Chronic Myeloid Leukimia

16
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leukemia mieloid kronik (CML) merupakan leukemia kronik, dengan gejala yang timbul perlahan-lahan dan sel leukemia berasal dari transformasi sel induk mieloid. CML termasuk kelainan klonal sel induk pluripoten, dan digolongkan penyakit mieloproliferatif. 1 Penyakit ini mencakup 15%-20 % leukemia, CML dapat terjadi 1 diantara 100.000 orang. Tidak ada variasi yang signifikan antara geografi dan ras, tetapi lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan (1,4:1), dan dapat terjadi pada semua usia, terutama 40-60 tahun. 2,3 Sejak dahulu, penyakit ini telah di terapi dengan kemoterapi, interferon, dan transplantasi sumsum tulang, walaupun targeted therapy telah diperkenalkan pada awal abad 21 secara radikal telah merubah manajemen dari Chronic Myeloid Leukemia (CML). Chronic myeloid leukemia disebut juga sebagai chronic granulocytic leukemia, adalah gangguan myeloproliferasi yang ditandai oleh peningkatan proliferasi dari granulosit tanpa menghilangnya kemampuan granulosit untuk berdiferensiasi. Pada pemeriksaan darah tepi dijumpai peningkatan jumlah granulosit dan adanya sel-sel imatur termasuk sel blast. Chronic myeloid leukemia jarang terjadi pada anak-anak, hanya 2- 3% dari semua jenis leukemia pada anak-anak. Umumnya pada penderita chronic myeloid leukemia, dijumpai splenomegali pada pemeriksaan fisik, yang mana hal ini berkolerasi dengan jumlah granulosit pada pemerikasaan darah tepi. Hepatomegali juga 1

description

SP SGD4 FK Udayana SMT III

Transcript of Chronic Myeloid Leukimia

Page 1: Chronic Myeloid Leukimia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Leukemia mieloid kronik (CML) merupakan leukemia kronik, dengan gejala yang timbul

perlahan-lahan dan sel leukemia berasal dari transformasi sel induk mieloid. CML termasuk

kelainan klonal sel induk pluripoten, dan digolongkan penyakit mieloproliferatif.1 Penyakit

ini mencakup 15%-20 % leukemia, CML dapat terjadi 1 diantara 100.000 orang. Tidak ada

variasi yang signifikan antara geografi dan ras, tetapi lebih sering terjadi pada laki-laki

daripada perempuan (1,4:1), dan dapat terjadi pada semua usia, terutama 40-60 tahun.2,3

Sejak dahulu, penyakit ini telah di terapi dengan kemoterapi, interferon, dan transplantasi

sumsum tulang, walaupun targeted therapy telah diperkenalkan pada awal abad 21 secara

radikal telah merubah manajemen dari Chronic Myeloid Leukemia (CML). Chronic myeloid

leukemia disebut juga sebagai chronic granulocytic leukemia, adalah gangguan

myeloproliferasi yang ditandai oleh peningkatan proliferasi dari granulosit tanpa

menghilangnya kemampuan granulosit untuk berdiferensiasi. Pada pemeriksaan darah tepi

dijumpai peningkatan jumlah granulosit dan adanya sel-sel imatur termasuk sel blast.

Chronic myeloid leukemia jarang terjadi pada anak-anak, hanya 2-3% dari semua jenis

leukemia pada anak-anak. Umumnya pada penderita chronic myeloid leukemia, dijumpai

splenomegali pada pemeriksaan fisik, yang mana hal ini berkolerasi dengan jumlah granulosit

pada pemerikasaan darah tepi. Hepatomegali juga dapat dijumpai sebagai bagian dari

hematopoiesis extramedullary yang terjadi di limfa. Kemudian dijumpai demam, nyeri sendi,

anemia dan pendarahan. Dalam perjalanan penyakitnya, Chronic myeloid leukemia dibagi

menjadi 3 fase, yaitu: fase kronik, fase akselerasi, dan fase krisis blast. Pada umumnya, saat

pertama kali diagnosis ditegakkan, pasien masih dalam fase kronik, bahkan seringkali

diagnosis leukemia mieloid kronik ditemukan secara kebetulan, misalnya saat persiapan pra-

operasi, dimana ditemukan leukositosis hebat tanpa gejala infeksi. 4

1.2 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi chronic myeloblatic leukemia (CML)

