Contoh PKMGT
-
Upload
linggahardinata -
Category
Documents
-
view
32 -
download
0
description
Transcript of Contoh PKMGT
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
TRASH INDUSTRIAL TOWN
DALAM UPAYA MENAGGULANGI PENCEMARAN DAN
PENGANGGURAN DI PULAU JAWA
BIDANG KEGIATAN:
PKM-GAGASAN TERTULIS
Diusulkan oleh:
LINGGA HARDINATA (NIM 24010213130074 / Angkatan 2013)
MUSSANDINGMI ELOK NURUL ISLAM (NIM 24010212120015 / Angkatan 2012)
NAUFAL RILANDA (NIM 21030113120004 / Angkatan 2013)
ALWI ASSEGAF (NIM 24010213140064 / Angkatan 2013)
ASRI CAHYANI (NIM 24010213130085 / Angkatan 2013)
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
RINGKASAN .............................................................................................. iv
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
GAGASAN ................................................................................................... 3
KESIMPULAN ............................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 9
LAMPIRAN .................................................................................................. 10
iv
RINGKASAN
Indonesia saat ini menghadapi masalah serius dalam hal pengelolaan
sampah perkotaan (Municipal Solid Waste). Pertumbuhan penduduk yang tak
terkendali turut memperbesar angka produksi sampah setiap tahun. Sistem yang
tidak tepat serta rendahnya partisipasi masyarakat menjadi kendala utama dalam
mengelola sampah di Indonesia terutama Pulau Jawa.
Sistem open dumping (penimbunan secara terbuka) yang dilakukan
pemerintah justru menimbulkan berbagai permasalahan lain seperti pencemaran
lingkungan sekitar TPA (Tempat Pemrosesan Akhir), meningkatnya biaya
operasional pengelolaan sampah, dan bencana alam. Pada tahun 2005, terjadi
bencana longsor di TPA Leuwi Gajah (Bandung) yang menewaskan 141 jiwa.
Selain itu, sistem open dumping akan selalu membutuhkan lahan baru untuk
dijadikan TPA, sedangkan lahan bekas TPA menjadi tercemar dan menghasilkan
gas metana hasil pembusukan sampah yang menyebabkan efek rumah kaca.
Semakin tinggi jumlah penduduk, maka semakin banyak produksi sampah
dalam suatu daerah. Memandang sampah sebagai sumber daya adalah solusi yang
paling rasional dalam menghadapi masalah sampah, mengingat banyaknya tenaga
kerja yang dibutuhkan dalam sistem ini. Tempat pembuangan sampah
menciptakan 40-60 lapangan kerja per satu juta ton sampah, insinerator
menciptakan 100-290 lapangan kerja, pembuatan kompos 200-300 lapangan kerja,
dan daur ulang menciptakan 400-590 lapangan kerja. Oleh karena itu,
membangun pusat pengelolaan sampah berbasis industri di setiap kabupaten/kota
diyakini mampu mengurangi pencemaran dan pengangguran.
Sistem pengelolaan sampah yang dibutuhkan oleh pemerintah saat ini
adalah sistem pengelolaan terpadu berbasis industri yang menarik masyarakat
sekitar untuk berpartisipasi didalamnya. Trash industrial town merupakan sistem
pengelolaan berbasis industri dalam kota yang melibatkan masyarakat sebagai
pelakunya. Dalam sistem ini, pengelolaan sampah dilakukan di masing-masing
kabupaten/kota sehingga lebih efektif. Dalam penerapannya, trash industrial town
menggunakan metode NSC (Node, Sub point, dan Center point). Metode ini
membagi kota menjadi 5 area, yaitu utara, selatan, barat, timur, dan tengah. Di
setiap area terdapat sub point, dan setiap sub point terdapat banyak node. Masing-
masing bagian menciptakan banyak kesempatan kerja, Jawa merupakan pulau
yang potensial dalam menerapkan metode ini, selain jumlah penduduk yang
tinggi, Pulau Jawa memiliki kondisi geografis yang mendukung.
