Cerebral Palsy

25

Click here to load reader

Transcript of Cerebral Palsy

Page 1: Cerebral Palsy

KONSEP DASAR

A. DEFINISI

Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para sarjana. Clark (1964)

mengemukakan, yang dimaksud dengan CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak

pada pusat motorik atau jaringan penghubungnya, yang kekal dan tidak progresif, yang

terjadi pada masa prenatal, saat persalinan atau sebelum susunan saraf pusat menjadi

cukup matur, ditandai dengan adanya paralisis, paresis, gangguan kordinasi atau

kelainan-kelainan fungsi motorik. Pada tahun 1964 World Commission on Cerebral Palsy

mengemukakan definisi CP sebagai berikut : CP adalah suatu kelainan dari fungsi gerak

dan sikap tubuh yang disebabkan karena adanya kelainan atau cacat pada jaringan otak

yang belum selesai pertumbuhannya. Sedangkan Gilroy dkk (1975), mendefinisikan CP

sebagai suatu sindroma kelainan dalam cerebral control terhadap fungsi motorik

sebagai akibat dari gangguan perkembangan atau kerusakan pusat motorik atau

jaringan penghubungnya dalam susunan saraf pusat.

Definisi lain : CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan

tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan), dan merintangi

perkembangan otak normal dengan gambaran klinik yang dapat berubah selama hidup,

dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologik

berupa kelumpuhan spastik, gangguan ganglia basalis dan serebelum.

B. INSIDENSI

Para peneliti dari berbagai negara melaporkan insidensi yang berbeda-beda

yaitu: 1,3 per 1000 kelahiran di Denmark (Erik Hansen); 5 per 1.000 anak di Amerika

Serikat (Gilroy), dan 7 per 100.000 kelahiran di Amerika (Phelps); 6 per 1.000 kelahiran

hidup di Amerika (Ingram, 1955 dan Kurland,1957). Di Indonesia, belum ada data

mengenai insidensi CP. Pada KONIKA V Medan (1981), R. Suhasim dan Titi Sularyo

melaporkan 2,46% dari jumlah penduduk Indonesia menyandang gelar cacat, dan di

antaranya ± 2 juta adalah anak. CP merupakan jenis cacat pada anak yang terbanyak

dijumpai. Di Jaipur, Meenakshi Sharma dkk (1981) menyelidiki 219 CP, 150 di antaranya

Page 2: Cerebral Palsy

adalah laki-laki dan 69 perempuan. Terdiri dari 42 anak umur kurang 1 tahun, 113

antara 1 - 5 tahun, 52 antara 5 - 10 tahun dan 12 di atas 10 tahun.

Angka kejadiannya sekitar 1 – 5 per 1000 anak. Laki-laki lebih banyak dari pada

wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin anak pertama lebih sering

mengalami kesulitan pad waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi

BBLR dan anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.

Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP Sanglah Denpasar, mendapatkan

bahwa 58,3 % penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki, 62,5 % anak

pertama, umur ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5 % berasal dari persalinan spontan

letak kepala dan 75 % dari kehamilan cukup bulan.

C. ETIOLOGI

CP bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP merupakan

group penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai penyebab

yang berbeda. Untuk menentukan penyebab CP, harus digali mengenai hal : bentuk CP,

riwayat kesehatan ibu dan anak, dan onset penyakit

Di USA, sekitar 10 – 20 % disebabkan karena penyakit setelah lahir (prosentase

tersebut akan lebih tinggi pada negara-negara yang belum berkembang). CP dapat juga

merupakan hasil dari kerusakan otak pada bulan-bulan pertama atau tahun-tahun

pertama kehidupan yang merupakan sisa dari infeksi otak, misalnya meningitis bakteri

atau enchepalitis virus, atau merupakan hasil dari trauma kepala yang sering akibat

kecelakaan lalu lintas, jatuh atau penganiayaan anak.

