Case Report Interna

59
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah - NYA kepada kita sekalian, terutama kepada penulis sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan. Dalam laporan kasus ini penulis mengangkat judul “Dispepsia et causa Gastroesofageal Refluks Disease” yang sekaligus merupakan tugas kepaniteraan dibagian Ilmu Penyakit Dalam untuk proses belajar di RSIJ Cempaka Putih. Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan juga banyak menemui berbagai macam hambatan dan kesulitan karena masih terbatasnya ilmu pengetahuan yang penulis miliki, namun berkat adanya bimbingan, bantuan serta pengarahan dari berbagai pihak maka, penulis dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu dengan terselesaikannya penyusunan laporan kasus ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini terutama kepada yang terhormat: 1. Dokter Hj. Ihsanil Husna, Sp. PD, selaku tutor pembimbing yang telah memberikan bimbingan, bantuan, serta pengarahan. i

description

Case Report, Dispepsia Et Causa GERD Dan Hipokalemia

Transcript of Case Report Interna

Page 1: Case Report Interna

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah -

NYA kepada kita sekalian, terutama kepada penulis sehingga laporan kasus ini dapat

terselesaikan. Dalam laporan kasus ini penulis mengangkat judul “Dispepsia et causa

Gastroesofageal Refluks Disease” yang sekaligus merupakan tugas kepaniteraan dibagian

Ilmu Penyakit Dalam untuk proses belajar di RSIJ Cempaka Putih.

Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dan juga banyak menemui berbagai macam hambatan dan kesulitan karena

masih terbatasnya ilmu pengetahuan yang penulis miliki, namun berkat adanya bimbingan,

bantuan serta pengarahan dari berbagai pihak maka, penulis dapat menyelesaikan laporan ini

tepat pada waktunya. Oleh karena itu dengan terselesaikannya penyusunan laporan kasus ini

penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada berbagai

pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini terutama kepada yang

terhormat:

1. Dokter Hj. Ihsanil Husna, Sp. PD, selaku tutor pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, bantuan, serta pengarahan.

Semakin penulis mempelajari kasus dan literatur mengenai masalah ini, semakin

penulis sadar bahwa banyak sekali yang belum penulis ketahui. oleh karena itu, penulis

mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak guna menyempurnakan laporan ini.

Jakarta, 11 September 2015

Ahmad Fauzi

i

Page 2: Case Report Interna

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I STATUS PASIEN INTERNA ..........................................................................................1

A. IDENTITAS PASIEN..........................................................................................................1

B. ANAMNESIS ......................................................................................................................1

C. PEMERIKSAAN FISIK.......................................................................................................2

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG.........................................................................................4

E. RESUME..............................................................................................................................6

F. DAFTAR MASALAH..........................................................................................................6

H. FOLLOW UP........................................................................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................11

2.1. Definisi Sindrom Dispepsia................................................................................................11

2.2 Anatomi Gaster....................................................................................................................11

2.3 Epidemiologi Sindrom Dispepsia........................................................................................12

2.4 Klasifikasi............................................................................................................................12

2.5 Etiologi.................................................................................................................................13

2.6 Patofisiologi.........................................................................................................................15

2.7 Manifestasi klinis.................................................................................................................17

2.8 Diagnosis..............................................................................................................................18

2.9 Penatalaksanaan Umum.......................................................................................................21

2.10 Pencegahan.........................................................................................................................24

2.11 Prognosis............................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................25

ii

Page 3: Case Report Interna

iii

Page 4: Case Report Interna

BAB I

STATUS PASIEN INTERNA

A. IDENTITAS PASIENNama : Tn.C

Umur : 24 thn

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Cleaning Service

Alamat : Jl. Menteng Raya No. 24 RT: 06/07 kebun sirih, menteng, Jakarta pusat

Tgl Masuk RS : 06/09/2015

No Rekam Medis : 00 77 48 04

B. ANAMNESIS ( autoanamnesis pada tanggal 08/09/2015)Keluhan Utama : Muntah – muntah

Keluhan Tambahan : Mual, muntah, lemas, nyeri ulu hati, BAB cair kehitaman.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Os datang ke IGD RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan muntah – muntah sejak 2 jam

SMRS. Konsistensi cair dengan isi makanan, sebanyak 10 x dalam 2 jam. Sebelumnya

keluhan ini disertai dengan demam yang tinggi sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Demam terjadi terus menerus dan diikuti perut yang kembung dan perut panas seperti terbakar

menjalar ke belakang dan kemudian muntah. Os merasa lemas dari beberapa hari setelah

keluhan muncul, nafsu makan menurun, perut mules, badan terasa pegal-pegal (+) sendi-sendi

terasa nyeri. Pasien juga mengeluh BAB cair berwarna hitam sejak 1 hari SMRS, BAB cair

kehitaman 5 kali dalam sehari, konsistensi cair. Sebelumnya, os merasa BAB berwarna hitam

dan keras sejak 4 bulan SMRS. BAB hitam tidak disertai mengedan yang sakit. Nyeri ulu hati

dirasakan seperti terbakar. Nyeri dirasakan menetap dan kadang berulang. Setelah makan,

perut terasa kembung, terasa penuh, dan terasa cepat kenyang. Sebelum masuk RS, Os

mengatakan makan makanan ikan bakar dengan sambal yang berlebihan. Os juga sering

memakan makanan yang pedas. Os juga mengaku pernah mengalami keluhan yang sama 3

bulan yang lalu.

1

Page 5: Case Report Interna

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat keluhan sama (+) nyeri ulu hati, hilang timbul sudah 6 bln. Dan sudah pernah

dirawat satu tahun dua kali dirawat di rumah sakit.

- Riwayat Gastritis (+) Hipertensi (-), Diabetes mellitus (-), asma (-), sakit kuning (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat keluhan yang sama tidak ada

- Riwayat diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma(-), sakit kuning(-)

- Riwayat keganasan disangkal

Riwayat Psikososial :

- Pasien mengaku makan teratur, 3x/hari namun pasien jarang makan sembarangan.

- Merokok (-)

- Alkohol (-)

- Riwayat kebiasaan memakan makanan yang asam dan pedas sangat digemari

- Kopi (+) 2x/hari

Riwayat Alergi :

- Tidak ada alergi makanan, obat-obatan, debu dan cuaca

Riwayat Pengobatan

- Pasien pernah mengobati diare dengan enterostop namun diare tak kunjung sembuh.

- Meminum obat-obatan jangka panjang disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK  Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Antropometri :

– TB: 157 cm

2

Page 6: Case Report Interna

– BB sebelum sakit : 63 kg

– BB ketika sakit : 62 kg

– IMT: 62/(1,57)2 = 25.15 (Obesitas 1)

Tanda-tanda vital

– TD : 110/70 mmHg

– Nadi : 88x/menit

– Pernafasan : 20x/menit

– Suhu : 37,30C

Status Generalis

• Kepala : Normocephal, rambut lurus, distribusi rata, tidak mudah

dicabut

• Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya

(+/+), pupil isokor

• Hidung : Sekret (-), epistaksis (-), septum deviasi (-), epistaksis (-)

• Telinga : Normotia, secret (-), serumen (-), nyeri tekan (-)

• Mulut : Bibir lembab, mukosa faring hiperemis (-), karies dentis (-)

coated tongue (-), T1/T1

• Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Kel. Tiroid (-)

• Thoraks

• Paru-Paru

• Inspeksi : Simetris, pergerakan dinding tidak ada yang tertinggal,

retraksi sela iga (-).

