Presus Dani

70
BAB I STATUS PASIEN I.1 Identitas Pasien a. Nama/Umur : Tn. D/66th b. Jenis Kelamin : laki-laki c. Pekerjaan : Pensiun d. Agama : Islam e. Status Pernikahan : Sudah Menikah f. Suku Bangsa : Jawa g. Tanggal masuk : 29 Maret 2014 h. Dirawat yang ke : 1 i. Tgl Pemeriksaan : 31 Maret 2014 I.2 Anamnesis Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 31 Maret 2014 pukul 10:00 di Lantai 6 Perawatan Umum RSPAD Gatot Soebroto. I.2.1. Keluhan Utama Lemah pada tangan kanan dan kaki kanan secara tiba-tiba I.2.2. Keluhan Tambahan Sakit kepala (-), kaku bagian tengkuk (-), pandangan kabur atau berbayang (-), demam (-), mual (-), muntah (-), sulit menelan (-), telinga berdenging (-), kejang (-), gemetar (-). I.2.3. Riwayat Perjalanan Penyakit 1

description

czx

Transcript of Presus Dani

Page 1: Presus Dani

BAB I

STATUS PASIEN

I.1 Identitas Pasien

a. Nama/Umur : Tn. D/66th

b. Jenis Kelamin : laki-laki

c. Pekerjaan : Pensiun

d. Agama : Islam

e. Status Pernikahan : Sudah Menikah

f. Suku Bangsa : Jawa

g. Tanggal masuk : 29 Maret 2014

h. Dirawat yang ke : 1

i. Tgl Pemeriksaan : 31 Maret 2014

I.2 Anamnesis

Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 31 Maret 2014

pukul 10:00 di Lantai 6 Perawatan Umum RSPAD Gatot Soebroto.

I.2.1. Keluhan Utama

Lemah pada tangan kanan dan kaki kanan secara tiba-tiba

I.2.2. Keluhan Tambahan

Sakit kepala (-), kaku bagian tengkuk (-), pandangan kabur atau berbayang

(-), demam (-), mual (-), muntah (-), sulit menelan (-), telinga berdenging (-),

kejang (-), gemetar (-).

I.2.3. Riwayat Perjalanan Penyakit

Pada tanggal 29 Maret 2014 pasien datang ke IGD dengan keluhan lemah

pada tangan kanan dan kaki kanan secara tiba-tiba. Kelemahan terjadi saat pasien

sedang beristirahat. 6 jam SMRS pasien mengeluhkan nyeri kepala. Pasien pernah

operasi HNP 13 tahun yang lalu. Ada riwayat kecelakaan sebelumnya yang

menyebabkan jari kaki kanannya diamputasi.

Saat kejadian tidak didapatkan adanya kejang, muntah menyemprot, sakit

kepala, dan penurunan kesadaran. Pasien dapat mengingat dengan baik sebelum

dan sesudah kejadian, dapat mengingat dan mengenali semua anggota

keluarganya, serta dapat mengetahui tempat saat ini dimana pasien berada. Pasien

1

Page 2: Presus Dani

belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Dan pasien belum

mengobati keluhannya ini.

Pasien mennyatakan bahwa selama ini tidak pernah mengalami gangguan

dalam berkomunikasi, pasien dapat mengerti dan memahami percakapan serta

dapat menjawab dan merespon dengan baik. Pasien tidak pernah mengalami

kesulitan dalam berhitung. Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan

seperti lemah atau baal pada tangan kanan dan kaki kanannya selama ini. Dan

tidak pernah mengalami kesulitan dalam berjalan dan bergerak, tidak pernah

mengalami gemetar yang terjadi terus menerus.

I.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi sebelumnya, Riwayat sakit

jantung disangkal, riwayat DM disangkal, riwayat kolesterol disangkal, riwayat

sakit kepala sebelumnya disangkal.

I.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama dengan

pasien.

I.2.6. Riwayat Kebiasaan

Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi minum beralkohol, pasien

jarang melakukan olah raga.

I.3 Status Internus

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Keadaan gizi : cukup

Tanda vital :

TD : 160/100 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 24 x/menit

Suhu : 37oC

Limfonodi : tidak teraba pembesaran

Thoraks : Hemitoraks kanan dan kiri simetris saat statis dan dinamis

Jantung : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)

Paru : SN dasar vesikuler +/+, wheezing (-), rhonki (-)

Hepar : tidak teraba membesar

2

Page 3: Presus Dani

Lien : tidak teraba membesar

Ektremitas : lihat status neurologis

I.4 Status Psikiatris

Tingkah laku : baik, wajar

Perasaan hati : euthym

Orientasi : baik

Jalan fikiran : koheren

Daya ingat : baik

I.5 Status Neurologis

Kesadaran : E4M6V5 compos mentis

Sikap tubuh : berbaring

Cara berjalan : belum dapat dinilai

Gerakan abnormal : tidak ada, tremor (-), khorea (-), atetose (-),

distonia (-)

Kepala

Bentuk : normocephal

Simetris : simetris, massa (-)

Pulsasi : regular, kuat angkat

Nyeri tekan : (-)

Leher

Sikap : normal

Gerakan : tidak terbatas

Vertebra : normal

Nyeri tekan : (-)

Tanda rangsang meningeal

Kanan Kiri

Kaku kuduk : (-) (-)

Kernig test : >135o >135o

Laseque test : >70o >70o

Brudzinsky I : (-) (-)

3

Page 4: Presus Dani

Brudzinsky II : (-) (-)

Nervi cranialis

Kanan Kiri

N I (Olfaktorius)

Daya penghidu : normosomnia normosomnia

N II (Optikus)

Ketajaman penglihatan : baik baik

Pengenalan warna : baik baik

Lapang pandang : sama dengan pemeriksa

Fundus : normal normal

N III ( Okulomotorius ) / NIV ( Trochlearis ) / N VI ( Abdusen )

Ptosis : (-) (-)

Strabismus : (-) (-)

Nistagmus : (-) (-)

Exoptalmus : (-) (-)

Enoptalmus : (-) (-)

Gerakan bola mata

Lateral : (+) (+)

Medial : (+) (+)

Atas medial : (+) (+)

Bawah medial : (+) (+)

Atas : (+) (+)

Bawah : (+) (+)

Pupil

Ukuran : 2 mm 2 mm

Bentuk : bulat bulat

Isokor/anisokor : isokor

Posisi : Sentral Sentral

Refleks cahaya langsung : (+) (+)

4

Page 5: Presus Dani

Refleks cahaya tidak langsung : (+) (+)

Refleks akomodasi : (+) (+)

N V (Trigeminus)

Motoris

Mengigit : kekuatan baik kekuatan baik

Membuka mulut : simetris

Sensoris

Sensibilitas atas : (+) (+)

