Chronic Myelocytic Leukemia1

19
1 Laporan Kasus Dipresentasikan tanggal : 27 Mei 2010 CHRONIC MYELOCYTIC LEUKEMIA (CML) Disusun oleh : Emmy Wahyuni Pembimbing : dr Imam Budiwiyono,SpPK-K Disusun guna melengkapi tugas wajib stase di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit dr Kariadi/FK Undip Semarang PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I BAGIAN PATOLOGI KLINIK FK UNDIP RS. DR. KARIADI SEMARANG 2010

description

CML

Transcript of Chronic Myelocytic Leukemia1

Page 1: Chronic Myelocytic Leukemia1

1

Laporan Kasus

Dipresentasikan tanggal : 27 Mei 2010

CHRONIC MYELOCYTIC LEUKEMIA

(CML)

Disusun oleh :

Emmy Wahyuni

Pembimbing :

dr Imam Budiwiyono,SpPK-K

Disusun guna melengkapi tugas wajib stase di Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Rumah Sakit dr Kariadi/FK Undip Semarang

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN PATOLOGI KLINIK FK UNDIP

RS. DR. KARIADI SEMARANG

2010

Page 2: Chronic Myelocytic Leukemia1

2

Chronic myelocytic leukemia (CML)

Chronic myelocytic leukemia (CML) atau leukemia granulositik kronik

merupakan penyakit mieloproliferatif yang disebabkan oleh perubahan genetik pada

stem cell pluripotent dan ditemukan kromosom Philadelphia (Ph) dan atau BCR-ABL

fusion gene dan P210.1

Klasifikasi mieloproliferatif kronik

Mieloproliferatif kronik adalah kelainan klonal dari stem sel hematopoietik

yang berproliferasi disumsum tulang yang melibatkan satu atau lebih seri mieloid

(granulositik, eritroid dan megakariositik).2 CML adalah penyakit yang tergolong

dalam penyakit mieloproliferatif kronik. WHO mengklasifikasikan penyakit

mieloproliferatif kronik sebagai berikut : 2

Chronic myelocytic leukemia (kromosom Ph, t(9;22)(q34;q11),

BCR/ABL positif)

Chronic neutrophilic leukemia

Chronic eosinophilic leukemia (dan hypereosinophilic syndrome)

Polycythemia vera

Chronic idiopathic myelofibrosis (with extramedullary hematopoiesis)

Essential thrombocythemia

Chronic myeloproliferative disease, unclassifiable

Gambaran klinis

Penyakit ini terjadi pada kedua jenis kelamin (rasio pria: wanita sebesar 1,4:1)

paling sering terjadi pada usia 40 dan 60 tahun. Walaupun demikian, penyakit ini

terdapat pada anak, neonatus dan orang yang sangat tua. 1

CML sering ditemukan secara kebetulan pada fase kronik. Manifestasi klinik

berupa gejala hipermetabolisme dan tanda dari hematopoiesis ekstra meduler yaitu

splenomegali yang merupakan penyebab pasien datang mencari pertolongan medis.

Page 3: Chronic Myelocytic Leukemia1

3

Pada beberapa pasien pembesaran limpa disertai dengan rasa tidak nyaman, nyeri

atau gangguan pencernaan.

Gejala hipermetabolisme yang sering dijumpai adalah demam, penurunan

berat badan, kelelahan, banyak keringat, anoreksia, gout. Gout terjadi karena turn

over cell yang tinggi yang menyebabkan terjadinya hiperurisemia. Hiperurisemia

dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal. Pada penderita dengan jumlah lekosit

yang sangat tinggi dapat terjadi leukostasis yang memberikan gejala perdarahan

retina, insufisiensi pernapasan dan priapismus. 1

Saat terdiagnosis, 50-70% kasus dijumpai splenomegali yang bervariasi dari

palpable sampai masif memenuhi rongga abdomen. Hepatomegali biasanya

menyertai spenomegali ditemukan pada 50% kasus. Pada fase blasik, ukuran limpa

sangat membesar dan nyeri yang dapat disertai pembesaran hati masif.

