Cervical Root Syndrome.docx

33
Cervical Root Syndrome I. Pengertian Cervical Root Syndrome atau syndroma akar saraf leher adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan discus invertebralis, gejalanya adalah nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas atau lengan bawah, parasthesia, dan kelemahan atau spasme otot. Salah satu contoh penyakitnya adalah Syndrome radikulopati. Radikulopati berarti radiks posterior dan anterior yang dilanda proses patologik. Gangguan itu dapat setempat atau menyeluruh. Dalam mempelajari tentang Cervikal Root Syndrome, ada beberapa istilah yang perlu diketahui sebagai berikut :

Transcript of Cervical Root Syndrome.docx

Cervical Root Syndrome

I. Pengertian

Cervical Root Syndrome atau syndroma akar saraf leher adalah suatu keadaan

yang disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan discus

invertebralis, gejalanya adalah nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas atau lengan

bawah, parasthesia, dan kelemahan atau spasme otot.

Salah satu contoh penyakitnya adalah Syndrome radikulopati. Radikulopati berarti

radiks posterior dan anterior yang dilanda proses patologik. Gangguan itu dapat setempat

atau menyeluruh.

Dalam mempelajari tentang Cervikal Root Syndrome, ada beberapa istilah yang perlu

diketahui sebagai berikut :

Anasthesia : hilang perasaan ketika dirangsang ; hipestesia

Hiperesthesia : perasaan terasa berlebihan jika dirangsang (kebalikan anasthesia)

Parasthesia : perasaan yang timbul secara spontan, tanpa dirangsang ; disebut juga

dengan istilah “Kesemutan”.

Gangguan sensori negative : perasaan abnormal tubuh yang dinamakan anesthesia

dan parasthesia.

Gangguan sensori positive : hasil perangsangan pada nosiceptor serta unsur-unsur

saraf yang menghantarkan impuls nyeri ke kortex cerebri.

Ataksia : gangguan lintasan proprioseptif.

Hipesthesia radikular : hipesthesia dermatomal.

II.Etiologi

Beberapa kondisi pada leher banyak disebabkan oleh pergeseran atau penjepitan dari

akar saraf atau gangguan pada foramen intervertebralis mungkin disertai dengan tanda dan

gejala dari Cervical Root Syndrome. Kondisi tebanyak pada kasus ini disebabkan oleh

proses degeneratif dan herniasi dari discus intervertebralis.

III. Anatomi

Pada daerah leher, banyak terdapat jaringan yang bisa merupakan sumber nyeri.

Biasanya rasa nyeri berasal dari jaringan lunak atau ligament, akar saraf, faset artikular,

kapsul, otot serta duramater. Nyeri bisa diakibatkan oleh proses degeneratif,

infeksi/inflamasi, iritasi dan trauma. Selain itu perlu juga diperhatikan adanya nyeri alih dari

organ atau jaringan lain yang merupakan distribusi dermatomal yang dipersarafi oleh saraf

servikal.

Anatomi cervical

Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen

intervertebral dan disebut saraf spinal. Berkas serabut sensorik dari radiks posterior disebut

dermatome. Pada permukaan thorax dan abdomen, dermatome itu selapis demi selapis

sesuai dengan urutan radiks posterior pada segmen-segmen medulla spinalis C3-C4 dan T3-

T12. Tetapi pada permukaan lengan dan tungkai, kawasan dermatome tumpang tindih oleh

karena berkas saraf spinal tidak langsung menuju ekstremitas melainkan menyusun plexus

dan fasikulus terkebih dahulu baru kemudian menuju lengan dan tungkai. Karena itulah

penataan lamelar dermatome C5-T2 dan L2-S3 menjadi agak kabur.

Segala sesuatunya yang bisa merangsang serabut sensorik pada tingkat radiks dan

foramen intervertebral dapat menyebabkan nyeri radikuler, yaitu nyeri yang berpangkal

pada tulang belakang tingkat tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatome radiks

posterior yang bersangkutan. Osteofit, penonjolan tulang karena faktor congenital, nukleus

pulposus atau serpihannya atau tumor dapat merangsang satu atau lebih radiks posterior.

Pada umumnya, sebagai permulaan hanya satu radiks saja yang mengalami iritasi

terberat, kemudian yang kedua lainnya mengalami nasib yang sama karena adanya

perbedaan derajat iritasi, selisih waktu dalam penekanan, penjepitan dan lain sebagainya.

