Case Stroke
-
Upload
aristhavira -
Category
Documents
-
view
33 -
download
2
Transcript of Case Stroke
CASE
STROKE ISKEMIK
PEMBIMBING : dr. Fritz Sumantri, Sp. S
DISUSUN OLEH :
ARISTA STHAVIRA
030.08.042
KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF
RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN FATMAWATI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 25 FEBRUARI – 31 MARET 2013
1
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Umur : 73 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Ciputat
Tanggal berobat ke Poli : 28 Februari 2013
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 28 Februari 2013 jam 11.00 bertempat
di Poli Saraf RSUP Fatmawati dengan Autoanamnesis dengan pasien dan
Alloanamnesis bersama istri pasien.
C. Keluhan Utama
Mendadak lemah pada tubuh sisi kiri sejak 7 hari SMRS.
D. Keluhan Tambahan
Bicara cadel dan mulut menjadi mencong.
E. Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli Saraf RSUP Fatmawati dengan keluhan lemah pada
tubuh sisi kiri sejak 7 hari SMRS. Lemah dirasakan mendadak pada sore hari saat
pasien beristirahat di sofa setelah pulang mengemudi. Kelemahan awalnya lebih
dirasakan pada kaki kiri, tetapi setengah jam kemudian tangan kiri juga mulai
terasa lemah, serta bicara menjadi cadel namun komunikasi masih baik dan mulut
juga dirasakan mencong sehingga makan dan minum menjadi sulit. Kesemutan,
rasa baal, dan rasa panas seperti terbakar disangkal. Pasien juga menyangkal
2
adanya sakit kepala, muntah, kejang dan penurunan kesadaran. Pengelihatan
ganda, gangguan penciuman dan gangguan pendengaran juga disangkal.
Saat serangan tersebut muncul, pasien langsung berobat ke klinik 24 jam,
diberi obat (pasien tidak ingat nama obat dan obat tidak dibawa) lalu Pasien
pulang dan tidak dianjurkan untuk dirawat di RS. Setelah seminggu Pasien
merasa sedikit ada perbaikan, kelemahan berkurang, bicara cadel dan mulut
mencong juga ada perbaikan, tetapi Pasien berinisiatif untuk berobat ke Poli
Saraf.
F. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat stroke sebelumnya. Pasien juga
menyangkal adanya riwayat darah tinggi, kencing manis dan penyakit jantung.
G. Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga tidak ada yang menderita hal yang serupa dengan pasien.
Riwayat darah tinggi, kencing manis dan penyakit jantung dalam keluarga juga
disangkal.
H. Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi alkohol, sering makan
makanan berlemak dan jarang berolahraga. Pasien mengaku pernah merokok
sejak usia 20 tahun, tetapi tidak terus menerus dan sudah berhenti sejak 10 tahun
yang lalu.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 28 Februari 2013
Keadaan umum
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Status gizi : Cukup
Sikap pasien : Kooperatif pada saat pemeriksaan
Tanda vital
Tekanan darah : 160/100 mmHg (MABP : 120)
3
Suhu : 36,0 oC
Pernafasan : 20 x / menit
Nadi : 72 x / menit
Status Generalis
Kepala
Bentuk : Normochepali
Rambut : hitam beruban dan sedikit ikal, distribusi merata, allopecia (-)
Wajah : Simetris, pucat (-), ikterik (-), petekie (-)
Mata : Pupil bulat isokor Ø 3 mm, edema kelopak mata (-/-),
CA (-/-), SI (-/-), sekret (-/-), exopthalmus (-/-), ptosis (-/-)
RCL (+/+), RCTL (+/+)
Telinga : Bentuk normal, nyeri tekan tragus (-/-), pendengaran (+)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret -/-, mukosa hidung tidak hiperemis
Gigi Mulut : Bibir kering (-), gusi berdarah (-)
Lidah : Lidah kotor (-), tremor (-), mukosa lidah hiperemis (-)
Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar
JVP 5-2cmH20
Kelenjar tiroid tidak teraba, trakea simetris ditengah
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Gerak dada simetris, retraksi intercostal (-/-)
Palpasi : Vocal fremitus sama kuat pada kedua hemitorak (+/+)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), whezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Teraba di sela iga V garis midklavikula sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS III linea midclavicula sinistra
Batas kanan : ICS III-V linea parasternal dextra
Batas kiri : ICS V 2 cm lateral midclavicula sinistra
4
Auskultasi : Bunyi jantung 1-2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Dinding abdomen buncit, jaringan parut (-)
