Cerpen Sesar G1A014056 & Dani G1A014068
-
Upload
sesarrahmathidayat -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
description
Transcript of Cerpen Sesar G1A014056 & Dani G1A014068
By Dani Muhammad Ridwan & Sesar Rahmat Hidayat
The True Story of Panti Asuhan Harapan Mulia
Saya akan menceritakan pengalaman saya yang sangat mengesankan selama kegiatan
praktik lapangan di Panti Asuhan Harapan Mulia. Menurut saya banyak sekali hal menarik
yang saya alami dalam kegiatan ini baik itu secara pendidikan akademis maupun pendidikan
moral. Semoga saja dengan sedikit goresan tangan ini dapat memotivasi diri kita semua untuk
lebih bersyukur dan menggugah diri kita.
Panti asuhan itu alamatnya berada di Mersi tidak jauh dari tempat saya menuntut ilmu
disini. Panti asuhan itu berada beberapa meter dari pasar dan tidak jauh dari jalan raya.
Letaknya bisa dibilang cukup strategis karena untuk sampai ke panti asuhan ini tidaklah sulit,
cukup dengan menggunakan sepeda motor atau dengan mobil pun juga. Namun untuk sampai
ke tempat ini saya juga harus waspada karena kondisi jalan rayanya yang cukup ramai ketika
hendak menyebrang dan saya harus melewati jalan yang sering digunakan untuk aktivitas
warga yang berlalu-lalang.
Cerita ini bermula ketika saya memasuki hari pertama praktik lapangan disana.
Menurut jadwal praktik lapangan dimulai pukul 17:00 s.d 21:00 wib, tetapi saya telah berada
di lokasi sejak 30 menit lebih awal. Pada waktu itu saya segera menemui pengurus panti
asuhan untuk memperkenalkan diri dan meminta izin bahwa saya merupakan mahasiswa
kedokteran yang akan melakukan praktik lapangan di Panti Asuhan Harapan Mulia. Awalnya
saya ragu untuk menyapa beliau terlebih dahulu karena waktu itu beliau sedang menerima
tamu, namun seusai itu saya segera mencoba memulai percakapan.
“Assalamualaikum, selamat sore. Permisi, sebelumnya saya mohon maaf bila mengganggu.
Saya mahasiswa kedokteran yang akan praktik lapangan di panti ini”, saya mencoba menyapa
beliau dengan ramah sembari menyodorkan surat permohonan praktik lapangan kepada
beliau.
“Waalaikumsalam, oh yang dari kedokteran ya? Iya silahkan saja nanti melakukan kegiatan
disini,” alhasil rupanya beliau merespon dengan ramah juga. Lalu setelah itu beliau
menjelaskan panjang-lebar kepada saya mengenai kondisi panti asuhan itu dan rutinitasnya
sehari-hari.
By Dani Muhammad Ridwan & Sesar Rahmat Hidayat
Panti asuhan ini menampung kurang lebihnya sekitar tiga puluh anak dan
keseluruhannya adalah laki-laki. Sebagian besar dari mereka kini telah duduk di bangku SMP
dan SMA, sedangkan sebagian yang lain masih duduk di bangku SD. Mayoritas dari mereka
pulang sekolah hinnga pukul lima sore, alhasil saya harus menunggu mereka untuk memulai
praktik lapangan dan melakukan perkenalan terlebih dahulu. Karena rasanya tidak etis untuk
meminta mereka langsung berkumpul di aula selepas pulang sekolah, akhirnya saya lebih
memilih untuk bersabar dan mempersilahkan mereka untuk membersihkan diri dulu dan
beristirahat sejenak. Setelah itu kita sholat maghrib berjemaah di musholla terdekat, lalu
setelah itu segera bergegas menuju aula dan berkumpul bersama. Saya mencoba
mengakrabkan diri dengan mereka dan memilih memulai percakapan terlebih dahulu untuk
mencairkan suasana.
“Selamat malam Adik-adik, bagaimana kabar?”, saya menanyakan hal ini dengan senyum
khas.
“Alhamdulillah baik kak”, mereka menjawab dengan polosnya.
“Alhamdulillah kalau begitu, OK saya mulai perkenalan terlebih dahulu ya Adik-adik.
Karena ada pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang dan tak kode maka tak peka”,
Canda saya untuk menghangatkan suasana.
