Cervical Root Syndrome.docx
-
Upload
dessy-riska-sari -
Category
Documents
-
view
112 -
download
9
Transcript of Cervical Root Syndrome.docx
Cervical Root Syndrome
I. Pengertian
Cervical Root Syndrome atau syndroma akar saraf leher adalah suatu keadaan
yang disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan discus
invertebralis, gejalanya adalah nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas atau lengan
bawah, parasthesia, dan kelemahan atau spasme otot.
Salah satu contoh penyakitnya adalah Syndrome radikulopati. Radikulopati berarti
radiks posterior dan anterior yang dilanda proses patologik. Gangguan itu dapat setempat
atau menyeluruh.
Dalam mempelajari tentang Cervikal Root Syndrome, ada beberapa istilah yang perlu
diketahui sebagai berikut :
Anasthesia : hilang perasaan ketika dirangsang ; hipestesia
Hiperesthesia : perasaan terasa berlebihan jika dirangsang (kebalikan anasthesia)
Parasthesia : perasaan yang timbul secara spontan, tanpa dirangsang ; disebut juga
dengan istilah “Kesemutan”.
Gangguan sensori negative : perasaan abnormal tubuh yang dinamakan anesthesia
dan parasthesia.
Gangguan sensori positive : hasil perangsangan pada nosiceptor serta unsur-unsur
saraf yang menghantarkan impuls nyeri ke kortex cerebri.
Ataksia : gangguan lintasan proprioseptif.
Hipesthesia radikular : hipesthesia dermatomal.
II.Etiologi
Beberapa kondisi pada leher banyak disebabkan oleh pergeseran atau penjepitan dari
akar saraf atau gangguan pada foramen intervertebralis mungkin disertai dengan tanda dan
gejala dari Cervical Root Syndrome. Kondisi tebanyak pada kasus ini disebabkan oleh
proses degeneratif dan herniasi dari discus intervertebralis.
III. Anatomi
Pada daerah leher, banyak terdapat jaringan yang bisa merupakan sumber nyeri.
Biasanya rasa nyeri berasal dari jaringan lunak atau ligament, akar saraf, faset artikular,
kapsul, otot serta duramater. Nyeri bisa diakibatkan oleh proses degeneratif,
infeksi/inflamasi, iritasi dan trauma. Selain itu perlu juga diperhatikan adanya nyeri alih dari
organ atau jaringan lain yang merupakan distribusi dermatomal yang dipersarafi oleh saraf
servikal.
Anatomi cervical
Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen
intervertebral dan disebut saraf spinal. Berkas serabut sensorik dari radiks posterior disebut
dermatome. Pada permukaan thorax dan abdomen, dermatome itu selapis demi selapis
sesuai dengan urutan radiks posterior pada segmen-segmen medulla spinalis C3-C4 dan T3-
T12. Tetapi pada permukaan lengan dan tungkai, kawasan dermatome tumpang tindih oleh
karena berkas saraf spinal tidak langsung menuju ekstremitas melainkan menyusun plexus
dan fasikulus terkebih dahulu baru kemudian menuju lengan dan tungkai. Karena itulah
penataan lamelar dermatome C5-T2 dan L2-S3 menjadi agak kabur.
Segala sesuatunya yang bisa merangsang serabut sensorik pada tingkat radiks dan
foramen intervertebral dapat menyebabkan nyeri radikuler, yaitu nyeri yang berpangkal
pada tulang belakang tingkat tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatome radiks
posterior yang bersangkutan. Osteofit, penonjolan tulang karena faktor congenital, nukleus
pulposus atau serpihannya atau tumor dapat merangsang satu atau lebih radiks posterior.
Pada umumnya, sebagai permulaan hanya satu radiks saja yang mengalami iritasi
terberat, kemudian yang kedua lainnya mengalami nasib yang sama karena adanya
perbedaan derajat iritasi, selisih waktu dalam penekanan, penjepitan dan lain sebagainya.
Maka nyeri radikuler akibat iritasi terhadap 3 radiks posterior ini dapat pula dirasakan oleh
pasien sebagai nyeri neurogenik yang terdiri atas nyeri yang tajam, menjemukan dan
paraestesia.
