case RMR
-
Upload
rimarahmadipta -
Category
Documents
-
view
220 -
download
3
description
Transcript of case RMR
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 65 tahun
Alamat : Sumoroto
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Buruh tani
Tanggal masuk RS : 7 Januari 2014
Tanggal pemeriksaan : 14 Januari 2014
Tanggal Operasi : 16 Januari 2014
II. ANAMNESA
A. Keluhan utama :
Nyeri perut kanan atas
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan
hilang timbul, terutama saat sesudah makan dan beraktivitas. Nyeri
tersebut menjalar ke daerah punggung kanan, dan perut bagian kiri..
Nyeri perut yang dirasakan menyebabkan pasien tidak bisa tidur dan
mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pasien kadang merasakan adanya mual, muntah, lemas badan dan
nafsu makan menurun. Tidak terdapat adanya panas badan atau
demam. BAK normal 3 – 4 x/hari, tidak nyeri, warna kuning jernih.
BAB normal 1x/ hari, tidak nyeri, warna kuning kecoklatan.
3 bulan SMRS, pasien juga merasakan nyeri pada perut kanan atas.
Rasa nyeri yang dirasakan terasa seperti ditusuk-tusuk, biasanya
1
muncul saat pasien makan. Kadang-kadang pasien mengeluh bahwa
nyeri sampai menjalar ke punggung kanan dan bahu kanan atas. Nyeri
yang dirasakan pasien hilang timbul, kadang-kadang satu minggu
sekali, dan muncul bisa sampai 1 jam baru hilang. Pasien hanya bisa
berbaring untuk mengurangi rasa sakitnya. BAK normal 3-4 x/hari,
tidak nyeri, warna kuning jernih. BAB normal, 1x/hari, tidak nyeri,
pernah tinjanya berwarna abu-abu (steatore). Demam, panas, dan
menggigil disangkal oleh pasien.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung/Paru : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
Riwayat Sakit Ginjal/Liver : disangkal
Riwayat Maag : disangkal
Riwayat Operasi sebelumnya : disangkal
Riwayat Trauma` : disangkal
Riwayat sakit serupa : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Alergi dalam keluarga : disangkal
Riwayat Asma dalam keluarga : disangkal
Riwayat Hipertensi dalam keluarga : disangkal
Riwayat DM dalam keluarga : disangkal
E. Anamnesis Sistem
Sistem Serebrospinal : Pusing (-), Demam (-)
Sistem Respirasi : Batuk (-), Pilek (-), Sesak napas (-)
Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada (-), Pucat (-)
2
Sistem Digestivus : Mual (+), Muntah (+), BAB lancar,
riwayat steatorea 3 kali
Sistem Urogenital : BAK lancar, Nyeri berkemih (-)
Sistem Muskuloskeletal : nyeri sendi (-) dan nyeri otot (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 14 Januari 2014 di bangsal
Flamboyan RSUD Dr Harjono Ponorogo.
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
BB : 60 kg
TB : 158
Status Gizi : obesitas
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
Vital Sign :
TekananDarah : 160/100mmHg
Nadi : 80x/menit isi cukup dan reguler
RR : 22x/menit
Suhu : 36,4oC per axilla
B. Pemeriksaan fisik
a) Kepala/Leher
Jejas (-), ekskoriasi (-), nyeri tekan (-), hematom (-), rhinorea
(-), otorhea (-), peningkatan JVP (-), pembesaran kelenjar
getah bening (-).
b) Mata
Konjungtiva : Anemis(-/-)
Sklera : Ikterus(-/-)
Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor (+/+)
Palpebra : Edema (-/-)
3
c) Thoraks
Dinding thoraks : Jejas (-)
Paru
- Inspeksi : Gerakan pernafasan simetris kanan dan kiri
- Palpasi : Ketinggalan gerak (-), Fremitus taktil kanan
Dan kiri (N)
- Perkusi :
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki(-/-),
wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : Iktus kordis teraba kuat angkat pada SIC V
sinistra sisi medial linea midclavicula
sinistra
- Perkusi : Batas jantung tidak membesar
Batas kiri jantung
Atas : SIC II sinistra di sisi lateral linea
parasternalis sinistra.
Bawah : SIC V sinistra 2 cm sisi medial linea
midclavicula sinistra.
