CRS Radikulopathy Group B

download CRS Radikulopathy Group B

of 37

Transcript of CRS Radikulopathy Group B

NYERI PUNGGUNG BAWAH (NPB)

Definisi Adalah perasaan nyeri yang dirasakan diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah, yaitu daerah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke daerah tungkai dan kaki.1

Epidemiologi Nyeri punggung bawah merupakan salah satu dari sepuluh penyebab penderita datang berkunjung ke dokter. Hampir 80% penduduk negara industri pernah alami NPB. Ini diperkirakan NPB lebih umum ditemukan pada orang dengan pekerjaan kasar. Prevalensi pria (18,2%) berbanding wanita (13,6%).1

Etiologi 1. Lumbar strain (akut/ kronis) Lumbar strain adalah disebabkan oleh adanya peregangan yang mengakibatkan kerusakan pada ligamentum, tendon maupun otot. Ini disebabkan oleh penggunaan berlebihan (overuse), penggunaan yang salah (improper use) maupun trauma. Karakteristik kondisi ini adalah nyeri yang dirasakan lokal (pegal/ localized discomfort) pada punggung belakang setelah adanya stres mekanikal pada area lumbal sehingga dapat menimbulkan spasme otot.

2. Iritasi saraf Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur radiks saraf akibat penyempitan kanalis spinalis atau foramen intervertebralis dan dapat mengenai satu atau lebih dari radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal. Gejalanya berupa nyeri yang biasanya terjadi tiba-tiba, bersifat tajam dan sangat hebat, menjalar ke belakang tungkai kadang-kadang sampai tumit. Nyeri ini dapat diperberatkan dengan batuk dan bersin. Kelemahan otot atau spasme dapat terjadi disertai rasa baal. 3. Bony encroachment Keadaan dimana terjadinya pergeseran atau pertumbuhan tulang vertebrae yang dapat menyempitkan rongga kanalis spinalis. Penyebab adalah penyempitan foramen/ foraminal narrowing,

spondylolisthesis, dan spinal stenosis. Kompresi pada saraf menghasilkan nyeri sciatica. Stenosis spinal dapat menghasilkan gejala klaudikasi neurogenik dimana didapatkan keluhan nyeri pada ekstremitas bawah yang diperberat dengan berjalan dan menghilang setelah istirahat. 4. Tulang dan sendi. a. Kongenital Penyebab penyakit tulang kongenital adalah spina bifida dan skoliosis. b. Degeneratif Penyebab penyakit degeneratif adalah spondilosis (proses degenerasi pada diskus spinalis) dan osteoarthritis.

c. Injury Penyebabnya adalah fraktur tulang lumbal dan sakrum terutama pada penderita denag osteoporosis. Fraktur (vertebral compression fracture) dapat menghasilkan gejala NPB yang akut, berat dan lokal dan dapat menjalar seperti mengikat (band-like) dan diperberat dengan pergerakan tubuh. Penyebab lain injury adalah spondiloarthropati yaitu inflamasi pada punggung belakang dan sacroiliac joints. Penyakit ini dapat menghasilkan NPB yang berat terutama pagi hari. d. Infeksi Infeksi spondilitis, osteomyelitis dan septik diskus . Gejala klinis terdiri dari nyeri lokal dan disertai demam. 5. Kondisi tulang dan sendi Konginetal (spina bifida, skoliosis), degeneratif (spondylosis,

osteoarthritis), artritis, fraktur). 6. Penyakit ginjal Penyakit ginjal yang dapat menyebabkan NPB adalah infeksi salur kemih, batu, hematoma pada saluran kemih 6. Kehamilan NPB kehamilan disebabkan oleh stres mekanikal pada spinal lumbal karena perubahan kurvatur lumbal dan posisi fetus. Pada kehamilan juga terjadi perubahan hormonal estrogen dan relaxin dimana terjadi pelonggaran ligamentum pada struktur tulang belakang.