Nyeri yang timbul pada vertebra servikalis dirasakan didaerah leher dan belakang
kepala sekalipun rasa nyeri ini bisa di proyeksikan ke daerah bahu, lengan atas, lengan
bawah atau tangan. Rasa nyeri di picu/diperberat dengan gerakan/posisi leher tertentu dan
akan disertai nyeri tekan serta keterbatasan gerakan leher.
A. Sistem tulang
1. Arcus
Arcus adalah bangunan yang merupakan lempengan dan simetris antara kanan dan
kiri, terletak pada posterior corpus. Pangkal dari corpus ini disebut radiks arcus vertebralis.
Di sebelah posterior dari lengkung ini bertemu linea mediana posterior dan selanjutnya
membentuk tonjolan seperti duri yang disebut prosessus spinosus. Tonjolan meruncing pada
batas dataran radiks dan arus ke lateral disebut prosessus tranversus.
2. Foramen vertebralis
Vertebra cervicalis membentuk suatu columna vertebralis, dengan sendirinya
tiap foramen vertebraeyang lain membentuk kanalis di dalam columna vertebralis yang
ditempati oleh medulla spinalis, yaituforamen vertebralis.
3. Vertebrae cervicalis
Vertebrae cevicalis terdiri dari tujuh vertebrae, yang masing-masing terhubung
dengan yang lain. Pada vertebra cervicalis satu sampai enam mempunyai corpus kecil.
Processusnya bersifat bifida(bercabang dua). Processus tranversusnya mempunyai foramen
transversarium yang membagi processus tranversum menjadi dua tonjolan yaitu tuberkulum
anterius dan posterius. tetapi pada cervical enam terdapat pembesaran dari tuberkulum
anterius yang disebut tuberkulum karotikus yang terletak diarteria karotikus.
Sedangkan pada vertebrae cervical tujuh terdapat perbedaan susunan dengan vertebrae
cervicalis lainya karena prosessus spinosusnya disini meruncing menuju ke dorsal dan tidak
bercabang menjadi dua lagi dan sangat menonjol sehingga mudah diraba dari luar, oleh
karena itu vertebrae cervical tujuh disebut vertebrae prominens. Selain itu perbedaan yang
lainya adalah foramen tranversarium sangat kecil, sebab belum dilalui oleh pembuluh darah.
B. Sistem otot
Sesuai dengan kondisi CRS ini maka dalam bab ini penulis akan membahas otot-otot
yang berhubungan dengan gerakan leher dan bahu yang meliputi flexor cervicalis otot-otot
penggerak utamanya adalah m. sternoleidomastoideus, m. sclaneus medius dan anterior
posterior, dimana otot-otot ini diinervasi oleh C1-8, eksensor cervicalis otot penggerak
utamanya adalah m. splennius cervicis, m. semi spinalis, m. longisimus cervicalis, m.
ilioastalis cervicis (diinervasi C3-T6), lateral flexi otot penggerak utamanya adalah
m. sternoleidomastoideus, m. sclaneus anterior, medius dan posterior (diinervasi C2-
3),rotasi, penggerak utamanya adalah m. obliqus capitis inferior, m. semispinalis cervicis,
m. splenius cervicis, m. longus capitis (diinervasi C2-T5).
Sedangkan otot–otot penggerak bahu adalah m. deltoid anterior, m. supra spinatus, dan
m. coraco radialis untuk gerakan flexi, m. latisimus dorsi dan m. teres mayor untuk
ekstensi, m. deltoid middle, m. supra spinatus untuk abduksi, m. latisimus dorsi, m.
petoralis mayor, m. teres minor dan m. coraco brachialisuntuk adduksi, m. infraspinatus,
m. teres minor untuk internal dan eksternal rotasi.
C. Sistem persarafan
Sistem persarafan merupakan sistem penghantar yang berfungsi sebagai perantara
impuls-impuls saraf yang berjalan di kedua arah antara susunan saraf pusat dan jaringan
tubuh lainya. Komponen badan saraf terdiri dari serabut-serabut yang terikat menjadi satu
oleh jaringan penyokong konektif. Sistem persarafan yang terletak pada plexsus brachialis
merupakan sistem saraf perifer yang mana terdapat beberapa persarafan antara lain, n.
medianus, n. ulnaris, n. cuaeus, dan n. radialis.
a. Nerves Musculocutaneus
Nerves Musculocutaneus timbul dari fascicularis lateral plexsus brachialis dan terdiri
dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6. mula-mula nerves ini terletak di
sebelah lateral arteri axillaris, lalu menembus muscular coraco brachialis dan turun secara
oblique di sebelah lateral diantara musculus biceps dan brachialis.