Batas kanan jantung
Atas : SIC II dextra di sisi lateral linea
parasternalis dextra.
Bawah : SIC IV dextra di sisi lateral linea
parasternalis dextra.
4
- Auskultasi : Suara Jantung I-II regular, Bising jantung
tidak ditemukan.
d) Abdomen
Inspeksi : // Dinding dada, Jejas (-), distensi (-), darm
steifung (-), darm contour (-), massa (-)
Auskultasi : Peristaltik (+)
Perkusi : Timpani (+), hepar pekak, hepatomegali (-),
splenomegali (-)
Palpasi : Supel, defans muskular (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), nyeri tekan (+) diperut kanan
atas (hipokondriaka dextra), Murphy sign (+)
e) Ekstremitas
Atas :Clubbing finger tidak ditemukan, edema tidak
ditemukan, akral hangat.
Bawah : Clubbing finger tidak ditemukan, edema tidak
ditemukan, akral hangat.
RESUME PASIEN
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan
hilang timbul, terutama saat sesudah makan dan beraktivitas. Nyeri tersebut
menjalar ke daerah punggung kanan, dan perut bagian kiri.. Pasien
mengatakan sudah pernah merasakan nyeri yang seperti ini sebelumnya,
kira-kira 3 bulan yang lalu, tetapi sembuh ketika berobat ke mantri. BAK
normal 3 – 4 x/hari, tidak nyeri, warna kuning jernih. BAB normal 2 x/ hari,
tidak nyeri, warna kuning, riwayat BAB, berwarna abu-abu (steatorea) 3
kali.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik,
kesadaran compos mentis. Tekanan darah 160/100, nadi 76x/ menit, RR
20x/menit dan suhu tubuh per axiler 36,10C. Regio kepala, leher, thorax
dalam batas normal. Pada abdomen terdapat nyeri tekan pada kanan atas
5
(hipokondriaka dextra). Pada pemeriksaan khusus didapatkan Murphy sign
(+).
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Darah Lengkap (7-01-2014)
Parameter Hasil Nilai Normal
WBC 12,8 x 103 /µL 4.0 – 10.0 103 /µL
Lymph# 1,8 x103 /µL 0.8 – 4.0 103 /µL
Mid# 0,6 x 103 /µL 0.1 – 0.9 103 /µL
Gran# 3,7 x 103 /µL 2.0 – 7.0 103 /µL
Lymph% 29,6 % 20.0 – 40.0 %
Mid% 9,4 % 3.0 – 9.0 %
Gran% 61,0 % 50.0 – 70.0 %
HGB 13,9 gr/Dl 11.0 – 16.0 gr/dL
RBC 3,93 x 106 /µL 3.5 – 5.5 103 /µL
HCT 33,2 % 37.0 – 50.0 %
MCV 88,4 fL 82.0 – 95.0 fL
MCH 30,3 Pg 27.0 – 31.0pg
MCHC 35,1 gr/dL 32.0 – 36.0 gr/dL
RDW – CV 13,9 % 11.5 – 14.5 %
RDW – SD 45,8 fL 35.0 – 56.0fL
PLT 378 x103/µL 100 – 300 . 103
CT 8 menit 5-11menit
BT 2 menit 1 – 5 menit
GDA 146 < 140 mg/dl
DBIL 0,09 mg/dl 0-0,35 mg/dl
TBIL 0.32 mg/dl 0,2- 1,2 mg/dl
SGOT 21, 2 U/l 0-38 U/l
SGPT 17,5 U/l 0-40 U/l
LP 202 U/l 98-279 U/l
Gamma GT 46,3 U/l 10-54 U/l
6
TP 7 g/dl 6,6-8,3 g/dl
ALB 4 g/dl 3,5-5,5 g/dl
Glob 3 g/dl 2-3,9 g/dl
UREA 11,45 mg/dl 10-50 mg/dl
CREATININ 1, 12 mg/dl 0,7-1,4 mg/dl
UA 6,1 mg/dl 3,4-7 mg/dl
CHOL 214 mg/dl 140-200 mg/dl
TG 88 mg/dl 36-165 mg/dl
HDL 43 mg/dl 45-150 mg/dl
LDL 153 mg/dl 0-190 mg/dl
Kesan : leukositosis, dan kadar kolesterol tinggi
B. Pemeriksaan ECG
Kesan : ECG dalam batas normal
C. Pemeriksaan Ro Thorax
7
Kesan : Ro Thorax dalam batas normal
D. Pemeriksaan USG Abdomen
8
Kesan : Terdapat gall stone multiple
V. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis kerja : Cholelithiasis
Diagnosis post operasi : Cholelithiasis
Diagnosis banding : Cholesistitis, cholangitis, pancreatitis akut,
hepatitis akut
VI. PLANNING
Planning Diagnosis : Pemeriksaan darah lengkap, Urinalisis, USG
abdomen, kolesistografi
Planning Terapi :Laparotomy cholecystectomy
Planning Monitoring : Klinis
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DefinisiSinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Batu
empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau
pada kedua-duanya.1,2
Gambar 1. Batu dalam kandung empedu3
2.2 Anatomi
Sistem biliaris disebut juga sistem empedu. Sistem biliaris
dan hati tumbuh bersama. Berasal dari divertikulum yang menonjol dari
foregut, dimana tonjolan tersebut akan menjadi hepar dan sistem biliaris.
