Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy

21
CHRONIC INFLAMMATORY DEMYELINATING POLYNEUROPATHY Pendahuluan Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (CIDP) adalah suatu gangguan neurologis yang dikarakteristik oleh kelemahan progresif dan gangguan fungsi sensorik pada tungkai dan lengan. Gangguan ini kadang-kadang disebut chronic relapsing polyneuropathy, disebabkan oleh kerusakan selubung mielin (selubung lemak yang membungkus dan melindungi sekeliling serat saraf) nervus perifer. Meskipun gangguan ini dapat terjadi pada setiap umur dan jenis kelamin, CIDP lebih sering terjadi pada dewasa muda, dan pria lebih sering dibandingkan wanita. Gejala- gejala yang sering terlihat termasuk rasa geli atau mati rasa (dimulai pada jari-jari kaki dan tangan), kelemahan kedua lengan dan tungkai, hilangnya refleks tendon dalam (areflexia), fatigue, dan sensasi abnormal. 1 Gejala- gejala, penanganan dan prognosis sangat mirip dengan tipe penyakit lain yang dikenal sebagai guillain-barr- syndrome. CIDP awalnya dikenal sebagai "chronic Guillain-Barré syndrome." Guillain-Barré syndrome adalah suatu gangguan akut yang gejala-gejalanya cepat terlihat dan lebih jelas. Walaupun keduanya mirip, CIDP dan Guillain-Barré merupakan dua kondisi yang berbeda. CIDP biasa juga dikenal sebagai chronic relapsing polyneuropathy. 2 Demyelinisasi nervus perifer menyebabkan kelemahan kedua tungkai dan lengan yang berkembang secara progresif 1

description

referat

Transcript of Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy

Page 1: Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy

CHRONIC INFLAMMATORY DEMYELINATING POLYNEUROPATHY

Pendahuluan

Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (CIDP) adalah suatu

gangguan neurologis yang dikarakteristik oleh kelemahan progresif dan gangguan

fungsi sensorik pada tungkai dan lengan. Gangguan ini kadang-kadang disebut

chronic relapsing polyneuropathy, disebabkan oleh kerusakan selubung mielin

(selubung lemak yang membungkus dan melindungi sekeliling serat saraf) nervus

perifer. Meskipun gangguan ini dapat terjadi pada setiap umur dan jenis kelamin,

CIDP lebih sering terjadi pada dewasa muda, dan pria lebih sering dibandingkan

wanita. Gejala-gejala yang sering terlihat termasuk rasa geli atau mati rasa (dimulai

pada jari-jari kaki dan tangan), kelemahan kedua lengan dan tungkai, hilangnya

refleks tendon dalam (areflexia), fatigue, dan sensasi abnormal.1 Gejala-gejala,

penanganan dan prognosis sangat mirip dengan tipe penyakit lain yang dikenal

sebagai guillain-barr-syndrome. CIDP awalnya dikenal sebagai "chronic Guillain-

Barré syndrome." Guillain-Barré syndrome adalah suatu gangguan akut yang gejala-

gejalanya cepat terlihat dan lebih jelas. Walaupun keduanya mirip, CIDP dan

Guillain-Barré merupakan dua kondisi yang berbeda. CIDP biasa juga dikenal

sebagai chronic relapsing polyneuropathy.2

Demyelinisasi nervus perifer menyebabkan kelemahan kedua tungkai dan

lengan yang berkembang secara progresif dan lebih berat sepanjang tahun.

Kemampuan tungkai dan lengan merasakan impuls sensorik seperti sentuhan, nyeri

dan temperatur juga terganggu. Khasnya pertama kali dirasakan sebagai tingling

(rasa geli) atau tumpul pada jari-jari kaki dan tangan. Gejala-gejala keduanya

menyebar dan lebih berat sepanjang tahun.2,3

Epidemologi

Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy adalah gangguan yang

sering terjadi dan meskipun kadang terdiagnosa, dan merupakan penyakit yang

potensial dapat ditangani, dengan prevalensi kira-kira 0.5 per 100,000 kasus.

