CR Kulit

download CR Kulit

of 25

Transcript of CR Kulit

PRESENTASI KASUS

LAPORAN KASUS

I.IDENTIFIKASI PASIEN

Nama

: Ny. U

Umur

: 30 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Teluk Betung

Suku bangsa

: Jawa

Pekerjaan

: PNS

Agama

: Islam

Status

: Menikah

II.ANAMNESIS

Keluhan utama: Gatal

Keluhan tambahan: Bercak kehitaman, tidur terganggu

Riwayat Penyakit:

Pasien datang dengan keluhan gatal-gatal diseluruh badan sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya keluhan timbul di tungkai bawah kiri yang lama kelamaan menjalar ke daerah tungkai atas dan bokong. Keluhan juga timbul pada daerah punggung, dada, dan perut serta lengan atas. Saat pertama kali muncul keluhan pasien hanya merasakan gatal-gatal di permukaan kulit namun tidak terdapat bintik ataupun timbul benjolan. Karena rasa gatal tersebut pasien seringkali menggaruknya hingga luka dan pada akhirnya timbul bercak kehitaman di daerah yang gatal tersebut. Pasien juga mengeluhkan bila berkeringat rasa gatal tersebut makin bertambah dan pada malam hari terasa lebih gatal sehingga seringkali menggaruknya sampai berdarah. 1 bulan yang lalu, pasien berobat ke dokter spesialis kulit di beri obat minum 2 macam ( pasien tidak tahu nama obat nya apa) warna hijau dan kuning, dan obat salep racikan.

Namun, keluhan gatal tetap dirasakan dan bahkan bertambah meluas ke seluruh bagian tubuh pasien. Sehari-hari pasien mandi sebanyak 2 kali menggunakan air sumur dan sabun mandi. Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan tertentu. Rasa gatal dipengaruhi apabila suhu panas dan berkeringat serta diakui pasien tidak tergantung dengan stress emosional. Pasien mengaku tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Pasien memiliki riwayat ibu menderita Diabetes mellitus, hipertensi (-), serta keluarga memiliki riwayat gatal-gatal serupa.

Pengobatan yang pernah di dapat :

- 2 macam obat warna hijau dan kuning bulat kecil di minum 2 x 1.- Salep racikan

Penyakit lain yang pernah di derita : Tidak adaIII.STATUS GENERALIS

Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Status gizi

: Cukup

Tanda vital

a. Tekanan darah

: Tidak dilakukan

b. Nadi

: 84 x/menit

c. RR

: 24 x/menit

d. Suhu

: 36,80CThoraks

: Dalam batas normal

Abdomen

: Dalam batas normal

KGB

: Tidak ada pembesaran

IV.STATUS DERMATOLOGIS

Lokasi

: Regio presternalis, pectoralis, inframammaria, epigastrika, umbilicus Regio vertebralis, infrascapularis, lumbalis Regio cruris dekstra et sinistraInspeksi: Tampak plak eritem multiple berukuran lentikular, numular sampai

plakat dengan skuama, erosi dan krusta. Tampak makula hiperpigmentasi multiple, numular sampai plakat. Tampak ekskoriasis multiple ukuran lentikular sampai numular.Test manipulasi tidak dilakukan.V.LABORATORIUM: Tidak dilakukan

VI.RESUME

Pasien Perempuan, Ny. U, 30 tahun, menikah, PNS. Datang ke poli kulit RSAM dengan keluhan gatal-gatal diseluruh badan sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya keluhan timbul di tungkai bawah kiri yang lama kelamaan menjalar ke daerah tungkai atas dan bokong. Keluhan juga timbul pada daerah punggung, dada, dan perut serta lengan atas. Saat pertama kali muncul keluhan pasien hanya merasakan gatal-gatal di permukaan kulit namun tidak terdapat bintik ataupun timbul benjolan. Karena gatal pasien seringkali menggaruknya hingga luka dan timbul bercak kehitaman. Apabila berkeringat rasa gatal tersebut makin bertambah dan pada malam hari terasa lebih gatal sehingga pasien menggaruknya sampai berdarah. 1 bulan yang lalu, pasien berobat ke dokter spesialis kulit di beri obat minum 2 macam ( pasien tidak tahu nama obat nya apa) warna hijau dan kuning, dan obat salep racikan.