2. Mengetahui epidemiologi chronic myeloblatic leukemia (CML)

3. Mengetahui etiologi chronic myeloblatic leukemia (CML)

4. Mengetahui patofisiologi chronic myeloblatic leukemia (CML)

5. Mengetahui diagnosis chronic myeloblatic leukemia (CML)1

Page 2: Chronic Myeloid Leukimia

6. Mengetahui diagnosis banding chronic myeloblatic leukemia (CML)

7. Mengetahui terapi chronic myeloblatic leukemia (CML)

BAB II

ISI

2

Page 3: Chronic Myeloid Leukimia

2.1 Definisi Chronic Myeloblatic Leukemia (CML)

Chronic myeloblatic leukemia (CML) atau leukemia myeloid kronik (LMK) merupakan

leukemia kronik, dengan gejala yang timbul perlahan-lahan dan sel leukemia berasal dari

transformasi sel induk myeloid. CML termasuk kelainan klonal (clonal disorder) dari

pluripotent stem cell dan tergolong sebagai salah satu kelainan mieloproliferatif

(myeloroliferative disorders). Nama lain untuk leukemia mieoloid kronik adalah:

(1) Chronic myelogenous leukemia (CML)

(2) Chronic myelotic leukemia (CML)

CML terdiri atas enam jenis leukemia, yaitu:

(1) Leukemia mieloid kronik, Ph positif (CML, Ph+) (chronic granulocytic leukemia,

CGL)

(2) Leukemia mieloid kronik, Ph negatif (CML, Ph-)

(3) Juvenile chronic myeloid leukemia

(4) Chronic neutrophilic leukemia

(5) Eosinophilic leukemia

(6) Chronic myelomonocytic leukemia (CMML)

Tetapi sebagian besar (>95%) CML tergolong sebagai CML, Ph+.3

2.2 Epidemiologi Chronic Myeloblatic Leukemia (CML)

CML mengenai orang dewasa antara 25 – 60 tahun, merupakan 15 – 20 % dari seluruh

kasus leukemia dan merupakan leukemia kronik yang paling sering dijumpai di Indonesia,

sedangkan di Negara Barat leukemia kronik lebih banyak di jumpai dalam bentuk CLL.

Adapun insiden CML di Negara Barat sebesar 1 – 1,4/100.000/tahun. Umumnya CML

mengenai usia pertengahan dengan puncak umur 40 – 50 tahun. Pada anak – anak dapat

dijumpai bentuk juvenile CML.3

2.3 Etiologi Chronic Myeloblatic Leukemia (CML)

Selama beberapa tahun terakhir, para ilmuwan telah membuat kemajuan besar dalam

memahami bagaimana perubahan tertentu dalam DNA dapat menyebabkan sel-sel sumsum

tulang normal menjadi sel-sel leukemia.

Setiap sel manusia mengandung 23 pasang kromosom. Sebagian besar kasus CML mulai

ketika proses " swapping " bahan kromosom ( DNA ) terjadi antara kromosom 9 dan 22 3

Page 4: Chronic Myeloid Leukimia

selama pembelahan sel. Bagian dari kromosom 9 pergi ke 22 dan sebagian 22 pergi ke 9. Hal

ini dikenal sebagai translokasi dan memunculkan 22 kromosom yang lebih pendek dari

normal. Ini kromosom yang abnormal baru ini dikenal sebagai kromosom Philadelphia.

Kromosom Philadelphia ditemukan dalam sel-sel leukemia pada hampir semua pasien dengan

CML.

Ada sangat sedikit faktor risiko CML yang diketahui untuk kebanyakan kasus, tidak ada

penyebab pasti yang ditemukan. Berikut ini beberapa faktor risiko CML.