Gambaran laboratorium 1

1. Leukositosis, biasanya > 50x109/L kadang-kadang >500x10

9/L.

spektrum lengkap sel-sel mieloid ditemukan dalam darah tepi. Jumlah

neutrofil dan mielosit melebihi sel blas dan promielosit.

2. Meningkatnya jumlah basofil dalam darah

3. Biasanya ditemukan anemia normositik normokrom

4. Jumlah trombosit mungkin meningkat (paling sering), normal atau

menurun.

5. Skor Neutrophil Alkaline Phosphatase (NAP) selalu rendah

6. Sumsum tulang hiperselluler dengan predominasi granulopoiesis.

7. Kromosum Philadelphia (Ph) pada analisis sitogenetik darah atau

sumsum tulang .

Kromosom philadelphia merupakan kelaianan sitogenetik didapat

yang khas pada CML, yaitu hasil translokasi kromosom

t(9:22)(q34:q11) dijumpai pada 95% kasus CML. Hasil translokasi

t(9:22) ini membentuk BCR-ABL fusion gene yang mengkode protein

dengan berat molekul 210 kDa. 3

Namun dijumpainya kromosom Ph

Page 4: Chronic Myelocytic Leukemia1

4

tidak spesifik untuk CML sejak ditemukannya kromosom Ph pada

acute lymphoblasic leukemia 4

( 25-30% pada ALL dewasa dan 2-10%

pada kasus pediatrik) dan kadang-kadang juga ditemukan pada acute

myelogeneus leukemia.

Gambar 1. Kariotiping memperlihatkan translokasi t(9:22)(q34:q11). Kromososm

philadelpia diberi tanda panah.

Produk gen BCR-ABL menginduksi proliferasi sel, mengubah sel

hematopoetik dan menekan apoptosis invitro. Abnormalitas sekunder

yang lazim terjadi pada CML adalah extra copies kromosom Ph

(BCR-ABL) dan meningkatnya laju mutasi gen P53 dan Rb1. Struktur

gen P53 dan Rb1 hampir selalu normal pada fase kronik tetapi tidak

demikian dengan fase blasik. Perubahan gen P53 dan Rb1 terjadi pada

sekitar 30% kasus akselerasi blasik.

8. Kadar asam urat dalam serum biasanya meningkat.

Turn-over cell rate yang tinggi menyebabkan peningkatan asam urat.

Pada kimia darah lain dapat ditemukan pseudohiperkalemia,

hiperkalsemia dan hipokalemia. Pseudohiperkalemia disebabkan

pelepasan kalium oleh lekosit dan trombosit. Hiperkalsemia

disebabkan karena lesi litik pada tulang

Page 5: Chronic Myelocytic Leukemia1

5

Perjalanan penyakit dan prognosis

CML biasanya memperlihatkan suatu respon yang sangat baik terhadap

kemoterapi pada fase kronik. Ketahanan hidup rata-rata adalah 5-6 tahun. Kematian

biasanya terjadi akibat transformasi akut atau perdarahan atau infeksi yang

menyertainya.

CML memiliki tiga fase yaitu fase kronik, akselerasi dan krisis blas.5

Sembilan puluh persen pasien terdiagnosis pada fase kronis secara kebetulan pada

pemeriksan complete blood count. Hal ini menunjukkan bahwa pasien CML fase

kronik memiliki sistem imun yang kompeten dan tidak menunjukkan gejala dalam

waktu yang lama.5 Gejala yang timbul berupa ekspansi sel CML dan gejala klasik

berupa malaise, penurunan berat badan, discomfort akibat splenomegali. Leukositosis

merupakan tanda yang sering dijumpai pada fase kronik dengan jumlah leukosit lebih

dari 100.000/µl. Pasien dengan CML fase kronik dapat berlangsung 2-7 tahun bahkan