Keluhan gatal tetap dirasakan dan bahkan bertambah meluas ke seluruh bagian tubuh pasien. Sehari-hari pasien mandi sebanyak 2 kali menggunakan air sumur dan sabun mandi. Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan. Rasa gatal dipengaruhi apabila suhu panas dan berkeringat serta diakui pasien tidak tergantung dengan stress emosional. Riwayat DM (+), hipertensi (-), riwayat gatal-gatal pada keluarga (+).

Status generalis dalam batas normal. Status dermatologis pada regio presternalis, pectoralis, inframammaria, epigastrika, umbilicus, vertebralis, infrascapularis, lumbalis, cruris dekstra et sinistra. Di temukan plak eritem multiple berukuran lentikular, numular sampai plakat dengan skuama, erosi dan krusta. Makula hiperpigmentasi multiple lentikular sampai plakat. Ekskoriasis multiple ukuran lentikular sampai numular. VII.DIAGNOSIS BANDING

Dermatitis Kontak Alergi Dermatofitosis Dermatitis Seboroika KandidiasisVIII.DIAGNOSA KERJA

Dermatitis Kontak AlergiIX.PENATALAKSANAAN

1. Umum

Menghindari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit dan faktor-faktor yang dapat memperberat penyakit, seperti alergi bahan pakaian, logam, kosmetik, makanan, dan lain-lain.2. Khusus

Sistemik

Kortikosteroid

Antihistamin: klorfeniramin maleat 2 x 4 mg Topikal

Jika lesi basah diberi kompres KMnO4 1/5000. Jika sudah mengering diberi kortikosteroid topical seperti hidrokortison 1-2%, triamsinolon 0,1%, fluosinolon 0,025%, desoksimetason 2-2,5%, dan betametason-dipropionat 0,05%

X.PEMERIKSAAN ANJURAN

1. Pemeriksaan eosinofil darah tepi

2. Pemeriksaan immunoglobulin E :

Uji temple (patch test)

Uji gores (scratch test)

Uji tusuk (prick test)XI.PROGNOSIS

Dubia ad bonamXII.FOLLOW UP

Kontrol bila obat habis belum ada perbaikan atau keluhan berulang.TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi (Siregar, 2004).B. ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI

1. Etiologi

Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit (Djuanda, 2005).

Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi) (Trihapsoro, 2003).

2.Predisposisi

Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi. Misalnya antara lain:

a. Faktor eksternal :

1) Potesi sensitisasi allergen

2) Dosis per unit area

3) Luas daerah yang terkena

4) Lama pajanan

5) Oklusi

6) Suhu dan kelembaban lingkungan

7) Vehikulum

8) pH

b. Faktor Internal/ Faktor Individu (Djuanda, 2011):

1) Keadaan kulit pada lokasi kontak

Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum korneum.

2) Status imunologik

Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar matahari.

3) Genetik

Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya mutasi null pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena alergi nickel (Thysen, 2009).

4) Status higinie dan gizi

Seluruh faktor faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain yang masing masing dapat memperberat penyakit atau memperingan. Sebagai contoh, saat keadaan imunologik seseorang rendah, namun apabila satus higinienya baik dan didukung status gizi yang cukup, maka potensi sensitisasi allergen akan tereduksi dari potensi yang seharusnya. Sehingga sistem imunitas tubuh dapat dengan lebih cepat melakukan perbaikan bila dibandingkan dengan keadaan status higinie dan gizi individu yang rendah. Selain hal hal diatas, faktor predisposisi lain yang menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis statis (Baratawijaya, 2006).