“Ah, hahaha hahaha”, mereka tertawa sambil melihat kemari. Ternyata lelucon kecil ini
sedikit menghibur mereka. Saya sengaja memancing tawa mereka dengan mengucapkan kata-
kata yang menghibur untuk melakukan pendekatan kepada mereka agar tidak terkesan terlalu
formal. Lalu untuk pendekatan berikutnya saya menjadi lebih mudah dan dapat
mengendalikan suasana.
Sebelum memulai percakapan yang lebih jauh dengan bahasan yang lebih luas, saya
pun memperkenalkan diri saya. Setelah giliran saya memperkenalkan diri kepada mereka lalu
dilanjutkan oleh mereka semua untuk perkenalan secara bergantian.
Bisa dibilang mereka cukup antusias dalam hal ini, meskipun
sebagian masih terlihat malu-malu saat perkenalan. Namun lambat
laun kita saling bercanda dan bertukar wawasan untuk mengisi waktu
luang karena jujur saja saya tidak tahu harus melakukan kegiatan apa
pada malam itu yang cukup produktif. Namun, tak lama kemudian
ada beberapa pemuda dari luar yang datang dan bergabung dengan kita.
By Dani Muhammad Ridwan & Sesar Rahmat Hidayat
Saya penasaran dan bertanya-tanya kepada teman sebelah saya dan ternyata dia juga tidak
tahu. Saya heran dan berusaha mengira-ngira.
“Mereka terlihat seperti mahasiswa, namun untuk apa mereka datang kemari? Apakah praktik
lapangan juga? Ah masa iya jadwalnya bersamaan.” Saya menerka-nerka dalam hati.
Akhirnya untuk menghilangkan rasa penasaran saya, saya pun memulai untuk menyapa salah
satu dari mereka dahulu.
“Assalamualaikum, dari mana ya Mas?” saya menyapanya sok akrab sembari berjabat tangan
dengannya.
“Waalaikumsalam, saya dari Sahabat Panti, Masnya dari mana ya?”, orang itu berbalik
bertanya dengan nada sok akrab pula dan mengayunkan jabatan tangan kami.
“Oh gitu toh, saya dari kedokteran Mas sedang praktik lapangan”. Saya mulai tertarik untuk
berbicara dengan orang ini.
“Unsoed ya? Saya juga dari Unsoed Matematika. Saya disini dan kawan-kawan yang lain
biasanya mengajari adik-adik di panti asuhan ini saat malam seperti ini”, dia merespon
dengan asiknya dan berbalik memperkenalkan diri.
“Iya Mas, oh ya kalau begitu untuk malam ini kita kerjasama saja bagaimana Mas? Ya
setidaknya kita mengajar bersama disini dan sharing ilmu”, saya pun menwarkan untuk
simbiosis mutualisme diantara kita.
“Bagus itu Mas, silahkan saja”, orang itu setuju dengan tawaran saya dengan respon positif.
Akhirnya kita semua berkolaborasi pada malam itu untuk mengajar di panti asuhan.
Kegiatan di mulai pada pukul setengah delapan dengan agenda belajar bersama adik-
adik panti asuhan, yaitu dimana mereka mengerjakan tugas mereka dari sekolah dan kita dari
pihak pengajar membantu mereka dalam mengerjakannya untuk mempermudah dan
memperjelas materi yang mereka pelajari di sekolahnya masing-masing.
Awalnya saya terkejut ternyata mereka memiliki latar pendidikan yang berbeda, ada
yang SMA A, SMK B, SMP C, dan SD Z. Untuk pekerjaan rumah tingkat SD sampai
SMA mungkin saya masih bisa membantu, tetapi ada satu tugas yang membuat saya
tidak bisa membantu apapun, yaitu materi tentang pertelevisian.
“What, Saya harus menjelaskan bagaimana? Meskipun saya sering menonton televisi, tetapi
saya tidak pernah belajar dengan detail mengenai cara kerja maupun
By Dani Muhammad Ridwan & Sesar Rahmat Hidayat
pemprosesannya apalagi mengotak-atik bagian interiornya”, saya menggrutu dalam hati.
Jujur saja untuk hal ini saya menyerah.
