Terdiri dari: manubrium, body dan xiphoid process. Angulus Ludovici yang terbentuk antara manubrium dan korpus dapat teraba dan merupakan patokan dalam mempalpasi iga ke-2 di lateralnya. Secara embriologi sternum terbentuk dari fusi kedua setengah bagian lateralnya. Kegagalan fusi ini menyisakan celah atau foramen di garis midsternal yang bila terdapat infeksi eksternal dapat meluas ke dalam mencapai mediastinum.

THORACIC APERTURE

1. Superior thoracic aperture/thoracic inlet Thoracic cavity berhubungan dengan leher.

Bentuk: oblique, kidney-shaped.

Struktur yang melewatinya ( trachea, esophagus, saraf dan pembuluh yang menyuplai dan mengalir ke kepala, leher dan upper limb.

Ukuran: 6,5 cm anteroposteriorly dan 12,5 cm transversely.

Dibatasi oleh:

T1 vertebrae;

1st pair of ribs dan costal cartilage-nya;

Batas superior manubrium.

2. Inferior thoracic aperture Thoracic cavity berhubungan dengan abdominal cavity.

Lebih besar, iregular, oblique (posterior lebih panjang daripada anterior).

Ditutupi oleh musculotendinous diaphragm.

Struktur yang melewatinya ( esophagus, inferior vena cava, aorta.

Dibatasi oleh:

T12 vertebrae;

11th dan 12th pair of ribs;

Costal cartilages of 7th-10th ribs;

Xiphisternal joint.

Gambar Thoracic Aperturs

(Sumber: Clinically Oriented Anatomy, 2006)1MUSCLE OF THORACIC WALL

Beberapa otot upper limb (pectoralis major, pectoralis minor, subclavius dan serratus anterior), otot-otot anterolateral abdominal (external oblique, rectus abdominis), dan beberapa otot-otot punggung dan leher ikut menempel ke ribs.

Pectoralis mucles ( menutupi anterolateral thoracic wall.

Pectoralis major dan otot lain ( accessory muscles respirasi ( membantu mengangkat thoracic cavity ketika inspirasi dalam dan forcefull.

Serratus anterior ( permukaan lateral thorax, mengelilingi scapula dan memantapkan posisinya terhadap thoracic wall ( accesory muscle ( elevate ribs.

Scalene muscle ( berasal dari leher ke 1st dan 2nd ribs ( accessory respiratory muscles ( mengangkat ribs saat inspirasi kuat.Gambar Otot Dinding Thorax

(Sumber: Clinically Oriented Anatomy, 2006)Gambar Otot, Pembuluh Darah, dan Persarafan pada Dinding Thorax

(Sumber: Clinically Oriented Anatomy, 2006)VASCULATURE OF THORACIC WALL

Artery

Pemasokan darah arterial untuk dinding thorax berasal dari:

Thoracic aorta ( melalui posterior intercostal artery dan subcostal artery.

Subclavian artery ( melalui internal thoracic dan superior intercostal artery.

Axillary artery ( melalui superior dan lateral thoracic artery.

Setiap intercolis space disuplai oleh 3 arteri:

2 large posterior intercostal a.

Small pair of anterior intercostal a.Arcus aorta

Brachiocephalic trunkSubclavia kiri a.

(idem dengan kanan)Common carotid a.Thoracic aorta

Subcostal a.

(inferior 12th ribs)

Subclavia kananCommon carotid kanan a.

Otot-otot anterolateral abdominal wall

Internal thoracic

(1st-6th ICS)Intercostal superior a.

(1st-2th ICS)

Intercostal anterior a.Musculophrenic a. (7st-9th ICS)

AnastomosisIntercostalis posterior a

Intercostalis muscle dan kulit yang melapisinya serta memperdarahi parieta pleura

Skema Perdarahan Arteri Dinding Dada

(Sumber: Clinically Oriented Anatomy, 2006)1Tabel Perdarahan Arteri Dinding Thorax

(Sumber: Clinically Oriented Anatomy, 2006)1

Vein

Posterior intercostal v.Anterior intercostal v.Subcostal v.Internal thoracic v.

Anastomosis

Brachiocephalic v.

Azygos venous system

Superior vena cava

Skema Perdarahan Vena Dinding Dada Biasanya terdapat 11 posterior intercostal v. dan 1 subcostal v. pada tiap sisi.

Internal thoracic v. mengiringi internal thoracic a.

