Croup Laringotrakeobrinkitis Akut

13
Croup (Laringotrakeobronkitis Akut) Sindrom croup, adalah sindrom klinis yang ditandai dengan suara serak, batuk menggonggong, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya stres pernapasan. Penyakit ini sering terjadi pada anak. “Croup” berasal dari bahasa Anglo-Saxon yang berarti “tangisan keras”. Penyakit ini pertama kali dikenal pada tahun 1928. 1 Istilah lain untuk croup ini adalah laringtis akut yang menunjukkan lokasi inflamasi, yang jika meluas sampai trakea disebut laringotrakeitis, dan jika sampai ke bronkus digunakan istilah laringotrakeobronkitis. 1 Sindrom croup atau laringotrakeobronkitis akut disebabkan oleh virus yang menyerang saluran respiratori atas. Penyakit ini dapat menimbulkan obstruksi saluran respiratori. Obstruksi yang terjadi dapat bersifat ringan hingga berat. 1 Sifat penyakit ini adalah self-limited, tetapi kadang- kadang cenderung menjadi berat bahkan fatal. Sebelum kortikosteroid digunakan secara luas, 30% kasus croup harus dirawat di RS dan 1,7% memerlukan intubasi endotrakea. Akan tetapi, setelah kortikosteroid telah digunakan secara luas, kasus croup yang memerlukan perawatan di RS menurun drasatis, dan intubasi endotrakea jarang dilakukan. 1 Definisi Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup penyakit heterogen yang mengenai laring, infra/subglotis, trakea dan bronkus. Karakteristik sindrom croup adalah batuk yang menggonggong, suara

description

a

Transcript of Croup Laringotrakeobrinkitis Akut

5

Croup(Laringotrakeobronkitis Akut)

Sindrom croup, adalah sindrom klinis yang ditandai dengan suara serak, batuk menggonggong, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya stres pernapasan. Penyakit ini sering terjadi pada anak. Croup berasal dari bahasa Anglo-Saxon yang berarti tangisan keras. Penyakit ini pertama kali dikenal pada tahun 1928.1Istilah lain untuk croup ini adalah laringtis akut yang menunjukkan lokasi inflamasi, yang jika meluas sampai trakea disebut laringotrakeitis, dan jika sampai ke bronkus digunakan istilah laringotrakeobronkitis. 1Sindrom croup atau laringotrakeobronkitis akut disebabkan oleh virus yang menyerang saluran respiratori atas. Penyakit ini dapat menimbulkan obstruksi saluran respiratori. Obstruksi yang terjadi dapat bersifat ringan hingga berat. 1Sifat penyakit ini adalah self-limited, tetapi kadang-kadang cenderung menjadi berat bahkan fatal. Sebelum kortikosteroid digunakan secara luas, 30% kasus croup harus dirawat di RS dan 1,7% memerlukan intubasi endotrakea. Akan tetapi, setelah kortikosteroid telah digunakan secara luas, kasus croup yang memerlukan perawatan di RS menurun drasatis, dan intubasi endotrakea jarang dilakukan. 1Definisi

Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup penyakit heterogen yang mengenai laring, infra/subglotis, trakea dan bronkus. Karakteristik sindrom croup adalah batuk yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya obstruksi jalan napas. 1Secara umum croup dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu : 11. Viral Croup : ditandai oleh gejala prodormal infeksi respirotari; gejala obstruksi saluran respiratori berlangsung selama 3-5 hari. Beberapa penulis menyebutkan kelompok ini Laringotrakeobronkitis. 2. Spasmodic croup : spasmodic cough, terdapat faktor atopik, tanpa gejala prodromal; anak dapat tiba-tiba mengalami gejala obstruksi saluran respiratori, biasanya pada waktu malam menjelang tidur; serangan terjadi sebentar, kemudian normal kembali.