7. Kelainan ovari Penyakit yang menyebabkan NPB adalah kista ovari, fibroid uterus dan endometriosis 8. Tumor NPB dapat terjadi karena tumor jinak maupun ganas; tumor primer yang berasal dari tulang maupun yang metastase. Gejala dapat berupa nyeri lokal maupun nyeri hebat yang menjalar, kehilangan fungsi saraf dan otot ( inkontinen urin dan feses). 8. Herpes Zoster Herpes Zoster adalah infeksi akut pada saraf yang mengsuplai sensasi pada kulit unilateral. NPB dapat terjadi apabila Herpes Zoster pada area lumbar.2

Gambaran klinis Beberapa symptom pada spinal disease (pain, stiffness, keterbatasan pergerakan, dan deformitas). Terdapat 4 tipe pain: local, reffered, radicular, dan yang berasal dari secondary (protective) muscular spasm.2 Local pain, disebabkan oleh proses patologi yang mengenai struktur yang

terdapat sensory ending. Melibatkan periosteum pada vertebral body, capsule pada apophysial joint, muscle, annulus fibrosus, dan ligament sering painful, dimana kerusakan pada nucleus pulposus sendiri mengakibatkan sedikit atau tidak nyeri. Local pain sering menetap dan nyeri, tetapi mungkin juga intermittent dan tajam dan, walaupun tidak berbatas baik, pain selalu dirasa pada atau dekat bagian yang dipengaruhi pada spine.

Reffered pain, ada 2 type, yang pertama dihubungakan dari spine sampai

viscera dan struktur lain dalam territory pada lumbar dan upper sacral dermatome dan lainnya yang dihubungkan dari pelvic dan abdominal viscera sampai spine. Pain akibat dari penyakit pada bagian upper lumbar spine yang sering menyebar ke flank, lateral hip, groin, dan anterior thight. Pain berasal dari iritasi pada superior cluneal nerve, yang berasal dari posterior division pada lumbar sinal nerves 3 pertama dan innervasi bagian superior pada buttock. Pain dari bagian lower pada lumbar spine biasanya menyebar ke lower buttock dan posterior thight dan diakibatkan irritasi lower spinal nerve, yang mengaktivasi same pool pada intraspinal neuron sebagai nerve yang menginervasi posterior thihgt. Pain type ini biasanya diffuse dan deep, aching quality, tetati suatu waktu menjadi lebih superficial. Pain dari visceral disease biasanya terasa dalam abdomen flank, atau

daerah lumbar dan mungkin dimodifikasi oleh keadaan pada viscera dan terkadang oleh assuming upright atau supine posture. Radicular atau root pain mempunyai beberapa karakteristik referred

pain tapi berbeda dalam kekuatan intensity. Pain: tajam, intense, dan biasanya superimposed pada dull ache pada reffered pain; biasanya radiasi dari paracentral posisi dekat spine ke beberapa bagian lower limb. Coughing, sneezing, dan straining menimbulkan sharp radiating pain, walaupun mencapai aksi jar atau pergerakan spine dan mencapai local pain; jugular vein compression, yang mencapai intraspinal pressure dan mungkin menyebabkan perpindahan posisi pada root, mempunyai efek yang sama.

Pain akibat dari muscular spasm biasanya terjadi local pain Pain lainnya, asalnya yang tidak ditentukan, terkadang dideskripsikan

oleh pasien dengan chronic disease pada bagian lower pada back: drawing dan pulling pada legs; cramping sensation (tanpa involuntary muscle spasm); tearing, throbbing, atau jabbing pain; dan perasaan burning atau coldness. Sensasi ini seperti paresthesia dan numbness, menunjukkan kemungkinan nerve atau root disease.