• Palpasi : Vokal fremitus teraba sama.

• Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, Batas paru hepar di

midclavicularis ICS IV dan V.

• Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

• Jantung

• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

• Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula sinistra

• Perkusi :

3

Page 7: Case Report Interna

Batas Atas : ICS III Linea Parasternalis Dextra

Batas Kanan : ICS IV Linea Parasternalis Dextra

Batas Kiri : ICS IV Linea Midclavicula Sinistra

• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, murmur (-), gallop

(-)

• Abdomen

• Inspeksi : Datar, Scar (-), distensi (-), massa (-),

• Auskultasi : Bising usus 8x/menit (Normal)

• Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen

• Palpasi : Nyeri tekan epigastrium(+), Pembesaran hepar (-), Pembesaran

Lien (-),

• Ekstremitas atas :

• Akral hangat (+), CRT < 2 detik (+/+), Edema (-/-),sianosis (-/-).

• Ekstremitas bawah :

• Akral hangat (+), CRT < 2 detik (+/+), Edema (-/-),sianosis (-/-).

D. PEMERIKSAAN PENUNJANGTanggal/ Jam Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

06-09-2015 (03:23) Hematologi Rutin

Hemoglobin 15,6 g/dL 13,2 – 17,3

Jumlah Leukosit 15,27 103/mL 3,8 – 10,6

Hematokrit 46 % 40 – 52

Trombosit 246 103/mL 150 – 440

Eritrosit 6,56 106/mL 4,4 – 5,9

MCV 70 fL 80 – 100

MCH 24 pg 26 – 34

4

Page 8: Case Report Interna

MCHC 34 g/dL 32 -36

Kimia Klinik

GDS 136 mg/dL 70 – 200

Elektrolit

Natrium darah 136 mEq/L 135 – 147

Kalium darah 3.3 mEq/L 3,5 – 5,0

Clorida darah 97 mEq/L 94 - 111

07-09-2015 (08:40) Hematologi Rutin

Hemoglobin 14,5 g/dL 13,2 – 17,3

Jumlah Leukosit 10,32 103/mL 3,8 – 10,6

Hematokrit 43 % 40 – 52

Trombosit 221 103/mL 150 – 440

Eritrosit 6,07 106/mL 4,4 – 5,9

MCV 71 fL 80 – 100

MCH 24 pg 26 – 34

MCHC 34 g/dL 32 -36

08-09-2015 (09:40) Hematologi Rutin

Hemoglobin 15,4 g/dL 13,2 – 17,3

Jumlah Leukosit 8,81 103/mL 3,8 – 10,6

Hematokrit 45 % 40 – 52

Trombosit 235 103/mL 150 – 440

Eritrosit 6,37 106/mL 4,4 – 5,9

MCV 71 fL 80 – 100

5

Page 9: Case Report Interna

MCH 24 pg 26 – 34

MCHC 34 g/dL 32 -36

E. RESUME Os laki - laki 27 tahun, datang ke IGD RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan

muntah – muntah dengan konsistensi cair, sebanyak 10 x dalam 2 jam. Keluhan disertai febris

yang tinggi, terus menerus dan diikuti perut yang kembung dan perut panas seperti terbakar.

Pasien juga mengeluh BAB cair berwarna hitam 5 kali dalam sehari. Os tampak lemas.

Sebelumnya os merasa BAB berwarna hitam dan keras sejak 4 bulan SMRS. Nyeri ulu hati

dirasakan seperti terbakar. Nyeri dirasakan menetap dan kadang berulang. Setelah makan,

perut terasa kembung dan terasa penuh, dan merasa cepat kenyang. Sebelum masuk RS, os

mengatakan makan makanan ikan bakar dengan sambal yang berlebihan. Os juga seirng

memakan makanan yang pedas dan sering mengkonsmusi kopi 2x/ hari. Os juga mengaku

pernah mengalami keluhan yang sama 3 bulan yang lalu.

Tanda-tanda vital

• TD: 110/70 mmHg

• Nadi: 88x/menit

• Pernafasan: 20x/menit

• Suhu : 37,30C

Pada Pemeriksaan fisik : Pada palpasi abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium(+) dan

turgor kulit menurun.

  Pada Pemeriksaan Laboratorium didapatkan leukositosis, peningkatan eritrosit dan

hipokalemia.

F. DAFTAR MASALAH- Dispepsia

- Hipokalemia

- Febris

- Melena

6

Page 10: Case Report Interna

- Gastroenteritis akut

G. ASSESMENT

1. Dispepsia

S : Nyeri ulu hati dirasakan seperti terbakar, mual dan muntah dirasakan 10 x dalam sehari

sejak 2 jam SMRS. Perut terasa kembung, penuh dan terasa cepat kenyang. Os sering makan

pedas, dan minum kopi 2x/hari

O : TD: 110/70 mmHg, Nadi: 88x/menit; Pernafasan: 20x/menit ; Suhu : 37,30C, Nyeri

tekan epigastrium (+)

A : Dispepsia organic ec GERD

DD - Dispepsia fungsional ec gastritis

P : Rencana Pemeriksaan Penunjang : Endoskopi dan Cek Elektrolit

Rencana Penatalaksanaan :

Inj. Ranitidin 1 ampul

Inj. Ondancentron 1mpul

Edukasi pola makan yang dijaga dengan makan dengan porsi sedikit dengan

intensitas yang sering, jangan terlalu banyak makan pedas dan kopi.

2. Hipokalemia

S : BAB cair 5x/hari, muntah dirasakan 10 kali dalam sehari, lemas.

O : TD: 110/70 mmHg, Nadi: 88x/menit; Pernafasan: 20x/menit ; Suhu : 37,30C, Kalium

darah : 3,3 mEq/L

A : Hipokalemia

7

Page 11: Case Report Interna

P :Pemeriksaan Penunjang : Cek elektrolit setelah dikoreksi

Rencana Penatalaksanaan : IVFD Ringer Laktat 930 cc / 24 jam

Koreksi Kalium dengan KCl 13 mEq/ jam selama 1 jam

3. Febris

S : Demam sejak 1 hari SMRS.

O : TD: 110/70 mmHg, Nadi: 88x/menit; Pernafasan: 20x/menit ; Suhu : 37,30C, Leukosit :

15.270 g/dL

A : Febris ec common cold

DD Febris ec infeksi sekunder

P : Pemeriksaan : Observasi suhu, cek DPL rutin 24 jam.

Penatalaksanaan : Inj. Paracetamol 4x100 mL

4. Melena

S : Keluhan BAB cair berwarna hitam 5 kali dalam sehari. Sebelumnya os merasa BAB

berwarna hitam dan keras sejak 4 bulan SMRS, os juga mengeluh lemas.

O : TD: 110/70 mmHg, Nadi: 88x/menit; Pernafasan: 20x/menit ; Suhu : 37,30C, Nyeri

tekan epigastrium (+), leukositosis : 15.270 g/dL

A : Melena e.c gastritis erosive

- DD : Melena e.c Ulkus peptikum

- DD : Melena e.c Varises esophagus

- DD : Melena e.c esophagitis

- DD : Melena e.c sirosis hepatis

8

Page 12: Case Report Interna

P : Pemeriksaan Penunjang : Elektrolit, endoskopi, SGPT,SGOT, PT dan APTT, USG

Abdomen dan kultur feses.