Berdasarkan derajat kegawatan, croup di bagi menjadi empat kategori. 11. Ringan; ditandai dengan adanya batuk keras menggonggong yang kadang-kadang muncul, stridor yang tidak terdengar ketika pasien beristirahat tidak beraktivitas, dan retraksi ringan dinding dada.2. Sedang; ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul, stridor yang mudah didengar ketika pasien beristirahat/ tidak beraktivitas, retraksi dinding dada yang sedikit terlihat, tetapi tidak ada gawat napas (respiratory distress). 3. Berat; ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul, stridor inspirasi yang terdengar jelas ketika pasien beristirahat, dan kadang-kadang disertai dengan stridor ekspirasi, retraksi dinding dada, dan gawat napas.4. Gagal napas mengancam; batuk kadang-kadang tidak jelas, terdengar stridor (kadang-kadang sangat jelas ketika pasien beristirahat), gangguan kesadaran, dan letargi.

Epidemiologi

Sindrom croup biasanya terjadi pada anak berusia 6 bulan 6 tahun, dengan puncaknya pada usia 1 2 tahun. Akan tetapi, croup dapat juga terjadi pada anak berusia 3 bulan dan di atas 15 tahun. 1Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan, dengan rasio 3:2. Angka kejadiannya meningkat pada musim dingin dan musim gugur, tetapi penyakit ini tetap dapat terjadi sepanjang tahun. Pasien croup merupakan 15% dari seluruh pasien dengan infeksi respiratori yang berkunjung ke dokter. 1Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun dan berkurang sejalan dengan pematangan struktur anatomi saluran respiratori-atas. Hampir 15% pasien sindrom croup mempunyai keluarga dengan riwayat penyakit yang sama. 1Etiologi

Virus penyebab tersering sindrom croup (sekitar 60% kasus) adalah Human Parainfluenza virus type 1 (HPIV-1), HPIV-2,3, dan 4, virus Influenza A dan B, Adenovirus, Respiratory Syncytial Virus (rsv), dan virus campak. Meskipun jarang, pernah juga ditemukan Mycoplasma pneumonia. 1Patogenesis

Seperti infeksi respiratori pada umumnya, infeksi virus pada lariongtrakeitis, laringotrakeobronkitis, dan laringotrakeo bronkop neumonia dimulai dari nasofaring dan menyebar ke epithelium trakea dan laring. Peradangan difus, eritema, dan edema yang terjadi pada dinding trakea menyebabkan terganggunya mobilitas pita suara serta area subglotis mengalami iritasi. Hal ini menyebabkan suara pasien menjadi serak (parau). Aliran udara yang melewati saluran respiratori-atas mengalami tribulensi sehingga menimbulkan stridor, diikuti dengan retraksi dinding dada (selama inspirasi). Pergerakan dinding dada dan abdomen yang tidak teratur menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti napas. 1Manifestasi Klinis dan Perjalanan Penyakit

Manifestasi klinis biasanya didahului dengan demam yang tidak begitu tinggi selama 12-72 jam, hidung berair, nyeri menelan, dan batuk ringan. Kondisi ini akan berkembang menjadi batuk nyaring, suara menjadi parau dan kasar. Gejala sistematik yang menyertai seperti demam, malaise. Bila keadaan berat dapat terjadi sesak napas, stridor inspiratorik yang berat, retraksi, dan anak tampak gelisah, dan akan bertambah berat pada malam hari. Gejala puncak terjadi pada 24 jam pertama hingga 48 jam. Biasanya perbaikan akan tampak dalam waktu satu minggu. Anak akan sering menangis, rewel, dan akan merasa nyaman jika duduk di tempat tidur atau digendong. Perbandingan antara viral croup (laryngotracheobronchitis) dan spasmodic croup (spasmodic cough) dapat dilihat pada table berikut KarakteristikViral CroupSpasmodic Croup

Usia6 bulan 6 tahun6 bulan 6 tahun

Gejala prodromalAdaTidak jelas

StridorAdaAda

BatukSepanjang waktuTerutama malam hari

DemamAda (tinggi)Bisa ada, tidak tinggi

Lama sakit2 7 hari2 4 jam

Riwayat keluargaTidak adaAda

Predisposisi asmaTidak adaAda

Diagnosis

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul, pada pemeriksaan fisis ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan derajat stres pernapasan yang di derita. 1Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas/ respiratory, distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan. 1Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak perlu dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan fisis. 1Bila ditemukan peningkatan leukosit > 20.000/mm3 yang didominasi oleh PMN, kemungkinan telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis. 1Pemeriksaan Radiologis dan CT-Scan