Persamaan klinik dengan varian inflammatory demyelinating polyneuropathy acute

1

Page 2: Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy

(Guillain–Barré syndrome) memungkinkan terapi immunosuppresif bermanfaat

dalam penanganan pasien, sehingga diduga patogenesis gangguan ini berupa

immune-mediated. Saat Austin, dkk serta Dyck dkk., pertama kali mendeskripsikan

pasien dengan corticosteroid-responsive chronic polyneuropathy, spektrum

presentasi klinik dan penyokong diagnostik terus berkembang, termasuk pilihan

terapi. Penting membedakan gangguan ini dari chronic sensorimotor

polyneuropathies yang timbul bersamaan dengan diabetes, alkoholisme, atau

malnutrisi.3,5

Etiologi

CIDP adalah suatu gangguan sistem imun. Khususnya, sistem imun tidak

dapat mengenal sel-sel myelin nervus perifer dan menganggapnya sebagai agent

asing. Kerusakan selubung terjadi saat sistem imun mencoba untuk membersihkan

tubuh dari agent asing. Tidak ada fakta penelitian genetik yang menyokong

terjadinya penyakit ini, ataupun riwayat keluarga. Beberapa kesimpulan

menunjukkan bahwa CIDP merupakan penyakit yang tidak diturunkan.3

Seperti Guillain-Barré syndrome, sangat kuat dugaan bahwa CIDP dipicu

oleh infeksi virus. Sebagai contoh, sel-sel imun dapat rusak oleh infeksi virus, seperti

yang terjadi pada acquired-immunodeficiency-syndrome (AIDS) sehingga

menyebabkan malfungsi sistem imun. Apakah infeksi virus atau mikroba yang secara

langsung menyebabkan CIDP masih belum jelas.4,6

CIDP berbeda dari Guillain-Barré syndrome pada infeksi virus, dimana tidak

terjadi antara beberapa bulan saat gejala pertama terlihat. Pada Guillain-Barré

syndrome, infeksi virus atau bakteri, khas mendahului timbulnya gejala-gejala.6

Patogenesis

Proteksi melawan respon-respon imun terhadap autoantigen adalah kunci

untuk pemeliharaan self-tolerance. Pada chronic inflammatory demyelinating

polyneuropathy, self-tolerance mengalami kerusakan. Autoreactive T cells dan B

cells, yang menjadi bagian normal imunitas, teraktivasi menyebabkan kerusakan

organ spesifik.3,6

2

Page 3: Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy

Prinsip dasar respon imun seluler dan humoral yang memperlihatkan bahwa

autoreactive T cells mengenal suatu autoantigen spesifik dalam konteks kompleks

immunokompatibilitas klas II pada permukaan antigen-presenting cells (makrofag)

pada kompartemen imun sistemik. Infeksi dapat memicu kejadian ini melalui peniru

molekuler, potongan melintang pada epitop terbagi antara agent mikrobial dan

antigen nervus. Limfosit T yang teraktivasi ini dapat melewati barier pembuluh darah

nervus dalam proses yang melibatkan molekul-molekul adhesi seluler, matriks

metaloproteinase dan kemokin. Diantara sistem saraf perifer, sel-sel T mengaktivasi

makrofag yang meningkatkan aktifitas fagositik, produksi sitokin dan pelepasan

mediator toksik, termasuk nitric oxida, reactive oxygen intermediates, matrix

metalloproteinase, dan sitokin proinflamasi, termasuk tumor necrosis factor- dan

interferon . Autoantibodi melewati barier pembuluh darah saraf atau secara lokal

dihasilkan dari keterlibatan sel-sel plasma menyebabkan kerusakan demielinasi dan

aksonal. Autoantibodi dapat menyebabkan demyelinisasi melalui sitotoksisitas

seluler dependent-antibody, secara potensial memblokade epitop yang secara

fungsional sesuai dengan hantaran saraf, dan mengaktivasi sistem komplemen

melalui pathway klasik, menghasilkan mediator-mediator proinflamasi dan membran

lisis- menyerang kompleks C5b-9. Terminasi respon inflamasi terjadi melalui induksi

apoptosis sel T dan pelepasan sitokin antiinflamasi, termasuk interleukin -10 dan

mentransformasi faktor pertumbuhan-. Selubung mielin (sisipan) tersusun dari

berbagai protein, seperti myelin protein zero, yang tersusun lebih dari 50 % dari total

protein membran pada mielin sistem saraf perifer manusia; myelin protein 2; myelin