Sensibilitas tengah : (+) (+)

Sensibilitas bawah : (+) (+)

N VII (Fascialis)

Aktif

Mengerutkan dahi : simetris

Mengerutkan alis : (+) (+) kekuatan baik

Menutup mata : (+) (+) kekuatan baik

Meringis : Simetris

Mengembungkan pipi : Simetris

Daya pengecapan 2/3 depan : tidak dilakukan

Hiperlakrimasi : (-)

Lidah kering : (-)

N VIII (Akustik)

Mendengar suara gesekan jari tangan : (+) (+)

Mendengar detik arloji : (+) (+)

Test Weber : tidak dilakukan

Test Rinne : tidak dilakukan

Test Schwabach : tidak dilakukan

5

Page 6: Presus Dani

N IX (Glosofaringeus)

Arkus faring : simetris

Posisi uvula : ditengah

Daya pengecapan 1/3 belakang : tidak dilakukan

Reflek muntah : tidak dilakukan

N X ( vagus )

Denyut nadi : teraba reguler teraba reguler

Arkus faring : simetris kanan dan kiri

Bersuara : normal, disfonia (-)

Menelan : tidak terdapat gangguan, disfagia (-)

N XI ( Asesorius )

Memalingkan kepala : (+) / (+)

Sikap bahu : simetris

Mengangkat bahu : simetris

N XII ( Hipoglosus )

Menjulurkan lidah : tidak ada deviasi

Kekuatan lidah : tidak ada kelemahan

Atrofi lidah : tidak ada

Artikulasi : disarthria (-)

Sistem motorik

Gerakan : bebas terbatas

bebas terbatas

Kekuatan : 3333 5555

3333 5555

Tonus : Normotonus Normotonus

Trofi : Eutrofi Eutrofi

6

Page 7: Presus Dani

Reflek fisiologis

Reflek tendon

Biseps : (+) (+)

Triseps : (+) (+)

Patella : (+) (+)

Achilles : (+) (+)

Reflek permukaan

Dinding perut : (+)

Sfingter ani : tidak dilakukan

Reflek patologis

Reflek Hoffman Trommer : (-) (-)

Reflek Babinski : (-) (-)

Reflek Chaddock : (-) (-)

Reflek Oppenheim : (-) (-)

Reflek Gordon : (-) (-)

Klonus paha : (-) (-)

Klonus kaki : (-) (-)

Sistim sensibilitas

Eksteroseptif

Nyeri : (+) (+)

Suhu : tidak dilakukan

Propioseptif

Vibrasi : (+) (+)

Posisi : (+) (+)

Tekan dalam : (+) (+)

7

Page 8: Presus Dani

Koordinasi dan keseimbangan

Test Romberg : tidak dapat dinilai

Test Tandem : tidak dapat dinilai

Test Fukuda : tidak dapat dinilai

Disdiadokinesis : tidak dapat dinilai

Tes telunjuk hidung : (+) tidak dapat dinilai

Tes telunjuk telunjuk : tidak dapat dinilai

Tes tumit lutut : tidak dapat dinilai

Fungsi otonom

Miksi (tidak terpasang kateter)

Inkontinensi : (-)

Retensi : (-)

Anuria : (-)

Defekasi

Inkontinensi : (-)

Retensi : (-)

Fungsi luhur

Fungsi bahasa : baik

Fungsi orientasi : baik

Fungsi memori : baik, memori baru dan lama baik

Fungsi emosi : baik, depresi (-), halusinasi (-)

Fungsi kognisi : baik

8

Page 9: Presus Dani

I.6 Pemeriksaan Penunjang

I.6.1. Pemeriksaan Darah Lengkap

Pemeriksaan laboratorium darah rutin tanggal 31 Maret 2014

  Hasil Nilai rujukan

Hemoglobin 15,8 12-16 g/dL

Hematokrit 46 37-47%

Eritrosit 5,7 4,3 - 6,0 juta/μL

Leukosit 9800 4800 - 10800 /μL

Trombosit 284000 150000 - 400000 / μL

MCV 81 80 - 96 fl

MCH 28 27-32 pg

MCHC 34 32-36 pg

Kimia

Jenis Pemeriksaan Nilai rujukan

Ureum 45 20-50 mg/dL

Kreatinin 1,6* 0.5-1.5mg/dl

Glukosa Darah Sewaktu 193* <140 mg/dL

Natrium 136 135-147 mmol/L

Kalium 3,8 3,5-5,0 mmol/L

Klorida 99 95-105 mmol/L

Kimia Klinik

Pemeriksaan Nilai rujukan

SGOT (AST) 18 <35 U/L

SGPT (ALT) 10 <40 U/L

Kolesterol total 216* < 200 mg/dL

Trigliserida 82 < 160 mg/dL

Kolesterol HDL 29 > 35 mg/dL

Kolesterol LDL 171* < 100 mg/dL

Asam Urat 4,9 3,5-7,4 mg/dL

9

Page 10: Presus Dani

I.6.2. Pemeriksaan CT-scan Kepala

Dilakukan pemeriksaan CT kepala tanpa pemberian kontras pada tanggal

31 Maret 2014, dibuat potongan axial dengan hasil sebagai berikut :

Tampak lesi hipodens multipel berdensitas liquor di periventrikel lateralis

kanan-kiri dan lobus oksipital kanan dan kiri..

Sulci cerebri dan cerebelli melebar dengan gyri prominen.

Pons, mesenchepalon dan hemisphere cerebelli kanan dan kiri tak tampak

kelainan.

Tak tampak kelainan pada cerebello-pontine angle kanan dan kiri.

Ventrikel lateralis kanan dan kiri ventrikel III dan ventrikel IV dalam batas

normal.

Tak tampak distorsi midline.

Septum nasi ditengah.

Tampak perselubungan di sinus maksilari kanan.

Sinus-sinus paranasal lainnya dan kedua air cell mastoid cerah.

Bulbus oculi dan struktur retrobulbar tak tampak kelainan.

Kesan :

Infark multipel di periventrikel lateralis kanan dan kiri serta lobus oksipital

kanan dan kiri.

Brain atropi

Sinusitis maksilaris kanan

10

Page 11: Presus Dani

I.7 Resume

Anamnesa

Pasien laki-laki Tn. D usia 66 tahun, datang ke IGD RSPAD Gatot

Soebroto pada tanggal 31 Maret 2014 dengan keluhan tangan kanan dan kaki

kanan tiba-tiba menjadi lemah. Keluhan timbul mendadak saat pasien tidak

sedang istirahat. Sakit kepala (+), penurunan kesadaran (-), kaku pada tengkuk (-),

kejang (-), mual (-), muntah(-), demam (-), kesulitan menelan (-), riwayat trauma

40 tahun yang lalu disertai penurunan kesadaran. BAB dan BAK dalam batas

normal. Keluhan ini baru pertama kali dialami oleh pasien. Pasien mempunyai

riwayat hipertensi.