Sebab-sebab yang dapat menimbulkan CP pada umumnnya secara kronologis

dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Prenatal :

gangguan pertumbuhan otak

penyakit metabolisme

penyakit plasenta

penyakit ibu : toksemia gravidarum, toksopiasmosis, rubella, sifilis dan radiasi

Natal :

Page 3: Cerebral Palsy

partus lama

trauma kelahiran dengan perdarahan subdural

prematuritas

penumbungan atau lilitan talipusat

atelektasis yang menetap

aspirasi isi lambung dan usus

sedasi berat pada ibu

Post natal :

penyakit infeksi : ensefalitis

lesi oleh trauma, seperti fraktur tengkorak

hiperbilirubinemia/kernikterus

gangguan sirkulasi darah seperti emboli/trombosis otak

D. FAKTOR RESIKO

Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar

antara lain adalah :

1. Letak sungsang.

2. Proses persalinan sulit.

Masalah vaskuler atau respirasi bayi selamaa persalinan merupakan tanda awal

yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak

berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan

otak permaanen.

3. Apgar score rendah.

Apgar score yang rendah hingga 10 – 20 menit setelah kelahiran.

4. BBLR dan prematuritas.

Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir <>

5. Kehamilan ganda.

6. Malformasi SSP.

Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP

yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut

Page 4: Cerebral Palsy

menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak

dalam kandungan.

7. Perdarahaan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.

Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah

protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya CP pada

bayi.

8. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.

9. Kejang pada bayi baru lahir.

E. NEUROFISIOLOGIK DAN PATOLOGIK

Perubahan neuropatologik pada CP bergantung pada patogenesis, derajat dan

lokalisasi kerusakan dalam susunan saraf pusat (SSP). Semua jaringan SSP peka terhadap

kekurangan oksigen. Kerusakan yang paling berat terjadi pada neuron, kurang pada

neuroglia dan jaringan penunjang (supporting tissue) dan paling minimal pada

pembuluh darah otak. Derajat kerusakan ada hubungannya acute neuronal necrosis

tanpa kerusakan pada neuroglia. Penyembuhan terjadi dengan fagositosis bagian yang

nekrotik, proliferasi neuroglia dan pembentukan jaringan parut yang diikuti dengan

retraksi sekunder. Pada hipoksia yang lebih berat, terjadi kerusakan baik pada neuron

maupun neuroglia, mengakibatkan terjadinya daerah dengan perlunakan,

penyembuhan yang lambat, atrofi dan pembentukan jaringan parut yang luas.

Kerusakan-kerusakan yang paling berat terjadi pada bagian SSP yang sangat peka

terhadap hipoksia yaitu korteks serebri, agak kurang pada ganglia basalis dan

serebelum, sedangkan batang otak dan medula spinalis mengalami kerusakan yang

lebih ringan. Perdarahan ringan oleh trauma persalinan biasanya diabsorpsi tanpa

kerusakan yang menetap. Hematoma subdural yang biasanya unilateral tersering

ditemukan pada bagian verteksi dekat sinus longitudinalis, menyebabkan kerusakan

jaringan otak yang berada di bawahnya oleh karena nekrosis tekanan, menghasilkan

ensefalo malaria yang akhirnya terjadi atrofi dan pembentukan jaringan parut.

Perdarahan intraserebral jarang menghasilkan porencephalic cavity.

Page 5: Cerebral Palsy

Menurut Perlstein dan Barnett, suatu trauma kepala dan perdarahan

intrakranial pada umumnya akan melibatkan sistem piramidal, sedangkan anoksia

terutama mengenai sistem ekstrapiramidal. Manifestasi klinik kelainan ini bergantung

pada hebatnya dan lokalisasi lesi yang terjadi, apakah ia di korteks serebri, ganglia

basalis ataukah di serebelum. Kernikterus menyebabkan kerusakan pada masa nukleus

yang dalam, ditandai dengan warna kuning, kerusakan berupa nekrosis dan lisis neuron

yang diikuti dengan proliferasi neuroglia dan pengerutan yang hebat. Pada kelainan

bawaan otak, misalnya agenesis/hipogenesis bagian-bagian otak dan hidrosefalus, akan

terjadi gangguan perkembangan.