Maka nyeri radikuler akibat iritasi terhadap 3 radiks posterior ini dapat pula dirasakan oleh

pasien sebagai nyeri neurogenik yang terdiri atas nyeri yang tajam, menjemukan dan

paraestesia.

Nyeri yang timbul pada vertebra servikalis dirasakan didaerah leher dan belakang

kepala sekalipun rasa nyeri ini bisa di proyeksikan ke daerah bahu, lengan atas, lengan

bawah atau tangan. Rasa nyeri di picu/diperberat dengan gerakan/posisi leher tertentu dan

akan disertai nyeri tekan serta keterbatasan gerakan leher.

A.      Sistem tulang

1. Arcus

Arcus adalah bangunan yang merupakan lempengan dan simetris antara kanan dan

kiri, terletak pada posterior corpus. Pangkal dari corpus ini disebut radiks arcus vertebralis.

Di sebelah posterior dari lengkung ini bertemu linea mediana posterior dan selanjutnya

membentuk tonjolan seperti duri yang disebut prosessus spinosus. Tonjolan meruncing pada

batas dataran radiks dan arus ke lateral disebut prosessus tranversus.

2. Foramen vertebralis

Vertebra cervicalis membentuk suatu columna vertebralis, dengan sendirinya

tiap foramen vertebraeyang lain membentuk kanalis di dalam columna vertebralis yang

ditempati oleh medulla spinalis, yaituforamen vertebralis.

3. Vertebrae cervicalis

Vertebrae cevicalis terdiri dari tujuh vertebrae, yang masing-masing terhubung

dengan yang lain. Pada vertebra cervicalis satu sampai enam mempunyai corpus kecil.

Processusnya bersifat bifida(bercabang dua). Processus tranversusnya mempunyai foramen

transversarium yang membagi processus tranversum menjadi dua tonjolan yaitu tuberkulum

anterius dan posterius. tetapi pada cervical enam terdapat pembesaran dari tuberkulum

anterius yang disebut tuberkulum karotikus yang terletak diarteria karotikus.

Sedangkan pada vertebrae cervical tujuh terdapat perbedaan susunan dengan vertebrae

cervicalis lainya karena prosessus spinosusnya disini meruncing menuju ke dorsal dan tidak

bercabang menjadi dua lagi dan sangat menonjol sehingga mudah diraba dari luar, oleh

karena itu vertebrae cervical tujuh disebut vertebrae prominens. Selain itu perbedaan yang

lainya adalah foramen tranversarium sangat kecil, sebab belum dilalui oleh pembuluh darah.

B. Sistem otot

Sesuai dengan kondisi CRS ini maka dalam bab ini penulis akan membahas otot-otot

yang berhubungan dengan gerakan leher dan bahu yang meliputi flexor cervicalis otot-otot

penggerak utamanya adalah m. sternoleidomastoideus, m. sclaneus medius dan anterior

posterior, dimana otot-otot ini diinervasi oleh  C1-8, eksensor cervicalis otot penggerak

utamanya adalah m. splennius cervicis, m. semi spinalis, m. longisimus cervicalis, m.

ilioastalis cervicis (diinervasi C3-T6), lateral flexi otot penggerak utamanya adalah

m. sternoleidomastoideus, m.  sclaneus anterior, medius dan posterior (diinervasi C2-

3),rotasi, penggerak utamanya adalah m. obliqus capitis inferior, m. semispinalis cervicis,

m.  splenius cervicis, m.  longus capitis (diinervasi C2-T5).

Sedangkan otot–otot penggerak bahu adalah m. deltoid anterior, m.  supra spinatus, dan

m.  coraco radialis untuk gerakan flexi, m. latisimus dorsi dan m. teres mayor untuk

ekstensi, m. deltoid middle, m. supra spinatus untuk abduksi, m. latisimus dorsi, m.

petoralis mayor, m. teres minor dan m. coraco brachialisuntuk adduksi, m. infraspinatus,

m. teres minor untuk internal dan eksternal rotasi.