1
PENDAHULUAN
Jawa merupakan pulau dengan penduduk terbanyak di Indonesia. Badan
Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 136.619.998 jiwa atau 57.49% penduduk
Indonesia tinggal di pulau ini. Jumlah tersebut meningkat 11 persen dari tahun 2000
dan 24.4 persen dari tahun 1990 (BPS, 2010).
Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan menimbulkan berbagai
masalah dan hambatan bagi upaya-upaya yang dilakukan karena pertumbuhan
penduduk yang tinggi tersebut akan menyebabkan capatnya pertambahan jumlah
tenaga kerja sedangkan kemampuan daerah dalam menciptakan kesempatan kerja
yang baru sangat terbatas (Arsyad, 2004).
Persentase penduduk perkotaan dari seluruh provinsi di Pulau Jawa relatif
tinggi, masing-masing Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta ( 100 % ), Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) sebesar 70,2 % , Banten (67,2%), Jawa Barat (66,2 %),
Jawa Timur (56,5%), Jawa Tengah (56,2%). Tingginya persentase penduduk
perkotaan jika dikaitkan dengan masalah lingkungan terdapat hubungan antara
keduanya (Amin, 2009). Hal tersebut didukung oleh Sejati (2009), yang
mengemukakan bahwa semakin maju penguasaan teknologi dan industri maka
semakin banyak sampah yang diproduksi. Dengan demikian, rasional bila volume
produksi sampah di kota besar jauh lebih banyak dibanding kota kecil atau
pedesaan.
Tahun 2025, Jawa diperkirakan memproduksi sebanyak 74.737 ton sampah
setiap hari. Sistem pengelolaan sampah yang belum tepat menyebabkan munculnya
berbagai permasalahan lain, seperti pencemaran lingkungan, wabah penyakit, dan
bencana alam. Berdasarkan data BPS Tahun 2000, dari 280.235,87 ton sampah
yang ditimbulkan oleh 384 kota setiap harinya, 4,2% diangkut dan dibuang ke TPA,
37,6% dibakar; 4,9% dibuang ke sungai, dan 53,3% tidak tertangani. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya pertambahan penduduk dan arus
urbanisasi yang pesat menyebabkan timbulan sampah pada perkotaan semakin
tinggi; kendaraan pengangkut yang jumlah maupun kondisinya yang kurang
memadai; sistem pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang kurang tepat
dan tidak ramah lingkungan serta belum diterapkannya pendekatan reduce, reuse,
dan recycle (Wibowo & Djajawinata, 2002:1).
TPA yang saat ini dijadikan tempat menimbun sampah memiliki banyak
keterbatasan. Selain luasnya yang kurang, keberadaan TPA menimbulkan
pencemaran lingkungan setempat, bahkan pelepasan gas metana oleh pembusukan
sampah menyebabkan efek rumah kaca. Saat ini Pulau Jawa memiliki 144 TPA, 47
TPA terletak di Jawa barat, 38 di Jawa tengah, 4 di Yogyakarta dan 55 di Jawa
2
Timur (BIS PU, 2013). Namun, hingga saat ini pengelolaan sampah di pulau ini
masih belum dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat
setempat. Padahal, menurut Sally Morgan dalam bukunya yang berjudul “Waste,
Recycling and Reuse”, mengemukakan bahwa mengelola sampah akan
menciptakan lapangan kerja yang tidak sedikit, tempat pembuangan sampah
menciptakan 40-60 lapangan kerja per satu juta ton sampah, insinerator
menciptakan 100-290 lapangan kerja, pembuatan kompos 200-300 lapangan kerja,
dan daur ulang menciptakan 400-590 lapangan kerja. Semua jenis tempat
pembuangan sampah menciptakan lapangan pekerjaan, tetapi program daur ulang
yang dilakukan secara intensif memerlukan tenaga kerja dan menciptakan jauh
lebih banyak lapangan kerja. Ini merupakan hal penting bagi negera-negara yang
memiliki tingkat pengangguran yang cukup tinggi (Morgan, 2008).