F. GAMBARAN KLINIS DAN KLASIFIKASI

Manifestasi klinik CP bergantung pada lokalisasi dan luasnya jaringan otak yang

mengalami kerusakan, apakah pada korteks serebri, ganglia basalis atau serebelum.

Dengan demikian secara klinik dapat dibedakan 3 bentuk dasar gangguan motorik pada

CP, yaitu : spastisitas, atetosis dan ataksia.

1. Spastisitas.

Spastisitas terjadi terutama bila sistem piramidal yang mengalami kerusakan,

meliputi 50--65% kasus CP. Spastisitas ditandai dengan hipertoni, hiperrefleksi,

klonus, refleks patologik positif. Kelumpuhan yang terjadi mungkin monoplegi,

diplegi/hemiplegi, triplegi atau tetraplegi. Kelumpuhan tidak hanya mengenai

lengan dan tungkai, tetapi juga otot-otot leher yang berfungsi menegakkan kepala.

2. Atetosis.

Atetosis meliputi 25% kasus CP, merupakan gerakan-gerakan abnormal yang timbul

spontan dari lengan, tungkai atau leher yang ditandai dengan gerakan memutar

mengelilingi sumbu "kranio-kaudal", gerakan bertambah bila dalam keadaan emosi.

Kerusakan terletak pada ganglia basalis dan disebabkan oleh asfiksi berat atau

jaundice.

3. Ataksia.

Page 6: Cerebral Palsy

Bayi/anak dengan ataksia menunjukkan gangguan koordinasi, gangguan

keseimbangan dan adanya nistagmus. Anak berjalan dengan langkah lebar,

terdapatintention tremor meliputi ± 5%. Lokalisasi lesi yakni di serebelum.

4. Rigiditas.

Merupakan bentuk campuran akibat kerusakan otak yang difus. Di samping gejala-

gejala motorik, juga dapat disertai gejala-gejala bukan motorik, misalnya gangguan

perkembangan mental, retardasi pertumbuhan, kejang-kejang, gangguan

sensibilitas, pendengaran, bicara dan gangguan mata.

5. Gangguan Pendengaran

Terdapat pda 5 – 10 % anak dengan Cerebral Palsy. Gangguan berupa kelainan

neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.

6. Gangguan Bicara

Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang

terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-

otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak

berliur.

7. Gangguan Mata

Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Pada

keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25 % penderita Cerebral

Palsy menderita kelainan mata.

G. KLASIFIKASI

Berdasarkan manifestasi klinik CP, American Acedemy for Cerebral Palsy

mengemukakan klasifikasi sebagai berikut.

Klasifikasi neuromotorik

1. Spastik, ialah adanya penambahan pada stretch reflex dan deep tendon reflex

meninggi pada bagian-bagian yang terkena.

2. Atetosis, karakteristik ialah gerakan-gerakan lembut menyerupai cacing, involunter,

tidak terkontrol dan tidak bertujuan.

Page 7: Cerebral Palsy

3. Rigiditas. Jika bagian yang terkena digerakkan akan ada tahanan kontinu, baik dalam

otot agonis maupun antagonis. Menggambarkan adanya sensasi membongkokkan

"pipa timah" (lead pipe rigidity).

4. Ataksia. Menunjukkan adanya gangguan keseimbangan dalam ambulasi.

5. Tremor. Gerakan-gerakan involunter, tidak terkendali, reciprocal dengan irama yang

teratur.

6. Mixed.

Distribusi topografik dari keterlibatan neuromotorik

1. Paraplegi. Yang terkena ialah ekstremitas inferior, selalu tipe spastik.

2. Hemiplegi. Terkena hanya 1 ekstremitas inferior dan 1 superior pada pihak yang

sama. Hampir selalu spastik, kadang-kadang ada yang atetosis.