b. Nerves axillaris (circumflexa, C5-C6)
Nerves axillaris berasal dari fasciculer post plexus brachialis dan terdiri dari serabut-
serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6, kemudian serabut berjalan ke dorsal.
c. Nerves radialis (musculospiralis, C6-8 dan Th 1)
Nerves radialis merupakan cabang yang terbesar daripada batas bawah muscular
pectoralis sebagai kelanjutan langsung dari fasciculer pectoralis dan serabut-serabut yang
berasal dari tiga segmen thoracal pertama dari medulla spinalis. Selama berjalan turun
sepanjang lengan, n. radialis ini menyertai arteri profundus dan sekitar humerus serta di
dalam sulcus musculospinalis.
d. Nerves Medianus (C6-8, Th1)
Nerves medianus dipercabangkan dari pleksus brachialis dengan dua buah caput.
Kedua caput tersebut berasal dari fasikulus lateral dan fasikulus medial. Kedua caput
tersebut bersatu pada bawah otot pectoralis minor, jadi serabut-serabut dari dalam trunkus
berasal dari tiga segmen cervical yang bawah dan dari segmen thorakal pertama medulla
spinalis di dalam lengan atas bagian bawah
.
e. Nerves Ulnaris (C8-Th1)
Nerves ulnaris merupakan cabang terbesar daripada plexsus brachialis. Serabut syaraf
ini terdiri dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C8-Th1. Nerves ulnaris ini berasal
dari batas bawahmusculus pectoralis minor dan berjalan turun pada sisi medial lengan dan
menembus septum intermuscular untuk melanjutkan perjalanan dalam sulcus pada caput
medialis.
IV. Patofisiologi
Discus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan jaringan elastis,
yang dikelilingi oleh annulus fibrosus yang terbentuk oleh jaringan fibrosus. Kandungan air
dalam nucleus pulposus ini tinggi, tetapi semakin tua umur seseorang kadar air dalam nuleus
pulposus semakin berkurang terutama setelah seseorang berumur 40 tahun, bersamaan
dengan itu terjadi perubahan degenerasi pada begian pusat discus, akibatnya discus ini akan
menjadi tipis, sehingga jarak antara vertebrae yang berdekatan mejadi kecil dan ruangan
discus menjadi sempit, selanjutnya annulus fibrosus mengalami penekanan dan menonjol
keluar.
Menonjolnya bagian discus ini maka jaringan sekitarnya yaitu corpus-corpus
vertebrae yang berbatasan akan terjadi suatu perubahan. Perubahannya yaitu terbentuknya
jaringan ikat baru yang dikenal dengan nama osteofit. Kombinasi antara menipisnya discus
yang menyebabkan penyempitan ruangan discus dan timbulnya osteofit akan mempersempit
diameter kanalis spinalis. Pada kondisi normal diameter kanalis spinalis adalah 17 mm
sampai 18 mm. Tetapi pada kondisi CRS, kanalis ini menyempit dengan diameter pada
umumnya antara 9 mm sampai 10 mm.
Pada keadaan normal, akar-akar saraf akan menempati seperempat sampai seperlima,
sedangkan sisanya akan diisi penuh oleh jaringan lain sehingga tidak ada ruang yang tersisa.
Bila foramen intervertebralis ini menyempit akibat adanya osteofit, maka akar-akar saraf
yang ada didalamnya akan tertekan. Saraf yang tertekan ini mula-mula akan membengkok.
Perubahan ini menyebabkan akar-akar saraf tersebut terikat pada dinding foramen
intervertebralis sehingga mengganggu peredaran darah. Selanjutnya kepekaan saraf akan
terus meningkat terhadap penekanan, yang akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat
fisiologisnya. Penekanan akan menimbutkan rasa nyeri di sepanjang daerah yang
mendapatkan persarafan dari akar saraf tersebut.
V. Tanda dan gejala
Nyeri radikuler serviks ditandai dengan nyeri leher menjalar ke sisi posterior lengan
bawah, bahu dan kadang-kadang bisa mencapai ke tangan.Memancarkan nyeri mengikuti
distribusi dermatom dari saraf yang terkena, tetapi juga mempengaruhi jaringan diinervasi
oleh saraf ini, seperti otot, sendi, ligamen dan kulit. Nyeri yang berasal dari akar serviks
keempat (C4) terlokalisir di leher dan daerah supraskapular. Nyeri dari akar serviks kelima
(C5) menjalar ke lengan bawah, sedangkan nyeri dari akar keenam dan ketujuh (C6 dan C7)
meluas ke leher, lengan bahu, dan tangan.