Pada pemeriksaan radiologis leher posisi postero-anterior ditemukan gambaran tanda menara steeple sign (seperti menara) yang menunjukkan adanya penyempitan saluran nafas subglotis. Gambaran radiologis seperti ini hanya dijumpai pada 50% kasus. 2Melalui pemeriksaan radiologis, croup dapat dibedakan dengan berbagai diagnosis bandignnya. Gambaran foto jaringan lunak (intensitas rendah) saluran napas atas dapat dijumpai sebagai berikut : 11. Pada trakeitis bacterial, tampak gambaran membran trakea yang compang-camping.2. Pada eppiglotitis, tampak gambaran epiglottis yang menebal.

3. Pada abses retrofaringeal, tampak gambaran posterior faring yang menonjol.

Pemeriksaan CT-Scan dapat lebih jelas menggambarkan penyebab obstruksi pada pasien dengan keadaan klinis yang lebih berat, seperti adanya stridor sejak usia di bawah enam bulan atau stridor pada saat aktivitas. Selain itu, pemeriksaan ini juga dilakukan bila pada gambaran radiologis dicurigai adanya massa. 1TatalaksanaTatalaksana utama bagi pasien croup adalah mengatasi obstruksi jalan napas. Sebagian besar pasien croup tidak perlu dirawat di RS, melainkan cukup dirawat di rumah. Pasien dirawat di RS bila dijumpai salah satu dari gejala-gejala berikut : anak berusia di bawah 6 bulan, terdengar stridor progresif, stridor terdengar ketika sedang beristirakat, terdapat gejala gawat napas, hipoksemia, gelisah, stanosis, gangguan kesadaran, demam tinggi, anak tampak toksik, dan tidak ada respons terhadap terapi. Alur diagnose dan terapi Croup adalah sebagai berikut 1

Terapi Inhalasi

Sejak abad ke-19, terapi uap telah digunakan untuk mengatasi obstruksi jalan napas pada sindrom croup. Pemakaian uap dingin lebih baik daripada uap panas, karena kulit akan melepuh akibat papapran uap panas. Uap dingin akan melembabkan saluran respiratori, meringankan inflamasi, mengencerkan lendir pada saluran respiratori, sekaligus memberikan efek yang nyaman dan menenangkan bagi anak. 1Meskipun terapi uap ini dapat menjadi pilihan yang praktis pada sindrom croup, kelembaban yang ditimbulkan oleh terapi uap dapat pula memperberat keadaan pada anak dengan bronkospasme yang disertai dengan mengi, seperti laringotrakeobronkitis atau pneumonia. Saat ini beberapa pusat kesehatan tidak merekomendasikan penggunaan terapi uap. 1Berdasarkan tiga penelitian yang menggunakan air dingin tersaturasi (cold water fog), tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa penggunaannya untuk mengobati croup menguntungkan. Gina dkk. Melakukan penelitian RCT dengan memberikan terapi oksigen lembab (humidified oxygen) pada pasien croup derajat sedang di UGD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perbaikan klinis antara kelompok yang diberi terapi oksigen lembab dan yang tidak diberikan. 1Epinefrin

Sindrom croup biasanya cukup diatasi dengan terapi uap saja, tetapi kadang-kadang membutuhkan farmakoterapi. Nebulisasi epinefrin telah digunakan untuk mengatasi sindrom croup selama hampir 30 tahun, dan pengobatan dengan epinefrin ini menyebabkan trakeostomi hampir tidak diperlukan. 1Nebulisasi epinefrin sebaliknya juga diberikan kepada anak dengan sindrom croup sedang berat yang disertai dengan stridor saat istirahat dan membutuhkan intubasi, serta pada anak dengan retraksi dan stridor yang tidak mengalami perbaikan setelah diberikan terapi uap dingin. 1Nebulisasi epinefrin akan menurunkan permeabilitas vaskular epitel bronkus dan trakea, memperbaiki edema mukosa laring, dan meningkatkan laju udara pernapasan. Pada penelitian dengan metode double blind, efek terapi nebulisasi epinefrin ini timbul dalam waktu 30 menit dan bertahan selama dua jam. 11. Racemic epinephrine (campuran 1:1 isomer d dan 1 epinefrin); dengan dosis 0,5 ml larutan racemic epinephrine 2,25% yang telah dilarutkan dalam 3 ml salin normal. Larutan tersebut diberikan melalui nebulizer selama 20 menit.2. L-epinephrine 1:1000 sebanyak 5 ml; diberikan melalui nebulizer. Efek terapi terjadi dalam dua jam.