3. Triplegi. Terkena 3 ekstremitas, biasanya spastik.

4. Quadriplegi atau tetraplegi. Terkena semua ekstremitas.

Klasifikasi berdasarkan beratnya. lalah berdasarkan beratnya keterlibatan neuromotorik

yang membatasi kemampuan penderita untuk menjalankan aktifitas untuk keperluan

hidup (activities of daily living).

1. Ringan. Penderita tidak memerlukan perawatan oleh karena ia tidak mempunyai

problema bicara dan sanggup mengerjakan keperluan sehari-hari dan dapat

bergerak tanpa memakai alat-alat penolong.

2. Sedang. Penderita memerlukan perawatan oleh karena ia tidak cakap untuk

memelihara diri, ambulasi dan bicara. Ia memerlukan brace dan alat-alat penolong

diri.

3. Berat. Penderita memerlukan perawatan. Derajat keterlibatan demikian hebat,

sehingga prognosis untuk memelihara diri, ambulasi dan bicara adalah jelek.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis dini dan tepat adanya lesi di otak sangat penting sebagai dasar dalam

seleksi prosedur-prosedur terapeutik yang akan diambil. Pada anamnesis perlu

diketahui mengenai riwayat prenatal, persalinan dan post natal yang dapat dikaitkan

dengan adanya lesi otak. Tahap-tahap perkembangan fisik anak harus ditanyakan,

Page 8: Cerebral Palsy

umpamanya kapan mulai mengangkat kepala, membalik badan, duduk, merangkak,

berdiri dan berjalan.

Pada pemeriksaan fisik diperhatikan adanya spastisitas lengan/tungkai, gerakan

involunter, ataksia dan lain-lain. Adanya refleks fisiologik seperti refleks moro dan tonic

neck reflex pada anak usia 4 bulan harus dicurigai adanya CP, demikian pula gangguan

penglihatan, pendengaran, bicara dan menelan, asimetri dari kelompok otot-otot,

kontraktur dan tungkai yang menyilang menyerupai gunting.

DIAGNOSIS BANDING

CP perlu dibedakan dengan : proses degenerasi SSP, miopati, neuropati, tumor medula

spinalis, tumor otak, hidrosefalus, poliomielitik atipik, idiocy, trauma otak atau saraf

perifer, korea sydenham s, subdural higroma dan tumor intrakranial.

I. PEMERIKSAAN KHUSUS

Untuk menyingkirkan diagnosis banding maupun untuk keperluan penanganan

penderita, diperlukan beberapa pemeriksaan khusus. Pemeriksaan yang sering

dilakukan, ialah :

1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis CP

ditegakkan.

2. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan suatu proses degeneratif. Pada

CP likuor serebrospinalis normal.

3. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang atau pada

golongan hemiparesis baik yang berkejang maupun yang tidak.

4. Foto kepala (X-ray) dan CT Scan.

5. Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pendidikan yang

diperlukan.

6. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain retardasi mental.

Selain pemeriksaan di atas, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan arteriografi dan

pneumoensefalografi individu. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, penderita CP

perlu ditangani oleh suatu Team yang terdiri dari: dokter anak, ahli saraf, ahli jiwa, ahli

bedah tulang, ahli fisioterapi, occupational therapist,guru luar biasa, orang tua

Page 9: Cerebral Palsy

penderita dan bila perlu ditambah dengan ahli mata, ahli THT, perawat anak dan lain-

lain.

J. PENATALAKSANAAN

Pada umumnya penanganan penderita CP meliputi :

1. Redukasi dan rehabilitasi.

Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu

mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan

perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga

disampaikan kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat

merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan

perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Fisio terapi bertujuan untuk

mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan untuk memperoleh

keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisio terapi ini harus

segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi

penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk

sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisio terapi dilakukan sepanjang hidup

penderita. Selain fisio terapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan tingkat

inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-

sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech

therapy dan occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita.

Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan

kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana

normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu

pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya.

