Case Obs Versi Ok6

58
Laporan Kasus PENANGANAN PASIEN DENGAN EKLAMSI Disusun oleh: Regina lisa Rina Andriani Wan Gilang Pratama Tirta Kalvari Zakiah Fitrianti Pembimbing : dr. Noviardi, Sp.OG (K) KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI 1

Transcript of Case Obs Versi Ok6

Laporan Kasus

PENANGANAN PASIEN DENGAN EKLAMSI

Disusun oleh:

Regina lisa

Rina Andriani

Wan Gilang Pratama

Tirta Kalvari

Zakiah Fitrianti

Pembimbing :

dr. Noviardi, Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN

GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

PEKANBARU

2013

1

BAB I

PENDAHULUAN

Ada tiga penyebab utama kematian ibu hamil yaitu infeksi, perdarahan dan

toksemia gravidarum yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu

maupun janin yang dikandungnya.1 Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

Tahun 2007 menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu untuk periode 5 tahun

sebelum survei (2003-2007) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini

lebih rendah dibandingkan AKI hasil SDKI tahun 2002-2003 yang sebesar 307

per 100.000 kelahiran hidup.2

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan

disertai dengan proteinuria. Preeklampsia adalah penyulit kehamilan yang akut

dan dapat terjadi pada antepartum, intrapartum dan postpartum.3 Telah dilaporkan

bahwa insidensi preeklampsia terjadi sekitar 2-8% pada kehamilan.4 Penyebab

preeklampsia sampai saat ini masih belum dapat diketahui secara pasti sehingga

oleh Zweifel (1916) preeklampsia disebut sebagai “the disease of theories”.

Indonesia menurut data dari RSUP Dr.Kariadi Semarang pada tahun 1999-

2000 preeklampsia menjadi penyebab utama kematian maternal yaitu 52.9%

diikuti perdarahan 26,5% dan infeksi 14,7%.5,6 Menurut penelitian Haryono pada

tahun 2005 Angka Kematian Maternal (AKM) di rumah sakit seluruh Indonesia

akibat eklampsia atau preeklampsia sebesar 44,91%.7 Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Rosi di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan kasus

preeklampsia untuk tahun 2011 yaitu sebanyak 7,15% kasus.8 Hal ini membuat

preeklampsia masih menjadi masalah dalam pelayanan obstetri di Indonesia.

Pada keluaran maternal dari penderita preeklampsia dapat ditemukan

solusio plasenta (1–4%), disseminated coagulopathy/HELLP syndrome (10–20%),

edema paru / aspirasi 2–5%), gagal ginjal akut (1–5%), eklampsia (<1%),

kegagalan fungsi hepar (<1%). Sibai mengemukakan beberapa hal yang sering

ditemukan pada keluaran perinatal dari persalinan dengan preeklampsia antara

lain kelahiran prematur (15–67%), pertumbuhan janin yang terhambat (10–25%),

cedera hipoksianeurologik (<1%), kematian perinatal (1–2%), dan morbiditas

2

jangka panjang penyakit kardiovaskuler yang berhubungan dengan bayi berat lahir

rendah (BBLR) (fetal origin of adult disease).9

Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang dan atau

koma. Sama halnya dengan preeklampsia, eklampsia dapat terjadi pada

antepartum, intrapartum dan postpartum. Pada penderita preeklampsia yang akan

kejang umumnya memberi gejala atau tanda yang khas seperti nyeri kepala bagian

frontal, pandangan kabur, dan nyeri ulu hati. Preeklampsia yang disertai tanda-

tanda ini disebut sebagai impending eclampsia atau iminent eclampsia. 3

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas kasus obstetri

dengan eklampsia.

3

BAB II

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. S

Usia : 21 tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Perawang

No. MR : 82 14 30

ANAMNESIS

Pasien datang ke RSUD Arifin Achmad melalui VK IGD, rujukan dari Puskesmas

Perawang dengan diagnosis G1 gravid 35 minggu dengan PEB pada tanggal 10

Agustus 2013 pada pukul 11.20 WIB.

Pasien dirujuk dengan surat rujukan terlampir dan ditemani bidan. Pada

pasien terpasang infus MgSO4 40% dalam D5 500cc, oksigen via nasal canul

2L/menit, dan folley kateter (urin output 350cc) .

Keluhan Utama: Sakit kepala sejak 8 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT : 25-11-2012 TP : 1-09-2013. Nyeri

pinggang yang menjalar ke ari-ari (-), keluar lendir bercampur darah dari

kemaluan (-), keluar air-air yang banyak dari kemaluan (-), gerakan janin

dirasakan aktif sejak usia kehamilan 6 bulan. Pasien mengluhkan sakit kepala

bagian depan sejak 8 jam SMRS, mual (+), muntah (-), pandangan kabur (-),

nyeri ulu hati (-). Pasien mengaku sejak usia kandungan 7 bulan saat kontrol

kandungan tekanan darah pasien sering diatas 120/80 mmHg.

Riwayat Hamil Muda

Mual (+), muntah (+) namun tidak menganggu aktivitas, perdarahan (-)

4

Riwayat Hamil Tua

Mual (-), muntah (-), perdarahan (-)

Riwayat ANC

Pasien mengaku kontrol ke bidan sebanyak 6 x, (dimulai saat usia kandungan 3

bulan). Selama kontrol kebidan dikatakan bayi dalam kondisi baik.

Pasien mengaku tidak pernah di USG

Riwayat Makan Obat : vitamin dan obat penambah darah (+)

Riwayat Haid

Menarche usia 14 tahun, teratur, selama 5-7 hari, siklus 28 hari, ganti pembalut 2-

3x/hari.

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), asma (-), jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), asma (-), jantung (-)

Riwayat Perkawinan :

Pernikahan 1x, pernikahan saat usia 20 tahun suami usia 36 tahun (tahun 2012)

Riwayat Hamil/Keguguran/Persalinan: 1/0/0

Riwayat Kontrasepsi : (-)

Riwayat Operasi Sebelumnya : (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : baik

Kesadaran : komposmentis

Vital Sign

Tekanan darah : 170/130mmHg

5

Nadi : 91x/menit

Frekuensi napas : 21x/menit

Suhu : afebris

Gizi : baik (TB :160cm, BB:70kg)

Kepala : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Abdomen : Status obstetrikus

Genitalia : Status obstetrikus

Ekstremitas : edema tungkai (+/+), kelemahan anggota gerak atas dan

bawah (-/-), akral hangat (+/+), CRT < 2”, reflek patela (+/+)

Status Obstetri

Muka : Cloasma gravidarum (-)

Mamae : papilla mammae menonjol, hiperpigmentasi areola

(+/+)

Abdomen :

Inspeksi : Perut tampak membuncit, linea nigra (+), striae gravidarum (+)

Palpasi : supel, NT (-)

L1: TFU 4 jari dibawah proc. xyphoideus, teraba massa bulat lunak

tidak melenting

L2: tahanan terbesar disebelah kanan

L3: teraba massa bulat keras dan melenting

L4: bagian terbawah janin belum masuk PAP

His : -

TFU: 29 cm TBJ: 2480 gram DJJ : 152 dpm

Genitalia

Vulva uretra : perdarahan (-), lendir (-)

VT : Portio: Konsistensi : lunak

Arah sumbu : posterior

Pembukaan : tidak ada

Ketuban : utuh

Terbawah : kepala

Penurunan : kepala hodge I

6

Penunjuk : tidak bisa dinilai

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (10/08/2013):

Darah lengkap Kimia Darah :

Hb: 13,8 g/dl Glukosa : 86 mg/dL

Ht: 43,1 vol% Ureum : 34,8 mg/dL

Leukosit: 12.100/µl Creatinin : 0,7 mg/dL

Trombossit: 264.000/µl ALT : 43 U/L

AST : 57,7 U/L

Urin: Albumin : 2,1 mg/dL

Proteinuria bakar (+)3 BUN : 16,3 mg/dL

Proteinuria laboratorium (+)2

DIAGNOSIS KERJA

G1 gravid 37-38 minggu belum inpartu + PEB + Janin hidup tunggal intrauteri

letak memanjang persentasi kepala + susp. IUGR

Rencana Penatalaksanaan:

- Observasi ku, ttv, his, djj/ jam

- Observasi tanda-tanda inpartu

- Observasi tanda impending eklamsi

- Regimen MgSO4 dalam RL 500cc, maintenance

- Dopamed 3 x 250 gr (p.o)

- Rencana terminasi pervaginam (observasi melalui CTG)

- Rawat Camar 2

10/8/2013 pukul 13.10

Pasien mengalami kejang, kejang berlangsung sebanyak 1 x, selama ± 2 menit,

pada saat kejang ekstremitas ekstensi, tangan menggenggam, mata terbuka, mulut

menutup rapat

O : Ku : Sakit Berat Kes: Somnolen (GCS 6 : E2M3V1)

TD : 200/130 mmHg

7

HR : 92 x/menit

RR : 26 x/menit

His : -

Djj : 140 dpm

A : G1 gravid 37-38 minggu belum inpartu + eklampsi + Janin hidup tunggal

intrauteri + letak memanjang + persentasi kepala + susp. IUGR

P : Managemen ABC (primary survey)

- pasien dipasang goedel no 8

- O 2 via NRM 10 L/menit

- loading MgSO4 4gr

10/8/2013 pukul 13.20

Pasien mulai sadar

S : Pasien lemah

O : Ku : Sakit Berat Kes: Somnolen (GCS 8 : E2M4V2)

TD : 200/130 mmHg

HR : 98 x/menit

RR : 28 x/menit

His : -

Djj : 130 dpm

A : G1 gravid 37-38 minggu belum inpartu + eklampsia + Janin hidup tunggal

intrauteri + letak memanjang + persentasi kepala + susp. IUGR

P : - diberikan nifedipine 1 x 10 mg (p.o)

Telepon konsulen jaga , advis : terminasi secara sectio cesaria cito

10/8/2013 pukul 13.35

Pasien dipersiapkan untuk sectio cesaria cito

Diagnosis sebelum operasi :

G1gravid 37-38 minggu belum inpartu + eklampsi + Janin hidup tunggal intrauteri

+ letak memanjang + persentasi kepala + susp. IUGR

Diagnosis setelah operasi :

P1A0H1 post SCTPP atas indikasi eklampsi

8

LAPORAN TINDAKAN

Laporan operasi :

1. Pasien dibaringkan terlentang di meja operasi deng anestesi umum

2. Dilakukan desinseksi pada daerah insisi dan dibuat lapangan operasi

dengan duk steril.

3. Dibuat insisi secara mediana

4. Subkutis, fasia digunting kemudian diperlebar secara tumpul, peritoneum

digunting dan diperluas secara tumpul

5. Tampak uterus gravid, dicari plika uterina dan digunting kemudian

diperluas secara tumpul, kemudian blast disisihkan

6. SBR di insisi semilunar kemudian diperluas secara tumpul

7. Ketuban dipecahkan, ketuban jernih

8. Bayi dilahirkan dengan cara meluksir kepala, bayi perempuan, berat lahir

2400gr, panjang badan 46cm, Apgar score 5/9

9. Plasenta dilahirkan lengkap dan cavum uteri dibersihkan

10. Kontaksi uterus baik, perdarahan tidak ada, kemudian segmen bawah

rahim dijahit lapis demi lapis

11. Cavum abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah

12. Setelah diyakini tidak ada perdarahan, kemudian dinding abdomen dijahit

lapis demi lapir (peritoneum dijahit dengan jahitan jelujur, otot dijahir

secara jelujur, fasia dengan jahitan jelujur, subkutis dijahit satu persatu,

kulit dengan jahitan subkutikuler dan luka ditutup.

Follow up :

10-08-2013 (23.30 WIB)

S : nyeri luka operasi (+), pusing (+), nyeri kepala bagian depan (-), nyeri ulu hati

(-), pandangan kabur (-), kentut (-)

O : KU : Baik Kes : Komposmentis

TD : 140/100 mmHg

HR : 100 x/i

RR : 24 x/i

T : afebris

Urin output : 200cc

9

S.generalis : Konjungtiva anemis (-/-)

Thoraks : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

S. Obstetrikus : TFU teraba 2 jari diatas pusat, kontraksi baik

Perdarahan merembes dari vulva

A : P1 post SCTPP a/i eklampsia

P : - Observasi KU, TTV, kontraksi, perdarahan

- Observasi tanda-tanda eklamspi berulang

- Inj. Oxytocin 10 IU

- Ij. Ceftriaxone 2 x 1 gr

- IVFD RL + oxytocin 10 IU 20 tpm

- IVFD RL 500cc + MgSO4 40% 2 gr/jam (sampai 24 jam post partum)

11-08-2013 (23.45 WIB)

S : mules (+), perut nyeri (+), nyeri luka operasi (+), nyeri kepala bagian depan

(-), nyeri ulu hati (-), pandangan kabur (-), perdarahan mengalir dari kemaluan

(+)

O : KU : Baik Kes : Komposmentis

TD : 140/110 mmHg

HR : 100 x/i

RR : 23 x/i

T : afebris

S.generalis : Konjungtiva anemis (-/-)

Thoraks : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

VT : sisa stosel (+), stosel dikeluarkan

S. Obstetrikus : TFU teraba 1 jari dibawah pusat, kontraksi baik, perdarahan

merembes dari vulva (+), ± 10cc

A : P1 post SCTPP a/I eklampsia

P : - Observasi KU, TTV, kontraksi, perdarahan

- Observasi tanda-tanda eklamsi berulang

- IVFD RL + oxytocin 10 IU 20 tpm

- Ij. Ceftriaxone 2 x 1 gr

- IVFD RL 500cc + MgSO4 40% 2 gr/jam (sampai 24 jam post partum)

- observasi diuresis jika buruk stop MgSO4 ganti dengan nifedipin 10 mg

10

10-08-2013 (23.45 WIB)

S : mules (+), perut nyeri (+), nyeri luka operasi (+), nyeri kepala bagian depan

(-), nyeri ulu hati (-), pandangan kabur (-), perdarahan mengalir dari kemaluan

(+)

O : KU : Baik Kes : Komposmentis

TD : 140/110 mmHg

HR : 100 x/i

RR : 23 x/i

T : afebris

S.generalis : Konjungtiva anemis (-/-)

Thoraks : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

VT : sisa stosel (+)

S. Obstetrikus : TFU teraba 1 jari dibawah, kontraksi baik, perdarahan

merembes dari vulva (+)

A : P1 post SCTPP a/I eklampsia

P : - Observasi KU, TTV, kontraksi, perdarahan

- Observasi tanda-tanda eklamsi berulang

- IVFD RL + oxytocin 10 IU 20 tpm

- Ij. Ceftriaxone 2 x 1 gr

- IVFD MgSO4 40% 2 gr/jam (sampai 24 jam post partum) observasi

diuresis jika buruk stop MgSO4 ganti dengan nifedipin 10 mg

11-08-2013 (00.30 WIB)

Urin bag pasien dikosong kan, observasi ulang urin 01.30 WIB

Jika diuresis baik lanjutkan MgSO4 40%

Jika diuresis tidak baik stop MgSO4 40%, ganti nifedipine 3 x 10 mg jk TD ≥

160/100 mmHg

11-08-2013 (01.30 WIB)

S : mules (+), perut nyeri (+), nyeri luka operasi (+),nyeri kepala bagian depan (-),

nyeri ulu hati (-),pandangan kabur (-), perdarahan mengalir dari kemaluan (-)