Gambar Perdarahan Vena Dinding Thorax

(Sumber: Clinically Oriented Anatomy, 2006)1PLEURAPleura adalah membrana aktif serosa dengan jaringan pembuluh darah dan limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura viseralis menutupi paru dan sifatnya tidak sensitive. Pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding toraks dan diafragma. Pleura parietalis mendapat persarafan dari ujung saraf (nerve ending), sehingga ketika terjadi penyakit atau cedera maka timbul nyeri. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru-paru normal.

Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti oleh tiga lapis muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang. Vena,arteri, dan nervus dari tiap rongga interkostal berada di belakang tepi bawah iga. Karenanya, jarum torakosentesis atau klem yang digunakan untuk masuk ke pleura harus dipasang melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih.

Gambar Pleura dan Paru-Paru

(Sumber: Clinically Oriented Anatomy, 2006)DIAFRAGMABagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, sedang bagian muscular melengkung membentuk tendo sentral. Serabut ototnya berhubungan dengan m.transversus abdominis di batas costae. Diafragma menempel di bagian belakang costae melalui serat-serat yang berasal dari ligamentum arcuata dan crura.Nervus frenikus mempersarafi motorik, dan interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma turut berperan sekitar 75% pada ventilasi paru-paru selama respirasi tenang. Kubah kanan diafragma lebih tinggi dari kiri. Di sisi depan diafragma menempel pada sendi xiphisternalis. Crus adalah tendon kuat yang menempel pada korpus vertebrae, crus dekstra menempel pada vertebrae L3, crus sinistra menempel pada vertebrae L2. Ligamentum arcuata medial merupakan penebalan fasia psoas, bermula dari bagian bawah corpus vertebrae L1 menuju permukaan anterior dari prosessus transversus. Dari daerah tersebut, ligamentum arcuata lateral berjalan melintasi iga ke-12. Vena cava inferior (VCI) melintasi diafragma di bagian kanan dari bagian sentral diafragma.Pada diafragma diperdarahi oleh lima arteri interkostal terbawah dan arteri subcostal, sedangkan pada permukaan abdominal diperdarahi oleh a.frenicus inferior dekstra dan sinistra.Diafragma bagian kanan dan kiri dipersarafi n.frenikus (C3,4,5). Nervus frenikus dekstra menembus diafragma pada lubang VCI, sedangkan n.frenikus sinistra menembus diafragma pada serabut otot crus sinistra di depan tendon sentral. Di rongga abdominal nervus tersebut akan bercabang menjadi anterior, lateral, dan posterior. Karena itu insisi diafragma dilakukan secara radier atau pada bagian perifer untuk mencegah cederanya nervus tersebut.

FISIOLOGI PERNAPASANGerakan dinding dada Sewaktu inspirasi terjadi pembesaran dinding dada ke arah ventrodorsalis dan lateralis. Pengembangan dada ini dimungkinkan karena mobilitas artikulasio kostovertebralis, elastisitas rawan iga, dan karena sedikit bertambahnya kifosis kolumna vertebralis. Sedangkan otot-otot yang berperan dalam inspirasi adalah diafragma (otot primer inspirasi), mm.intercostalis eksterna (otot komplementer inspirasi), dan otot-otot leher, yakni: m.skalenus dan m.sternokleidomastoideus, keduanya berperan pada inspirasi paksa dengan mengangkat sternum dan dua iga pertama, dengan kata lain memperbesar bagian atas rongga toraks.

Ekspirasi terjadi akibat proses pasif dengan melemasnya otot-otot inspirasi sehingga rongga dada dan paru kembali ke ukuran prainspirasi. Pada ekspirasi paksa, otot-otot yang berperan adalah otot-otot abdomen dan mm.intercostalis interna.Gaya yang menggerakkan rangka dada secara umum oleh mm. Intercostals dan mm. Scalene. Otot-otot tersebut merupakan otot metametrik primitive yang harus dimasukkan ke dalam golongan otot autochthonus dada. Termasuk pula mm. Tranversus thoracis dan mm.subcostales. Otot-otot tersebut disarafi oleh rami anteriores N.spinalis dan N.Intercostalis.BAB II

TRAUMA THORAX

Trauma thorax sering ditemukan sekitar 25% dari penderita multi-trauma. 90% dari penderita dengan trauma thorax ini dapat diatasi dengan tindakan yang sederhana oleh dokter di Rumah Sakit (atau paramedik di lapangan), sehingga hanya 10% yang memerlukan operasi.

KLASIFIKASITrauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus atau tumpul.

1. Trauma tembus (tajam)

Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma

Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru

Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi

2. Trauma tumpul

Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.

Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries.

Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.

Sekitar 3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru.Deselerasi

Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding toraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.

Torsio dan rotasi

Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau poros-nya.

Blast injury

Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom.

Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.

Patofisiologi

Pada trauma toraks dapat terjadi 2 keadaan serius yang membutuhkan penanganan segera :

1. Pernafasan yang tidak adekuat, diakibatkan pneumotoraks, open pneumotoraks, tension pneumotoraks, flail chest, contusio pulmonal atau aspirasi.

2. Syok perdarahan, akibat hemotoraks atau hemomediastinum.

Rongga toraks dibatasi oleh 2 struktur utama, yaitu struktur rigid costae, klavikula dan scapula serta struktur kedua yaitu otot-otot pernafasan. Terjadinya ventilasi dan oksigenasi yang adekuat sangat tergantung dari dinding dada yang intak. Trauma yang menyebabkan fraktur serta kerusakan otot dapat menagkibatkan trauma langsung ke jantung, paru, pembuluh darah besar serta visera abdomen bagian atas yang terletak di bawahnya.

Manifestasi utama pada trauma penetrans pada pleura parietalis dan viseralis adalah hilangnya tekanan negatif intrapleura yang menyebabkan timbulnya pneumotoraks. Penting disadari bahwa setiap trauma penetrans pada intercostalis IV ke bawah dapat melewati diafragma sehingga kemungkinan trauma organ intraabdominal harus dipikirkan.

Trauma tumpul toraks mengakibatkan kerusakan lewat 3 mekanisme : rapid deceleration, direct impact serta kompresi. Deselerasi cepat sering diakibatkan kecelakaan pada sepeda motor kecepatan tinggi serta akibat jatuh dari ketinggian. Trauma langsung mengakibatkan fraktur iga, sternum atau scapula dengan kerusakan paru di bawahnya, contusion jantung atau pneumotoraks. Kompresi pada dinding dada oleh objek yang berat mengakibatkan gangguan respirasi dengan peningkatan tekanan darah pada vena, menyebabkan traumatic asphyxia.

Hipoksia jaringan, hiperkarbia dan asidosis sering kali terjadi akibat dari chest injury. Hipoksia jaringan disebabkan oleh pengiriman oksigen ke jaringan yang tidak adekuat yang disebabkan oleh hipovolemia (kehilangan darah), pulmonary ventilation/ perfusion mismarch (contusion, hematoma, alveolar collapse) dan perubahan dari tekanan intrathoraks (tension pneumothorax, open pneumothorax). Asidosis respiratori disebabkan oleh ventilasi yang tidak adekuat, perubahan dari tekanan intrathorax, dan penurunan kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi ke jaringan (shock).

Sebagian besar penderita trauma toraks diterapi secara konservatif atau non operatif. Terapi meliputi analgetik yang adekuat, hygiene paru ataupulmonary toilet, intubasi endotracheal serta insersi Chest Tube Thoracostomy (CTT). Hanya 10-15% penderita dengan trauma pada dada membutuhkan torakotomi atau sternotomi.

PEMBAGIAN TRAUMA TORAKS

A. TRAUMA DINDING TORAKS

1. Fraktur iga dan sternum

2. Flail chest3. Emfisema subkutisB. TRAUMA PADA PLEURA DAN PARU

1. Pneumothorax2. Hemothorax3. Kontusio Paru4. Laserasi ParuC. RUPTUR DIAFRAGMA

D. TRAUMA ESOFAGUS

E. TRAUMA JANTUNGPENANGANAN TRAUMA TORAKS

1. Manajemen pasien harus terdiri dari:a. Primary survey

b. Resusitasi fungsi-fungsi vital

c. Secondary Survey secara mendetail

d. Pengobatan definitive2. Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada trauma toraks, intervensi dini perlu dilakukan untuk pencegahan dan mengkoreksinya.3. Trauma yang bersifat mengancam nyawa secara langsung dilakukan tetapi secepat dan sesederhana mungkin.4. Kebanyakan kasus trauma toraks yang mengancam nyawa diterapi dengan mengontrol airway atau melakukan pemasangan selang toraks atau dekompresi toraks dengan jarum.5. Secondary survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan yang tinggi terhadap adanya trauma-trauma yang bersifat khusus.