Rencana Penatalaksanaan : Inj. Vitamin K 3x 10 mg

IVFD Ringer Laktat 930 cc / 24 jam

Edukasi pola makan yang dijaga, jangan terlalu banyak makan

pedas dan kopi.

5. Diare

S : BAB cair kehitaman 5x/hari, muntah dirasakan 10 kali dalam sehari.

O : TD: 110/70 mmHg, Nadi: 88x/menit; Pernafasan: 20x/menit ; Suhu : 37,30C, Kalium

darah : 3,3 mEq/L

A : Gasteroenteritis akut e.c viral

Gastroenterits akut e.c bakterial

P : IVFD Ringer Laktat 930 cc / 24 jam

H. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

07-09-2015 BAB cair hitam,

nyeri ulu hati (+),

perut kembung

dan rasanya

seperti terbakar,

mual (+), muntah

(-), nafsu makan

menurun, demam

TD : 110/70

mmHg,

N: 88 x/m

RR : 20 x/m

S : 37,3 c

Nyeri

epigastrium(+),

Hb 14.5 g/dL,

Leukosit 10,32

Dispepsia

organic e.c

GERD

dengan

Hipokalemi

Rencana pemeriksaan

penunjang ;

endoskopi ;

pemeriksaan feses ,

pemeriksaan DPL 24

jam, pemeriksaan

elektrolit.

Penatalaksanaan:

IVFD RL 930cc/24 9

Page 13: Case Report Interna

(-). 103/mL jam,

Vit.K 3 x 10 mg,

Inj.Ondancentron 3x

4mg ac

Inj. Ranitidine 2 x

150 mg

Koreksi KCl 13 mEq

08-09-2015 BAB hitam tidak

cair, nyeri ulu hati

(-), perut

kembung dan

rasanya seperti

terbakar (-) , mual

(+), muntah (-),

nafsu makan

menurun (-),

demam (-).

TD : 110/70

mmHg,

N: 68 x/m

RR : 20 x/m

S : 36,5 c

Nyeri

epigastrium(+),

Hb 15.4 g/dL,

Leukosit 8,81

103/mL,

Pemeriksaan

feses ; eritrosit

(-)

Dispepsia

organic e.c

GERD

dengan

Hipokalemi

Rencana pemeriksaan

penunjang ;

endoskopi ,

pemeriksaan DPL 24

jam, pemeriksaan

elektrolit.

Penatalaksanaan:

IVFD RL 930cc/24

jam,

Vit.K 3 x 10 mg,

Inj.Ondancentron 3 x

4 mg ac

Inj. Ranitidine 2 x

150 mg

Koreksi KCl 13 mEq

10

Page 14: Case Report Interna

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. DISPEPSIA

2.1. Definisi Sindrom DispepsiaDalam konsensus Roma II tahun 2000 disepakati dispepsia merupakan kumpulan

keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak atau sakit yang berpusat di perut

bagian atas.1

Sindrom dispepsia juga didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang terdiri dari

nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa

perut penuh, sendawa, atau rasa panas yang menjalar di dada.2

2.2 Anatomi GasterEpitel gaster terdiri dari rugae yang mengandung gastric pits/ lekukan yang

berukuran mikroskopis. Setiap rugae bercabang menjadi empat atau lima kelenjar gaster dari

sel- sel epitel khusus. Susunan kelenjar tergantung letak anatominya. Kelenjar di daerah

kardia terdiri <5% kelenjar gaster mengandung mukus dan kelenjar-kelenjar endokrin.

Sebagian besar kelenjar gaster (75%) terletak didalam mukosa oksintik mengandung sel-sel

leher mukosa, parietal, chief, endokrin, dan sel enterokromafin. Kelenjar pilorik mengandung

mukus dan sel-sel endokrin (termasuk sel –sel gastrin) dan didapati di daerah antrum.3

Sel parietal juga dikenal sebagai sel oksintik biasanya didapati di daerah leher

atau isthmus atau kelenjar oksintik. Epitel gaster mengalami iritasi terus menerus oleh 2

faktor perusak yaitu: perusak endogen (HCl, pepsinogen, dan garam empedu), perusak

eksogen (obat-obatan, alkohol, dan bakteri). Untuk penangkal iritasi dalam mempertahankan

keutuhan dan perbaikan mukosa terdapat 3 sitem pertahanan : lapisan pre epitel yaitu berupa

mukus (campuran air dan lipid), epitel permukaan (restitusi, prostaglandin growth factor, dan

proliferasi sel), dan lapisan sub epitel (peningkatan aliran darah, dan akumulasi leukosit).3

11

Page 15: Case Report Interna

Gambar 1. Anatomi Gaster 4

2.3 Epidemiologi Sindrom DispepsiaKeluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek

sehari- hari. Diperkirakan hampir 30 % kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek

gastroenterologist merupakan kasus dispepsia. Berdasarkan penelitian pada populasi umum

didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Dari

data pustaka negara barat didapatkan angka prevalensinya berkisar 7- 41%, tapi hanya 10 -

20% yang mencari pertolongan medis. Angka insiden dispepsia diperkirakan 1-8%.

Sementara di Indonesia belum ada data epidemiologinya.3

2.4 Klasifikasi Sindrom DispepsiaKlasifikasi dispepsia tebagi dua, yaitu:5

a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya

b. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispepsia nonulkus (DNU), bila

tidak jelas penyebabnya.

Tabel 1 Diagnosis banding nyeri atau ketidaknyamanan abdomen atas5

12

Page 16: Case Report Interna

2.5 Etiologi Sindrom Dispepsia

Etiologi dispepsia antara lain sebagai berikut: 4

A. Makanan atau Intoleransi Obat

Penyakit akut pada pencernaan, mungkin disebabkan oleh makan berlebihan, makan

terlalu cepat, makan makanan tinggi lemak, makan selama situasi stres, atau terlalu banyak

minum alkohol atau kopi. Banyak obat yang dapat menyebabkan dispepsia, termasuk aspirin,

obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), antibiotic (metronidazol, makrolid), obat diabetes

(metformin, inhibitor alpha-glukosidase, analog amylin, GLP-1 reseptor antagonis), obat

antihipertensi (angiotensin converting enzim [ACE] inhibitor, angiotensin-receptor blocker),

agen penurun kolesterol (niacin, fibrat), obat untuk neuropsikiatri (inhibitor

cholinesterase[donepezil, rivastigmine]), SSRI (fluoxetine, sertraline), serotonin-norepinefrin-

reuptake (venlafaxine, duloxetine), obat Parkinson (agonis dopamin, monoamine oksidase

[MAO] -B inhibitor), kortikosteroid, estrogen, digoxin, besi, dan opioid.