Akhirnya saya memutuskan untuk membantu seorang anak SD yang cukup menarik
dan sangat baik dalam berkomunikasi, namanya adalah Tegar. Tegar adalah siswa kelas enam
yang sekolah di daerah tersebut. Tegar sedang mengerjakan tugas IPA yang menurut saya hal
itu cukup dasar sebagai permulaan.
Tidak lebih dari 20 menit saya membantu Tegar dalam mengerjakan tugasnya, kami
memutuskan melanjutkannya dengan tanya jawab untuk membuat pola belajar ini menjadi
lebih interaktif. Diawali dengan saya memberikan pertanyaan kepada Tegar, ya pertanyaan
saya masih seputar di mana dia sekolah, kegiatan apa sehari-harinya, dan kadang saya
mencoba menanyakan bahasan menarik tentang hal menarik di sekoahnya.
Selanjutnya Tegar lalu berbalik betanya kepada saya dan teman-teman saya, selain itu
ternyata Tegar sangat suka dengan cerita sejarah, dimana pertanyaan yang ia refleksikan itu
selalu berkutat dengan dengan silsilah kerajaan di Indonesia, tentang perang dunia pertama
dan kedua. Saya pun merasa heran dan kagum dengan anak ini.
“Bagaimana bisa anak yang masih sekolah tingkat dasar seperti dia sangat menyukai hal-hal
yang berbau sejarah sementara saya saja yang sudah kuliah tidak terlalu menyukainya”, saya
bergumam dalam hati dan intropeksi diri.
Selain bertanya tentang sejarah ternyata Tegar mempunyai jiwa filosofis yang cukup
hebat untuk anak seusianya, yaitu pertanyaan yang cukup membuat saya harus memutar otak
dengan apa yang ia tanyakan kepada saya dan teman-teman saya.
“Mas apa itu waktu? Apakah waktu itu berharga? Kenapa kita harus menghargainya? Dan
kenapa kita harus memanfaatkannya?”, pertanyaan skak max dari anak kelas 6 SD.
Lalu sejenak saya berpikir dan bertanya apa benar dia siswa sekolah dasar kelas enam?
Karena saya mengakui pertanyaan darinya cukup susah lalu saya mempersilahkan teman saya
untuk menjawabnya, ternyata teman saya juga cukup filosofis. Dia justru mendefinisikan
waktu dalam bahasa Arab, Inggris, dan Indonesia. Hal ini membuat saya menjadi semakin
kacau dan membuat saya berpikir sebenarnya sedang berada di planet apa? Akhirnya waktu
telah menunjukkan pukul 9 malam dan kita harus mengakhiri praktik lapangan malam
ini dan mempersiapkan untuk kegiatan hari kedua esok hari pada waktu dan
tempat yang sama juga.
By Dani Muhammad Ridwan & Sesar Rahmat Hidayat
Hari kedua, seperti biasa saya dan teman sekolompok saya berkumpul setengah jam
sebelum agenda praktik lapangan dimulai. Setelah semua anggota kelompok telah lengkap
maka kita berangkat bersama-sama menuju Panti Asuhan Harapan Mulia. Sesampainya
disana saya menyaksikan suguhan yang sangat menarik. Ternyata pada sore itu adik-adik
panti asuhan sedang melakukan olah raga bela diri yang disebut ‘Capoeira’. Menurut saya hal
ini merupakan suatu hal yang sangat langka di Indonesia karena memang bela diri ini
sangatlah sukar ditemui di beberapa tempat bahkan di kota-kota besar sekalipun sebab
peminat dan pelatihnya belum seberapa banyak jumlahnya. Saya hampir tak bisa berkata-kata
karena senang dan kagum terhadap adik-adik panti yang dengan semangatnya mengikuti
latihan. Apapun itu yang membuat saya merasa takjub dengan hal ini karena saya bisa
melihat olah raga ini di Purwokerto tepatnya di panti asuhan ini, “Amazing”. Saya sudah
tidak sabar ingin sharing ilmu dengan pelatihnya karena saya pribadi pun menggemari seni
bela diri seperti pencak silat, kungfu, karate, dan parkour. Seusai latihan, saya memberanikan
diri untuk menemui pelatihnya.
“Assalamualaikum Mas, mohon maaf mengganggu. Saya dari kedokteran, bolehkah saya
bergabung dan sharing tentang Capoeira?”, saya menyapanya dengan ramah dan berjabat
tangan dengan erat.