Sistem pengelolaan sampah yang dibutuhkan oleh pemerintah saat ini
adalah sistem NSC (Node, Sub point, dan Center Point), dimana sistem ini
didasarkan pada pengolahan sampah anorganik menjadi bahan daur ulang siap
pakai yang selanjutnya dikirim ke industri yang membutuhkan bahan baku tersebut
(Sejati, 2009). Sistem pengelolaan sampah dengan metode ini merupakan solusi
yang cukup efektif dalam menangani sampah dan pengangguran. Membangun
pusat pengolahan sampah di setiap kabupaten/kota di Pulau Jawa akan menyerap
tenaga kerja tinggi, menambah pendapatan daerah melalui produk daur ulang,
menanggulangi pencemaran lingkungan serta menjadi sarana edukasi bagi
masyarakat setempat.
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah mencari solusi masalah
persampahan di Pulau Jawa dengan membuat desain konsep Trash Industrial Town.
Konsep ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pemerintah sebagai referensi
mengenai desain pengelolaan sampah yang efektif diterapkan di pulau dengan
jumlah penduduk yang relatif tinggi seperti Jawa.
3
GAGASAN
Sistem Pengelolaan
Saat ini, Indonesia sedang menghadapi masalah serius dalam hal
pengelolaan sampah perkotaan (MSW, Municipal Solid Waste). Tahun 2013,
Direktorat Jenderal Cipta Karya menganggarkan dana sebesar 3,1 triliun rupiah
untuk pengaturan, pengembangan, pengawasan, dan pelaksanaan program-program
air limbah dan persampahan. Namun, hingga saat ini, efektifitas pengelolaan
sampah di Indonesia masih dipertanyakan, terutama di daerah perkotaan. (Landon,
2013)
Data statistik nasional untuk sampah yang dihasilkan pada tahun 2008,
Pulau Jawa menempati urutan pertama dengan 21,2 juta ton sampah per tahun,
diikuti Sumatera 8,7 juta ton per tahun (Tabel 1). Dengan jumlah sampah yang terus
bertambah, sistem open dumping (penimbunan sampah secara tebuka) yang saat ini
dilakukan pemerintah hanya akan memperpendek umur TPA.
Tabel 1. Statistik Persampahan Indonesia 2008
Wilayah
Populasi
Juta
Total Sampah
yang
Dihasilkan
Juta ton/
tahun
Sampah yang
dihasilkan per
orang
kg/hari
Pengankutan
Sampah
Aktual
Juta ton/
tahun
Sampah yang
tidak terangkut
Juta ton/ tahun
Sumatera 49,3 8,7 0,48 4,13 4,57
Jawa 137,2 21,2 0,42 12,49 8,71
Bali & Nusa
Tenggara
12,6
1,3
0,28
0,62
0,68
Kalimantan 12,9 2,3 0,49 1,07 1,23
Sulawesi &
Papua
20,8
5
0,66
3,41
1,59
Total 232,8 38,5 0,45 21,72 16,78
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) – Dari IndII SWM Scoping Study.
Sistem pengelolaan sampah di Indonesia sudah dirancang sejak masa orde
baru dengan metode pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan. Namun,
setelah bencana longsor terjadi di TPA Leuwi Gajah (Bandung) yang memakan 141
korban jiwa pada tahun 2005, pemerintah mengubah sistem tersebut dengan
mengoptimalkan metode 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Metode ini dianggap
lebih baik dari metode sebelumnya, akan tetapi belum cukup efektif dalam
penyelesaian masalah sampah perkotaan. Metode 3R terkendala oleh beberapa hal
seperti fasilitas yang tidak memadai, rendahnya tingkat partisipasi masyarakat, dan
kurangnya sumber daya manusia.
