Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

32
BAB І PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bronchitis akut didefinisikan sebagai suatu gangguan paru obstruktif yang ditandai oleh produksi mucus berlebihan disaluran napas bawah selama paling kurang 3 bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut. Mucus yang berlabihan terjadi akibat dysplasia sel- sel penghasil mucus dibronkus. Selain itu, silia yang melapis bronkus mangalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mucus dan sel-sel silia ini mengganggu sitem escalator mukosiliaris dan menyababkan kelumpuhan mucus kental dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mucus berfungsi sebagai tempat persemaian mikro-organisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekshalasi atau ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnea karena ekspirasi menjadi memanjang dan sulit dilakukan akibat mucus yang kental dan adanya peradangan. Penurunan ventilasi menyebabkan penurunan V/Q yang mengakibatkan vasokonstriksi hipoksik paru dan hipertensi paru. Walaupun alveolus Bronchitis chronic 1

description

Manifestasi Asuhan Keperawatan Etiologi pato fisiologi Bronlitis kronis Chronic Bronchitis Bronkitis Rokok

Transcript of Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

Page 1: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

BAB І

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bronchitis akut didefinisikan sebagai suatu gangguan paru obstruktif yang

ditandai oleh produksi mucus berlebihan disaluran napas bawah selama paling

kurang 3 bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut.

Mucus yang berlabihan terjadi akibat dysplasia sel-sel penghasil mucus

dibronkus. Selain itu, silia yang melapis bronkus mangalami kelumpuhan atau

disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil

mucus dan sel-sel silia ini mengganggu sitem escalator mukosiliaris dan

menyababkan kelumpuhan mucus kental dalam jumlah besar yang sulit

dikeluarkan dari saluran napas. Mucus berfungsi sebagai tempat persemaian

mikro-organisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul

peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan.

Ventilasi, terutama ekshalasi atau ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnea

karena ekspirasi menjadi memanjang dan sulit dilakukan akibat mucus yang

kental dan adanya peradangan. Penurunan ventilasi menyebabkan penurunan

V/Q yang mengakibatkan vasokonstriksi hipoksik paru dan hipertensi paru.

Walaupun alveolus normal vasokonstriksi hipoksik dan buruknya ventilasi

menyebabkan berkurangnya pertukaran oksigen dan hipoksia.

Risiko utama untuk timbulnya bronchitis kronik adalah merokok.

Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan-perubahan pada sel-

sel penghasilan mucus bronkus dan silia. Komponen-komponen tersebut juga

merangsang peradangan kronik, yang merupakan ciri khas bronchitis kronik.

Bronchitis chronic 1

Page 2: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi pada sistem respirasi ?

1.2.2 Apa definisi bronchitis kronik ?

1.2.3 Apa etiologi dari bronchitis kronik ?

1.2.4 Bagaimana patofisiologi bronchitis kronik ?

1.2.5 Apa manifestasi klinis dari bronchitis kronik ?

1.2.6 Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada klien bronchitis kronik ?

1.2.7 Bagaimana evaluasi dignostik pada klien bronchitis kronik ?

1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan medis pada klien bronchitis kronik ?

1.2.9 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien bronchitis kronik ?

1.2.10 Bagaimana sistem pelayanan kesehatan pada klien bronchitis kronik ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

1.3.1.1 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien

bronchitis kronis.

1.3.2 Tujuan khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi pada system respirasi.

1.3.2.2 Untuk mengetahui definisi bronchitis kronik.

1.3.2.3 Untuk mengetahui etiologi bronchitis kronik.

1.3.2.4 Untuk mengetahui patofisiologi bronchitis kronik.

1.3.2.5 Untuk mengetahui manifestasi klinis bronchitis kronik.

1.3.2.6 Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic pada klien bronchitis kronik.

1.3.2.7 Untuk mengetahui evaluasi dignostik pada klien bronchitis kronik

1.3.2.8 Untuk mengetahui penatalaksanaan medis pada klien bronchitis kronik.

1.3.2.9 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien bronchitis kronik.