15-20 tahun. Remisi spontan bisa terjadi, meskipun jarang. Dari seluruh kasus yang

berada pada fase kronis, 50% akan mengalami transformasi yang lebih agresif dengan

gambaran klinik dan laboratorik yang memburuk, yaitu fase krisis blastik. Risiko

transformasi menjadi CML fase blasik diperkirakan sebesar 3-4% pertahun.5 Pada

CML fase blasik yang sering terjadi pasien mengalami anemia, trombositopenia dan

peningkatan basofil, eosinofil atau sel blas dalam darah dan sumsum tulang. Ukuran

limpa mungkin membesar. Pasien dapat berada pada fase ini dalam beberapa bulan,

pada fase ini penyakit lebih sulit dikendalikan daripada fase kronik. 1

Kriteria WHO untuk fase akselerasi dan transformasi blasik CML: 2

1. Fase akselerasi

Ditandai dengan satu atau lebih gambaran dibawah ini :

a. Ditemukan blas sebesar 10 sampai 19% di darah tepi atau

sumsum tulang.

b. Basofil >20% di darah tepi

Page 6: Chronic Myelocytic Leukemia1

6

c. Persisten trombositopenia (< 100x109/L) atau persisten

trombositosis (>1000x109)

d. Peningkatan ukuran lien dan peningkatan jumlah white blood

count (WBC) yang tidak responsif pada terapi

e. Perubahan klon sitogenetik

f. Proliferasi megakariosit dalam kelompok disertai peningkatan

retikulin dan fibrosis kolagen di sumsum tulang

2. Fase blasik

a. Sel blas > 20% didarah tepi atau sumsum tulang

b. Proliferasi blas ekstrameduler

c. Kelompok blas dalam jumlah yang besar pada biopsi sumsum

tulang.2

Prognosis penderita CML sangat bervariasi. Penderita usia muda yang

terdiagnosis saat awal fase kronik memiliki prognosis baik bila mendapat donor

transplantasi stem sel yang cocok. Penderita yang terdiagnosis pada fase krisis blasik

memiliki prognosis buruk. Penderita CML dengan BCR-ABL positip memiliki

respon yang baik pada terapi.3

Pengobatan CML

Kemoterapi hidroksiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan

mempertahankan hitung lekosit dalam jumlah normal pada fase kronik, tetapi

diperlukan pengobatan seumur hidup. Regimen biasanya dimulai dengan 1-2 gr/hari

dosis diturunkan tiap minggu sampai mencapai dosis rumatan sebesar 0,5-1,5 gr/hari.

Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang dalam penelitian. Zat STI

571 (imatinib, Gleevec/Glivec) adalah suatu inhibitor spesifik terhadap protein ABL

yaitu tirosin kinase dan mampu menghasilkan respon hematologik yang lengkap pada

hampir semua pasien CML dari Ph positip menjadi Ph negatip. Obat ini mungkin

menjadi pengobatan lini pertama pada CML, baik digunakan sendiri maupun bersama

dengan interferon atau obat lain. Druker BJ dkk dalam penelitiannya pada 553 pasien

Page 7: Chronic Myelocytic Leukemia1

7

yang mendapat terapi awal imatinib mendapatkan hasil five year survival rate sebesar

89%, sedangkan pasien yang mengalami progresifitas penyakit menjadi akselerasi

bahkan krisis blas sebesar 7%.6

Interferon α biasanya digunakan bila jumlah lekosit telah terkendali oleh

hidroksilurea. Regimen yang lazim digunakan adalah 3 sampai 9 megaunit yang

diberikan dalam tiga sampai tujuh kali tiap minggu secara injeksi subkutan.

Tujuannya untuk mempertahankan jumlah lekosit tetap rendah (sekitar 4 x 109/L)

Stem cell transplantation (SCT) . transplantasi dapat bersifat alogenik maupun

autolog. Transplantasi sumsum tulang alogenik merupakan satu-satunya pengobatan

kuratif CML yang tersedia. Hasilnya lebih baik bila dilakukan pada fase kronik

dibandingkan fase akut dan akselerasi. Ketahanan hidup 5 tahun sekitar 50-70%.1

Page 8: Chronic Myelocytic Leukemia1

8

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn K

Umur : 35 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Tompomulyo

Pekerjaan : Petani

Status : JAMKESMAS

Ruang : C3A

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 2 Desember 2009

Keluhan Utama : badan panas

Riwayat penyakit Sekarang : Satu minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

penderita merasakan badannya panas. Panas dirasakan sepanjang hari tapi panas tidak

tinggi (sumeng). Satu hari SMRS panas tinggi, panas tidak berkurang setelah minum

obat turun panas. Kurang lebih 1 bulan penderita merasa semakin hari perutnya

makin membesar, mual (+), muntah (-), nafsu makan makin menurun. Berat badan

dirasakan makin hari makin berkurang. BAK tidak sakit, warna kuning pekat. BAB

tidak ada keluhan. Gusi berdarah (-), mimisan (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Penderita pernah dirawat di RS tahun 2000 dan dinyatakan sakit leukemi.