13

Page 17: Case Report Interna

B. Dispepsia Fungsional

Ini adalah penyebab paling umum dari dispepsia kronis. Sampai tiga perempat dari pasien

tidak memiliki penyebab organik yang jelas untuk gejala mereka setelah evaluasi. Gejala

mungkin timbul dari interaksi yang kompleks dari peningkatan sensitivitas aferen visceral,

pengosongan lambung tertunda atau gangguan akomodasi untuk makanan, atau stressor

psikososial. Meskipun jinak, gejala-gejala ini mungkin kronis dan sulit diobati.

C. Luminal Gastrointestinal Tract Dysfunction

Ulkus peptikum hadir dalam 5-15% dari pasien dengan dispepsia. Penyakit

gastroesophageal reflux (GERD) adalah hadir pada sampai dengan 20% dari pasien dengan

dispepsia, bahkan tanpa mulas signifikan. Kanker lambung atau esophagus diidentifikasi dalam

0,25-1% tetapi sangat jarang terjadi pada orang di bawah usia 55 tahun dengan dyspepsia tanpa

komplikasi. Penyebab lainnya antara lain gastroparesis (terutama di diabetes mellitus),intoleransi

laktosa atau kondisi malabsorptive, dan infeksi parasit (Giardia, Strongyloides, Anisakis).

D. Infeksi Helicobacter pylori

Meskipun infeksi lambung kronis dengan H pylori adalah penyebab penting penyakit

ulkus peptikum, namun jarang dispepsia tanpa adanya penyakit ulkus peptikum. Prevalensi H

pylori terkait kronis gastritis di pasien dengan dispepsia tanpa ulkus peptikum adalah 20-50%,

sama seperti pada populasi umum.

E. Penyakit Pankreas

Karsinoma pankreas dan pankreatitis kronis mungkin awalnya keliru untuk dispepsia

tetapi biasanya berhubungan dengan nyeri yang lebih parah, anoreksia dan penurunan berat

badan yang cepat, steatorrhea, atau penyakit kuning.

F. Penyakit pada traktus Biliaris

Timbulnya onset mendadak epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas karena

cholelithiasis atau choledocholithiasis harus bisa dibedakan dari dispepsia.

14

Page 18: Case Report Interna

G. Kondisi lain

Diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit ginjal kronis, iskemia miokard, keganasan

intra-abdominal, volvulus lambung atau hernia paraesophageal, lambung kronis atau usus

iskemia, dan kehamilan kadang-kadang disertai oleh dyspepsia.

2.6 Patofisiologi Sindrom DispepsiaPatofisiologi dari sindroma dispepsia diantaranya:1,3

1. Abnormalitas Motorik Gaster

Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien dispepsia

fungsional mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam gaster. Demikian pula

pada studi monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi hubungan

antara kelainan tersebut dengan gejala- gejala dispepsia tidak jelas.

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung

jawab terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi, baik

saat mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan makanan

bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan duodenum diatur oleh refleks vagal.

Pada beberapa pasien dispepsia fungsional, refleks ini tidak berfungsi dengan baik sehingga

pengisian bagian antrum terlalu cepat.

2. Perubahan sensitivitas gaster

Lebih 50% pasien dispepsia fungsional menunjukkan sensitivitas terhadap

distensi gaster atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat: makanan yang sedikit

mengiritasi seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan kontraksi gaster intestinum atau

distensi dini bagian antrum postprandial dapat menginduksi nyeri pada bagian ini.

3. Stres dan faktor psikososial

Penelitian menunjukkan bahwa didapatkan gangguan neurotik dan morbiditas

psikiatri lebih tinggi secara bermakna pada pasien dispepsia fungsional dari pada subyek

kontrol yang sehat. Banyak pasien mengatakan bahwa stres mencetuskan keluhan dispepsia.

15

Page 19: Case Report Interna

Beberapa studi mengatakan stres yang lama menyebabkan perubahan aktifitas vagal,

berakibat gangguan akomodasi dan motilitas gaster.

Kepribadian dispepsia fungsional menyerupai pasien Sindrom Kolon Iritatif dan

dispepsia organik, tetapi disertai dengan tanda neurotik, ansietas dan depresi yang lebih nyata

dan sering disertai dengan keluhan nongastrointestinal seperti nyeri muskuloskletal, sakit

kepala dan mudah letih. Mereka cenderung tiba-tiba menghentikan kegiatan sehari-harinya

akibat nyeri dan mempunyai fungsi sosial lebih buruk dibanding pasien dispepsia organik.

Demikian pula bila dibandingkan orang normal. Gambaran psikologik dispepsia fungsional

ditemukan lebih banyak ansietas, depresi dan neurotik.

4. Gastritis Helicobacter pylori

Gambaran gastritis Helicobacter pylori secara histologik biasanya gastritis non-

erosif non-spesifik. Di sini ditambahkan non-spesifik karena gambaran histologik yang ada

tidak dapat meramalkan penyebabnya dan keadaan klinik yang bersangkutan. Diagnosis

endoskopik gastrtitis akibat infeksi Helicobacter pylori sangat sulit karena sering kali

gambarannya tidak khas. Tidak jarang suatu gastritis secara histologik tampak berat tetapi

gambaran endoskopik yang tampak tidak jelas dan bahkan normal. Beberapa gambaran

endoskopik yang sering dihubungkan dengan adanya infeksi Helicobacter pylori adalah:

a. Erosi kronik di daerah antrum

b. Nodularitas pada mukosa antrum

c. Bercak-bercak eritema di antrum

d. Area gastrika yang menonjol dengan bintik-bintik eritema di daerah korpus

Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah

diakui, tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia fungsional masih

kontroversi. Pravelensi Helicobacter pylori pada pasien dispepsia fungsional tidak berbeda

dengan kontrol. Di negara maju, hanya 50% pasien dispepsia fungsional menderita infeksi

Helicobacter pylori, sehingga penyebab dispepsia pada dispepsia fungsional dengan

Helicobacter pylori negatif dapat juga menjadi penyebab dari beberapa dispepsia fungsional

dengan Helicobacter pylori positif.7

5. Kelainan fungsional gastrointestinal

16

Page 20: Case Report Interna

Dispepsia fungsional cenderung dimasukkan sebagai bagian kelainan fungsional

gastrointestinal, termasuk di sini Sindrom Kolon Iritatif, nyeri dada non-kardiak dan nyeri

ulu hati fungsional. Lebih dari 80% dengan Sindrom Kolon Iritatif menderita dispepsia dan

lebih dari sepertiga pasien dengan dispepsia kronis juga mempunyai gejala Sindrom Kolon

Iritatif. Pasien dengan kelainan seperti ini sering ada gejala ekstra gastrointestinal seperti

migrain, myalgia dan disfungsi kencing dan ginekologi.

Pada anamnesis dispepsia jangan lupa menanyakan gejala Sindrom Kolon Iritatif

seperti nyeri abdomen mereda setelah defekasi, perubahan frekuensi buang air besar atau

bentuknya mengalami perubahan, perut tegang, tidak dapat menahan buang air besar dan

perut kembung. Beberapa pasien juga mengalami aerophagia, yaitu perut kembung diikuti

oleh masuknya udara untuk menginduksi sendawa, diikuti oleh kembung yang lebih parah.

Abnormalitas di atas belum semua diidentifikasi oleh semua peneliti dan tidak selalu muncul

pada semua penderita.