Palpasi : Supel (+), Nyeri tekan epigastrium (-), Nyeri lepas (-), defans
muskular (-), Hepar lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) 5x/menit
Ekstremitas
Atas : akral hangat, palmar eritema -/-, edema -/-
Bawah : akral hangat, edema -/-
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : Compos mentis
Kuantitatif : GCS 15 (E4V5M6)
Orientasi : Baik
Jalan pikiran : Baik
Kecerdasan : Baik
Kemampuan bicara : Menurun
Gerakan abnormal : Tidak ada
Tanda rangsang Meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Kernig : (-)
Laseque : (-)
Peningkatan tekanan intrakranial :
Penurunan kesadaran : (-)
Muntah proyektil : (-)
Sakit kepala : (-)
5
Edema papil : tidak dilakukan pemeriksaan
Saraf Kranial
Nervus I Olfaktorius : Normosomia
Nervus II Optikus
Kanan Kiri
Daya Penglihatan Baik Baik
Pengenalan Warna Baik Baik
Lapang Pandang Normal Normal
Tes konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus Okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducen)
Kanan Kiri
Ptosis Negatif Negatif
Gerak mata ke nasal Baik Baik
Gerak mata ke atas Baik Baik
Gerak mata ke bawah Baik Baik
Gerak mata ke temporal Baik Baik
Gerak mata ke nasal atas Baik Baik
Gerak mata ke nasal bawah Baik Baik
Gerak mata ke temporal atas Baik Baik
Gerak mata ke temporal bawah Baik Baik
Ukuran pupil Normal Normal
Bentuk pupil Bulat, isokor Bulat, isokor
Reflek cahaya langsung + +
Reflek cahaya ≠ langsung + +
Reflek akomodatif + +
Diplopia - -
N. V. Trigeminus
Kanan Kiri
Menggigit Baik Baik
6
Membuka mulut Baik Baik
Sensibilitas ophtalmik Baik Baik
Sensibilitas maxilla Baik Baik
Sensibilitas mandibula Baik Baik
Reflek kornea Baik Baik
N. VII Fasialis
Kanan Kiri
Kerutan kulit dahi + +
Mengangkat alis + +
Memejamkan mata + +
Menyeringai + -
Menggembungkan pipi + -
Mencucukan bibir + -
Daya kecap lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. VIII (Vestibulo cochlearis)
Vestibuler
Vertigo : (-)
Nistagmus : (-)
Cochlear
Tuli Konduktif : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tuli perseptif : Tidak dilakukan pemeriksaan
N. IX, X (Glossofaringeus, Vagus)
Arkus farings
Uvula
Simetris
Simetris ditengah
Daya kecap lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan
Reflek muntah Tidak dilakukan
Menelan Baik
N. XI Aksesorius
Kanan Kiri
Memalingkan kepala Bisa melakukan Bisa melakukan
7
Mengangkat bahu + +
Trofi otot bahu Eutrofi eutrofi
N. XII Hipoglossus
Sikap lidah Normal
Artikulasi Tidak jelas, tidak bisa menyebut huruf “R”
Tremor lidah Negatif
Menjulurkan lidah Deviasi ke kiri
Kekuatan lidah Tidak dilakukan
Fasikulasi lidah Negatif
Ekstremitas superior
Lengan atas Lengan bawah Tangan Jari-jari
Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri
Kekuatan 5 4 5 4 5 4 5 4
Ekstremitas inferior
Tungkai atas Tungkai bawah Kaki Jari-jari
Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri
Kekuatan 5 4 5 4 5 4 5 4
Gerakan involunter :
Tremor : - -
Chorea : - -
Ballismus : - -
Athetose : - -
Reflek fisiologis
Extremitas superior Kanan Kiri
Biceps +2 +3
Triceps +2 +3
Ekstremitas inferior
Patella +2 +3
Achilles +2 +3
8
Reflek fisiologis
Extremitas superior Kanan Kiri
Biceps +2 +3
Triceps +2 +3
Ekstremitas inferior
Patella +2 +3
Achilles +2 +3
Refleks Patologis
Ekstremitas superior Kanan Kiri
Hoffman Tromner : - -
Ekstremitas inferior
Babinsky : - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaeffer : - -
Gonda : + +
Klonus patella : - -
Klonus achilles : - -
Fungsi Keseimbangan dan Koordinasi
Test Rhomberg : tidak dilakukan
Jari-jari : tidak dilakukan
Jari-hidung : bisa dilakukan
Tumit lutut : bisa dilakukan
Fungsi Vegetatif
Miksi : +
Inkontinensia urine : -
Defekasi : +
Inkontinensia alvi : -
9
Fungsi Luhur
Astereognosia : -
Apraksia : -
Afasia : -
Keadaan Psikis
Intelegensia : baik
Demensia : (-)
Tanda regresi : (-)
III. RESUME
Pada anamnesis didapatkan:
Seorang laki- laki berusia 73 tahun datang dengan keluhan kelemahan
pada tubuh sisi kiri sejak 7 hari SMRS yang terjadi secara mendadak. Pasien juga
mengeluh mulut mencong sehingga makan dan minum menjadi sulit dan bicara
menjadi cadel namun komunikasi masih baik. Sakit kepala, muntah, kejang dan
penurunan kesadaran disangkal. Pasien sempat berobat ke klinik 24 jam dan tidak
dirawat di RS.