Bagian kaudal dari divertikulum akan menjadi gallbladder (kandung
empedu), ductus cysticus, ductus biliaris communis (ductus choledochus)
dan bagian cranialnya menjadi hati dan ductus hepaticus biliaris.1
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah
pear/alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu .
10
Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu,
maka infundibulum menonjol seperti kantong (kantong Hartmann). Vesica
fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat
dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus
berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa
IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan
arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus
cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi
kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus.
Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Ductus cysticus berjalan dari hati ke arah kandung empedu,
panjangnya 1-2 cm, diameter 2-3 cm, diliputi permukaan dalam dengan
mukosa yang banyak sekali membentuk duplikasi (lipatan-lipatan) yang
disebut Valve of Heister, yang mengatur pasase bile ke dalam kandung
empedu dan menahan alirannya dari kandung empedu.4
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum
hepatoduodenale dengan batas atas porta hepatis sedangkan batas
bawahnya distal papila Vateri. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik
bermuara ke saluran yang paling kecil yang disebut kanikulus empedu
yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke
duktus lobaris dan selanjutkan ke duktus hepatikus di hilus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4
cm. Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada
letak muara duktus sistikus. Ductus choledochus berjalan menuju
duodenum dari sebelah belakang, akan menembus pankreas dan bermuara
di sebelah medial dari duodenum descendens. Dalam keadaan normal,
ductus choledochus akan bergabung dengan ductus pancreaticus Wirsungi
(baru mengeluarkan isinya ke duodenum) Tapi ada juga keadaan di mana
masing-masing mengeluarkan isinya, pada umumnya bergabung dulu.
Pada pertemuan (muara) ductus choledochus ke dalam duodenum, disebut
11
choledochoduodenal junction. Tempat muaranya ini disebut Papilla
Vatteri. Ujung distalnya dikelilingi oleh sfingter Oddi, yang mengatur
aliran empedu ke dalam duodenum.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a.
hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena
porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan
antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang
terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan
melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica
menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung
empedu berasal dari plexus coeliacus.1
Gambar 2. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2007)
2.3 Fisiologi
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1000 ml/hari.
Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung
empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50%. Fungsi primer dari
kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan
12
natrium.4 Kandung empedu mensekresi glikoprotein dan H+. Glikoprotein
berfungsi untuk memproteksi jaringan mukosa, sedangkan H+ berfungsi
menurunkan pH yang dapat meningkatkan kelarutan kalsium, sehingga
dapat mencegah pembentukan garam kalsium. Pengaliran cairan empedu
diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung
empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu
yang diproduksi akan disimpan di dalam kandung empedu. Setelah makan,
kandung empedu akan berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu
mengalir ke dalam duodenum.2,5
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting
yaitu :
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi
lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain:
asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak
yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim
lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu
membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna
menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa
produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu
produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan
kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen
terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan
garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit
dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi
mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi
normal kalau diperlukan.5
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan
parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya
13
makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran
hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk
kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat
yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus
dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang
kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan empedu
penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu
pencernaan dan absorbsi lemak.