2. Psiko terapi untuk anak dan keluarganya.

Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering menyertai CP, maka

psiko terapi perlu diberikan, baik terhadap penderita maupun terhadap

keluarganya.

3. Koreksi operasi.

Page 10: Cerebral Palsy

Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang

antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi

lebih sering dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering

dilakukan pada anggota gerak bawah dibanding -dengan anggota gerak atas.

Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah

operasi itu dilakukan pada saraf motorik, tendon, otot atau pada tulang.

4. Obat-obatan.

Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah

laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang.

Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang memeerkan hasil yang

baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini

kurang berhasil. Demikian pula obat muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan

tonus otot pada CP tipe spastik dan atetosis. Pada penderita dengan kejang

diberikan maintenance anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya,

misalnya luminal, dilantin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang

berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau mogadon

dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine)

diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan

dextroamphetamine 5 -- 10 mg pada pagi hari dan 2,5 -- 5 mg pada waktu tengah

hari.

K. PENCEGAHAN

Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat dicegah dengan jalan

menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal dan

post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih banyak pula

yang sulit untuk dihindari. "Prenatal dan perinatal care" yang baik dapat menurunkan

insidens CP. Kernikterus yang disebabkan "haemolytic disease of the new born" dapat

dicegah dengan transfusi tukar yang dini, "rhesus incompatibility" dapat dicegah dengan

pemberian "hyperimmun anti D immunoglobulin" pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus

Page 11: Cerebral Palsy

negatif. Pencegahan lain yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera pada keadaan

hipoglikemia, meningitis, status epilepsi dan lain-lain.

L. PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : berat ringannya CP,

cepatnya diberi pengobatan, gejala-gejala yang menyertai CP, sikap dan kerjasama

penderita, keluarganya dan masyarakat. Menurut Nelson WE dkk (1968), hanya

sejumlah kecil penderita CP yang dapat hidup bebas dan menyenangkan, namun Nelson

KB dkk (1981) dalam penyelidikannya terhadap 229 penderita CP yang.didiagnosis pada

usia 1 tahun, ternyata setelah berumur 7 tahun 52% di antaranya telah bebas dari

gangguan motorik. Dilaporkan pula bahwa bentuk CP yang ringan, monoparetik, ataksik,

diskinetik dan diplegik yang lebih banyak mengalami perbaikan. Penyembuhan juga

lebih banyak ditemukan pada golongan anak kulit hitam dibanding dengan kulit putih. Di

negara maju, misalnya diInggris dan Scandinavia, terdapat 20--25% penderita CP bekerja

sebagai buruh harian penuh dari 30--50% tinggal di" Institute Cerebral Palsy". Makin

banyak gejala penyerta dan makin berat gangguan motorik, makin buruk prognosis.

Umumnya inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis, makin cerdas makin baik

prognosis. Penderita yang sering kejang dan tidak dapat diatasi dengan anti kejang

mempunyai prognosis yang jelek. Pada penderita yang tidak mendapat pengobatan,

perbaikan klinik yang spontan dapat terjadi walaupun lambat. Dengan seringnya anak

berpindah-pindah tempat, anggota geraknya mendapat latihan bergerak dan

penyembuhan dapat terjadi pada masa kanak-kanak. Makin cepat dan makin intensif

pengobatan maka hasil yang dicapai makin lebih baik. Di samping faktor-faktor tersebut

di atas, peranan orang tua/keluarga dan masyarakat juga ikut menentukan prognosis.

Makin tinggi kerjasama dan penerimaannya maka makin baik prognosis.

Page 12: Cerebral Palsy

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Biodata

Laki-laki lebih banyak dari pada wanita.

Sering terjadi pada anak pertama è kesulitan pada waktu melahirkan.

Kejadin lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar.

Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.

2. Riwayat kesehatan.

Riwayat kesehaataan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post

natal serta keadaan sekitar kelaahiran yang mempredisposisikan anoksia janin.