(1) Paparan radiasi dosis tinggi

Menjadi terkena radiasi dosis tinggi (seperti menjadi selamat dari ledakan bom atom

atau kecelakaan reaktor nuklir ) merupakan satu-satunya faktor risiko lingkungan

untuk chronic myeloid leukemia (CML).

(2) Usia dan jenis kelamin

Risiko terkena CML meningkat sesuai pertambahan usia. CML sedikit lebih umum

terjadi pada laki-laki daripada perempuan, tetapi tidak diketahui alasannya.

Tidak ada faktor risiko lain yang terbukti untuk CML. Risiko terkena CML tampaknya

tidak akan dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, diet, paparan bahan kimia, atau infeksi.

Tidak ada bukti klinis yang jelas tentang faktor predisposisi keturunan.5

2.4 Patofisiologi Chronic Myeloblatic Leukemia (CML)

CML merupakan salah satu tipe leukemia yang ditandai dengan peningkatan mielopiesis

dan kromosom philadelphia. Insidensi CML pada orang dewasa menempati urutan kedua

terbanyak dari semua jenis leukemia. yang berkaitan dengan translokasi kromosom resiprok

lengan panjang kromosom 22 ke kromosom lain (pada umumnya kromosom 9). Kromosom

ini disebut sebagai kromosom Philadelphia. Patofisiologi CML pada orang normal, tubuh

mempunyai tiga jenis sel darah yang matur, sebagai berikut.

(1) Sel darah merah, yang berfunsi untuk mengangkut O2 masuk ke dalam tubuh dan

mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh keluar lewat paru-paru.

(2) Sel darah putih, yang berfungsi untuk melawan infeksi dan sebagai pertahanan

tubuh.

(3) Trombosit, yang befungsi untuk mengontrol faktor pembekuan di dalam darah

Sel-sel darah yang belum menjadi matur (matang) disebut sel-sel induk (stem cells)

dan blasts. Kebanyakan sel-sel darah menjadi dewasa di dalam sumsum tulang dan kemudian

4

Page 5: Chronic Myeloid Leukimia

bergerak kedalam pembuluh-pembuluh darah. Darah yang mengalir melalui pembuluh-

pembuluh darah dan jantung disebut peripheral blood. Tetapi pada orang dengan

Chronic Myelogenous Leukemia (CML), proses terbentuknya sel darah terutama sel darah

putih disumsum tulang mengalami kelainan atau mutasi. Hal ini disebabkan karena

kromosom 9 dan kromosom 22. Jenis gangguan pada system hematopoietic yang total dan

terkait dengan sumsum tulang dan pembuluh limfe ditandai dengan tidak terkendalinya

poliferasi dari leukemi dan prosedurnya. Sejumlah besar sel pertama menggumpal pada

tempat asalnya (granulosit dalam sumsum tulang, limfosit di dalam limfe node) dan

menyebar ke organ hematopoetik dan berlanjut ke organ yang lebih besar ( spenomegali,

hematomegali). Poliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi normal sel

hematopoetik lainnya dan mengarah ke pengembangan/pembelahan sel yang cepat dan

sitopenias (penurunan jumlah). Pembelahan dari sel darah putih mengakibatkan menurunnya

immunocompetence dengan meningkatnya kemungkinan terjadi infeksi.

Diagnosis CML dapat ditegakkan dengan adanya kromosom Philadelphia (Ph) yang

khas,terdapat pada kromosom 22 yang abnormal. Terjadinya translokasi t(9;22)(q34;q11)

antarakromosom 9 dan 22. Hal ini diakibatkan dari proses protoonkogen Abelson (ABL) di

kromosom9 dipindahkan pada gen  Break Cluster Region (BCR) di kromosom 22 dan

sebaliknya, bagian kromosom 22 pindah ke kromosom 9.

CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel mieloid. Namun banyak sel

normal dibandingkan bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang

menyerang individu dibawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan AML (Leukemia

Meiloblastik Akut). Tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukan tanpa gejala

selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa

membesar.6

2.5 Diagnosis Chronic Myeloblatic Leukemia (CML)

2.5.1 Gambaran Klinis Chronic Myeloblatic Leukemia (CML)5

Page 6: Chronic Myeloid Leukimia

Gambaran klinis dari penyakit Chronic Myeloblatic Leukemia antara lain:

(1) Gejala-gejala yang berhubungan dengan hipermetabolisme, misalnya

penurunan berat badan, anoreksia, kelelahan, atau keringat malam. Hal ini

berhubungan dengan adanya proliferasi sel-sel leukemia.