“Waalaikumsalam, oh yang dari kedokteran ya? Iya silahkan saja Mas”, pelatih itupun
memberikan tanggapan positif kepada saya. Langsung saja saya memulai percakapan dan
melontarkan banyak pertanyaan tentang Capoeira.
Capoeira merupakan olah raga bela diri dari Brazil yang digunakan oleh penduduk
setempat untuk melawan penjajah. Latihannya bila dilihat sekilas sangat mirip dengan orang
menari dan akrobatik serta dimainkan dengan alunan musik khas ala Capoeira Brazil, tetapi
dibalik semua itu hanya untuk mengelabuhi pasukan penjajah yang sedang berpatroli pada era
penjajahan. Karena pada waktu itu semua aktivitas yang berhubungan dengan bela diri atau
yang berpotensi untuk melawan penjajah biasanya akan ditangkap oleh petugas patroli
penjajah.
Pada Capoeira juga terdapat suatu tradisi atau tata krama. Dimana seorang yang sedang
bermain atau duel di dalam lingkaran atau circle harus mengahargai satu sama lain dan
jangan sampai melukai lawan bermainnya. Mereka saling menunjukkan teknik
yang mereka kuasai dan mengikuti intruksi dari pelatihnya yang sembari
memainkan alat musik tradisional ala Brazil. Hal unik lainnya yakni ketika musik
By Dani Muhammad Ridwan & Sesar Rahmat Hidayat
dimainkan dengan tempo lambat maka mereka berakrobatik dengan tenang, sedangkan ketika
temponya dipercepat maka mereka saling menyerang dengan cepat dan berirama. Tidak
hanya unsur seni dan historis saja yang saya peroleh dari latihan Capoeira kali ini, tetapi juga
filosofis. Dimana kita harus menghargai kawan kita, sementara lawan kita merupakan kawan
bermain bagi kita serta tidak ada musuh dalam duel ini.
Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul setengah 8 malam, dan anak-anak panti
asuhan pun berkumpul di tempat yang sama seperti kemarin. Dan sebelum kami
melaksanakan acara yang sudah direncanakan, kita mengadakan acara makan bersama yang
hari ini di beri oleh ibu panti yang ternyata sedang merayakan ulang tahunnya. Akhirnya kita
semua pun melakukan doa bersama dengan adik-adik panti yang lain.
“Ya Allah semoga hajatnya tercapai, rezekinya dilancarkan, dan semoga memperoleh surga-
Mu”, saya memimpin doa bersama.
“Amin Ya Robbal Alamin”, yang kemudian diamini oleh adik-adik panti.
Setelah kegiatan makan bersama selesai kita melanjutkan dengan kegiatan permainan
yang dinamai “Pemburu, Tsunami, Gempa”. Tetapi saya tidak sempat mengikuti kegiatan ini
dan memilih untuk pulang karena sakit yang saya derita kembali terasa amat sakit pada waktu
itu, maka dari itu saya meminta ijin untuk pamit kepada teman-teman saya dan anak-anak
panti disana.
Hari ketiga atau hari terakhir praktik lapangan kami, agenda kami adalah sosialisasi dan
game, seperti hari kemarin agenda kami dari pukul 5 sampai pukul 7 tetap sama menunggu
adik-adik panti bersiap-siap dan tilawah Alquran. Setelah adik-adik berkumpul lalu kita
melakukan makan bersama yang kali ini didanai oleh inisiatif kami sendiri sebagai tanda
terima kasih dan perpisahan sebelum praktik lapangan selesai.
Selesai makan bersama saya dan teman sekelompok mengarahkan adik-adik untuk
berkumpul dengan memberikan mereka hiburan yaitu persembahan tari saman dari
beberapa teman kami yang mengikuti UKM Saman. Acara tari saman ini sangat
menarik antusias anak-anak disana untuk fokus ikut dalam agenda yang telah kami buat.
Lalu kami lanjutkan dengan kegiatan sosialisasi tentang perilaku hidup bersih
dan sehat bagi anak-anak panti. Dalam kegiatan itu yang menjadi pembicara
adalah saya dan teman saya. Saya sengaja membawakan materi tersebut dengan
By Dani Muhammad Ridwan & Sesar Rahmat Hidayat
sedikit lawakan agar mereka tidak terlalu bosan dengan sosialisasi yang memang terkesan
membosankan bagi anak seusia mereka.