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan:
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Suhu : 36,0 oC
Pernafasan : 20 x / menit
Nadi : 72 x / menit
Pada status neurologis, ditemukan keadaan pasien sebagai berikut :
GCS : E4 V5 M6
Mata : Pupil bulat isokor, RCL : +/+, RCTL :+/+
TRM : Kaku kuduk (-), Laseq (>70/>70), Kernigue (>135/>135),
Brudzinsky I dan II (-)
Nervus Cranialis : Paresis N. VII sinistra sentral dan paresis N. XII sinistra
sentral
Motorik :
10
5555 4444
5555 4444
Kesan hemiparesis sinistra
Sensorik : Baik
Otonom : Baik
Refleks fisiologis :
Refleks Patologis : - / + (Gonda)
IV. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinis : Hemiparesis sinistra, paresis N.VII dan XII sinistra
sentral
Diagnosis Topis : Upper motor neuron
Diagnosis Etiologis : Stroke Iskemik
V. PENATALAKSANAAN
- Adalat Oros 1 x 30 mg
- Ascardia 1 x 80 mg
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Asam Folat 1 x 1
VI. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
11
+2 +3
+2 +3
Definisi stroke menurut WHO 1986, PERDOSSI, 1999 adalah
manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik lokal maupun
menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari
24 jam atau berakhir dengan maut tanpa diketemukan penyebabnya selain
gangguan vaskular.
Adapun penyakit atau kelainan dan penyakit pembuluh darah otak,
yang mendasari terjadinya stroke, misalnya arteriosklerosis otak, aneurisma,
angioma pembuluh darah otak dan sebagainya disebut penyakit peredaran
darah otak (cerebrovaskular disease/ CVD).
II. EPIDEMIOLOGI
Kegawatdaruratan neurologi yang masih menyebabkan kematian
tertinggi adalah stroke. Di negara industri penyakit stroke umumnya
merupakan penyebab kematian nomor tiga pada kelompok usia lanjut, setelah
penyakit jantung dan kanker. Di Indonesia stroke merupakan salah satu
penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama. Stroke paling
banyak menyebabkan orang cacat pada kelompok usia 45 tahun akibat
beberapa faktor resiko. Banyak penderitanya yang menjadi cacat, menjadi
invalid, tidak mampu lagi mencari nafkah seperti sedia kala, menjadi
tergantung kepada orang lain dan tidak jarang menjadi beban bagi
keluarganya.
Faktor resiko yang potensial bisa dikendalikan pada penyakit stroke
diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus,
hiperkolesterol dan lifestyle. Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak
hanya 2 ½ % dari berat badan seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkannya
hampIr mencapai 20% dari kebutuhan badan seluruhnya. Oksigen ini di
peroleh dari darah. Di otak sendiri hampIr tidak ada cadangan oksigen.
Dengan demikian otak sangat bergantung kepada keadaan aliran darah setiap
saat. Bila suplai oksigen terputus selama 6 – 8 detik, maka terjadi gangguan
fungsi otak. Bila lebih lama dari 6 – 8 menit terjadi jejas (lesi) yang tidak pulih
lagi dan kemudian kematian.
III. FAKTOR RESIKO
12
Stroke perlu dan harus di cegah. Stroke dapat di cegah, setidak-
tidaknya dapat diundurkan munculnya. Faktor resiko bagi stroke ialah
kelainan atau penyakit yang membuat seseorang lebih rentan terhadap
serangan stroke.