Racemic epinephrine merupakan pilihan utama, efek terapinya lebih besar dan mempunyai sedikit efek terhadap kardiovaskular seperti takikardi dan hipertensi. Nebulisasi epinefrin masih dapat diberikan pada pasien dengan takikardi dan kelainan jantung seperti tetralogi Fallot. 1KortikosteroidKortikosteroid mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme anti radang. Uji klinik menunjukkan adanya perbaikan pada pasien laringotrakeitis ringan-sedang yang diobati dengan steroid oral atau parenteral dibandingkan dengan placebo. 1Deksametason

Deksametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/ intramuscular sebanyak satu kali, dan dapat diulang dalam 6 24 jam. Efek klinis akan tampak 2-3 jam setelah pengobatan. Tidak ada penelitian yang menyokong keuntungan penambahan dosis. 1Keuntungan pemakaian kortikosteroid adalah sebagai berikut :

Mengurangi rata-rata tindakan intubasi

Mengurangi rata-rata lama rawat inap

Menurunkan hati perawatan dan derajat penyakit. 1Selain deksametason, dapat juga diberikan prednisone atau prednisolon dengan dosis 1-2 mg/kgBB (E4). Berdasarkan dua penelitian meta-analisis (24 RCT) tentang pemakaian kortikosteroid sistemik, dengan pemberian kortikosteroid 6 dan 12 jam, tetapi tidak sampai 24 jam, disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh dari kortikosteroid sistemik. 1Budesonid

Nebulisasi budesonid dipakai sejak tahun 1990. Tingkat efektifitasnya adalah E2 bila dibandingkan dengan placebo. Larutan 2-4 mg budesonid (2 ml) diberikan melalui nebulizer dan dapat diulang pada 12 dan 48 jam pertama. Efek terapi nebulisasi budesonid terjadi dalam 30 menit,s edangkan kortikosteroid sistemik terjadi dalam satu jam1. Pemberian terapi ini mungkin akan lebih bermanfaat pada pasien dengan gejala muntah dan gawat napas (respiratory distress) yang hebat. Budesonid dan epinefrin dapat digunakan secara bersamaan. Sebagian besar kasus pemakaian budesonid tidak lebih baik daripada deksametason oral. 1Kortikosteroid tidak diberikan pada anak dengan varisela dan TB (kecuali pada anak yang sedang mendapat OAT). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu lama (1 mg/kgBB/hari selama delapan hari) dapat meningkatkan infeksi Candida albicans. 1Intubasi endotrakeal

Intubasi endoktrakeal dilakukan pada pasien sindrom croup yang berat, yang tidak responsif terhadap terapi lain. Intubasi endotrakeal merupakan terapi alnternatif selain trakeostomi untuk mengatasi obstruksi jalan napas. Indikasi melakukan intubasi endotrakeal adalah adanya hiperkarbia dan ancaman gagal napas. Selain itu, intubasi juga diperlukan bila terdapat peningkatan stridor, peningkatan frekuensi napas, peningkatan frekuensi nadi, retraksi dinding dada, sianosis, letargi, atau penurunan kesadaran. Intubasi hanya dibutuhkan untuk jangka waktu yang singkat, yaitu hingga edema laring hilang/teratasi. 1Kombinasi Oksigen-Helium