3. Keluhan dan manifestasi klinik

Observasi adanya manivestasi cerebral palsy, khususnya yang berhubungan dengan

pencapaian perkembangan :

Perlambatan perkembangan motorik kasar

Manifestasi umum, pelambatan pada semua pencapaian motorik, meningkat

sejalan dengan pertumbuhan.

Tampilan motorik abnormal

Penggunaan tangan unilateral yang terlaalu dini, merangkaak asimetris

abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter atau tidak terkoordinasi,

menghisap buruk, kesulitan makaan, sariawan lidah menetap.

Perubahan tonus otot

Peningkatan ataau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur opistotonik

(lengkung punggung berlebihan), merasa kaku dalam memegang atau

berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok, kaku atau tidak menekuk

pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke posisi duduk (tanda awal).

Posture abnormal

Mempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada posisi telungkup,

menyilangkan ataau mengekstensikan kaki dengan telapak kaki plantar fleksi

Page 13: Cerebral Palsy

pada posisi telentang, postur tidur dan istirahat infantile menetap, lengan

abduksi pada bahu, siku fleksi, tangan mengepal.

Abnormalitas refleks

Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia berapa pun,

tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan menggenggam

menetaap atau hiperaktif, Hiperefleksia, klonus pergelangan kaki dan reflek

meregang muncul pada banyak kelompok otot pada gerakan pasif cepat.

Kelainan penyerta (bias ada, bisa juga tidak).

Pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada kira-kira dua

pertiga individu).

Kerusakan perilaku dan hubungan interpersonal

Gejala lain yang juga bisa ditemukan pada CP:

Kecerdasan di bawah normal

Keterbelakangan mental

Kejang/epilepsi (terutama pada tipe spastik)

Gangguan menghisap atau makan

Pernafasan yang tidak teratur

Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya menggapai sesuatu,

duduk, berguling, merangkak, berjalan)

Gangguan berbicara (disartria)

Gangguan penglihatan

Gangguan pendengaran

Kontraktur persendian

Gerakan menjadi terbatas.

4. Pemeriksaan penunjang

(Bisa dilihat pada konsep dasar).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut.

Page 14: Cerebral Palsy

2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas.

3. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan ketidak mampuan mengontrol

gerakan sekunder terhadap spastisitas.

4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengaan kerusakaan kemampuan untuk

mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial

sekunder adanya rigiditas.

C. INTERVENSI, RASIONAL DAN EVALUASI

1. Resiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut.

Tujuan :

Anak berpartisipasi dalam aktivitas makan sesuai kemampuannya

Anak mengkonsumsi jumlah yang cukup

Intervensi :

a. Berikan nutrisi dengan cara yang sesuai dengan kondisi anak

Catat masukan dan haluaran

Pantau pemberian makan intravena (bila diinstruksikan)

Berikan formula makanan yang ditentukan dengan selang nasogastrik (sesuai

indikasi)

Berika anak beberapa otonomi dalam cara makan pasif

Baringkan pasien dengan kepala tempat tidur 30-45 derajat, posisi duduk dan

menegakkan leher

R/ posisi ideal saat makan sehingga menurunkan resiko tersedak Libatkan dalam

pemilihan makanan dan urutan makan yang dihidangkan (dalam batasan diet

dan nutrisi)

b. Berikan makanan semipadat dan cairan melalui sedotan untuk anak yang

berbaring pada posisi telungkup

R/ mencegah aspirasi dan membuat makan/minum menjadi lebih mudah

Berikan makanan daan kudapaan tinggi kalori dan tinggi protein memenuhi

kebutuhan tubuh untuk metabolisme dan pertumbuhan

Page 15: Cerebral Palsy

c. Beri makanan yang disukai anak

R/ mendorong anak agar mau makan

d. Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi mis.susu bubuk atau suplemen yang

lain

R/ memaksimalkan kualitas asupan makanan

e. Pantau berat badan dan pertumbuhan

R/ intervensi pemberian nutrisi tambahan dapat diimpementasikan bila

pertumbuhan mulai melambat dan berat badan menurun

f. Lakukan higiene oral setiap 4 jam dan setelah makan

Evaluasi :

Klien mendapat masukan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolismenya.