Faktor- faktor resiko yang kuat (mayor) :
1. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
2. Penyakit jantung
a. Infark miokard
b. Elektrokardiogram abnormal : disritmia, hipertrofik bilik kiri.
c. Penyakit katup jantung
d. Gagal jantung kongestif
3. Sudah ada manifestasi arterosklerosis secara klinis
a. Gangguan pembuluh darah koroner (angina pectoris).
b. Gangguan pembuluh darah karotis (terdapat bising di karotis)
c. Lain-lain : klaudikasio intermitten, denyut nadi di perifer tidak ada
4. Diabetes melitus
5. Polisitemia
6. Pernah mendapat stroke
7. Merokok
Faktor- faktor resiko yang lemah (minor) :
1. Kadar lemak yang tinggi di darah.
2. Hematokrit yang tinggi
3. Kegemukan
4. Kadar asam urat tinggi.
5. Kurang gerak badan / olah raga
6. Fibrinogen tinggi
IV. KLASIFIKASI STROKE
Berdasarkan patologi :
1. Stroke Iskemik
2. Stroke Hemoragik
Berdasarkan perjalanan penyakit :
13
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND)
3. Stroke in evolution
4. Completed stroke
TRANSIENT ISCHEMIC ATTACK (TIA)
Merupakan defisit neurologis karena gangguan peredaran darah di otak
yang pulih sempurna gejalanya dalam waktu kurang dari 24 jam, tapi terjadi
secara tiba-tiba.
REVERSIBLE ISCHEMIC NEUROLOGIC DEFICIT
Merupakan defisit neurologis karena gangguan peredaran darah di otak
yang sembuh sempurna gejalanya dalam waktu lebih dari 24 jam, dan ke arah
penyembuhan.
STROKE IN EVOLUTION
Merupakan defisit neurologis karena gangguan peredaran darah di otak
yang bertambah parah dalam hal jumlah anggota gerak yang terlibat, atau
dalam derajat kelumpuhannya. Umumnya berhubungan dengan
atherosklerosis.
COMPLETED STROKE
Merupakan defisit neurologis karena gangguan peredaran darah diotak,
dan sifatnya menetap (tidak mengalami perubahan kemajuan atau
kemunduran)
STROKE ISKEMIK
Stroke iskemik terjadi karena aliran darah di otak berkurang
1. Patologi
Secara patologik suatu infark dapat dibagi dalam :
1. Trombosis pembuluh darah (trombosis serebri)
2. Emboli a.l.dari jantung (emboli serebri)
14
Iskemia otak dianggap sebagai kelainan gangguan suplai darah ke
otak yang membahayakan fungsi neuro tanpa memberi perubahan
yang menetap. Infark otak timbul karena iskemia otak yang lama dan
parah dengan perubahan fungsi dan struktur otak yang ireversibel.
2. Patofisiologi
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan
aterosklerosis (terbentuknya ateroma) dan arteriosklerosis.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi
klinis dengan cara :
- Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufiensi aliran darah.
- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
- Merupakan tempat terbentuknya trombus yang kemudian terlepas
sebagai emboli.
- Menyebabkan dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek, dan terjadi perdarahan.
3. Gejala klinik
15
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokalisasinya.
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah
timbulnya defisit neurologik secara mendadak/ sub akut, didahului
gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan
kesadaran biasanya menurun, biasanya terjadi pada usia lebih dari 50
tahun. Pada fungsi lumbal, likuor serebrospinal jernih, tekanan
normal dan eritrosit kurang dari 500. Pemeriksaan scan tomografik
dapat dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/
iskemik dan edema.
Stroke akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda,
mendadak dan pada waktu aktif. Sumber emboli berasal dari berbagai
tempat yakni kelainan jantung atau ateroma yang terlepas, kesadaran
dapat menurun bila embolus cukup besar.
Nilai likuor serebrospinalis adalah normal.
Gejala penyumbatan Sistem karotis :
1. Gejala penyumbatan arteri karotis interna
- Buta mendadak (amaurosis fugaks)
- Disfagia bila gangguan terletak pada sisi dominan
- Hemiparesis kontra lateral dan dapat disertai sindrom
Horner pada sisi sumbatan.
2. Gejala-gejala penyumbatan arteri serebri anterior
- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai
lebih menonjol.
- Gangguan mental ( bila lesi frontal )
- Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
- Inkontinensia
- Bisa kejang-kejang
3. Gejala-gejala penyumbatan arteri serebri media
- Hemiparesis
- Hemihipestesia
16
- Gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominan
yang terserang a.l afasia motorik/ sensorik.