C. Sistem persarafan

Sistem persarafan merupakan sistem penghantar yang berfungsi sebagai perantara

impuls-impuls saraf yang berjalan di kedua arah antara susunan saraf pusat dan jaringan

tubuh lainya. Komponen badan saraf terdiri dari serabut-serabut yang terikat menjadi satu

oleh jaringan penyokong konektif. Sistem persarafan yang terletak pada plexsus brachialis

merupakan sistem saraf perifer yang mana terdapat beberapa persarafan antara lain, n.

medianus, n. ulnaris, n. cuaeus, dan n. radialis.

a.       Nerves Musculocutaneus

Nerves Musculocutaneus timbul dari fascicularis lateral plexsus brachialis dan terdiri

dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6. mula-mula nerves ini terletak di

sebelah lateral arteri axillaris, lalu menembus muscular coraco brachialis dan turun secara

oblique di sebelah lateral diantara musculus biceps dan brachialis.

b.  Nerves axillaris (circumflexa, C5-C6)

Nerves axillaris berasal dari fasciculer post plexus brachialis dan terdiri dari serabut-

serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6, kemudian serabut berjalan ke dorsal.

c.   Nerves radialis (musculospiralis, C6-8 dan Th 1)

Nerves radialis merupakan cabang yang terbesar daripada batas bawah muscular

pectoralis sebagai kelanjutan langsung dari fasciculer pectoralis dan serabut-serabut yang

berasal dari tiga segmen thoracal pertama dari medulla spinalis. Selama berjalan turun

sepanjang lengan, n. radialis ini menyertai arteri profundus dan sekitar humerus serta di

dalam sulcus musculospinalis.

d.  Nerves Medianus (C6-8, Th1)

Nerves medianus dipercabangkan dari pleksus brachialis dengan dua buah caput.

Kedua caput tersebut berasal dari fasikulus lateral dan fasikulus medial. Kedua caput

tersebut bersatu pada bawah otot pectoralis minor, jadi serabut-serabut dari dalam trunkus

berasal dari tiga segmen cervical yang bawah dan dari segmen thorakal pertama medulla

spinalis di dalam lengan atas bagian bawah

.

e.   Nerves Ulnaris (C8-Th1)

          Nerves ulnaris merupakan cabang terbesar daripada plexsus brachialis. Serabut syaraf

ini terdiri dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C8-Th1.  Nerves ulnaris ini berasal

dari batas bawahmusculus pectoralis minor dan berjalan turun pada sisi medial lengan dan

menembus septum intermuscular untuk melanjutkan perjalanan dalam sulcus pada caput

medialis.

IV.  Patofisiologi

Discus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan jaringan elastis,

yang dikelilingi oleh annulus fibrosus yang terbentuk oleh jaringan fibrosus. Kandungan air

dalam nucleus pulposus ini tinggi, tetapi semakin tua umur seseorang kadar air dalam nuleus

pulposus semakin berkurang terutama setelah seseorang berumur 40 tahun, bersamaan

dengan itu terjadi perubahan degenerasi pada begian pusat discus, akibatnya discus ini akan

menjadi tipis, sehingga jarak antara vertebrae yang berdekatan mejadi kecil dan ruangan

discus menjadi sempit, selanjutnya annulus fibrosus mengalami penekanan dan menonjol

keluar.

Menonjolnya bagian discus ini maka jaringan sekitarnya yaitu corpus-corpus

vertebrae yang berbatasan akan terjadi suatu perubahan. Perubahannya yaitu terbentuknya

jaringan ikat baru yang dikenal dengan nama osteofit. Kombinasi antara menipisnya discus

yang menyebabkan penyempitan ruangan discus dan timbulnya osteofit akan mempersempit

diameter kanalis spinalis. Pada kondisi normal diameter kanalis spinalis adalah 17 mm

sampai 18 mm. Tetapi pada kondisi CRS, kanalis ini menyempit dengan diameter pada

umumnya antara 9 mm sampai 10 mm.

Pada keadaan normal, akar-akar saraf akan menempati seperempat sampai seperlima,

sedangkan sisanya akan diisi penuh oleh jaringan lain sehingga tidak ada ruang yang tersisa.

Bila foramen intervertebralis ini menyempit akibat adanya osteofit, maka akar-akar saraf

yang ada didalamnya akan tertekan. Saraf yang tertekan ini mula-mula akan membengkok.

Perubahan ini menyebabkan akar-akar saraf tersebut terikat pada dinding foramen

intervertebralis sehingga mengganggu peredaran darah. Selanjutnya kepekaan saraf akan

terus meningkat terhadap penekanan, yang akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat

fisiologisnya. Penekanan akan menimbutkan rasa  nyeri di sepanjang daerah yang

mendapatkan persarafan dari akar saraf tersebut.