SISTEM SARAF TEPI Fungsi sistem saraf perifer (saraf spinal, saraf kranial, saraf otonom) adalah membawa impuls dari dan ke system saraf pusat. Impuls-impuls tersebut mengatur aktifitas motoris, sensoris dan otonom. Sistem saraf perifer terdiri dari semua struktur saraf yang berada di luar membran pial medulla spinalis dan batang otak, kecuali saraf optic dan bulbus olfaktorius yang merupakan bagian dari otak. Distribusi saraf tepi (saraf spinal, cranial dan saraf otonom) tersebar luas di seluruh tubuh, maka setiap gangguannya akan memberikan ciri-ciri tertentu. 4

Gambar 1. Sistem Saraf Tepi.5

KELAINAN SISTEM SARAF PERIFER Suatu keadaan dimana terdapat gangguan fungsi dan atau struktur dari saraf tepi dikenal sebagai neuropati dimana gejala dan tanda kelumpuhan Lower Motor Neuron merupakan manifestasi utama tapi distribusi kelainannya dapat bervariasi luas tergantung dari lokasi (proksimal/distal), derajat (lengkap/parsial), jenis serabut (motorik/sensorik), waktu (akut/kronik), etiologi dsb.

Gambar 2. Penyakit pada unit sensorik-motorik.5

Dermatom Dermatom ialah daerah kulit tertentu yang dipersarafi oleh saraf sensible yang berasal dari satu segmen. Pengetahuan dermatom ini penting dalam klinik, antara lain untuk menentukan letak lesi. Gangguan sensibilitas yang mengikuti pola dermatom tertentu mencerminkan letak lesi sentral(segmental/radikuler) Gangguan sensibilitas yang mengikuti pola saraf tepi. Saraf perifer terdiri dari vertebrae cervicales, thoracales, lumbales, sacrales dan coccygis.6 Cervicales Thoracales Lumbales Sacrales Coccygis : 7 buah : 12 buah : 5 buah : 5 buah : 1 buah

Saraf spinal terdiri dari 30 pasang saraf perifer kanan dan kiri yaitu, C : 8 pasang, Th : 12 pasang, L : 5 pasang, S : 5 pasang. Medulla spinalis lebih pendek dari columna vertebralis, ini disebabkan oleh pertumbuhan tulang yang lebih cepat dibandingkan sumsum tulang belakang pada saat embrio. Ujung cranial saraf spinalis terdapat setinggi tepi atas atlas, sedang kaudal setinggi vertebrae lumbal I-II, jadi segmen-segmen medulla spinalis tidak sama tinggi dengan vertebrae bersangkutan, akibatnya adalah :

Segmen servikal terdapat setinggi vertebrae cervical minus Satu. Segmen thorakal terdapat setinggi vertebrae thorakal minus dua. Segmen-segmen Th 12 dan lumbosakral terdapat setinggi vertebrae Th IX LI

Gambar 3. Kolumna vertebra.6

Dermatom pada manusia : C1 : tidak bersifat sensible C2 : belakang kepala, telinga, region submental C3 : leher bagian atas C4 : leher lateral, bahu atas C5 : lengan atas lateral C6 : lateral lengan atas/bawah, ibu jari

C7 : lengan bawah distal sampai jari II dan III C8 : lengan bawah distal sampai jari III dan IV Th 1 : lengan bawah ulnar sampai kelingking Th 2 : lengan atas medial dan dada atas Th 3 : dada diatas papilla mammae dan axial Th 4 : setinggi papilla mammae Th 5-9 : kira-kira daerah kulit dada berturut-turut merupakan lingkaran konsentris Th 10 : setinggi umbilicus Th 11 : setinggi perut Th 12 : setinggi pubis L1 : setinggi inguinal L2 : paha depan dan lateral L3 : daerah lutut L4 : bagian medial tungkai bawah L5 : bagian lateral tungkai bawah S1 : lateral kaki, jari V dan telapak kaki S2 : bagian belakang tungkai atas dan bawah S3-5 : lingkaran konsentris mengelilingi daerah perianogenital1

Gambar 4. Dermatom manusia.5

Gambar 5. Distribusi Dermatomal Pada Bagian Atas Tubuh

Gambar 6. Distribusi Dermatomal Pada Bagian Bawah Tubuh Refleks Refleks tendon adalah hasil stimulasi bagian aferen yang sensitif terhadap peregangan pada gelendong neuromuskular melalui sebuah sinaps, yang menstimulasi saraf motorik untuk menimbulkan kontraksi otot.7 Refleks tendon meningkat pada lesi UMN dan menurun pada lesi LMN serta kelainan otot. Refleks-refleks dapat dibagi dalam beberapa derajat sebagai berikut: 3+ = klonus 2+ = meningkat 1+ = normal +/-= diperoleh dengan rangsangan 0= tidak ada respon