C.PATOFISIOLOGI

Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secara berulang oleh suatu alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimia yang sangat reaktif dan seringkali mempunyai struktur kimia yang sangat sederhana. Struktur kimia tersebut bila terkena kulit dapat menembus lapisan epidermis yang lebih dalam menembus stratum corneum dan membentuk kompleks sebagai hapten dengan protein kulit. Konjugat yang terbentuk diperkenalkan oleh sel dendrit ke sel-sel kelenjar getah bening yang mengalir dan limfosit-limfosit secara khusus dapat mengenali konjugat hapten dan terbentuk bagian protein karier yang berdekatan. Kojugasi hapten-hapten diulang pada kontak selanjutnya dan limfosit yang sudah disensitisasikan memberikan respons, menyebabkan timbulnya sitotoksisitas langsung dan terjadinya radang yang ditimbulkan oleh limfokin (Price, 2005). Sebenarnya, DKA ini memiliki 2 fase yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi yang akhirnya dapat menyebabkan DKA. Pada kedua fase ini akan melepaskan mediator-mediator inflamasi seperti IL-2, TNF, leukotrien, IFN, dan sebagainya, sebagai respon terhadap pajanan yang mengenai kulit tersebut. Pelepasan mediator-mediator tersebut akan menimbulkan manifestasi klinis khas khas yang hampir sama seperti dermatitis lainnya. DKA ini akan terlihat jelas setelah terpajan oleh alergen selama beberapa waktu yang lama sekitar berbulan- bulan bahkan beberapa tahun (Price, 2005).Secara khas, DKA bermanifestasi klinis sebagai pruritus, kemerahan dan penebalan kulit yang seringkali memperlihatkan adanya vesikel-vesikel yang relatif rapuh. Edema pada daerah yang terserang mula-mula tampak nyata dan jika mengenai wajah, genitalia atau ekstrimitas distal dapat menyerupai eksema. Edema memisahkan sel-sel lapisan epidermis yang lebih dalam (spongiosus) dan dermis yang berdekatan. Lebih sering mengenai bagian kulit yang tidak memiliki rambut terutama kelopak mata (Price, 2005).

D. PENEGAKAN DIAGNOSIS

1.AnamnesaDiagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal (Sularsito, 2010).Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya (Sularsito, 2010). Penelusuran riwayat pada DKA didasarkan pada beberapa data seperti yang tercantum dalam tabel 2.1 berikut.Tabel 2.1 Penelusuran riwayat pada DKA (Sularsito,2010).

Demografi dan riwayat pekerjaanUmur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan, paparan berulang dari alergen yang didapat saat kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya.

Riwayat penyakit dalam keluargaFaktor genetik, predisposisi

Riwayat penyakit sebelumnyaAlergi obat, penyakit yang sedang diderita, obat-obat yang digunakan, tindakan bedah

Riwayat dermatitis Onset, lokasi, pengobatan

2.Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Berbagai lokasi terjadinya DKA dapat dilihat pada tabel 2.2. Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen (Sularsito, 2010).

Tabel 2.2 Berbagai Lokasi Terjadinya DKA (Sularsito,2010).

LokasiKemungkinan Penyebab

TanganPekerjaan yang basah (Wet Work) misalnya memasak makanan (getah sayuran, pestisida) dan mencuci pakaian menggunakan deterjen.

LenganJam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman.

Ketiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada di pakaian.

WajahBahan kosmetik, spons (karet), obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai kacamata).

Bibir Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.

Kelopak mataMaskara, eye shadow, obat tetes mata, salep mata.

TelingaAnting yang terbuat dari nikel, tangkai kacamata, obat topikal, gagang telepon.

LeherKalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.

Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian.

Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi.

Paha dan tungkai bawahTekstil, kaus kaki nilon, obat topikal, sepatu/sandal.

Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum dapat diamati beberapa ujud kelainan kulit antara lain edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Bentuk kelainan kulit dapat dilihat pada beberapa gambar berikut : a. Pergelangan tanganDermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan karena alergi terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada lokasi kontak langsung dengan nikel (lesi eksematosa dan terkadang popular). Lesi eksematosa berupa papul-papul, vesikel-vesikel yang dijumpai pada lokasi kontak langsung.

b. BibirDermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick. Pasien hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada bibir

c. Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, alat bantu dengar, gagang telepon. Alat bantu dengar dapat mengandung akrilak, bahan plastik, serta bahan kimia lainnya. Anting-anting yang menyebabkan dermatitis pada telinga umumnya yang terbuat dari nikel dan jarang pada emas. Tindikan pada telinga mungkin menjadi fase sensitisasi pada dermatitis karena nikel yang bisa mengarah pada dermatitis kontak kronik. Dermatitis kontak alergi subakut pada telinga dan sebagian leher. Akhirnya diketahui bahwa pasien alergi terhadap bahan plastik

d. BadanDermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian. Dermatitis kontak pada perut karena pasien alergi pada karet dari celananya. Terlihat adanya eritema yang berbatas tegas sesuai dengan daerah yang terkena alergen.

e. GenitaliaPenyebabnya antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Dermatitis kontak yang terjadi pada daerah vulva karena alergi pada cream yang mengandung neomisin, terlihat eritema

f. Paha dan tungkai bawahDermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada gambar dermatitis kontakalergi yang terjadi karena Quaternium-15,bahan pengawet pada pelembab.Kaki mengalami skuama, krusta

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Uji Tempel

Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang utama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI). Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi (Sularsito, 2010).Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk menyingkirkan kemungkinan terkena iritasi (Sularsito, 2010).