4. Gangguan pada kedua sisi
Karena adanya sklerosis pada banyak tempat
penyumbatan dapat terjadi pada kedua sisi timbul
gangguan pseudobulbar, biasanya pada vaskular dengan
gejala-gejala :
- Hemiplegi dupleks
- Sukar menelan
- Gangguan emosional: mudah menangis, “forced
crying”
Gejala-gejala gangguan sistem vertebro – basiler :
1. Sumbatan / gangguan pada arteri serebri posterior
- Hemianopsia homonim kontralateral dari sisi lesi
- Hemiparesis kontralateral
- Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik, proprioseptif
(termasuk rasa getar) kontralateral (hemianestesia).
- Bila salah satu cabang ke talamus tersumbat, timbul
sindrom talamikus, yakni :
Nyeri talamik, suatu rasa nyeri yang terus menerus dan
sukar hilangkan : pada pemeriksaan raba terdapat
anesthesia, tetapi pada tes tusukan timbul rasa nyeri
(anestesia dolorosa).
Hemikhorea, disertai hemipareis, disebut sindrom
Dejerine Marie.
2. Gangguan / sumbatan pada arteri vertebralis :
Bila sumbatan pada sisi yang dominan dapat terjadi sindrom
Wallenberg. Sumbatan pada sisi yang tidak dominan
seringkali tidak menimbulkan gejala.
3. Sumbatan / gangguan pada a.serebelli posterior inferior :
- Sindrom Wallenberg berupa ataksia serebelar pada lengan
dan tungkai disisi yang sama, gangguan N.II (Oftalmikus)
dan refleks kornea hilang pada sisi yang sama.
- Sindrom Horner sesisi dengan lesi.
17
- Disfagia, apabila infark mengenai nucleus ambigus
ipsilateral.
- Nistagmus, jika terjadi infark pada nucleus vestibularis.
- Hemiparesis alternans.
STROKE HEMORAGIK
Menurut WHO, dalam Internasional Statitiscial Classification Of Disease And
Related Health Problem 10 th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
1. Perdarahan intraserebral (PIS)
2. Perdarahan subaraknoida (PSA)
1. PERDARAHAN INTRASEREBRAL (PIS)
Definisi
PIS adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah dalam
parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Pembagian klinis
Luyendyk dan Schoen membagi PIS menurut cepatnya gejala klinis
memburuk, sebagai berikut :
1. Akut dan cepat memburuk dalam 24 jam
2. Subakut, dengan krisis terjadi antara 3 dan 7 hari.
3. Subkronis, bila krisisnya 7 hari.
Patologi dan patofisiologi
70% kasus PIS terjadi di kapsula interna, 20% di fossa posterior
(batang otak dan serebelum) dan 10% di hemisfer (diluar kapsula interna).
Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya
pembuluh darah otak, diikuti pembentukan edema dalam jaringan otak
disekitar hematoma. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi
oleh hematoma dan edema pada struktur sekitar termasuk pembuluh darah
otak dan menyempitkan/ menyumbatnya, sehingga terjadi pula iskemi pada
jaringan yang dilayaninya. Maka gejala klinis yang timbul bersumber dari
destruksi jaringan otak, kompresi otak, kompresi pembuluh darah otak/ iskemi
dan akibatnya kompresi pada jaringan otak lainnya.
Gejala-gejala klinis
18
Gejala prodromal tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi.
Serangan : seringkali di siang hari, waktu bergiat atau emosi/ marah. Sifat
nyeri kepala, nyeri yang hebat sekali. Muntah, sering terdapat pada permulaan
serangan. Kesadaran, biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi
kurang dari setengah jam, 23% antara ½ - 2 jam, dan 12 jam, dan 12% terjadi
setelah 2 jam, sampai 19 hari).
2. PERDARAHAN SUBARAKNOIDAL (PSA)
Definisi
PSA adalah keadaan terdapatnya/ masuknya darah ke dalam
ruangan subaraknoid.
Pembagian :
1. PSA spontan/ primer, yakni PSA yang bukan akibat trauma
atau PIS
2. PSA sekunder, adalah perdarahan yang berasal di luar
subaraknoid, misalnya dari PIS atau dari tumor otak.
Gejala & tanda klinis :
1. Gejala prodromal : nyeri kepala hebat perakut, hanya 10%,
90% tanpa keluhan sakit kepala.
2. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi dari tak
sadar sebentar, sedikit delir sampai koma.