Biceps Letakkan tangan pasien pada abdomennya.Tempatkan telunjuk pemeriksa ke tendon biceps. Ayunkan palu refleks pada jari Anda sambil melihat otot biceps. Nervus: musculocutaneus Radiks: C5, (C6) Supinator (N.B. Nama yang tidak sesuai untuk refleks ini, otot yang terlibat adalah brachioradialis) Letakkan lengan yang difleksikan pada abdomen, Letakkan jari pada tuberositas radius, pukul jari dengan palu, perhatikan brachioradialisnya Nervus: radialis Radiks: C6,(C5) Triceps Tarik lengan melewati dada, tahan pergelangan tangan dengan siku tertekuk 90 derajat. Pukul tendo triceps dengan palu reflek secara langsung perhatikan ototnya. Nervus : radialis Radiks : C7 Reflek Jari Pegang tangan pada posisi netral, letakan tangan anda di balik jarinya, ketuk bagian belakang jari anda. Nervus : fleksor digitorum profundus dan superficialis Radiks : C8

Reflek Lutut (Pattela) Letakan tangan anda di bawah lutut sehingga lutu pasien terletak 90 derajat. Pukul lutut di bawah patella, perhatikan quadriceps. Nervus : femoralis Radiks : L3-L4 Reflek Tumit Pegang kaki dengan sudut 90 derajat dan mallelus medialis yang menghadap ke atas, Lutut harus fleksi dan terletak di samping. Pukul tendo Achilles secara langsung. Perhatikan otot betis, Nervus : tibialis, radiks : S1-S2.7

Gambar 7. Radiks Saraf.7

Gambar 8. Diskus Intervertebralis potongan aksial.3

RADIKULOPATI Definisi Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.1, 2, 8

Etiologi Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya radikulopati, diantaranya yaitu proses kompresif, proses inflamasi, proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi terjadinya proses. a. Proses kompresif Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti : hernia nucleus pulposus (HNP) atau herniasi

diskus, tumor medulla spinalis, neoplasma tulang, spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis spinal, traumatic dislokasi, kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis tuberkulosa, cervical spondilosis b. Proses inflamatori Kelainan-kelainan inflamatori sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti : Gullain-Barre Syndrome dan Herpes Zoster. c. Proses degeneratif Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti Diabetes Mellitus.1,2,8

Tipe-tipe Radikulopati a. Radikulopati lumbar Radikulopati lumbar merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal. Ia juga sering disebut sciatica. Gejala yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus (disk bulges), spinal stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus. Radikulopati dengan keluhan nyeri pinggang bawah sering didapatkan (low back pain). b. Radikulopati cervical Radikulopati cervical umunya dikenal dengan pinched nerve atau saraf terjepit merupakan kompresi [ada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher. Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical.

c. Radikulopati torakal Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi saraf pada punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak lumbal atau cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes zoster. Pengetahuan anatomi, pemeriksaan fisik diagnostik dan pengetahuan berbagai penyebab untuk radikulopati sangat diperlukan sehingga diagnosa dapat ditegakkan secara dini dan dapat diberikan terapi yang sesuai.

Patofisiologi Proses kompresif pada lumbal spinalis

Pergerakan antara vertebra L4/L5 dan L5/S1 lebih leluasa sehingga lebih sering terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar uttuk menahan bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nucleus dan jaringan lunaknya lebih besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti pada masa remaja dengan degenerasi nucleus pulposus yang diikuti protusi atau ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke posterior, medial atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan Nucleus fibrosus. Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radik. Bila proses ini berlansung secara progresif dapat terbentuk osteofit. Permukaan sendi menjadi

malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi penebalan dari ligamentum flavun. Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang vertebra lumlais sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan membentuk trefoil axial shape. Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses penuaan. Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan trauma yang lalu. Stenosis kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia tua. Kelainan pada diskus vertebra lumbalis hanya merupakan salah satu penyebab gangguan dari vertebra lumbalis. Sendi faset (facet joint), nucleus dan otot juga dapat mengalami perubahan degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.