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat kencing manis (-)

Riwayat perdarahan (-)

Riwayat transfusi sebelumnya (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini

Page 9: Chronic Myelocytic Leukemia1

9

Riwayat Gizi.

Sebelum sakit, penderita sehari-hari makan 3 kali sehari, nasi satu piring, lauk

pauk berganti, sayur-sayuran, tahu, tempe, kadang-kadang daging atau ikan.

Kebiasaan menggunakan bumbu penyedab dalam masakan ± 1 sendok teh tiap

masak. Selama sakit nafsu makan berkurang.

Kesan : gizi kurang

Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita bekerja sebagai petani, anak 2 orang masih menjadi tanggungan, biaya

ditanggung jamkesmas. Kesan sosial ekonomi kurang.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak lemah, kesadaran kompos mentis

Tekanan .Darah : 120/80 mmHg,nadi 100 x/mnt, isi dan tegangan cukup,

pernapasan 20 x/menit, Suhu 39 0C. Konjungtiva palpebra pucat +/+,

jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen : hepar teraba 4 cm bawah

arkus kosta, kenyal, permukaan rata, tepi lancip; lien teraba di Schuffner VI,

keras, tepi tumpul, pekak di regio hipokondrium kiri, area throube pekak.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi :

Hb ( 13-16 gr%) 10,10

Ht ( 40-54 %) 27,7

Eritrosit (4,5-6,5 jt/mmk) 3,07

MCV ( 76-96 fL) 90,10

MCH (27-32pg) 33,00

MCHC (29-36gr/dl) 36,60

Lekosit ((4-11 rb/mm3))

Trombosit

129

137

Page 10: Chronic Myelocytic Leukemia1

10

RDW

KIMIA KLINIK

21,9

Ureum (15-39 mg/dl) 48

Kreatinin (0,60-1,30 mg/dl) 1,21

Alb (3,4-5,0 g/dl) 3,6

Na (136-145 mmol/L) 133

K (3,5-5,1 mmol/L) 3,7

Cl (98-107 mmol/L) 103

Ca (2,12-2,52 mmol/L) 1,92

Mg (0,74-0,99 mmol/L) 1,07

V. DIAGNOSIS KERJA

1. Leukositosis dan organomegali

DD etiologi : CML, AML

2. Anemia normokrom normositer

3. Hiponatremia

4. Hipokalsemia

VI. PENATALAKSANAAN DAN PROGRAM

1. Lekositosis dan organomegali

Terapi : -

Program : BMP,Sediaan apus darah tepi (SADT), Sitogenetika

2. Anemia normokrom normositer

Terapi : -

Program : pemeriksaan gambaran darah tepi, hitung jenis, retikulosit

3. Hiponatremia

4. Hipokalsemia

Terapi : CaCo3 3x 1 kapsul

Page 11: Chronic Myelocytic Leukemia1

11

Tabulasi Hasil Laboratorium

1-12 3-12 8-12 11-12

Hb (12-15 g %)

9,44

7,69

Ht (35-47 %) 26,5 21,8

Eri (3,9-5,6 jt/mm3) 3,24

2,7

Leuko (4-11 rb/mm3) 126 45,8

Trombo (150-400 rb/mm3) 144 265

MCV (76-96 fl) 81,5 80,7

MCH (27-32 pg) 29,1 28,5

MCHC ( 29-36 %) 35,7 35,3

RDW 24,5 22,3

MPV 10,5 10,8

Hit jenis 2/0/2/73/4/1

blas 1%, promielosit 1%, mielosit

10%, metamielosit 6%

GDT Eritrosit : anisositosis sedang

(mikrositik, makrositik),

poikilositosis sedang (ovalosit,

tear drop, krenasi, eliptosit,

fragmentosit)

Trombosit : jumlah normal,

bentuk besar (+)

Lekosit : jumlah tampak

meningkat. Ditemukan semua

stadium granulositik dengan blas

1% dengan limfopenia. Kesan :

curiga keganasan hematologi

kronis.