2.7 Manifestasi klinis Sindrom DispepsiaKlasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan atau gejala yang dominan,

membagi dipepsia menjadi tiga tipe: 1,7

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan gejala:

- Nyeri epigastrium terlokalisasi

- Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid

- Nyeri saat lapar

- Nyeri episodik

2. Dispepsia degan gejala seperti dismotilitas (dysmotility like dyspepsia), dengan gejala :

- Mudah kenyang.

- Perut cepat terasa penuh saat makan.

- Mual.

- Muntah.

- Upper abdominal bloating.

- Rasa tidak nyaman bertambah saat makan.

3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas).

17

Page 21: Case Report Interna

Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.

2.8 Diagnosis Sindrom DispepsiaUntuk menegakkan diagnosis dispepsia diperlukan data anamnesis yang baik,

pemeriksaan fisis yang akurat, disertai pemeriksaan penunjang untuk mengeksklusi penyakit

organik/struktural.

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik1,6

Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu

yang dijual bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus dihentikan.

Hubungan dengan jenis makanan tertentu perlu diperhatikan. Tanda dan gejala

"alarm"(peringatan) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri yang

menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena atau jaundice

kemungkinan besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan pemeriksaan seperti

endoskopi dan / atau "USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi struktur peptik,

adenokarsinoma gaster atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan

pankreas empedu.

Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya:

masalah anak, hubungan antar manusia, hubungan suami-istri, pekerjaan dan pendidikan. Hal

ini berakibat eksaserbasi gejala pada beberapa orang. Harus diingat gambaran khas dari

beberapa penyebab dispepsia:

- Pasien ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri

berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid

- Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada ulkus

duodenum

- Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah makan

kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik (bedakan

dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan asam pada mulut.

- Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit

esofagus, gastritis erosif dan karsinoma

18

Page 22: Case Report Interna

- Sebaliknya, bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus

duodenum

- Pasien dispepsia fungsional lebih sering mengeluhkan gejala di luar gastrointestinal, ada

tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik.

Pemeriksaan fisik untuk menemukan organomegali, tumor abdomen, ascites, jaundice

tetap penting dikerjakan untuk menyingkirkan penyakit organik.

Pemeriksaan Penunjang1,3

Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD (Oesophagus Maag Duodenum) dengan

kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia).

Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain diagnostik sekaligus terapeutik.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:

- CLO (rapid urea test)

- Patologi anatomi (PA)

- Kultur mikoorganisme (MO) jaringan

- PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian.

1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, setidak-tidaknya perlu diperiksa

darah, urine dan tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan leukositosis

berarti ada tanda - tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau

banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang

diduga menderita dispepsi tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran

pencernaan perlu diperiksa pertanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu

diperiksa CEA, dugaan kearah karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9. Dan lain lain

pemeriksaan laboratorium yang ada relevansi terhadap penyakit yang menimbulkan sindroma

dispepsia.

2. Radiologi

Pemeriksaan radiologi banyak menunjang diagnosis sesuatu penyakit di saluran

makan. Setidak - tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologi terhadap saluran makan

bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan

19

Page 23: Case Report Interna

tampak peristaltik di esophagus yang menurun terutama dibagian distal, tampak

antiperistaltik di antrum yang meninggi serta sering menutupnya pylorus, sehingga sedikit

barium yang masuk ke intestine.

Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang

disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari

tukak yang jinak umumnya regular, semisirkuler, dengan dasar licin.

Kanker di lambung secara radiologi, akan tampak massa yang ireguler tidak

terlihat peristaltic di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah. Pankreatitis akut perlu

dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat ganda seperti terpotongnya usus besar, atau

tampak dilatasi dari intestine terutama di yeyenum yang disebut Sentinel loops.

3. Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi dari saluran makan bagian atas akan banyak membantu

menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan ada tidaknya kelainan di esofagus, lambung,

dan duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna mukosa, lesi tumor jinak atau

ganas. Kelainan di esofagus yang sering ditemukan dan perlu diperhatikan di antaranya ialah:

esofagitis, tukak esofagus, varises esofagus, tumor jinak atau ganas yang umumnya lokasinya

di bagian distal esofagus. Lokasi kelainan di lambung yang terbanyak ialah disekitar angulus,

antrum, dan prepilorus, diantaranya berupa gastritis, tukak lambung, tumor jinak atau ganas.

Kelaianan di duodenum yang sering ditemukan ialah tanda peradangan (duodenitis), tukak

yang lokasinya terbanyak di bulbus dan pars desenden.

Bila pada endoskopi ditemukan tukak baik di esofagus, lambung maupun di

duodenum, maka dapat dibuat diagnosis dispepsi tukak. Sedangkan bila tidak ditemukan

tukak tetapi hanya tanda peradangan maka dapat dibuat diagnosis dispepsia bukan tukak.

4. Ultrasonografi

Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang tidak invasif, akhir-

akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnosis dari sesuatu

penyakit. Apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan

pada kondisi pasien yang berat pun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada

sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan kearah kelainan di traktus biliaris , pankreas,

kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan tumor di esofagus dan lambung.

20

Page 24: Case Report Interna

5. Sidik abdomen

Juga dipakai sebagai pemeriksaan untuk mengeksklusi penyebab organik.

6. Manometri Esofago-gastro-duodenum

Sampai saat ini merupakan sarana penunjang diagnosis yang banyak

dikembangkan. Dapat ditemukan kelainan manometrik berupa gangguan fase III migrating

motor complex. Banyak ahli yang berpendapat bahwa saat ini dispepsia merupakan gangguan

pengosongan lambung.

7. Waktu Pengosongan Lambung

Dapat dilakukan dengan scintigrafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia

terdapat perlambatan pengosongan lambung 30-40%.

2.9 Penatalaksanaan Umum Sindrom Dispepsia 1,2,4

Pengobatan dispepsia antara lain:

1. Diet

Merupakan peranan yang terpenting. Pada garis besarnya yang dipakai adalah

cara pemberian diet seperti yang diajukan oleh Sippy 1915 hingga dikenal pula Sippy Diet.

Sekarang lebih dikenal dengan diit lambung yang sudah disesuaikan dengan masyarakat

Indonesia. Dasar diet ialah makan sedikit berulang kali, makanan yang banyak mengandung

susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak

merangsang dan kemungkinan dapat menetralisir asam HCl. Pemberiannya dalam porsi kecil

dan berulang kali. Dilarang makan pedas, masam, dan alkohol.

2. Antasida 20-150 ml/hari

Antasida akan menetralisir sekresi asam HCl. Obat ini biasa digunakan untuk

sindroma dispepsia. Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir

sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2,

dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus - menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk

mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat

sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan

diare karena terbentuk senyawa MgCl2.

21

Page 25: Case Report Interna

3. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif

yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asam

lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

4. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau

esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain

simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

22

Page 26: Case Report Interna

5. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses

sekresi asam lambung. Obat - obat yang termasuk golongan PPI adalah omeprazol,

lansoprazol, dan pantoprazol.

6. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain

bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat

berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki

mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa,

serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar

lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).

7. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan

metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan

23

Page 27: Case Report Interna

refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid

clearance).

2.10 Pencegahan Sindrom Dispepsia 1

Pencegahan dispepsia antara lain:

- Atur pola makan seteratur mungkin.

- Olahraga teratur.

- Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung (coklat,

keju, dan lain-lain).

- Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon,

semangka, dan lain-lain).

- Hindari makanan yang terlalu pedas.

- Hindari minuman dengan kadar caffeine dan alkohol.

- Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obat antiinflammatory, misalnya

yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen, dan ketoprofen. Acetaminophen adalah

pilihan yang tepat untuk mengobati nyeri karena tidak mengakibatkan iritasi pada dinding

lambung.

- Kelola stres psikologi se-efisien mungkin.

2.11 Prognosis Sindrom DispepsiaSindrom dispepsia yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan

penunjang yang akurat, mempunyai prognosis yang baik.1

24

Page 28: Case Report Interna

B. PERDARAHAN SALURAN PENCERNAAN

2.12 Definisi Perdarahan Saluran Cerna

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yaitu perdarahan yang berasal dari dalam

lumen saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum proksimal,

duodenum, gaster, dan esophagus. Hal tersebut mengakibatkan muntah darah (hematemesis) dan

berak darah berwarna hitam seperti aspal (melena)8.

Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk segar

(bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung

menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Melena yaitu keluarnya tinja yang

lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan bau khas, yang menunjukkan perdarahan saluran

cerna atas serta dicernanya darah pada usus halus9.

2.13 Etiologi Perdarahan Saluran Cerna

Beberapa penyebab timbulnya perdarahan di saluran cerna atas yaitu :

1. Kelainan di esophagus

a. Pecahnya varises esophagus

Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif, kehilangan darah

gastrointestinal kronik jarang ditemukan. Perdarahan varises esofagus atau lambung

biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hepatis.

Meskipun sirosis alkoholik merupakan penyebab varises esofagus yang paling prevalen

di Amerika Serikat, setiap keadaan yang menimbulkan hipertensi portal dapat

mengakibatkan perdarahan varises. Lebih lanjut, kendati adanya varises berarti adanya

hipertensi portal yang sudah berlangsung lama, penyakit hepatitis akut atau infiltrasi

lemak yang hebat pada hepar kadang-kadang menimbulkan varises yang akan

menghilang begitu abnormalitas hepar disembuhkan. Meskipun perdarahan SMBA pada

pasien sirosis umumnya berasal dari varises sebagai sumber perdarahan, kurang lebih

separuh dari pasien ini dapat mengalami perdarahan yang berasal dari ulkus peptikum

atau gastropati hipertensi portal. Keadaan yang disebut terakhir ini terjadi akibat

25

Page 29: Case Report Interna

penggembungan vena-vena mukosa lambung. Sebagai konsekuensinya, sangat penting

menentukan penyebab perdarahan agar penanganan yang tepat dapat dikerjakan8.

Angka kejadian pecahnya varises esophagus yang menyebabkan perdarahan

cukup tinggi yaitu 54,8%. Sifat perdarahan hematemesisnya mendadak dan masif, tanpa

didahului nyeri epigastrium. Darah berwarna kehitaman dan tidak akan membeku karena

sudah tercampur asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena10.

b. Karsinoma esophagus

Karsinoma esophagus lebih sering menunjukkan keluhan melena daripada

hematemesis. Pasien juga mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis. Hanya

sesekali penderita muntah darah tidak masif. Pada panendoskopi jelas terlihat gambaran

karsinoma yang hampir menutup esophagus dan mudah berdarah terletak di sepertiga

bawah esophagus10.

c. Sindrom Mallory-Weiss

Riwayat medis ditandai oleh gejala muntah tanpa isi (vomitus tanpa darah).

Muntah hebat mengakibatkan ruptur mukosa dan submukosa daerah kardia atau

esophagus bawah sehingga muncul perdarahan. Karena laserasi aktif disertai ulserasi,

maka timbul perdarahan. Laserasi muncul akibat terlalu sering muntah sehingga tekanan

intraabdominal naik menyebabkan pecahnya arteri di submukosa esophagus/ kardia. Sifat

perdarahan hematemesis tidak masif, timbul setelah pasien berulangkali muntah hebat,

lalu disusul rasa nyeri di epigastrium. Misalnya pada hiperemesis gravidarum10.

d. Esofagogastritis korosiva

Pernah ditemukan penderita wanita dan pria yang muntah darah setelah tidak

sengaja meminum air keras untuk patri. Air keras tersebut mengandung asam sitrat dan

asam HCl yang bersifat korosif untuk mukosa mulut, esophagus dan lambung. Penderita

juga mengeluh nyeri dan panas seperti terbakar di mulut, dada dan epigastrium10.

e. Esofagitis dan tukak esophagus

Esofagitis yang menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermiten atau

kronis, biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada hemetemesis.

Tukak esophagus jarang menimbulkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak

lambung dan duodenum10.

26

Page 30: Case Report Interna

2. Kelainan di lambung

a. Gastritis erosiva hemoragika

Penyebab terbanyak adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung

atau obat yang merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic drugs). Misalnya obat-obat

golongan salisilat seperti Aspirin, Ibuprofen, obat bintang tujuh dan lainnya. Obat-obatan

lain yang juga dapat menimbulkan hematemesis yaitu : golongan kortikosteroid,

butazolidin, reserpin, spironolakton dan lain-lain. Golongan obat-obat tersebut

menimbulkan hiperasiditas8.

Gastritis erosiva hemoragika merupakan urutan kedua penyebab perdarahan

saluran cerna atas. Pada endokopi tampak erosi di angulus, antrum yang multipel,

sebagian tampak bekas perdarahan atau masih terlihat perdarahan aktif di tempat erosi.

Di sekitar erosi umumnya hiperemis, tidak terlihat varises di esophagus dan fundus

lambung. Sifat hematemesis tidak masif dan timbul setelah berulang kali minum obat-

obatan tersebut, disertai nyeri dan pedih di ulu hati10.

b. Tukak lambung

Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama di angulus dan

prepilorus bila dibandingkan dengan tukak duodeni. Tukak lambung akut biasanya

bersifat dangkal dan multipel yang dapat digolongkan sebagai erosi10.

Biasanya sebelum hematemesis dan melena, pasien mengeluh nyeri dan pedih di

ulu hati selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sesaat sebelum hematemesis rasa

nyeri dan pedih dirasakan bertambah hebat, namun setelah muntah darah rasa nyeri dan

pedih tersebut berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif, lalu disusul melena10.

c. Karsinoma lambung

Insidensinya jarang, pasien umumnya berobat dalam fase lanjut dengan keluhan

rasa pedih dan nyeri di ulu hati, rasa cepat kenyang, badan lemah. Jarang mengalami

hematemesis, tetapi sering melena10.

3. Kelainan di duodenum

a. Tukak duodeni

Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan panendoskopi terletak di bulbus.

Sebagian pasien mengeluhkan hematemesis dan melena, sedangkan sebagian kecil

27

Page 31: Case Report Interna

mengeluh melena saja. Sebelum perdarahan, pasien mengeluh nyeri dan pedih di perut

atas agak ke kanan. Keluhan ini juga dirasakan waktu tengah malam saat sedang tidur

pulas sehingga terbangun. Untuk mengurangi rasa nyeri dan pedih, pasien biasanya

mengkonsumsi roti atau susu10.

b. Karsinoma papilla Vateri

Karsinoma papilla Vateri merupakan penyebaran karsinoma di ampula

menyebabkan penyumbatan saluran empedu dan saluran pancreas yang umumnya sudah

dalam fase lanjut. Gejala yang timbul selain kolestatik ekstrahepatal, juga dapat

menimbulkan perdarahan tersembunyi (occult bleeding), sangat jarang timbul

hematemesis. Selain itu pasien juga mengeluh badan lemah, mual dan muntah10.