VI. Diagnosa
1. Anamnesa
Anamnesa adalah hal-hal yang menjadi sejarah kasus pasien, juga berguna untuk
menentukan diagnosa, karena misalnya dengan pendekatan psikiatri terhadap depresinya
yang kadang merupakan factor dasar nyeri bahu ini.
Gejala-gejala yang mungkin nampak pada inspeksi dan palpasi, misalnya :
1. Nyeri kaku pada leher
2. Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan
3. Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps
4. Berkurangnya reflex biceps
5. Dijumpai nyeri menjalar (referred pain) di bahu yang samar, dimana “nyeri bahu”
hanya dirasa bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan infrascapula atas.
2. Tes Khusus
Untuk tes-tes khusus yang harus dilakukan sebenarnya banyak, misalnya :
1. Tes Provokasi
Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi leher
diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan tekanan ke bawah
pada puncak kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral
sesuai arah rotasi kepala. Pemeriksaan ini sangat spesifik namun tidak sensitif guna
mendeteksi adanya radikulopati servikal. Pada pasien yang datang ketika dalam keadaan
nyeri, dapat dilakukan distraksi servikal secara manual dengan cara pasien dalam posisi
supinasi kemudian dilakukan distraksi leher secara perlahan. Hasil dinyatakan positif
apabila nyeri servikal berkurang.
Tes Provokasi
2. Tes Distraksi Kepala
Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh kompresi terhadap
radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila kecurigaan iritasi radiks syaraf lebih
memberikan gejala dengan tes kompresi kepala walaupun penyebab lain belum dapat
disingkirkan.
Tes Distraksi Kepala
3. Tindakan Valsava
Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak ruang di
kanalis vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan intratekal akan
membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan tingkat proses patologis
dikanalis vertebralis bagian cervical. Cara meningkatkan tekanan intratekal menurut
Valsava ini adalah pasien disuruh mengejan sewaktu ia menahan nafasnya. Hasil positif bila
timbul nyeri radikuler yang berpangkal di leher menjalar ke lengan.
Tindakan Valsava
3. Pemeriksaan Penunjang
CT scan menyediakan informasi yang baik pada struktur tulang, tetapi ada
keterbatasan berkaitan dengan jaringan lunak. MRI adalah pemeriksaan
pilihan, menunjukkan perubahan morfologi yang terjadi di diskus
intervertebralis, saraf tulang belakang, akar saraf dan jaringan lunak
sekitarnya. Diagnosis tidak boleh hanya didasarkan pada temuan radiologis,
karena sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 30% dari pasien
dengan temuan MRI tidak menunjukkan gejala. Ketika klinis dan radiologis
temuan cocok, maka akan lebih mudah untuk membuat diagnosa yang tepat.
Tes elektrofisiologi
Tes elektrofisiologi termasuk konduksi saraf dan elektromiografi (EMG). Ini
berguna ketika ada kecurigaan cacat saraf tetapi mereka tidak memberikan informasi khusus
mengenai nyeri.
VII. Pengobatan
Pengobatan Konservatif
Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase akut. Obat-obatan
ini biasanya diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat-obatan yang banyak digunakan biasanya
dari golongan salisilat atau NSAID. Bila keadaan nyeri dirasakan begitu berat, kadang-
kadang diperlukan juga analgetik golongan narkotik seperti codein, meperidin, bahkan bisa
juga diberikan morfin. Ansiolitik dapat diberikan pada mereka yang mengalami ketegangan
mental. Pada kondisi tertentu seperti nyeri yang diakibatkan oleh tarikan, tindakan latihan
ringan yang diberikan lebih awal dapat mempercepat proses perbaikan.
Kepala sebaiknya diletakan pada bantal servikal sedemikian rupa yaitu sedikit dalam
posisi flexi sehingga pasien merasa nyaman dan tidak mengakibatkan gerakan kearah
lateral. Istirahat diperlukan pada fase akut nyeri,terutama pada spondilosis servikalis atau
kelompok nyeri non spesifik.