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai
duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon
Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar
peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
Neurogen :
o Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik
dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-
intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung
empedu.
o Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke
duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada
keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu
akan tetap keluar walaupun sedikit.
Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis
maupun hormonal memegang peran penting dalam
perkembangan inti batu.
KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU
Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu
Air 97,5 gm % 95 gm %
14
Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %
Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %
Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %
Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %
Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %
Elektrolit - -
1. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada
dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :
o Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang
terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar
dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat
dicerna lebih lanjut.
o Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan
vitamin yang larut dalam lemak
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja
kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat.
Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi
kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama
feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi
disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah
tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam
empedu akan terganggu.4
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme
dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole
menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di
15
dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat
oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi
pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka
bilirubin yang terbentuk sangat banyak4.
2.4 Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang
orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak
berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu
1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Jenis Kelamin.
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan
terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung
empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
2. Usia.
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3. Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi
garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung
empedu.
16
4. Makanan.
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.
5. Riwayat keluarga.
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
6. Aktifitas fisik.
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
7. Penyakit usus halus.
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8. Nutrisi intravena jangka lama.
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.6
2.5 Etiologi
2.5.1 Batu Kolestrol
Batu kolestrol berhubungan dengan jenis kelamin wanita,
ras Eropa, penduduk asli Amerika, dan penambahan usia. Faktor
risiko lainnya : Obesitas, kehamilan, kandung empedu yang statis,
obat, dan keturunan.
Metabolik sindrom, resistensi insulin, tipe 2 DM,
hiperlipidemia sangat berhungan dengan peningkatan sekresi
kolestrol dan merupakan faktor risiko major dari terjadinya batu
kolestrol.
17
Batu kolestrol lebih sering pada wanita dengan kehamilan
yang berulang. Karena tingginya progesterone. Progesteron
menurunkan motilitas kandung empedu, sehingga terjadi retensi
dan meningkatnya kosentrasi empedu pada kandung empedu.
Penyebab lain statisnya kandung empedu, pemberian nutrisi secara
parenteral, penurunan berat badan yang cepat (diet, gastric bypass
surgery).1,2
Pemakaian estrogen meningkatkan risiko terjadi batu
kolestrol. Clofibrate atau golongan –fibrate meningkatkan
eliminasi kolestrol via sekresi empedu. Analog somatostatin
menurunkan proses pengosongan pada kandung empedu.4
2.5.2 Batu Pigmen
Batu pigmen terjadi pada penderita dengan high heme
turnover. Penyakit hemolisis yang berkaitan dengan batu pigmen
adalah sickle cell anemia, hereditary spherocytosis, dan beta-
thalasemia.3,6
Pada penderita sirosis hepatis, hipertensi portal
menyebabkan splenomegali, sehingga meningkatkan hemoglobin
turnover. Setengah dari penderita sirosis memiliki batu pigmen.4
2.6 Patogenesis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan
jarang pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan
bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui
dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting
tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan
susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan
susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada
pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam
kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
18
meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan
pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat
berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan
deskuamasi sel dan pembentukan mukus.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu.
Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan
pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan
pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu,
terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu,
terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam
empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-
sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme
lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi
lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami
perkembangan batu empedu.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus
melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus,
batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial
atau komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu
terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau
tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus
sistikus.7
2.7 Patofisiologi batu empedu
a. Batu Kolesterol
Batu kolestrol murni merupakan hal yang jarang ditemui dan
prevalensinya kurang dari 10%. Biasanya merupakan soliter, besar, dan
permukaannya halus. Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol
bertanggung jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat.
Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran yang
mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam
19
variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik
lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah hidrofobik
micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam
empedu dan lesitin. Ini dapat dinyatakan oleh grafik segitiga, yang
koordinatnya merupakan persentase konsentrasi molar garam empedu,
lesitin dan kolesterol.1
Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam tiga tahap:
- Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah
komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam
perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di
dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima
sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio
kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan
normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi
dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13.
Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :
o Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam
empedu dan lecithin jauh lebih banyak.
o Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi
sehingga terjadi supersaturasi.
o Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)
o Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol
jaringan tinggi.
o Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya
pada gangguan ileum terminale akibat peradangan atau
reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).
o Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat
dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal
chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan
20
menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan
bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.
- Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau
heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu,
calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti
batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang
menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.
- Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus
cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan
normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan
sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan
dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung
empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi
akan melekat pada inti batu tersebut.
Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus,
kehamilan, pada pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah
operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi
kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari
mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan
sukar dipompa keluar.
b. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika
Serikat. Ada dua bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan
batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil (2 sampai 5 mm),
multipel, sangat keras dan penampilan hijau sampai hitam. Batu-batu
tersebut mengandung dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat, polimer
bilirubin, asam empedu dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26%) dan
banyak senyawa organik lain. Didaerah Timur, batu kalsium bilirubinat
21
dominan dan merupakan 40 sampai 60 % dari semua batu empedu. Batu
ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam .2. bilirubin pigemen
kuning yang berasal dari pemecahan heme, aktiv disekresikan ke empedu
oleh sel liver. Kebanyakan bilirubin dalam empedu dibentuk dari konjugat
glukorinide yang larut air dann stabil. Tetapi ada sedikit yang terdiri dari
bilirubin tidak terkkonjugasi yang tidak larut dengan kalsium.
Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol.
Kemungkinan mencakup sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat
atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap dalam empedu.
Sirosis dan stasis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu
pigmen. Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi
(anemia hemolitik), lazim membentuk batu pigmen murni. Di negara
Timur, tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa berhubungan
dengan invasi bakteri sekunder dalam batang saluran empedu yang di
infeksi parasit Clonorchis sinensis atau Ascaris Lumbricoides. E.coli
membentuk B-glukoronidase yang dianggap mendekonjugasikan bilirubin
di dalam empedu, yang bisa menyokong pembentukan kalsium bilirubinat
yang tak dapat larut.2,3
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :
- Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena
pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan
penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi
karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang
sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase
yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan
empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja
glukuronidase.
- Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel
bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo
22
Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau
bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung
dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing
tambang.
c. Batu campuran
Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium.
Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis.
batu ini bersifat majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu
campuran mempunyai dasar metabolisme yang sama dengan batu
kolesterol.1,7
2.8 Manifestasi klinis
2.8.1 Batu Kandung Empedu (Kolesistolitiasis)
1. Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak
memberikan gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri
akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang
ataupun dispepsia, mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 %
dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa
mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25
% dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu
asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan
intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang
merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien
dengan batu empedu asimtomatik.2,5
2. Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang
23
beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial
kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak,
terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam
dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai
kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan
serangan kolik biliaris. 1,6
3. Komplikasi
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu
empedu yang paling umum dan sering meyebabkan kedaruratan
abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan manula.
Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi
duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari
kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan
konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya
oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri
ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat
menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat
disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat
berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda
toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik
”Murphy sign” (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas
ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20%
kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami
kolesistektomi terbuka atau laparoskopik.2,4,8
2.8.2 Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di
epigastrium dan perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam
dan menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul serangan
kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala
24
klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis
akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non
piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan
menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi
kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan
timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot,
ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran
sampai koma.
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat
serius karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin
mengancam nyawa. Batu duktus koledokus disertai dengan
bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi
saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah
kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu
kecil melalui ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara
duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan
pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula
akan menyebabkan ikterus obstruktif.7
2.9 Diagnosis
2.9.1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah
asintomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang
kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang
simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah
kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan
kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula,
atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang
25
seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah
menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.4
2.9.2 Pemeriksaan Fisik
2.9.2.1. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan
dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan
peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,
empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada
pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum
maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu.
Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah
sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan
pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.
2.9.2.2. Batu saluran empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala
dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik.
Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari
3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran
empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.4
2.9.3. Pemeriksaan Penunjang
2.9.3.1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya
tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan
laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi
leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan
ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
26
penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin
serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam
duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan
mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat
sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.
Alanin aminotransferase ( SGOT = Serum Glutamat
– Oksalat Transaminase ) dan aspartat aminotransferase
( SGPT = Serum Glutamat – Piruvat Transaminase )
merupakan enzym yang disintesis dalam konsentrasi tinggi
di dalam hepatosit. Peningkatan serum sering
menunjukkan kelainan sel hati, tapi bisa timbul bersamaan
dengan penyakit saluran empedu terutama obstruksi saluran
empedu.