A. Primary Survey of Life-Threatening InjuriesAirway

1. Menilai untuk patensi jalan nafas dan pertukaran udara dengan mendengarkan pergerakan jalan napas pada hidung dan mulut pasien

2. Menilai adanya retraksi otot interkostal dan supraklavikular

3. Menilai orofaring untuk adanya obstruksi benda asing, terutama pada pasien yang tidak sadar.Breathing

1. Memaparkan keseluruhan dada pasien dan mengevaluasi pernafasan.

2. Menilai pergerakan dan kualitas pernafasan dengan inspeksi, palpasi dan auskultasi3. Tanda dari chest injury atau hipoksia sering kali menunjukan peningkatan kecepatan pernafasan dan perubahan pola pernafasan, terutama perubahan kepada pernafasan yang lebih dangkal secara progresif.

4. Sianosis merupakan tanda akhir dari hipoksia pada pasien trauma. Akan tetapi tidak adanya sianosis tidak mengindikasikan oksigenasi jaringan yang adekuat atau jalan nafas yang adekuat.Circulation

1. Menilai kualitas, kecepatan dan regularitas denyut nadi. Denyut nadi arteri radialis dan dorsalis pedis dapat menghilang pada pasien hipovolemik.

2. Menilai tekanan darah pasien.

3. Menginspeksi dan mempalpasi kulit untuk melihat warna dan temperatur kulit untuk menilai kondisi sirkulasi perifer.

4. Mengecek apakah terdapat distensi vena di leher atau tidak. Vena di leher dapat tidak terdistensi pada pasien hipovolemik dengan tamponade jantung.

5. Memasang monitor jantung pada pasien.

Pasien yang mengalami trauma thoraks, terutama di daerah sternum atau mengalami rapid deceleration injury, rentan terjadi kontusio miokardial dan/atau spasma arteri koroner yang nantinya menyebabkan terjadinya disritmia. Disritmia yang paling sering terjadi adalah premature ventricular contraction. Kondisi ini memerlukan pengobatan dengan pemberian segera lidocaine bolus (1mg/kgBB) yang diikuti dengan lidocaine drip (2 sampai dengan 4 mg/menit).

Electromechanical dissociation (EMD) dimanifestasikan dengan adanya ritme pada elektrokardiogram (EKG) pada pasien dengan denyut nadi yang tidak dapat teridentifikasi. EMD dapat terjadi pada pasien dengan cardiac tamponade, tension pneumothorax, hipovolemia berat, atau lebih parah pada cardiac rupture.Tindakan Intubasi

Indikasi dilakukan intubasi :

Penderita dalam keadaan syok atau bila terdapatnya respiratory distress seperti :

Pernafasan yang terganggu dan membutuhkan otot pernafasan tambahan

RR>35x/menit atau 200mL/jam, dinilai selama 4 jam).

Tamponade jantung.

Perubahan, kondisi umum yang cepat akibat trauma penetrans transmediastinal.

Disrupsi dinding dada.

Kebocoran udara massif dari CTT atau adanya mayor tracheobronchial injuri.

Injuri vascular pada thoracic outlet dengan hemodinamik yang tidak stabil.

Injuri esophagus.

Temuan radiologist adanya trauma pembuluh darah besar.

Dugaan terdapatnya emboli udara. Luka tusuk atau tembak di dada.

B. Life threatening chest injuries identified in the primary surveyTerdiri dari: 1. TENSION PNEUMOTHORAXAdalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).

Ciri:

Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi trakhea venous return hipotensi & respiratory distress berat.

Tanda dan gejala klinis: respiratory distress, takikardi, hipotensi, deviasi trakea, tidak adanya suara nafas unilateral, distensi vena di leher, sianosis (manifestasi akhir) Gejala tension pneumothorax menyerupai tamponade jantung. Oleh karena itu, perbedaannya adalah pada tension pneumothorax terdapat hyperresonant percusion pada dada ipsilateral. Merupakan keadaan life-threatening tdk perlu fotoPenatalaksanaan:

1. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-klavikula)

2. WSD (di pasang di sela iga V, sejajar dengan nipel, linea mid-aksilari)2. OPEN PNEUMOTHORAXTerjadi karena luka terbuka yang cukup besar, diameter luka mencapai 2/3 dimater trakea, pada dada sehingga udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound. Pada kondisi ini terjadi kolaps total paru.