basic protein; myelin-associated glycoprotein; connexin 32; dan gangliosida dan

dihubungkan dengan glikolipid. Molekul-molekul ini telah teridentifikasi sebagai

antigen target untuk respon-respon antibodi dengan berbagai frekuensi pada pasien

dengan penyakit CIDP.3

3

Page 4: Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy

Gambar. Immunopathogenesis dari Chronic Inflammatory Demyelinating Neuropathy

Klasifikasi

a. Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy Klasik

Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy klasik, dikarakteristik

oleh kelemahan simetris pada otot-otot proksimal dan distal yang mengalami

peningkatan progresifitas lebih dari dua bulan (keadaan kondisi ini terpisah dari

Guillain–Barré syndrome, penyakit ini self-limited). Kondisi-kondisi yang ada

berhubungan dengan gangguan sensasi, tidak adanya atau berkurangnya refleks-

refleks tendon, dan elevasi kadar protein cairan serebrospinal, pada hantaran-saraf

terdapat demielinasi, dan tanda-tanda demielinasi pada spesimen biopsi. Dalam

perjalanan penyakit, dapat terjadi relaps atau kronik dan progresif. Paling sering pada

dewasa muda.5

4

Page 5: Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy

b. Neuropathy Demielinasi

Analisis klinik yang sangat teliti mendefinisikan bentuk lain dari acquired

demyelinating polyneuropathy. Penyebab diduga autoimun atau dysimmune yang

berbeda dari chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy klasik, baik dalam

presentasi klinik maupun respon terhadap penanganan. Namun tidak jelas apakah

kondisi ini adalah varian chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy atau

penyakit yang berbeda. Penyakit-penyakit tersebut antara lain:3,5

Distal Acquired Demyelinating Symmetric Neuropathy. Diduga bahwa distal

acquired demyelinating symmetric neuropathy berbeda dengan acquired

demyelinating polyneuropathy. Prevalensi meningkat pada pria dan mereka yang

berumur lebih dari 50 tahun. Gejala yang menonjol berupa sensory loss distal,

kelemahan distal ringan (berbeda dengan defisit motor yang lebih general pada

chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy klasik), dan kehilangan

keseimbangan. IgM paraproteinemia ditemukan pada hampir 23 pasien dengan

kondisi ini. IgM-associated distal demyelinating symmetric neuropathy berespon

kurang baik terhadap terapi immunosuppressive.3,5,7

Multifocal Motor Neuropathy. Penting untuk membedakan multifocal motor

neuropathy dari penyakit motor neuron. Multifocal motor neuropathy dikarakteristik

oleh kelemahan asimetrik tanpa sensory loss, seringkali dimulai pada otot lengan

distal. Blokade hantaran motorik partial pada kedua sisi adalah ciri khas gambaran

elektrofisiologik, walaupun tidak semua pasien mengalaminya. Sampai saat ini

dilakukan deteksi antiganglioside antibody sirkulasi. Kadar protein cairan

cerebrospinal dan jumlah sel biasanya normal. Meskipun penanganan kortikosteroid

dan plasmapheresis tidak efektif, multifocal motor neuropathy dapat diperbaiki

dengan immune globulin atau terapi cyclophosphamide. 3,5

Multifocal Acquired Demyelinating Sensory dan Motor Neuropathy (Lewis–

Sumner Syndrome). Multifocal acquired demyelinating sensory and motor

neuropathy (the Lewis–Sumner syndrome) memiliki kemiripan dengan chronic

inflammatory demyelinating polyneuropathy (misalnya, defisit motorik dan sensorik,

5

Page 6: Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy

peningkatan kadar protein, dan pada studi hantaran nervus motorik dan sensorik

memberikan hasil abnormal) dan multifocal motor neuropathy (misalnya, gejala-

gejala yang asimetrik, sering dimulai dari lengan dan tangan, dan blokade hantaran).

Beberapa psaien dengan kondisi ini memiliki antibodi terhadap gangliosida, dan

pasien-pasien ini berespon baik terhadap penanganan intravenous immune globulin

atau cyclophosphamide.3,7

c. Neuropathy-neuropathy lain yang mirip dengan Chronic Inflammatory

Demyelinating Polyneuropathy.