Saran : BMP, BMC dan

pengecatan sitokimia

LED 1 jam (1,0-10,0 mm) 56

LED 2 jam 101

Retikulosit (0,5-1,5%) 0,7

Urin lengkap

Warna

kuning

jernih

BJ 1,02

Page 12: Chronic Myelocytic Leukemia1

12

pH 6,00

Protein (mg/dl) 100

Reduksi (mg/dl) Neg

Urobilinogen 0,2

Bilirubin (mg/dl) Neg

Aseton (mg/dl) Neg

Nitrit Neg

Sedimen Epitel (/lpk) 2-4

Lekosit (/lpb) 1-2

Eritrosit (/lpb) 0-1

Kristal Neg

Silinder granuler hyaline Neg

Silinder granuler kasar Neg

Silinder epitel Neg

Silinder eritrosit Neg

Silinder leukosit Neg

Bakteri +/Pos

Bmp Hasil BMP

terlampir

Sitogenetika Kariotip 46

XY,

t(9;22) pos

Page 13: Chronic Myelocytic Leukemia1

13

Catatan perjalanan penyakit

TANGGAL KLINIS PROBLEM TERAPI PROGRAM

1-12 Keluhan : panas (-)

Tanda vital :

TD : 100/60 mm Hg

N : 100 x/mnt, isi dan tegangan cukup

Rr : 20 x/menit

t : 38 0C

1.Leukositosis + organomegali

DD etiologi : CML

AML

2. Anemia normokrom

normositer

3. Hiponatremia

4. Hipokalsemia

Terapi :

- infus NaCl 0,9% 20 tetes/menit

- parasetamol 3x500 mg

- Caco3 3x1

- inj ceftriaxon 1x 2 gr (1)

- BMP dan

sitogenetik

- Urin rutin

2-12 S : panas (+)

Tanda vital :TD : 110/70 mm Hg

N : 100 x/mnt, isi dan tegangan cukup

Rr : 30 x/menit, t : 38 0C

Idem Idem

3-12 S : panas (+)

Tanda vital :TD : 100/60 mm Hg

N : 88 x/mnt, isi dan tegangan cukup

Rr : 26 x/menit, t : 37,5 0C

BMP ditunda sampai

tidak panas

4-12 S : pusing berputar

Tanda vital :TD : 100/70 mm Hg

N : 94 x/mnt, isi dan tegangan cukup

Rr : 28 x/menit, t : 39 0C

Idem

7-12 S :panas, perut keras

Tanda vital :TD : 100/50 mm Hg

N : 88 x/mnt, isi dan tegangan cukup

Rr : 26 x/menit, t : 37 0C

Page 14: Chronic Myelocytic Leukemia1

14

8-12 S : badan lemas

Tanda vital : TD : 90/50 mm Hg

N : 80 x/mnt, isi dan tegangan cukup

Rr : 22 x/menit, t : 36,2 0C

9-12 S : badan lemas

Tanda vital : TD : 100/60 mm Hg

N : 80 x/mnt, isi dan tegangan cukup

Rr : 20 x/menit, t : 37 0C

Dilakukan BMP

10-12 S : keluhan berkurang

Tanda vital : TD : 100/60 mm Hg

N : 80 x/mnt, isi dan tegangan cukup

Rr : 20 x/menit, t : 37 0C

Infuse NaCl 20 tpm

Parasetamol 3x500 mg

CaCo3 3x1 cap

Inj ceftriaxon 1x2 gr

Drip ciprofloksasin 2x200 mg

Diet 1700 kkal, biasa

Tunggu hasil BMP

11-12 S : -

Tanda vital :

TD : 100/60 mm Hg

N : 76 x/mnt, isi dan tegangan cukup

Rr : 20 x/menit, t : 37 0C

hasil BMP:

sumsum tulang hiperselluler

granulositik hiperplasia

sesuai dengan CML fase kronis

CML fase kronis

12-12 S:-

Tanda vital :