Penatalaksanaan:

1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil). Oleh karena itu kasa yang digunakan untuk menutup luka dan diplester hanya pada 3 sisi.2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka

3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.

4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)

3. Massive Hematothorax Hematothorax merupakan terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau tembus pada dada. Hematothoraks masif diakibatkan oleh akumulasi cepat darah sejumlah lebih dari 1.500 cc di rongga dada. Sumber perdarahan umumnya berasal dari arteri interkostalis atau arteri mamaria interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.

Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan atau jumlah darah yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala instabilitas hemodinamik dan depresi pernapasanPemeriksaan

Foto toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)

Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru

Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraksPenatalaksanaan

Tujuan:

Evakuasi darah dan pengembangan paru secepatnya.

Penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan sirkulasi.Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi cito (eksplorasi) untuk menghentikan perdarahan Indikasi Operasi

Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD)

Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD < 4 jam setelah kejadian trauma.

Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut

Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut

Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam

Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila produksi WSD:

200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut

300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut

500 cc dalam 1 jam

4. FLAIL CHESTDefinisi

Adalah area toraks yang "melayang" (flail) oleh sebab adanya fraktur iga multipel berurutan 3 iga , dan memiliki garis fraktur 2 (segmented) pada tiap iganya.

Akibatnya adalah terbentuk area "flail" yang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi. Karakteristik

Gerakan "paradoksal" dari (segmen) dinding dada saat inspirasi/ekspirasi; tidak terlihat pada pasien dalam ventilator

Menunjukkan trauma hebat

Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas)

Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara keseluruhan.

Penatalaksanaan

Terapi awal meliputi ventilasi adekuat, pemberian oksigen dan resusitasi cairan. Sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalan pernapasan atau karena ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan melalui pemeriksaan AGD berkala dan takipneu

Pain control, dengan pemberian analgesik Resusitasi cairan Stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui operasi)

Bronchial toilet Fisioterapi agresif

Tindakan bronkoskopi untuk bronchial toiletIndikasi Operasi Indikasi operasi (stabilisasi) pada flail chest, yaitu:

1. Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif, dsb)

2. Gagal/sulit weaning ventilator

3. Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)

4. Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)

5. Menghindari cacat permanen

Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area "flail"

5. Cardiac Tamponade Suatu kondisi adanya akumulasi cairan pericardial di bawah tekanan tinggi, mengakibatkan peningkatan kompresi pada ruang jantung, dan terjadi pengurangan pengisian pada ruang-ruang jantung.

Mengakibatkan pengurangan Stroke Volume dan Cardiac Output, berpotensi akan menyebabkan hypotensive shock dan kematian.History and physical findings

Pasien dengan pericardial tamponade yang bukan cardiogenic shock memiliki symptoms fatigue dan shortness of breath.

Memiliki tachycardia, biasanya sinus tachycardia, akibat dari reflex sympathetic stimulation karena rendahnya Cardiac Output.

Blood Pressure biasanya rendah dengan pulse pressure yang lemah, tetapi systemic pressure terkadang dapat ditandai secara normal, karena vasoconstriction dari arterial.

Pulsus paradoxus terjadi pada cardiac tamponade, mengakibatkan penurunan ventricular filling pada left ventricle dengan inspiration, akibatnya penurunan Cardiac Output dan pengurangan blood pressure selama inspiration.

Jugular venous pressure akan meningkat pada cardiac tamponade.Clinical feature:

Jugular venous distention.

Systemic hypotension.

Bunyi jantung yang terdengar kecil pada saat pemeriksaan fisik, merupakan efek dari cardiac effusion.

Sinus tachycardia.

Pulsus paradoxus.

Dyspnea dan tachypnea karena pulmonary congestion dan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan perifer.Diagnostic Approach ECG.

Reduce voltage &electrical alterans.

Mengurangi voltage yang tidak spesifik dan dapat disebabkan oleh beberapa kondisi lainnya. Termasuk emphysema, infiltrative myocardial disease, dan pneumothorax.

Chest radiography

Cardiac silhouette secara normal pada saat pericardial effusion dengan besar yang moderate.