PEMERIKSAAN

Status internus

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Gizi : Baik

Kesadaran : Compos Mentis E4 M6 V5

Tanda vital

TD : 160/100 mmHg

Nadi kanan : 80 x/menit

Pernafasan : 24 x/menit

Suhu : 37oC

Status Psikiatrik : wajar

Status neurologis

Nervus cranialis : tidak ada kelainan

Sistem motorik

Gerakan : Bebas bebas

Bebas bebas

Kekuatan : 3333 5555

3333 5555

11

Page 12: Presus Dani

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Darah Rutin dan Darah Lengkap :

Tidak ada kelainan

CT-SCAN tanpa kontras

Kesan :

Infark multipel di periventrikel lateralis kanan dan kiri serta lobus oksipital

kanan dan kiri.

Brain atropi

Sinusitis maksilaris kanan

Penilaian Skor Stroke

Algoritma Gajah Mada

Penurunan kesadaran (-)

Nyeri Kepala (+)

Refleks Barbinsky (-)

Kesan : stroke infark atau stroke iskemik akut

Algoritma Siriraj

Kesadaran (0x2.5), Muntah (0x2), nyeri kepala (1x2), Tekanan darah (100x10%),

ateroma 0x-3) -12 = 0

Kesan : stroke non hemoragik

I.8. Diagnosis

Diagnosis klinis : Hemiparese dextra

Diagnosis topis : Hemisfer cerebri sinistra

Diagnosis etiologis : Stoke Non Hemoragik

Diagnosis banding : Stroke Hemoragik

12

Page 13: Presus Dani

I.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Umum (5B)

- Breathing : Perhatikan kelancaran jalan nafas (airway), intubasi jika

GCS <8, alih baring miring kiri-kanan setiap 2 jam

- Blood : tekanan darah diturunkan jika pada stroke non hemoragik

>220/120mmHg, perhatikan Hb, albumin, kalium, natrium dan gula

darah, turunkan gula darah jika >200 mg/dL

- Brain : Hindari peningkatan TIK dengan manitol atau suhu tubuh

meningkat

- Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terpasang kateter dan

perhatikan keseimbangan cairan input dan output, perhatikan

kemungkinan adanya retensi urin atau inkontinensia urin

- Bowel : Perhatikan kebutuhan cairan, kalori, dan hindari obstipasi

Medikamentosa :

IVFD RL 1000ml/24 jam

Amlodipin 1x5mg

Clopidogrel 1x75mg

Citikolin 2x1gr

Non medikamentosa :

Konsul spesialis Rehab Medik untuk Fisiotherapi

Konsul ke gizi untuk nutrisi pasien

I.11 Pemeriksaan Anjuran

- Laboratorium darah ulang

- CT SCAN Kepala Ulang hari rawat ke 10-14

I.12 Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia

Ad sanam : dubia

Ad cosmeticum : dubia ad bonam

13

Page 14: Presus Dani

BAB II

ANALISA KASUS

Pada pasien ini didiagnosa Stroke non Haemoragik dan Hemiparese

dextra. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan penunjang.

II.1. S (Subjective)

Pasien perempuan Tn. D usia 66 tahun, datang ke IGD RSPAD

Gatot Soebroto pada tanggal 29 Maret 2014 dengan keluhan tangan kanan dan

kaki kanan tiba-tiba menjadi lemah. Keluhan timbul mendadak saat pasien tidak

sedang beraktifitas. Sakit kepala (+), penurunan kesadaran (-), kaku pada tengkuk

(-), kejang (-), mual (-), muntah(-), demam (-), kesulitan menelan (-), riwayat

trauma 40 tahun yang lalu disertai penurunan kesadaran. BAB dan BAK dalam

batas normal. Keluhan ini baru pertama kali dialami oleh pasien. Pasien

mempunyai riwayat Hipertensi.

Keluhan ini menandakan adanya defisit neurologis motorik pada anggota

gerak. Keluhan pasien merupakan salah satu manifestasi klinis dari stroke.

Stroke adaah defisit neurologis fokal (parese, sulit bicara) atau global

(gangguan kesadaran) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih

dari 24 jam yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak akibat

berkurang suplai darah atau pecahnya pembuluh darah otak.

Berdasarkan etiologinya stroke dibagi menjadi dua yaitu, stroke

hemoragik dan stroke non hemoragik. Stroke non hemoragik dapat terjadi

akibat trombosis atau emboli. Sedangkan stroke hemoragik dapat berupa

perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Berdasarkan

anamnesa keluhan pertama kali muncul saat pasien sedang beristirahat

yang disertai sakit kepala, tidak ada kejang, tidak ada penurunan kesadaran

tetapi pasien mempunyai riwayat hipertensi. Setelah dicocokkan dengan

Algoritma gajah mada dimana tidak didapatkan tanda- tanda penurunan

kesadaran, nyeri kepala dan refleks babinsky, maka merupakan stroke non

hemoragik atau stroke infark, pada kasus ini tidak ditemukan tanda-tanda

14

Page 15: Presus Dani

tersebut sehingga dapat diambil interpretasi stroke non hemoragik.

Kemudian dengan menggunakan Algoritma Gadjah Mada dan Algoritma

Siriraj didapatkan interpretasi interpretasi Stroke non Hemoragik.

Dengan adanya riwayat hipertensi dapat mengetahui bahwa pasien

memiliki faktor risiko terkena stroke.

II.2. O (Objective)

Pemeriksaan fisik :

Kesadaran compos mentis, tekanan darah 160/100 mmHg dengan nadi 80x/menit.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan status internus dalam batas normal.

Namun tekanan darah pada waktu masuk rumah sakit didapatkan 160/100

mmHg, menandakan adanya hipertensi pada pasien.

Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk melihat apakah adanya gangguan

pada pusat pengatur kesadaran dan tanda-tanda dari peningkatan tekanan

intrakranial pada pasien.

Pada pemeriksaan motorik didapatkan gerakan terbatas serta kekuatan motorik

berskala 3 pada ekstremitas superior serta 3 pada inferior dextra. Pada

pemeriksaaan motorik terlihat bahwa pada ekstremitas superior dan inferior dextra

terdapat kelemahan (penurunan kekuatan motorik hemiparese dextra ).

Dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan

CT-scan didapatkan kesan infark multipel di periventrikel lateralis kanan dan kiri

serta lobus oksipital kanan dan kiri.