4
Kelemahan lain dari metode 3R adalah pemerintah kehilangan nilai jual dari
sampah daur ulang yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk membuka lapangan
kerja di daerah setempat melalui suatu industri pengelolaan sampah.
Dewasa ini, Indonesia telah melakukan langkah-langkah strategis dalam
mengelola sampah, Hal ini dibuktikan dengan adanya 120 bank sampah di Jakarta
pada tahun 2013. Bank sampah ini bertujuan untuk mempermudah dalam
memproses sampah. Pengumpulan sampah yang terpusat dan terintegrasi di bank
sampah dapat langsung diolah pada recycling center yang terdapat di setiap daerah.
Untuk menumbuhkan minat masyarakat dalam mengumpulkan sampah melalui
bank sampah, pemerintah juga perlu melakukan penyesuaian harga sampah (tabel
2)
Tabel 2. Harga Barang Bekas di Pasaran Tahun 2010
No Jenis Barang Lapak Harga/kg
1 Gelas air mineral 1.600
2 Kaleng oli 1.500
3 Ember biasa 1.100
4 Keras (kaset, botol kecap) 150
5 Ember hitam(antipecah) 800
6 Botol air mineral 700
7 Botol air besar 400
8 Kardus 500
9 Kertas putih 700
10 Majalah 350
11 Koran 500
12 Duplek(kardus tipis) 150
13 Botol minuman bersoda 200
14 Besi beton 700
15 Besi super 450
16 Besi pipa 250
17 Tembaga super 8000
5
Sumber: koperasi pemulung, 2010
Target besar selanjutnya adalah membentuk industri pengelolaan sampah
menjadi salah satu senjata andalan untuk menambah pendapatan daerah maupun
nasional. Manfaat lain dari program ini adalah menghemat sumber daya yang
tersedia serta menambah jumlah lapangan pekerjaan.
Mengelola sampah dalam skala besar membutuhkan penerapan metode
NSC (Node, Sub Point, dan Center Point). Metode ini didasarkan pada
pengumpulan sampah-sampah anorganik menjadi bahan daur ulang siap pakai.
Misalkan kertas bekas diproses menjadi kertas daur ulang yang bernilai ekonomi
tinggi, plastik menjadi biji-biji plastik yang siap digunakan untuk industri barbahan
baku plastik. Kaca, kain, dan logam dikumpulkan untuk kemudian dikirimkan ke
industri-industri yang membutuhkan bahan baku tersebut.
Suatu kota akan dibagi menjadi 5 area, yaitu utara, selatan, barat, timur, dan
tengah. Di setiap area terdapat sub point. Dari setiap sub point terdapat banyak
node, yaitu tempat dimana bank sampah berada. Pekerja pada bank sampah direkrut
langsung dari pemulung karena mereka sudah berpengalaman serta mampu
memilah dan memisahkan jenis sampah yang diinginkan.
18 Tembaga bakar 7000
19 Aluminium tipis 4000
20 Aluminium tebal 6000
6
Penerapan Sistem NSC dalam Trash Industrial Town:
1. Masyarakat menjual sampah yang bisa didaur ulang ke bank sampah yang
tersedia di setiap kecamatan
2. Bank sampah memilah sampah yang telah diperoleh berdasarkan
karakteristiknya (Pekerja adalah pemulung yang telah terbiasa memisahkan
jenis-jenis sampah)
3. Sampah yang siap didaur ulang dikirimkan ke pabrik pengelolaan sampah
yang telah disediakan di setiap kecamatan sebanyak 2 kali dalam seminggu
4. Bahan mentah hasil daur ulang dikirim ke industri-industri yang
membutuhkan bahan tersebut.