Hernia Nucleus Pulposus Hernia nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed atau protruded disc. Keadaan ini diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain dan nyeri tungkai berulang. Kebanyakan terjadi di antara vertebra L5-S1. Frekuensi yang kurang terdapat di antara vertebra L4-L5, L3L4, L2-L3 dan L1-L2. Jarang terdapat pada vertebra torakal, dan sering pada vertebra C5-C6 dan C6-C7. Penyebab biasanya terjadi trauma fleksi, tapi pada beberapa penderita dapat berupa tanpa trauma. Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi discus intervertebral bertambah, sesuai dengan meningkatnya umur, dapat mengenai daerah

cervikal dan lumbal pada penderita yang sama. Herniasi nucleus merupakan tonjolan yang lunak, tetapi suatu waktu mengalami perubahan menjadi fibrokartilago, akhirnya menjadi tonjolan kalsifikasi. Kebanyakan kasus berumur antara 20-64 tahun dan tersering pada umur 30-39 tahun. Setelah umur 40 tahun frekuensinya menurun. Laki-laki memiliki dua kali lipat kemungkinan untuk menderita HNP berbanding wanita. Nukleus pulposus yang menonjol melalui annulus fibrosus yang robek biasanya pada sisi dorsolateral satu sisi atau sisi lainnya (kadang-kadang pada bagian dorsomedial) menyebabkan penekanan pada radiks atau radiks-radiks.

Gambar 10. Diskus Herniasi.8

Spondilolisis dan Spondilolistesis Spondilolisis adalah proses degeneratif pada kolumna vertebra dan berhubungan dengan jaringan lunak. Ia adalah garis litik yang menyilang pars

interartikularis yaitu daerah antara prosesus artikularis superior dan inferior. Hal ini ditandai dengan defek structural dari spina meliputi lamina atau neural arch dari vertebra. Bagian yang paling sering dipengaruhi adalah spina lumbal. Defek ini terjadi pada bagian lamina di antara superior dan inferior articular facets yang disebut pars interartikularis. Tekanan mekanis dapat menyebabkan vertebra yang bersangkutan dapat bergeser mengakibatkan forward

displacement dari defisiensi vertebra yang disebut spondylolisthesis. Faktor keturunan memainkan peranan penting, dan diduga disebabkan fraktur karena stress berulang. Akibat dari torsional dan rotasional stress, mikrofraktur dapat terjadi pada tempat yang dipengaruhi dan bahkan menyebabkan disolusi pada pars interartikularis. Yang paling sering mengalami spondilolisis dan spondilisthesis adalah vertebra L5. Spondylolithesis dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan persentase terjadinya slip atau tergelincir. Derajat pergeseran secara klinis dihitung dari hubungan vertebra bagian superior terhadap vertebra bagian inferior. Pergeseran sampai 25% merupakan derajat I, 25-50% derajat II, 50-75% derajat III, lebih dari 75% derajat IV. Terdapat lima tipe spondilolisthesis, yaitu : Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV Tipe V : Kongenital spondilolithesis : Isthmik spondilolithesis : Degeneratif spondilolithesis : Traumatik spondilolithesis : Patologik spondilolithesis

Kongenital spondilolisthesis atau displastik spondilolisthesis merupakan proses sekunder dari defek kongental pada sacral superior atau inferior faset L5 atau keduanya dengan pergeseran yang bertahap pada vertebra L5. Pada tipe isthmik spondilolithesis lesi terdapat pada isthmus atau pars interartikularis. Degeneratif spondilolisthesis timbul karena proses degenerasi pada sendi faset lumbal, sering pada usia tua. Traumatik spondilolithesis berhubungan dengan fraktur elemen posterior (pedikel, lamina atau faset). Patologik spondilolisthesis timbul karena kelemahan struktur tulang, sekunder dari proses penyakit tumor atau penyakit tulang lain.