Obat-obatan yang banyak digunakan adalah:
Ibuprofen 400 mg, tiap 4-6 jam (PO)
Naproksen 200-500 mg, tiap 12 jam (PO)
Fenoprofen 200 mg, tiap 4-6 jam (PO)
Indometacin 25-50 mg, tiap 8 jam (PO)
Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parentral)
Vit. B1, B6, B12
Pengobatan Pencegahan Nyeri
1. Epidural Kortikosteroid Injection
Bila penyakit ini dalam bentuk yang akut atau subakut, injeksi kortikosteroid
diindikasikan.Teknik yang digunakan, adalah pendekatan translaminar posterior, sedangkan
injeksi epidural transforaminal dihindari karena risiko tinggi komplikasi yang parah, yang
bertentangan dengan tulang belakang lumbar mana pendekatan transforaminal disukai. Di
seluruh dunia penelitian sistematis mengarah pada kesimpulan bahwa injeksi kortikosteroid
serviks epidural secara signifikan efektif dalam pengobatan nyeri radikuler akut dan subakut
serviks dan selalu harus diterapkan sebelum keputusan operasi.
2. Neuroplasty (adhesiolysis) dengan kateter Racz
Bila penyakit ini dalam bentuk-yang kronis yang biasanya terjadi setelah operasi
tulang belakang atau mengikuti fase akut dan subakut radikulitis dari herniasi yang telah
undertreated dengan terapi konservatif-neuroplasty (adhesiolysis) dengan kateter Racz
diindikasikan.
Masyarakat Amerika Dokter Nyeri Intervensional (ASIPP) diterbitkan pedoman berbasis
bukti untuk teknik invasif dalam pengelolaan nyeri tulang belakang kronis. Menurut
pedoman ini, ada bukti kuat yang menunjukkan kemanjuran neuroplasty dengan
kortikosteroid dalam kontrol pendek dan jangka panjang dari nyeri pada refraktori
radiculopathy dan nyeri tulang belakang neuropatik.
3. Pulsed Radiofrequency Theraphy (PRF)
Studi terkontrol acak telah menunjukkan kemanjuran PRF diterapkan pada ganglion
akar dorsal tulang belakang (DRG) dari tulang belakang leher. Menurut pengobatan berbasis
bukti, penerapan metode dalam kasus radikulitis serviks kronis sangat dianjurkan. Durasi
analgesia bervariasi dari kasus ke kasus. Teknik ini aman dan dapat diulangi sebanyak yang
diperlukan. Jika, meskipun sesi terapi berulang-ulang dengan frekuensi radio berdenyut
hasilnya telah membatasi durasi, maka frekuensi radio konvensional dapat
diterapkan. Aplikasi ini, bagaimanapun, menghancurkan (ablates) ganglion dan dapat
menyebabkan kelemahan otot sedikit di lengan.
4. Stimulasi Cord Pinal
Ini adalah terapi neuromodulatory, yang digunakan dalam kasus semua metode yang
kurang invasif lain gagal. Kemanjurannya dalam mengobati nyeri neuropatik yang kronis
adalah signifikan.
Fisioterapi
Tujuan utama penatalaksanaan adalah reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau
resolusi defisit neurologis dan mencegah komplikasi atau keterlibatan medulla spinalis lebih
lanjut.
1. Traksi
Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak berkurang atau
pada pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan adanya kompresi radiks saraf.
Traksi dapat dilakukan secara terus-menerus atau intermiten.
Traksi
2. Cervical Collar
Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi serta mengurangi
kompresi pada radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis collar yang benar-benar
mencegah mobilisasi leher. Salah satu jenis collar yang banyak digunakan adalah SOMI
Brace (Sternal Occipital Mandibular Immobilizer).
Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam dan
diubah secara intermiten pada minggu II atau bila mengendarai kendaraan. Harus diingat
bahwa tujuan imobilisasi ini bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu
diantaranya berupa atrofi otot serta kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup
untuk mengatasi nyeri pada nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks
saraf, adakalanya diperlukan waktu 2-3 bulan. Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling
dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan indikasi pelepasan collar.
Cervical Collar
3. Thermoterapi
Thermoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri.
Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi
otot. Kompres dingin dapat diberikan sebanyak 1-4 kali sehari selama 15-30 menit, atau
kompres panas/pemanasan selama 30 menit 2-3 kali sehari jika dengan kompres dingin tidak
dicapai hasil yang memuaskan. Pilihan antara modalitas panas atau dingin sangatlah
pragmatik tergantung persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri.