2.14 Patofisiologi Perdarahan Saluran Cerna

Mekanisme perdarahan pada hematemesis dan melena sebagai berikut :

1. Perdarahan tersamar intermiten (hanya terdeteksi dalam feces atau adanya anemia defisiensi

Fe+)

2. Perdarahan masif dengan renjatan

Untuk mencari penyebab perdarahan saluran cerna dapat dikembalikan pada faktor-faktor

penyebab perdarahan, yaitu 9:

1. Faktor pembuluh darah (vasculopathy) seperti pada tukak peptik, pecahnya varises

esophagus

2. Faktor trombosit (trombopathy) seperti pada Idiopathic Thrombocytopenia Purpura (ITP)

3. Faktor kekurangan zat pembekuan darah (coagulopathy) seperti pada hemophilia, sirosis hati,

dan lain-lain

Pada sirosis kemungkinan terjadi ketiga hal di atas : vasculopathy (pecahnya varises

esophagus); trombopathy (pengurangan trombosit di tekanan perifer akibat hipersplenisme);

coagulopathy (kegagalan sel-sel hati)9.

Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori9 :

1. Teori erosi : pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan kasar (berserat tinggi

dan kasar) atau konsumsi NSAID

28

Page 32: Case Report Interna

2. Teori erupsi : karena tekanan vena porta terlalu tinggi, atau peningkatan tekanan

intraabdomen yang tiba-tiba karena mengedan, mengangkat barang berat, dan lain-lain

2.15 Manifestasi Klinis Perdarahan Saluran Cerna

Gambaran klinis yang muncul bisa berbeda-beda, tergantung pada12 :

1. Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus

2. Kecepatan perdarahan

3. Penyakit penyebab perdarahan

4. Keadaan penderita sebelum perdarahan

Pada hematemesis, warna darah yang dimuntahkan tergantung dari asam hidroklorida

dalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi segera setelah perdarahan,

muntahan akan tampak berwarna merah dan baru beberapa waktu kemudian penampakannya

menjadi merah gelap, coklat atau hitam. Bekuan darah yang mengendap pada muntahan akan

tampak seperti ampas kopi yang khas. Hematemesis biasanya menunjukkan perdarahan di

sebelah proksimal ligamentum Treitz karena darah yang memasuki traktus gastrointestinal di

bawah duodenum jarang masuk ke dalam lambung12.

Meskipun perdarahan yang cukup untuk menimbulkan hematemesis biasanya

mengakibatkan melena, kurang dari separuh pasien melena menderita hematemesis. Melena

biasanya menggambarkan perdarahan esophagus, lambung atau duodenum. Namun lesi di

jejunum, ileum bahkan kolon ascendens dapat menyebabkan melena jika waktu perjalanan

melalui traktus gastrointestinal cukup panjang. Diperkirakan darah dari duodenum dan jejunum

akan tertahan di saluran cerna selama ± 6–8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam.

Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48–72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan

berarti keluarnya feses warna hitam tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah

sebanyak ±60 mL cukup untuk menimbulkan satu kali buang air besar dengan tinja warna hitam.

Kehilangan darah akut yang lebih besar dari jumlah tersebut dapat menimbulkan melena lebih

dari tujuh hari. Setelah warna tinja kembali normal, hasil tes untuk adanya perdarahan tersamar

dapat tetap positif selama 7–10 hari setelah episode perdarahan tunggal.

Warna hitam melena akibat kontak darah dengan asam HCl sehingga terbentuk hematin.

Tinja akan berbentuk seperti ter (lengket) dan menimbulkan bau khas. Konsistensi ini berbeda

29

Page 33: Case Report Interna

dengan tinja yang berwarna hitam/ gelap yang muncul setelah orang mengkonsumsi zat besi,

bismuth atau licorice. Perdarahan gastrointestinal sekalipun hanya terdeteksi dengan tes occult

bleeding yang positif, menunjukkan penyakit serius yang harus segera diobservasi8.

Kehilangan darah 500 ml jarang memberikan tanda sistemik kecuali perdarahan pada

manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan darah yang sedikit sudah menimbulkan

perubahan hemodinamika. Perdarahan yang banyak dan cepat mengakibatkan penurunan venous

return ke jantung, penurunan curah jantung (cardiac output) dan peningkatan tahanan perifer

akibat refleks vasokonstriksi. Hipotensi ortostatik 10 mmHg (Tilt test) menandakan perdarahan

minimal 20% dari volume total darah. Gejala yang sering menyertai : sinkop, kepala terasa

ringan, mual, perspirasi (berkeringat), dan haus. Jika darah keluar ±40 % terjadi renjatan (syok)

disertai takikardi dan hipotensi. Gejala pucat menonjol dan kulit penderita teraba dingin8.

Pasien muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna atas singkat dan berulang disertai

kolaps hemodinamik dan endoskopi “normal”, dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya arteri

submukosa dekat cardia yang menyebabkan perdarahan saluran cerna intermiten yang banyak)9.

2.16 Diagnosis Banding Perdarahan Saluran Cerna

1. Hemoptoe11

2. Hematokezia11

2.17 Alur Diagnosis Perdarahan Saluran Cerna

1. Anamnesis12

a. Sejak kapan terjadi perdarahan, perkiraan jumlah, durasi dan frekuensi perdarahan

b. Riwayat perdarahan sebelumnya dan riwayat perdarahan dalam keluarga

c. Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain

d. Riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah (Sindrom Mallory-Weiss)

e. Konsumsi jamu dan obat (NSAID dan antikoagulan yang menyebabkan nyeri atau pedih

di epigastrium yang berhubungan dengan makanan)

f. Kebiasaan minum alkohol (gastritis, ulkus peptic, kadang varises)

30

Page 34: Case Report Interna

g. Kemungkinan penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes

mellitus, hipertensi, alergi obat

h. Riwayat tranfusi sebelumnya

2. Pemeriksaan fisik

Langkah awal adalah menentukan berat perdarahan dengan fokus pada status

hemodinamik, pemeriksaannya meliputi12 :

a. Tekanan darah dan nadi posisi baring

b. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi

c. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)

d. Kelayakan napas dan tingkat kesadaran

e. Produksi urin

Perdarahan akut dalam jumlah besar (> 20% volume intravaskuler) mengakibatkan

kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda12 :

a. Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi > 100 x/menit

b. Tekanan diastole ortostatik turun >10 mmHg, sistole turun >20 mmHg.

c. Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 x/menit

d. Akral dingin

e. Kesadaran turun

f. Anuria atau oligouria (produksi urin <30 ml/jam)

Selain itu pada perdarahan akut jumlah besar ditemukan hal-hal berikut12:

a. Hematemesis

b. Hematokezia

c. Darah segar pada aspirasi nasogastrik, dengan lavase tidak segera jernih

d. Hipotensi persisten

e. Tranfusi darah > 800 – 1000 ml dalam 24 jam

Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi

jumlah perdarahan, dengan criteria12 :