II.3. A (Assessment)

Stroke non Hemoragik

II.4. P (Planning)

- IVFD RL 1000ml/24 jam

- Ringer Laktat merupakan salah satu cairan kristaloid yang

bersifat isotonic yaitu cairan yang osmolaritas (tingkat

kepekatan) cairannya mendekati serum tubuh. Komposisi RL

terdiri dari Na+ (130 mEq/L), Cl- (109 mEq/L), Ca2+ (3 mEq/L),

dan laktat (28 mEq/L). osmolaritasnya sebesar 273 mOsm/L.

Sediaannya adalah 500 ml dan 1000 ml.

15

Page 16: Presus Dani

- Citicolin 1000mg/12 jam

- Citicolin adalah psychostimulan yang meningkatkan zat kimia

otak (phosphatidylcholine) yang berfungsi untuk mengurangi

kerusakan jaringan otak ketika cedera.

- Clopidogrel 75mg/24 jam

- Clopidogrel adalah antikoagulan yang bekerja dengan cara

menginhibisi adenosine difosfat

- Amlodipin 1x5mg

- Amlodipin adalah antihipertensi golongan Ca channel bloker

yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah pada pasien

hipertensi.

16

Page 17: Presus Dani

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Pendahuluan

Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang di akibatkan oleh berhentinya

suplai darah ke bagian otak. Stroke atau serangan otak (brain attack) dapat

ditandai dengan adanya defisit neurologis mendadak susunan saraf pusat di mana

berlakunya peristiwa iskemik atau hemoragik. Sesuai dengan hal tersebut, stroke

di bedakan menjadi dua macam yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.

Pada stroke non hemoragik suplai darah ke bagian otak terganggu akibat

aterosklerosis atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah. Sedangkan

pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah

normal dan menyebabkan darah merembes pada area otak dan menimbulkan

kerusakan. Pada stroke non hemoragik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang

jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa

terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran

darah. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam

darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.

Stroke menyerang dengan tiba-tiba. Orang yang menderita stroke sering

tidak menyadari bahwa dia terkena stroke. Tiba-tiba saja, penderita merasakan

dan mengalami kelainan seperti lumpuh pada sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo,

pandangan kabur, dan lain sebagainya tergantung bagian otak yang mana yang

terkena.

Dulu memang penyakit ini di derita oleh orang tua terutama yang berusia

60 tahun ke atas, karena usia juga merupakan salah satu faktor terkena stroke.

Akan tetapi, pada masa kini stroke dapat juga menyerang golongan usia di bawah

40 tahun. Hal ini bisa terjadi karena adanya perubahan gaya hidup, terutama pada

orang muda perkotaan modern.

Sekitar 28,5% penderita stroke di Indonesia meninggal dunia. Penelitian

menunjukkan, stroke menyerang pria 30% lebih tinggi ketimbang wanita dan

setiap tahun di Amerika Serikat ada sekitar 15 ribu pria di bawah usia 45 tahun

yang terkena stroke.

17

Page 18: Presus Dani

Pada stroke non hemoragik ini, memungkinkan sekali adanya masalah

kesehatan seperti gangguan perfusi jaringan serebral, kerusakan mobilitas fisik,

perubahan persepsi sensori, kurang perawatan diri dan gangguan pemenuhan

nutrisi

III.2 Definisi

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi

sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau

menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan

kematian. Manakala definisi stroke menurut World Health Organization (WHO)

pula adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi

otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam

atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain

vaskular.1,2

Mekanisme vaskular yang menyebabkan stroke dapat diklasifikasikan

sebagai infark (emboli atau trombosis) dan stroke hemoragik. Stroke hemoragik

terjadi bila ada pembuluh darah otak yang pecah sehingga menyebabkan

keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar

otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan

serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang

menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial

pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang

otak.1,2

Stroke nonhemoragik pula terjadi akibat iskemia jaringan otak yang timbul

akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan

otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan

hemodinamik. Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala

dan leher dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya.

Trombus yang terlokalisasi terjadi akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak

aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah pada bagian distal dari lokasi

penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung pada lokasi pembuluh

darah otak yang terkena.2

18

Page 19: Presus Dani

III.3 Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering

disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,

stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada

tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak

menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian

neuron dan infark serebri.3

1) Emboli. Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis

akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Emboli

dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided

circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli

kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,

endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial

fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.

Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan

85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark

miokard.3

a) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat

berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari

trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada

daerah leher.

b) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:3

Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian

kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.

Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang

meninggalkan gangguan pada katup mitralis.

Fibralisi atrium.

Infarksio kordis akut.

Embolus yang berasal dari vena pulmonalis.

Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung

miksomatosus sistemik.

19

Page 20: Presus Dani

Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai emboli

septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.

Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.

Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti

penyakit “caisson”).

2) Trombosis. Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh

darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil

(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya

trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral

utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya

stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah

(sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis

(ulserasi plak), dan perlengketan platelet.

Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,

defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan

vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap

proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan

terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik,

arteritis).3

3) Iskemia. Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya aterosklerosis

(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis.3

III.4 Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju,

setelah penyakit jantung dan kanker. Insidensi tahunan adalah 2 per 1000

populasi. Mayoritas stroke adalah infark serebral. Menurut taksiran Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke

pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia. Penyakit tekanan

darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia.1,3

Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit

utama yang menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung

20

Page 21: Presus Dani

dan kanker. Di Amerika, setiap tahun terdapat laporan 700 000 kasus stroke.

Sebanyak 500 000 diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200 000 kasus

lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75% penderita stroke menderita lumpuh

dan kehilangan pekerjaan.3

Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan

kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita

kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari

serangan stroke dan kecacatan.3

Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian besar

kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Makin tua umur,

resiko terjangkit stroke makin besar. Penyakit ini juga tidak mengenal jenis

kelamin. Tetapi, stroke lebih banyak menjangkiti laki-laki daripada perempuan.

Lalu dari segi warna kulit, orang berkulit berwarna berpeluang terkena stroke

lebih besar daripada orang berkulit putih.3

Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang

dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor

resiko stroke non hemoragik, yakni:1,3

1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade).

2. Hipertensi.

3. Merokok.

4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan

fibrilasi atrium kiri).

5. Hiperkolesterolemia.

6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler.

7. Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan

viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan

resiko tinggi megalami stroke non hemoragik.

Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat

dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable).

Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi,

penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol,

hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor

21

Page 22: Presus Dani

risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan

faktor genetik.2

Menurut The seventh report of the joint national commite on prevention,

detection, evaluation, and treatment of high blood pressure (JNC 7), klasifikasi

tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,

prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2. Selain itu, diabetes

mellitus juga merupakan faktor yang signifikan dan terjadi pada 10% pasien

stroke. Keadaan ini dihubungkan dengan terjadinya atherosklerosis intrakranial.2

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7 2

Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) Diastolik

(mmHg)

Normal

Prahipertensi

Hipertensi derajat 1

Hipertensi derajat 2

<120

120-139

140-159

> 160

Dan

Atau

Atau

Atau

<80

80-89

90-99

> 100

Tabel 2. Klasifikasi TD Bagi Penderita Hipertensi Menurut American Heart Association 4

Derajat TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)

Optimal

Normal

1

2

3

<120

120-134

135-149

150-180

>180

<80

80-95

86-95

96-110

>110

III.5. Klasifikasi Stroke

Stroke diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal sebagai berikut:2

22

Page 23: Presus Dani

1. Berdasarkan kelainan patologis.

a) Stroke hemoragik:

- Perdarahan intra serebral

- Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

b) Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan).

- Stroke akibat trombosis serebri

- Emboli serebri

- Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya.2,3

a) Transient Ischemic Attack (TIA). Pada bentuk ini gejala neurologik

yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang

dalam waktu 24 jam. Fungsi sistem saraf pusat fokal hilang secara

cepat dan berlangsung kurang dari 24 jam, dan diduga diakibatkan

oleh mekanisme vaskular emboli, trombosis, atau hemodinamik.

b) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND). Gejala neurologik

yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi

tidak lebih dari seminggu. Pasien akan mengalami pemulihan

sempurna.

c) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke. Gejala neurologik

makin lama makin berat.

d) Completed stroke. Gejala klinis sudah menetap.

3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler.2

a) Sistem karotis

- Motorik : hemiparese kontralateral, disartria

- Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia

- Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis

fugaks

- Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

b) Sistem vertebrobasiler

- Motorik : hemiparese alternans, disartria

- Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia

- Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

23

Page 24: Presus Dani

III.6. Anamnesis

a) Keluhan utama

Pasien stroke umumnya datang dengan keluhan lemas tangan, kaki atau

separuh badan (mengalami defisti neurologis akut fokal maupun global). Atau

mereka bisa datang dengan keadaan penurunan kesadaran.

b) Riwayat penyakit sekarang

Yang perlu ditanyakan adalah sudah sejak kapan lemas dirasakan, apakah

saat bangun tidur kaki/tangannya terasa berat terus beberapa jam kemudian tidak

bisa digerakkan? Atau apakah kaki/tangannya tiba-tiba tidak bisa digerakkan.

Kemudian ditanyakan adakah pasien sempat mengalami penurunan

kesadaran? Adakah pasien pernah mengeluh sakit kepala hebat? Setelah itu pasien

muntah proyektil (muntah tiba-tiba)? Apakah ada gangguan penglihatan.

Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke

hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala

dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik.

Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese,

atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia,

disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun

gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara

bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk

menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat

mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:5

1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak

didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).

2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk

mencari pertolongan.

3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke

seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,

ensefalitis, dan hiponatremia.5

c) Riwayat penyakit dahulu

24

Page 25: Presus Dani

Tanyakan apakah pasien pernah sakit seperti ini sebelumnya? Apakah

punya riwayat darah tinggi, gula darah, masalah kegemukan, perokok hebat, kadar

kolesterol tinggi dalam darah atau lain-lain.

d) Riwayat keluarga

Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang sakit seperti ini? Apakah ada

anggota kelurga yang punya darah tinggi, gula darah, masalah kegemukan,

perokok hebat, kadar kolesterol tinggi dalam darah atau lain-lain.

III.7. Pemeriksaan Fisik

i. Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke

ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,

dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami.

Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk

mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi meningen. Pemeriksaan terhadap faktor

kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan pemeriksaan fundus okuler

(retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan vaskuler

perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan gangguan

kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya sendiri.5

ii. Pemeriksaan Neurologi

Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke,

memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan

menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi.

Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan

status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik

dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan

tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus

dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s

palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu

mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.5,6

Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang

tersumbat:

25

Page 26: Presus Dani

Arteri yang tersumbat Gejala-gejala neurologis yang bisa timbul

i. Arteri serebri media

(MCA)

Gejala-gejalanya antara lain hemiparese

kontralateral, hipestesi kontralateral,

hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan

disfagia. Karena MCA memperdarahi motorik

ekstremitas atas maka kelemahan tungkai atas

dan wajah biasanya lebih berat daripada tungkai

bawah.5,7

ii. Arteri serebri anterior Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga

menyebabkan gangguan bicara, timbulnya

refleks primitive (grasping dan sucking reflex),

penurunan tingkat kesadaran, kelemahan

kontralateral (tungkai bawah lebih berat dari

pada tungkai atas), defisit sensorik kontralateral,

demensia, dan inkontinensia urin.5,7

iii. Arteri serebri posterior Menimbulkan gejala seperti hemianopsia

homonymous kontralateral, kebutaan kortikal,

agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran,

hemiparese kontralateral, gangguan memori.5,7

iv. Arteri vertebrobasiler

(sirkulasi posterior)

Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan

deficit nervus kranialis, serebellar, batang otak

yang luas. Gejala yang timbul antara lain vertigo,

nistagmus, diplopia, sinkop, ataksia, peningkatan

refleks tendon, tanda Babynski bilateral, tanda

serebellar, disfagia, disatria, dan rasa tebal pada

wajah. Tanda khas pada stroke jenis ini adalah

temuan klinis yang saling berseberangan (defisit

nervus kranialis ipsilateral dan defisit motorik

kontralateral).5,7

v. Arteri karotis interna

(sirkulasi anterior)

Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi

yang paling sering adalah bifurkasio arteri

karotis komunis menjadi arteri karotis interna

26

Page 27: Presus Dani

dan eksterna. Adapun cabang-cabang dari arteri

karotis interna adalah arteri oftalmika

(manifestasinya adalah buta satu mata yang

episodik biasa disebut amaurosis fugaks),

komunikans posterior, karoidea anterior, serebri

anterior dan media sehingga gejala pada oklusi

arteri serebri anterior dan media pun dapat

timbul.5,7

vi. Lakunar stroke Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada

arteri perforans kecil di daerah subkortikal

profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20

mm. Gejala yang timbul adalah hemiparese

motorik saja, sensorik saja, atau ataksia. Stroke

jenis ini biasanya terjadi pada pasien dengan

penyakit pembuluh darah kecil seperti diabetes

dan hipertensi.5

III.8. Pemeriksaan Penunjang

a) Gambaran Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin

pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,

trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan

kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.

Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang

memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula

menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).

Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada

pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik

dan antikoagulan.

Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan

penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan

antara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.8

27

Page 28: Presus Dani

b) Gambaran Radiologi

Jenis pemeriksaan Keterangan

i. CT scan kepala

non kontras

Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan

stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik

memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu,

pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari

stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya

mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).5

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus

dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense

regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam

terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan

ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non

hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi

MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.5

ii. CT perfusion Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk

mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan

pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur.

Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.5

iii. CT angiografi

(CTA)

Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT

angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian

arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab

stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena

daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.5

iv. MR angiografi

(MRA)

MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih

awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI

lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang

agak panjang.5

Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR

T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti

Diffusion-Weighted Imaging (DWI) dan Perfussion-Weighted Imaging (PWI)

untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik

28

Page 29: Presus Dani

akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI.

Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat

mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang serupa dengan

CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu

ke waktu serta dibandingkan.5

v. USG, ECG,

EKG,

Chest X-Ray

Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis

atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis.

USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler

proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial,

dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan

pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami

emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi

diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk

mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna

untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.5

III.9 Gejala Klinis

Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskular yang terkena. Hal ini

dapat dijelaskan seperti berikut:1

1) Infark total sirkulasi anterior (karotis):

Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktus kortikospinal).

Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus).

Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya

fungsi visuospasial (hemisfer nondominan).

2) Infark parsial sirkulasi anterior:

Hemiplegia dan hemianopia, atau hanya defisit kortikal saja.

3) Infark lakunar:

Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda

menyebabkan sindrom yang karakteristik, misalnya stroke motorik

murni atau stroke sensorik murni, atau hemiparesis ataksik. Infark

lakunar multipel dapat menyebabkan defisit neurologis multipel

termasuk gangguan kognitif (demensia multi-infark) dan gangguan

29

Page 30: Presus Dani

pola berjalan yang karakteristik seperti langkah-langkah kecil

(marchea petits pas) dan kesulitan untuk mulai berjalan yaitu

apraxia pola berjalan (gait aproxia).

4) Infark sirkulasi posterior (vertebra-basilar):

Tanda-tanda lesi batang otak (misalnya vertigo, diplopia,

perubahan kesadaran).

Hemianopia homonim.

5) Infark medulla spinalis.1

III.10. Patofisiologi

Stroke non hemoragik atau stroke iskemik terjadi karena hilangnya suplai

darah ke salah satu bagian otak dan mengakibatkan terjadinya ischemic cascade.

Ischemic cascade adalah suatu rangkaian reaksi biokimia yang terjadi setelah sel

atau jaringan aerob mengalami iskemi. Iskemi sangat berbahaya bagi sel dan

jaringan, terutama sel saraf yang tidak memiliki cadangan energi yang banyak.

Jaringan otak akan berhenti berfungsi jika tidak mendapat oksigen lebih dari 60-

90 detik. Ketika pembuluh darah serebral terhambat, otak akan kekurangan energi,

sehingga harus melakukan respirasi anaerob di tempat terjadinya iskemi. Proses

ini menghasilkan sedikit energi dan asam laktat yang dapat mengiritasi sel.

Keseimbangan asam basa yang ada di otak akan terganggu dengan adanya asam

laktat. Area iskemi ini disebut "ischemic penumbra".10

ATP tidak dapat diproduksi pada sel otak yang kekurangan oksigen dan

glukosa sehingga sel tidak melaksanakan proses yang seharusnya dilakukan

seperti contohnya pompa ion yang penting untuk kehidupan sel. Hal tersebut

menyebabkan ketidakseimbangan jumlah neurotransmiter glutamat dan kalsium

yang merupakan salah satu penyebab kerusakan sistem saraf. Konsentrasi

glutamat di luar sel saraf seharusnya terjaga dalam jumlah yang kecil yang

dipengaruhi oleh pompa ion. Pompa ion yang tidak dapat bekerja mengakibatkan

reuptake glutamat tidak berjalan dengan lancar. Glutamat bekerja pada reseptor

(terutama NMDA reseptor) di sel saraf untuk menghasilkan influks kalsium ke

dalam sel. Kalsium di dalam sel dapat mengaktifasi enzim yang bisa

menghancurkan protein, lipid, dan materi nuklear sel. Influks kalsium juga akan

30

Page 31: Presus Dani

mengganggu mitokondria sehingga sel semakin kehilangan energi dan memicu

kematian sel melalui apoptosis. Iskemi juga menginduksi produksi radikal bebas

oksigen dan zat reaktif lain. Zat-zat tersebut dapat bereaksi dan merusak berbagai

sel dan jaringan, termasuk jaringan endotelium pembuluh darah.10

Proses tersebut sama pada berbagai iskemi jaringan. Namun, jaringan otak

sangat rentan terhadap proses tersebut karena sel otak tidak memiliki cadangan

nutrisi yang banyak dan sangat tergantung pada respirasi aerob. Selain

mengakibatkan kerusakan sel otak, iskemi dan infark dapat merusak struktur dari

jaringan otak, sawar darah otak, dan pembuluh darah melalui pelepasan matrix

metalloprotease yang merupakan enzim yang tergantung pada zink dan kalsium

yang dapat menghancurkan kolagen, asam hialuronat, dan berbagai elemen dari

jaringan konektif. Adanya zat-zat yang bisa menghancurkan jaringan sangat

berbahaya bagi sawar darah otak. Sawar darah otak yang rusak bisa mengalami

kebocoran sehingga molekul ukuran besar seperti albumin dapat masuk ke dalam

otak. Albumin dapat menarik air ke jaringan otak dari pembuluh darah melalui

osmosis yang disebut juga vasogenic edema. Edema ini akan menyebabkan

kerusakan otak lebih lanjut melalui tekanan pada jaringan otak. Zat lain yang

muncul saat terjadi iskemi adalah radikal bebas yang juga berbahaya bagi sel.

Sistem imun juga akan teraktifasi oleh infark serebral dan dapat memperparah

cedera yang disebabkan infark.10

Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka area

SSP yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral

yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’ yang

tetap viable untuk suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah

baik kembali. Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan:1

i. Edema sitotoksik – akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang

rusak.

ii. Edema vasogenik – akumulasi cairan ekstraselular akibat

perombakan sawar darah otak.

Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa

hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi

struktur-struktur di sekitarnya.1

31

Page 32: Presus Dani

Trombosis arteri (atau vena) pada SSP dapat disebabkan oleh satu atau

lebih dari trias Virchow:1

i. Abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit

degeneratif, dapat juga inflamasi (vaskulitis) atau trauma (diseksi).

ii. Abnormalitas darah, misalnya polisitemia.

iii. Gangguan aliran darah.