Beberapa bentuk lain dari acquired dan chronic polyneuropathy memiliki

gambaran yang sama dengan chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy

dan telah diklasifikasikan menjadi sub kelompok. Bentuk-bentuk ini termasuk axonal

chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy, pure sensory chronic

inflammatory demyelinating polyneuropathy, dan pure motor dan axonal chronic

inflammatory demyelinating polyneuropathy (yang juga disebut multifocal acquired

motor axonopathy). Pasien-pasien dengan peripheral-nerve demyelination dan respon

complete atau partial terhadap immunoterapi, diduga sebagai bagian dari family

chronic acquired demyelinating polyneuropathies yang besar. Chronic idiopathic

axonal polyneuropathy adalah suatu kelompok gangguan heterogeneous akibat

progresifitas neuropathy sensorimotor lambat tanpa nyeri, dapat menyebabkan

kecacatan ringan sampai sedang.8,9

Kriteria klinik

a. Kriteria klinik menurut American Academy of Neurology (AAN )3

- Klinik : disfungsi motorik, dan disfungsi sensorik, yang melibatkan > dari 1

tungkai, atau keduanya.\

- Waktu berlangsungnya; dari 2 bulan

- Refleks: berkurang atau tidak ada

- Tes elektrodiagnostik: 3 dari 4 kriteria berikut: blokade kecepatan hantaran

parsial 2 nervus motorik, pemanjangan latensi distal 2 nervus motorik

atau tidak adanya gelombang F.

6

Page 7: Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy

- Cairan cerebrospinal: hitung leukosit < 10/mm3, peningkatan kadar protein

(pendukung)

- Temuan biopsi: adanya demyelinisasi dan remyelinisasi

b. Kriteria Klinik Saperstein dkk.3

- Klinik ; Mayor: kelemahan proksimal dan distal simetrik; Minor: khusus

kelemahan distal atau sensory loss.

- Waktu berlangsungnya; dari 2 bulan

- Refleks: berkurang atau tidak ada

- Tes elektrodiagnostik: 2 dari 4 kriteria elektrodiagnostik AAN.

- Cairan cerebrospinal: Protein > 45 mg/dl; hitung leukosit < 10/mm3

(pendukung)

- Temuan biopsi: gambaran menonjol demyelinisasi

c. Kriteria Inflammatory Neuropathy Cause and Treatment (INCAT)3

- Klinik : progresif atau relapsing motorik dan disfungsi sensorik lebih dari 1

tungkai

- Waktu berlangsungnya; > dari 2 bulan

- Refleks: berkurang atau tidak ada

- Tes elektrodiagnostik: blokade hantaran parsial ≥2 nervus motorik dan

kecepatan hantaran abnormal atau latensi distal atau latensi gelombang F

pada 1 nervus lain; atau tidak adanya blokade hantaran parsial, abnormalitas

kecepatan hantaran, latensi distal, atau latensi gelombang F pada 3 nervus

motorik; atau abormalitas elektrodiagnostik menunjukkan demyelinisasi 2

nervus dan pemeriksaan histologi menunjukkan adanya demyelinisasi.

- Cairan cerebrospinal: analisis cairan cerebrospinal direkomendasikan tapi

tidak diharuskan.

- Temuan biopsi: tidak diharuskan (kecuali pada kasus-kasus dengan

abnormalitas elektrodiagnostik hanya pada 2 nervus motorik).3

7

Page 8: Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis terhadap gejala-gejala yang

timbul serta pemeriksaan klinis. CIDP biasanya mengalami kelemahan dan gangguan

sensorik. Kadang-kadang hanya terjadi gejala kelemahan tanpa gangguan sensorik,

namun jarang terjadi hanya gangguan sesorik sendiri.9

Gejala-gejala CIDP sering diawali dengan gejala-gejala seperti rasa geli atau

mati rasa yang dimulai dari jari-jari tangan dan kaki, kelemahan pada tangan dan

kaki atau kaki terasa berat dan kaku, tangan tidak bisa menggenggam, hilangnya

refleks tendon dalam (arefleksia), kelelahan dan adanya sensasi abnormal. Penyakit

ini bisa menjadi progresif dan memburuk dalam beberapa minggu, bulan atau

kadang-kadang tahun. Bila semakin berat bisa terjadi tremor terutama pada tungkai

dan lengan bagian atas. Sangat jarang terjadi kelumpuhan pada daerah wajah.3

Diagnosis CIDP dapat ditelusuri dengan tes darah, lumbal punksi dan uji

hantaran saraf menggunakan elektromiogram (EMG), EKG atau dengan MRI.