Fosfatase alkali disintesis dalam sel epitel saluran
empedu. Kadar yang sangat tinggi, sangat menggambarkan
obstruksi saluran empedu karena sel ductus meningkatkan
sintesis enzym ini.
Pemeriksaan fungsi hepar menunjukkan tanda-tanda
obstruksi. Ikterik dan alkali fosfatase pada umumnya
meningkat dan bertahan lebih lama dibandingkan dengan
peningkatan kadar bilirubin.
Waktu protombin biasanya akan memanjang karena
absorbsi vitamin K tergantung dari cairan empedu yang
masuk ke usus halus, akan tetapi hal ini dapat diatasi
dengan pemberian vitamin K secara parenteral.1,7
2.9.3.2. Pemeriksaan radiologis
o Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran
yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu
yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang
27
mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat
dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu
yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat
sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan
gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
gambar 3. Foto rongent pada
kolelitiasis.4
o Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas
yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran
saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG
juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun
sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang
sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan
USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu
yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.4
28
Gambar 4. Kolelitiasis pada USG4
o Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup
baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk
melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran
batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik,
muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus,
dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak
dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih
bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.4
o Kolangiografi transhepatik perkutan
Merupakan cara yang baik untuk mengetahui adanya obstruksi
dibagian atas kalau salurannya melebar, meskipun saluran yang
ukurannya normal dapat dimasuki oleh jarum baru yang "kecil
sekali" Gangguan pembekuan, asites dan kolangitis merupakan
kontraindikasi.4
o Kolangiopankreatografi endoskopi retrograde (ERCP =
Endoscopic retrograde kolangiopankreatograft)
Kanulasi duktus koledokus dan/atau duktus pankreatikus
melalui ampula Vater dapat diselesaikan secara endoskopis. Lesi
obstruksi bagian bawah dapat diperagakan. Pada beberapa kasus
tertentu dapat diperoleh informasi tambahan yang berharga,
misalnya tumor ampula, erosis batu melalu ampula, karsinoma
yang menembus duodenum dan sebagainya) Tehnik ini lebih sulit
dan lebih mahal dibandingkan kolangiografi transhepatik.
Kolangitis dan pankreatitis merupakan komplikasi yang mungkin
terjadi. Pasien yang salurannya tak melebar atau mempunyai
kontraindikasi sebaiknya dilakukan kolangiografi transhepatik,
29
ERCP semakin menarik karena adanya potensi yang 'baik untuk
mengobati penyebab penyumbatan tersebut (misalnya:
sfingterotomi untuk jenis batu duktus koledokus yang tertinggal).8
o CT scan
CT scan dapat memperlihatkan saluran empedu yang melebar,
massa hepatik dan massa retroperitoneal (misalnya, massa
pankreatik).Bila hasil ultrasound masih meragukan, maka biasanya
dilakukan CT scan.8
2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari batu empedu tergantung dari stadium penyakit. Saat
batu tersebut menjadi simptomatik maka intervensi operatif diperlukan.
Biasanya yang dipakai ialah kolesistektomi. Akan tetapi, pengobatan batu
dapat dimulai dari obat-obatan yang digunakan tunggal atau kombinasi
yaitu terapi oral garam empedu ( asam ursodeoksikolat), dilusi kontak dan
ESWL. Terapi tersebut akan berprognosis baik apabila batu kecil < 1 cm
dengan tinggi kandungan kolesterol.
2.10.1 Asimptomatik
Penanganan operasi pada batu empedu asimptomatik tanpa
komplikasi tidak dianjurkan. Indikasi kolesistektomi pada batu empedu
asimptomatik ialah
- Pasien dengan batu empedu > 2cm
- Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi yang resikko tinggi
keganasan
- Pasien dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut
Disolusi batu empedu
Agen disolusi yang digunakan ialah asam ursodioksikolat. Pada
manusia, penggunaan jangka panjang dari agen ini akan mengurangi
30
saturasi kolesterol pada empedu yaitu dengan mengurangi sekresi
kolesterol dan efek deterjen dari asam empedu pada kandung empedu.
Desaturasi dari empedu mencegah kristalisasi.
Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgBB terbagi dalam 2-
3 dosis harian akan mempercepat disolusi. Intervensi ini membutuhkan
waktu 6-18 bulan dan berhasil bila batu yang terdapat ialah kecil dan
murni batu kolesterol.
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer
beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya
terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam
ursodeoksilat.4,8
2.10.2 Simptomatik
Kolesistektomi
Kolesistektomi adalah pengangkatan kandung empedu yang secara
umum diindikasikan bagi yang memiliki gejala atau komplikasi dari batu,
kecuali yang terkait usia tua dan memiliki resiko operasi. Pada beberapa
kasus empiema kandung empedu, diperlukan drainase sementara untuk
mengeluarkan pus yang dinamakan kolesistostomi dan kemudian baru
direncanakan kolesistektomi elektif. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan,
dan infeksi.
Langkah-langkah pada kolesistektomi terbuka:
1. Insisi
Jenis insisi yang dapat digunakan ialah insisi subkosta kanan atas,
insisi kocher, insisi kocher termodifikasi dan insisi tranverse.
31
Gambar 5. Jenis insisi pada abdomen
2. Peletakan 2 mop basah
Yang pertama digunakan untuk menyingkirkan duodenum, kolon
transversum dan usus halus. Yang kedua digunakan di kiri
common bile duct untuk menyingkirkan gaster ke kiri.
3. Dapat melihat kandung empedu
Bagian bawah lobus kanan hepar ditarik ke atas menggunakan
retracter agar kandung empedu lebih terekspos.
4. Pengangkatan kandung empedu
Terdapat 2 metode
a. Metode duct first
Yang pertama didiseksi ialah duktus sistikus dan arteri
kemudian dipisahkan setelah kandung empedu diangkat.
Indikasi : tidak ada adhesi atau eksudat pada CBD, CHD dan
CD
Kontraindikasi : adanya adhesi dan eksudat
b. Metode fundus first
Diseksi dimulai dari fundus kandung empedu dan kemudian
berlanjut pada duktus sistikus.
32
1. Insisi kocher
7. Insisi transverse
Indikasi : adanya adhesi atau eksudat di CBD, CHD dan CD4,8
Laparoskopik kolesistektomi
Berbeda dengan kolesistektomi terbuka, pada laparoskopik hanya
membutuhkan 4 insisi yang kecil. Oleh karena itu, pemulihan pasca
operasi juga cepat. Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi
lebih minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik,
menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah.
Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi
absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi
tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi.
Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump
duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris
sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan
menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak
terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat
bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan
untuk aktifitas olahraga6,8
Kolesistostomi
Pada pasien dengan kandung empedu yang mengalami empiema dan
sepsis, yang dapat dilakukan ialah kolesistostomi. Kolesistostomi adalah
penaruhan pipa drainase di dalam kandung empedu. Setelah pasien
stabil,maka kolesistektomi dapat dilakukan.8
Endoscopic sphincterotomy
Dilakukan apabila batu pada CBD tidak dapat dikeluarkan. Pada
prosedur ini kanula diletakan pada duktus melalui papila vateri. Dengan
mennggunkan spinterectome elektrokauter, dibuat insisi 1 cm melalui
sfingter oddi dan bagian CBD yang mengarah ke intraduodenal terbuka
33
dan batu keluar dan diekstraksi. Prosedur ini terutama digunakan pada
batu yang impaksi di ampula vateri.4,8
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Doherty GM. Biliary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery
13th edition. 2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55.
2. Hunter JG. Gallstones Diseases. In : Schwart’s Principles of Surgery 8th
edition. 2007. US : McGraw-Hill Companies.
3. http://www.artikelkeperawatan.info/materi-kuliah-batu-empedu-171.html
4. Heuman DM. Cholelithiasis. 2011. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape. com/article/175667-overview.
5. Silbernagl S, Lang F. Gallstones Diseases. 2000. In : Color Atlas of
Pathophysiology. New York : Thieme,p:164-7.
6. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Kolelitiasis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 1. 1997. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 767-73.
7. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary Tract. In :
Sabiston Textbook of Surgery 17th edition. 2004. Pennsylvania : Elsevier.
8. Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers TA, Spencer J. Biliary
Surgery. In : Washington Manual of Surgery 5th edition. 2008. Washington
: Lippincott Williams & Wilkins.
35