Banyak dari mereka yang senang dengan materi yang kami bawakan dan tentunya
senang dengan cara kami membawakannya. Materi yang kami berikan banyak yang dapat di
terima dengan mudah oleh adik-adik panti karena banyak dari mereka yang bertanya dan
justru bisa menjawab ketika kami melemparkan pertanyaan kepada mereka.
Setelah kegiatan itu selesai, kami melanjutkan dengan kegiatan permainan motivasi
yang sangat heboh dinamakan “Tangkaplah cita-citamu”. Permainan itu memiliki aturan
ketika bola dilemparkan kepada seseorang, orang yang menangkap bola itu harus
menyebutkan cita-citanya. Namun, ada prosedur khusus dalam melakukannya yaitu pelempar
bola harus mengucapkan kalimat “Bismillahi rahmani rahim”, sedangkan penerima
mengucapkan “Alhamdulillah” ketika berhasil menangkap bolanya dan beristighfar ketika
bola terjatuh atau tidak berhasil ditangkap dengan baik.
Setiap anak ikut andil dalam permainan itu. Kita semua membentuk sebuah lingkaran
dan melemparkan bola ke arah yang berlawanan secara acak atau random hingga akhirnya
semua mendapatkan giliran. Pada akhir permainan, saya merupakan penangkap bola yang
terakhir. Sesuai peraturan permainan, saya juga menyebutkan cita-cita saya.
“Alhamdulillah, cita-cita saya ingin menjadi seorang dokter. Doakan saya agar bisa
menggapai cita-cita saya”, dengan penuh harap
“Amiiin”, adik-adik panti pun mengamininya bersama.
Ternyata game motivasi ini belum selesai. Ada event tambahan dari saya yang
merupakan intisari dari permainan ini. Saya memposisikan diri di tengah lingkarang dan
mengangkat bola yang berada ditangan saya setinggi mungkin dengan menggunakan tangan
kanan saya. Saya bertanya kepada mereka semua dengan lantang.
“Siapakah yang ingin meiliki cita-cita?”
“Saya, saya, saya”, mereka menjawab sambil mengacungkan tangannya.
“Siapakah yang mau mempunyai bola ini?”
“Saya, saya, saya, saya”, mereka semakin antusias dan meneriakkannya sambil
mengacungkan tangannya, tetapi mereka masih duduk dan diam di tempatnya.
By Dani Muhammad Ridwan & Sesar Rahmat Hidayat
“Hanya mau doank? Hei bolanya ada disini”, dengan penambahan intonasi.
“Saya, saya, saya, saya, saya”, teriakan mereka semakin keras dan antusias. Akhirnya ada
beberapa anak yang tergerak dan berusaha untuk menjangkautangan saya lalu mengambil
bola itu dari tangan saya. Saya pun menghadiahkan bola itu untuknya karena dia telah berani
mengambilnya dari tangan saya dan melakukan usaha yang lebih dari temannya yang lain.
Pada akhirnya sayapun menjelaskan esensinya pada mereka.
“Beginilah kehidupan, setiap orang harus memiliki cita-cita untuk menentukan tujuan dalam
hidup ini. Mungkin sama, mungkin berbeda. Tetapi kenapa orang tidak bisa meraih cita-
citanya? Kenapa orang lain bisa berhasil? Padahal setiap orang berkesempatan yang sama
bila dianalogikan dengan permainan tadi. Yang membedakan hal itu adalah usaha. Kita
semua harus berusaha untuk meraih cita-cita kita dan jangan hanya berdiam diri saja”, lalu
saya pun menutup permainan ini dan kita semua bertepuk tangan karena telah berpartisipasi
serta menjadi juara dalam permaianan ini.
Tidak terasa waktupun telah menunjukkan pukul sembilan yang artinya kita harus
menutup sesi hari ini. Kita menutup sesi dengan perpisahan dan memberikan anak-anak panti
beberapa hadiah berupa alat-alat tulis semoga saja bisa bermanfaat bagi mereka. Finally, kita
berpamitan dengan semua adik-adik beserta pengurus panti asuhan itu dengan salam,
permohonan maaf, pemberian cinderamata, dan foto bersama.
Semoga semua kegiatan yang telah kita lakukan disana menjadi
manfaat dan menjadi amal ibadah untuk kita semua, “Amin”.