O : KU : Baik Kes : Komposmentis

TD : 140/110 mmHg HR : 98 x/i

11

RR : 22 x/i T : afebris

Urin Output: 90cc

S.generalis : Konjungtiva anemis (-/-)

Thoraks : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

S. Obstetrikus : TFU teraba 1 jari dibawah, kontraksi baik, perdarahan

merembes dari vulva (+) minimal ± 5cc

A : P1 post SCTPP a/i eklampsia

P : - Observasi KU, TTV, kontraksi, perdarahan

- Observasi tanda-tanda eklamsi berulang

- IVFD RL + oxytocin 10 IU 20 tpm

- Ij. Ceftriaxone 2 x 1 gr

- nifedipine 3 x 10 mg jk TD ≥ 160/100 mmHg

11-08-2013 (04.30 WIB)

S : mules (+), perut nyeri (+), nyeri luka operasi (+),nyeri kepala bagian depan (-),

nyeri ulu hati (-),pandangan kabur (-), perdarahan mengalir dari kemaluan (-)

O : KU : Baik Kes : Komposmentis

TD : 140/110 mmHg

HR : 88 x/i

RR : 22 x/i

T : afebris

Urin Output: 300cc

S.generalis : Konjungtiva anemis (-/-)

Thoraks : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

S. Obstetrikus : TFU teraba 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, perdarahan

merembes dari vulva (+) minimal ± 10cc

A : P1 post SCTPP a/i eklampsia

P : - Observasi KU, TTV, kontraksi, perdarahan

- Observasi tanda-tanda eklamsi berulang

- IVFD RL + oxytocin 10 IU 20 tpm

- Ij. Ceftriaxone 2 x 1 gr

- nifedipine 3 x 10 mg jk TD ≥ 160/100 mmHg

12

11-08-2013 (06.00 WIB)

S : mules (+), nyeri luka operasi (+), ASI (+), nyeri ulu hati (-), pandangan kabur

(-), nyeri kepala bagian depan (-), perdarahan mengalir dari kemaluan (-),

O : KU : Baik Kes : Komposmentis

TD : 140/100 mmHg

HR : 86 x/i

RR : 20 x/i

T : afebris

Urin Output: 400cc

S.generalis : Konjungtiva anemis (-/-)

Thoraks : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

S. Obstetrikus : TFU teraba 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, perdarahan

merembes dari vulva (+) minimal ± 15cc

A : P1 post SCTPP a/i eklampsia

P : - Observasi KU, TTV, kontraksi, perdarahan

- Observasi tanda-tanda eklamsi berulang

- IVFD RL + oxytocin 10 IU 20 tpm

- Ij. Ceftriaxone 2 x 1 gr

- nifedipine 3 x 10 mg jk TD ≥ 160/100 mmHg

- Periksa darah lengkap

Laboratorium

Darah lengkap Urin:

Hb: 10,7 g/dl Proteinuria bakar (+)1

Ht: 31,7 vol%

Leukosit: 19.100/µl

Trombossit: 174.000/µl

11-08-2013 (10.00 WIB)

S : nyeri luka operasi (+), nyeri ulu hati (-), pandangan kabur (-), nyeri kepala

bagian depan (-), perdarahan mengalir dari kemaluan (-),

O : KU : Baik Kes : Komposmentis

TD : 170/100 mmHg

HR : 86 x/i

RR : 20 x/i

T : afebris

13

Urin Output: 200cc

S.generalis : Konjungtiva anemis (-/-)

Thoraks : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

S. Obstetrikus : TFU teraba 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, perdarahan

merembes dari vulva (+) minimal ± 5cc

A : P1 post SCTPP a/i eklampsia

P : - Observasi KU, TTV, kontraksi, perdarahan

- Observasi tanda-tanda eklamsi berulang

- IVFD RL 20 tpm

- Ij. Ceftriaxone 2 x 1 gr

- nifedipine 3 x 10 mg (jk TD ≥ 160/100 mmHg)

11-08-2013 (12.00 WIB)

S : nyeri luka operasi mulai berkurang, nyeri ulu hati (-), pandangan kabur (-),

nyeri kepala bagian depan (-)

O : KU : Baik Kes : Komposmentis

TD : 170/100 mmHg

HR : 88 x/i

RR : 20 x/i

T : afebris

S.generalis : Konjungtiva anemis (-/-)

Thoraks : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

S. Obstetrikus : TFU teraba 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, perdarahan

merembes dari vulva (+) minimal ± 10cc

A : P1 post SCTPP a/i eklampsia + nifas hari 1

P : - Observasi KU, TTV, kontraksi, perdarahan

- Observasi tanda-tanda eklamsi berulang

- Ij. Ceftriaxone 2 x 1 gr

- IVFD MgSO4 40 % dalam RL 500cc lanjut 24 jam post partum

- nifedipine 3 x 10 mg

- SF 3 x 1 tab

- observasi tanda-tanda intoksikasi MgSO4

14

12-08-2013 (06.00 WIB)

S : nyeri kepala bagian depan (+), nyeri luka operasi mulai berkurang, nyeri ulu

hati (-), pandangan kabur (-),

O : KU : Baik Kes : Komposmentis

TD : 180/120 mmHg

HR : 88 x/i

RR : 20 x/i

T : afebris

S.generalis : Konjungtiva anemis (-/-)

Thoraks : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

S. Obstetrikus : TFU teraba 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, perdarahan

merembes dari vulva (+) minimal ± 5cc

A : P1 post SCTPP a/i eklampsia + nifas hari ke 2

P : - Observasi KU, TTV, kontraksi, perdarahan

- Observasi tanda-tanda eklamsi berulang

- Aff infus dan kateter

- Ij. Ceftriaxone 2 x 1 gr (stop ganti cefadroxil 3x500mg p.o)

- nifedipine 3 x 10 mg jika TD ≥ 160/110 mmHg

- SF 3 x 1 tab

- Asam mefenamat 3 x 500mg

13-08-2013 (07.15 WIB)

S : nyeri kepala bagian depan (+), nyeri luka operasi mulai berkurang, nyeri ulu

hati (-), pandangan kabur (-),

O : KU : Baik Kes : Komposmentis

TD : 170/120 mmHg

HR : 96 x/i

RR : 16 x/i

T : afebris

S.generalis : Konjungtiva anemis (-/-)

Thoraks : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

S. Obstetrikus : TFU teraba 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, perdarahan

merembes dari vulva (+) minimal ± 5cc

A : P1 post SCTPP a/i eklampsia + nifas hari ke 3

P : - Observasi KU, TTV, kontraksi, perdarahan

15

- Observasi tanda-tanda HPP

- Cefadroxil 3 x 500mg (p.o)

- nifedipine 3 x 10 mg jika TD ≥ 160/110 mmHg

- SF 3 x 1 tab

- Asam mefenamat 3 x 500 mg

14-08-2013 (07.00 WIB)

S : nyeri kepala bagian depan (-), nyeri luka operasi mulai berkurang, nyeri ulu

hati (-), pandangan kabur (-),

O : KU : Baik Kes : Komposmentis

TD : 150/100 mmHg

HR : 96 x/i

RR : 16 x/i

T : afebris

S.generalis : Konjungtiva anemis (-/-)

Thoraks : Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

S. Obstetrikus : TFU teraba 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, perdarahan

merembes dari vulva minimal

A : P1 post SCTPP a/i eklampsia + nifas hari ke 4

P : - Observasi KU, TTV, kontraksi, perdarahan

- Cefadroxil 3 x 500mg (p.o)

- nifedipine 3 x 10 mg jika TD ≥ 160/110 mmHg

- SF 3 x 1 tab

- Asam mefenamat 3 x 500 mg

Prognosis : Bonam

16

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pre-eklampsia dan Eklampsia

2.1.1 Definisi

Pre-eklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi

ante, intra, dan postpartum. Berdasarkan gejala-gejala klinik pre-eklampsia dapat

dibagi menjadi pre-eklampsia ringan dan pre-eklampsia berat.3

Pre-eklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan

menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah

dan aktivasi endotel. Pre-eklampsia berat ialah pre-eklampsia dengan tekanan

darah sistolik ≥ 160mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai

protenuria lebih 5g/24 jam.3

Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah

tinggi (hipertensi), pembengkakan jaringan (edema), dan ditemukannya protein

dalam urin (proteinuria) yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya

terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga terjadi pada trimester

kedua kehamilan.11,12 Keadaan ini sering tidak diketahui atau diperhatikan

sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat pre-eklampsia berat bahkan dapat

menjadi eklampsia.