Thermoterapi
4. Latihan
Berbagai modalitas dapat diberikan pada penanganan nyeri leher. Latihan bisa
dimulai pada akhir minggu I. Latihan mobilisasi leher kearah anterior, latihan mengangkat
bahu atau penguatan otot banyak membantu proses penyembuhan nyeri. Hindari gerakan
ekstensi maupun flexi. Pengurangan nyeri dapat diakibatkan oleh spasme otot dapat
ditanggulangi dengan melakukan pijatan.
Teknologi Fisioterapi
Modalitas fisioterapi yang digunakan dalam penanganan CRS ini adalah SWD, ultra sonic,
dan terapi latihan.
1. SWD (Short Wave Diatermy)
SWD adalah alat yang menggunakan energi listrik elektromagnetik yang dihasilkan
arus bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang diperbolehkan pada penggunaan SWD
adalah 27 MHz dengan panjang gelombang 11 m. Energi elektromagnetik yang dipancarkan
dari emitter akan menyebar sehingga kepadatan gelombang semakin berkurang pada jarak
semakin jauh. Berkurangnya intensitas energi elektromagnetik juga disebabkan oleh
penyerapan jaringan.
Dalam kasus ini penulis menggunakan modalitas fisioterapi berupa Short Wave
Diatermy ( SWD ). Pemberian SWD diharapkan dapat merangsang serabut syaraf tipe II dan
tipe III, sehingga akan menghalangi masuknya impuls nosiseptif di tingkat medulla spinalis
sehingga nyeri akan berkurang dan selanjutnya akan memutus siklus nyeri, kemudian akan
memberikan efek relaksasi otot-otot lain yaitu mempengaruhi aliran darah lokal yang
membuat spasme otot berkurang sehingga terapi relaksasi dan nyeri dapat terhambat.
2. Ultra Sonic
Gelombang ultra sonic adalah gelombang yang tidak dapat didengar oleh manusia.
Merupakan gelombang longitudinal yang gerakan partikelnya dari arah “ke” dan “dari” dan
perambatannya memerlukan media penghantar. Media pengahantar harus elastis agar
partikel bisa merubah bentuk dan kembali ke bentuk semula untuk memungkinkan gerakan
“ke” dan “dari”. Dari sini dijumpai daerah padat atau compression dan daerah renggang
atau refraction.
Dalam penggunakan modalitas ultra sonic beberapa ahli membuktikan bahwa ultra sonic
efektif untuk mengurangi nyeri, karena ultra sonic dapat meningkatkan ambang rangsang,
mekanisme dari efek termal panas. Selain itu pembebasan histamin, efek fibrasi dari ulta
sonic terhadap gerbang nyeri dan dari suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian ultra
sound dengan pulsa rendah .
a. Efek Ultra sonic
1) Efek mekanik
Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultra
sonic menimbulkan adanya peregangan dan perapatan didalam jaringan dengan frekuensi
yang sama dengan frekuensi dari ultra sonic. Efek mekanik ini juga disebut dengan micro
massage. Pengaruhnya terhadap jaringan yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap
jaringan dan meningkatkan metabolisme.
Micro massage adalah merupakan efek terapeutik yang penting karena semua efek
yang timbul oleh terapi Ultra Sonic diakibatkan oleh micro massage ini.
2) Efek termal
Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang dipakai,
intensitas dan lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima panas adalah jaringan
antar kulit dan otot. Efek termal akan memberikan pengaruh pada jaringan yaitu
bertambahnya aktivitas sel, vasodilatasi yang mengakibatkan penambahan oksigen dan sari
makanan dan memperlancar proses metabolisme.
3) Efek biologi
Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari pengaruh mekanik dan termal.