Aplikasi Patch Test (Uji Tempel) pada pasienBerbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel (Sularsito, 2010):

1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat dapat terjadi reaksi angry back atau excited skin reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk.

2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.

3) Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.

4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.

5) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut (Sularsito, 2010):

1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)

2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)

3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)

4 = meragukan : hanya makula eritematosa

5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)

6 = reaksi negatif (-)

7 = excited skin

8 = tidak dites (NT=non tested)

Hasil Patch Tes/Uji Tempel setelah 72 jam

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi (Sularsito, 2010).

Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi tipe decrescendo) (Sularsito, 2010).b. Pemeriksaan Histopalogi

Pemeriksaan Histopalogi dilakukan dengan cara(Sularsito, 2010).:

1) Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang didapat dengan cara biopsi dengan pisau atau plong/punch.2) Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit infeksi, kulit normal tidak perlu diikutsertakan.3) Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan dibiopsi adalah lesi primer yang belum mengalami garukan atau infeksi sekunder.4) Bila ada infeksi sekunder, sebaiknya diobati lebih dahulu.5) Pada penyakit yang mempunyai lesi yg beraneka macam/ banyak, lebih baik biopsi lebih dari satu.

6) Potongan jaringan sebisanya berbentuk elips + diikutsertakan jaringan subkutis.

7) Jaringan yang telah dipotong dimasukan ke dalam larutan fiksasi, misanya formalin 10% atau formalin buffer, supaya menjadi keras dan sel-selnya mati.

8) Lalu dikirim ke laboratorium9) Pewarnaan rutin yang biasa digunakan dalah Hematoksilin-Eosin(HE). Ada pula yang menggunakanperwarnaan oersein dan Giemsa.10) Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 X volume jaringan11) Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan hendaknya tebal jaringan kira-kira 1/2 cm, kalau terlalu tebal dibelah dahulu sebelum dimasukkan ke dalam cairan fiksasiPada dermatitis kontak, limfosit T yang telah tersensitisasi, menginvasi dermis dan epidermis serta menyebabkan edema dermis atau spongiosis epidermis. Perubahan-perubahan ini secara histologi tidak spesifik (Sularsito, 2010).

1) Epidermis (Sularsito, 2010):

a) Hiperkeratosis, serum sering terjebak dalam stratum korneum.

b) Hiperplastik, akantosis yang luas.

c) Spongiosis, yang kadang vesikuler. Manifestasi dini ditandai dengan penonjol dari jembatan antar sel di lapisan spinosus.d) Kemudian ada epidermotropism dari limfosit yang muncul normal.2) Dermis (Sularsito, 2010):

a) Limfosit perivesikuler

b) Eosinofil: bervariasi, muncul awal dan karena sebab alergi

c) Edema

Histopatologik dermatitis kontak alergi

Terlihat hiperkeratosis, vesikel parakeratosis subkorneal, spongiosis sedang dan elongasi akantosis dari pars papilare dermis yang dinyatakan lewat infiltrasi sel-sel radang berupa limfosit dan beberapa eosinofil, serta elongasi dari papila epidermis(Sularsito, 2010). 4.Gold Standard DiagnosisGold standard pada diagnosis dermatitis kontak alergika yaitu dilakukan uji tempel. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk melakukan uji tempel diperukan antigen standar buatan pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E Test. Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini yang bersifat sangat toksik terhadap kulit, atau walaupun jarang dapat memberikan efek toksik secara sistemik. Oleh karena itu, bila menggunakan bahan tidak standar, apalagi dengan bahan industri, harus berhati-hati sekali. Jangan melakukan uji tempel dengan bahan yang tidak diketahui (Sularsito, 2010).E.PENATALAKSANAAN

Non medikamentosaa.Memotong kuku kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi (Morgan, dkk, 2009)b.Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak alergic.Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang bersentuhan dengan alergen (Sumantri, dkk, 2005)d.Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan, aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergiMedikamentosaa. Simptomatis

Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 3-4mg/dosis, sehari 2-3kali untuk dewasadan 0,09 mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak anak untuk menghilangkan rasa gatalb. Sistemik

1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali 2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari

3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika (amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis 3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 haric. Topikal

1) Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari3.PencegahanPencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Sumantri, dkk, 2005). :

a.Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak alergi

b.Menghindari substansi allergen

c.Mengganti semua pakaian yang terkena allergen

d.Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak ada sabun bilas dengan air

e.Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen

f.Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian lain

g.Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen

h.Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang berisiko terhadap paparan alergen F.PROGNOSISPrognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktorendogen(dermatitis atopik, dermatitis numularisatau psoriasia) (Vorvick, 2011; Sularsito, 2007). Faktor lain yang membuat prognosis kurang baik adalah pajanan alergen yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita(Djuanda, 2005).G.KOMPLIKASIKomplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks. Rasa gatal yang berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat dapat mendorong kelembaban pada lesi kulit sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bagi bakteri atau jamur. Selain itu dapat pula menyebabkan eritema multiforme (lecet) dan menyebabkan kulit berubah warna, tebal dan kasar atau disebut neurodermatitis (lichen simplex chronicus) (Bourke, et al., 2009).PEMBAHASANPermasalahan1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?

2. Apakah faktor penyebab terjadinya dermatitis kontak alergi?

3. Apakah penanganan pada kasus ini sudah tepat?

Analisis kasus

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?

Pasien perempuan berusia 30 tahun, tersebut didiagnosis sebagai Dermatitis kontak alergi. Diagnosis ini didapatkan berdasarkan pada identitas dermatitis kontak alergi dapat mengenai semua umur, dan pada laki laki ataupun pada perempuan memiliki frekuensi yang sama.

Dari hasil anamnesis dimana penderita mengeluh gatal-gatal diseluruh badan sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya keluhan timbul di tungkai bawah kiri yang lama kelamaan menjalar ke daerah tungkai atas dan bokong. Keluhan juga timbul pada daerah punggung, dada, dan perut serta lengan atas. Saat pertama kali muncul keluhan pasien hanya merasakan gatal-gatal di permukaan kulit namun tidak terdapat bintik ataupun timbul benjolan. Karena rasa gatal tersebut pasien seringkali menggaruknya hingga luka dan pada akhirnya timbul bercak kehitaman di daerah yang gatal tersebut. Pasien juga mengeluhkan bila berkeringat rasa gatal tersebut makin bertambah dan pada malam hari terasa lebih gatal sehingga seringkali menggaruknya sampai berdarah. Hal ini sesuai dengan keadaan dermatitis kontak alergi yang memiliki gejala gatal, dan memiliki lokasi yang diberbagai tempat terutama didaerah yang tersensitisasi.

Dermatitis kontak alergi dapat disebabkan oleh bahaan tekstil seperti baju yang memiliki bahan wool ataupun bahan yang tidak dapat menyerap keringat, dalam hal ini pasien memiliki presisposisi dalam faktor external yaitu potensi sensititasi dengan allergen yang terjadi setiap menggunakan pakaian yang tidak menyerap keringat, dengan luas pajanan sesuai dengan pakaian sesuai dengan riwayat pasien yang akan berkuarang gatalnya sepanjang lengan bawah jika pasien menggunakan lengan pendek. Lama pajanaan pasien dengan pakaian yang kurang cocok bisa dikatakan cukup lama, karena pasien menggunakan baju berbahan wool cukup sering, suhu lingungan yang panas yang menyebabkan seringnya berkeringat pun menyebabkan keluhan pasien bertambah. Dalam predisposisi faktor internal didapatkan faktor genetic dimana pasien mengaku dalam keluarganya walaupun tidak tinggal serumah mereka mengalami gejala yang mirip. Pasien memiliki kebiasaan mandi dua kali sehari yang menyatakan bahwa pasien memiliki hygine yang baik.

Dari pemeriksaan fisik generalis didapatkan tidak ada kelainan dan pada status dermatologis didapat pada Regio presternalis, pectoralis, inframammaria, epigastrika, umbilicus Regio vertebralis, infrascapularis, lumbalis Regio cruris dekstra et sinistra. dimana pada region tersebut merupakan region yang sering tersensitisasi oleh pakaian. Dan pada pemeriksaan inspeksi Tampak plak eritem multiple berukuran lentikular, numular sampai lakat dengan skuama, erosi dan krusta. Tampak makula hiperpigmentasi multiple, numular sampai plakat. Tampak ekskoriasis multiple ukuran lentikular sampai numular.