Hipertensi ialah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg.

Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam.

Proteinuria ialah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama

dengan ≥ +1 dipstick. Edema, dahulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda-tanda

pre-eklampsia, tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema

generalisata (anasarka).3

Istilah “eklampsia” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “halilintar”

karena gejala eklampsia datang dengan mendadak dan menyebabkan suasana

gawat dalam kebidanan.13 Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan

kejang-kejang dan/atau koma.1 Definisi lain juga mengatakan kejang yang terjadi

pada wanita hamil yang tidak ada kaitannya dengan kelainan otak.4 eklampsia

17

lebih sering pada primigravida daripada multipara. Tergantung dari saat timbulnya

eklampsia dibedakan eklampsia gravidarum (eklampsia antepartum), eklampsia

parturientum (eklampsia intrapartum), dan eklampsia puerperale (eklampsia

postpartum). Kebanyakan terjadi antepartum (50%). Perlu dikemukakan bahwa

pada eklampsia gravidarum sering kali persalinan mulai tidak lama kemudian.12

2.1.2 Faktor Resiko

Terdapat faktor resiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yaitu :3,10

1. Primigravida, primipaternitas

2. Hiperplasentosis, misalnya mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes

mellitus, hidrops fetalis, bayi besar

3. Umur yang esktrim

4. Riwayat keluarga pernah pre-eklampsia/eklampsia

5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

6. Obesitas

2.1.3 Gejala-gejala

Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila

peningkatan tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam

trimester pertama atau kedua awal (umur kehamilan 20 minggu), ini mungkin

menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi kronik. Tetapi bila tekanan

darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, mungkin

penderita menderita preeklampsia. (setelah 20 minggu kehamilan)3

Disamping adanya gejala yang nampak diatas pada keadaan yang lebih

lanjut timbul gejala-gejala subyektif yang membawa pasien ke dokter. Gejala

subyektif tersebut ialah:11

1. Sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedema otak.

2. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau

edema, atau sakit kerena perubahan pada lambung.

3. Gangguan penglihatan. Penglihatan menjadi kabur malahan kadang-

kadang pasien buta. Gangguan ini disebabkan vasospasmus, edema atau

ablatio retina. Perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoscop.

4. Gangguan pernafasan sampai sianosis

5. Pada keadaan berat akan diikuti gangguan kesadaran

18

2.1.4 Etiologi dan Patofisiologi

Sebab pre-eklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan

jelas. Banyak teori telah dikemukakan, tetapi tidak ada teori yang dianggap

mutlak benar. Teori-teori sekarang yang banyak dianut adalah :3

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebsa dan disfungsi endotel

3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

4. Teori adaptasi kerdiovaskularori genetik

5. Teori defisiensi gizi

6. Teori inflamasi

2.1.5 Penanganan

Eklampsia merupakan komplikasi obstetri kedua yang menyebabkan 20 –

30% kematian ibu. Komplikasi ini sesungguhnya dapat dikenali dan dicegah sejak

masa kehamilan (preeklampsia). Preeklampsia yang tidak mendapatkan tindak

lanjut yang adekuat ( dirujuk ke dokter, pemantauan yang ketat, konseling dan

persalinan di rumah sakit ) dapat menyebabkan terjadinya eklampsia pada

trimester ketiga yang dapat berakhit dengan kematian ibu dan janin. 3

Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan PEB. Tujuan utamanya

ialah menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan

secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan. Penanganan

pre-eklampsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi eklampsia dan

pertolongan kebidanan dengan melahirkan janin dalam keadaan optimal dan

bentuk pertolongan dengan trauma minimal. Pengobatan hanya dilakukan secara

simtomatis karena etiologi preeklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kahamilan

yang menyebabkannya, belum diketahui. 3

Tujuan utama penanganan ialah : 3

(1) mencegah terjadinya eklampsia

2) melahirkan janin hidup

(3) melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya.

Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan PEB antara lain

adalah:

19

a. tirah baring

b. oksigen

c. kateter menetap

d. cairan intravena.

Cairan intravena yang dapat diberikan dapat berupa kristaloid maupun koloid

dengan jumlah input cairan 1500 ml/24 jam dan berpedoman pada diuresis,

insensible water loss, dan central venous pressure (CVP). Balans cairan ini

harus selalu diawasi.

e. Magnesium sulfat (MgSO4)

Obat ini diberikan dengan dosis 20 cc MgSO4 20% secara intravena loading

dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40% sebanyak

30 cc dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. Magnesium

sulfat ini diberikan dengan beberapa syarat, yaitu:

1. refleks patella normal

2. frekuensi respirasi >16x per menit

3. produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5 cc/kgBB/jam

4. tersedia kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai antidotum.

Bila nantinya ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium

glukonas tersebut diberikan dalam tiga menit.

f. Antihipertensi

Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg. Pilihan

antihipertensi yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg. Setelah 1 jam, jika

tekanan darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 10 mg dengan

interval satu jam, dua jam, atau tiga jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan

darah pada PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu tekanan darah diastol tidak

kurang dari 90 mmHg atau maksimal 30%. Penggunaan nifedipin ini sangat

dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat, dan mudah mengatur dosisnya

dengan efektifitas yang cukup baik.

a. Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua wanita usia

kehamilan 24-34 minggu yang berisiko melahirkan prematur, termasuk pasien

dengan PEB. Preeklampsia sendiri merupakan penyebab ±15% dari seluruh

20

kelahiran prematur. Ada pendapat bahwa janin penderita preeklampsia berada

dalam keadaan stres sehingga mengalami percepatan pematangan paru.

National Institutes of Health (NIH) merekomendasikan:

a. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 24–34 minggu yang dalam

persalinan prematur mengancam merupakan kandidat untuk pemberian

kortikosteroid antenatal dosis tunggal.

b. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah betametason 12 mg sebanyak dua

dosis dengan selang waktu 24 jam atau deksametason 6 mg sebanyak 4

dosis intramuskular dengan interval 12 jam.

c. Keuntungan optimal dicapai 24 jam setelah dosis inisial dan berlangsung

selama tujuh hari.

Penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB) terdiri dari :3

Penanganan Aktif

Kehamilan dengan PEB sering dihubungkan dengan peningkatan

mortalitas perinatal dan peningkatan morbiditas serta mortalitas ibu.Sehingga

beberapa ahli berpendapat untuk terminasi kehamilan setelah usia kehamilan

mencapai 34 minggu. Terminasi kehamilan adalah terapi definitif yang terbaik

untuk ibu untuk mencegah progresifitas PEB.

Indikasi untuk penatalaksanaan aktif pada PEB dilihat baik indikasi pada

ibu maupun janin:3

1. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada ibu:

a. kegagalan terapi medikamentosa:

• setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan

darah yang persisten

• setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa, terjadi

kenaikan desakan darah yang persisten

b. tanda dan gejala impending eklampsia

c. gangguan fungsi hepar

d. gangguan fungsi ginjal

e. dicurigai terjadi solusio plasenta

f. timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan

21

g. umur kehamilan ≥ 37 minggu

h. Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) berdasarkan pemeriksaan USG

timbulnya oligohidramnion

2. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada janin:

3. Indikasi lain yaitu trombositopenia progresif yang menjurus ke sindrom

HELLP (hemolytic anemia, elevated liver enzymes, and low platelet count).