Moderate dan larger effusion, jantung terlihat bulat dan berbentuk seperti botol. Untuk mengatasi tekanan pericardial yang tinggi, maka dilakukan intervention. Pericardiocentesis best performed pada cardiac katerisasi lab, dimana efek hemodynamic untuk memindahkan cairan pericardial. Caranya adalah sebagai berikut:

1. Pasien posisi kepala 45 derajat, untuk mempromote pooling dari effusion

2. Kemudian jarum dimasukan ke ruangan pericardial melalui kulit , dibawah Proccesus Xiphoid(safest location to avoid piercing a coronary artery)

3. Kemudian Cateter yang sudah diberi benang masuk ke ruangan pericardial, dan dihubungkan ke transduser untuk mengukur tekanan

4. Cateter yang lain, yang telah diberi benang juga, melalui systemic vein ke sisi kanan dari jantung, secara simultan merekam(recording) perbandingan tekanan di intracardiac dan intrapericardial.

Jika prosedur pericardiocentesis sukses, maka tekanan pericardium pun akan turun hingga ke normal, dan tidak ada tekanan diastolic yang sama dalam semua ruangan jantung akan menurun, hingga ke tekanan normal.

NB: setelah aspirasi awal pericardiac fluid, pericardial cateter mungkin ditinggalkan pada tempat sekitar 1 hari untuk memungkinkan complete drainage.

Ketika dilakukan pericardial diambil, selain untuk terapi, juga untuk mendiagnosa, contohnya mengkultur bakteri, fungi, acid fast bacilli, dan CBC.

Jika terjadi peningkatan protein pericardial terhadap serum 0,6, berarti itu exudates.

Ketika suspected TB: kadar adenosine deaminase pada pericardial fluid, menurut beberap studies mengatakan bahwa peningkatan adenosine deaminase itu merupakan indikasi unutk TB, hal ini sangat sensitive dan spesifik.

Jika cardiac tamponade ini berulang, maka penanganannya, yaitu lakukan pericardiocentesis.

Pada beberapa kasus, dilakukan definitive surgical, untuk removal bagian atau semua bagian dari pericardiumnya.

C. Potentially Lethal Chest Injuries Identified in the Secondary SurveyTerdiri dari:

1. PULMONARY CONTUSION Terjadi terutama setelah trauma tumpul toraks

Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan edema parenkim konsolidasi

Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan edema dan reaksi inflamasi lung compliance ventilation-perfusion mismatch hipoksia & work of breathing

Diagnosis Foto toraks dan pemeriksaan lab (PaO2 )

Manifestasi klinis dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam setelah trauma Penatalaksanaan

Tujuan:

Mempertahankan oksigenasi

Mencegah/mengurangi edema

Tindakan : bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2, pain control, diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif (PEEP > 5)

2. MYOCARDIAL CONTUSIONKecurigaan akan adanya trauma jantung :

Trauma tumpul di daerah anterior

Fraktur pada sternum

Trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga II kiri, grs mid-klavikula kiri, arkus kosta kiri)Diagnostik

Trauma tumpul : EKG, pemeriksaan enzim jantung (CK-CKMB / Troponin T)

Foto toraks : pembesaran mediastinum, gambaran double contour pada mediastinum menunjukkan kecurigaan efusi perikardium

Echocardiography untuk memastikan adanya effusi atau tamponade

Penatalaksanaan

1. Adanya luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi dilakukannya torakotomi eksplorasi emergency2. Adanya tamponade dengan riwayat trauma toraks merupakan indikasi dilakukannya torakotomi eksplorasi.

3. Adanya kecurigaan trauma jantung mengharuskan perawatan dengan observasi ketat untuk mengetahui adanya tamponadeKomplikasi

Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya aneurisma ventrikel beberapa bulan/tahun pasca trauma.3. AORTIC DISRUPTION Ruptur aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi ruptura tersering adalah di bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat ligamentum arteriosum.

Hanya kira-kira 15% dari penderita trauma toraks dengan ruptura aorta ini dapat mencapai rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

Kecurigaan adanya ruptur aorta dari foto toraks bila didapati.

a) Mediastinum yang melebar

b) Fraktur iga 1 dan 2

c) Trakea terdorong ke kanan

d) Gambaran aorta kabur dan terdapat penekanan bronkus utama kiri

f) Gambaran pipa lambung (NGT) pada esofagus yang terdorong ke kanan.

PenatalaksanaanDiagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan aortografi dan ekokardiorgrafi. Reparasi operatif dilakukan dengan torakotomi dan dengan bantuan cardiopulmonaru bypass.5. TRAUMATIC DIAPHRAGMATIC RUPTURE Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada daerah toraks inferior atau abdomen atas.