31

Page 35: Case Report Interna

Perdarahan (%) Keadaan hemodinamik

<8 Hemodinamik stabil

8 – 15 Hipotensi ortostatik

15 – 25 Renjatan (syok)

25 – 40 Renjatan + penurunan kesadaran

>40 Moribund (physiology futility)

Selanjutnya pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah12 :

a. Stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider naevi, ascites, splenomegali, eritema

palmaris, edema tungkai)

b. Colok dubur karena warna feses memiliki nilai prognostik

c. Aspirat dari nasogastric tube (NGT) memiliki nilai prognostik mortalitas dengan

interpretasi :

1) Aspirat putih keruh : perdarahan tidak aktif

2) Aspirat merah marun : perdarahan masif (mungkin perdarahan arteri)

d. Suhu badan dan perdarahan di tempat lain

e. Tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai perdarahan saluran cerna

(pigmentasi mukokutaneus pada sindrom Peutz-Jeghers)

3. Pemeriksaan Penunjang11

a. Tes darah : darah perifer lengkap, cross-match jika diperlukan tranfusi

b. Hemostasis lengkap untuk menyingkirkan kelainan faktor pembekuan primer atau

sekunder : CTBT, PT/PPT, APTT

c. Elektrolit : Na, K, Cl

d. Faal hati : cholinesterase, albumin/ globulin, SGOT/SGPT

e. EKG& foto thoraks: identifikasi penyakit jantung (iskemik), paru kronis

f. Endoskopi : gold standart untuk menegakkan diagnosis dan sebagai pengobatan

endoskopik awal. Selain itu juga memberikan informasi prognostik dengan

mengidentifikasi stigmata perdarahan9

32

Page 36: Case Report Interna

Perbedaan Saluran Cerna Bagian Atas dengan Bawah 9

Perbedaan Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB

Manifestasi klinik umumnya

Hematemesis dan/atau melena

Hematokezia

Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih

Rasio (BUN : kreatinin) Meningkat >35 <35

Auskultasi usus Hiperaktif Normal

2.18 Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna

1. Tatalaksana Umum

Tindakan umum terhadap pasien diutamakan airway-breathing-circulation (ABC).

Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan memadai, segera dirawat untuk terapi

lanjutan atau persiapan endoskopi12.

Untuk pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:

a. Pemasangan iv-line minimal 2 dengan jarum (kateter) besar minimal no 18. Ini penting

untuk transfuse, dianjurkan pemasangan CVP

b. Oksigen sungkup/ kanula. Bila gangguan airway-breathing perlu ETT

c. Mencatat intake- output, harus dipasang kateter urine

d. Monitor tekanan darah, nadi, saturasi O2, keadaan lain sesuai komorbid

e. Melakukan bilas lambung agar mempermudah tindakan endoskopi

Dalam melaksanakan tindakan umum ini, pasien dapat diberikan terapi(10) :

a. Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%

b. Pemberian vitamin K 3x1 amp

c. Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)

d. Terapi lainnya sesuai dengan komorbid

2. Tatalaksana Khusus

Varises gastroesofageal12

33

Page 37: Case Report Interna

1) Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif12

a) Glipressin (Vasopressin) : Menghentikan perdarahan lewat efek vasokonstriksi

pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta

menurun. Pemberian dengan mengencerkan vasopressin 50 unit dalam 100 ml

Dextrose 5%, diberikan 0,5–1 mg/menit/iv selama 20–60 menit dan dapat diulang

tiap 3–6 jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infuse 0,1–0,5

U/menit

b) Somatostatin : Menurunkan aliran darah splanknik, lebih selektif daripada

vasopressin. Untuk perdarahan varises atau nonvarises. Dosis pemberian awal

dengan bolus 250 mcg/iv, lanjut per infus 250 mcg/jam selama 12–24 jam atau

sampai perdarahan berhenti.

2) Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota

3) Terapi endoskopi12

a) Ligasi : Mulai distal mendekati cardia bergerak spiral setiap 1–2 cm. Dilakukan

pada varises yang sedang berdarah atau ditemukan tanda baru saja mengalami

perdarahan (bekuan darah melekat, bilur merah, noda hematokistik). Efek

samping sklerosan dapat dihindari, mengurangi frekuensi ulserasi dan striktur.

b) Skleroterapi : alternatif bila ligasi sulit dilakukan karena perdarahan masif, terus

berlangsung atau teknik tidak memungkinkan. Yang digunakan campuran yang

sama banyak antara polidokanol 3%, NaCl 0,9% dan alcohol absolute; dibuat

sesaat sebelum skleroterapi. Penyuntikan dari bagian paling distal mendekati

cardia, lanjut ke proksimal bergerak spiral sejauh 5cm.

4) Terapi radiologi12 : pemasangan transjugular intrahepatic portosystemic shunting

(TIPS)& perkutaneus obliterasi spleno-porta.

5) Terapi pembedahan12

a) Shunting

b) Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi

c) Devaskularisasi + splenektomi

Tukak peptic12

Terapi medikamentosa

34

Page 38: Case Report Interna

PPI (proton pump inhibitor)(9) : obat anti sekresi asam untuk mencegah

perdarahan ulang. Diawali dosis bolus Omeprazol 80 mg/iv lalu per infuse 8

mg/kgBB/jam selama 72 jam

Antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan untuk tujuan

penyembuhan lesi mukosa perdarahan.

Algoritma Penatalaksanaan Penderita Perdarahan SCBA

`

2.20 Komplikasi Perdarahan Saluran Cerna 11

1. Syok hipovolemik

2. Aspirasi pneumonia

3. Gagal ginjal akut

35

Page 39: Case Report Interna

4. Sindrom hepatorenal koma hepatikum

5. Anemia karena perdarahan

36

Page 40: Case Report Interna

DAFTAR PUSTAKA

1. Djojoningrat, Dharmika.2009. Dispepsia Fungsional dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid I. Edisi ke-5,p 529-33. Jakarta: Internal Publishing

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3. Tarigan, Pengarapen. 2009. Tukak Gaster dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I.

Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

4. Papadakis A, Maxine, 2015, Gastorintestinal Disorders in CURRENT MEDICAL

DIAGNOSIS & TREATMENT, Mc Gam Hill Education. New York

5. Rani A, Soegondo S, Nasir A, Wijaya I. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Interna Publishing

6. Jawetz, Melnick, Adelberg’s. Medical Microbiology. Edisi ke-24. United States of

America : McGraw-Hill ; 2007.

7. Hirlan.2009. Gastritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta :

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

8. Richter, J.M. & K.J. Isselbacher. Perdarahan Saluran Makanan : dalam Harrison

(Prinsip Ilmu Penyakit Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC. 1999 : 259 – 62. 9

9. Davey, P. Hematemesis & Melena : dalam At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.

2006 : 36 – 7.

10. Hadi, S. Perdarahan Saluran Makan : dalam Gastroenterologi. Bandung : PT Alumni.

2002 : 281 – 305.

11. PB PAPDI. Standar Pelayanan Medik. Jakarta : PB PAPDI. 2005: 272 – 3.

12. Adi, P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit Dalam Jilid

I. Jakarta : FKUI. 2006 : 289 – 97.

37