(2) Adanya splenomegali yang dialami oleh 95% penderita dan seringkali bersifat

masif. Hal ini nantinya akan menimbulkan keluhan seperti rasa tidak nyaman

pada bagian abdominal, nyeri, atau gangguan pencernaan. Hepatomegali juga

ditemukan, akan tetapi hanya pada sekitar 45% penderita.

(3) Gambaran anemia meliputi pucat, dispnea, dan takikardi.

(4) Terjadinya memar, epistaksis, menorrhagia, atau perdarahan dari bagian tubuh

lain akibat fungsi trombosit yang abnormal.

(5) Gout atau gangguan ginjal akibat hiperurikemia. Hal ini disebabkan oleh

pemecahan purin yang berlebihan.

(6) Gangguan penglihatan dan priapismus yang merupakan gejala leukositosis,

akan tetapi gejala jarang terjadi. Gejala ini baru terjadi apabila jumlah leukosit

pada pasien tersebut sangat tinggi.

(7) Sekitar 50% dari pasien CML baru didiagnosis setelah dilakukan pemeriksaan

darah (CBC) secara rutin karena sifat penyakit yang asimtomatik.3

Selain itu, pada fase transformasi akut atau fase akselerasi, gejala klinis yang

terjadi terdiri atas:

(1) Perubahan terjadi pelan-pelan dengan prodromal selama 6 bulan, yang disebut

sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru, seperti: demam, lelah, nyeri

tulang (sternum) yang semakin progresif. Respons terhadap kemoterapi

menurun, leukositosis meningkat dan trombosit menurun dan akhirnya

menjadi gambaran leukemia akut.

(2) Pada sekitar sepertiga penderita, perubahan terjadi secara mendadak, tanpa

didahului masa prodormal keadaan ini disebut krisis blastik (blast crisis).

Tanpa pengobatan yang adekuat penderita sering meninggal dalam kurung

waktu 1-2 bulan.1

2.5.2 Kelainan Laboratorium Chronic Myeloblatic Leukemia (CML)

Pada kasus Chronic Myeloblatic Leukemia (CML) dijumpai kelainan

laboratorium berikut :

6

Page 7: Chronic Myeloid Leukimia

(1) Complete Blood Count (CBC) dan Apusan Darah Tepi

Hb normal atau sedikit turun. Jumlah platelet normal atau naik. Jumlah

granulosit matang dan belum matur meningkat. Jumlahnya 50.000 –

20.000/microliter. Granulosit matur, metamyelosit, myelosit, promyelosit

dan beberapa sel blast dapat ditemukan dan jumlahnya naik di sirkulasi

Pada Sel darah putih ditemukan basophil meningkat lebih dari

50/microliter. Aktivitas Leukosit alkaline phospat menurun. Beberapa

pasien CML terdapat impressive eosinophilia , walau tidak spesifik pada

CML.

(2) Sumsum tulang

Hiperseluler dengan system granulosit dominan. Komponen paling banyak

adalah netrofil dan mielosit. Sel blast kutrang dari30 persen. Megakaryosit

normal atau meningkat .

(3) Cytogenetic test

Ditemukan Philadelphia (ph1) chromosome pada 95 persen kasus.

Sedangkan 5-10% pasien CML ditemukan pH negative

(4) Pemeriksaan polymerase chain reaction

Mendeteksi adanya chimeric protein bcr-abl

(5) Vitamin b12 serum dan b12 binding capacity meningkat

(6) Kadar asam urat meningkat

2.6 Diagnosis Banding Chronic Myeloblatic Leukemia (CML)

Diagnosis banding Chronic Myeloblatic Leukemia (CML) adalah sebagai berikut.

7

Page 8: Chronic Myeloid Leukimia

(1) CML fase kronik : leukemia mielomonostik kronik, trombositosis essensial,

netrofilik kronik.