Pengaruh biologi ultra sonic terhadap jaringan antara lain:
a. Memperbaiki sirkulasi darah
Pemberian ultra sonic akan menyebabkan kenaikan temperatur yang menimbulkan
vasodilatasi sehingga aliran darah ke daerah yang diobati menjadi lebih lancar. Hal ini akan
memungkinkan proses metabolisme dan pengangkutan sisa metabolisme serta suplai
oksigen dan nutrisi menjadi meningkat.
b. Relaksasi otot
Rileksasi otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan rasa sakit tidak
ada. Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat mempercepat proses pengangkutan
sel P (zat asam laktat) sehingga dapat memberikan efek rileksasi pada otot.
d. Meningkatkan permeabilitas jaringan
Energi ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan pengaruh mekaniknya
dapat memperlunak jaringan pengikat.
c. Mengurangi nyeri
Nyeri dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung terhadap saraf. Hal
ini akibat gelombang pulsa yang rendah intensitasnya memberikan efek sedatif dan
analgetik pada ujung saraf sensorik sehingga mengurangi nyeri. Dan dasar dari pengurangan
rasa nyeri ini diperoleh dari, perbaikan sirkulasi darah, normalisasi dari tonus otot,
berkurangnya tekanan dalam jaringan, berkurangnya derajat keasaman.
d. Mempercepat penyembuhan
Pemberian Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan jaringan lunak . Adanya
peningkatan suplai darah akan meningkatkan zat antibodi yang mempercepat penyembuhan
dan perbaikan pembuluh darah untuk memperbaiki jaringan.
e. Pengaruh terhadap saraf parifer
Menurut beberapa penelitian bahwa Ultra Sonic dapat mendepolarisasikan saraf efferent,
ditunjukkan bahwa getaran Ultra Sonic dengan intensitas 0,5-3 w/cm2 dengan gelombang
kontinyu dapat mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek ini berhubungan dengan efek
panas. Sedangkan dari aspek mekanik tidak terlalu berpengaruh.
3. Terapi latihan
a. Dengan metode PNF
Terapi Latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam
pelaksanaanya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif.
Atau pula dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat proses penyembuhan
dari suatu cidera yang telah merubah cara hidupnya yang normal. Hilangnya suatu fungsi
atau adanya hambatan dalam melakanakan suatu fungsi dapat menghambat kemampuan
dirinya untuk hidup secara independentyaitu dalam melaksanakan aktifitas kerja.
Tujuan dari Terapi latihan adalah (1) Memajukan aktifitas penderita, (2) Memperbaiki
otot yang tidak efisien dan memperoleh kembali jarak gerak sendi yang normal tanpa
memperlambat usaha mencapai gerakan yang berfungsi dan efisien, (3) Memajukan
kemampuan penderita yang telah ada untuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang
berfungsi serta bertujuan, sehingga dapat beraktifitas normal.
Jenis terapi latihan yang digunakan untuk kondisi CRS adalah Terapi latihan dengan
menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation (PNF) berusaha memberikan
rangsangan sedemikian sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai dengan
perangsangan yang akhirnya gerakan-gerakan yang diinginkan tercapai. Tujuan PNF adalah
untuk meningkatkan kekuatan otot. Berdasarkan prinsip PNF dari teori pergerakan yang
menyatakan bahwa PNF dapat memperbaiki kekuatan dan kondisi system neuro
musuloseletal. Tehnik ini bermanfaat untuk assisted otot-otot yang lemah sekaligus
strengthening otot-otot yang lebih kuat tanpa melupakan prinsip-prinsip dasar PNF dan
teknik PNF.
Adapun prinsip-prinsip dasar yang berhubumgan dengan kasus CRS ini antara lain:
1. Tahanan maksimal (optimal)
Tahanan maksimal maksudnya adalah tahanan maksimal yang masih bisa dilawan
oleh penderita dengan baik sehingga memungkinkan penderita untuk mempertahankan suatu
posisi (kontraksi isometric) dengan gerakan yang halus. Tahanan ini tergantung toleransi
pasien.
Pegangan pada lumbrical akan mempermudah dalam memberikan tahanan rotasi.
Tahanan diberikan sejak awal gerakan sampai titik lemah gerakan. Faktor-faktor mekanis
seperti cara kerja “lever”., letak “as” dan gaya berat (gravitasi) sangat mempengaruhi
terhadap besar-kecilnya tahanan yang diberikan.
2. Manual contact
Manual contact dimaksudkan agar pasien mengerti arah gerakan yang diminta oleh
terapis dan sebaiknya dilakukan dengan kedua tangan sehingga mudah untuk memberikan
tahanan ataupun assisted.
3. Stimulasi verbal (komando)
Rangsangan suara dapat memacu semangat aktivitas penderita. Dalam memberikan
aba-aba kepada penerita harus jelas dan sering diulang-ulang.