Gambar 11. Spondylolisthesis

Proses kompresif pada thorakal dan lumbal spinalis Spondilitis tuberkulosa

Proses kompresif pada cervikal Cervical Spondylosis, Hernia Nukleus Pulposus

Gambar 12 : Spondilosis Cervikal.3 Proses inflamasi Gullaine-Barre Syndrome Herpes Zoster Penyakit Degeneratif Penyakit Diabetes Mellitus.1,2,8

Manifestasi Klinis Radikulopati Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut : 1. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra hingga ke arah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin. 2. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.

3. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang distribusi dermatom radiks yang bersangkutan. 4. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan. 5. Refles tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau bahkan menghilang. Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada servikal, torakal, atau lumbal). Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif di radiks posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan. Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai dinamakan iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan n.iskiadikus dan lanjutannya ke perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi karena segmen ini lebih rigid daripada segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul. Manifestasi klinis radikulopati pada daerah servikal antara lain : Leher terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial skapula. Gejala diperburuk dengan gerakan kepala dan leher, juga dengan regangan pada lengan yang bersangkutan. Untuk mengurangi gejala, penderita seringkali mengangkat dan memfleksikan lengannya di belakang kepala. Lesi pada C5 ditandai dengan nyeri pada bahu dan daerah trapezius, berkurangnya sensorik sesuai dengan pola dermatomal, kelemahan dan

atrofi otot deltoid. Lesi ini dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan abduksi dan eksorotasi lengan.

Lesi pada C6 ditandai dengan nyeri pada trapezius, ujung bahu, dan menjalar hingga lengan atas anterior, lengan bawah bagian radial, jari ke-1 dan bagian lateral jari ke-2. Lesi ini mengakibatkan paresthesia

ibu jari, menurunnya refleks biseps, disertai kelemahan dan atrofi otot biseps. Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri pada bahu, area perktoralis dan medial aksila, posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan bawah, jari ke-2 dan 3 atau seluruh jari. Lesi ini dapat mengakibatkan paresthesia jari ke-2,3 juga jari pertama, atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor tangan, dan pektoralis. Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial lengan bawah. Lesi ini akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan sensasi jari ke-4 dan 5 (seperti pada gangguan n.ulnaris).

Gambar 13. Penjalaran nyeri pada radikulopati servikal.8

Manifestasi klinis radikulopati pada daerah lumbal antara lain :

Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka, menjalar ke bokong, paha, hingga ke betis, dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava maneuvers (seperti : batuk, bersin, atau mengedan saat defekasi).

Pada ruptur diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita sedang duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan menjaga lututnya dalam keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada bokong yang berlawanan. Ketika akan berdiri, penderita menopang dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan satu tangan di punggung, menekuk tungkai yang terkena (Minors sign). Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman dengan berbaring telentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, dan bahu disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.

Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang sakit, dan panggul akan miring, sehingga sendi coxae akan terangkat. Bisa saja tubuh penderita akan bungkuk ke depan dan ke arah yang sakit untuk menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat, penderita akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada

jari kaki (karena dorsifleksi kaki menyebabkan stretching pada saraf, sehingga memperburuk nyeri). Penderita bungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil dan semifleksi sendi lutut disebut Neris sign.

Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini merupakan bukti keterlibatan radiks S1.

Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang n.iskiadikus.

Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi, paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang terjadi.

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang unilateral. Namun bila letak hernia agak besar dan sentral, dapat menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan berkemih dan buang air besar.

Gambar 14. Penjalaran nyeri pada radikulopati lumbal. Tabel 1. Common Root Syndromes of Intervertebral Disc Disease

Disc space Root affected Muscles affected

L3-4 L4 Quadricep s

L4-5 L5 Peroneals, anterior tibial, extensor hallucis longus

L5-S1 S1 Gluteus maximus, gastrocne mius, plantar flexor of

C4-5 C5 Deltoid, biceps

C6-7 C7 Triceps, wrist exrensors

C7-T1 C8 Intrinsic hand muscles

Area of Anterior pain and sensory loss Reflex affected Straight leg raising thigh, medial shin Knee jerk Many

toes Great toe, Lateral

Shoulder,

Thumb, middle fingers

Index, fourth fifth finger

dorsum of foot, small anterior foot toe arm, radial Posterior Ankle jerk Aggravate s root pain forearm Biceps -