V. Tanda dan gejala

Nyeri radikuler serviks ditandai dengan nyeri leher menjalar ke sisi posterior lengan

bawah, bahu dan kadang-kadang bisa mencapai ke tangan.Memancarkan nyeri mengikuti

distribusi dermatom dari saraf yang terkena, tetapi juga mempengaruhi jaringan diinervasi

oleh saraf ini, seperti otot, sendi, ligamen dan kulit. Nyeri yang berasal dari akar serviks

keempat (C4) terlokalisir di leher dan daerah supraskapular. Nyeri dari akar serviks kelima

(C5) menjalar ke lengan bawah, sedangkan nyeri dari akar keenam dan ketujuh (C6 dan C7)

meluas ke leher, lengan bahu, dan tangan.

VI. Diagnosa

1. Anamnesa

Anamnesa adalah hal-hal yang menjadi sejarah kasus pasien, juga berguna untuk

menentukan diagnosa, karena misalnya dengan pendekatan psikiatri terhadap depresinya

yang kadang merupakan factor dasar nyeri bahu ini.

Gejala-gejala yang mungkin nampak pada inspeksi dan palpasi, misalnya :

1. Nyeri kaku pada leher

2. Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan

3. Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps

4. Berkurangnya reflex biceps

5. Dijumpai nyeri menjalar (referred pain) di bahu yang samar, dimana “nyeri bahu”

hanya dirasa bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan infrascapula atas.

2. Tes Khusus

Untuk tes-tes khusus yang harus dilakukan sebenarnya banyak, misalnya :

1. Tes Provokasi

Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi leher

diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan tekanan ke bawah

pada puncak kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral

sesuai arah rotasi kepala. Pemeriksaan ini sangat spesifik namun tidak sensitif guna

mendeteksi adanya radikulopati servikal. Pada pasien yang datang ketika dalam keadaan

nyeri, dapat dilakukan distraksi servikal secara manual dengan cara pasien dalam posisi

supinasi kemudian dilakukan distraksi leher secara perlahan. Hasil dinyatakan positif

apabila nyeri servikal berkurang.

Tes Provokasi

2. Tes Distraksi Kepala

Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh kompresi terhadap

radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila kecurigaan iritasi radiks syaraf lebih

memberikan gejala dengan tes kompresi kepala walaupun penyebab lain belum dapat

disingkirkan.

Tes Distraksi Kepala

3. Tindakan Valsava

Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak ruang di

kanalis vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan intratekal akan

membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan tingkat proses patologis

dikanalis vertebralis bagian cervical. Cara meningkatkan tekanan intratekal menurut

Valsava ini adalah pasien disuruh mengejan sewaktu ia menahan nafasnya. Hasil positif bila

timbul nyeri radikuler yang berpangkal di leher menjalar ke lengan.

Tindakan Valsava

3. Pemeriksaan Penunjang

CT scan menyediakan informasi yang baik pada struktur tulang, tetapi ada

keterbatasan berkaitan dengan jaringan lunak. MRI adalah pemeriksaan

pilihan, menunjukkan perubahan morfologi yang terjadi di diskus

intervertebralis, saraf tulang belakang, akar saraf dan jaringan lunak

sekitarnya. Diagnosis tidak boleh hanya didasarkan pada temuan radiologis,

karena sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 30% dari pasien

dengan temuan MRI tidak menunjukkan gejala. Ketika klinis dan radiologis

temuan cocok, maka akan lebih mudah untuk membuat diagnosa yang tepat.

 Tes elektrofisiologi

Tes elektrofisiologi termasuk konduksi saraf dan elektromiografi (EMG). Ini

berguna ketika ada kecurigaan cacat saraf tetapi mereka tidak memberikan informasi khusus

mengenai nyeri.

VII. Pengobatan

Pengobatan Konservatif

Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase akut. Obat-obatan

ini biasanya diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat-obatan yang banyak digunakan biasanya

dari golongan salisilat atau NSAID. Bila keadaan nyeri dirasakan begitu berat, kadang-

kadang diperlukan juga analgetik golongan narkotik seperti codein, meperidin, bahkan bisa

juga diberikan morfin. Ansiolitik dapat diberikan pada mereka yang mengalami ketegangan

mental. Pada kondisi tertentu seperti nyeri yang diakibatkan oleh tarikan, tindakan latihan

ringan yang diberikan lebih awal dapat mempercepat proses perbaikan.

Kepala sebaiknya diletakan pada bantal servikal sedemikian rupa yaitu sedikit dalam

posisi flexi sehingga pasien merasa nyaman dan tidak mengakibatkan gerakan kearah

lateral. Istirahat diperlukan pada fase akut nyeri,terutama pada spondilosis servikalis atau

kelompok nyeri non spesifik.