1. Lumbal punksi

Lumbal pungsi dilakukan untuk penilaian cairan cerebrospinal. Jumlah

protein cairan cerebrospinal pada CIDP, lebih banyak dibandingkan pada keadaan

normal. Kadang-kadang terdapat papil edema dan sindroma pseudotumor yang

berhubungan dengan tingginya protein cairan cerebrospinal. Analisis cairan

cerebrospinal pada pasien CIDP menunjukkan adanya disosiasi albuminositologik.6

2. EMG

Electromyography (EMG) digunakan untuk mengukur respon otot terhadap

stimulasi elektrik. Pada EMG, suatu elektroda diantara suatu jarum didorong melalui

kulit kedalam otot; beberapa elektroda dibutuhkan untuk dimasukkan melalui otot

untuk akurasi pengukuran perilaku otot. Stimulasi otot menyebabkan pola visual atau

audio. Pola panjang gelombang membawa informasi mengenai respon otot. Pola

khas panjang gelombang dihasilkan oleh otot yang sehat, yang disebut aksi potensial,

yang dapat dibandingkan dengan otot dari seseorang yang diduga mengalami CIDP.

Untuk otot yang mengalami kerusakan nervus, aksi potensial panjang gelombang

lebih kecil dibandingkan dengan otot normal.4,6,9

8

Page 9: Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy

3. EKG

Elektrokardiogram dapat digunakan untuk mencatat aktifitas elektrik pada

jantung saat diduga terjadi paralisis otot jantung. Kerusakan nervus akan merubah

pola normal detak jantung.9

4. MRI

MRI digunakan untuk mengeliminasi kemungkinan adanya kerusakan yang

terjadi pada sistem saraf perifer.

Differensial diagnosis

Perlu dilakukan berbagai tes laboratorium yang lebih luas diperlukan pada

beberapa pasien untuk meneliti berbagai penyebab lain dari demyelinisasi

polineuropathy, demikian juga penyakit yang bersamaan dengan penyakit ini.

Beberapa differensial diagnosa:

- Guillan-barre syndrome, yang ditandai dengan kelemahan muskular progresif

dalam periode 1 bulan

- Neuropathy yang diturunkan, misalnya neuropathy motor dan sensorik yang

diturunkan. Diperlukan anamnesis riwayat keluarga dan analisis DNA untuk

membuktikannya.

- Neuropathy metabolik: misalnya neuropathy diabetik dan neuropathy yang

berhubungan dengan gangguan toleransi glukosa: uremik, hepatik dan

neuropathy acromegalic; neuropathy yang berhubungan dengan hypotiroidisme.

Diperlukan tes laboratorium yang tepat untuk membuktikan kelainan-kelaian ini.

- Neuropathy paraneoplastik: neuropathy yang berhubungan dengan limphoma

atau karsinoma.

- Neuropathy yang berhubungan dengan monoklonal gammopathy: neuropathy

yang berhubungan dengan mieloma osteosclerosis, dengan monoklonal

gammopathy yang tidak dapat ditentukan, dan dengan Waldenstrom’s

macroglobulinemia.

- Neuropathy yang berhubungan dengan penyakit infeksi: infeksi dengan

immunodeficiensy virus, Leprosy, Borreliosis (termasuk lyme disease),

diptheria.

9

Page 10: Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy

- Neuropathy toksik: alkohol, agent-agent industri (misalnya acrylamide), logam

(misalnya timah), obat-obatan (platinum-based agent, amiodarone, perhexiline,

tacrolimus, chloroquin, dan suramin).

- Neuropathy akibat defisiensi nutrisi: defisiensi vitamin B1, B6, B12, atau E

- Neuropathy yang berhubungan dengan porphyria

- Neuropathy yang berhubungan dengan penyakit-penyakit berat: polyneuropathy

yang berhubungan dengan sepsis, multiple organ failure, atau ventilasi jangka

panjang.3

Penanganan

Dalam penanganan harus melibatkan ahli neurologi, ahli immunologi dan ahli

terapi fisik. Kelompok pendukung berguna dalam membantu penanganan.