Penanganan Ekspektatif3

Terdapat kontroversi mengenai terminasi kehamilan pada PEB yang belum

cukup bulan. Beberapa ahli berpendapat untuk memperpanjang usia kehamilan

sampai seaterm mungkin sampai tercapainya pematangan paru atau sampai usia

kehamilan di atas 37 minggu. Adapun penatalaksanaan ekspektatif bertujuan:

1. Mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang

memenuhi syarat janin dapat dilahirkan

2. Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi

keselamatan ibu berdasarkan luaran ibu dan anak, berdasarkan usia

kehamilan, pada pasien PEB yang timbul dengan usia kehamilan dibawah 24

minggu, terminasi kehamilan lebih diutamakan untuk menghindari

komplikasi yang dapat mengancam nyawa ibu (misalnya perdarahan otak).

Sedangkan pada pasien PEB dengan usia kehamilan 25 sampai 34 minggu,

penanganan ekspektatif lebih disarankan.

2.1.6 Prognosis

Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia.

Kriteria Eden antara lain:14

1. koma yang lama (prolonged coma)

2. nadi diatas 120

3. suhu 39,4°C atau lebih

4. tekanan darah di atas 200 mmHg

5. konvulsi lebih dari 10 kali

6. proteinuria 10 g atau lebih

7. tidak ada edema, edema menghilang

22

Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas

ringan; bila dijumpai 2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis akan lebih

buruk.14

2.2 Pertumbuhan Janin Terhambat

Pertumbuhan janin terhambat (PJT) kini merupakan suatu entitas penyakit

yang membutuhkan perhatian bagi kalangan luas, mengingat dampak yang

ditimbulkan jangka pendek berupa resiko kematian 6-10 kali lebih tinggi jika

dibandingkan dengan bayi normal. Dalam jangka panjang terdapat dampak berupa

hipertensi, arteriosklerosis, stroke, diabetes, obesitas, resistensi insulin, kanker,

dan sebagainya. Hal tersebut terkenal dengan Barker hipotesis yaitu penyakit pada

orang dewasa telah terprogram sejak dalam uterus.15

2.2.1 Definisi

Pertumbuhan janin terhambat ditentukan bila berat janin kurang dari 10 %

dari berat yang harus dicapai pada usia kehamilan tertentu. Biasanya

perkembangan yang terhambat diketahui setelah 2 minggu tidak ada

peertumbuhan. Dahulu PJT disebut sebagai Intrauterine Growth Retardation

(IUGR), tetapi istilah retardation kiranya tidak tepat. Tidak semua PJT adalah

hipoksik atau patologik karena ada 25-60 % yang berkaitan dengan konstitusi

etnik dan besar orang tua, selain itu retardation telah diubah menjadi restriction

karena retardasi lebih ditekankan untuk mental. Definisi lain pertumbuhan janin

terhambat atau Intrauterine Growth Restriction (IUGR) adalah suatu keadaan

dimana terjadi gangguan nutrisi dan pertumbuhan janin yang mengakibatkan berat

badan lahir dibawah batasan tertentu dari usia kehamilannya. Umumnya janin

dengan PJT memiliki taksiran berat dibawah persentil ke-10. Artinya janin

memiliki berat kurang dari 90% dari keseluruhan janin dalam usia kehamilanyang

sama. Janin dengan PJT pada umumnya akan lahir premature (<37 minggu) atau

dapat pula lahir cukup bulan (aterm, >37 minggu).15,16

2.2.2 Klasifikasi PJT

3. PJT simetris

23

PJT yang terjadi pada kehamilan 0-20 minggi, terjadi gangguan potensi tubuh

janin untuk memperbanyak sel (hyperplasia), umunya disebabkan oleh

kelainan kromosom atau infeksi janin. Prognosis buruk.16

4. PJT asimetris

PJT yang terjadi pada kehamilan 24-40 minggu, yaitu gangguan potensi

tubuh janin untuk memperbesar sel (hipertropi), misalnya pada hipertensi

dalam kehamilan disertai insufisiensi plasenta. Janin menjadi kekurangan

oksigen dan nutrisi pada trimester akhir, didapatkan lingkar perut yang jauh

lebih kecil daripada lingkar kepala. Pada keadaan hipoksia, produksi radikal

bebas di plasenta menjadi sangat banyak dan antioksidan yang relative kurang

akan menjadi lebih parah.16

2.2.3 Etiologi

1. Faktor ibu

a. Penyakit hipertensi

Pada trimester kedua terdapat kelanjutan migrasi interstitial dan endothelium

trophoblas masuk jauh ke dalam arterioli miometrium sehingga aliran menjadi

tanpa hambatan menuju retroplasenter sirkulasi dengan tetap. Aliran darah yang

terjamin sangat penting artinya untuk tumbuh kembang janin dengan baik dalam

uterus.15

Dikemukakan bahwa arteri-arterioli yang didestruksi oleh sel trophoblas

sekitar 100-150 pada daerah seluas plasenta sehingga cukup untuk menjamin

aliran darah tanpa gangguan pada lumen dan arteri spiralis terbuka. Gangguan

terhadap jalannya destruksi sel trophoblas ke dalam arteri spiralis dan arteriolinya

dapat menimbulkan keadaan yang bersumber dari gangguan aliran darah dalam

bentuk iskemia retroplasenter.15

Dengan demikian dapat terjadi bentuk hipertensi dalam kehamilan apabila

gangguan iskemianya besar dan gangguan tumbuh kembang janin terjadi apabila

iskemia tidak terlalu besar, tetapi aliran darah dengan nutrisinya merupakan

masalah pokok.15

b. Kelainan uterus

Janin yang tumbuh di luar uterus biasanya mengalami hambatan pertumbuhan.

24

c. Kehamilan kembar

Kehamilan dengan dua janin atau lebih kemungkinan besar dipersulit oleh

pertumbuhan kurang pada salah satu atau kedua janin dibanding dengan janin

tunggal normal. Hambatan pertumbuhan dilaporkan terjadi pada 10 s/d 50 persen

bayi kembar. 15

d. Ketinggian tempat tinggal

Jika terpajan pada lingkungan yang hipoksik secara kronis, beberapa janin

mengalami penurunan berat badan yang signifikan Janin dari wanita yang tinggal

di dataran tinggi biasanya mempunyai berat badan lebih rendah daripada

mereka.15

e. Keadaan gizi

Wanita kurus cenderung melahirkan bayi kecil, sebaliknya wanita gemuk

cenderung melahirkan bayi besar. Agar nasib bayi baru lahir menjadi baik, ibu

yang kurus memerlukan kenaikan berat badan yang lebih banyak dari pada ibu-ibu

yang gemuk dalam masa kehamilan. 15

Faktor terpenting pemasukan makanan adalah lebih utama pada jumlah kalori

yang dikonsumsi setiap hari dari pada komposisi dari kalori. Dalam masa hamil

wanita keadaan gizinya baik perlu mengkonsumsi 300 kalori lebih banyak dari

pada sebelum hamil setiap hari. Penambahan berat badan yang kurang di dalam

masa hamil menyebabkan kelahiran bayi dengan berat badan yang rendah. 15

f. Perokok

Kebiasaan merokok terlebih dalam masa kehamilan akan melahirkan bayi

yang lebih kecil sebesar 200 sampai 300 gram pada waktu lahir. Kekurangan berat

badan lahir ini disebabkan oleh dua faktor yaitu : 15

1) Wanita perokok, cenderung makan sedikit karena itu ibu akan kekurangan

substrat di dalam darahnya yang bisa dipergunakan oleh janin.

2) Merokok menyebabkan pelepasan epinefrin dan norepinefrin yang

menyebabkan vasokonstriksi yang berkepanjangan sehingga terjadi

pengurangan jumlah pengaliran darah kedalam uterus dan yang sampai ke

dalam ruang intervillus.