4. Body position dan body mechanic
Terapis berdiri pada grove dan menghadap ke pasien sehingga memungkinkan selalu
memperhatikan pasien agar dalam melakukan latihan di rumah sama seperti yang diajarkan
terapis.
5. Traksi dan aproksimasi.
Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu terhadap
segmen yang lain atau usaha mengulur segmen pada suatu ekstrimitas.
Aproximasi adalah saling menekanya atau memberikan tekanan pada suatu segmern
atau ekstrimitas. Aproximasi bertujuan untuk stabilisasi sendi.
6. Pola gerak
Pola gerak pada ekstrimitas atas adalah flksi-abduksi-eksoroasi, fleksi-adduksi-
eksorotasi, ektsensi, abduksi-eksorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi, ekstensi-adduksi-
endorotasi. Teknik yang digunakan pada kasus ini adalah “ repeated contration”. Repeated
contrationadalah suatu teknik isotonic untuk kelompok agonis, yang dilakukan pada
bagian–bagian tertentu, dari lintasan gerakan dengan jalan memberikan “ restrech “ yang
disusun dengan kontraksi isotonic. Dan tujuan dari teknik ini antara lain memperbaiki
kekuatan otot dan daya tahan, memperbaiki lingkup gerak sendi secara aktif, menurunkan
ketegangan atau penguluran antagonis, serta penguatan (strengtening).
b. Dengan traksi cervical.
Dengan traksi cervical diharap terjadi penambahan ruangan pada intervertebralis maka
penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat berkurang, serta diperoleh relaksasi otot-
otot leher. Dalam percobaan traksi yang diberikan pada susunan vertebrae cervicalis. oleh
Olachis dan Strohm disebutkan bahwa dalam keadaan lordosis servical normal. Traksi
diberikan dengan tarikan diperoleh regangan jarak antara prosessus spinosus pada vertebrae
yng berbatasan sebesar 1-1,5mm
Problematika fisioterapi
1. Impairment, yaitu berupa nyeri, penurunan kekuatan otot bahu dan leher, serta
penurunan lingkup gerak sendi bahu dan leher..
2. Functional limitation, berupa gangguan saat menengok dan menunduk, nyeri saat
bangun tidur dan tidur miring, nyeri saat mengangkat lengannya.
3. Disability, yaitu tidak ada gangguan dalam bersosialisasi dengan masyarakat.
II.6.4 Operasi
Tindakan operatif lebih banyak ditujukan pada keadaan yang disebabkan kompresi
terhadap radiks saraf atau pada penyakit medula spinalis yang berkembang lambat serta
melibatkan tungkai dan lengan. Pada penanggulangan kompresi tentunya harus dibuktikan
dengan adanya keterlibatan neurologis serta tidak memberikan respon dengan terapi
medikamentosa biasa.
II.7 Diagnosis banding
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan nyeri pada leher dan bahu serta rasa tak nyaman
pada ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari mana asalnya dan bagaimana mekanisme
terjadinya. Diagnosis banding untuk CRS ini adalah :
1. Carpal Tunnel Syndrome,
Adalah suatu gejala yang muncul bila ada penekanan nervus medianus oleh
ligamen transversum sehingga timbul kesemutan, nyeri menjalar ke tangan.
2. Thoracic outlet syndrome
a. Anterior sclanei syndrome
Disebabkan karena adanya kompresi bundle neurovaskuler diantara otot sclanei
dan costa pertama. Gejalanya adalah numbness, tingling, di lengan dan jari-jari tangan.
Biasanya menggambarkan kesemutan datang dan pergi dari tangan dan jari tangan. Nyeri ini
letaknya dalam biasanya datang setelah duduk lama.
b. Petoralis minor syndrome
Muncul bila ada penekanan bundle neuromuscular diantara bagian antero lateral atas
dan otot pectoralis minor terjadi bila hiperabduksi humerus mengulur otot pectoralis minor.
3. Claviculocostal syndrome
Timbul karena adanya penekanan pada bundle neurovasculer saat melewati belakang
clavicula di sebelah anterior costa pertama, gejala lainnya adalah adanya dropy posture yaitu
posturnya salah, lelah, cemas, dam depresi.
II.8 Komplikasi
Komplikasi dari Cervical Root Syndrome adalah atrofi otot-otot leher dan adanya
kelemahan otot-otot leher dan bahu, dan ketidakmampuan tangan untuk melakukan aktifitas