1.3.2.10 Untuk mengetahui sistem pelayanan kesehatan pada klien bronchitis

kronik

1.4 Manfaat

1.4.1 Untuk mempelajari anatomi dan fisiologi pada system respirasi.

1.4.2 Untuk mempelajari definisi bronchitis kronik.

Bronchitis chronic 2

Page 3: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

1.4.3 Untuk mempelajari etiologi bronchitis kronik.

1.4.4 Untuk mempelajari patofisiologi bronchitis kronik.

1.4.5 Untuk mempelajari manifestasi klinis bronchitis kronik.

1.4.6 Untuk mempelajari pemeriksaan diagnostic pada klien bronchitis

kronik.

1.4.7 Untuk mempelajari evaluasi dignostik pada klien bronchitis kronik.

1.4.8 Untuk mempelajari penatalaksanaan medis pada klien bronchitis

kronik.

1.4.9 Untuk mempelajari asuhan keperawatan pada klien bronchitis kronik.

1.4.10 Untuk mempelajari sistem pelayanan kesehatan pada klien bronchitis

kronik

Bronchitis chronic 3

Page 4: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

BAB ІІ

PEMBAHASAN

2.1 Antomi dan Fisiologi

2.1.1 Anatomi

Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,

laring, trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung; Nares anterior adalah saluran-

saluran didalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara kedalam bagian

yang dikenal sebagai vestibulum (rongga hidung). Rongga hidung dilapisi

sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung

dengan lapisan faring dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang

masuk kedalam rongga hidung. Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan

dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada

ketinggian tulang rawan krikoid.

Maka letaknya di belakang laring (laring-faringeal). Laring (tenggorok)

terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkan dari columna

vertebrata, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebrata servikalis dan

masuk ke dalam trakhea di bawahnya.

Bronchitis chronic 4

Page 5: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen

dan membran. Trakhea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea

berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan

di tempat ini bercabang menjadi dua bronkus (bronchi). Trakhea tersusun atas 16

– 20 lingkaran tak tetap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama

oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang

trakhea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kirakira

vertebra torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan

dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke

samping ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar

daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan

sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus lobus bawah.

Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di

bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang

berjalan ke lobus atas dan bawah.

Cabang utama bronkus kanan dan kiri

bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan

kemudian menjadi lobus segmentalis.

Percabangan ini berjalan terus menjadi

bronchus. Yang ukurannya semakin kecil,

sampai akhirnya menjadi bronchiolus

terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang

tidak mengandung alveoli (kantong udara).

Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah

kurang lebih 1 mm. bronkiolus tidak diperkuat

oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya

dapat berubah. Saluran-saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus

terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah

sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.

Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkiolus dan

respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada

Bronchitis chronic 5

Page 6: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus

alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, assinus atau kadang disebut

lobulus primer memiliki tangan kira-kira 0,5-1,0 cm. terdapat sekitar 20 kali

percabangan mulai dari trachea sampai sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan

oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi

oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura

terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas

tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi

dua lobus yaitu lobus superior dan inferior.

Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh

limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan

alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli,

sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat

permukaan/pertukaran gas. (Pearce,2002)

2.2.2 Fisiologi

Pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang

terjadi pada paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan ekternal,

oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas, dan oksigen

masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dalam darah dalam kapiler

pulmonal. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus

membran, diambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan dari jantung

dipompakan ke seluruh tubuh.

Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi ketika konsentrasi

dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernafasan terdapat dalam

otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi

pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah (hemoglobin)

yang banyak mengandun oksigen dari seluruh tubuh masuk kedalam jaringan

mengambil karbon dioksida dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi

pernafasan eksterna. Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4500-5000 ml

(4,5-5 liter).

Bronchitis chronic 6

Page 7: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

Udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10 %,

kurang lebih 500ml, disebut juga udara pasang surut (tidal air) yaitu yang

dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa. Kecepatan pernafasan

pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Pernafasan secara normal, ekspirasi akan

menyusul inspirasi dan kemudian istirahat. Pada bayi ada kalanya terbalik

inspirasi-istirahat-ekspirasi, disebut juga penafasan terbalik. (Syaifuddin, 2006).

2.2 Definisi

Bronkitis kronis

didefinisikan sebagai

adanya batuk produktif yang

berlangsung 3 bulan dalam

satu tahun selama 2 tahun

berturut-turut. (Bruner &

Suddarth, 2002).

Bronchitis kronik

didefinisikan sebagai

adanya batuk produktif yang

berlangsung 3 bulan dalam

satu tahun selama 2 tahun

berturut-turut. Sekresi yang menumpuk dalam bronkioles mengganggu

pernapasan yang efektif.

Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama bronchitis

kronik. Pasien dengan bronchitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi

saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikroplasma yang

luas dapat menyebabkan episode bronchitis akut. Eksaserbasi bronchitis kronik

hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara yang dingin dapat

menyebabkan bronkospasme bagi yang rentan.

2.3 Etiologi

Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama bronchitis

kronik. Pasien dengan bronchitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi

Bronchitis chronic 7

Page 8: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikroplasma yang

luas dapat menyebabkan episode bronchitis akut. Eksaserbasi bronchitis kronik

hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara yang dingin dapat

menyebabkan bronkospasme bagi yang rentan.

Terdapat beberapa faktor yang merupakan etiologi bronkitis kronis, yaitu:

Rokok

Terdapat hubungan yang erat antara

merokok dengan penurunan VEP

(Volume Ekspirasi Paksa) dalam satu

detik. Secara patologis rokok

berhubungan dengan hiperplasia kelenjar

mukus bronkus dan metaplasia inhibisi

aktivitas sel rambut getar, makrofag

alveolar dan surfaktan.

Infeksi

Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang penderita bronkhitis

kronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta

menyebabkan kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronkhitis disangka

paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan

infeksi sekunder oleh bakteri. Bakteri yang paling sering adalah Haemophilus

influenzae dan Streptococus Pneumonia.

Polusi

Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit

bronkhitis, tetapi bila ditambah merokok, faktor akan lebih tinggi.

Keturunan

Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak,

kecuali dengan penderita dengan defisiensi alpha-1 anti tripsin yang

merupakan suatu protein. Kerja protein ini adalah menetralkan enzim

proteolitik yang merusak jaringan, sehingga defisiensi alpha-1 anti tripsin

menyebabkan kerusakan jaringan.

Bronchitis chronic 8

Page 9: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

Faktor Sosial Ekonomi

Kematian pada penderita bronkhitis kronik ternyata labih banyak pada

golongan sosial  ekonomi rendah, mungkin disebabkan oleh faktor lingkungan

dan ekonomi yang lebih jelek.

Usia Tua

Dengan bertambahnya usia, daya tahan tubuh akan menurun, sehingga

pria yang sejak awal merokok tentu akan lebih rentan terhadap penyakit ini.

2.4 Patofisiologi

Asap mengiritasi jalan napas mengakibatkan hipersekresi lendir dan

inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi

lendir dan sel-sel goblet meningkatkan jumlahnya, fungsi silia menurun , dan

lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat, bronkiolus menjadi

menyempit dan tersumbat.

Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan

membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang

berperan penting dalam manghancurkan partikel asing, termasuk bakteri. Pasien

kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi saluran pernapasan. .penyempitan

bronchial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi dalam

jalan napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan yang irreversible,

kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.

2.5 Manifestasi Klinis

Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak

makin banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut

(eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai batuk darah.

Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas.

Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).

Pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-krok

terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di

saluran napas.

Bronchitis chronic 9

Page 10: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni:

1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk

berdahak dan keluhan lain yang ringan.

2. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai

dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).

3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with

obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak

napas berat dan suara mengi.

Untuk membedakan ketiganya didasarkan pada riwayat penyakit dan

pemeriksaan klinis oleh dokter disertai pemeriksaan penunjang (jika

diperlukan), yakni radiologi (rontgen), faal paru, EKG, analisa gas darah.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

1. Sinar X dada

Dengan melakukan pemeriksaan sinar X dada dapat dinyatakan

hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara

retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi/buta (emfisema), peningkatan tanda

bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).

2. Tes fungsi paru

Tes ini dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk

menentukan apakah fungsi abnormal adalah obtruksi atau restriksi, untuk

memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevalusi efek terapi, misalnya

bronkodilator.

3. TLC

Tes ini dilakukan untuk melihat peningkatan pada luasnya bronkitis dan

kadang-kadang pada asma, penurunan emfisema.

Kapasitas inspirasi : Menurun pada emifisema

Bronchitis chronic 10

Page 11: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

Volume residu : Meningkat pada emfisema, bronkitis kronis dan asma

4. FEV/FVC

Rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada

bronkitis dan asma.