3. Gejala/ tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk, tanda
kernig ada.
4. Fundus okuli : 10% penderita mengalami edema- papil
beberapa jam setelah perdarahan. Sering terdapat perdarahan
subhialoid karena pecahnya aneurisma pada a.komunikans
anterior atau a.karotis interna.
5. Gejala-gejala neurologik fokal :
Bergantung pada lokasi lesi
6. Gangguan fungsi saraf otonom
Demam setelah 24 jam, demam ringan karena rangsangan
meningeal dan demam tinggi bila dilibatkan hipotalamus.
Begitupun muntah, berkeringat, menggigil dan takikardia, ada
19
hubungannya dengan hipotalamus. Bila berat, maka terjadi
ulkus peptikum disertai peningkatan kadar gula darah,
glukosuria, albuminuria dan perubahan pada EKG.
BEDA STROKE ISKEMIK & STROKE HEMORAGIK
STROKE ISKEMIK STROKE HEMORAGIK
1. Onset - Timbul mendadak
pada saat istirahat
- Timbul mendadak pada
saat aktivitas
2. Kesadaran - Tidak menurun - Menurun
3. Sakit kepala - Tidak hebat - Hebat, disertai muntah,
kejang
4. Papil edema - Tidak ditemukan - Ditemukan
5. Etiologi - Trombus
- embolus
- Perdarahan intra serebral
- Perdarahan
subarachnoid
6.Rangsang
Meningeal
- (-) - (+) : perdarahan
subarachnoid
- (-) : perdarahan
intraserebral
7. Funduskopy - crossing fenomena
- silverwire fenomena,
(perdarahan terlihat
warna perak)
Perdarahan di retina, corpus
vitreum
8. LP :
tekanan
warna
jumlah eritrosit
- tidak meningkat
- Jernih
- 300/mm3
- Meningkat
- Merah
- >1000/mm3
9. CT-Scan - Lesi hipodens (hitam) - Lesi hiperdens (putih)
20
ANAMNESIS PEMBEDA STROKE
1. Klasifikasi stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score (SSS)
SSS = (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x
Muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
diastolik) – (3 x pertanda ateroma) – 12.
Nilai
Kesadaran : Komposmentis
Somnolen
Sopor atau koma
0
1
2
Muntah dan sakit kepala : Tidak ada
Ada
0
1
Aterom / riwayat diabetes : Tidak ada
1 atau lebih
0
1
SSS diagnosa
> 1 perdarahan supratentorial
< -1 infark serebri
-1 – 1 diagnosa tidak pasti, gunakan kurva kemungkinan
atau CT-Scan
21
2. Klasifikasi stroke berdasarkan algoritma stroke GadjahMada
V. DIAGNOSIS STROKE
Untuk mendiagnosis stroke, konsensus nasional pengelolaan stroke di
Indonesia, 1999, antara lain mengemukakan hal berikut :
i. Definisi stroke menurut WHO 1986; PERDOSSI, 1999.
ii. Diagnosis stroke ditegakkkan berdasarkan temuan klinis.
22
Penderita stroke akut
Penurunan kesadaran Nyeri kepala refleks babinski
Ketiganya atau 2 dari ketiganya ada (+)
Penurunan kesadaran (+) Nyeri kepala (-) Refleks babinski (-)
Stroke perdarahan intraserebral
Tidak
Tidak
Ya
Stroke perdarahan intraserebral
Penurunan kesadaran (-) Nyeri kepala (-) Refleks babinski (-)
Stroke iskemik akut atau stroke infark
Ya
Ya
iii. CT scan tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku emas untuk
menentukan jenis patologi stroke, lokasi dan ekstensi lesi serta
menyingkirkan lesi non vaskuler.
iv. Bila tidak memungkinkan untuk dilakukan CT scan maka dapat
dipakai :
- Algoritma stroke Gajah Mada
- Junaidi stroke score
- Siriraj stroke score
v. Pungsi lumbal dapat dilakukan bila ada indikasi khusus.
vi. MRI dilakukan untuk menentukan lesi patologik stroke secara lebih
tajam.
vii. Neurosonografi dilakukan untuk mendeteksi adanya stenosis
pembuluh darah ekstrakranial dan intrakranial dalam membantu
evaluasi diagnostik, etiologik, terapi dan prognostik.