2. Faktor Anak15

a. Kelainan congenital

25

b. Kelainan genetik

c. Infeksi janin, misalnya penyakit TORCH (toksoplasma, rubela,

sitomegalovirus, dan herpes). Infeksi intrauterine adalah penyebab lain dari

hambatan pertumbuhan intrauterine.banyaktipe seperti pada infeksi oleh TORCH

(toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, dan herpes simplex) yang bisa

menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterin sampai 30% dari kejadian.

Infeksi AIDS pada ibu hamil menurut laporan bisa mengurangi berat badan lahir

bayi sampai 500 gram dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir sebelum terkena

infeksi itu. Diperkirakan infeksi intrauterin meninggikan kecepatan metabolisme

pada janin tanpa kompensasi peningkatan transportasi substrat oleh plasenta

sehingga pertumbuhan janin menjadi subnormal atau dismatur.16,17

  

3. Faktor Plasenta

Penyebab faktor plasenta dikenal sebagai insufisiensi plasenta. Faktor plasenta

dapat dikembalikan pada faktor ibu, walaupun begitu ada beberapa kelainan

plasenta yang khas seperti tumor plasenta. Sindroma insufisiensi fungsi plasenta

umumnya berkaitan erat dengan aspek morfologi dari plasenta.16

Parameter klinik yang dapat digunakan untuk mendeteksi PJT ketidaksesuaian

usia gestasi dengan besar uterus, laju pertumbuhan terhambat, atau pertambahan

berat badan ibu yang kurang. Kejadian yang terbukti dengan cara ini hanya 10-

25%, sehingga perlu digabung dengan pemeriksaan dan USG Doppler.16

a. Manajemen pada kasus preterm dengan pertumbuhan janin terhambat lakukan

pematangan paru dan asupan nutrisi tinggi kalori mudah cerna, dan banyak

istirahat.

b. Pada kehamilan 35 minggu tanpa terlihat pertumbuhan janin dapat dilakukan

pengakhiran kehamilan.

c. Jika terdapat oligohidramnion berat disarankan untuk per abdominam.

d. Pada kehamilan aterm tergantung kondisi janin jika memungkinkan dapat

dicoba lahir pervaginam.

2.2.4 Patofisiologi

1. Kondisi kekurangan nutrisi pada awal kehamilan

26

Pada kondisi awal kehamilan pertumbuhan embrio dan trofoblas dipengaruhi

oleh makanan. Studi pada binatang menunjukkan bahwa kondisi kekurangan

nutrisi sebelum implantasi bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan.

Kekurangan nutrisi pada awal kehamilan dapat mengakibatkan janin berat lahir

rendah yang simetris. Hal sebaiknya terjadi kondisi percepatan pertumbuhan pada

kondisi hiperglikemia pada kehamilan lanjut.16

2. Kondisi kekurangan nutrisi pada pertengahan kehamilan

Defisiensi makanan mempengaruhi pertumbuhan janin dan plasenta, tapi bisa

juga terjadi peningkatan pertumbuhan plasenta sebagai kompensasi. Didapati

ukuran plasenta yang luas.16

3. Kondisi kekurangan nutrisi pada akhir kehamilan

Terjadi pertumbuhan janin yang lambat yang mempengaruhi interaksi antara

janin dengan plasenta. Efek kekurangan makan tergantung pada lamanya

kekurangan. Pada kondisi akut terjadi perlambatan pertumbuhan dan kembali

meningkat jika nutrisi yang diberikan membaik. Pada kondisi kronis mungkin

telah terjadi proses perlambatan pertumbuhan yang irreversibel.16

2.2.5 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang tampak yaitu:17

a. Uterus dan janin tidak berhasil tumbuh dengan kecepatan normal selama

jangka waktu 4 minggu.

b. Tinggi fundus uteri sedikitnya 2 cm lebih rendah dari pada yang di perkirakan

menurut umur/ lama kehamilan .

c. Berat badan ibu semakin menurun.

d. Gerakan janin semakin berkurang.

e. Volume cairan ketuban menurun.

2.2.6 Diagnosis

Ibu hamil dengan penyakit hipertensi, penyakit ginjal dan kardiopulmonal

dan pada kehamilan ganda.17

a. Tinggi Fundus Uteri17

Cara ini sangat mudah, murah, aman, dan baik untuk diagnosa pada

kehamilan kecil. Caranya dengan menggunakan pita pengukur yang di letakkan

27

dari simpisis pubis sampai bagian teratas fundus uteri. Bila pada pengukuran di

dapat panjang fundus uteri 2 (dua) atau 3 (tiga) sentimeter di bawah ukuran

normal untuk masa kehamilan itu maka kita dapat mencurigai bahwa janin

tersebut mengalami hambatan pertumbuhan. 17

b. USG Fetomaternal

Pada USG yang diukur adalah diameter biparietal

atau cephalometry angka kebenarannya mencapai 43-100%. Bila pada USG

ditemukan cephalometry yang tidak normal maka dapat kita sebut sebagai

asimetris PJT. Selain itu dengan lingkar perut kita dapat mendeteksi apakah ada

pembesaran organ intra abdomen atau tidak, khususnya pembesaran hati. Tetapi

yang terpenting pada USG ini adalah perbandingan antara ukuran lingkar kepala

dengan lingkar perut untuk mendeteksi adanya asimetris PJT. 17

c. Doppler Velocimetry

Dengan menggunakan Doppler kita dapat mengetahui adanya bunyi end-

diastolik yang tidak normal pada arteri umbilikalis, ini menandakan bahwa adanya

PJT. 17

2.2.7 Penatalaksanaan

Umur Kehamilan < 32 minggu : 17

1. Klasifikasi PJT berdasarkan etiologi: infeksi, kelainan bawaan atau

menurunnya sirkulasi feto-plasenter

2. Tentukan tipe PJT: simetris atau asimetris

3. Obati keadaan ibu, kurangi stress, peningkatan nutrisi, mengurangi rokok

dan atau narkotik

4. Istirahat tidur miring

5. Pemeriksaan USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler velocimetry

a. umbilikalis setiap 3 minggu sampai umur kehamilan 36 minggu atau

sampai timbul oligohidramnion

6. Biophisic Score (BPS) setiap minggu termasuk Non Stress Test (NST),

diikuti dengan NST saja pada minggu yang sama.

Terminasi jika : 17

28

1. Anhydramnion (tidak ada poket) pada umur kehamilan 30 minggu atau

lebih

2. Deselerasi berulang

3. Selama 2 minggu tidak ada pertumbuhan janin dan paru janin sudah masak

4. Doppler velocimtery : AEDF atau REDF

Umur Kehamilan ≥ 32 minggu : 17

1. Klasifikasi PJT berdasarkan etiologi: kelainan bawaan, infeksi atau

menurunnya sirkulasi feto-plasenter

2. Tentukan tipe PJT: simetris atau asimetris

3. Obati keadaan ibu, kurangi stress, peningkatan nutrisi, mengurangi rokok

dan atau obat narkotika

4. Istirahat tidur miring kekiri

5. Pemeriksaan USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler velocimetry

a. umbilikalis setiap 3 minggu

6. Setiap minggu dilakukan BPS termasuk NST, diikuti dengan hanya NST

saja pada minggu yang sama

Terminasi jika : 17

Oligohidramnion (Amniotic Fluid Index(AFI) < 5 cm)

1. Umur kehamilan 36 minggu atau lebih

2. Oligohydramnion pada umur kehamilan < 36 minggu dikombinasi dengan

Doppler velocimetry a.umbilikalis

BAB IV

PEMBAHASAN

29

Pasien masuk RSUD Arifin Achmad via VK IGD rujukan dari Puskesmas

Perawang dengan diagnosis G1 gr 35 minggu dengan PEB pada tanggal 10

Agustus 2013 pada pukul 11.20 WIB.