TD : 110/60 mm Hg

N : 80 x/mnt, isi dan tegangan cukup

Rr : 20 x/menit, t : 37 0C

Pasien pulang

menunggu hasil

kromosom Ph

Page 15: Chronic Myelocytic Leukemia1

15

PEMBAHASAN

Tn K, 35 tahun dengan keluhan badannya panas. Satu hari SMRS panas

tinggi, panas tidak berkurang setelah minum obat turun panas. Penderita juga

merasakan semakin hari perutnya makin membesar, mual (+),nafsu makan makin

menurun. Berat badan makin berkurang. Pada tahun 2000 penderita pernah dirawat di

RS dengan leukemia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi : 120/80 mmHg,nadi

100 x/mnt, isi dan tegangan cukup, pernapasan 20 x/menit, suhu 39 0C.

Konjungtiva palpebra pucat +/+, jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen

: hepar teraba 4 cm bawah arkus kosta, kenyal, permukaan rata, tepi lancip; lien

teraba di Schuffner VI, keras, tepi tumpul, pekak di regio hipokondrium kiri, area

throube pekak. Hasil pemeriksaan laboratorium saat masuk RS didapatkan anemia

normositik normokromik, leukositosis, hiponatremia, hipokalsemia. Berdasar

anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium awal saat masuk RS pasien diproblemkan

leukositosis dengan organomegali dengan diagnosis banding CML, AML.

Selama perawatan di RSDK didapatkan hasil laboratorium sebagai berikut :

Anemia normokrom normositer (berdasar MCV dan MCH), biasa terjadi

pada penyakit kronis termasuk penderita keganasan.7 Pada penderita ini

dijumpai anemia normokrom normositer dengan retikulosit normal yang

disebabkan karena respon sumsum tulang yang tidak adekwat terhadap

anemia akibat dari proliferasi sel-sel mieloid yang berlebihan sehingga

menekan seri eritroid.

Leukositosis disebabkan oleh adanya gen BCR-ABL pada kromosom Ph

atau P210 yang meempunyai aktivitas tirosin kinase tinggi sehingga

menyebabkan hilangnya kontrol proliferasi sel induk pluripoten pada sistem

hematopoiesis dan penghambatan apoptosis sehingga klon-klon ini bisa

hidup lebih lama dibanding sel normal.8 Pada sediaan apus darah tepi pasien

ini ditemukan semua seri sel-sel mieloid.

Page 16: Chronic Myelocytic Leukemia1

16

LED yang meningkat disebabkan karena perubahan ukuran dan bentuk

eritrosit. Anemia yang terjadi pada pasien ini juga bisa menjadi penyebab

peningkatan LED. Adanya peningkatan sel leukosit dimana makin berat

partikel yang mengendap maka makin besar tarikan gravitasi juga menjadi

penyebab peningkatan LED.

Pada pasien ini hasil BMP menunjukkan sumsum tulang hiperseluler dengan

granulositik hiperplasia dan jumlah sel blas 4% sehingga mendukung

diagnosa Chronic Myelositik Leukemia (CML) stadium kronis

Analisis sitogenetik dilakukan untuk memperkuat diagnosis dengan

pemeriksaan kromosom Philadelphia (Ph). Pada penderita ini ditemukan

kromosom Ph pada 100% sel yang dianalisis. Adanya kromosom Ph

memastikan diagnosis CML dan menunjukkan prognosis yang lebih baik.

CML dengan kromosom Ph positip memiliki prognosis yang baik karena telah

ditemukan terapi penghambat kerja enzim tirosin kinase yang dikode oleh gen

BCR-ABL.

Splenomegali dan hepatomegali terjadi karena adanya hematopoiesis

extramedular akibat tidak efektifnya hematopoiesis di sumsum tulang.

Hasil urinalisis menunjukkan proteinuria. Proteinuria dapat terjadi akibat

demam yang mengakibatkan peningkatan permiabilitas kapiler glomerulus.