1. Anamnesis
Pokok manifestasi dari stroke ini ialah hemiparesis, hemiparestesia,
afasia, disartia dan hemianopsia. Hemiparesis yang ringan dapat dirasakan
oleh penderita sebagai gangguan gerakan tangkas. Hemiparestesia hampir
selamanya dikemukakan secara jelas.
Dari anamnesa pada umumnya didapatkan manifestasi klinis serangan
otak berupa :
a. Baal, kelumpuhan atau kelemahan pada wajah, lengan atau tungkai
sesisi atau kedua sisi dari tubuh.
b. Penglihatan tiba-tiba kabur atau menurun.
c. Gangguan bicara dan bahasa atau pengertian dalam komunikasi
d. Dizzines, gangguan keseimbangan atau cenderung selalu terjatuh
e. Kesulitan menelan
f. Sakit kepala yang hebat secara tiba-tiba
g. Delirium atau kesadaran berkabut (sudden confusion)
2. Pemeriksaan fisik
Defisit neurologik yang sudah jelas mudah dikenal terutama
hemiparesis yang jelas. Selain itu terdapat pula tanda-tanda pengiring
23
hemiparesis yang dinamakan tanda-tanda gangguan “Upper Motor
Neuron” (UMN) ialah :
a. tonus otot pada sisi yang lumpuh meninggi
b. refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh.
c. Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh.
Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah lebih penting
daripada mengenal hemiparesis yang sudah jelas. Manifestasi stroke yang
paling ringan sering berupa gangguan ketangkasan gerak maka dari itu
urutan pemeriksaan susunan motorik sebagai berikut :
1. Pemeriksaan ketangkasan gerak.
2. Penilaian tenaga otot- otot
3. Penilaian refleks tendon
4. Penilaian refleks patologis, seperti :
a. Refleks babinski
b. Refleks oppenheim
c. Refleks gordon.
d. Reflek schaefer
e. Refleks chaddock dan lain-lain
3. Pemeriksaan penunjang
Dengan pemeriksaan CT-Scan otak, kita dapat lebih memastikan
apakah strokenya berdarah atau iskemik. Hal ini sangat penting karena
penanganannya berbeda.
Kita mengetahui bahwa stroke adalah gangguan pasokan darah di
otak dan faktor yang banyak peranannya pada peredaran darah otak
adalah jantung, pembuluh darah dan darah. Pada pemeriksaan penunjang
hal ini diteliti. Dilakukan pemeriksaan jantung (misalnya dengan alat
elektrokardiagram, dan bila perlu dengan alat ekokardiogram). Kadang-
kadang dibutuhkan pula pemeriksaan pembuluh darah Doppler.
Laboratorium :
- Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, lekosit, hitung jenis, trombosit,
masa perdarahan dan pembekuan, laju endap darah.
- Ureum, kreatinin, gula darah, lipid, fungsi hati, urin lengkap.
- Bila perlu, elektrolit (natrium, kalium) dan gas darah.
24
- Rontgen toraks
- Elektrokardiografi.
VI. PENATALAKSANAAN
STROKE ISKEMIK
1. Fase akut (hari ke 0- 14 sesudah onset penyakit)
a. Sasaran pengobatan: menyelamatkan neuron yang menderita jangan
sampai mati, agar proses patologik lainnya yang menyertai tak
mengganggu / mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang
diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, justru
berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal.
b. Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar.
c. Jantung harus berfungsi dengan baik, bila perlu pantau EKG.
d. Tekanan darah: dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak.
e. Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis,
lebih-lebih pada penderita diabetes mellitus lama.
f. Bila gawat atau koma, balans cairan, elektrolit dan asam basa darah
harus dipantau. Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan
metabolisme otak yang menderita, di daerah iskemi (ischemi
penumbral) masih menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obat itu
antara lain :
1. Anti – edema otak :
- Gliserol 10% per infus, 1 gr/kg BB/hari dalam 6 jam.
- Manitol 20%
- Kortikosteroid: yang banyak digunakan, deksametason,
dengan bolus 10-20 mg.iv, diikuti 4-5 mg/6 jam
dihentikan setelah fase akut berlalu.
2. Anti agresi trombosit :
Obat untuk mencegah menggumpalnya trombosit darah
sehingga mencegah terbentuknya trombus (gumpalan
darah) yang dapat menyumbat pembuluh darah. Yang
25
umum dipakai : asam asetil salisilat (ASA) seperti aspirin,
aspilet dll, dengan dosis rendah : 40-1300 mg/hari.
3. Antikoagulansia :
Misalnya heparin, berfungsi untuk mencegah terjadinya
gumpalan darah dan embolisasi trombus.