2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas.

Tujuan :

Klien mempertahankan integritas kulit.

Intervensi :

a. Kaji kulit setiap 2 jam dan prn terhadap area tertekan, kemerahan dan pucat.

R/ pengkajian yang tepat dan lebih dini akan cepat pula penanganan terbaik

pada masalah yang terjadi pada klien

b. Tempatkan anak pada permukaan yang mengurangi tekanan

R/ mencegaah kerusakan jaringan dan nekrosis karena tekanan

c. Ubah posisi dengan sering, kecuali jika dikontraindikasikan

R/ mencegah edema dependen dan merangsang sirkulasi

d. Lindungi titik-titik tekanan (misalnya : trikanter, sakrum, pergelangaan kaki,bahu

dan oksiput)

e. Pertahankan kebersihan kulit dan kulit dalam keadaan kering

f. Berikan cairan yang adekuat untuk hidrasi

g. Berikan masukan makanan dengan jumlah protein dan karbohidrat yang

adekuat.

Page 16: Cerebral Palsy

Evaluasi :

Kulit klien tetap keadaan utuh, bersih dan kering

3. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan ketidak mampuan mengontrol

gerakan sekunder terhadap spastisitas.

Tujuan :

Klien tidak mengalami cedera fisik

Intervensi :

Berikan lingkungan fisik yang aman :

a. Beri bantalan pada perabot.

R/ untuk perlindungan.

b. Pasang pagar tempat tidur.

R/ untuk mencegah jatuh.

c. Kuatkan perabot yang tidak licin.

R/ untuk mencegah jatuh.

d. Hindari lantai yang disemir dan permadani yang berantakan.

R/ untuk mencegah jatuh.

e. Pilih mainan yang sesuai dengan usia dan keterbatasan fisik.

R/ untuk mencegah cedera.

f. Dorong istirahat yang cukup.

R/ karena keletihan dapat meningkatkan resiko cedera.

g. Gunakan restrein bila anak berada dikursi atau kendaraan.

h. Lakukan teknik yang benar untuk menggerakkan, memindahkan daan

memanipulasi bagian tubuh yang paralisis.

i. Implementasikan tindakan keamanan yang tepat untuk mencegah cedera

termal.

R/ terdapat kehilangan sensasi pada area yang sakit.

j. Berikan helm pelindung pada anak yang cenderung jatuh dan dorong untuk

menggunakannya.

R/ mencegah cedera kepala.

Page 17: Cerebral Palsy

k. Berikan obat anti epilepsi sesuai ketentuan.

R/ mencegah kejang.

Evaluasi :

Keluarga memberikan lingkungan yang aman untuk anak.

Anak bebas dari cedera.

4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengaan kerusakaan kemampuan

untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial

sekunder adanya rigiditas.

Tujuan :

Klien melakukaan proses komunikasi dalam batas kerusakan.

Intervensi :

a. Beri tahu ahli terapi wicara dengan lebih dini

R/ sebelum anak mempelajari kebiasaan komunikasi yang buruk.

b. Bicara pada anak dengan perlahan

R/ memberikan waktu padaa anak untuk memahami pembicaraan

c. Gunakan artikel dan gambar

R/ menguatkan bicara adaan mendorong pemahaman

d. Gunakan teknik makan

R/ membantu memudahkan bicara seperti menggunakan bibir, gigi dan

berbagai gerakan lidah.

e. Ajari dan gunakan metode komunikasi non-verbal (mis.,bahasa isyarat) untuk

anak dengan disartria berat.

f. Bantu keluarga mendapatkan alat elektronik untuk memudahkan komunikasi

non-verbal (mis., mesin tik, microkomputer dengan pengolah suara).

Page 18: Cerebral Palsy

REFERENSI