5. GDA

Memperkirakan progresi proses penyakit kronis, PaCO2 normal menurun

dan PaCO2 normal atau meningkat (bronkitis kronis dan emfisema) tetapi

sering menurun pada asma.

6. Bronkogram

Dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps

bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang

terlihat pada bronkitis.

7. EKG latihan, tes stress

Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevalusi

keefektifan terapi brokodilator, perencanaa/ evaluasi program latihan.

2.7 Evaluasi Dignostik

Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien 

terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang

diharapkan telah dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan

kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan

dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian

berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang

mungkin diperlukan.

Bronchitis chronic 11

Page 12: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan

nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat,

infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang,

klien memahami kondisi penyakitnya.

2.8 Penatalaksanaan Medis

2.8.1 Batuk Efektif dan Napas Dalam

Batuk efektif adalah tindakan yang diperlukan untuk membersihkan

sekret. Tujuan napas dalam dan batuk adalah untuk meningkatkan ekspansi

paru, mobilisasi sekresi, dan mencegah efek samping dari retensi sekresi.

Pasien diberi posisi duduk tegak pada tepi tempat tidur atau kursi dengan kaki

disokong. Pasien dianjurkan untuk mengambil napas dalam dan perlahan.

Bila sekret terauskultasi, kemudian batuk dimulai pada inspirasi maksimum.

2.8.2 Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada terdiri dari drainase postural, perkusi dada, dan vibrasi

dada. Biasanya ketiga metode digunakan pada posisi drainase paru yang

berbeda diikuti dengan napas dalam dan batuk.

2.8.3 Terapi Aerosol Bronkodilator

Tujuan terapi ini adalah untuk merelaksasi jalan napas, mobilisasi

sekresi, dan menrunkan edma mukosa, sehingga lebih banyak oksigen

didistribusikan ke seluruh bagian paru, ventilasi alveolar diperbaiki.

2.8.4 Pelembaban Inhalasi

Tujuan utama pelembaban inhalasi adalah hidrasi terhadap mekanisme

bersihan mukosilia normal dan mengenceran sekret. Aspek paling penting

terapi pelembaban inhalasi adalah napas dalam aktif oleh pasien, diikuti oleh

tahanan napas untuk memungkinkan pelepasan vertikal aerosol dan kemudian

melakukan ekhalasi penuh dengan perlahan.

2.8.5 Pernapasan Tekanan Positif Intermitten (PTPI)

Bronchitis chronic 12

Page 13: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

PTPI digunakan untuk meningkatkan ventilasi alveolar dan ekspansi

paru. Pola ventilasi yang adekuat selama tindakan PTPI terdiri dari inspirasi

dalam ditujukan kepada peningkatan volume tidal normal sebanyak 2-3 kali.

Pasien kemudian diinstruksikan untuk menahan napas untuk memberikan

kedalaman dan pelepasan lebih besar pada obat aerosol, air dan garam faal.

2.8.6 Obat-obatan

Obat-obatan yang sering digunakan diantaranya: bronkodilator, steroid,

kromolin Sodium, antikolinergik.

2.8.7 Terapi Oksigen

Terapi oksigen disesuaikan dengan persen konsentrasi pada udara

dihisap. Tujuan terapi ini untuk meningkatkan PaO2, dengan selanjutnya

menurunkan vasokonstriksi, hipoksia, pada vaskuler paru dan tekanan arteri

paru, diharapkan perbaikan pada fungsi ventrikel kanan dan pengiriman O2 ke

jaringan.

2.8.8 Antibiotik

Antibiotik biasanya digunakan untuk sputum yang purulen akibat

mikroba yang telah teridentifikasi.

Bronchitis chronic 13

Page 14: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

BAB ІІІ

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BRONKITIS KRONIK

1. Pengkajian

Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis kronis :

a). Aktivitas/istirahat

Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan aktivitas

sehari – hari, Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe pada saat istirahat.

Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan massa

otot.

b). Sirkulasi

Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.

Bronchitis chronic 14

Page 15: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia

berat, Distensi vena leher, Edema dependent, Bunyi jantung redup, Warna

kulit/membran mukosa normal/cyanosis, Pucat, dapat menunjukkan anemi.

c). Integritas Ego

Gejala : Peningkatan faktor resiko, Perubahan pola hidup

Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

d). Makanan/cairan

Gejala : Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk

makan, penurunan berat badan, peningkatan berat badan.

Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan berat

badan, palpitasi abdomen.

e). Hygiene

Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan

Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.

f). Pernafasan

Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun

3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang

timbul.

Tanda : Pernafasan biasa cepat, penggunaan otot bantu pernafasan, bentuk

barel chest, gerakan diafragma minimal, bunyi nafas ronchi, perkusi

hyperresonan pada area paru, warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar

kuku, abu – abu keseluruhan.

g). Keamanan

Bronchitis chronic 15

Page 16: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan, adanya /

berulangnya infeksi.

h). Seksualitas

Gejala : Penurunan libido

i). Interaksi social

Gejala : Hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan/terhadap

pasangan/orang dekat, penyakit lama/ketidakmampuan membaik.

Tanda :Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress

pernafasan

Keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan anggota keluarga

lain.

b. Pemeriksaan diagnostic

a. Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya

diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode

remisi.

b. Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi,

memperkirakan derajat disfungsi.

c. TLC : Meningkat

d. Volume residu : Meningkat.

e. FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.

f. GDA : PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.

g. Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi,

pembesaran duktus mukosa.

Bronchitis chronic 16

Page 17: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

h. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi

patogen.

i. EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.

j. Analisa gas darah memperlihatkan penurunan oksigen arteri dan peningkatan

karbon dioksida arteri.

k. Polisetemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat

hipoksia kronik yang disertai sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan.

c. Pemeriksaan fisik

Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang – kadang

terdengar ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan

terdengar ronchi pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga

didapatkan tanda – tanda overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi

terdengar hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah,

pekak jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang – kadang

disertai kontraksi otot – otot pernafasan tambahan.

d. Pemeriksaan Radiologis

Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar

dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang

menebal. Corak paru bertambah

2. Diagnosa Keperwatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,

peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya

tenaga dan infeksi bronkopulmonal.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,

bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

Bronchitis chronic 17

Page 18: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi

perfusi

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dengan kebutuhan oksigen.

5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia.

6. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan

posisi.

3. Intervensi Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,

peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya

tenaga dan infeksi bronkopulmonal.

1. Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien

2. Intervensi keperawatan:

1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor

pulmonal.

2. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan

diafragmatik dan batuk.

3. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis

terukur, atau IPPB

4. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada

pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.

5. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap

rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.

6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan

pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan

warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek,

rasa sesak didada, keletihan.

7. Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.

8. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi

terhadap influenzae dan streptococcus pneumoniae.

Bronchitis chronic 18

Page 19: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,

bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

1. Tujuan: Perbaikan pola pernapasan klien

2. Intervensi:

1. Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan

bibir dirapatkan.

2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode

istirahat. Biarkan pasien membuat keputusan tentang

perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.

3. Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan

jika diharuskan.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi

perfusi

1. Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas

2. Intervensi keperawatan:

1. Deteksi bronkospasme saat auskultasi .

2. Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.

3. Berikan obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan

tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya.

4. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk

membantu mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru

mengalami perbaikan.

5. Pantau pemberian oksigen.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dengan kebutuhan oksigen.

1. Tujuan: Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari

aktivitas yang mungkin.

2. Intervensi keperawatan:

1. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah,

pernapasan.

2. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan

klien selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.

Bronchitis chronic 19

Page 20: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

3. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan

menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan

lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.

4. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan

rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.

5. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan

program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.

6. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama

menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.

7. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau

tirah baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2

kali sehari.

8. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong

klien melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih

singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan

banyak bantuan.

9. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan

meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap

hari sebanyak 3 kali sehari.

5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan

anoreksia, mual muntah.

1. Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

2. Intervensi keperawatan:

1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat

kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

2. Auskultasi bunyi usus

3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret.

4. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.

5. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah

lama.

6. Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.

Bronchitis chronic 20

Page 21: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

7. Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan

posisi.

1. Tujuan: Kebutuhan tidur terpenuhi

2. Intervensi keperawatan:

1. Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.

2. Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan

keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.

3. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high

fowler.

4. Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan

kebiasaan pasien.

5. Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia

5. Evaluasi

Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien

terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan

telah dicapai.

Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan

keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil

yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi

keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu

pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif,

pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans

aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi

penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan)

2.10 Sistem pelayanan kesehatan

Bronchitis chronic 21

Page 22: Bronlitis kronis Chronic Bronchitis

Bronchitis chronic 22