Triceps -

Triceps -

tibial not Aggravate s root pain

increase pain

Pemeriksaan Fisik Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, adalah penting untuk melakukan anamnesa terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dengan trauma atau infeksi dan rekurensi. Harus ditanyakan karakter nyeri, distribusi dan

penjalarannya, adanya paresthesia dan gangguan subjektif lainnya, adanya gangguan motorik (seperti kelemahan dan atrofi otot). Juga perlu diketahui gejala lainnya seperti gangguan pencernaan dan berkemih, anestesia rektal/genital. Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah penting. Penting untuk memperhatikan abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan neurologis harus diperhatikan : Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan saraf perifer atau segmental. Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, spasme otot). Perubahan refleks.

Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya neoplasma dan infeksi di luar vertebra. Pada pemeriksaan radikulopati servikal, antara lain akan didapatkan:1. Terbatasnya range of motion leher.

2. Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan (terutama hiperekstensi). 3. Test Lhermitte Test ini dilakukan dengan mengadakan penekanan pada kepala dengan posisi leher tegak lurus atau miring sehingga berkas serabut sensorik di foramen intervertebrale yang diduga terjepit, secara faktual dapat dibuktikan.

Gambar 15 . Test Lhermitte

4. Test distraksi Test ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikular. Pembuktian terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi penjepitan itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.

Gambar 16. Test Distraksi

Prosedur diagnosa khusus untuk pemeriksaan radikulopati lumbal antara lain : 1. Lasegues sign

Gambar 17 . Test Lasegue

2. 3.

Test Lasegue silang Nerve pressure sign Pemeriksaan dilakukan dengan : Lasegues test dilakukan hingga penderita

merasakan nyeri, kemudian lutut difleksikan 20, dilanjutkan dengan fleksi sendi coxae dan penekanan n.tibialis pada fossa poplitea, hingga penderita mengeluh nyeri. Test ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau sepanjang n.iskiadikus. 4. Test Viets dan Naffziger Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal dapat menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space occupying lession yang menekan radiks saraf. Tekanan dapat meningkat dengan batuk, bersin, mengedan, dan dengan kompresi vena jugularis. Tekanan harus dilakukan hingga penderita mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya, dan tes ini tidak boleh dianggap negatif hingga venous return dihambat selama 2 menit. Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan

tekanan 40 mmHg selama 10 menit (Naffzigers test). Penderita dapat berbaring atau berdiri. Pada pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada radiks yang bersangkutan.

Pemeriksaan Penunjang Radikulopati a. Rontgen Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan struktural. Seringkali kelainan yang ditemukan pada foto roentgen penderita radikulopati juga dapat ditemukan pada individu lain yang tidak memiliki keluhan apapun.b. MRI/CT Scan

MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medula spinalis dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan degeneratif pada diskus intervertebra. CT Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra.

c. Myelografi

Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomik yang detail, terutama elemen osseus vertebra. Myelografi merupakan proses yang invasif karena melibatkan penetrasi pada ruang subarachnoid.d. Nerve Concuction Study (NCS), dan Electromyography (EMG)

NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal. Selain itu pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf. Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan. e. Laboratorium Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap

darah, faktor rematoid, fosfatase alkali/asam, kalsium. seperti infeksi. Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik

Penatalaksanaan Radikulopati 1. Informasi dan edukasi Nasihat yang perlu diberikan pada penderita LBP sebagai berikut :

Waktu berdiri Jangan memakai sepatu dengan hak tinggi Jangan berdiri waktu yang lama, selingi dengan jongkok

Berdiri dengan satu kaki diletakkan lebih tinggi untuk mengurangi hiperlordosis lumbal

tekuklah lutut

Bila mengambil sesuatu di tanah, jangan membungkuk, tapi

Bila mengangkat benda berat, renggangkan kedua kaki lalu tekuklah lutut dan punggung tetap tegak dan angkatlah barang tersebut sedekat mungkin dengan tubuh Waktu berjalan