Page 17: Chronic Myelocytic Leukemia1

17

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Tn K, 35 tahun dengan keluhan badannya panas. Satu hari SMRS panas

tinggi, panas tidak berkurang setelah minum obat turun panas. Penderita juga

merasakan semakin hari perutnya makin membesar, mual (+), nafsu makan makin

menurun. Berat badan makin berkurang.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi : 120/80 mmHg,nadi 100 x/mnt, isi

dan tegangan cukup, pernapasan 20 x/menit, suhu 39 0C. Konjungtiva palpebra

pucat +/+, jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen : hepar teraba 4 cm bawah

arkus kosta, kenyal, permukaan rata, tepi lancip; lien teraba di Schuffner VI, keras,

tepi tumpul, pekak di regio hipokondrium kiri, area throube pekak

Pemeriksaan laboratorium selama di RS dijumpai anemia normositik

normokromik, leukositosis, peningkatan LED. Hasil BMP menunjukkan sumsum

tulang hiperselluler dengan granulositik hiperplasia, dijumpai sel blas 4% sehingga

menyokong diagnosis CML fase kronis. Diagnosis CML didukung dengan kromosom

Philadelpia yang positip pada sel yang dianalisis. Penderita ini memiliki prognosis

yang baik.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium disimpulkan

penderita menderita leukemia mielositik kronik (CML) fase kronik.

SARAN:

1. Pewarnaan Sitokimia dengan Tes Neutrophil Alkaline Phosphatase (NAP)

dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosis. NAP adalah enzim yang

terdapat dalam granula dan sitoplasma sel seri granulosit, terutama pada

neutrofil segmen dan sedikit pada neutrofil batang. Enzim ini dapat dideteksi

dengan menggunakan substrat naftol AS fosfat dalam suasana alkali.

2. Deteksi kromosom Ph t(9;22)(q34;q11) untuk memantau perjalanan penyakit

sekaligus mengevaluasi efektivitas pengobatan.

Page 18: Chronic Myelocytic Leukemia1

18

3. Pemeriksaan kadar asam urat. Pada keganasan biasanya turn-over cell rate

yang tinggi menyebabkan peningkatan asam urat. Peningkatan produksi asam

urat tersebut dapat menyebabkan artritis gout, batu asam urat dan nefropati.

4. Pemeriksaan Laktat Dehidrogenase (LDH) serum.

5. Pemantauan Hb, Lekosit, Trombosit, SADT untuk keperluan terapi dan follow

up terapi.

6. Pemeriksaan fungsi sintesis, eksresi dan koagulasi hepar (bilirubin

direk,indirek, AST, ALT, PT, aPTT) untuk mengetahui kelainan hepar.

7. Pemeriksaan urin rutin untuk memantau perjalanan penyakit.

Page 19: Chronic Myelocytic Leukemia1

19

Daftar Pustaka

1. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Leukemia myeloid kronik dan

mielodisplasia. Dalam kapita selekta hematologi, edisi 4. Jakarta :

EGC;2005: 167-72.

2. Vardiman JW, Harris NL, Brunning RD. The world health

organization (WHO) classification of the myeloid neoplasms. Blood,

2002:vol 100(7):2292-2302

3. Nowell PC. Discovery of the Philadelphia chromosome : a personal

perspective. J. Clin. Invest.2007.( 117):2033–2035

4. Talpaz M, Shah NP, Kantarjian H, Donato N, Nicoll J, Paquette R.

dasatinib in imatinib-resistent Philadelphia chromosome-positive

leukemias. N Engl J Med. 2006: 354(24); 2531-41.

5. Quintas-Cardama A, Cortes JE. Chronic myeloid leukemia: diagnosis

and treatment. Mayo clin proc 2006; 81:973-88.

6. Druker BJ, Guilhot F, O’Brien SG, Gathmann I, Kantarjian H,

Gattermann N. Five-year follow-up of patients receiving imatinib for

cronic myeloid leukemia. N Engl J Med. 2006: 355(23);2408-17.

7. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta Hematologi. Edisi

4. Jakarta: EGC, 2005: 104-15; 272

8. Goldman JM, Melo JV. Chronic myeloid leukemia-advances in

biology and new approaches to treatment. N Engl J Med

2003;349:1451-64.