Penanganan CIDP dan Guillain-Barré syndrome sama. Penggunaan kortikosteroid

seperti prednisone, yang akan mengurangi respon sistem imun, dapat mengurangi

jumlah demielinasi yang terjadi.3,8

Medikamentosa

Steroid

First line penanganan untuk CIDP termasuk kortikosteroid (mis. Prednisone),

Dengan dosis awal 100 mg/hari dan biasanya dinaikkan dalam 1-4 minggu kemudian

dapat diganti dengan terapi lain secara selang-seling. Apabila kekuatan otot menjadi

normal kembali dan mencapai keadaan plateu maka dosis prednison dapat diturunkan

secara perlahan-lahan 5 mg setiap 2-3 minggu.5,7

Obat-obat imunosuppresif

Obat-obat Immunosuppressive seringkali digunakan adalah klas Cytotoxic

(kemoterapi), termasuk Rituximab (Rituxan) dengan target sel-B, serta

Cyclophosphamide, obat yang mengurangi fungsi sistem imun. Ciclosporin juga

telah digunakan pada CIDP tapi dengan frekuensi yang kurang karena merupakan

pendekatan yang baru. Ciclosporin diperkirakan terikat pada immunocompetent

Lymphocytes, khususnya limfosit-T.5,7,9

Penanganan immunosuppresif non-cytotoxic yang biasa digunakan termasuk

Azathioprine (Imuran) dan Mycophenolate mofetil (Cellcept). Anti-thymocyte

10

Page 11: Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy

globulin (ATG), suatu agent immunosuppresif yang secara selektif menghancurkan

limfosit T, telah dipelajari untuk digunakan untuk CIDP. Anti-thymocyte globulin

adalah fraksi gamma globulin antiserum dari hewan yang telah diimunisasi melawan

human thymocytes. Ini merupakan suatu polyclonal antibody.4

Plasmapheresis (plasma exchange) dan immunoglobulin (IVIg)

Plasmapheresis (plasma exchange) dan intravenous Immunoglobulin (IVIg)

yang dapat diberikan tunggal atau kombinasi dengan obat immunosuppresif lain.5,7,8

Prosedur medis yang dikenal sebagai plasmapheresis, atau plasma exchange, dapat

menjadi pilihan penanganan yang lain. Pada plasmapheresis, plasma darah

dikeluarkan dari tubuh, Eritrosit diambil dari plasma dan dikembalikan kedalam

tubuh dengan plasma yang bebas antibodi atau dengan cairan intravena. Oleh karena

plasma darah dikeluarkan dari tubuh pasien CIDP dapat mengandung antibodi

terhadap selubung myelin, mengeluarkan antibodi-antibodi ini dapat mengurangi

efek dari sistem imun tubuh menyerang sel-sel nervus.7,9

Prosedur lain yang menghasilkan hasil yang sama yaitu pemberian

intravenous immunoglobulin (IVIg). IVIg secara umum ditujukan untuk penanganan

sistem imun yang berhubungan dengan neuropathy. Seperti plasmapheresis,

immunoglobulin dapat membantu mengurangi jumlah anti-myelin antibody, dan

untuk menekan respon imun.9

Fisioterapi

Fisioterapi memegang peranan penting dalam penanganan CIDP. Fisioterapi

dapat memperbaiki kekuatan, fungsi dan mobilitas otot dan meminimalisasikan

penyusutan otot dan tendon serta distorsi sendi-sendi.4

Pemulihan dan Rehabilitasi

Pemulihan dari CIDP bervariasi dari satu orang ke orang lain. Beberapa

orang pulih sempurna tanpa intervensi pengobatan, sedangkan yang lain dapat relaps

lagi dan lagi. Oleh karena beberapa orang dapat mengalami kelemahan atau

numbness yang permanen, terapi fisik dapat digunakan sebagai bagian dari regimen

rehabilitasi.7

11

Page 12: Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy

Prognosis

Prognosis seorang pasien berkisar antara pemulihan sempurna sampai pola

ulangan periodik gejala-gejala dan residual kelemahan atau numbness otot. Seperti

pada Multiple Sclerosis, suatu kondisi yang mirip demyelinasi, tidak mungkin

diprediksi dengan pasti bagaimana CIDP mempengaruhi seseorang nantinya. Pola

relaps dan remisi sangat bervariasi pada tiap-tiap pasien. Periode relaps bisa sangat

mengganggu, tapi beberapa pasien dapat mengalami pemulihan signifikan.