Obat-obatan yang banyak digunakan adalah:

Ibuprofen 400 mg, tiap 4-6 jam (PO)

Naproksen 200-500 mg, tiap 12 jam (PO)

Fenoprofen 200 mg, tiap 4-6 jam (PO)

Indometacin 25-50 mg, tiap 8 jam (PO)

Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parentral)

Vit. B1, B6, B12

Pengobatan Pencegahan Nyeri

1.   Epidural   Kortikosteroid   Injection 

Bila penyakit ini dalam bentuk yang akut atau subakut, injeksi kortikosteroid

diindikasikan.Teknik yang digunakan, adalah pendekatan translaminar posterior, sedangkan

injeksi epidural transforaminal dihindari karena risiko tinggi komplikasi yang parah, yang

bertentangan dengan tulang belakang lumbar mana pendekatan transforaminal disukai. Di

seluruh dunia penelitian sistematis mengarah pada kesimpulan bahwa injeksi kortikosteroid

serviks epidural secara signifikan efektif dalam pengobatan nyeri radikuler akut dan subakut

serviks dan selalu harus diterapkan sebelum keputusan operasi.

2.   Neuroplasty (adhesiolysis) dengan kateter Racz

Bila penyakit ini dalam bentuk-yang kronis yang biasanya terjadi setelah operasi

tulang belakang atau mengikuti fase akut dan subakut radikulitis dari herniasi yang telah

undertreated dengan terapi konservatif-neuroplasty (adhesiolysis) dengan kateter Racz

diindikasikan. 

Masyarakat Amerika Dokter Nyeri Intervensional (ASIPP) diterbitkan pedoman berbasis

bukti untuk teknik invasif dalam pengelolaan nyeri tulang belakang kronis. Menurut

pedoman ini, ada bukti kuat yang menunjukkan kemanjuran neuroplasty dengan

kortikosteroid dalam kontrol pendek dan jangka panjang dari nyeri pada refraktori

radiculopathy dan nyeri tulang belakang neuropatik.

3.   Pulsed Radiofrequency Theraphy (PRF)

Studi terkontrol acak telah menunjukkan kemanjuran PRF diterapkan pada ganglion

akar dorsal tulang belakang (DRG) dari tulang belakang leher. Menurut pengobatan berbasis

bukti, penerapan metode dalam kasus radikulitis serviks kronis sangat dianjurkan. Durasi

analgesia bervariasi dari kasus ke kasus. Teknik ini aman dan dapat diulangi sebanyak yang

diperlukan. Jika, meskipun sesi terapi berulang-ulang dengan frekuensi radio berdenyut

hasilnya telah membatasi durasi, maka frekuensi radio konvensional dapat

diterapkan. Aplikasi ini, bagaimanapun, menghancurkan (ablates) ganglion dan dapat

menyebabkan kelemahan otot sedikit di lengan.

4.   Stimulasi Cord Pinal 

Ini adalah terapi neuromodulatory, yang digunakan dalam kasus semua metode yang

kurang invasif lain gagal. Kemanjurannya dalam mengobati nyeri neuropatik yang kronis

adalah signifikan.

Fisioterapi

Tujuan utama penatalaksanaan adalah reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau

resolusi defisit neurologis dan mencegah komplikasi atau keterlibatan medulla spinalis lebih

lanjut.

1. Traksi

Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak berkurang atau

pada pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan adanya kompresi radiks saraf.

Traksi dapat dilakukan secara terus-menerus atau intermiten.

Traksi

2. Cervical Collar

Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi serta mengurangi

kompresi pada radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis collar yang benar-benar

mencegah mobilisasi leher. Salah satu jenis collar yang banyak digunakan adalah SOMI

Brace (Sternal Occipital Mandibular Immobilizer).

Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam dan

diubah secara intermiten pada minggu II atau bila mengendarai kendaraan. Harus diingat

bahwa tujuan imobilisasi ini bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu

diantaranya berupa atrofi otot serta kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup

untuk mengatasi nyeri pada nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks

saraf, adakalanya diperlukan waktu 2-3 bulan. Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling

dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan indikasi pelepasan collar.

Cervical Collar

3. Thermoterapi

Thermoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri.

Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi

otot. Kompres dingin dapat diberikan sebanyak 1-4 kali sehari selama 15-30 menit, atau

kompres panas/pemanasan selama 30 menit 2-3 kali sehari jika dengan kompres dingin tidak

dicapai hasil yang memuaskan. Pilihan antara modalitas panas atau dingin sangatlah

pragmatik tergantung persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri.

Thermoterapi

4. Latihan

Berbagai modalitas dapat diberikan pada penanganan nyeri leher. Latihan bisa

dimulai pada akhir minggu I. Latihan mobilisasi leher kearah anterior, latihan mengangkat

bahu atau penguatan otot banyak membantu proses penyembuhan nyeri. Hindari gerakan

ekstensi maupun flexi. Pengurangan nyeri dapat diakibatkan oleh spasme otot dapat

ditanggulangi dengan melakukan pijatan.

Teknologi Fisioterapi

Modalitas fisioterapi  yang digunakan dalam penanganan CRS ini adalah SWD, ultra sonic,

dan terapi latihan.

1.      SWD (Short Wave Diatermy)

            SWD adalah alat yang menggunakan energi listrik elektromagnetik yang dihasilkan

arus bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang diperbolehkan pada penggunaan SWD

adalah 27 MHz dengan panjang gelombang 11 m. Energi elektromagnetik yang dipancarkan

dari emitter akan menyebar sehingga kepadatan gelombang semakin berkurang pada jarak

semakin jauh. Berkurangnya intensitas energi elektromagnetik juga disebabkan oleh

penyerapan jaringan.

Dalam kasus ini penulis menggunakan modalitas fisioterapi berupa Short Wave

Diatermy ( SWD ). Pemberian SWD diharapkan dapat merangsang serabut syaraf tipe II dan

tipe III, sehingga akan menghalangi masuknya impuls nosiseptif di tingkat medulla spinalis

sehingga nyeri akan berkurang dan selanjutnya akan memutus siklus nyeri, kemudian akan

memberikan efek relaksasi otot-otot lain yaitu mempengaruhi aliran darah lokal yang

membuat spasme otot berkurang sehingga terapi relaksasi dan nyeri dapat terhambat.

2.      Ultra Sonic

Gelombang ultra sonic adalah gelombang yang tidak dapat didengar oleh manusia.

Merupakan gelombang longitudinal yang gerakan partikelnya dari arah “ke” dan “dari” dan

perambatannya memerlukan media penghantar. Media pengahantar harus elastis agar

partikel bisa merubah bentuk dan kembali ke bentuk semula untuk memungkinkan gerakan

“ke” dan “dari”. Dari sini dijumpai daerah padat atau compression dan daerah renggang

atau refraction.

Dalam penggunakan modalitas ultra sonic beberapa ahli membuktikan bahwa ultra sonic

efektif untuk mengurangi nyeri, karena ultra sonic dapat meningkatkan ambang rangsang,

mekanisme dari efek termal panas. Selain itu pembebasan histamin, efek fibrasi dari ulta

sonic terhadap gerbang nyeri dan dari suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian ultra

sound dengan pulsa rendah .

a. Efek Ultra sonic

1) Efek mekanik

           Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultra

sonic menimbulkan adanya peregangan dan perapatan didalam jaringan dengan frekuensi

yang sama dengan frekuensi dari ultra sonic. Efek mekanik ini juga disebut dengan micro

massage. Pengaruhnya terhadap jaringan yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap

jaringan dan meningkatkan metabolisme.

          Micro massage adalah merupakan efek terapeutik yang penting karena semua efek

yang timbul oleh terapi Ultra Sonic diakibatkan oleh micro massage ini.

2) Efek termal

           Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang dipakai,

intensitas dan lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima panas adalah jaringan

antar kulit dan otot. Efek termal akan memberikan pengaruh pada jaringan yaitu

bertambahnya aktivitas sel, vasodilatasi yang mengakibatkan penambahan oksigen dan sari

makanan dan memperlancar proses metabolisme.

3)  Efek biologi

Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari pengaruh mekanik dan termal.