Gambar 1. Paradigma Sistem Pengelolaan Sampah dengan Trash Industrial Town
sampah
Organik
Diangkut oleh truk sampah
Pabrik kompos
(BUMN)
Pupuk
Anorganik
Warga menjual ke pengepul
Bank Sampah
Pabrik
(BUMN)
Pasar
Residu tak terolah
Diangkut oleh truk sampah
Insenerator
Energi listrik
7
Industri Sampah dan Kota
Sasaran program Trash Industrial Town adalah penanganan masalah sampah di
setiap kabupaten/kota di Pulau Jawa. Jumlah produksi sampah di setiap
kabupaten/kota tentunya berbeda sesuai dengan jumlah penduduk dan aktivitas
daerah. Kondisi tersebut mempengaruhi rancangan kapasitas pabrik pengelolaan
sampah yang akan dibangun. Komponen yang harus sangat diperhatikan adalah
kriteria lokasi pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah sesuai
dengan peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia nomor
03/PRT/M/2013, yang meliputi:
a. geologi, yaitu tidak berada di daerah sesar atau patahan yang masih aktif, tidak
berada di zona bahaya geologi misalnya daerah gunung berapi, tidak berada di
daerah karst, tidak berada di daerah berlahan gambut, dan dianjurkan berada di
daerah lapisan tanah kedap air atau lempung;
b. hidrogeologi, antara lain berupa kondisi muka air tanah yang tidak kurang dari
tiga meter, kondisi kelulusan tanah tidak lebih besar dari 10-6 cm/detik, dan
jarak terhadap sumber air minum lebih besar dari 100 m di hilir aliran;
c. kemiringan zona, yaitu berada pada kemiringan kurang dari 20%;
d. jarak dari lapangan terbang, yaitu berjarak lebih dari 3000 m untuk lapangan
terbang yang didarati pesawat turbo jet dan berjarak lebih dari 1500 m untuk
lapangan terbang yang didarati pesawat jenis lain;
e. jarak dari permukiman, yaitu lebih dari 1 km dengan mempertimbangkan
pencemaran lindi, kebauan, penyebaran vektor penyakit, dan aspek sosial;
f. tidak berada di kawasan lindung/cagar alam; dan/atau
g. bukan merupakan daerah banjir periode ulang 25 tahun.
Tujuan selanjutnya dari Trash Industrial Town adalah menangani permasalahan
pengangguran. Dengan dibangunnya pabrik pengelolaan sampah di setiap
kabupaten/kota, maka secara otomatis akan membuka lapangan kerja secara merata
di Pulau Jawa meski tidak dalam porsi yang sama. Hal ini dapat pula mengatasi
salah satu faktor yang mendasari gencarnya urbanisasi, yaitu kurangnya lapangan
pekerjaan di kota asal. Perpindahan penduduk ke kota-kota besar dan kota
metropolitan dalam jumlah yang berlebihan mengakibatkan pertambahan jumlah
penduduk yang tidak terkontrol di kota tujuan,sedangkan luas wilayah tidak
bertambah. Sebagai contoh, Provinsi DKI Jakarta yang mana kota-kota di dalamnya
merupakan tujuan utama urbanisasi merupakan provinsi dengan penduduk terpadat
mencapai 15015 jiwa/km2, dan Jakarta Pusat menjadi kota dengan penduduk
terpadat mencapai 18.688,72 jiwa/km2. (Data BPS, 2013).
8
KESIMPULAN
Dewasa ini, sistem open dumping yang dilakukan pemerintah dalam
mengelola sampah di Pulau Jawa justru menimbulkan berbagai permasalahan lain.
Pemerintah membutuhkan sistem baru yang memandang sampah sebagai sumber
daya dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam pengelolaannya.
Trash Industrial Town adalah sebuah mega konsep pembangunan industri
pengelolaan sampah untuk setiap kabupaten/kota di Pulau Jawa. Konsep ini
melibatkan ‘bank sampah’ yang terbukti efektif menarik minat masyarakat untuk
berpartisipasi dalam proses pengelolaan sampah. Trash Industrial town
menggunakan sistem NSC (Node, Sub point, dan Center point) dalam aplikasinya,
dimana sebuah kota dibagi menjadi 5 area, yaitu utara, selatan, barat, timur, dan
tengah. Di setiap area terdapat sub point, dan setiap sub point terdapat banyak node.