Trauma tumpul di daerah toraks inferior akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal mendadak yang diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan tersebut.

Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah toraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai organ-organ lain (intratoraks ata intraabdominal).

Ruptur umumnya terjadi di "puncak" kubah diafragma (sentral)

Kejadian ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma kanan

Akan terjadi herniasi organ viseral abdomen ke toraks

Dapat terjadi ruptur ke intra perikardialDiagnostik

Riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen

Tanda dan gejala klinis (sesak/respiratory distress), mual-muntah, tanda abdomen akut)

Foto toraks dengan NGT terpasang (pendorongan mediastinum kontralateral, terlihat adanya organ viseral di toraks)

CT scan toraksPenatalaksanaan

Torakotomi eksplorasi (dapat diikuti dengan laparotomi)

6. TRACHEOBRONCHIAL DISRUPTION1. Larynx

Fraktur pada laring ditandai dengan adanya suara serak, emfisema subkutis dan krepitasi fraktur yang dapat terpalpasi. Jika terdapat obstruksi jalan nafas, maka pasien harus dilakukan intubasi. Jika intubasi tidak berhasil, maka dapat dilakukan tracheostomy yang diikuti dengan operasi perbaikan.2. Trachea

Trauma pada trakea dapat diakibatkan oleh trauma penetrasi maupun trauma tumpul.

Trauma penetrasi membutuhkan penanganan operatif segera. Trauma penetrasi sering kali mengenai esofagus, arteri karotis, dan vena jugular.

Trauma tumpul sering kali menyebabkan gejala yang bertahap.

Suara nafas yang berisik menandakan adanya obstruksi parsial yang akan menjadi komplit. Jika sudah tidak terdengar suara nafas, maka kemungkinan terjadi obstruksi nafas komplit. Kondisi ini membutuhkan penanganan jalan nafas segera.3. Bronchus

Trauma pada bronkus dibutuhkan penanganan operatif segera. Pasien yang mengalami injury pada bronkus sebagian segera meninggal, sekitar 30% yang berhasil dilarikan ke rumah sakit meninggal saat sampai ke rumah sakit (death on arrival) Injury pada bronkus ditandai dengan batuk berdarah (hemoptisis), emfisema subkutan, atau tension pneumothorax dengan pergeseran mediastinal.

Pengobatan untuk trakeobronchial injury adalah menjaga jalan nafas sampai proses inflamasi akut dan proses edema teratasi. Intubasi seringkali tidak berhasil karena terjadi pergesaran anatomi jalan nafas, oleh karena itu perlu dilakukan intervensi operatif. Pada pasien dengan injuri bronkial yang berhasil selamat, maka perlu dilakukan operasi intervensi secara langsung dengan cara torakotomi.

6. ESOPHAGEAL DISRUPTION Penyebab trauma/ruptur esofagus umumnya disebabkan oleh trauma tajam/tembus. Pada pemeriksaan Foto toraks: Terlihat gambaran pneumomediastinum atau efusi pleura Diagnostik: Esofagografi Tindakan: Torakotomi eksplorasi

D. Other Manifestation Of Chest InjuriesTerdiri dari:

1. FRAKTUR IGA

Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan oleh trauma tumpul pada dinding dada. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga. Hal ini disebabkan oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen. Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat fraktur pada iga VIII-XII

Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula. Penatalaksanaan 1. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)

2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks)

3. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:

Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)

Bronchial toilet Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah

Cek Foto Foto berkala

Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain (seperti: pneumotoraks, hematotoraks dsb.), ditujukan untuk mengatasi kelainan yang mengancam jiwa secara langsung, diikuti oleh penanganan pasca operasi/tindakan yang adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek lab dan foto berkala), sehingga dapat menghindari morbiditas/komplikasi.

Komplikasi tersering adalah timbulnya atelektasis dan pneumonia, yang umumnya akibat manajemen analgetik yang tidak adekuat.

2. FRAKTUR KLAVIKULA

Cukup sering sering ditemukan (isolated, atau disertai trauma toraks, atau disertai trauma pada sendi bahu ).

Lokasi fraktur klavikula umumnya pada bagian tengah (1/3 tengah)

Deformitas, nyeri pada lokasi taruma.