Pengaruh biologi ultra sonic terhadap jaringan antara lain:

a. Memperbaiki sirkulasi darah

Pemberian ultra sonic akan menyebabkan kenaikan temperatur yang menimbulkan

vasodilatasi sehingga aliran darah ke daerah yang diobati menjadi lebih lancar. Hal ini akan

memungkinkan proses metabolisme dan pengangkutan sisa metabolisme serta suplai

oksigen dan nutrisi menjadi meningkat.

b. Relaksasi otot

Rileksasi otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan rasa sakit tidak

ada. Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat mempercepat proses pengangkutan

sel P (zat asam laktat) sehingga dapat memberikan efek rileksasi pada otot.

d. Meningkatkan permeabilitas jaringan

Energi ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan pengaruh mekaniknya

dapat memperlunak jaringan pengikat.

c.  Mengurangi nyeri

Nyeri dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung terhadap saraf. Hal

ini akibat gelombang pulsa yang rendah intensitasnya memberikan efek sedatif dan

analgetik pada ujung saraf sensorik sehingga mengurangi nyeri. Dan dasar dari pengurangan

rasa nyeri ini diperoleh dari, perbaikan sirkulasi darah, normalisasi dari tonus otot,

berkurangnya tekanan dalam jaringan, berkurangnya derajat keasaman.

d. Mempercepat penyembuhan

Pemberian Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan jaringan lunak . Adanya

peningkatan suplai darah akan meningkatkan zat antibodi yang mempercepat penyembuhan

dan perbaikan pembuluh darah untuk memperbaiki jaringan.

e. Pengaruh terhadap saraf parifer

 Menurut beberapa penelitian bahwa Ultra Sonic dapat mendepolarisasikan saraf efferent,

ditunjukkan bahwa getaran Ultra Sonic dengan intensitas 0,5-3 w/cm2 dengan gelombang

kontinyu dapat mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek ini berhubungan dengan efek

panas. Sedangkan dari aspek mekanik tidak terlalu berpengaruh.

3. Terapi latihan

a. Dengan metode PNF

Terapi Latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam

pelaksanaanya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif.

Atau pula dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat proses penyembuhan

dari suatu cidera yang telah merubah cara hidupnya yang normal. Hilangnya suatu fungsi

atau adanya hambatan dalam melakanakan suatu fungsi dapat menghambat kemampuan

dirinya untuk hidup secara independentyaitu dalam melaksanakan aktifitas kerja.

          Tujuan dari Terapi latihan adalah (1) Memajukan aktifitas penderita, (2) Memperbaiki

otot yang tidak efisien dan memperoleh kembali jarak gerak sendi yang normal tanpa

memperlambat usaha mencapai gerakan yang berfungsi dan efisien, (3) Memajukan

kemampuan penderita yang telah ada untuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang

berfungsi serta bertujuan, sehingga dapat beraktifitas normal.

Jenis terapi latihan yang digunakan untuk kondisi CRS adalah Terapi latihan dengan

menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation (PNF) berusaha memberikan

rangsangan sedemikian sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai dengan

perangsangan yang akhirnya gerakan-gerakan yang diinginkan tercapai. Tujuan PNF adalah

untuk meningkatkan kekuatan otot. Berdasarkan prinsip PNF dari teori pergerakan yang

menyatakan bahwa PNF dapat memperbaiki kekuatan dan kondisi system neuro

musuloseletal. Tehnik ini bermanfaat untuk assisted otot-otot yang lemah sekaligus

strengthening otot-otot yang lebih kuat tanpa melupakan prinsip-prinsip dasar PNF dan

teknik PNF.

Adapun prinsip-prinsip dasar yang berhubumgan dengan kasus CRS ini antara lain:

1. Tahanan maksimal  (optimal)

            Tahanan maksimal maksudnya adalah tahanan maksimal yang masih bisa dilawan

oleh penderita dengan baik sehingga memungkinkan penderita untuk mempertahankan suatu

posisi (kontraksi isometric) dengan gerakan yang halus. Tahanan ini tergantung toleransi

pasien.

         Pegangan pada lumbrical akan mempermudah dalam memberikan tahanan rotasi.

Tahanan diberikan sejak awal gerakan sampai titik lemah gerakan. Faktor-faktor mekanis

seperti cara kerja “lever”., letak “as” dan gaya berat (gravitasi) sangat mempengaruhi

terhadap besar-kecilnya tahanan yang diberikan.

2. Manual contact

            Manual contact dimaksudkan agar pasien mengerti arah gerakan yang diminta oleh

terapis dan sebaiknya dilakukan dengan kedua tangan sehingga mudah untuk memberikan

tahanan ataupun assisted.

3. Stimulasi verbal (komando)

            Rangsangan suara dapat memacu semangat aktivitas penderita. Dalam memberikan

aba-aba kepada penerita harus jelas dan sering diulang-ulang.