Embolisme dapat merupakan komplikasi dari penyakit degeneratif arteri

SSP, atau dapat juga berasal dari jantung. Misalnya pada penyakit katup jantung,

fibrilasi atrium, dan infark miokard yang baru terjadi.1

Penyebab tersering stroke adalah penyakit degeneratif arterial, baik

arterosklerosis pada pembuluh darah besar (dengan tromboemboli) maupun

penyakit pembuluh darah kecil (lipohialinosis). Kemungkinan berkembangnya

penyakit degeneratif arteri yang signifikan meningkat pada beberapa faktor risiko

vaskular seperti umur, riwayat penyakit vaskular dalam keluarga, hipertensi,

diabetes mellitus, tabiat merokok, dan hiperkolesterolemia.1

Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik

dengan cara menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan

insufisiensi aliran darah. Terjadi oklusi mendadak pembuluh darah karena

terjadinya trombus atau peredaran darah ateri. Selain itu, berlaku pembentukan

trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli. Arterosklerosis juga

menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang

kemudian dapat robek. Transformasi infark menjadi suatu perdarahan dapat

berlaku dalam waktu 2-14 hari post serangan stroke biasanya dalam minggu

pertama. Perubahan ini sering terjadi pada stroke kardioembolik dan cenderung

melibatkan area infark yang cukup luas.2,10.

III. 11 Penatalaksanaan

Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan

pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya

pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah

pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya

32

Page 33: Presus Dani

intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko atau keuntungan

dari pemberian terapi trombolitik.3

Penatalaksanaan Umum

i. Airway and breathing

Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau

paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan

intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah

efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya

herniasi otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat

pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien

harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan

analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi yang

dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik adalah adanya

obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.3

ii. Circulation

Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena

dan pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi

mengalami aritmia jantung dan peningkatan biomarker jantung.

Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan terjadinya stroke.3

iii. Pengontrolan gula darah

Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan

prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis.

Pasien dengan normoglikemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang

mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan

hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan

gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target

gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap

gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk

mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.

iv. Posisi kepala pasien

Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih

maksimal jika pasien dalam posisi supinasi. Sayangnya, berbaring

33

Page 34: Presus Dani

terlentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal

hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien

stroke diposisikan terlentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45

derajat.

v. Pengontrolan tekanan darah

Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau

peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan

vasoregulator sehingga hanya bergantung pada mean arterial pressure

(MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah otak.

Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat

berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin

memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti

hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim (TD

sistolik lebih dari 220 mmHg dan TD diastolik lebih dari 120 mmHg) atau

pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.3

Jika pasien tidak direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik,

tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah diastolik

kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka

tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke

serta komplikasinya harus ditangani.

Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara

120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetalol (10-20 mg IV

selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi). Dosis dapat ditingkatkan

atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg.

Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal)

yang dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan dengan

menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal

15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan nitroprusside 0,5

mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian terapi ini adalah

nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.

Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih

185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan

34

Page 35: Presus Dani

antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan

setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan.

Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetalol (10-20 mg IV

selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang dapat

digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis

maksimal 15 mg/jam.

Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus

diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6

jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi

adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk

mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat

diberikan.3

a) TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat

diberikan labetalol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang

selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan

lewat infus hingga 2-8 mg/menit.

b) TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat

diberikan labetalol dengan dosis di atas atau nicardipine infus 5

mg/jam hingga dosis maksimal 15 mg/jam. Penggunaan nifedipin

sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena dapat menyebabkan

hipotensi ekstrim.

vi. Pengontrolan demam

Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam

karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat

menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen

menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai

neuroprotektor.

vii. Pengontrolan edema serebri

Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik

dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke.

Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi

tekanan intrakranial dengan cepat.

35

Page 36: Presus Dani

viii. Pengontrolan kejang

Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah

onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan

terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap

direkomendasikan.3

Penatalaksanaan Khusus

1. Terapi dengan trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara

intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim

proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein

pembekuan lainnya.

Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and

Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3

jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan

10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya

diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati

pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-

PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%.

Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA

pada tahun 1996.3

Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke

Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal

100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah

onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara

keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan.

Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan

dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah

onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat dengan

pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar 8,8%.

Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropah.

Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk

mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala

36

Page 37: Presus Dani

besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi

pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara

objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang

penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study

Group (MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam

waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan

mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut

tidak dianjurkan.3

2. Antikoagulan

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang

mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak

artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark

lakunar atau infark masif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan

penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri

karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang

terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena

pemberian heparin tersebut.3

a) Warfarin: Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan

protein plasma. Waktu paruh plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati,

ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48

jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan:

hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.

b) Heparin: Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir.

Normal terdapat pada sel mast. Cepat bereaksi dengan protein plasma

yang terlibat dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek

vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir

di hati, ekskresi lewat urin. Waktu paruh plasma: 50-150 menit.

Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50000

unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter

garam fisiologis atau glukosa. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood

Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapeutik heparin:

memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi,

37

Page 38: Presus Dani

alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan

antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala

sesuatunya dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu

diberi protamine sulphate dengan IV lambat untuk menetralisir. Dalam

setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg

heparin (100 unit).

3. Hemoreologi

Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan

hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit,

peningkatan kadar fibrinogen dan agregasi abnormal eritrosit, keadaan ini

menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat

yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan

oksigenasi jaringan dengan cara meningkatkan fleksibilitas eritrosit,

menghambat agregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma.

Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah.

Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16 mg/kg/hari, maksimum 1200

mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.3

4. Antiplatelet (antiagregasi trombosit)

a) Aspirin: Obat ini menghambat siklooksigenase, dengan cara

menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang

mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat

pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-

macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari sampai 1000 mg/hari. Obat

ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol.

Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang

merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum.

Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolisis ke asam

salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80

persen. Waktu paruh (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara

konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urin,

tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang

lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri

38

Page 39: Presus Dani

epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga dapat

terjadi sindrom Reye.3

b) Tiklopidin dan clopidogrel

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat

menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan

mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,

mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan

fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-

platelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke

dalam 3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13

persen untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen dengan

penggunaan tiklopidin.

Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4

persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah

putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi

jarang, adalah purpura trombositopenia trombotik dan anemia

aplastik.3

5. Terapi neuroprotektif

Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang

iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi

sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade

iskemik dan jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah

penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada

binatang percobaan maupun pada manusia.

6. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi

pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark

serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus

dilakukan.3

Endarterektomi karotis

39

Page 40: Presus Dani

Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis

interna yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami

stroke di daerah sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis

arteri karotis interna yang sedang hingga berat maka kombinasi

endarterektomi karotis dan aspirin lebih baik daripada penggunaan

aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat

digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi

karotis lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur endarterektomi

berkisar 1-5 persen.

Angioplasti dan sten intraluminal

Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan

vertebral serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga

patensi lumen pada stenosis arteri serebri masih dalam penelitian.

Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman

dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki

resiko untuk terjadi restenosis lebih besar.3

III. 12 KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi

edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.1,8

a) Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi

meskipun agak jarang (10-20%)

b) Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah

indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan.

Manitol dan terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat

40

Page 41: Presus Dani

dimanfaatkan dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam

pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui.

Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka.

Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit,

tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan

dengan penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai

perdarahan hematoma yang memerlukan evakuasi.

c) Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-

stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien

yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi Chronic Seizure

Disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan

cara yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat

neurologic injury.

d) Selain itu, bisa ditemukan pneumonia aspirasi, ulkus decubitus, kontraktur,

konstipasi, masalah dengan pasangan, depresi, jatuh berulang dan fraktur,

spastisitas, dengan nyeri, kontraktur dan kekakuan sendi bahu (frozen

shoulder).

e) Pasien yang mengalami gejala berat, misalnya imobilisasi dengan

hemiplegia berat, rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan

kematian lebih awal, yaitu:1

a) Pneumonia, septikemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran

kernih).

b) Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis, DVT) dan emboli paru.

c) Infark miokard, aritmia jantung, dan gagal jantung.

d) Ketidakseimbangan cairan.

III. 13 PENCEGAHAN

Upaya pencegahan stroke dibagi menjadi tiga seperti berikut:12,13

i. Pencegahan primer (cegah sebelum terkena stroke)

Kontrol faktor resiko yang ada dalam diri kita. Misalnya kita

punya sakit darah tinggi, gula darah, lipid tinggi dan masalah

41

Page 42: Presus Dani

jantung, sebaiknya kita pergi berobat dan kontrol secara teratur

di puskesmas atau rumah sakit berdekatan.

Senaman atau olahraga 3-5 kali seminggu setiap sesi 20 menit

membantu meningkatkan HDL (yaitu lemak “baik”)

Berhenti merokok. Disarankan kepada semua perokok

terutamanya laki-laki usia produktif yang mempunyai tekanan

darah tinggi untuk coba berhenti merokok karena ini mampu

menurunkan resiko terkena stroke. Pada perokok berat agak

susah untuk menurunkan resiko terkena stroke.

Disarankan penderita jantung reumatik atau penderita katup

jantung prosthetic menggunakan antikoagulant.

Pengambilan supplement asam folat untuk menurunkan serum

hemosistein.

ii. Pencegahan sekunder

Kontrol faktor resiko.

Pemberian antikoagulant setelah stroke emboli misalnya

warfarin.

Pemberian antitrombotik untuk mencegah recurrent stroke

digunakan aspirin, clopidogrel atau ticlodipine.8

iii. Pencegahan tertier

Cara merawat pasien pasca stroke di rumah:12,13

o Posisi tangan dan kaki yang lemah dianjalkan dengan

bantal baik saat berbaring atau duduk untuk

memperlancar arus balik darah ke ajntung dan

mencegah terjadinya bengkak edema pada tangan dan

kaki.

o Anggota keluarga membantu pasien melakukan latihan

gerak sendi tangan dan kaki untuk mencegah terjadinya

kekakuan. Bilamana pasien sudah cukup kuat, tangan

pasien yang sehat boleh digunakan untuk melatih

tangan yang lemah dan bila tangan yang lemah sudah

42

Page 43: Presus Dani

cukup kuat, latihan boleh dilakukan dengan tangan yang

lemah itu sendiri.

o Latihan berjalan kembali tanpa alat bantu kecuali bila

sangat diperlukan sesuai anjuran fisioterapis.

o Saat berkomunikasi, anggota keluarga sebaiknya

menyentuh dan menggosok dengan lembut tangan yang

mengalami kelemahan dan memberikan motivasi

kepadanya untuk menggunakan tangan yang lemah saat

beraktifitas sehari-hari.

o Bila pasien mengalami afasia, menghadaplah dan

tataplah wajah pasien, gunakan kalimat yang pendek

dan berikan tekanan pada kata yang penting, gunakan

ekspresi wajah, gerakan tubuh, intonasi bicara yang

benar. Pasien stroke dengan afasia dianjurkan berlatih

dengan terapis wicara secara teratur minimal 2 kali

seminggu.

o Bila pasien mengalami gangguan menelan, pasien harus

didudukkan tegak 60-90 V . Gunakan sendok yang kecil

dan letakkan makanan pada sisi yang sehat. Saat

menelan, leher dan kepala agak ditekukkan untuk

mempermudahkan menutup jalan napas. Anjurkan

pasien untuk menoleh kea rah sisi yang lemah saat

menelan. Pastikan makanan sudah tertelan semua

sebelum memberikan suapan berikutnya. Pertahankan

posisi duduk tegak setengah jam setelah makan.

Pastikan mulut pasien kosong sehabis makan, kemudian

bersihkan mulut dan gigi pasien.

Cara mencegah serangan ulang stroke:13

Mengontrol faktor resiko, olahraga sebaiknya 3-5 kali seminggu minimal 20

menit, diit rendah lemak dan rendah garam, berhenti merokok dan mengelola

stress.

43

Page 44: Presus Dani

III. 14 PROGNOSIS

Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting

adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien,

penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi

prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke

bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan

hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan,

mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat

dari periode akut, sekitar satu setengah sampai dua pertiga kembali fungsi

independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional.11

DAFTAR PUSTAKA

1. Lionel ginsberg. Alih bahasa oleh Indah Retno Wardhani. Stroke. Lecture

Notes: Neurology. Edisi 8. Penerbit Erlangga. 2007. Hal 89-92.

2. Yayan A. Israr. Stroke. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2008.

3. Stroke non hemoragik. 2011. Diunduh dari

http://www.artikelkedokteran.com/527/stroke-non-hemoragik.html.

44

Page 45: Presus Dani

4. A new classification scheme for hypertension based on relative and

absolute risk with implications of treatment reimbursement. 2012.

Diunduh dari

http://hyper.ahajournals.org/content/28/5/719/T1.expansion.html

5. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available

from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview

6. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology

8th Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67

7. Chung, Chin-Sang. Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical

Neurology editor  Christopher G. Goetz. W.B Saunders Company: 1999.

Hal: 10-3

8. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. 2010. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis.

9. Mahendra B, Rachmawati NH. Buku Atasi Stroke dengan Tanaman Obat

10. Salvador Cruz-Flores, Rick Kulkarni. Ischemic stroke. 2011. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview.

11. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi

4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 966-71.

12. Mulyatsih NE, Ahmad A. Petunjuk perawatan pasien pasca stroke di

rumah. 2008: 30-67.

13. Longmore M, Wilkinson IB, Davidson EH, Foulkes A, Mafi AR. Stroke

investigation and prevention. Oxford Handbook of Clinical Medicine.

Edisi ke-8. 2010: 476-9.

45