Kombinasi oksigen dan helium (Heliox) digunakan oleh beberapa sentra untuk mengatasi sindrom croup. Helium bersifat inert, tidak beracun, serta mempunyai densitas dan viskositas yang rendah. Hal ini sangat membantu mengurangi obstruksi jalan napas, yaitu dengan meningkatkan aliran gas dan mengurangi kerja otot-otot respiratori. Bila helium dikombinasikan dengan oksigen, maka oksigenasi darah akan meningkat. Dengan terapi oksigen-helium ini, pasien sindrom croup berat akan merasa nyaman dan kemungkinan besar tidak memerlukan tindakan intubasi. Efek klinis pemberian kombinasi oksigen-helium hampir sama dengan pemberian nebulisasi epinefrin. 1Antibiotik

Pemberian antibiotik tidak diperlukan pada pasien sindrom croup, kecuali pasien dengan laringotrakeobronkitis atau laringotrakeopneumonitis yang disertai infeksi bakteri. Pasien diebriakn terapi empiris sambil menunggu hasil kultur. Terapi awal dapat menggunakan sefalosporin generasi ke-2 atau ke-3. Pemberian sedative dan dekongestan oral tidak dianjurkan pada pasien sindrom croup. 1Komplikasi

Pada 15% kasus dilaporkan terjadi komplikasi, misalnya otitis media, dehidrasi, dcan pneumonia (jarang terjadi). Sebagian kecil pasien memerlukan tindakan intubasi. Gagal jantung dan gagal napas dapat terjadi pada pasien yang perawatan dan pengobatannya tidak adekuat. 1Prognosis

Sindrom croup biasanya bersifat self-limited dengan prognosis yang baik. 1Daftar Pustaka1. Kiagus Yangtjik dan Dwi Wastono Dadiyanto. Buku ajar Respirologi Anak Edisi Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia, 20102. M. William Schwartz. Pedoman Klinis PEDIATRI, 20053. Behrman Kliegman Arvin. Nelson ilmu kesehatan anak Edisi XV Vol II, 2000

Nebulisasi adrenalin (dosis sama) DAN kortikosteroid sistemik (dosis sama)

Persiapkan pelayanan untuk tindakan darurat

Pertimbangkan intubasi

Tidak membalik

Evaluasi ulang

Rawat

Hubungi konsulen

Evaluasi diagnosis

Sebagian

Perbaikan

Rawat/observasi di JGD

Ulangi pemberian kortikosteeroid oral /12 jam

Edukasi ortu pasien

Sediakan penjelasan tertulis untuk dokter umum yang akan follow up

Membalik

Dipulangkan bila tidak ada stridor saat istirahat

Edukasi orang tua pasien

Minimal handling

02 4l/mnt DAN nebulisasi adrenalin DAN Kortikosteroid sistemik (dosis sama dengan croup derajat sedang)

Intubasi

RAWAT RS

Kortikosteroid

Deksametason 0,15-0,30 mg/kg

ATAU Prednison 1-2 mg/kg (oral)

ATAU nebulisai

Budesonide 2 mg jika kortikosteroid oral tidak berpengaruh

OBSERVASI > 4 JAM

Edukasi orang tua

Pertimbangkan kortikosteroid dosis tunggal (oral)

Periksa kemampuan orang tua dan kemampuan dalam menyediakan transport

DIPULANGKAN

Croup derajat berat

Stridor menetap saat istirahat

Tracheal tug dan retraksi dinding dada terlihat jelas

Apatis dan gelisah

Pulsus paradoksus

Croup derajat sedang

Stridor saat istirahat

Terdapat retraksi dinding dada minimal

Mampu berinteraksi

Croup derajat ringan

Batuk menggonggong

Tanpa retraksi dada

Tanpa sianosis

YA

Tidak

O2 100% dengan sungkup muka DAN Nebulisasi adrenalin (5ml) 1 :1000

Intubasi anak sesegera mungkin (oleh seorang yang berpengalaman)

Hubungi pusat rujukan pelayanan kesehatan anak

Diagnosis banding

Aspirasi benda asing

Abnormalitas congenital

Epiglotitis

Obstruksi jalan napas yang mengancam nyawa

Sianosis

Penurunan kesadaran

CROUP