4. Obat trombolitik (obat yang dapat menghancurkan
trombus)
Terapi trombolitik pada stroke iskemik didasari anggapan
bahwa bila sumbatan oleh thrombus dapat segera
dihilangkan atau dikurangi (rekanalisasi), maka sel-sel
neuron yang sehat dapat ditolong. Efektifitas penggunaan
rt-PA dimulai dalam kurun waktu 3 jam setelah mulainya
stroke. Terapi trombolitik pada stroke iskemik merupakan
terapi yang poten, tapi cukup berbahaya bila tidak
dilakukan dengan seksama.
5. Obat atau tindakan lain
Tujuannya untuk memperbaiki atau mengoptimasi keadaan
otak, metabolisme dan sirkulasinya. Misalnya Hydergin,
Nimotop, Trental. Tetapi hasilnya masih controversial.
Hemodilusi : mengencerkan darah. Hal ini dilakukan bila
darah kental pada fase akut stroke. Bila darah kental
misalnya Ht > 44 – 50%, darah dikeluarkan sebanyak 250
cc, diganti dengan larutan dextran 40 atau larutan lain.
2. Fase pasca akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan pada tindakan
rehabilitasi penderita dan pencegahan terulangnya stroke.
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia
diatas 45 tahun, maka yang paling penting pada masa ini
ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita,
fisik dan mental dengan fisioterapi, “terapi wicara” dan
psikoterapi.
Terapi preventif
26
Tujuan untuk mencegah terulangnya atau timbulnya
serangan baru stroke, dengan jalan antara lain : mengobati
dan menghindari faktor-faktor risiko stroke:
- Pengobatan hipertensi
- Mengobati diabetes melitus
- Menghindari rokok, obesitas, stres, dll
- Berolahraga teratur.
STROKE HEMORAGIK
PERDARAHAN INTRASEREBRAL
Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang sering berat dan
banyak penyebabnya, antara lain hipertensi, aneurisma, kelainan arteri-
vena, gangguan pembekuan darah, penyakit pembuluh darah, keganasan,
akibat obat antikoagulan, dan sebab lain yang tidak diketahui. Tujuan
terapi antara lain mencakup :
1. Mencegah akibat buruk dari meningkatnya TIK
2. Mencegah komplikasi sekunder sebagai akibat dari menurunnya
kesadaran, misalnya gangguan pernafasan, aspirasi, hipoventilasi.
3. Identifikasi sumber perdarahan yang mungkin dapat diperbaiki
dengan tindakan bedah.
PERDARAHAN SUBARACHNOID
Penatalaksanaan medik perdarahan subarachnoid oleh pecahnya
aneurisma atau robeknya malformasi arteri vena belumlah baku.
Penatalaksanaannya mencakup :
Tirah baring diruang tenang, mengupayakan agar penderita tidak
mengedan, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
Tujuan terapi medik antara lain ialah :
1. Menurunkan tekanan darah untuk mencegah perdarahan ulang.
Pada orang yang dasarnya normotensif, diturunkan sampai sistolik
160 mmHg, pada orang yang hipertensif lebih tinggi.
2. Penderita harus istirahat total 4 minggu
3. TIK harus diturunkan, dengan cara :
a. Meninggikan posisi kepala
27
b. Memberikan obat antioedem
c. Memberikan obat deksametason, sebagai antioedem juga
mencegah perlekatan pada arachnoid.
4. Mencegah perdarahan ulang, misalnya dengan pemberian asam
traneksamat 4-6 gram i.v selama 2 minggu.
5. Mencegah spasme arteri. Nimodipine, 4x30-60 mg sehari selama 2
minggu.
DAFTAR PUSTAKA
28
1. Misbach j, Tobing SML. Guidelines Stroke 2004. Jakarta : PERDOSSI. 2004;
pg 3-11.
2. Kelompok Studi Serebrovaskuler dan neurogeriatiri Guideline Stroke 2007, Seri
Pertama, PERDOSSI.
3. Lumbanttobing, “Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak”. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta, 2002.
4. Lumbanttobing SM, “Neurogeriatri”. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; Jakarta, 2001.
5. Mahar Mardjono. Priguna Sidharta. “Neurologi Klinis Dasar”. Dian Rakyat;
Jakarta, 2000.
6. Panitia Lulusan Dokter FKUI 2002-2003, “Updates In Neuroemergencies”.
Balai Penerbit FKUI; Jakarta, 2002.
29