1. Apakah sistem rujukan sudah tepat?

Berdasarkan sistem rujukan menurut Rochjati Puji pasien dengan Pre-

eklamsi berat tergolong kedalam kelompok Ada Potensi Gawat Obstetri (APGO)

dan dibutuhkan Rujukan Tepat Waktu (RTW). Dalam sistem rujukan RTW

rujukan dilakukan segera untu menyelamatkan jiwa ibu dan bayi.18

Pasien dirujuk dengan surat rujukan terlampir dan ditemani bidan. Pada

pasien terpasang infus MgSO4 40% dalam Dextrose 5% 500cc, oksigen via nasal

canul 2L/menit, folley kateter (urin output 350cc) .

Jika dinilai dari 4T, pada sistem rujukan pada pasien ini yaitu:18

1. Tidak terlambat pengenalan dini adanya tanda bahaya/masalah/faktor

risiko, melalui skrining atenatal, yaitu diketahui melalui anamnesis bahwa

sejak usia kandungan 7 bulan pasien sudah di beritahu oleh bidan bahwa

tekanan darah pasien tinggi.

2. Terlambat pengambilan keputusan oleh keluarga tentang persiapan dan

perencannaan persalinan, dan kesiapan persalinan aman. Dimana

seharusnya keluarga membawa pasien ke pelayanan kesehatan yang lebih

lengkap sejak awal sehingga penanganan lebih cepat.

3. Tidak terlambat pengiriman dan transportasi, sehingga sampai di RS

Rujukan dengan keadaan ibu dan bayi masih baik.

4. Tidak terlambat penanganan di RS rujukan oleh tenaga profesional secara

efektif dan efisien.

Namun dalam sistem rujukan pasien ini belum adanya komunikasi langsung

melalui telepon oleh puskesmas perawang. Komunikasi langsung antara tempat

merujuk dan tujuan rujukan sangat penting terutama pada kasus gawat dan

darurat, dimana komunikasi langsung dapat memperlancar penanganan pasien

karena sudah dipersiapkan dari awal. Sehingga dapat dikatakan alur sistem

rujukan pada pasien ini sudah hampir benar namun belum dapat dikatakan

sempurna .

30

2. Apakah Diagnosis

Pasien masuk dengan rujukan dari puskesmas perawang dengan diagnosis

G1P0A0H0 gravid 35 minggu dengan PEB. Diagnosis ini masih belum tepat,

karena menurut kaidah penulisan diagnosis penulisan diagnosis ibu harus diikuti

dengan diagnosis janin. Dari anamnesis diketahui bahwa HPHT pasien pada

tanggal 25-11-2012. Berdasarkan rumus Naegele didapatkan usia kehamilan

pasien 37 minggu. Jadi, penulisan seharusnya adalah G1 gravid aterm + belum in

partu + PEB + janin tunggal hidup intrauterin letak memanjang presentasi kepala.

Pada pasien sudah benar diagnosis dengan G1 karena kehamilan ini merupakan

kehamilan pertama pada pasien (primigravida).

Diagnosis PEB ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu pasien

mengeluhkan nyeri kepala serta pasien mengaku sejak usia kehamilan 7 bulan,

tekanan darah pasien sering diatas 120/80 mmHg.. Dari pemeriksaan fisik

didapatkan peningkatan tekanan darah hingga 180/120 mmHg, dari pemeriksaan

protein urin bakar hasilnya +3, dan dari hasil laboratorium protein urin +2. Jadi,

penegakan diagnosis PEB pada pasien ini sudah tepat berupa hipertensi yang

timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. Tidak adanya

riwayat hipertensi pada penyakit terdahulu serta tekanan darah yang normal pada

kehamilan sebelum usia 7 bulan dapat menyingkirkan diagnosis hipertensi kronik

dengan superimposed preeklampsia. Sesuai dengan algoritma diagnosis hipertensi

dalam kehamilan.3

31

Gambar 4.1 Algoritma diagnosis PEB19

Diagnosis pasien di VK IGD adalah G1 gravid 37-38 minggu belum

inpartu + PEB + Janin hidup tunggal intrauteri letak memanjang persentasi

kepala + susp. IUGR.

Penegakan diagnosis IUGR pada pasien ini tidak tepat, karena berdasarkan

skor gravid Lubschenco didapatkan berat janin 2480 gram normal untuk usia

kehamilan 37 minggu. Intrauterine growth retardation (IUGR) atau yang juga

dikenal dengan pertumbuhan janin terhambat (PJT) ditentukan bila berat janin

kurang dari 10% dari berat yang harus dicapai pada usia kehamilan tertentu.

Sehingga berat janin yang berada di bawah persentil 10 disebut PJT. Sedangkan

pada pasien ini, berat janin berada di atas persentil 10. Namun berdasarkan aterm

atau tidaknya suatu kehamilan, maka pada pasien ini sudah termasuk kelompok

32

IUGR, yaitu menurut teori BBL normal pada bayi yang cukup bulan yaitu antara

2500 gram hingga 4000gram.3

Gambar 4.2 Grafik Lubschenco

Setelah dilakukan pengawasan pada pasien, pasien kejang pada pukul

13.10 WIB, sehingga diagnosis berubah menjadi G1P0A0H0 gravid 37-38

minggu belum inpartu + eklamsi + Janin hidup tunggal intrauteri + letak

memanjang + persentasi kepala + susp. IUGR. Diagnosis eklampsia pada pasien

ini sudah tepat. Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia.

Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik berupa kedutan pada otot-otot muka

khusunya didaerah mulut, yang diikuti dengan kontraksi oto-otot tubuh yang

menegang sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah

penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan

menggenggam, kedua tungkai dalam posisi invers. Keadaan ini dapat berlangsung

33

15-30 detik. Kejang tonik akan segera disusul oleh kejang klonik yang akan

berlangsung lebih kurang 1 menit, kemudian kejang melamah dan akhirnya

penderita diam tidak bergerak. Pada pasien kejang berlangsung kurang lebih 2

menit.

3. Apakah tindakan pada pasien ini sudah tepat?

Pada saat sampai di RS rujukan yaitu RSUD Arifin Achmad pasien di

stabilisasi dengan diberikan O2 via nasal canule sebanyak 2L/menit dan

dilanjutkan pemberian MgSO4 dengan dosis maintenance yaitu 2gr/jam

dikarenakan sudah diberikan loading dose pada saat masih diperawang,

pemberian dopamed 2x250mg untuk menurunkan tekanan darah pasien. Pasien

juga dilakukan observasi keadaan umum, ttv, his, djj/jam dan di rencanakan untuk

persalinan spontan pervaginam apabila sudah terdapat tanda-tanda inpartu dan

terpasang kateter menetap dengan perencanaan awal persalinan spontan

pervaginam.

Saat dirumah sakit pasien mengalami kejang, dan kemudian dilakukan

penanganan secara primary survey, yaitu dengan memperhatikan Airway,

Breathing, Circulation. Penanganan airway yaitu dengan pemasangan guedel

pada pasien untuk mempertahankan jalan nafas dan menghindari jatuhnya pangkal

lidah. Penanganan breathing yaitu dengan pemberian O2 melalui NRM sebanyak

10 L/menit dan circulation dengan tetap pemasangan IVFD. Untuk terapi awal

kejang pada pasien diberikan loading MgSO4 secara iv sebanyak 4 gr kemudian

kejang berhenti dan kesadaran pasien membaik sehingga diazepam tidak perlu

diberikan. Dilakukan observasi tanda-tanda vital pasien. Setelah stabil pasien

direncanakan untuk terminasi perabdominal segera.

Penatalaksanaan pasien ini sudah sesuai protap yang ada. Magnesium sulfat

merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada eklampsi.