(2) CML fase krisis blas : leukemia mieloblastik akut, sindrom mielodisplasia.8

2.7 Terapi Chronic Myeloblatic Leukemia (CML)

Terapi untuk Chronic Myeloblatic Leukemia (CML) meliputi hal berikut.

(1) Allopurinol

Terapi pada pasien yang mengalami Hiperurikemia diberikan dengan dengan dosis

300mg/hari per oral dan hidrasi sebelum dan selama terapi untuk mengendalikan

hiperurikemia dan hiperurikosuria. Dapat diberikan secara intravena pada pasien

yang intoleran oral. Perlu pengawasan dalam pemberian untuk mencegah toksisitas.9

(2) Hydroxyurea (Hydrea)

Merupakan terapi yang efektif bila dibandingkan dengan pengobatan yang lain

(busulfan, melfanan (alkeran) dan krolambusil. Adapun efek mielosupresif masih

berlangsung beberapa hari sampai 1 minggu setelah pengobatan dihentikan. Dosis

diberikan 30/kgBB/hari sebagai dosis tunggal maupun dibagi 2-3 dosis. Apabila

leukosit >300.000/mm3, dosis dapat ditinggikan sampai maksimal 2.5 g/hari,

sebaliknya bila leukosit <8.000/mm3 atau trombosit <100.000/mm3 penggunaanya

dapat dihentikan terlebih dahulu. Interaksi obat dapat terjadi apabila digunakan

bersamaan dengan fluorouracil yang menyebabkan neurotoksitaksis. Pemantauan

kadar Hb, Leukosit, Trombosit, fungsi hati dan ginjal diperlukan dalam penggunaan

hydrea tersebut

(3) Busulfan (Myeleran)

Termasuk dalam golongan alkil yang sangat kuat dan bekerja pada progenitor cell.

Dosis yang diberikan 4-8mg/hari per oral dan dapat dinaikkan sampai 12mg/hari,

apabila leukosit antara 10-20.000/mm3 dan mulai diberikan setelah leukosit

>50.000/mm3 Bila leukosit sangat tinggi, sebaiknya pemberian busulfan disertai

dengan alupurinol dan hidrasi. Busulfan sangat kontraindikasi pada wanita hamil

serta dapat menyebabkan fibrosis paru dan supresi sumsum tulang yang

berkepanjangan. Terjadi interaksi obat yang dapat meningkatkan efek busulfan

apabila diberikan dengan asetaminofen, siklofosfamid, dan intrakonazol.

(4) Imatinib Mesylate

8

Page 9: Chronic Myeloid Leukimia

Tergolong antibodi monoklonal yang dirancang khusus untuk menghambat aktivitas

tirosin kinase dari fusi gen BCR-ABL dan mengurangi kromosom Ph. Baik

diberikan secara per oral karena diabsorbsi secara baik oleh mukosa lambung. Untuk

fase kronik diberikan dosis 400mg/hari setelah makan dan dapat ditingkatkan sampai

600mg/hari mencapai respon hematologi. Untuk fase akselerasi atau fase krisis blas,

dapat langsung diberikan 800mg/hari. Dosis harus diturunkan apabila terjadi

neutropenia berat (<500/mm3) atau thrombositopenia berat (<50.000/mm3) atau

peningkatan SGOT/SGPT dan bilirubin. Imatinib Mesylate tidak boleh diberikan

pada wanita hamil, dapat timbul hipersensitivitas walaupun sangat jarang, mual dan

muntah. Efek imatinib mesylate meningkat apabila ada interaksi obat dengan

ketokonazol, simvastatin, dan fenintoin.