Masing-masing bagian akan menciptakan banyak kesempatan kerja. Konsep ini
diyakini mampu memberikan dua fungsi utama sekaligus, yaitu menangani masalah
sampah di Pulau Jawa dan mengurangi jumlah pengangguran karena terciptanya
lapangan pekerjaan dalam jumlah yang relatif besar. Bonusnya, program ini bisa
juga menambah pendapatan daerah maupun nasional, menghemat sumber daya
yang tersedia, dan mengontrol arus urbanisasi sehingga terhindar dari masalah
kepadatan penduduk yang berlebih di kota-kota tujuan urbanisasi.
9
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2013. “Distribusi persentase penduduk dan kepadatan penduduk menurut
provinsi, 2000-2013”. http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1277
(dilihat 7 Februari 2015).
Cooper, D. & Schindler, P. 2003. Business research methods. New York: McGraw-
Hill.
Damanhuri, E. 2006. Konsep rancang bangun dan pengembangan prototipe
pengomposan dan daur ulang sampah terpadu skala kawasan RT/RW.
Bandung: TL ITB.
Depkes. 2014. “Statistik kejadian bencana tahun 2014”.
www.penanggulangankrisis.depkes.go.id (diakses 9 Februari 2015)
Dias L, Pingkan. 2009. “Fasilitas pengolahan sampah di TPA Jatibarang
Semarang”. www.eprints.undip.ac.id/1504/ (diakses pada 14 Februari 2015)
Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan pemanfaatan sampah. Jakarta: Yayasan
Idayu.
Manning, C. & Effendi, T. 1985. Urbanisasi, pengangguran, dan sektor informal
di kota. Jakarta: Gramedia.
Morgan, Sally. 2008. Waste, recycling and reuse. London: Evans Brother Ltd.
Octaviani, Dian. 2001. Inflasi, pengangguran, dan kemiskinan di Indonesia:
Analisis Indeks Forrester Greer & Horbecke. Media Ekonomi, Hal 100-118,
Vol. 7, No.8.
Outerbridge, Thomas B. 1991. Limbah padat di Indonesia: masalah atau sumber
daya?. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Pujiati, Amin. 2012. Aspek lingkungan dalam pertumbuhan kota di wilayah
aglomerasi perkotaan Semarang dan DIY. Kinerja. Jilid 16 No. 1.
Sejati, Kuncoro. 2009. Pengolahan sampah terpadu dengan sistem node, sub point,
dan center point. Yogyakarta: Penerbit Kansius.
Wibowo, A. & Djajawinata, D. 2002. Penanganan sampah perkotaan terpadu,
dokumen yang tidak dipublikasikan.
Worrell, A. & Vesilind, P. 2012. Solid waste engineering, second edition. USA:
Cengage Learning.
18
Lampiran II Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas
No Nama/NIM Program
Studi
Bidang Ilmu Alokasi Waktu
(jam/minggu)
Uraian Tugas
1 Lingga
Hardinata/
24010213130
074
S-1
Statistika
Algoritma dasar 7 Menyusun
algoritma sistem
pengelolaan
sampah
2 Mussandingmi
Elok Nurul
Islam/
24010212120
015
S-1
Statistika
Statistika
keuangan dan
aktuaria
7 Memperkirakan
potensi
keuntungan dari
sistem
pengelolaan
sampah terpadu
3 Naufal
Rilanda/
21030113120
004
S-1
Teknik
Kimia
Kimia lingkungan 7 Menganalisa
dampak positif
dan negatif dari
perlakuan
terhadap sampah
4 Alwi Assegaf/
24010213140
064
S-1
Statistika
Statistika bisnis 7 Membuat peluang
bisnis dari sumber
daya yang
tersedia
5 Asri Cahyani/
24010213130
085
S-1
Statistika
Statistika industri 7 Mengumpulkan
data terkait
pembangunan
industri
19
Lampiran III Surat Pernyataan Ketua Pelaksana