4. Body position dan body mechanic

            Terapis berdiri pada grove dan menghadap ke pasien sehingga memungkinkan selalu

memperhatikan pasien agar dalam melakukan latihan di rumah sama seperti yang diajarkan

terapis.

5. Traksi dan aproksimasi.

          Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu terhadap

segmen yang lain atau usaha mengulur segmen pada suatu ekstrimitas.

          Aproximasi adalah saling menekanya atau memberikan tekanan pada suatu segmern

atau ekstrimitas. Aproximasi bertujuan untuk stabilisasi sendi.

6. Pola gerak

            Pola gerak pada ekstrimitas atas adalah flksi-abduksi-eksoroasi, fleksi-adduksi-

eksorotasi, ektsensi, abduksi-eksorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi, ekstensi-adduksi-

endorotasi. Teknik yang digunakan pada kasus ini adalah “ repeated contration”. Repeated

contrationadalah suatu teknik isotonic untuk kelompok agonis, yang dilakukan pada

bagian–bagian tertentu, dari lintasan gerakan dengan jalan memberikan “ restrech “ yang

disusun dengan kontraksi isotonic. Dan tujuan dari teknik ini antara lain memperbaiki

kekuatan otot dan daya tahan, memperbaiki lingkup gerak sendi secara aktif, menurunkan

ketegangan atau penguluran antagonis, serta penguatan (strengtening).

      b. Dengan traksi cervical.

         Dengan traksi cervical diharap terjadi penambahan ruangan pada intervertebralis maka

penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat berkurang, serta diperoleh relaksasi otot-

otot leher. Dalam percobaan traksi yang diberikan pada susunan vertebrae cervicalis. oleh

Olachis dan Strohm disebutkan bahwa dalam keadaan lordosis servical normal. Traksi

diberikan dengan tarikan diperoleh regangan jarak antara prosessus spinosus pada vertebrae

yng berbatasan sebesar 1-1,5mm

Problematika fisioterapi

1. Impairment, yaitu berupa nyeri,  penurunan kekuatan otot bahu dan leher, serta

penurunan lingkup gerak sendi bahu dan leher..

2. Functional limitation, berupa gangguan saat menengok dan menunduk, nyeri saat

bangun tidur dan tidur miring, nyeri saat mengangkat lengannya.

3. Disability, yaitu tidak ada gangguan dalam bersosialisasi dengan masyarakat.

II.6.4 Operasi

Tindakan operatif lebih banyak ditujukan pada keadaan yang disebabkan kompresi

terhadap radiks saraf atau pada penyakit medula spinalis yang berkembang lambat serta

melibatkan tungkai dan lengan. Pada penanggulangan kompresi tentunya harus dibuktikan

dengan adanya keterlibatan neurologis serta tidak memberikan respon dengan terapi

medikamentosa biasa.

II.7 Diagnosis banding

Banyak kondisi yang dapat menimbulkan nyeri pada leher dan bahu serta rasa tak nyaman

pada ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari mana asalnya dan bagaimana mekanisme

terjadinya. Diagnosis banding untuk CRS ini adalah :

1. Carpal Tunnel Syndrome,

                     Adalah suatu gejala yang muncul bila ada penekanan nervus medianus oleh

ligamen transversum sehingga timbul kesemutan, nyeri menjalar ke tangan.

2. Thoracic outlet syndrome

a.      Anterior sclanei syndrome

               Disebabkan karena adanya kompresi bundle neurovaskuler diantara otot sclanei

dan costa pertama. Gejalanya adalah numbness, tingling, di lengan dan jari-jari tangan.

Biasanya menggambarkan kesemutan datang dan pergi dari tangan dan jari tangan. Nyeri ini

letaknya dalam biasanya datang setelah duduk lama.

b.      Petoralis minor syndrome

Muncul bila ada penekanan bundle neuromuscular diantara bagian antero lateral atas

dan otot pectoralis minor terjadi bila hiperabduksi humerus mengulur otot pectoralis minor.

3. Claviculocostal syndrome

Timbul karena adanya penekanan pada bundle neurovasculer saat melewati belakang

clavicula di sebelah anterior costa pertama, gejala lainnya adalah adanya dropy posture yaitu

posturnya salah, lelah, cemas, dam depresi.

II.8 Komplikasi

Komplikasi dari Cervical Root Syndrome adalah atrofi otot-otot leher dan adanya

kelemahan otot-otot leher dan bahu, dan ketidakmampuan tangan untuk melakukan aktifitas