Berjalanlah dengan posisi tegak, rileks dan jangan tergesa-gesa

Waktu duduk Pilihlah tempat duduk dengan criteria : Busa jangan terlalu lunak Punggung kursi berbentuk huruf S Bila duduk seluruh punggung harus sebanyak mungkin kontak dengan kursi Bila duduk waktu lama, letakkan satu kaki lebih tinggi dari yang satunya

Waktu tidur Waktu tidur punggung dalam keadaan mendatar ( jangan pakai alas dari per )

Olah raga Hindari oleh raga beregu, satu lawan satu karena akan meningkatkan stress pada punggung. Dianjurkan oleh raga perorangan seperti renang dan jogging.

2.

Farmakoterapi a. Akut : asetaminofen, NSAID, muscle relaxant, opioid

(nyeri berat), injeksi epidural. b. Kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin), opioid (kalau

sangat diperlukan).

NSAIDs Diberikan karena memiliki efek analgesik, anti inflamasi, dan antipyretic. NSAIDs dapat menginhibisi aktivitas siklooksigenase dan sintesa

prostaglandin, selain itu menginhibisi sintesa leukotrien, pelepasan enzim lisosomal, aktivitas lipooxygenase dan agregasi neutrofil.

Diclofenac (Voltaren, Cataflam) [50mg PO] Naproxen (Aleve, Napleran, Naprosyn, Anaprox) [250-500mg PO]

Muscle Relaxants Muscle relaxants diberikan pada pengobatan radikulopati untuk pasien-pasien yang ada spasme pada otot.

Cyclobenzaprine (Flexeril) merupakan skeletal muscle relaxant yang bekerja secara sentral dan mereduksi aktifitas motorik. Dosis: 10 mg PO (tidak boleh melebihi 60mg/d)

Analgesik

Diberikan untuk pasien-pasien yang merasa nyeri agar pasien merasa nyaman dan memiliki efek sedasi. 3. Terapi nonfarmakologik a. Akut : imobilisasi (lamanya tergantung kasus), Tramadol [50-100mg q4-6h, tidak boleh melebihi 400md/d]

pengaturan berat badan, posisi tubuh dan aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin), masase, traksi (tergantung kasus), alat bantu (antara lain korset, tongkat). b. (akupunktur, Kronik : terapi psikologik, modulasi nyeri modalitas termal), latihan kondisi otot, rehabilitasi

vokasional, pengaturan berat badan, posisi tubuh dan aktivitas. 4. Invasif nonbedah Blok saraf dengan anestetik lokal. Injeksi steroid (metilprednisolon) pada epidural untuk mengurangi

pembengkakan edematous sehingga menurunkan kompresi pada radiks saraf. 5. Bedah Indikasi operasi pada HNP :

Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari 4 minggu :

nyeri berat / intractable / menetap / progresif. Defisit neurologik memburuk. Sindroma kauda.

Stenosis kanal : setelah terapi konservatif tidak berhasil.

Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan

neurofisiologik dan radiologik.1,2,8

DAFTAR PUSTAKA 1. Nurdjaman, Djadjang, Nurimaba, Nurdjaman, Syamsudin, Thamrin. Diktat Neurologi Klinis. Fakultas Kedokteran UNPAD. Bandung. 1993.2. 3.

Neuropathy. Tersedia di www.medicinet.com. Neuropathy. Tersedia di www.wikipedia.com.4. Victor, M, Ropper, A. Adams and Victors Principles Of Neurology 7th Ed.

McGraw Hill. 20015. Netter, H Frank, Craig, A John, Perkins, James. Atlas of Neuroanatomy and

Neurophysiology Special Ed. Icon Custom Communications. USA. 2004. 6. Lindsay, Kenneth W, Bone, Ian. Neurology and Neurosurgery Illustrated 3rd Ed. Churchil Livingstone. 1997 7. F. Geraint. Neurological examination made easy. Churcill Livingstone. 1996.8. Margono, Asnawi, Chrisianto. Neuropati 2nd Ed. Gajamh Mada University

Press. 1996.