2. Apakah faktor penyebab terjadinya dermatitis kontak alergi?

presisposisi dalam faktor external yaitu potensi sensititasi dengan allergen yang terjadi setiap menggunakan pakaian yang tidak menyerap keringat, dengan luas pajanan sesuai dengan pakaian sesuai dengan riwayat pasien yang akan berkuarang gatalnya sepanjang lengan bawah jika pasien menggunakan lengan pendek. Lama pajanaan pasien dengan pakaian yang kurang cocok bisa dikatakan cukup lama, karena pasien menggunakan baju berbahan wool cukup sering, suhu lingungan yang panas yang menyebabkan seringnya berkeringat pun menyebabkan keluhan pasien bertambah. Dalam predisposisi faktor internal didapatkan faktor genetic dimana pasien mengaku dalam keluarganya walaupun tidak tinggal serumah mereka mengalami gejala yang mirip. Pasien memiliki kebiasaan mandi dua kali sehari yang menyatakan bahwa pasien memiliki hygine yang baik.

3. Apakah penanganan pada kasus ini sudah tepat?

Penatalaksanaan yang baik dan sesuai adalah mengikuti kaidah

1. Non medikamentosaa. Memotong kuku kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak alergib. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang bersentuhan dengan alergen c. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan, aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergi2. Medikamentosaa. Simptomatis

Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 3-4mg/dosis, sehari 2-3kali untuk dewasadan 0,09 mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak anak untuk menghilangkan rasa gatalb. Sistemik

1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali 2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari

3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika (amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis 3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 haric. Topikal

1) Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari

3. PencegahanPencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. :

a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak alergi

b. Menghindari substansi allergen

c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen

d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak ada sabun bilas dengan air

e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen

f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian lain

g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen

h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang berisiko terhadap paparan alergen

KESIMPULAN

1. Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.

2. Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.

3. Gejala klinis DKA, pasien umumnya mengeluh gatal. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin fisur, batasnya tidak jelas.

4. Gold standar pada DKA adalah dengan menggunakan uji tempel. Uji tempel (patch test) dengan bahan yang dicurigai dan didapatkan hasil positif.

5. Penatalaksanaan dari DKA dapat secara medikamentosa serta nonmedikamentosa. Tujuan utama terapi medikamentosa adalah untuk mengurangi reaktivitas sistim imun dengan terapi kortikosteroid, mencegah infeksi sekunder dengan antiseptik dan terutama untuk mengurangi rasa gatal dengan terapi antihistamin. Sedangkan untuk nonmedikamentosa adalah dengan menghindari alergen.DAFTAR PUSTAKA

Baratawijaya, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Bourke, et al. 2009. Guidelines For The Management of Contact Dermatitis: an update. http://www.bad.org.uk/portals/_bad/guidelines/clinical%20guidelines/contact%20dermatitis%20bjd%20guidelines%20may%202009.pdf. Diakses pada tanggal 22 November 2012

Djuanda, Suria dan Sularsito, Sri. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: FK UI

Morgan, Geri, Hamilton, Carole. 2009. Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik Edisi 2. Jakarta : EGCPrice, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Siregar, R.S,. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC

Sularsito dan Djuanda. 2007. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 5. Jakarta : FKUI

Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. 2010. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 6. Jakarta : FKUI

Sularsito, Sri Adi, Suria Djuanda. 2011. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : FKUI.

Sumantri, M.A., Febriani, H.T., Musa, S.T. 2005. Dermatitis Kontak. Yogyakarta : Fakultas Farmasi UGM

Thyssen, Jacob Pontoppidan. 2009. The Prevalence and Risk Factors of Contact Allergy in the Adult General Population. Denmark : National Allergy Research Centre, Departement of Dermato-Allergology, Genofte Hospital, University of Copenhagen .Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatra Utara, Medan. Tersedia dalam : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6372 diakses pada tanggal 11 November 2012.

T.R.U.E. Test

(Mekos Laboratories, Hillerod, Denmark) patch-test.

Hasil uji positif terhadap picaridin (KBR) 2,5%.

Hasil uji positif terhadap methyl glucose diolate (MGD) 10%.

23