(5) Interferon alfa

Berbeda dengan imatinib mesylate, interferon alfa tidak menghambat ekspresi gen

BCR-ABL namun mampu mengurangi kromosom Ph pada dosis 5 juta IU/m2/hari

setelah 12 bulan terapi. Namun saat ini sudah tersedia sediaan pegylated interferon,

sehingga pemberian cukup sekali seminggu. Diperlukan premedikasi dengan

analgesik dan antipiretik untuk mencegah atau mengurangi efek samping berupa

flue-like syndrome. Efek toksik interferon meningkat bila berinteraksi dengan

teofilin, simetidin, vinblastine, zidovudin. Pemberian pada pasien usia, gangguan

fungsi hati dan ginjal berat perlu mendapatkan pengawasan. Dosis harus dikurangi

apabila leukosit <5.000/mm3 dan trombosit <50.000/mm3

(6) Allogeneic Hemapoetic Stem Cell Transplantation

Allogeneic Hemapoetic Stem Cell Transplantation merupakan terapi leukemia

mieloid kronik (CML) yang bersifat definitif. Transplantasi dilakukan sebelum usia

50 dari saudara kandung yang memiliki HLA (Human Leucocyte Antigen) yang

cocok.8

2.8 Prognosis Leukemia Mieloid Kronik (CML)

9

Page 10: Chronic Myeloid Leukimia

Sebuah study dilakukan di Karachi, Pakistan terhadap 176 pasien dengan median umur

39 tahun yang terdiagnosa leukemia myeloblastik kronis selama 6 tahun. Pada akhir study

sebanyak 33 (19%) pasien meninggal. Pasien dalam keadaan kronis ditemukan pada 102

(58.4%), 35 (20%) kasus menjadi leukemia akut, 22 (12.5%) pasien pada fase akselerasi dan

fase blast pada 19 (10.7%) kasus. Perkembangan penyakit merupakan penyebab utama

kematian yang terlihat pada 29 (16.4%) kasus.10

Study pada leukemia myeloblastik fase akselerasi dilakukan pada 87 pasien untuk

membandingkan efektivitas penggunaan imatinib dengan transplantasi allogeneic

hematopoietic stem cell (AHSC). Delapan puluh tujuh pasien menerima terapi imatinib dan

menunjukkan respon hematologi pada 74 (85.1%) pasien. Respon sumsum tulang terlihat

pada 5 (5.7% pasien), 4 (4.6%) pasien kembali pada fase kronis. Follow-up selama 9 tahun

menunjukkan sebanyak 53 (60%) pasien masih hidup. Terapi dengan transplantasi AHSC

pada 45 pasien menunjukkan angka kematian 15% pada akhir follow up.11 CML dapat

disembuhkan melalui transplantasi sumsum tulang allogenik selama fase stabil.12

BAB III

RINGKASAN

Chronic myeloblatic leukemia (CML) atau leukemia myeloid kronik (LMK) merupakan

leukemia kronik, dengan gejala yang timbul perlahan-lahan dan sel leukemia berasal dari

transformasi sel induk myeloid. Umumnya CML mengenai usia pertengahan dengan puncak

umur 40 – 50 tahun. Pada anak – anak dapat dijumpai bentuk juvenile CML. Adapun faktor

risiko CML adalah paparan radiasi dosis tinggi, usia, dan jenis kelamin. Insidensi CML pada

orang dewasa menempati urutan kedua terbanyak dari semua jenis leukemia. yang berkaitan

dengan translokasi kromosom resiprok lengan panjang kromosom 22 ke kromosom lain (pada

umumnya kromosom 9). Kromosom ini disebut sebagai kromosom Philadelphia. Gambaran

klinis CML berupa Gejala-gejala yang berhubungan dengan hipermetabolisme, adanya

spenomegali, pucat, dispnea, takikardi, gangguan ginjal serta gangguan penglihatan. Kelainan

10

Page 11: Chronic Myeloid Leukimia

laboratorium dapat dilihat dari hasil CBC (>25000/microliter), apusan darah tepi, Special

Stains, Marrow Aspirate and Biopsy, dan Chromosomal Studies. Fase perjalanan CML adalah

fase kronik dan fase kritis blas. Terapi untuk CML meliputi Allopurinol, Hydroxyurea

(Hydrea), Busulfan (Myeleran), Imatinib Mesylate, Interferon alfa, serta Allogeneic

Hemapoetic Stem Cell Transplantation. CML dapat disembuhkan melalui transplantasi

sumsum tulang allogenik selama fase stabil

11