Jika terdiagnosa secara dini, inisiasi penanganan dini untuk mencegah nerve-

loss direkomendasikan. Akan tetapi, beberapa orang masih menyisakan gejala-gejala

sisa seperti; rasa tumpul, kelemahan, tremor, fatigue dan gejala-gejala lain yang

dapat memicu morbiditas jangka panjang dan membatasi kualitas hidup.1

Penting untuk membangun hubungan yang baik dengan dokter, penyedia

layanan primer dan spesialis. Oleh karena penyakit yang jarang, beberapa dokter

tidak memiliki kesiapan untuk menanganinya. Tiap-tiap kasus CIDP berbeda, dan

relaps jika terjadi dapat membawa gejala-gejala dan masalah baru. Oleh karena

variabilitas dalam berat dan progresifitas penyakit, dokter-dokter tidak mampu

menentukan prognosis pasti. Periode eksperimentasi dengan regimen penanganan

berbeda penting untuk menemukan regimen penanganan yang tepat untuk diberikan

pada pasien. 1,3

Perhatian Khusus

Masalah penting, penggunaan IVIg akan meningkatkan resiko kerusakan

ginjal pada penderita usia tua atau diabetes. Perlu diberikan Lovenox (Enoxaparin)

yang dapat menurunkan resiko pembekuan darah pada pasien hipertensi. Resiko

meningkat bila Lovenox diberikan bersama dengan aspirin atau obat antiinflamasi.

Penggunaan kortikosteroid dapat menekan efisiensi sistem imun, sehingga

meningkatkan resiko infeksi sekunder atau oportunistik. Staf medis perlu memonitor

pasien yang menerima penanganan ini untuk timbulnya tanda-tanda komplikasi.1,3

12

Page 13: Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy

DAFTAR PUSTAKA

1. NINDS Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (CIDP). National

Institute of Neurological Disorders and Stroke National Institutes of Health

Bethesda, MD 20892. Available at http://en.wikipedia.org/wiki/Chronic_

inflammatory_demyelinating_polyneuropathy Last updated August 18, 2009.

2. Hoyle BD. Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy.

http://www.answers.com/topic/chronic-inflammatory-demyelinating-

polyneuropathy

3. Köller H, Kieseier BC, Jander S, Hans-Peter Hartung. Chronic Inflammatory

Demyelinating Polyneuropathy. Volume 352:1343-1356. March 31, 2005.

Available at http://content.nejm.org/cgi/reprint/352/13/1343.pdf.

4. Rajabally YA, Guillaume N, Francoise P, Bouche P, Peter Y K. Validity of

diagnostic criteria for chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy: a

multicentre European study. 19 August 2009. Available at.

http://jnnp.bmj.com/cgi/content/short/jnnp.2009.179358v1?rss=1

5. Hoyle B. D. Chronic Acquired Demyelinating Symmetric Polyneuropathy

Classified by Pattern of Weakness Arch Neurol. 2003;60:260-264.

6. Mygland A, Monstad P. Chronic Acquired Demyelinating

SymmetrPolyneuropathy Classified by Pattern of Weakness. Vest-Agder

Central Hospital, N-4604 Kristiansand, Norway. Vol. 60 No. 2, February 2003.

7. John Hopkins medicine. Guillian-Barre and CIDP.

http://www.hopkinsmedicine.org/

8. Oh S.J., Joy J.L., Kuruoglu R. Chronic sensory demyelinating neuropathy:

chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy presenting as a pure

sensory neuropathy. 1992;55;677-680 J. Neurol. Neurosurg. Psychiatry

10.1136/jnnp.55.8.677

9. Markowitz J.A., Jeste S.S., Kang P.B. Child Neurology: Chronic inflammatory

demyelinating polyradiculoneuropathy in children. 2008;71:e74-e78. Available

at http://www.neurology.org/cgi/content/abstract/71/23/e74?ck=nc.

13