Alternatif lain adalah diazepam. Hanya saja pemberian diazepam memiliki resiko

depresi pernapasan neonatal. Bila tekanan darah ≥ 200/120 mmHg, maka tekanan

darah harus diturunkan segera dalam hitungan menit sampai beberapa jam.

Penurunan tekanan darah pada PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu tekanan darah

diastol tidak kurang dari 90 mmHg atau maksimal 30% dikarenakan penurunan

34

tekanan darah yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan sirkulasi peredaran

darah sehingga menyebabkan oksigenasi ke janin berkurang dan dapat

mencetuskan iskemia koroner, serebral atau renal.3

Dopamed merupakan obat antihipertensi golongan metildope, beberapa teori

menyatakan obat ini dapat digunakan pada wanita hamil karena terbukti aman

untuk janin. Dosis yang digunakan yaitu 05 - 3,0 g/hari yang tebagi dalam 32-3

dosis. waktu paruh obat sekitar 2 jam, tapi efek puncak tercapai setelah 6-8 jam

pemberian oral atau i.v. dan efektivitas berlangsung sampai 24 jam.20

Pananganan aktif dilakukan karena kehamilan dengan PEB sering

dihubungkan dengan peningkatan mortalitas perinatal dan peningkatan morbiditas

serta mortalitas ibu. Sehingga beberapa ahli berpendapat untuk terminasi

kehamilan setelah usia kehamilan mencapai 34 minggu. Terminasi kehamilan

adalah terapi definitif yang terbaik untuk ibu untuk mencegah progresifitas PEB.3

Pada pasien ini perencanaan penanganan aktif sudah tepat yaitu usia

kehamilan > 37 minggu, adanya gangguan fungsi hati yang dilihat dari

pemeriksaan laboratorium pasien yaitu peningkatan AST menjadi 57,7 U/L.

Berdasarkan algoritma bahwa pada pasien dengan PEB yang sudah aterm

dipersiapkan untuk dilakukan terminasi sedangkan untuk pasien yang belum

aterm diberikan terapi ekspektatif yaitu diberikan steroid sebagai pematangan paru

dan juga diberikan MgSO4. Pada PEB MgSO4 diberikan dengan tujuan untuk

menghindari kelanjutan menjadi eklampsia dan pertolongan kebidanan dengan

melahirkan janin dalam keadaan optimal dan bentuk pertolongan dengan trauma

minimal. Pengobatan hanya dilakukan secara simtomatis karena etiologi

preeklampsia, dan faktor-faktor penyebabk yang belum diketahui secara pasti.3

Terminasi sebaiknya dilakukan minimal 4 jam setelah pasien stabil atau

bebas kejang.14 Terminasi pervaginam merupakan pilihan pertama pada pasien

PEB apabila pasien cukup stabil, namun jika sudah terjadi kejang dan penurunan

kesadaran sebaiknya dilakukan terminasi secara perabdominal. Pada pasien ini

terminasi dilakukan lebih kurang 45 menit setelah pasien stabil, sehingga dapat

disimpulkan terminasi yang dilakukan terlalu cepat dan tidak sesuai dengan teori

bahwa terminasi sebaiknya dilakukan minimal 4 jam setelah pasien stabil atau

bebas kejang.

35

Gambar 4.2 Algoritma penatalaksanaan pasien dengan pre-eklamsi berat21

4. Bagaimana Prognosis Pada Pasien Ini?

Prognosis pasien ini ditegakkan berdasarkan kriteria prognosis Eden yaitu

kriteria untuk menentukan prognosis eklamsi,yang terdiri dari: 14

1.Koma yang lama (prolongedcoma)

2.Frekuensi nadi diatas120 kali permenit

3.Suhu 103°F atau 39,4°C atau lebih

4.Tekanan darah lebih dari 200mmHg

5.Konvulsi lebih dari 10 kali

6.Proteinuria 10gr atau lebih

36

7.Tidak ada edema, edema menghilang

Jika tidak ditemui tanda atau ditemui satu tanda dari kriteria Eden maka

prognosis tergolong baik sedangkan jika ditemui lebih dari 2 tanda dari kriteria

Eden maka tergolong buruk.12 Pada pasien ini tidak ada tanda yang termasuk

kriteria Eden sehingga dikatan prognosis pasien ini baik (bonam).

DAFTAR PUSTAKA

37

1. Hypertensive disorders in pregnancy. In: Cunningham FG, et al,editors. Williams Obstetrics. 22rd ed. New York: McGraw-Hill, 2010;p. 762-65.

2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Hal : 48-9.

3. Angsar, MD. Hipertensi dalam kehamilan. Dalam ilmu kebidanan sarwono prawiroharjo. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2009. Hal. 531-59.

4. Sahin G, Gulmezoglu AM. Incidence morbidity and mortality of preeclampsia and eclampsia. 2003. Dari : http://www.gfmer.ch/Endo/Course2003/Eclampsia.htm [dikutip 14 Agustus 2013].

5. Widiyanto. Kehamilan dengan preeklampsia berat. Semarang: Bagian Obstestri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2005.

6. Indrianto A, Hadisaputro H. Preeklampsia berat di rs dr kariadi periode 1 januari 2004 – 31 desember 2004. Semarang: Bagian Obstestri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2009.

7. Haryono. Upaya menurunkan angka kesakitan angka kematian ibu pada penderita preeklampsia dan eklampsia. Sumatera Utara : USU. 2006.

8. Mardiah RV. Gambaran mortalitas pada pasien preeklampsia dan eklampsia yang menjalani operasi seksio sesaria dengan anastesi umum dan anastesi spinal di RSUD arifin achmad provinsi riau pada tahun 2006-2012. Pekanbaru Bagian Obstestri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Riau; 2012

9. Sibai B, Dekker G, Kupferminc M. Pre-eclampsia. Lancet. 2005. 365: 785-99. Dari : http://web.squ.edu.om/medLib/med/net/ETALC9/html/clients/lancet/pdf/PIIS0140673605179872.pdf [dikutip 14 Agustus 2013].

10. National library of medicine national institute of health. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000899.htm. [cited on : August 14, 2013]

11. K A Douglas, C W G Redman. Eclampsia in the United Kingdom. Paper. BMJ 1994. http://www.bmj.com/content/309/6966/1395. [cited on : August 14, 2013]

12. Rozhikan. Faktor-faktor resiko terjadinya preeklampsia berat di Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal. Tesis. Program Magister Epidemiologi universitas Diponegoro. Semarang;2007.

38

13. World Health Organization. Making pregnancy safer. 2005. Dari : http://www.who.int/making_pregnancy_safer/topics/maternal_mortality/en/index.html [dikutip 14 Agustus 2013].

14. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jakarta :EGC. 1998

15. Winkjosastro, GH. Pertumbuhan janin terhambat. Dalam ilmu kebidanan sarwono prawiroharjo. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2009. Hal. 696-700.

16. Fetal growth disorder. In: Cunningham FG, et al,editors. Williams Obstetrics. 23rd ed. New York: McGraw-Hill, 2010;p.842-56

17. POGI. Panduan Penatalaksanaan Kehamilan dengan PJT di Indonesia. 2011. http://www.pogi.or.id/pogi/upload/downloadfile/5e6947068aead49a4602b11e8c209730_protapkehamilandgnpjtprotapkehamilandgpjt.pdf. [diakses pada 16 Agustus 2013]

18. Martaadisubrata D, Sastrawinata S, Saifudin AB, editor. Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2005

19. Sibai BM. Diagnosis and management of gestational hypertension and preeclampsia. Obstet Gynecol. 2003;102(1):188.

20. Dopamed

21. Darci R. Block, PhD, and Amy K. Saenger, PhD. Prediction, Diagnosis, and Management Beyond Proteinuria and Hypertensionhttp://www.aacc.org/publications/cln/2010/February/Pages/series0210.aspx. [diakses pada 13 Agustus 2013]

22.

.

39