Foto Rontgen tampak fraktur klavikula Penatalaksanaan

1. Konservatif : "Verband figure of eight" sekitar sendi bahu disertai dengan pemberian analgetika.

2. Operatif : fiksasi internalKomplikasi Timbulnya malunion fracture dapat mengakibatkan penekanan pleksus brakhialis dan pembuluh darah subklavia. 3. FRAKTUR STERNUM

Insidens fraktur sternum pada trauma toraks cukup jarang, umumnya terjadi pada pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan.

Biasanya diakibatkan trauma langsung dengan gaya trauma yang cukup besar

Lokasi fraktur biasanya pada bagian tengah atas sternum

Sering disertai fraktur Iga.

Adanya fraktur sternum dapat disertai beberapa kelainan yang serius, seperti: kontusio/laserasi jantung, perlukaan bronkhus atau aorta.Tanda Dan Gejala Nyeri terutama di area sternum, krepitasi Pemeriksaan

Seringkali pada pemeriksaan Foto toraks lateral ditemukan garis fraktur, atau gambaran sternum yang tumpang tindih.

Pemeriksaan EKG : 61% kasus memperlihatkan adanya perubahan EKG (tanda trauma jantung).Penatalaksanaan

1. Untuk fraktur tanpa dislokasi fragmen fraktur dilakukan pemberian analgetika dan observasi tanda2 adanya laserasi atau kontusio jantung

2. Untuk fraktur dengan dislokasi atau fraktur fragmented dilakukan tindakan operatif untuk stabilisasi dengan menggunakan sternal wire, sekaligus eksplorasi adanya perlukaan pada organ atau struktur di mediastinum.

4. DISLOKASI SENDI STERNOKLAVIKULA

Kasus jarang

Dislokasi anterior : nyeri, nyeri tekan, terlihat "bongkol klavikula" (sendi sternoklavikula) menonjol kedepan

Posterior : sendi tertekan kedalam

Pengobatan : reposisi5. EMFISEMA SUBKUTISDapat disebabkan olch adanya cedera saluran pernafasan atau segmen fraktur iga yang merobek paru-paru dan dapat disertai dcngan adanya pneutoraks maupun pneutoraks desakan.PenatalaksanaanEmfisema subkutis yang tcrbatas di daerah toraks tidak memerlukan tindakan karena dapat diabsorbsi dalam 2 hingga 4 minggu; bila terdapat penumotoraks dilakukan pemasangan water seal drainage.Emfisema subkutis yang luas harus dicurigai disebabkan cedera dari saluran pernafasan yang mungkin memerlukan tindakan torakotomi untuk memperbaikinya.

6. SIMPLE PNEUMOTHORAXAdalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang progresif. Ciri:

Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)

Tidak ada mediastinal shift PF: bunyi napas , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada

Penatalaksanaan Melakukan pemasangan water seal drainage (WSD) WATER SEALED DRAINAGE (WSD)WSD berfungsi sebagai alat:

1. Diagnostik

2. Terapetik

3. Follow-upTujuan:

1. Evakuasi darah/udara

2. Pengembangan paru maksimal

3. MonitoringIndikasi pemasangan:

Pneumotoraks

Hematotoraks

Empiema

Effusi pleura lainnya

Pasca operasi toraks

Monitoring perdarahan, kebocoran paru atau bronkhus, dsb.

Tindakan :

Lokasi di antara garis aksilaris anterior dan posterior pada sela iga V atau VI.

Pemasangan dengan teknik digital tanpa penggunaan trokar.

Indikasi pencabutan WSD :

1. Tercapai kondisi: produksi < 50 cc/hari selama 3 hari berturut-turut, dan undulasi negatif atau minimal, dan pengembangan paru maksimal.

2. Fungsi WSD tidak efektif lagi (misal: adanya sumbatan, clot pada selang, dsb.)

DAFTAR PUSTAKA

1. Moore KL, Dalley AF. 2006. Clinically Oriented Anatomy. 5th edition. United State of America: Lippincott Williams & Wilkins Publishers.2. Seymour I. Schwartz, MD., F.A.C.S. Schwartzs, Principles of Surgery. 8th Edition. McGraw-Hill. 2005.3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani Wi, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. 2 ed. Jakarta: Media Aesculapius Universitas Indonesia; 2000.4. Sjamsuhidajat, R.,De Jong, Wim.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit EGC : Jakarta.5. HA Raymond, Proctor HJ. Advanced Trauma Life Support Student Manual. Chicago: American College Of Surgeon.